Interaksi Obat (Dra. Retno Gitawati, Apt., MS)
Pendahuluan. Interaksi obat adalah keadaan dimana efek farmakologik (farmakodinamik dan/atau farmakokinetik) dari suatu obat mengalami perubahan akibat berinteraksi antar obat itu sendiri, ataupun dengan obat lain. Peru Peruba baha han n yang terja terjadi di dapa dapatt beru berupa pa efek efek yang mema memang ng dike dikehe hend ndak akii ( Desirable Desirable Drug Interaction), Interaction), misal misalny nyaa terja terjadi diny nyaa efek efek sinergistik (efek (efek obat obat menin eningk gkat at kare karena na adan adany ya obat obat/s /sen eny yawa awa lain lainny nya) a);; atau ataupu pun n efek efek yang ang tida tidak k dikehe dikehenda ndaki ki (Undesirable Undesirable/Adver /Adverse se Drug Interactions Interactions = ADIs ADIs), ), yang lazim lazimny nyaa menyebabka menyebabkan n efek samping obat dan/atau toksisitas akibat akibat meningkatnya kadar obat di dalam plasma, atau menurunnya kadar obat dalam plasma sehingga hasil
terapi menjadi tidak optimal. object drug drug ” atau “index index drug drug ”, Obat Obat yang dipe dipeng ngaru aruhi hi efekn efeknya ya diseb disebut ut “object ”,
sedangkan obat lainnya yang mempengaruhi disebut “ precipitant drug ” -
Contoh index drugs antara lain: antikoagulan (warfarin, kumarin), digoksin, dilantin, obat-obat sitostatika, kontrasptik hormonal.
-
Contoh precipitant drug antara drug antara lain: aspirin, fenilbutazon, sulfa
Warfarin yang diberikan bersama (concomitant (concomitant ) dengan aspirin menyebabkan efek warfarin meningkat dan terjadi efek samping perdarahan hebat.
Selain interaksi antar obat (drug-drug (drug-drug interaction), interaction), dapat juga terjadi interaksi antara obat dengan herbal/tanaman obat (drug-plant ( drug-plant interactions), interactions ), maupun antar obat dengan makanan/minuman (drug-food (drug-food interactions) interactions ) Contoh: -
Jik Jika seda sedang ng minum inum obatbat-ob obat at anti antid depre epresa san n golo golon ngan gan monoamin monoaminee oxidase oxidase inhibitors/MAOI inhibitors/MAOI (penghambat (penghambat monoamin monoamin oksidase) oksidase) tidak boleh makan makan makanan makanan yang mengandung tiramin (misalnya keju), karena dapat terjadi krisis hipertensi.
-
Jika Jika sedang sedang minum minum obat antihi antihiper perlip lipide idemia mia golong golongan an statin statin tidak boleh boleh bersam bersamaan aan dengan minuman grape fruit juice, juice, karena efek samping statin akan meningkat (terjadi rabdomyelitis). rabdomyelitis).
Drug InteractionInteraction- 2012 2012
1
Pada keadaan tertentu, interaksi dapat terjadi tanpa melibatkan efek apapun dari suatu obat. Misalnya, adanya suatu obat dalam darah dapat mempengaruhi mempengaruhi beberapa jenis tertentu analisis laboratorium (analytical interference ). Misalnya, vitamin C dosis tinggi mempengaruhi analisis laboratorium untuk glukosa darah, hemoglobin, dan nitrit dalam urin. Interaksi tersebut di atas dapat terjadi karena pengguna-salahan (misuse) akibat ketidaktahuan akan adanya zat aktif tertentu dalam suatu senyawa/tanaman/makanan yang berinteraksi dengan obat yang diminum. Oleh karena itu, adalah sangat sangat penting penting memahami memahami kemungkin kemungkinan an terjadinya terjadinya interaksi dalam penggunaan penggunaan obat guna menghinda menghindari ri timbulnya timbulnya efek samping samping yang merugikan merugikan serta guna tercapainya hasil terapi yang optimal.
Implikasi klinis interaksi obat. A. Interaksi obat obat yang tidak dikehendaki dikehendaki
Interaksi obat sering dianggap sebagai sumber terjadinya efek samping obat (adverse drug reactions), reactions ), yakni jika metabolisme suatu obat terganggu akibat adanya obat lain dan menyebabkan peningkatan kadar plasma obat indeks sehingga terjadi toksisitas. Sebalikny Sebaliknya, a, interaksi interaksi antar obat juga dapat menurunkan menurunkan kadar plsama obat indeks sehingga efikasi obat tersebut menurun dan efek terapi tidak tercapai. Interaksi obat demikian tergolong sebagai interaksi obat ”yang tidak dikehendaki” atau Adverse Drug Interactions (ADIs). Meskipun demikian, beberapa interaksi obat adak adakal alany anyaa tida tidak k selal selalu u haru haruss dihi dihind ndari ari karen karenaa tida tidak k selam selamany anyaa seriu seriuss untu untuk k mencederai pasien. Bany Banyak ak fakt faktor or berp berper eran an dala dalam m terj terjad adin iny ya inte intera raks ksii obat obat yang ang tidak (ADIs) yang yang bermak bermakna na secara secara klinik klinik,, antara antara lain lain faktor faktor usia, usia, faktor faktor dikehendaki (ADIs) penyakit, genetik, dan penggunaan obat-obat preskripsi bersama-sama bersa ma-sama beberapa obatobat OTC sekaligus. 1. Usia lanjut lebih rentan mengalami interaksi obat. Pada penderita diabetes meli melitu tuss usia usia lanju lanjutt yang yang diser diserta taii menu menuru runn nnya ya fung fungsi si ginj ginjal al,, pemb pemberi erian an penghambat ACE (misal: kaptopril) bersama diuretik hemat kalium (misal:
Drug InteractionInteraction- 2012 2012
2
Pada keadaan tertentu, interaksi dapat terjadi tanpa melibatkan efek apapun dari suatu obat. Misalnya, adanya suatu obat dalam darah dapat mempengaruhi mempengaruhi beberapa jenis tertentu analisis laboratorium (analytical interference ). Misalnya, vitamin C dosis tinggi mempengaruhi analisis laboratorium untuk glukosa darah, hemoglobin, dan nitrit dalam urin. Interaksi tersebut di atas dapat terjadi karena pengguna-salahan (misuse) akibat ketidaktahuan akan adanya zat aktif tertentu dalam suatu senyawa/tanaman/makanan yang berinteraksi dengan obat yang diminum. Oleh karena itu, adalah sangat sangat penting penting memahami memahami kemungkin kemungkinan an terjadinya terjadinya interaksi dalam penggunaan penggunaan obat guna menghinda menghindari ri timbulnya timbulnya efek samping samping yang merugikan merugikan serta guna tercapainya hasil terapi yang optimal.
Implikasi klinis interaksi obat. A. Interaksi obat obat yang tidak dikehendaki dikehendaki
Interaksi obat sering dianggap sebagai sumber terjadinya efek samping obat (adverse drug reactions), reactions ), yakni jika metabolisme suatu obat terganggu akibat adanya obat lain dan menyebabkan peningkatan kadar plasma obat indeks sehingga terjadi toksisitas. Sebalikny Sebaliknya, a, interaksi interaksi antar obat juga dapat menurunkan menurunkan kadar plsama obat indeks sehingga efikasi obat tersebut menurun dan efek terapi tidak tercapai. Interaksi obat demikian tergolong sebagai interaksi obat ”yang tidak dikehendaki” atau Adverse Drug Interactions (ADIs). Meskipun demikian, beberapa interaksi obat adak adakal alany anyaa tida tidak k selal selalu u haru haruss dihi dihind ndari ari karen karenaa tida tidak k selam selamany anyaa seriu seriuss untu untuk k mencederai pasien. Bany Banyak ak fakt faktor or berp berper eran an dala dalam m terj terjad adin iny ya inte intera raks ksii obat obat yang ang tidak (ADIs) yang yang bermak bermakna na secara secara klinik klinik,, antara antara lain lain faktor faktor usia, usia, faktor faktor dikehendaki (ADIs) penyakit, genetik, dan penggunaan obat-obat preskripsi bersama-sama bersa ma-sama beberapa obatobat OTC sekaligus. 1. Usia lanjut lebih rentan mengalami interaksi obat. Pada penderita diabetes meli melitu tuss usia usia lanju lanjutt yang yang diser diserta taii menu menuru runn nnya ya fung fungsi si ginj ginjal al,, pemb pemberi erian an penghambat ACE (misal: kaptopril) bersama diuretik hemat kalium (misal:
Drug InteractionInteraction- 2012 2012
2
spironolak spironolakton, ton, amilorid, amilorid, triamteren) triamteren) menyebabkan menyebabkan terjadinya terjadinya hiperkalemi hiperkalemiaa yang mengancam kehidupan. 2. Beberapa penyakit seperti
penyakit hati kronik dan kongesti hati menyebabkan penghambatan
metabolisme obat-obat tertentu yang dimetabolisme di hati. Pemberian obat obat yang yang dimetab dimetaboli olisme sme di hati hati bersam bersamaa dengan dengan obat-o obat-obat bat yang yang merupakan penghambat enzim pemetabolis hati (misalnya simetidin) pada penderita kelainan fungsi hati menyebabkan metabolisme obat terhambat sehingga toksisitasnya dapat meningkat.
Pada penderita penderita disfungs ekskresi aminoglik aminoglikosida osida menurun menurun disfungsii ginjal ginjal, ekskresi sehingga kadar obat ini dalam plasma meningkat. Pemberian relaksans otot bersama aminoglikosida pada keadaan ini akan berinteraksi dan dapat menyebabkan menyebabkan efek relaksans relaksans otot meningkat, meningkat, kelemahan kelemahan otot meningkat, dan terjadi depresi pernapasan.
3. Faktor adalah salah salah satu faktor faktor geneti genetik k yang yang Faktor genetik genetik a.l. polimorfisme adalah berperan dalam interaksi obat. Pemberian fenitoin bersama INH pada kelom kelompok pok polimo polimorfis rfisme me asetilat asetilator or lambat lambat dapat dapat menye menyebab babkan kan toksisi toksisitas tas fenitoin meningkat. 4. Obat-obat OTC seperti antasida, NSAID dan rokok yang banyak digunakan secara luas dapat berinteraksi dengan banyak sekali obat-obat lain.
5. Be misalny nyaa tabl tablet et lepa lepas–l s–lam amba batt ( sustained sustained Bentu ntuk k sediaa sediaan n obat obat ter terte tentu ntu, misal release tablet tablet ) akan akan bera berada da lebi lebih h lama lama di dalam dalam salur saluran an cerna cerna sehi sehing ngga ga memper memperbesa besarr kemung kemungkin kinan an terjadi terjadiny nyaa intera interaksi ksi jika jika diberi diberikan kan bersam bersamaan aan dengan obat lain yang berpotensi berinteraksi. 6. Cara dapat mempen mempengaru garuhi hi efekti efektifita fitass obat obat terten tertentu tu jika jika Cara pemberian pemberian obat dapat diberikan diberikan bersama bersama makanan/min makanan/minuman. uman. Misalnya, Misalnya, tetrasiklin tetrasiklin akan menurun menurun efektivitasn efektivitasnya ya jika diberikan diberikan bersama bersama susu. Obat-obat hipnotik/sedatif hipnotik/sedatif akan meningkat meningkat efeknya jika diminum diminum bersama bersama alkohol. alkohol. Obat-obat Obat-obat penghamb penghambat at MAO jika jika diminu diminum/d m/diber iberika ikan n bersam bersamaa kopi, kopi, coklat coklat,, keju menyeb menyebabk abkan an hipertensi berat. 7. Urutan minum obat harus diperhatikan jika menggunakan lebih dari 1 jenis obat yang kemungki kemungkinan nan berinteraksi berinteraksi.. Pemebian Pemebian masing-masing masing-masing obat harus diberi interval/jarak waktu 1 – 2 jam. Contoh, pemberian tetrasiklin dengan
Drug InteractionInteraction- 2012 2012
3
antasida, tidak boleh bersamaan. Beri antasida terlebih dahulu, 2 jam kemudian baru tetrasiklin diberikan. Demikian pula, beberapa obat tertentu (misal antibiotika, statin) dapat terhambat absorpsinya jika diberikan secara bersamaan dengan kaolin/pektin (anti diare). 8. Polifarmasi (penggunaan lebih dari satu jenis obat sekaligus/bersamaan) memperbesar risiko terjadinya interaksi obat. Semakin banyak jumlah jenis obat
yang
diberikan,
semakin
besar
kemungkinan
terjadi
interaksi.
Kemungkinan banyaknya interaksi dijelaskan dengan rumus berikut: Jumlah interaksi = ½ n (n – 1) n = jumlah jenis obat.
Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs) mempunyai implikasi klinis jika: 1. obat indeks memiliki batas keamanan sempit (narrow margin of safety), contoh antikoagulan (warfarin), antikonvulsan (fenitoin), digitalis 2. mula kerja (onset of action) obat cepat, terjadi dalam waktu 24 jam; 3. dampak ADIs bersifat serius atau berpotensi fatal dan mengancam kehidupan, misalnya terjadi perdarahan berat karena antikoagulan diberikan
bersama dengan antiplatelet; 4. obat indeks dan presipitant lazim digunakan dalam praktek klinik secara bersamaan dalam kombinasi, misalnya obat-obat psikotropik untuk gangguan psikiatrik, . Oleh karena memiliki implikasi klinis, maka dalam penggunaan bersama obat-obat lain harus benar-benar diperhatikan kemungkinan
terjadinya
interaksi yang
merugikan.
B. Interaksi obat yang dikehendaki
Adakalanya penambahan obat lain (presipitan) justru diperlukan untuk meningkatkan atau mempertahankan /memelihara (maintenance) kadar plasma
obat-obat tertentu sehingga diperoleh efek terapetik yang diharapkan. Selain itu, penambahan obat lain diharapkan dapat mengantisipasi atau mengantagonis efek obat (index drug ) yang berlebihan. Penambahan obat lain dalam bentuk kombinasi (tetap ataupun tidak tetap) kadang-kadang disebut pharmacoenhancement , juga sengaja dilakukan untuk
Drug Interaction- 2012
4
mencegah perkembangan resistensi , meningkatkan kepatuhan, dan menurunkan
biaya terapi karena mengurangi regimen dosis obat yang harus diberikan. Berikut adalah contoh-contoh interaksi antar obat yang diharapkan menghasilkan efek yang dikehendaki: Kombinasi anti-aritmia yang memiliki waktu paruh singkat (misalnya prokainamid), dengan simetidin dapat mengubah parameter farmakokinetik
prokainamid. Simetidin akan memperpanjang waktu paruh prokainamid dan memperlambat
eliminasinya.
Dengan
demikian
frekuensi
pemberian
dosis
prokainamid sebagai anti aritmia dapat dikurangi dari setiap 4-6 jam menjadi setiap 8 jam/hari, sehingga kepatuhan pasien dapat ditingkatkan. Dalam regimen pengobatan HIV, diperlukan kombinasi obat-obat penghambat protease untuk terapi HIV dengan tujuan mengubah profil farmakokinetik obat-obat tersebut.
Misalnya,
penghambat
protease
lopinavir
jika
diberikan
tunggal
menunjukkan bioavailabilitas rendah sehingga tidak dapat mencapai kadar plasma yang memadai sebagai antivirus. Dengan mengombinasikan lopinavir dengan ritonavir dosis rendah, maka bioavailabilitas lopinavir akan meningkat dan obat
mampu menunjukkan efikasi sebagai antiviral. Ritonavir dosis rendah tidak memiliki efek antiviral namun cukup adekuat untuk menghambat metabolisme lopinavir di usus dan hati. Kombinasi obat-obat anti malaria dengan mula kerja cepat tetapi waktu paruhnya singkat (misal, artemisinin) dengan obat anti malaria lain yang memiliki waktu paruh lebih panjang (misalnya lumefantrin), akan meningkatkan efktivitas obat anti malaria tersebut dan mengurangi relaps. Kombinasi obat-obat anti tuberkulosis diharapkan akan memperlambat terjadinya resistensi. Kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat untuk mencegah perkembangnya resistensi. Penambahan atau pemberian
beberapa obat dalam
kombinasi
untuk
mengurangi dosis obat yang dibutuhkan atau mengurangi efek samping obat indeks. Misalnya, kombinasi beberapa obat antihipertensi mengurangi dosis obat yang harus diberikan sehingga efek samping berkurang; kombinasi levodopa dan karbidopa untuk penyakit Parkinson mengurangi efek samping dari levodopa. Pemberian obat presipitan sebagai antagonis atau antidotum untuk mengkonter efek samping obat indeks adalah contoh lain dari interaksi antar obat yang dikehendaki. Misalnya, pemberian antikolinergik untuk mengatasi efek samping
Drug Interaction- 2012
5
ekstrapiramidal dari obat-obat anti emetik dan anti psikotik ; pemberian nalokson untuk
mengatasi
overdosis
opium;
pemberian
atropin
untuk
intoksikasi
antikolinesterase, pemberian adrenalin untuk mengatasi syok anafilaktik obat dsb.
Obat Indeks dan Obat Presipitan Obat Indeks (index drugs) adalah obat yang diubah atau dipengaruhi efek
farmakologiknya oleh obat/bahan lain. Ciri-ciri obat indeks sbb.: a. Obat-obat dimana adanya perubahan sedikit saja pada dosis obat → akan berakibat terjadinya perubahan besar pada efek klinik obat tsb. Secara farmakologik, obat-obat ini mempunyai kurva dosis respons tajam dimana jika kadar obat berkurang sedikit saja, makan efikasi kliniknya akan menurun cukup signifikan. b. Obat2 yang memiliki low margin of safety / low toxic-therapeutic ratio . Adanya peningkatan sedikit saja dosis/kadar obat tersebut → dapat menimbulkan peningkatan efek toksik yang signifikan. Contoh obat indeks: -
Antikoagulan: warfarin, dikumarol
-
Antikonvulsan: fenitoin
-
Antiaritmia: lidokain, prokainamid
-
Antidiabetik oral: tolbutamid, klorpropamid
-
Antibiotika: aminoglikosida (gentamisin, vankomisin)
-
Glikosida jantung: digoksin
-
Imunosupresan: sikloserin
-
Kontraseptik hormonal
-
Obat-obat SSP: gol. benzodiazepin, litium
-
Sitostatika: 5-fluorourasil, metotreksat
-
Teofilin
Drug Interaction- 2012
6
Obat Presipitan ( precipitant drugs) adalah obat lain yang mempengaruhi/ mengubah efek obat indeks.
Ciri-ciri obat presipitan sbb.: a. Obat-obat yang mempunyai ikatan protein (albumin) kuat . Obat-obat ini akan menggusur (displaced ) obat lain (obat indeks) yang ikatan proteinnya lebih lemah, sehingga kadar plasma obat yang ‘tergusur’ akan meningkat. Contoh obat presipitan dengan ciri ini adalah: aspirin, fenilbutazon, sulfa b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor ) atau merangsang (inducer ) enzim-enzim pemetabolisme di hati. enzyme inhibitor → menghambat metabolisme obat indeks → kadar
obat indeks → toksisitas contoh: fenilbutazon, simetidin, kloramfenikol, allopurinol enzyme inducer → mempercepat eliminasi (metabolisme) obat indeks
→ kadar plasma obat indeks ↓ → efikasi ↓ contoh: rifampisin, karmamazepin, fenitoin, fenobarbital c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi /mengubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-obat lain (obat indeks) akan dimodifikasi. Contoh: probenesid, diuretika Ciri-ciri obat presipitan seperti dijelaskan di atas adalah yang terkait dengan interaksi secara farmakokinetik , terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan ekskresi ginjal.
Mekanisme Interaksi Obat Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni 1) interaksi secara farmasetik (inkompatibilitas); 2) interaksi secara farmakokinetik dan 3) interaksi secara farmakodinamik. 1. Interaksi farmasetik:
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat langsung dan dapat secara fisika atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible), yang selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Sering terjadi pada pada obat-obat yang dicampur dalam cairan secara bersamaan, misal dlm infus atau injeksi
Drug Interaction- 2012
7
Contoh: interaksi karbenisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B dengan larutan NaCl fisiologik, terjadi presipitasi. Interaksi farmasetik secara fisika, sangat bergantung pada sifat2 fisik dan bentuk sediaan obat, terjadi saat pencampuran Contoh: a). obat berubah menjadi basah ( higroskopis): -
K/Na bromida
-
Pembebasan air kristal: Mg2SO4.7H2O + Na2CO3.H2O
-
Terjadi campuran eutetik: menthol + camphor/thymol
b). Terjadi adsorpsi obat berkhasiat: -
Norit + papaverin, antibiotika → adsorpsi bahan berkhasiat obat
-
Kaolin, bolus alba → menyerap obat lain
-
Terjadi campuran eutetik: menthol + camphor/thymol
Interaksi farmasetik secara kimiawi yaitu jika terjadi reaksi kimia jika 2 atau lebih obat dicampur, atau terbentuk zat baru dg khasiat berbeda dari bahan asal semula. Contoh: a) Terbentuk zat yang lebih toksik -
Acetosal + quinine → quinotoxin
-
Hg2Cl2 (Calomel) + KI → Hg2I2
b) Terbentuk garam komplek yang tidak larut -
Tetrasiklin + garam kalsium (fosfat, karbonat) → terbentuk senyawa chelate yang tidak larut → tidak dapat diabsorpsi → tetrasiklin tidak aktif
2. Interaksi farmakokinetik:
Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME) yang terjadi di saluran cerna, hati, ginjal, dan dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat. Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat fisikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda. Contohnya, interaksi farmakokinetik oleh simetidin (H2-bloker) tidak
Drug Interaction- 2012
8
dimiliki oleh H 2-bloker lainnya; interaksi farmakokinetik oleh terfenadin, aztemizole (antihistamin non-sedatif) tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif lainnya.
3. Interaksi farmakodinamik:
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek
yang aditif , potensiasi, sinergistik , atau antagonistik , tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang
berinteraksi (class effect ) , karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja
obat. Contoh interaksi obat pada reseptor yang bersifat antagonistik misalnya: interaksi antara β-bloker dengan agonis-β2 pada penderita asma; interaksi antara penghambat reseptor dopamin (haloperidol, metoclopramid) dengan levodopa pada pasien parkinson. Beberapa contoh interaksi obat secara fisiologik serta dampaknya antara lain sebagai
berikut:
interaksi
antara
aminoglikosida
dengan
furosemid
akan
meningkatkan risiko ototoksik dan nefrotoksik dari aminoglikosida; β-bloker dengan verapamil menimbulkan gagal jantung, blok AV, dan bradikardi berat; benzodiazepin dengan etanol meningkatkan depresi susunan saraf pusat (SSP); kombinasi obat-obat trombolitik, antikoagulan dan anti platelet menyebabkan perdarahan. Penggunaan diuretik kuat (misal furosemid) yang menyebabkan perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit seperti hipokalemia, dapat meningkatkan toksisitas digitalis jika diberikan bersama-sama. Pemberian furosemid bersama relaksan otot (misal,
d-tubokurarin)
menyebabkan
paralisis
berkepanjangan.
Sebaliknya,
penggunaan diuretik hemat kalium (spironolakton, amilorid) bersama dengan penghambat ACE (kaptopril) menyebabkan hiperkalemia. Kombinasi antihipertensi dengan obat-obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) yang menyebabkan retensi garam dan air, terutama pada penggunaan jangka lama, dapat menurunkan efek antihipertensi.
Drug Interaction- 2012
9
Pasien Berisiko Kelompok pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami interaksi obat adalah sebagai berikut: 1. Pasien geriatrik (usia lanjut > 65 th) 2. Pasien pediatrik (neonatus dan infant ) 3. Pasien sakit berat/kritis (critically ill patients) 4. Pasien HIV/AIDS 5. Pasien pasif ( passive patiens) 6. Penyalah-guna Obat ( Drug abusers)
1. Usia Lanjut:
Pada proses penuaan (degeneratif) yang normal atau normal aging , terjadi penurunan fungsi-fungsi fisiologi tubuh menyebabkan
terjadinya
perubahan
dan dalam
penurunan homeostatis. Hal ini parameter
farmakokinetik
dan
farmakodinamik obat, yang berakibat terjadinya perubahan respons tubuh terhadap obat-obat yang diberikan, dan akan mempermudah terjadinya reaksi efek samping obat (adverse drug reaction) ataupun peningkatan toksisitas. Selain itu, adanya berbagai penyakit yang diderita sekaligus (multiple diseases) pada kelompok usia lanjut menyebabkan penggunaan berbagai macam obat sekaligus (polifarmasi) yang akan memperbesar risiko terjadinya interaksi obat. Beberapa perubahan parameter farmakokinetik akibat perubahan fungsi fisiologis pada usia lanjut adalah sebagai berikut: Absorpsi Oral : perubahan fungsi fisiologis di saluan cerna pada usia lanjut antara lain
menurunnya sekresi asam lambung, sehingga pH lambung meningkat (lebih basa); hal ini menyebabkan penurunan disolusi obat-obat a.l. ketokonazol, itrakonazol dan preparat besi, yang berpengaruh pada absorpsinya. Pada usia lanjut, area absorpsi usus mengalami penurunan (20-30%), demikian juga aliran darah (40%) dan motilitas saluran cerna, serta transport aktif. Hal ini berakibat pada menurunnya absorpsi beberapa obat, antara lain vitamin (B1, B12), zat besi dan kalsium.
Drug Interaction- 2012
10
Metabolisme lintas pertama: dipengaruhi oleh perubahan fungsi fisiologis yang
antara lain menurunnya aliran darah hepar. Hal ini berpengaruh terhadap metabolisme obat-obat yang memiliki ratio ekstraksi tinggi (> 0.7) (misalnya, propranolol, metoprolol, labetalol, calcium channel blocker , morfin) dimana bioavailabilitas obat-obat tsb. akan meningkat signifikan. Distribusi obat : pada usia lanjut mengalami perubahan yang disebabkan karena:
-
menurunnya total body water (10-15%), berpengauh pada obat-obat yang larut dalam air (misalnya: simetidin, antipirin, alcohol), dimana volume
distribusi obat tsb. (Vd) menurun → berakibat pada peningkatan kadar plasma obat. -
menurunnya Lean body mass (10-15%), berpengaruh terhadap volume distribusi (Vd) digoksin (menurun) sehingga kadar plasma meningkat → dibutuhkan pengurangan loading dose.
-
menurunnya Body fat : menurunya lemak tubuh berpengaruh pada obatobat yang larut dalam lemak (tiopental, diazepam, klobazepam, klordiazepoksid), dimana volume distribusi obat tsb.meningkat, dan menyebabkan peningkatan t ½ obat-obat tersebut.
Ikatan Protein Plasma: pada usia lanjut mengalami perubahan yang disebabkan
karena: -
menurunnya plasma albumin (6-20%), berpengaruh pada obat-obat asam yang terikat kuat dengan albumin (a.l. fenilbutazon, salisilat, naproksen, fenitoin, asam valproat, warfarin). Berkurangnya ikatan protein → menyebabkan fraksi obat bebas meningkat → risiko ES meningkat.
-
meningkatnya
-1-acidglycoprotein plasma , berpengaruh pada obat-obat
basa yg terikat kuat dg protein tsb. (a.l. propranolol, lidokain, imipramin), menyebabkan peningkatan ikatan obat-protein → sehingga fraksi obat bebas menurun → efektivitas obat menurun. Metabolisme Hepar : perubahan metabolisme obat pada usia lanjut disebabkan oleh
adanya perubahan fisiologis yaitu: -
Perubahan enzim pemetabolisme (dari segi jumlah dan aktivitasnya)
-
Penurunan massa hepar → sehingga jumlah obat yang dimetabolisme menurun
Drug Interaction- 2012
11
-
Penurunan aliran darah hepar (35%), menyebabkan menurunnya perfusi hepar (10-15%)
Obat-obat yang dipengaruhi adalah obat basa yang dimetabolisme oleh enzim hepar, a.l. propranolol, labetalol, calcium channel blocker , kuinidin, teofilin, barbiturat, benzodiazepin, anti depresan trisiklik (ADT). Klirens hepar obat-obat ini menurun sehingga → t ½ obat meningkat. Ekskresi Ginjal : pada usia lanjut mengalami perubahan yang disebabkan karena:
-
menurunnya massa ginjal (25-30%)
-
menurunnya renal blood flow (1% per tahun setelah usia 40 th)
-
menurunnya GFR (Glomerular Filtration Rate) (35%)
Obat-obat yang dipengaruhi adalah obat yang dieliminasi via ginjal yaitu: ACE-Inhibitor, HCT, atenolol, sotalol, prokainamid, digoksin, furosemid, simetidin, ranitidin, metformin, aminoglikosida, litium. Klirens ginjal obat-obat ini menurun sehingga → t ½ obat meningkat. Contoh-contoh interaksi obat pada usia lanjut dengan adanya penyakit: 1.
Ulkus peptik + Antikoagulan atau NSAID → meningkatkan terjadinya
perdarahan lambung 2.
Gangguan/insufisiensi ginjal kronik + NSAID, atau aminoglikosida, atau bahan kontras media → dapat terjadi gagal ginjal akut
3.
Diabetes mellitus + diuretik, atau kortikosteroid → meningkatkan hiperglikemia
4.
Hipokalemia + digoksin → meningkatkan kejadian aritmia jantung
5.
Hipertensi + NSAID, atau phenilpropanol amin (PPA) → peningkatan tekanan darah
6.
Hipotensi postural + diuretik, atau antidepresan trisiklik (ADT), atau
α-bloker → dapat terjadi sinkop, terjatuh, fraktur Beberapa jenis obat yang merupakan komposisi/komponen obat flu pada obat-obat OTC dapat berinteraksi dan berisiko menimbulkan ESO pada usia lanjut, misalnya:
Drug Interaction- 2012
12
-
antihistamin (difenhidramin), memiliki ES antikolinergik, pada usia
lanjut dapat menyebabkan peningkatan retensi urin, konstipasi, pandangan (mata) kabur, glaukoma, mulut kering, gangguan memori. -
nasal dekongestan/
agonis (fenilpropanol amin, fenilefrin, pseudo
efedrin), pada usia lanjut dapat meningkatkan tekanan darah. 2. Pasien Pediatrik.
Interaksi obat dapat terjadi pada setiap tahap proses farmakokinetik, misalnya pada tahap absorpsi. Pada neonatus dan bayi (infant ), belum sempurnanya fungsifungsi fisiologis tubuh menyebabkan terjadinya perubahan dalam parameter farmakokinetik obat. Absorpsi obat :
pengaruh masih terbatasnya
motilitas
usus dan
lambatnya
pengosongan lambung menyebabkan tercapainya kadar plasma obat berlangsung lebih lambat. Contoh, absorpsi menurun pada obat-obat parasetamol, fenobarbital, fenitoin. Adanya obat/zat lain seperti kalsium, zat besi, mangan, senyawa Al, akan menurukan laju kecepatan dan jumlah ( rate & extent ) absorpsi obat sefalosporin dan fluorokuinolon. Metabolisme obat : interaksi paling sering terjadi dengan melibatkan enzim-enzim
pemetabolisme hati, terutama sistem enzim CYP yang pada pediatrik masih belum mature (immature).
Obat-obat inhibitor enzim (e.g. simetidin, omeprazol,
eritomisin, siprofloksasin) sering dipreskripsi utk anak → dapat menghambat metabolisme obat-obat a.l. teofilin, kodein, kortikosteroid, metronidazol → sehingga toksisitas obat-obat ini akan meningkat. Obat-obat induktor enzim (e.g. fenobarbital,
rifampisin,
fenitoin,
karbamazepin)
→ akan
meningkatkan
metabolisme obat-obat indeks, sehingga kadar plasma dan efek obat akan menurun. Data tentang pengaruh enzim hati pada pediatrik masih terbatas antara lain karena adanya issue etik dimana studi-studi yang melibatkan subyek anak sangat terbatas. Ekskresi ginjal : proses maturasi fungsi ginjal pada pediatrik berlangsung bertahap
dan mencapai kematangan dalam waktu 1 sampai 2 tahun. Glomerulus Filtration Rate (GFR) pada neonatus hanya 30 – 40% GFR orang dewasa. Obat-obat yang dieliminasi via ginjal
(e.g. aminoglikosid, penisilin, metotreksat)
perlu
diperhatikan untuk penyesuaian dosis. Eliminasi obat-obat tersebut terhambat,
Drug Interaction- 2012
13
dapat menyebabkan intoksikasi. Contoh: Metotreksat + salisilat → sekresi tubular metotreksat dihambat menyebabkan toksisitas metotraksat meningkat. 3. Pasien sakit berat/kritis (critically ill patients)
Terjadi perubahan fisiologi pada satu atau beberapa sistem organ tubuh akibat penyakit berat yang dideritanya, misalnya pada pasien dengan penyakit ginjal, hepar, paru,
jantung, dementia-alzheimer, miastenia
gravis yang
memerlukan beberapa jenis obat. Digunakannya beberapa jenis obat menyebabkan interaksi obat meningkat, selain itu karena penyakitnya indeks terapi obat menyempit. Adanya perubahan efek obat yang relatif kecil akan bermakna klinik dan menimbulkan adverse drug reaction (ADR), toksisitas, serta menurunnya efikasi. 4. Pasien HIV/AIDS :
Pada pasien ini risiko gagal fungsi organ meningkat akibat berbagai infeksi oportunis. Pasien akan sering menerima obat-baru baru (yang masih minim informasi) dalam jumlah banyak sehingga akan meningkatkan risiko interaksi obat, dan meningkatkan efek toksik. 5. Pasien pasif (passive patiens) :
Pasien pasif adalah pasien yang tidak memahami alasan pengobatan yang diberikan padanya, misalnya pasien psikiatri,
pasien usia lanjut yang tanpa
pendampingan. Penggunaan obat pada pasien ini berisiko untuk terjadinya ketidak-rasionalan
dan
interaksi
antara
lain
karena
masalah-masalah
compliance/adherence (ketidak-patuhan). Pada prinsipnya, dokter dan farmasis harus bertanggung jawab dalam menangani passive patient , meminimalkan dosis dan jumlah pengobatan untuk mengurangi risiko yang tidak dikehendaki. 6. Penyalah-guna Obat (Drug abusers) :
Penyalahguna obat seringkali juga mengkonsumsi rokok , alkohol, obat-obat psikotropik/narkotik dan OTC dalam jumlah besar. Oleh karena itu risiko
terjadinya interaksi obat meningkat, dengan konsekuensi adverse events juga meningkat.
Drug Interaction- 2012
14
Interaksi Obat dalam Saluran Cerna Interaksi obat yang terjadi pada saat absorpsi di saluran cerna berlangsung melalui beberapa mekanisme atau akibat beberapa hal antara lain: 1. Interaksi yang langsung terjadi sebelum obat diabsorpsi 2. Adanya perubahan pH cairan saluran cerna 3. Adanya perubahan dalam pengosongan lambung dan motilitas saluran cerna 4. Adanya hambatan transpor aktif saluran cerna 5. Adanya perubahan flora normal usus 6. Adanya pengaruh makanan
1. Interaksi Langsung
Merupakan interaksi secara fisik atau kimiawi antar obat dalam lumen saluran cerna sebelum obat diabsorpsi. Interaksi terjadi pada obat-obat yang diberikan per oral yang absorpsinya lewat membran mukosa. Interaksi ini dapat dihindarkan atau sangat berkurang jika obat yang berinteraksi diberikan dengan jarak waktu minimal 2 jam.
Interaksi obat yang terjadi langsung akan menyebabkan penurunan laju/kecepatan dan jumlah (rate and extent ) absorpsi obat -
Untuk obat yang diberikan single dose (misalnya, hipnotik, analgetik) dimana diharapkan kadar plasma obat yang tinggi harus cepat dicapai, maka jika kecepatan (rate) absorpsi menurun → jumlah (extent ) obat yang diabsorpsi juga menurun sehingga kadar plasma yang adekuat tidak tercapai → terjadi kegagalan terapi
-
Untuk obat yang diberikan secara kronik / regimen multiple dose (misalnya, antikoagulan) dimana kecepatan (rate) absorpsi tidak penting, maka jumlah total obat yg diabsorpsi (extent ) tidak terlalu dipengaruhi
Berikut adalah tabel contoh interaksi obat secara langsung:
Drug Interaction- 2012
15
Tabel 1. Beberapa Contoh Interaksi Obat secara Langsung OBAT INDEKS
OBAT PRESIPITAN
EFEK INTERAKSI
Tetrasiklin
kation multivalen Ca+2, Mg2+, Terbentuk kelat yang tidak Al3+ (dalam antasid), Ca 2+ diabsorpsi → jumlah obat dalam susu, Fe2+ indeks yang diabsorpsi ↓
Digoksin, tiroksin, asam valproat, siklosporin
Kolestiramin
Penisilamin, anti infeksi gololongan kuinolon (siprofloksasin)
Antasid mengandung Al, Mg; Terbentuk komplek kelat sukar makanan, preparat besi larut → absorpsi obat indeks ↓
Digoksin, linkomisin
Kaolin, pektin
Terbentuk kompleks dengan kolestiramin → absorpsi obat indeks ↓
Obat indeks di adsorpsi → juml obat indeks yang diabsorpsi ↓
2. Adanya perubahan pH cairan saluran cerna
Obat melintasi membran mukosa secara difusi pasif, absorpsinya ditentukan oleh jumlah obat yang tidak terion dan kelarutan dalam lemak . Absorpsi dipengaruhi akan oleh pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH cairan saluran cerna dan formulasi obat. Pemberian obat yang dapat mengubah pH cairan saluran cerna akan mempengaruhi absorpsi. Berikut adalah contoh interaksi obat yang dipengaruhi oleh perubahan pH cairan saluran cerna. Tabel 2. Beberapa Contoh Interaksi Obat yang dipengaruhi perubahan pH OBAT (A)
OBAT (B)
EFEK INTERAKSI
Aspirin
Antasida, NaHCO3
Disolusi (A) → kecepatan abs (A)
Eritromisin
Antasida
pH lambung → absorpsi obat (A)
Tablet Besi
Antasida
pH lambung → absorpsi obat (A)
Tablet Besi
Vitamin C
pH lambung ↓→ absorpsi obat (A) ↓
Tetrasiklin
NaHCO3
Kelarutan (A) ↓→ absorpsi obat (A) ↓
Glibenklamid, glipizid, tolbutamid
Antasida, H2-blocker , pH lambung → absorpsi obat (A) proton pump inhibitor
Ketokonazol, itrakonazol (basa lemah)
Antasida, H2-blocker , pH lambung → absorpsi obat (A) ↓ proton pump inhibitor
Seruroksim asetil, Sefrodoksim proksetil (butuh deesterifikasi pd suasana asam sebelum diabsorpsi)
Obat-obat yg meningkatkan pH cairan saluran cerna
pH lambung → absorpsi obat (A) ↓
Note: H2 –blocker , misalnya simetidin, ranitidin; proton pump inhibitor misalnya, omeprazol
3. Adanya perubahan dalam pengosongan lambung dan motilitas saluran cerna
Drug Interaction- 2012
16
Perubahan motilitas saluran cerna berakibat pada perubahan kecepatan/laju pengosongan lambung. Interaksi obat yang terkait dengan perubahan motilitas
saliran cerna bergantung pada karakteristik disolusi, kelarutan obat, dan kecepatan pelepasan obat dari bahan pembawanya. Interaksi demikian akan berpengaruh terhadap laju/kecepatan (rate) dan jumlah (extent ) absorpsi obat, yakni dapat meningkat atau menurun. -
Obat yang mempercepat/memperpendek waktu pengosongan lambung (misalnya, metoklopramid) → akan mempercepat absorpsi obat lain
-
Obat yang memperlambat/memperpanjang waktu pengosongan lambung (misalnya, antihistamin, antikolinergik, analgetik narkotik, antidepresan trisiklik) → akan memperlambat absorpsi obat lain
Usus halus (intestin) adalah tempat absorpsi utama dari semua obat. Absorpsi di intestin berlangsung jauh lebih cepat daripada absorpsi di lambung, semakin cepat obat sampai di intestin, maka laju absorpsi makin cepat demikian juga jumlah obat yang diabsorpsi makin meningkat. Dari lambung, obat akan masuk ke intestin dan ‘transit’ di sana untuk waktu tertentu. Waktu transit intestinal adalah lama waktu yang dibutuhkan oleh obat/zat untuk berada (singgah) di intestin, yang biasanya tidak mempengaruhi absorpsi obat di intestin, kecuali untuk: -
Obat-obat yang sukar larut dalam saluran cerna: digoksin, kortikosteroid
-
Obat yang sukar diabsopsi: dikumarol
-
Obat yang diabsorpsi secara aktif hanya di satu segmen intestine saja: missal Fe dan riboflavin (di segmen intestin bagian atas); vitamin B12 (di ileum)
Berikut adalah contoh interaksi obat yang dipengaruhi oleh perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit usus.
Tabel 3. Beberapa Contoh Interaksi Obat yang dipengaruhi oleh perubahan waktu pengosongan lambung dan transit usus
Drug Interaction- 2012
17
OBAT (A)
Antikolinergik, antidepresan trisiklik
OBAT (B)
levodopa
EFEK INTERAKSI
Obat (A) memperpanjang waktu pengosongan lambung → bioavailabilitas obat (B) ↓
Al(OH)3
INH, klorpromazin
idem
Litium
klorpromazin
idem
Antikolinergik
digoksin
Antidepresan trisiklik
dikumarol
Metoklopramid
parasetamol, diazepam, propranolol
Obat (A) mempercepat waktu pengosongan lambung → mempercepat absorpsi obat (B)
Metoklopramid
levodopa
Obat (A) mempercepat waktu pengosongan lambung → bioavailabilitas obat (B)
Metoklopramid
digoksin
Obat (A) memperpendek waktu transit usus → bioavailabilitas obat (B) ↓
Mg(OH)2
digoksin, prednison, dikumarol
Obat (A) memperpanjang waktu transit usus → bioavailabilitas obat (B) idem
idem
4. Adanya hambatan transpor aktif saluran cerna
Transporter di saluran cerna protein yang berperan dalam transpor aktif (up-take dan efflux) zat/obat dari saluran cerna melalui membran mukosa saluran cerna Protein Uptake transporter di saluran cerna, antara lain adalah: -
OATP (Organic Anionic Transporting Polypeptide): untuk anion organik
-
OCT (Organic Cationic Transporter ): untuk kation organik
Protein Efflux transporter (terdapat di usus, hati, ginjal, sel endotel) adalah: -
P-glikoprotein (P-gp)
Adanya hambatan pada transporter OATP, OCT oleh suatu zat/obat → berakibat terjadinya penurunan atau peningkatan kadar plasma/biovailabilitas obat yang merupakan substrat transporter tersebut, contoh: - jus buah grapefruit adalah inhibitor OATP; obat-obat betabloker, fexofenadin (= substrat OATP) jika diberikan bersama jus grapefruit ,
maka kadar plasma/bioavailitas obat-obat tersebut akan menurun. -
Siklosporin (inhibitor OATP) jika diberikan bersama atorvastatin
(substrat OATP) → makan bioavailabilitas atorvastatin meningkat.
Drug Interaction- 2012
18
Adanya penghambatan pada transporter P-glikoprotein (P-gp) oleh suatu zat/obat
→ berakibat
terjadinya
penurunan
atau
peningkatan
kadar
plasma/biovailabilitas obat yang merupakan substrat transporter tersebut, contoh: -
Ketokonazol, kuinidin, amiodaron (= inhibitor P-gp) jika diberikan
bersama digoksin (= substrat P-gp) → maka akan terjadi peningkatan absorpsi dan kadar plasma digoksin, terjadi penurunan ekskresi empedu dan penurunan sekresi tubular proximal digoksin → terjadi gagal jantung. 5. Adanya perubahan flora normal usus
Flora normal usus berperan dalam: Sintesis vit.K, metabolisme obat, hidrolisis glukuronid, konversi obat menjadi komponen aktif Perubahan flora usus (terjadi supresi ) dapat terjadi misalnya akibat penggunaan antibiotika broad spectrum
(tetrasiklin, kloramfenikol, ampisilin). Contoh
interaksi akibat perubahan flora usus: -
Koagulan oral (Vit. K ) diberikan bersama antibiotika broad spectrum →
kadar plasma vitamin K menurun → efektivitas
vit. K menurun, dan
terjadi perdarahan -
Efektivitas sulfasalazin menurun → karena tidak terjadi konversi obat tersebut menjadi komponen aktif akibat adanya perubahan flora usus (karena pemberian antibiotika broad spectrum)
6. Adanya pengaruh makanan
Adanya makanan yang diberikan bersama obat berpengaruh terhadap kinetik dari beberapa obat berikut, yaitu akan: -
meningkatkan absorpsi: HCT, nitrofurantoin, fenitoin, halofantrin,
mebendazol -
menurunkan absorpsi obat: parasetamol, aspirin, INH, rifampisin,
tetrasiklin -
menurunkan metabolisme lintas pertama: propranolol,
metoprolol,
hidralazin → sehingga bioavailabilitas obat-obat tersebut meningkat -
Makanan berlemak akan meningkatkan sekresi asam empedu:
-
bioavailabilitas griseofulvin, danazol, spironolakton
-
↓ bioavailabilitas neomisin, kanamisin (insoluble).
Interaksi Obat terkait proses Distribusi Obat
Drug Interaction- 2012
19
Distribusi obat adalah proses suatu obat yang secara reversibel meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan / atau ke sel-sel jaringan. Interaksi obat yang tejadi dalam proses distribusi berlangsung sewaktu terjadi transportasi obat dalam darah. Distribusi obat berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh, ada 2 fase yaitu : -
Distribusi obat ke dalam organ yang perfusinya sangat baik, misal: jantung, paru paru, ginjal, hati dan otak
-
Distribusi ke jaringan yg perfusinya kurang baik, misal: jaringan lemak, tulang, otot, kulit dan jaringan ikat. Parameter yang berperan dalam proses distribusi dan transportasi obat dalam
darah antara lain adalah : volume distribusi (Vd), aliran darah, permeabilitas kapiler, derajat ikatan protein plasma. Volume distribusi (Vd) :
adalah volume (hipotetik) dimana obat terlarut dan terdistribusi dalam tubuh. Vd berguna untuk memperkirakan kadar plasma obat jika jumlah obat dalam tubuh diketahui. Besar volume distribusi dihitung dengan rumus: Vd = D/C, dimana C = kadar obat dalam plasma dan D = jumlah/banyaknya
obat dalam tubuh. -
Vd berguna untuk memperkirakan dosis yang dibutuhkan untuk mencapai kadar plasma obat tertentu.
-
Vd menunjukkan luasnya distribusi dan pengikatan dari obat
Jika obat diakumulasi di jaringan → maka obat yang beredar di plasma berkurang → Vd besar
Obat yang terikat kuat protein plasma → memiliki Vd kecil
Protein plasma
Plasma darah mengandung 93% air dan 7% bahan-bahan terlarut terutama protein. Fraksi protein terpenting adalah albumin (5% dari plasma) yang akan
berikatan dengan obat. Protein terdapat dalam plasma dan jaringan. Jenis protein penting yang dapat berikatan dengan obat adalah: 1. Albumin: mengikat obat bersifat asam, obat netral dan zat endogen 2.
1-acid glycoprotein (AGP): mengikat obat-obat bersifat basa (misal,
propranolol) dan hormon
Drug Interaction- 2012
20
3. Corticosteroid Binding Globulin (CBG): mengikat kortikosteroid 4. Sex Steroid Binding Globulin (SSBG): proteinn yang khusus mengikat hormon sex, terutama testoteron dan estradiol. Tempat ( site) protein albumin berikatan dengan obat dikenal ada beberapa, yaitu: -
Warfarin site:
mengikat warfarin, fenilbutazon, fenitoin, asam valproat,
tolbutamid, sulfonamid, bilirubin -
Diazepam site: mengikat diazepam dan benzodiazepin lainnya, asam2
kaboksilat (terutama NSAID), penisilin & derivatnya -
Asam-asam lemak mempunyai tempat ikatan yang khusus pada albumin
Protein plama (pp) berfungsi untuk pengikatan dan transport obat dan zat-zat endogen. Obat yang terikat protein plasma (obat-pp) berada dalam keseimbangan dengan fraksi obat bebas (tidak terikat pp); fraksi obat bebas ini bersifat aktif secara farmakologis. Pengikatan obat oleh protein plasma mempengaruhi ‘nasib’ obat di dalam tubuh, yakni mempengaruhi lama dan intensitas kerja obat tsb. Adanya fraksi obat bebas dalam sirkulasi darah mempengaruhi kecepatan eliminasi. Konsekuensi dari adanya ikatan obat dengan protein plasma (obat-pp) berpengaruh terhadap hal-hal sebagai berikut: 1. Aktifitas farmakologi: hanya obat bebas yang dapat berdifusi melalui barrier membran menuju ke organ target dan berinteraksi dengan reseptor, sehingga menghasilkan efek farmakologi (baik berupa efikasi/efektifitas ataupun toksisitas) 2. Distribusi obat: ikatan obat-pp yang kuat akan membantu distribusi obat untuk sampai ke organ target yang jauh dari tempat pemberian 3. Biotransformasi obat: ikatan obat-pp membatasi obat yang dibiotransformasi dengan lambat (misalnya, warfarin, fenilbutazon) 4. Ekskresi ginjal: ikatan obat-pp membatasi kecepatan filtrasi melalui glomerulus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat- protein plasma:
Drug Interaction- 2012
21
-
Umur: pada neonatus dan usia lanjut, ikatan protein umumnya tidak kuat sehingga lebih banyak fraksi obat bebas.
-
Adanya variasi individu dalam pengikatan obat basa-protein plasma, disebabkan oleh faktor genetik
-
Pengaruh penyakit
-
Adanya obat lain, berisiko terjadinya interaksi
Kepentingan Klinik Ikatan Obat- PP 1. Interaksi Obat
-
Karena jumlah protein plasma terbatas, maka dapat terjadi kompetisi antara obat bersifat asam dan obat bersifat basa untuk berikatan dengan protein yang sama
-
Tergantung dari kadar obat dan afinitasnya terhadap protein plasma, maka suatu obat dapat ‘ digusur’ (displaced ) dari ikatannya dengan protein oleh obat lain sehingga kadar fraksi obat bebas yang tergusur meningkat dan efek farmakologinya juga meningkat.
-
Obat dengan ikatan protein kuat akan menggusur obat lain yang ikatan proteinnya lebih lemah.
2. Dampak klinik akibat interaksi ini penting jika: -
obat yang ‘tergusur’ mempunyai ‘margin of safety’ sempit → sehingga peningkatan kadar fraksi obat bebas menyebabkan efek toksik meningkat
-
Obat yang ‘tergusur’ mempunyai ikatan obat-pp cukup kuat ( ≥ 85%), dengan Vd kecil, dan terutama obat yang bersifat asam → sedikit saja obat ini dibebaskan, maka akan meningkatkan kadar fraksi bebasnya hingga 2 – 3 kali lipat
3. Adanya kelainan/penyakit yang diderita: -
Hipoalbuminemia:
kondisi
ini
menyebabkan
ikatan
obat-albumin
berkurang, sehingga fraksi obat bebas akan meningkat dan efek farmakologinya meningkat. -
Penyakit ginjal (gagal ginjal akut, kronik, nefrosis) → pada kondisi ini
terjadi hipoalbuminemia dan uremia, sehingga dapat terjadi akumulasi metabolit yang akan berkompetisi dengan obat dalam berikatan dengan albumin. Hal ini menyebabkan ikatan obat-pp berkurang, sehingga fraksi obat bebas meningkat dan efek farmakologi meningkat.
Drug Interaction- 2012
22
-
Sirosis
hati:
pada
kondisi
ini
terjadi
hipoalbuminemia
dan
hiperbilirubinemia. Bilirubin berkompetisi dengan obat untuk berikatan dengan albumin → menyebabkan ikatan obat-pp berkurang, sehingga kadar fraksi obat bebas meningkat dengan konsekuensi efek farmakologi juga meningkat.
Tabel 4. Interaksi Obat terkait Ikatan Protein OBAT A ( DISPLACED DRUG )
OBAT B ( DISPLACING )
EFEK INTERAKSI
Warfarin dan other
Fenilbutazon,
Perdarahan ,
highly albumin bound
Oksifenbutazon
Hiperprotrombinemia
Asam Mefenamat ,
Salisilat Sufafenazon Asam etakrinat Asam nalidiksat Klofibrat Hipoglikemia
Tolbutamid, klorpropamid Metotreksat (Mtx)
idem Salisilat
Pansitopenia (ES Mtx)
Sufonamid
Implikasi adanya ikatan obat-protein pada terapi obat
-
Jika ikatan obat-albumin subnormal, maka dosis obat pada pemberian single dose harus kecil
-
Obat yang memiliki afinitas tinggi terhadap albumin dan memiliki Vd kecil maka dosis obat pada pemberian kronik harus disesuaikan
Interaksi Obat pada tahap Metabolisme
Drug Interaction- 2012
23
Metabolisme obat adalah perubahan struktur kimia obat yg terjadi dlm tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Proses metabolisme mengubah molekul obat menjadi lebih polar sehingga lebih mudah di ekskresikan oleh ginjal, dan proses ini sangat penting dalam mengakhiri kerja obat, mengubah obat menjadi metabolitnya yang inaktif. Adanya variabilitas yang besar pada metabolisme obat untuk setiap individu yang antara lain karena pengaruh faktor genetik, lingkungan, dan status penyakit, menyebabkan pemberian obat dengan dosis yang sama akan menghasilkan respons yang bebeda pada tiap individu. Reaksi biokimia yang terjadi pada metabolisme terdiri atas 2 fase reaksi yaitu: -
Reaksi fase I: meliputi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Fase ini mengubah obat
menjadi metabolit polar yang inaktif, kurang aktif atau lebih aktif dari senyawa induknya -
Reaksi fase II : adalah reaksi konjugasi obat atau hasil metabolit obat dengan
substrat endogen. Reaksi konjugasi menghasilkan senyawa yang jauh lebih polar dan akan jauh lebih mudah dieliminasi/ekskresikan.
Diagram Metabolisme Obat
Konsekuensi proses metabolisme obat akan menghasilkan: -
Senyawa / metabolit inaktif
-
Metabolit aktif
-
Senyawa mirip dengan senyawa induk ( parent drug )
-
Senyawa yang lebih aktif dibandingkan parent drug
-
Senyawa lain dengan efek baru
Drug Interaction- 2012
24
-
Metabolit yang toksik
Proses metabolisme berlangsung di mikrosom hati dan sitosol. Proses oksidasi di mikrosom hati diperantarai olehsistem enzim sitokrom P450 (CYP) . Aktivitas CYP dapat dirangsang (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh zat kimia (obat) tertentu. Sietem enzim sitokrom P450 (CYP) mempunyai beberapa isoform/isozim, antara lain yang terpenting dalam proses metabolisme obat adalah: CYP3A; CYP2D6; CYP1A2 ; CYP2C9 ; dan CYP2C19. Penulisan (nomenklatur) sitokrom P450 berdasarkan genetik , dan tidak mempunyai implikasi fungsional. Contoh, CYP2D6 CYP = sitokrom P450 2 = genetic family D = genetic sub-family 6 = gen spesifik Sistem CYP terutama mempengaruhi (memetabolisme) substrat enzim mikrosomal tdi hati. CYP3A adalah isozim yang memetabolisme sebagian besar (± 60%) obat pada manusia, selain di mikrosom hati juga ditemukan di intestinal dan ginjal. CYP2D6:
adalah CYP yang pertama kali dikenal, juga dinamakan ‘debrisokuin
hidroksilase’. Obat-obat yang merupakan substrat CYP3A a.l. -
Ca-channel blocker (sebagian besar)
-
Benzodiazepin (sebagian besar)
-
HIV protease inhibitor (sebagian besar)
-
Statin ( HMG-Co-A reductase inhibitor )
- Non-sedating antihistamins (sebagian besar) -
Cisapride
-
Steroid (estradiol)
Obat-obat yang merupakan substrat CYP2D6 a.l. -
kodein
-
beta blocker (banyak)
-
Antidepresan trisiklik (banyak)
Obat-obat yang merupakan substrat CYP2C9 a.l. -
Kebanyakan NSAID, termasuk Cox-2
Drug Interaction- 2012
25
-
Fenitoin
-
S-warfarin (bentuk aktif warfarin)
Obat-obat yang juga dimetabolisme (merupakan substrat) CYP2C19 a.l. -
diazepam
-
fenitoin
-
omeprazol
Obat-obat yang dimetabolisme (merupakan substrat) CYP1A2: -
teofilin
-
imipramin
-
propranolol
-
klozapin
Interaksi obat dalam proses metabolisme terutama terjadi karena adanya: -
Hambatan proses metabolisme
-
Induksi proses metabolisme
-
Adanya perubahan aliran darah hati
-
Gangguan dalam ekskresi bilier (empedu) dan siklus enterohepatik
Hambatan proses metabolisme
Tergantung
jenis
obatnya
(substrat),
hambatan
terhadap
enzim
pemetabolisme obat dapat menyebabkan: efek terapetik menurun , atau efek toksik senyawa yang tidak dimetabolisme meningkat Obat-obat yang merupakan inhibitor CYP3A a.l.: Ketokonazol , itrakonazol, flukonazol , simetidin, klaritromisin, eritromisin, troleandromisin, (grape fruit juice)
Obat-obat yang merupakan inhibitor CYP lainnya adalah,: flukonazol (CYP2C9); omeprazol, INH, ketokenazol (CYP2C19); antibiotik fluorokuinolon (ofloxacin), simetidin, flufoksamin (CYP1A2).
Tabel 5. Interaksi Obat terkait Hambatan Metabolisme
Drug Interaction- 2012
26
SUBSTRAT CYP3A Terfenadin, Astemizol, Norastemizol, Loratadin, Cisaprid
INHIBITOR CYP3A
EFEK INTERAKSI
Konsentrasi substrat → QT interval Ketokonazol, memanjang → aritmia ventrikular itrakonazol, eritromisin, (torsades de pointes) → fatal klaritromisin, simetidin, grape fruit juice
Felodipin, Siklosporin Statin
idem
bioavailabilitas substrat
idem
Konsentrasi substrat → ES (miopati, rhabdomyelitis)
Benzodiazepin
idem
ES Drowsiness
SUBSTRAT CYP2D6 Antipsikotik, Antidepresan trisiklik
INHIBITOR CYP2D6 Kuinidin, Haloperidol, Fluoksetin, Paroksetin Simetidin, Ritonavir
Betabloker, Sildenafil
idem idem
Kodein
SUBSTRAT CYP2D6 NSAID, COX-2 inhibitor (celecoxib, rofecoxib Fenitoin
Warfarin
INHIBITOR CYP2D6
EFEK INTERAKSI
Konsentrasi substrat → efek sedasi
Konsentrasi substrat → hipotensi Kodein tidak dapat diubah menjadi bentuk metabolit aktif → efek ↓
EFEK INTERAKSI
Konsentrasi substrat → ES Flukonazol Flukonazol
Konsentrasi substrat → ES
Flukonazol
Konsentrasi substrat → ES → terjadi perdarahan
Induksi proses metabolisme
Drug Interaction- 2012
27
Zat penginduksi (induktor) dapat menginduksi enzim tanpa perlu menjadi substratnya. Jika pajanan induktor dihentikan, maka efek induksi akan hilang secara bertahap. Beberapa obat ada yang bersifat auto induktor, yang dapat merangsang metabolismenya sendiri sehingga timbul toleransi. Obat-obat yang merupakan induktor CYP450 antara lain adalah: -
rifampisin, deksametazon, fenitoin
-
etanol
-
Asap rokok/hidrokarbon polisiklik aromatik
-
St.John Wort ( Hypericum perforatum, herba antidepresan)
Tabel 6. Interaksi Obat terkait Induksi Metabolisme SUSTRAT CYP
INDUKTOR CYP
EFEK INTERAKSI
Kontraseptik oral
rifampisin
Kadar estrogen ↓→ kegagalan terapi
Siklosporin
Kadar siklosporin ↓ → penolakan organ transplan (transplant rejection)
Parasetamol
Fenitoin, Karbamazepin, St. John Wort Alkohol (kronik)
Kortikosteroid
Fenitoin, Rifampisin
Metabolisme kortikosteroid terapi
hepatotoksisitas pada dosis kecil
→ gagal
Perubahan aliran darah hepar.
Perubahan aliran darah hepar berpengaruh pada obat-obat dengan ratio ekstraksi hepar tinggi, contohnya lidokain, propranolol (obat indeks).
-
Jika obat-obat ini (sebagai obat indeks) diberikan bersama obat-obat yang menurunkan aliran darah hepar (contoh, betabloker lainnya), maka klirens obat
indeks akan menurun. -
Jika obat-obat tsb. diberikan bersama obat-obat yang dapat meningkatkan alir darah hepar (contoh, isoproterenol, nifedipin), maka klirens obat indeks akan meningkat.
Gangguan ekskresi empedu / bilier
Drug Interaction- 2012
28
Diketahui ada 3 transporter yang berperan untuk sekresi bilier (biliary secretion) yaitu: -
P-glikoprotein (P-gp) untuk kation organik (misalnya kuinidin) yang dapat menurunkan biliary excretion digoksin
-
P-gp untuk anion organik (misalnya, probenecid), dapat menurunkan biliary excretion rifampisin
-
P-gp untuk konjugat (misalnya, glukuronid atau glutation konjugat)
Gangguan sirkulasi enterohepatik (EHC)
Obat terkonjugasi yang dihidrolisis oleh flora usus, parent drug nya di reabsorbsi akan mengganggu siklus enterohepatik (EHC). Antibiotika spektrum luas menekan flora usus, mengganggu EHC → dapat menyebabkan kegagalan kontrasepsi.
Interaksi Obat pada Ginjal (tahap Ekskresi) Proses ekskresi obat dantabolitnya menunjukkan berakhirnya aktivitas serta keberadaan obat dalam tubuh. Molekul obat yang masuk ke dalam tubuh dikeluarkan kembali melalui berbagai mekanisme, tergantung apakah obat mengalami absorpsi atau tidak. Obat yang tidak diabsorpsi, setelah pemberian oral akan dikeluarkan dari tubuh bersama feses, contohnya norit, sulfaguanidin (SG), Al(OH) 3 . Sedangkan obat yang diabsorpsi akan masuk ke sirkulasi sistemik, setelah proses metabolisme selanjutnya akan diekskresi/eliminasi dari tubuh bersama berbagai cairan tubuh melalui beberapa rute, yaitu melalui urin (ginjal), ASI, saliva, kulit, atau organ genitalia. Molekul obat dieliminasi dari dalam tubuh melalui biotransformasi menjadi senyawa inaktif. Organ yang berperan dalam proses ekskresi melalui urin adalah ginjal. Ginjal berperan dalam homeostasis volume dan komposisi cairan extra selular melalui mekanisme filtrasi glomerulus, sekresi tubular dan re-absorpsi tubular. Nefron , adalah unit fungsional dari ginjal yang menentukan eliminasi dan re-absorpsi dari zat/obat (terdapat sekitar 1 juta nefron untuk setiap ginjal). Sementara itu satu unit nefron terdiri dari:
Drug Interaction- 2012
29
-
Bagian kapiler (kapsul Bowman) dengan glomerulur, aferent & eferent arteriol → yang berfungsi untuk filtrasi glomerulus.
-
Bagian tubular terdiri dari
•
Tubular convoluted proximal (loop Henle), berfungsi untuk sekresi aktif;
• Distal convoluted tube, berfungsi untuk reabsorpsi pasif dan aktif Setelah keluar dari nefron, sisa zat/obat yang terlarut akan dikumpulkan dalam collecting duct (kandung kemih) dan selanjutnya dieksresikan bersama urin.
Interaksi obat dalam tahap ekskresi ginjal dapat terjadi oleh karena: 1. Adanya gangguan/kerusakan fungsi ginjal akibat obat (due to drug-induced renal impairment ). Obat yg menyebabkan kerusakan ginjal antara lain adalah aminoglikosida, siklosporin, amfoterisin B. Obat-obat yang dieliminasi oleh
ginjal (aminoglikosida, digoksin, flusitosin) jika ada gangguan fungsi ginjal konsentrasinya akan meningkat dan menyebabkan toksisitas meningkat. 2. Adanya kompetisi pada tahap sekresi aktif tubuli ginjal (Competition for active renal tubular secretion). 3. Adanya perubahan pH urin. Perubahan ini akan menghasilkan klirens ginjal yang berarti secara klinik hanya bila: -
Fraksi obat yg diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (> 30%)
-
Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5 – 10 atau asam lemah dengan pKa b 3,0 – 7,5
Contoh: Asam lemah (pKa 3 – 7,5) misalnya NaHCO3 akan meningkatkan pH
urin, sehingga ionisasi obat seperti fenobarbital/ salisilat meningkat → ekskresi meningkat. Contoh: pada intoksikasi fenobarbital/salisilat, urin dibuat
basa
dengan
NaHCO3
agar
ekskresi
fenobarbital/salisilat
ditingkatkan sehingga intoksikasinya dapat berkurang. Basa lemah (pKa 7,5 – 10) misalnya NH4Cl menurunkan pH urin →
ionisasi metabolit amfetamin (pseudoefedrin) ditingkatkan → ekskresi pseudoefedrin meningkat
Drug Interaction- 2012
30
4. Adanya perubahan aliran darah ginjal Aliran darah di ginjal terutama dipengaruhi oleh produksi prostaglandin di ginjal. Jika sintesis prostaglandin dihambat (misal oleh pemberian NSAID) maka → akan menurunkan ekskresi beberapa obat, misalnya litium (obat psikiatrik untuk gejala ‘manic depression’), diekskresi terutama via ginjal sehingga jika ekskresinya dihambat → kadar serum litium meningkat dan terjadi intoksikasi.
Tabel 7. Interaksi Obat terkait perubahan Ekskresi Ginjal OBAT INDEKS
O.PRESIPITAN
EFEK INTERAKSI
Sefalosporin, Dapson, Indometasin, Penisilin. Metotreksat (Mtx)
Probenesid
Kadar plasma obat indeks → kemungkinan tokisitas
Salisilat, beberapa NSAID lain
Kadar plasma Mtx → toksisitas Mtx
Fenilbutazon
Efek hipoglikemik dan lebih lama akibat ekskresi ginjal ↓
Asetoheksamid Glibenklamid Tolbutamid
Beberapa Contoh Interaksi obat dengan Diuretik.
1. Diuretik hemat Kalium (spironolakton, amilorid, triamteren) dengan suplemen Kalium dan garam Kalium: -
Memberikan efek aditif
-
Diuretik hemat K + suplemen K → menyebabkan hiperkalemia, dengan tanda-tanda antara lain terjadi kelemahan otot, fatigue, paraestesia (kesemutan), bradikardi, syok, dan EKG abnormal
-
Hindarkan pemberian suplemen K pada pasien yang sedang mendapat terapi diuretik hemat K kecuali jika pasien mengalami hipokalemia (kadar K rendah)
2. Diuretik dengan trimetoprim (TMP)/kotrimoksazol: -
Pemberian secara bersamaan menghasilkan efek aditif.
-
Tiazid + TMP / koktimoksazol → terjadi penurunan kadar plasma Na (hiponatremia) dengan tanda-tanda a.l.: nausea, anoreksia
3. Furosemid dengan Kloralhidrat (obat hipnotik-sedatif)
Drug Interaction- 2012
31