IDENTIFIKASI ,VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU SERTA PENGENDALIAN ANOPHELES ACONITUS SECARA SEDERHANA Dra. Nurmaini, MKM Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Vektor adalah anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatn masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan diatas. Adapun dari penggolongan binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatn manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara penularan penyakit malaria, demam berdarah, dan phylum chodata yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfungsi sebagai vektor dan binatang pengganggu. Namun kedua phylum sangat berpengaruh didalam menyebabkan kesehatan pada manusia, untuk itu keberadaan keberadaan vektor dan binatang penggangu tersebut harus di tanggulangi, sekalipun demikian tidak mungkin membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya kesatu tingkat tertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dalam hal ini untuk mencapai harapan tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian dengan arti kegiatan-kegiatan/proses pelaksanaan yang bertujuan untuk menurunkan densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan. Pada penulisan ini sebelum membahas metode pengendalian secara sederhana pemberantasan vektor malaria, terlebih dahulu disampaikan secara pengertian serta ciri-ciri vektor dan binatang pengganggu. II.VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU 1. Jenis-jenis Vektor. Seperti telah diketahui vektor adalah Anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Sebagian dari Anthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciriciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahny jumlahnya a karena karena hampir hampir meliputi meliputi ± 75% 75% dari selur seluruh uh jumlah jumlah binatan binatang. g. Anthropoda dibagi menjadi 4 kelas : 1. Kelas crustacea (berkaki 10) : misalnya udang 2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu 3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau 4. Kelas hexapoda hexapoda (berkaki (berkaki 6) : misalnya misalnya nyamuk Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah : a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk, lalat Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur -
©2001
digit ized by USU digital library
1
Lalat kuda sebagai vektor penyakit Anthrax b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus. Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang pengganggu antara lain : Ordo hemiptera, contoh kutu busuk Ordo isoptera, contoh rayap Ordo orthoptera, contoh belalang Ordo coleoptera, contoh kecoak Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat sebagai sebagai binatang pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan : 1. Tikus besar (Rat) Contoh : - Rattus norvigicus (tikus riol ) - Rattus-rattus diardiil (tikus atap) - Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan) 2. Tikus kecil (mice) Contoh : - Mussculus (tikus rumah) -
2. Identifikasi, Sifat dan Perilaku Vektor dan Binatang Pengganggu 2.1. Siklus hidup nyamuk Nyamuk sejak telur hingga menjadi nyamuk dewasa, sama dengan serangga yang mengalami tingkatan (stadia) yang berbeda- beda. Dalam siklus hidup nyamuk terdapat 4 stadia dengan 3 stadium berkembang di dalam air dari satu stadium hidup dialam bebas : 1. Nyamuk dewasa : Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyamuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyakum betina keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin. Dalam perkembangan telur tergantung kepada beberapa faktor antara lain temperatur dan kelembaban serta species dari nyamuk. 2. Telur nyamuk. Nyamuk biasanya meletakkan telur di tempat yang berair, pada tempat yang keberadaannya kering telur akan rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda – beda tergantung dari jenisnya. Nyamuk anopeles akan meletakkan telurnya dipermukaan air satu persatu atau bergerombolan tetapi saling lepas, telur anopeles mempunyai alat pengapung. Nyamuk culex akan meletakkan telur diatas permukaan air secara bergerombolan dan bersatu berbentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung. Nyamuk Aedes meletakkan telur dan menempel pada yang terapung diatas air atau menempel pada permukaan benda yang merupakan tempat air pada batas permukaan air dan tempatnya. Sedangkan nyamuk mansonia meletakkkan telurnya menempel pada tumbuhan – tumbuhan air, dan diletakkan secara bergerombol berbentuk karangan bungan. Stadium telur ini memakan waktu 1 – 2 hari. 3. Jentik nyamuk
©2001
digit ized by USU digital library
2
Pada perkembangan stadium jentik, adalah pertumbuhan dan melengkapi bulu-bulunya, stadium jentik memerlukan waktu 1 minggu. Pertumbuhan jentik dipengaruhi faktor temperatur, nutrien, ada tidaknya binatang predator. 4. Kepompong Merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air, pada staidum ini memerlukan makanan dan terjadi pembentukan sayap hingga dapat terbang, stadium kepompong memakan waktu lebih kurang 1 – 2 hari. 2.2. Tempat Berkembang Biak (Breeding Places) Dalam perkembang biakan nyamuk selalu memerlukan tiga macam tempat yaitu tempat berkembang biak (breeding places), tempat untuk mendapatkan umpan/darah (feeding places) dan tempat untuk beristirahat (reesting palces). Nyamuk mempunyai tipe breeding palces yang berlainan seperti culex dapat berkembang di sembarangan tempat air, sedangkan Aedes hanya dapat berkembang biak di air yang cukup bersih dan tidak beralaskan tanah langsung, mansonia senang berkembang biak di kolam – kolam, rawa – rawa, danau yang banyak tanaman airnya dan Anopeheles bermacam breeding placec, sesuai dengan jenis anophelesnya sebagai berikut : 1. Anopheles Sundaicus, Anopheles subpictus dan anopheles vagus senang berkembang biak di air payau. 2. Tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi nyamuk anopheles sundaicus, anopheles mucaltus dalam berkembang biak. 3. Breeding palces yang terlindung dari sinar matahari disenangi anopheles vagus, anopheles barbumrosis untuk berkembang biak. 4. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk anopheles vagus, indefinitus, leucosphirus untuk tempat berkembang biak. 5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi anopheles aconitus, vagus barbirotus, anullaris untuk berkembang biak. 2.3. Kebiasaan menggigit Waktu keaktifan mencari darah dari masing – masing nyamuk berbeda – beda, nyamuk yang aktif pada malam hari menggigit, adalah anopheles dan colex sedangkan nyamuk yang aktif pada siang hari menggigit yaitu Aedes. Khusus untuk anopheles, nyamuk ini bila menggigit mempunyai perilaku bila siap menggigit langsung keluar rumah. Pada umumnya nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina. 2.4. Tempat beristirahat (resting places) Biasanya setelah nyamuk betina menggigit orang/hewan, nyamuk tersebut akan beristirahat selama 2 – 3 hari, misalnya pada bagian dalam rumah sedangkan diluar rumah seperti gua, lubang lembab, tempat yang berwarna gelap dan lain – lain merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk berisitirahat. 2.5. Bionomik nyamuk (kebiasaan hidup) Bionomik sangat penting diketahui dalam kegiatan tindakan pemberantasan misalnya dalam pemberantasan nyamuk dengan insectisida kita tidak mungkin melaksanakannya, bilamana kita belum mengetahui kebiasaan hidup dari nyamuk, terutama yang menjadi vektor dari satu penyakit. Pada hakekatnya serangga sebagai mahluk hidup mempunyai bermacam-macam kebiasaan, adapun yang perlu diketahui untuk pemberantasan/pengendalian misalnya : a. Kebiasaan yang berhubungan dengan perkawinan/mencari makan, dan lamanya hidup. b. Kebiasaan kegiatan diwaktu malam, dan perputaran menggigitnya.
©2001
digit ized by USU digital library
3
c. d. e. f.
Kebiasaan berlindung diluar rumah dan di dalam rumah. Kebiasaan memilih mangsa. Kebiasaan yang berhubungan dengan iklim, suhu, kelembaban dll. Kebiasaan di dalam rumah atau di luar rumah yang berhubungan dengan penggunaan.
3. L a l a t Lalat merupakan kelas insekta dari diptera, yang terpenting adalah golongan Clyptrata muscodiae bagian dari super family muscodiae. 3.1. Genus Musca Genus musca yang penting diketahui adalah spesies yang sering terdapat di sekitar rumah dan di dalam rumah, adapun tanda-tanda dari lalat rumah (musca domestica) tubuh berwarna coklat dan kehitam-hitaman, pada thorax terdapat 4 garis hitam dan 1 garis hitam medial pada abdomen punggung, vein ke empat dari sayap berbentuk sudut, antena mempunyai 3 segmen, mata terpisah, methamorphosenya sempurna serta tubuh lalat jantan lebih kecil dari tubuh lalat betina. 3.2. Siklus hidup Lalat memiliki bentuk telur lonjong berwarna putih, lalat betina sekali bertelur 100 – 200 telur, stadium lamanya menetas 12 – 24 jam dipengaruhi suhu lingkungan. Dari stadium telur sampai dewasa lamanya sampai 8 – 20 hari, temperatur optimum untuk kehidupan lalat 24 0 C – 32 0 C. Tanpa air lalat akan dapat bertahan hidup sampai ± 48 jam . 3.3. Tempat berkembang biak Tempat yang disenangi lalat untuk berkembang biak umumnya pada sampah – sapah basah, kotoran manusia, binatang dan tumbuh – tumbuhan yang membusuk. 3.4. Cara terbang Lalat suka terbang terus menerus, dari hasil penyelidikan jarak terbang lalat pada daerah yang padat penduduknya tidak lebih dari 0,5 km. 3.5. Cara bertelur Lalat masa bertelurnya 4 – 20 hari dan setiap betina dapat bertelur 4 – 5 kali seumur hidupnya, dengan jumlah sekali bertelur 100 – 150 butir. 4. T i k u s Untuk dapat mengenal tikus dalam arti sesungguhnya (family muridae) dapat dilakukan dengan indentifikasi morfologi yang menyolok pada jenis tikus, memperhatikan lingkungan hidupnya serta penelusuran secara deskripsi. 4.1. Kebiasaan – kebiasaan tikus. Tikus mempunyai penglihatan yang buruk tetapi mempunyai panca indera seperti penciuman yang tajam, meraba, mendengar. Pada malam hari tikus bergerak di pandu oleh rambut, kumis yang panjang peka terhadap sentuhan. Tikus senang dengan bau harum, khususnya yang berasal dari makanan manusia. Kebiasaan waktu makan adalah pada malam hari, tikus tidak seang di tempat – tempat yang ramai misalnya gaduh oleh suara mesin melainkan senang di tempat – tempat penyimpanan makanan. Kesukaan mencari makan adalah seperti di tempat sampah, lemari, selokan dan dapur. Umur hidup seekor tikus rata – rata mencapai 1 tahun dan pembiakan cepat terjadi selama musim hujan, apabila terdapat banyak makanan dan tempat untuk berlindung. 4.2. Tanda ada atau tidaknya tikus. 1. Ada dijumpai bekas gigitan yang ditinggalkan tikus misalnya pada pintu jendela, dll. 2. Alur jalan tikus pada umumnya kotor dan berminyak.
©2001
digit ized by USU digital library
4
3. Di jumpai kotoran tikus, kotoran yang masih lembek, mengkilap berwarna gelap adalah ciri – ciri kotoran yang masih baru, sedangkan kotoran yang sudah lama, keras, kering dan umumnya berwarna abu – abu. 4. Terdengar adanya suara tikus pada saat hari sudah muali gelap. Sarang tikus dijumpai pada dinding, pada pohon – pohon, tanam – tanaman dan si sela – sela pada rumah, dll. III. METODE PENGENDALIAN Dalam pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesuatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut : 1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam – macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan / membahayakan. 2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup. Sesuai dengan hal tulisan diatas, penulis mencoba menyampaikan suatu metode pengendalian/pemberantasan nyamuk malaria secara sederhana. 1. Pemberantasan Vektor Malaria dengan cara Sederhana Pemberantasan secara sederhana ini adalah dilakukan untuk anopheles aconitus dan Anopheles sundaicus yang merupakan vektor malaria. Dalam pemberantasan ini terlebih dahulu dilakukan pengamatan dengan melihat umur tanaman padi, khususnya tanaman padi rata-rata 4 minggu setelah tanam, karena hal ini menerangkan densitas aconitus mulai meninggi. Tempat perindukan nyamuk anopheles aconitus adalah tempat yang tertutup oleh tanaman air, sedangkan bila permukaan airnya bersih densitasnya rendah, pada hakekatnya tinggi rendahnya densitas anopheles aconitus sulit di ramalkan. Dari hasil suatu penelitian dan pengamatan, untuk menanggulangi nyamuk aconitus dapat dilakukan dengan pengendalian yang sederhana yaitu dengan cara non kimiawi yang tidak mempunyai efek pencemaran lingkungan. Cara ini dapat dilakukan secara gotong-royong maupun perorangan oleh ma syarakat. 1.1. Pengamatan Vektor Pengamatan vektor sangat penting karena dari kegiatan ini akan terkumpul data yang menerangkan keadaan dan perilaku vektor (nyamuk aconitus) pada suatu waktu. Cara pemberantasan sederhana ini dilakukan terlebih dahulu meninjau lapangan dan menganalisa keadaan lingkungan, khusus tempat peridukan vektor. Nyamuk anopheles aconitus tempat perindukan sering di jumpai di sawah dan saluran irigasi, dan daerah yang petaninya tidak menanam padi dengan serentak, pada daerah seperti ini densitas anopheles aconitus tinggi. Bila penanaman padi oleh patani dilakukan dengan serentak maka densitas nymuk tersebut anopheles aconitus menyenangi darah hewan/binatang akan tetapi banyak di jumpai menggigit orang diluar rumah, tempat istirahat utama adalah tebing parit, sungai yaitu di bagian dekat air yang lembab, nyamuk ini di dalam rumah akan hinggap di bagian bawah dinding setinggi ± 80 cm dari lantai. 1.2. Pemberantasan
©2001
digit ized by USU digital library
5
Penyebaran anopheles aconitus terutama dijumpai pada daerah persawahan, sebenarnya upaya pemberantsan vektor utama yang dapat dilakukan adalah penyemprotan rumah serta bangunan-bangunan lainnya, seperti dengan menggunakan fenitrothion, namun pemberantasan ini membutuhkan biaya berlipat ganda, dan harus di sadari bahwa dengan penyemprotan adalah suatu kebijaksanaan jangka pendek sedangkan jangka panjang adalah pengelolaan lingkungan. Cara sederhana diharapkan, yang memungkinkan dapat dilakukan oleh masyarakat dan mampu mengerjakannya. 1.2.1. Untuk mengurangi densitas anopheles aconitus petani diharapkan merawat saluran irigasi, bagian tepi saluran tidak ada kantong- kantong air hingga air mengalir lancar, dan menanam padi harus serentak sehingga densitas anopheles aconitus terbatas pada periode pendek yaitu pada minggu ke 4 hingga minggu ke 6 setelah musim tanam. 1.2.2. Pengendalian Jentik Perkembangan jentik hingga dewasa membutuhkan air jika tidak ada air akan mati, maka pengeringan berkala sawah hinggs kering betul, merupakan cara pengendalian jentik anopheles aconitus yang dapat dilakukan oleh masyarakat petani. Perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk diperlukan waktu 13-16 hari, karenanya pengeringan cukup dilakukan dipersawahan, yang dilakukan setiap 10 kali selama 2 hari. Cara lain yaitu petani diharapkan membudayakan tanaman selang-seling antara tanaman berair dengan tanaman tanpa air misalnya palawija, penebaran ikan pemakan jentik, ikan yang di tebarkan tidak mesti ikan kecil tetapi dapat ikan yang mempunyai nilai ekonomi misalnya ikan mujahir, semua keterangan diatas adalah untuk pengendalian jentik. 1.2.3. Pengendalian nyamuk dewasa dengan hewan ternak Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki ternak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk anopheles aconitus adalah nyamuk yang senang/menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, ntuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan anopheles aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat dengan rumah). Perlu diketahui bahwa nyamuk anopheles aconitus ini memiliki ciri-cirinya berwarna agak kehitam-hitaman dan rusuk ke 6 mempunyai 3 noda hitam, jumbai pada ujung rusuk ke 6 putih serta moncong (promboces) separuh bagian ke ujungnya coklat ke kuning-kuningan. Nyamuk anopheles aconitus banyak dijumpai didaerah pulau jawa, sedangkan di Sumatera Utara banyak dijumpai didaerah Tapanuli. IV. KESIMPULAN 1. Pengendalian anopheles aconitus dengan metode sedarhana ini dapat mengajak, khususnya masyarakat petani dalam pemberantasan tanpa menggunakan biaya. 2. Masyarakat petani diharapkan agar tetap memelihara kondisi saluran pengairan sehingga aliran air di persawahan tetap lancar tanpa ada kantong- kantong di pinggir saluran. 3. Petani harus menanam padinya serentak dan mengeringkan sawahnya tiap 10 hari selama 2 hari. 4. Petani diharapkan membudayakan pola tanam selang-seling yaitu tanaman basah dan tanaman kering. 5. Ternak agar ditempatkan kandangnya di dekat perindukan di luar rumah, dan tidak menyatu dengan rumah, serta penebaran ikan pemakan jentik di sawah.
©2001
digit ized by USU digital library
6
6.
Pemberantasan vektor malaria secara sederhana ini sangat bermanfaat di daerah-daerah pedesaan/pedalaman yang mempunyai areal persawahan yang luas dan metode pemberantasan sederhana ini tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Santio Kirniwardoyo (1992), Pengamatan dan pemberantasan vektor malaria, sanitas. Puslitbang Kesehatan Depkes RI. Jakarta. 2. Adang Iskandar, Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu, APKTS Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta
©2001
digit ized by USU digital library
7