Hubungan Antara Hak Ulayat dengan Hak Milik.
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Sedangkan tanah ulayat merupakan tanah kepunyaan bersama yang diyakini sebagai karunia suatu kekuatan ghaib atau peninggalan nenek moyang kepada kelompok yang merupakan masyarakat hukum adat sebagai unsur pendukung utama bagi kehidupan dan penghidupan kelompok tersebut sepnjang masa. Dalam konsep penguasaan tanah menurut hukum adat, penguasaan tanah dan pemilikan tanah berhimpitan. Apabila orang berbicara tentang hak milik atau kepunyaannya, maka yang dimaksudkan olehnya adalah barang yang dikuasai sepenuhnya dan yang dapat dinikmati sepenuhnya pula. Selain itu, tidak dibedakan antara benda yang menjadi obyek hak milik dengan hak atas benda tersebut. Benda yang dikuasai itulah yang merupakan tanda bukti miliknya. Hak ulayat dan hak milik merupakan wujud kewenangan terhadap tanah yang berbeda. Hak ulayat tidak mungkin berada pada tangan perseorangan atau tidak ada hak perorangan, sedangkan pada hak mi lik, sangat dimungkinkan berada pada tangan perseorangan. Selain itu hak milik juga dapat dipindahtangankan, dapat diwariskan serta dapat dijadikan wakaf. Dalam hukum adat, hak penguasaan tertinggi adalah hak ulayat. Hak ulayat meliputi semua tanah yang ada dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum yang bersangkutan, baik yang dihaki oleh seseorang maupun yang belum. Hak ulayat masyarakat hukum adat mengandung hak kepunyaan bersama atas tanah bersama para anggota atau warganya dan mengandung tugas kewajiban mengelola, mengatur dan memimpin penguasaan, pemeliharaan, peruntukan dan
penggunannya yang pelaksanaan sehari-hari diserahkan kepada Kepala Adat atau bersama para Tetua Adat. Hak bersama yang merupakan hak ulayat merupakan hak kepunyaan bersama, maka dalam rangka hak ulayat, dimungkinkan adanya hak milik atas tanah yang dikuasai pribadi oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Tanah yang dikuasai secara pribadi merupakan hak dari warga sebagai anggota kelompok untuk menguasai dan menggunakan sebagian tanah bersama guna memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya dengan hak-hak yang bersifat sementara sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan, yang umum disebut dengan hak milik. Sehingga penguasaan seperti ini disebut dengan penguasaan yang bersifat individual atau pribadi. Berbeda dengan penguasaan tanah yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan kelompok. Kebutuhan kelompok dipenuhi dengan penggunaan sebagian tanah oleh kelompok di bawah pimpinan Kepala Adat Masyarakat Hukum Adat yang bersangkutan. Misalnya, tanah untuk tempat penggembalaan ternak bersama atau tanah untuk pasar dan keperluan bersama lainnya. Hak ulayat mempunyai kekuatan yang berlaku baik didalam dan keluar. Kedalam berhubungan dengan para warganya yaitu masyarakat hukum adata, sedangkan kekuatan berlaku keluar dalam hubungannya dengan bukan anggota masyarakat hukum adatnya yang disebut dengan orang luar atau orang asing. Dengan berlakunya hak ulayat ke dalam, maka setiap angggota persekutuan berhak mengadakan hubungan hukum dengan tanah serta dengan semua isi yang ada di atas tanah ulayat tersebut. Apabila anggota-anggota ulayat mengadakan hubungan hukum dengan tanah tersebut atau dengan isi tanah ulayat, maka dengan sendirinya anggota ulayat yang demikian memiliki hubungan tertentu dengan tanah ulayat. Hubungan tertentu itu dapat berupa hak-hak atas tanah, jika yang mengadakan hukum tersebut dalam perseorangan maka kemudian timbulah hak perseorangan atas tanah itu. Salah satu bentuk hak perorangan ini adalah hak milik. Hak milik atas tanah adalah hak dimiliki setiap anggota ulayat untuk bertindang atas kekuasaannya atas tanah ataupun isi dari lingkungan atau wilayah ulayat. Hak milik ini terdiri dari
hak milik terikat dan hak milik tidak terikat. Yang dimaksud dengan hak milik terikat adalah semua hak milik yang dibatasi oleh hak-hak lain yang terdapat dalam lingkungan masyarakat adat seperti hak milik komunal atas tanah dimana sebidang tanah menjadi milik bersama dari penduduk desa. Sedangkan yang dimaksud dengan hak milik tidak terikat adalah hak milik dari perseorangan yang tidak ada campur tangan dari hak-hak desa. Dalam suasana hukum adat, hak milik tidaklah bebas-sebebasnya, tetapi hak milik ini tetap memiliki fungsi sosial yang artinya apabila ulayat membutuhkan sebidang tanah yang dibebankan kepada hak milik ini dengan maksud untuk kepentingan kesatuan, maka hak milik tersebut dapat saja dicabut atas pertimbangan tersebut. Menurut Herman Soesangobeng, proses pertumbuhan hak milik dalam hukum pertanahan adat mengenal pembedaan antara hak sementara dan hak tetap. Hak sementara adalah hak-hak dalam hal inikekuasan masyarakat hukum adat masih sangat kuat dang penuh mengikat atas hak individu, sedangkan hak yang bersifat tetap merupakan hak milik pribumi seperti yang diterjemahkan dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA yang merupakan hak yang terkuat dan terpenuh. Hak milik yang merupakan bentuk dari hak perorangan dalam hak ulayat, menurut Ter Haar merupakan hak milik pribumi yang dapat diartikan juga merupakan hak tetap. Akibat dari pengaruh hak kekuasaan masyarakat hukum adat sudah menjadi sangat lemah, sementara kekuasaan perorangan sebagai pribadi sudah sangat kuat sekalipun tetap berada dalam ikatan pengaruh kekuasaan masyarakat hukum yang tidak pernah lenyap. Dalam hal ini, Ter Haar menyebut dengan teori ‘menguncup-mengembang’. Dengan kata lain, menurut Ter Haar, hubungan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan persekutuan adalah timbal balik dan memiliki kekuatan yang sama. Artinya, hak perseorangan mempertahankan diri terhadap hak persekutuan adalah sama kuatnya dengan hak persekutuan mempertahankan diri terhadap hak perseorangan. Fakta tersebut dapat dirumuskan demikian: hak ulayat dan hak perorangan itu bersangkut-paut dalam hubungan kempismengembang, desak-mendesak, batas-membatasi, mulur-mungkret tiada henti.
Artinya semakin kuat hak perorangan akan semakin lemah hak ulayatnya, demikian sebaliknya jika semakin kuat hak ulayat maka akan semakin lemah hak perorangannya. Dengan semakin menguatnya hak milik/ hak perorangan/ hak individu, maka seiring dengan perkembangan jaman, maka hak ulayat akan melemah dan dikhawatirkan bisa hilang.