KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai hipersensitif dentin dan perawatannya. Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Bogor, Januari 2014
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ 1 DAFTAR ISI .................................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4 1.1
LATAR BELAKANG ........................................................................................... 4
1.2
RUMUSAN MASALAH ....................................................................................... 5
1.3
TUJUAN PENULISAN ........................................................................................ 6
1.
Tujuan Umum..................................................................................................... 6
2.
Tujuan Khusus ................................................................................................... 6
1.4
MANFAAT PENULISAN ..................................................................................... 6
1.5
KETERBATASAN PENULISAN ......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 8 2.1
Definisi ............................................................................................................... 8
2.2
Etiologi dan Faktor Yang Mempengaruhi ........................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................. 14 3.1
Gejala Klinis ..................................................................................................... 14
3.2
Diagnosa .......................................................................................................... 15
BAB IV TERAPI ............................................................................................................. 17
2
4.1
Terapi Yang Bersifat Non Invasif...................................................................... 18
4.2
Terapi Yang Bersifat Invasif ............................................................................. 20
BAB V DISKUSI DAN KESIMPULAN ............................................................................ 23 5.1
Diskusi ............................................................................................................. 23
5.2
Kesimpulan ...................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 26
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hipersensitif dentin digambarkan sebagai rasa sakit yang berlangsung pendek dan tajam akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar. Rangsangan tersebut antara lain taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas. Rasa sakit yang terjadi pada hipersensitif dentin akan mempengaruhi kenyamanan dan fungsi rongga mulut dan bila tidak dirawat maka akan menimbulkan defisiensi nutrisi pada penderita. Terkikisnya lapisan enamel yang menutupi gigi dan tersingkapnya permukaan akar merupakan awal dari terjadinya hipersensitif dentin. Penyebab terkikisnya lapisan enamel antara lain erosi, abrasi, atrisi dan abfraksi. Bentuk-bentuk kerusakan gigi tersebut memiliki gambaran klinis dan etiologi yang berbeda-beda. Etiologi hipersensitif dentin adalah adanya pergerakan cairan tubulus dentin akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar atau terbuka. Hal ini sesuai dengan teori hidrodinamik yang dikemukakan oleh Brannström. Gejala klinis hipersensitif dentin yakni berupa rasa sakit yang singkat, tajam dan spontan. Pada pemeriksaan mikroskopis, gigi yang mengalami hipersensitif dentin memiliki banyak tubulus dentin pada permukaan dentin yang tersingkap dimana jumlah 4
tubulus dentin tersebut 8 kali lebih banyak dibandingkan gigi yang tidak mengalami hipersensitif dentin serta diameter tubulus dentin pun meningkat. Untuk menentukan diagnosa yang tepat, seorang dokter gigi harus memeriksa pasien dengan hati-hati dan teliti, termasuk frekuensi minum jus atau minuman asam lainnya, makanan, obat-obatan, riwayat medis (contoh muntah ataupun gangguan pola makan seperti anoreksia dan bulimia nervosa). Alat-alat dan tes yang dipakai untuk membantu penentuan diagnosa, antara lain semprotan udara atau air, sonde, alat perkusi, tes gigitan, tes thermal dan pemeriksaan oklusi. Ada dua prinsip terapi hipersensitif dentin, yakni mencegah aliran cairan tubulus dentin dan mengurangi rangsangan terhadap syaraf. Berdasarkan berat ringan dilakukannya, terapi hipersensitif dentin dapat bersifat invasif dan non invasif. Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif antara lain bedah mukogingival, resin dan pulpektomi serta laser. Sedangkan terapi yang bersifat non invasif antara lain pasta desensitisasi dan bahan topikal.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, bisa dirumuskan permasalah penulisan ini sebagai berikut, yaitu: 1. Apa itu hipersensitif dentin, etiologi, dan faktor yang mempengaruhi terjadinya hipersensitif dentin? 2. Bagaimana gejala klinis dan diagnosanya? 3. Bagaimana terapi hipersensitif dentin? 5
1.3 TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan Umum Mengetahui secara umum apa itu hipersensitif dentin dan bagaimana merawatnya.
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui apa itu hipersensitif dentin, etiologi dan faktor – faktor yang mempengaruhi. b. Mengetahui bagaimana gejala klinis serta diagnosanya, juga bagaimana terapi hipersensitif dentin.
1.4 MANFAAT PENULISAN a. Bagi pembaca Penulisan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai hipersensitif dentin.
b. Bagi penulis Selain untuk menambah pengetahuan dan wawasan, penulisan makalah ini juga
bisa
dimanfaatkan
sebagai
bahan
penyuluhan
dalam
upaya
6
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
1.5 KETERBATASAN PENULISAN
Pembatasan penulisan makalah ini adalah, makalah ini hanya membahas mengenai definisi hipersensitif dentin, etiologi, faktor – faktor yang mempengaruhi, gejala klinis, diagnose, juga bagaimana terapinya.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Hipersensitif dentin merupakan masalah yang sering terjadi dan sulit untuk diatasi. Masalah hipersensitif dentin telah dikenal sejak lama, namun sampai saat ini belum teratasi dengan sempurna. Banyak dokter gigi yang masih bingung mengenai etiologi dan penentuan diagnosa serta penanganan kasus tersebut. Walaupun gejala yang timbul hanya berupa rasa sakit dalam jangka waktu pendek, tapi rasa sakit tersebut bersifat tajam dan spontan. Sehingga mengganggu kenyamanan pasien. Saat ini, sekitar 30 % penduduk dunia mengalami hipersensitif dentin.
2.1 Definisi Hipersensitif dentin dapat digambarkan sebagai rasa sakit yang berlangsung pendek dan tajam yang terjadi secara tiba-tiba akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar. Rangsangan tersebut antara lain taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas atau dingin. Selain itu, hipersensitif dentin tidak dihubungkan dengan kerusakan atau keadaan patologis gigi. Walaupun rasa sakit yang timbul hanya dalam jangka waktu pendek, namun dapat membuat makan menjadi sulit dan akhirnya mempengaruhi kesehatan rongga mulut jika tidak dirawat.
8
2.2 Etiologi dan Faktor Yang Mempengaruhi
Etiologi hipersensitif dentin adalah adanya pergerakan cairan tubulus dentin akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar atau terbuka. Hal ini sesuai dengan teori hidrodinamik yang dikemukakan oleh Brannström. Berbagai teori telah dibuat untuk menjelaskan mengenai etiologi dan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin, antara lain teori transducer, teori modulasi, teori gate control dan vibration dan teori hidrodinamik. Namun, sampai saat ini hanya teori hidrodinamik yang paling sering dipakai untuk menjelaskan etiologi dan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin. Teori hidrodinamik mulai dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Brannström dan tahun 1989 teori ini diterima dan dipakai untuk menjelaskan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin. Teori ini menyimpulkan bahwa hipersensitif dentin dimulai dari dentin yang terpapar mengalami rangsangan, lalu cairan tubulus bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit. Rangsangan terhadap tubulus dentin yang terbuka dapat berupa taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas atau dingin. Namun, dingin merupakan rangsangan yang paling sering menyebabkan hipersensitif dentin. Pergerakan cairan tubulus dentin dipengaruhi oleh konfigurasi tubulus, diameter tubulus dan jumlah tubulus yang terbuka. Dentin merupakan lapisan sensitif yang menutupi struktur jaringan pulpa dan memiliki hubungan fungsional dengan jaringan pulpa. Dentin terdiri dari ribuan struktur tubulus mikroskopis yang menghubungkan dentin dengan jaringan pulpa. Diameter
9
tubulus dentin sekitar 0,5-2 mikron. Pemeriksaan mikroskopis pada pasien hipersensitif dentin menunjukkan bahwa tubulus dentin pada pasien hipersensitif dentin lebih besar dan banyak dibandingkan pada pasien yang tidak mengalami hipersensitif dentin. Terbukanya dentin disebabkan hilangnya enamel akibat dari proses atrisi, abrasi, erosi, atau abfraksi serta rangsangan terhadap permukaan akar yang tersingkap akibat dari resesi gingiva atau perawatan periodontal. Semua proses di atas merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya hipersensitif dentin. Terkikisnya lapisan enamel yang menutupi gigi dan tersingkapnya permukaan akar merupakan awal dari terjadinya hipersensitif dentin. Penyebab terkikisnya lapisan enamel antara lain erosi, abrasi, atrisi dan abfraksi. Bentuk-bentuk kerusakan gigi tersebut memiliki gambaran klinis dan etiologi yang berbeda-beda. Erosi adalah kerusakan yang parah pada jaringan keras gigi akibat dari proses kimia tetapi tidak disebabkan oleh aktivitas bakteri. Gambaran klinis erosi, sebagai berikut: 1. Bentuk lesi cekung yang luas dan permukaan enamel yang licin. 2. Permukaan oklusal yang melekuk (insisal yang beralur) dengan permukaan denting yang terbuka. 3. Meningkatnya translusensi pada insisal. 4. Permukaan restorasi amalgam yang bersih dan tidak terdapat tarnish. 5. Rusaknya karakteristik enamel pada gigi anak – anak. 6. Sering ditemui enamel “cuff” atau ceruk pada permukaan servikal. 7. Terbukanya pulpa pada gigi desidui.
Bentuk kerusakan gigi yang lainnya adalah atrisi. Atrisi merupakan kerusakan pada permukaan gigi atau restorasi akibat kontak antar gigi selama pengunyahan atau 10
karena adanya parafungsi/kelainan fungsi, seperti bruksism. Gambaran klinis atrisi, sebagai berikut: 1. Kerusakan yang terjadi sesuai dengan permukaan gigi yang berkontak saat pemakaian. 2. Permukaan enamel yang rata dengan dentin. 3. Kemungkinan terjadinya fraktur pada tonjolan gigi atau restorasi.
Abrasi
juga
penyebab
terkikisnya
enamel
dan
akhirnya
menyebabkan
terpaparnya dentin. Abrasi adalah kerusakan pada jaringan gigi akibat benda asing, seperti sikat gigi dan pasta gigi. Gambaran klinis abrasi, sebagai berikut: 1. Biasanya terdapat pada daerah servikal gigi. 2. Lesi cenderung melebar daripada dalam. 3. Gigi yang sering terkena P dan C.
Abfraksi juga dapat menyebabkan terkikisnya enamel. Beda dengan kerusakan gigi lainnya, abfraksi merupakan kerusakan permukaan gigi pada daerah servikal akibat tekanan tensile dan kompresif selama gigi mengalami flexure atau melengkung. Gambaran klinis abfraksi, sebagai berikut: 1. Kelainan ditemukan pada daerah servikal labial/bukal gigi. 2. Berupa parit yang dalam dan sempit berbentuk huruf V. 3. Pada umumnya hanya terjadi pada satu gigi yang mengalami tekanan eksentrik pada oklusal yang berlebihan atau adanya halangan yang mengganggu oklusi.
11
Tersingkapnya permukaan akar akibat dari resesi gingiva juga merupakan penyebab
hipersensitif
dentin.
Resesi
gingiva
adalah
penurunan
tinggi
tepi
gingiva/marginal gingiva ke arah apikal hingga ke bawah Batas Sementum Enamel (BSE). Resesi gingiva merupakan penyebab hipersensitif dentin yang paling sering terjadi. Resesi gingiva bisa bersifat lokalisata ataupun generalisata. Prevalensi terjadinya resesi gingiva pada usia tua lebih besar dibandingkan dengan usia muda. Jika dihubungkan dengan jenis kelamin, maka frekuensi terjadinya resesi gingiva lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita. Permukaan akar gigi yang mengalami resesi gingiva bisa menjadi sensitif dikarenakan hilangnya lapisan sementum. Sementum merupakan lapisan yang menutupi dan melindungi lapisan dentin akar dari berbagai rangsangan. Resesi gingiva yang terjadi bisa disertai kehilangan tulang alveolar ataupun tidak. Jika terjadi kehilangan tulang, maka jumlah tubulus dentin yang terbuka akan lebih banyak lagi. Penyebab terjadinya resesi gingiva antara lain erupsi pasif akibat aging, ukuran dan lokasi gigi di dalam alveolus, pengaruh genetik dan cara penyikatan yang salah. Selain resesi gingiva, tersingkapnya permukaan dentin akar juga dapat disebabkan oleh prosedur perawatan periodontal, seperti skeling dan penyerutan akar. Prosedur skeling dan penyerutan akar dapat menyebabkan hilangnya perlekatan jaringan periodontal dan terkikisnya sementum. Oleh karena itu, dokter gigi harus hatihati dalam melakukan prosedur perawatan periodontal. Hipersensitif dentin juga dapat disebabkan oleh efek samping dari prosedur bleaching. Walaupun bersifat ringan, namun sering terjadi dan mengganggu pasien. Belakangan ini, sebuah penelitian klinis pada pasien menyatakan bahwa 54 % pasien
12
mengalami sensitif ringan, 10 % pasien mengalami sensitif sedang dan 5 % pasien mengalami sensitif parah serta sisanya tidak mengalami sensitif. Bleaching juga memiliki efek samping yang lain diantaranya resesi gingiva, rasa gatal pada mukosa dan sakit pada kerongkongan. Hipersensitif dentin pada pasien yang melakukan perawatan bleaching dipengaruhi oleh faktor pasien, lamanya menerima perawatan, konsentrasi dan pH bahan bleaching. Konsentrasi bahan bleaching yang tinggi merupakan faktor resiko terbesar terjadinya hipersensitif dentin.
13
BAB III PEMBAHASAN
Hipersensitif dentin merupakan kondisi dengan rasa sakit yang sering terjadi dan mempengaruhi kenyamanan dan fungsi rongga mulut. Beberapa penelitian melaporkan bahwa prevalensi hipersensitif dentin sekitar 4 % - 57 %. Namun, data prevalensi hipersensitif dentin setiap daerah berbeda satu sama lain. Hal ini dipengaruhi oleh pola makan dan kehidupan sosial individu masing-masing. Di Amerika Serikat, sekitar 40 juta orang mengalami hipersensitif dentin setiap tahunnya.
3.1 Gejala Klinis
Gejala klinis hipersensitif dentin yakni berupa rasa sakit yang singkat, tajam dan spontan. Pada pemeriksaan mikroskopis, gigi yang mengalami hipersensitif dentin memiliki banyak tubulus dentin pada permukaan dentin yang tersingkap dimana jumlah tubulus dentin tersebut 8 kali lebih banyak dibandingkan gigi yang tidak mengalami hipersensitif dentin. Disamping itu, diameter tubulus dentin pun menjadi meningkat. Pada gigi yang tidak mengalami hipersensitif dentin, diameter tubulus dentin sekitar 0,4 mikron. Sedangkan pada gigi yang mengalami hipersensitif dentin, diameter tubulus dentin menjadi 0,8 mikron. Pada hipersensitif dentin yang parah, rasa sakit yang timbul dapat melibatkan seluruh gigi.
14
3.2 Diagnosa
Ketika pasien memiliki keluhan gigi yang sensitif, pertimbangan pertama harus dilakukan adalah mencari faktor penyebab. Hal ini disebabkan sulitnya membedakan hipersensitif dentin dan berbagai kerusakan gigi dengan atau tanpa dihubungkan dengan pulpa. Pasien sering kesulitan untuk menjelaskan atau menggambarkan kapan timbulnya rasa sakit dan menunjukkan lokasi yang spesifik gigi yang mengalami hipersensitif dentin. Karakter rasa sakit hipersensitif dentin dapat diperoleh dari rangsangan perubahan suhu, kimiawi, sentuhan dan semprotan udara atau air. Untuk menentukan diagnosa yang tepat, seorang dokter gigi harus memeriksa pasien dengan hati-hati dan teliti, termasuk frekuensi minum jus atau minuman asam lainnya, makanan, obat-obatan, riwayat medis (contoh muntah ataupun gangguan pola makan seperti anoreksia dan bulimia nervosa). Banyak dokter gigi yang hanya terfokus pada satu faktor penyebab hipersensitif dentin saja yakni akibat adanya abrasi yang disebabkan prosedur penyikatan gigi. Dokter gigi juga harus mencatat riwayat dan bentuk nyeri (meliputi daerah yang nyeri pada gigi, intensitas nyeri, pemicu nyeri, serta frekuensi dan durasi masing-masing nyeri), keberadaan karies serta jumlah dan lokasi gigi yang sensitif. Selama pemeriksaan, dentin terpapar yang menyebabkan tubulus dentin terbuka harus diperhatikan dan diperiksa. Alat-alat dan tes yang dipakai untuk membantu penentuan diagnosa, antara lain semprotan udara atau air, sonde, alat perkusi, tes gigitan, tes thermal dan pemeriksaan oklusi. Pemeriksaan gigi yang lengkap dengan sendirinya akan menentukan faktor penyebab hipersensitif dentin, apakah disebabkan
15
oleh gigi atau restorasi yang fraktur, karies gigi, kegagalan perawatan endodonti, marginal leakage, ataupun pulpitis. Penegakan diagnosa pada pasien yang diduga mengalami hipersensitif dapat diawali dengan pemberian rangsangan berupa panas, sentuhan, semprotan udara atau air serta sentuhan dari alat sonde / eksplorer dan prob, Respon terhadap rangsanganrangsangan tersebut bervariasi pada setiap pasien. Faktor yang menyebabkan respon pasien terhadap rangsangan bervariasi adalah toleransi pasien terhadap rasa sakit, tingkat emosi pasien, dan lingkungan. Pemeriksaan perkusi, penilaian oklusi, dan pengambilan radiografi juga dapat dilakukan dalam penegakan diagnosa hipersensitif. Penentuan diagnosa banding juga perlu dilakukan dalam penegakan diagnosa hipersensitif dentin. Diagnosa banding hipersensitif dentin antara lain karies gigi, pulpitis, gigi atau restorasi yang fraktur, cracked teeth, dan nyeri neuropatik.
16
BAB IV TERAPI
Terapi hipersensitif dentin merupakan tantangan bagi pasien dan dokter gigi. Disamping sulitnya mengukur dan membandingkan rasa sakit pasien yang berbedabeda, mengubah kebiasaan pasien yang menyebabkan masalah hipersensitif dentin juga merupakan hal yang sulit. Selain itu, beberapa dokter gigi merasa kurang yakin dalam merawat hipersensitif dentin. Hal ini dikarenakan mereka kurang mengerti tentang biologis, etiologi, diagnosa dan pengelolaan hipersensitif dentin. Banyak terapi dan bahan yang digunakan untuk merawat hipersensitif dentin, tetapi kemanjuran sebagian besar dari bahan-bahan tersebut bermacam-macam dan tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, dokter gigi harus mampu menentukan terapi yang memuaskan dan efektif dalam merawat pasien hipersensitif dentin di praktek. Hipersensitif dentin dapat dirawat tanpa terapi, tetapi dapat juga membutuhkan beberapa minggu terapi dengan bahan desensitisasi. Ada dua prinsip terapi hipersensitif dentin, yakni mencegah aliran cairan tubulus dentin dan mengurangi rangsangan
terhadap
syaraf. Berdasarkan
berat
ringan
dilakukannya,
terapi
hipersensitif dentin dapat bersifat invasif dan non invasif. Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif antara lain bedah mukogingival, resin dan pulpektomi serta laser. Sedangkan terapi yang bersifat non invasif antara lain pasta desensitisasi dan bahan
17
topikal. Terapi hipersensitif dentin dapat dilakukan oleh pasien sendiri di rumah ataupun oleh dokter gigi di praktek. Terapi di rumah lebih sederhana dan murah. Sedangkan terapi di praktek lebih lengkap dan mahal.
4.1 Terapi Yang Bersifat Non Invasif
Terapi hipersensitif dentin yang bersifat non invasif seperti pasta desensitisasi dan agen topikal merupakan terapi yang ringan dan mudah dilakukan oleh pasien ataupun dokter gigi. Terapi non invasif lebih sederhana dan murah dibandingkan dengan terapi invasif. Pasta gigi merupakan terapi hipersensitif dentin yang paling sering dan mudah dilakukan. Beberapa pasta gigi mengandung bahan yang dapat menutup tubulus dentin seperti strontium salt dan fluoride. Selain itu ada juga pasta gigi yang mengandung bahan yang dapat mematikan elemen vital di dalam tubulus dentin seperti formaldehid. Saat ini, sebagian besar pasta desensitisasi mengandung bahan yang mengurangi hipersensitif dentin seperti potassium salt (potassium nitrate, potassium chloride atau potassium citrate). Pasta gigi yang mengandung potassium nitrate telah digunakan sejak tahun 1980. Setelah itu, pasta gigi yang mengandung potassium chloride atau potassium citrate diproduksi. Ion potassium menyebar sepanjang tubulus dentin dan mengurangi rangsangan terhadap syaraf-syaraf interdental dengan mengubah potensial membran syaraf-syaraf tersebut. Sejak tahun 2000, penelitian mengenai pasta gigi yang mengandung potassium telah banyak dilakukan. Para peneliti tersebut menemukan bahwa pasta gigi yang 18
mengandung bahan 5 % potassium nitrate atau 3,75 % potassium chloride secara signifikan dapat mengurangi hipersensitif dentin. Pasta gigi yang mengandung 5 % potassium nitrate dan 0,454 % stannous fluoride secara signifikan juga mengurangi hipersensitif dentin. Salah satu pasta gigi yang mengandung potassium nitrate yang sering dipakai untuk mengurangi hipersensitif dentin yakni sensodyne. Disamping itu, ada juga pasta gigi yang mengandung gabungan antara bahan desensitisasi, seperti fluoride (sodium monofluorophosphate, sodium fluoride, stannous fluoride) dan bahan abrasif, seperti bahan anti plak seperti triclosan atau zinc citrate. Dalam pemakaian pasta gigi, dokter gigi harus memberi pengetahuan kepada pasien bagaimana menggunakan pasta gigi dan teknik penyikatan gigi yang benar. Banyak pasien yang berkumur-kumur secara berlebihan setelah menyikat gigi. Padahal, kumur-kumur berlebihan setelah menyikat gigi dapat melarutkan dan menghilangkan bahan aktif pasta gigi tersebut dari rongga mulut sehingga mengurangi efek pasta gigi dalam mencegah terjadinya karies. Disamping pasta gigi, obat kumur dan permen karet juga merupakan bahan desensitisasi. Penelitian Gillam DG dkk dan Pereira R dkk menemukan bahwa obat kumur yang mengandung potassium nitrate dan sodium fluoride, potassium citrate atau sodium fluoride dapat mengurangi hipersensitif dentin. Penelitian Krahwinkel T dkk menyimpulkan bahwa permen karet yang mengandung potassium chloride secara signifikan dapat mengurangi hipersensitif dentin. Pasta gigi, obat kumur dan permen karet merupakan bahan desensitisasi yang dapat dilakukan oleh pasien sendiri di rumah. Namun, bahan desensitisasi topikal seperti fluoride, potassium nitrate, oxalate, dan calcium phosphates sebaiknya
19
dilakukan oleh dokter gigi di praktek. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan efek perawatan yang lebih maksimal. Bahan topikal fluoride seperti sodium fluoride dan stannous fluoride dapat mengurangi hipersensitif dentin dengan cara mengurangi permeabilitas dentin. Hal ini dimungkinkan oleh adanya pengendapan calcium fluoride yang tidak terlarut di dalam tubulus. Potassium nitrate yang biasanya terdapat pada pasta gigi, juga dapat digunakan secara topikal. Potassium nitrate tidak mengurangi permeabilitas dentin, namun ion potassium mengurangi rangsangan terhadap syaraf. Oxalate juga merupakan bahan desensitisasi topikal. Pada tahun 1981, Greenhill dan Pashley melaporkan bahwa 30 % potassium oxalate dapat mengurangi permeabilitas dentin sekitar 98 %. Sejak saat itu, sejumlah bahan desensitisasi yang mengandung oxalate diproduksi. Selain mengurangi permeabilitas dentin, bahan yang mengandung oxalate juga dapat menutup tubulus dentin. Calcium phosphates juga efektif dalam mengurangi hipersensitif dentin dengan cara menutup tubulus dentin dan mengurangi permeabilitas dentin.
4.2 Terapi Yang Bersifat Invasif
Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif seperti bedah mukogingiva, pulpektomi, resin dan adesif serta laser merupakan terapi yang membutuhkan keahlian khusus dan hanya dilakukan oleh dokter gigi. Terapi invasif lebih kompleks dan lebih mahal dibandingkan dengan terapi non invasif. Bahan resin dan adesif seperti fluoride varnish, oxalic acid dan resin, sealant dan primer, etching dan adhesive dapat juga digunakan sebagai terapi hipersensitif dentin. Bahan resin dan adesif lebih adekuat sebagai terapi hipersensitif dentin dibandingkan 20
dengan yang topikal. Hal ini dikarenakan bahan desensitisasi topikal tidak berikatan dengan struktur gigi dan efeknya hanya sementara. Pada tahun 1970, Brännström dkk menyarankan penggunaan resin untuk mengurangi hipersensitif dentin. Saat ini, terapi hipersensitif dentin yang paling sering digunakan melibatkan bahan adesif diantaranya varnish, bahan bonding dan bahan restorasi. Terapi invasif lainnya adalah iontophoresis yang merupakan terapi dengan menggunakan daya listrik untuk meningkatkan difusi ion-ion ke dentin. Dental iontophoresis biasanya digunakan bersamaan dengan penggunaan pasta fluoride. Terapi dengan menggunakan laser juga dapat merawat hipersensitif dentin, tergantung pada jenis laser dan parameter perawatan. Penelitian Lier BB dkk melaporkan bahwa laser neodymium: Yttrium-Aluminum-Garnet (YAG), laser erbium: YAG dan laser galium-aluminium- arsenide tingkat rendah juga dapat mengurangi hipersensitif dentin. Namun, terapi dengan menggunakan laser membutuhkan biaya lebih mahal dan perawatan yang kompleks. Jika faktor etiologi hipersensitif dentin merupakan resesi gingiva, maka terapi yang dipilih adalah bedah mukogingiva, seperti lateral sliding flaps, coronally positioned flaps dan connective tissue grafts, yang menghasilkan penutupan akar yang tersingkap sekitar 65 % hingga 98 %. Generasi jaringan terarah (Guided tissue regeneration) juga mulai dikenal sebagai terapi resesi gingiva dengan menggunakan membran yang bioabsorbable atau nonabsorbable dan mampu menutup akar yang tersingkap sekitar 48 % hingga 92 %. Pulpektomi juga dapat dilakukan untuk merawat hipersensitif dentin. Namun, terapi ini dipilih sebagai jalan terakhir. Pulpektomi merupakan perawatan saluran akar
21
yang terpapar dengan cara membuang pulpa dan jaringan periradikular. Biasanya, kamar pulpa dibuka untuk mendapatkan akses ke saluran akar. Setelah pulpa dan jaringan yang terinfeksi lainnya dibuang, proses debridemen dan preparasi saluran akar dilakukan. Lalu proses pengisian saluran akar dilakukan dengan bahan yang diterima secara biologis dan tidak diserap (nonresorbable).
22
BAB V DISKUSI DAN KESIMPULAN
5.1 Diskusi
Hipersensitif dentin merupakan masalah yang sering terjadi. Dokter gigi harus mengetahui dengan jelas faktor penyebab yang berperan termasuk lokasi dan gejala awal hipersensitif dentin. Pemeriksaan dengan teliti atau skrining sangat penting untuk mengidentifikasi hipersensitif dentin. Hal tersebut bermanfaat dalam menentukan rencana perawatan yang tepat. Saat pasien menunjukkan gejala hipersensitif dentin, pasien harus diperiksa dan dijelaskan pilihan terapi yang dibutuhkan untuk merawat hipersensitif dentin. Perawatan hipersensitif dentin harus dilakukan secara aktif oleh pasien di rumah dan dokter gigi di praktek. Dengan kata lain, keberhasilan perawatan hipersensitif dentin, bukan hanya peranan dokter gigi saja, tetapi juga melibatkan pasien. Selain perawatan, pengetahuan atau edukasi mengenai waktu dan teknik menyikat gigi harus diberikan juga oleh dokter gigi kepada pasien. Selain itu, indeks nyeri yang universal sangat dibutuhkan untuk menentukan diagnosa dan rencana perawatan hipersensitif dentin yang tepat. Indeks nyeri tersebut membantu dokter gigi untuk memeriksa dan mengukur keparahan hipersensitif dentin. Hal ini dikarenakan respon terhadap rangsangan bervariasi pada setiap pasien. Faktor
23
yang menyebabkan respon pasien terhadap rangsangan bervariasi adalah toleransi pasien terhadap rasa sakit, tingkat emosi pasien, dan lingkungan. Walaupun perawatan hipersensitif dentin bervariasi saat ini, namun perawatan dengan pasta desensitisasi dianjurkan sebagai perawatan awal. Selain itu, setelah perawatan hipersensitif dentin juga diperlukan follow up. Hal ini perlu dilakukan karena dengan melakukan follow up maka dapat diketahui apakah perawatan yang telah dilakukan berhasil atau tidak. Dan dengan follow up juga dapat diketahui apakah perawatan yang telah dilakukan akan dilanjutkan ataupun diganti dengan perawatan yang lain.
5.2 Kesimpulan
Hipersensitif dentin digambarkan sebagai rasa sakit yang berlangsung pendek dan tajam akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar sehingga menimbulkan pergerakan cairan tubulus dentin. Rangsangan tersebut antara lain taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas. Selain itu, hipersensitif dentin tidak dihubungkan dengan keadaan patologis gigi. Terbukanya dentin disebabkan hilangnya enamel akibat dari proses atrisi, abrasi, erosi, atau abfraksi serta rangsangan terhadap permukaan akar yang tersingkap akibat dari resesi gingiva atau perawatan periodontal. Untuk menentukan diagnosa yang tepat, seorang dokter gigi harus memeriksa pasien dengan hati-hati dan teliti, termasuk frekuensi minum jus atau minuman asam lainnya, makanan, obat-obatan, riwayat medis (contoh muntah ataupun gangguan pola makan seperti anoreksia dan bulimia nervosa).
24
Ada dua prinsip terapi hipersensitif dentin, yakni mencegah aliran cairan tubulus dentin dengan menutup tubulus dentin dan mengurangi rangsangan terhadap syaraf. Berdasarkan berat ringan dilakukannya, terapi hipersensitif dentin dapat bersifat invasif dan non invasif. Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif antara lain bedah mukogingival, resin dan pulpektomi serta laser. Sedangkan terapi yang bersifat non invasif antara lain pasta desensitisasi dan bahan topikal.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Orchardson R and Gillam DG. 2006. Managing dentin hypersensitivity. J Am Dent Assoc. 2. Karen Cristina Kazue. 2003. Low level laser therapy for dentine hypersensitivity. Cienc Odontol Bras. 3. Kielbassa AM. 2002. Dentine hypersensitivity: Simple steps for everyday diagnosis and management. International Dental Journal. 4. Ladalardo dkk. 2004. Laser therapy in the treatment of dentine hypersensitivity. Braz Dent J. 5. Bamise CT, Olusile AO, Oginni AO. 2008. An Analysis of the Etiological and Predisposing Factors Related to Dentin Hypersensitivity. J Contemp Dent Pract. 6. Schiff T, He T, Sagel L, Baker R. 2006. Efficacy and Safety of a Novel Stabilized Stannous Fluoride and Sodium Hexametaphosphate Dentifrice for Dentinal Hypersensitivity. J Contemp Dent Pract.
26