HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah: Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. Sumedi, M.Ag
Oleh: HUDRI, S.Pd.I
NIM. 1520420015 1520420015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI) KONSENTRASI GURU KELAS FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN PASCA SARJANA ( S2) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2015
1
HAKIKAT PENDIDIKAN (ISLAM) Oleh: HUDRI, S.Pd.I
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah
Pandangan filsafat tentang manusia sangat besar pengaruhnya terhadap konsep serta praktik-praktik pendidikan. Karena pandangan filsafat itu menentukan nilainilai luhur yang dijunjung tinggi oleh seorang pendidik atau suatu bangsa yang melaksanakan pendidikan. Nilai yang dijunjung tinggi itu dijadikan norma untuk menentukan ciri-ciri manusia yang ingin dicapai melalui praktik pendidikan. Sedangkan nilai-nilai ini tidaklah diperoleh hanya dari praktik dan pengalaman mendidik, tetapi secara normatif bersumber dari norma masyarakat, norma filsafat, pandangan hidup dan keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang. Untuk memahami ajaran Islam tentang pendidikan, maka yang paling utama yang harus dipahami ialah hakikat manusia menurut Islam, sebab pendidikan itu adalah untuk manusia. Jika dibandingkan dengan makhluk lain, manusia adalah makhluk yang terlemah, sedangkan rohaninya atau akal budi dan kemauannya sangat kuat. Manusia memang tidak dapat terbang seperti burung, tidak dapat berenang selincah ikan, dan tidak punya tenaga sekuat gajah. Namun demikian, manusia memiliki kemampuan berpikir dan bernalar, dengan akal serta nuraninya memungkinkan untuk selalu berbuat yang lebih baik dan bijaksanana untuk dirinya maupun lingkungannya. Dengan demikian manusia bisa mengatasi kelemahannya tersebut. Menurut al-Syaibani manusia itu terdiri dari tiga unsur yang sama pentinggnya, yaitu jasmani, akal dan ruhani. Lebih lanjut dikatakan bahwa pendidikan harus mengembangkan jasmani, akal dan ruhani manusia secara seimbang dan terintegrasi.1 Bahkan menurut Ali Ashraf, pendidikan Islam tidak akan dapat dipahami secara jelas tanpa terlebih dahulu memahami penafsiran Islam tentang pengembangan individu seutuhnya. 2 Orang Yunani, lebih kurang 600 tahun sebelum masehi telah mengingatkan bahwa tugas pendidikan ialah membantu manusia menjadi manusia. Tatkala kita
1
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani, Dan Kalbu, Memanusiakan Manusia, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Hlm. 26. 2 Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hlm. 19.
2
mendidik seseorang, seringkali yang kita didik adalah otak (akal)-nya, belum tentu kita mendidik manusia-nya. Karenanya pendidikan yang kita lakukan hanya menghasilkan kecerdasan manusia yang belum tentu berupa manusia yang cerdas; pendidikan yang kita lakukan hanya menghasilkan keterampilan manusia yang belum tentu berupa manusia yang terampil. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus dibangun di atas konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikan qalbiyah dan ‘aqliyah sehingga mampu menghasilkan manusia muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara moral. Di samping itu, setiap manusia dibekali dengan potensi masing-masing yang dapat membentuk dirinya sebagai khalifah sekaligus Abd’ yang mampu mengembangkan potensinya serta menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.
2. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian Pendidikan Islam? b. Apa Sumber dan Dasar Pendidikan Islam? c. Bagaimanakah Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam? d. Bagaimanakah Kurikulum Pendidikan Islam?
B. Hakekat Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.3 Menurut Muhammad SA Ibrahimy, Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.4 A. Marimba (1989:19) mencoba mempersempit lagi definisi pendidikan, yaitu sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar yang dilakukan oleh
3 4
UU SPN No. 20 Tahun 2003 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 1. Bukhari Umar, Opcit , Hlm. 27.
3
pendidik terhadap peserta didik dalam mengembangkan jasmani dan ruhaninya, menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 5 Bukhari Umar merumuskan pendidikan Islam sebagai proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.6 Selanjutnya, Muhammad As-Said berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan Islami, pendidikan yang punya karakteristik dan sifat keislaman, yakni pendidikan yang didirikan dan dikembangkan di atas dasar ajaran Islam. Hal ini memberi arti yang signifikan, bahwa seluruh pemikiran dan aktivitas pendidikan Islam tidak mungkin lepas dari ketentuan bahwa semua pengembangan dan aktivitas kependidikan Islam haruslah benar-benar merupakan realisasi atau pengembangan dari ajaran Islam itu sendiri.7 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka pendidikan Islam harus dipahami secara menyeluruh sebagai suatu proses yang utuh tanpa dipisahkan antara satu dengan yang lain, karena pendidikan Islam bukanlah hanya sekedar pemindahan pengetahuan dari seorang guru kepada muridnya atau bimbingan dari seorang dewasa kepada anak, akan tetapi pendidikan Islam harus berorientasi kepada tujuan yaitu memproses peserta didik menjadi manusia yang matang dan dewasa dalam segala aspek kepribadiannya. Dalam konsep filsafat pendidikan bahwa pendidikan adalah usaha sadar membantu manusia menjadi manusia. 8 Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta’lim, dan al-ta’dib. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam adalah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan. Padalah kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam. 9 Kendatipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga term tersebut memiliki kesamaan makna. Namun secara esensial, setiap term memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun kontekstual. Untuk itu, perlu dikemukakan uraian dan
5
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Pres s, 2010), 17. Bukhari Umar, Opcit , Hlm. 29. 7 Muhammad As-Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011), Hlm. 10. 8 Ahmad Tafsir, Opcit , Hlm. 33. 9 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, Dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002). Hlm. 25. 6
4
analisis terhadap ketiga term pendidikan Islam tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dari beberapa pendapat para ahli pendidikan Islam.
a. Al-Tarbiyah
Penggunaan istilah al-Tarbiyah berasal dari beberapa akar kata antara lain; Pertama raba-yarbu yang pengertian dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.10 Makna ini dapat dilihat dalam firman Allah Swt,
“dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. 11 Kedua, rabiya-yarba dengan wazan (bentuk) khafiya-yakhfa, yang berarti menjadi besar. atas dasar makna inilah Ibnu al-Arabi mengatakan:
“Jika orang bertanya tentang diriku, maka Mekah adalah tempat tinggalku dan di situlah aku dibesarkan. 12 Ketiga rabba-yurabbiy-tarbiyatan dengan wazan fa’ala-yufa’ilu-taf’ilan yang berarti mendidik dan mengasuh. Kata ini ditemukan dalam al-Qur’an surah al-Isra’ [17] ayat 24,
“dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". 13 Menurut Syekh Ali, kata rabba memiliki arti yang banyak yakni merawat, mendidik, memimpin, mengumpulkan, menjaga, memperbaiki, mengembangkan, dan sebagainya. Daim menyimpulkan bahwa makna tarbiyah adalah merawat dan memperhatikan pertumbuhan anak, sehingga anak tersebut tumbuh dengan
10
Samsul Nizar, Opcit , Hlm. 25 Q.S. Ar-Ruum [30]: 39). 12 Bukhari Umar, Opcit , Hlm. 22. 13 Q.S. Al-Isra’ [17] : 24. 11
5
sempurna sebagaimana yang lainnya, yaitu sebuah kesempurnaan dalam setiap dimensi dirinya, badan (kinestetik), roh, akal, kehendak, dan lain sebagainya. 14 Secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses pendidikan Islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Islam yaitu pendidikan yang diberikan Allah sebagai “pendidik” bagi seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks yang luas, pengertian pendidikan Islam yang dikandung dalam term altarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan 15, yaitu: 1) Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh) 2) Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan 3) Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan 4) Melaksanakan pendidikan secara bertahap. Dari penjelasan tersebut dapat diringkas bahwa prinsip-prinsip dasar pengertian tarbiyah dalam Islam adalah:16 1) Murabbi (pendidik) yang sebenarnya hanyalah Allah, karena Dia Pencipta fitrah, potensi kekuatan dan kelemahan, dan paling tahu tentang hakikat manusia itu sendiri, karenanya perlu dipelajari terus menerus siapa sebenarnya manusia itu sesuai dengan perintah Tuhan. 2) Penumbuhan dan pengembangan secara sempurna semua dimensi manusia baik materi, seperti fisiknya, maupun immateri seperti akal, hati, kehendak, kemauan adalah tanggung jawab manusia sebagai konsekwensi menjalankan fungsinya sebagai hamba Tuhan dan sebagai fungsi khalifah. 3) Dalam proses tarbiyah seharusnya mengambil nilai dan dasarnya dari AlQur’an dan Sunnah dan berjalan sesuai dengan sunnatullah yang digariskan Nya. 4) Setiap
aktivitas
tarbiyah
mengarah
kepada
penumbuhan,
perbaikan,
kepemimpinan, atau penjagaan setiap dimensi dalam diri manusia, baik aktivitas itu direkayasa atau secara nattural. 5) Tarbiyah yang direkayasa mengharuskan adanya rencana yang teratur, sistematis, bertahap, berkelanjutan dan fleksibel. 6) Bahwa yang menjadi subjek sekaligus objek dalam aktivitas tarbiyah adalah manusia. 14
Bukhari Umar, Opcit , Hlm. 22. Samsul Nizar, Opcit, Hlm. 26. 16 Maragustam, Mencetak Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam) (Yogyakarta: Nuha Litera, 2010), Hlm. 22. 15
6
7) Kata tarbiyah tidak terbatas pengetiannya sebagai sekedar transfer ilmu, budaya, tradisi, dan nilai tetapi juga pembentukan kepribadian (transformatif ) yang dilakukan secara bertahap. b. At- Ta’lim
Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal dibanding dengan al-Tarbiyah maupun al-Ta’dib. Rasyid Ridha mengartikan al-Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. 17 Jalal memberikan alasan bahwa proses ta’lim lebih umum dibandingkan dengan proses tarbiyah. 18 1) Ketika mengajarkan membaca al-Qur’an kepada kaum muslimin, Rasulullah Saw tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca, melainkan membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri (tazkiyah al-nufus) dari segala kotoran, menjadikan dirinya dalam kondisi siap menerima hikmah, dan mempelajari segala sesuatu yang belum diketahuinya dan yang tidak diketahuinya serta berguna bagi dirinya. 2) Kata ta’lim tidak berhenti hanya kepada pencapaian pengetahuan berdasarkan prasangka atau yang lahir dari taklid semata-mata, ataupun pengetahuan yang lahir dari dongengan hayalan dan syahwat atau cerita-cerita dusta. 3) Kata ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik. Dengan demikian kata ta’lim menurut Jalal mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dan berlangsung sepanjang hayat serta tidak terbatas pada masa bayi dan kanak-kanak, tetapi juga orang dewasa. Sementara itu Abrasyi, menjelaskan kata ta’lim hanya merupakan bagian dari tarbiyah karena hanya menyangkut domain kognitif . Al-Attas menganggap kata ta’lim lebih dekat kepada pengajaran atau pengalihan ilmu dari guru kepada pembelajaran, bahkan jangkauan aspek kognitif tidak memberikan porsi pengenalan secara mendasar. 19
17
Samsul Nizar, Opcit , Hlm. 27. Maragustam, Opcit , Hlm. 25-26. 19 Ibid , Hlm. 26. 18
7
c. Ta’dib
Al-Attas menawarkan satu istilah lain yang menggambarkan pendidikan Islam, dalam keseluruhan esensinya yang fundamental yakni kata ta’dib. Istilah ini
mencakup
unsur-unsur
pengetahuan
(‘ilm),
pengajaran
(ta’lim)
dan
pengasuhan yang baik (tarbiyah). Istilah ta’dib dapat mencakup beberapa aspek yang menjadi hakikat pendidikan yang saling berkait, seperti ‘ ilm (ilmu), ‘adl (keadilan), hikmah (kebajikan), ‘aml (tindakan), haqq (kebenaran), natq (nalar) nafs (jiwa), qalb (hati), ‘aql (akal), maratib dan derajat (tatanan hirarkis), ayah ( simbol ), dan adb (adab). Dengan mengacu pada kata adb dan kaitankaitanya seperti di atas, definisi pendidikan bagi al-Attas adalah: Sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.20 Makna al -ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsurangsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. 21 Dengan demikian, Pendidikan adalah segala upaya, latihan dan sebagainya untuk menumbuhkembangkan segala potensi yang ada dalam diri manusia baik secara mental, moral dan fisik untuk menghasilkan manusia yang dewasa dan bertanggung jawab sebagai makhluk yang berbudi luhur. Sedangkan pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam yang mencangkup semua aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia sebagai hamba Allah sebagaimana Islam sebagai pedoman kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh
karena
suatu
kematangan
yang
bertitik
akhir
pada
optimalisasi
perkembangan/pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuah akhir perkembangan atau pertumbuhannya22.
20
Ibid , Hlm. 26 Samsul Nizar, Opcit , Hlm. 30 22 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. III, Jakarta ; Bumi Aksara, 199), Hlm. 11 21
8
Dalam studi pendidikan, sebutan “pendidikan Islam” pada umumnya dipahami sebagai suatu ciri khas, yaitu jenis pendidikan yang berlatar belakang keagamaan. Dapat juga diilustrasikan bahwa pendidikan yang mampu membentuk “manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal, dan agung dalam moral”. Menurut cita-citanya pendidikan Islam meperoyeksi diri untuk memperoleh “insan kamil ”, yaitu manusia yang sempurna dalam segala hal, sekalipun diyakini baru hanya Nabi Muhammad Saw yang telah mencapai kualitasnya 23. Lapangan pendidikan Islam diidentik dengan ruang lingkup pendidikan Islam yaitu bukan sekedar peroses pengajaran (face to face), tapi mencakup segala usaha penanaman (internalisasi) nilai-nilai Islam ke dalam diri subyek didik 24. 2. Sumber dan Dasar Pendidikan Islam
Sumber pendidikan yang dimaksud di sini adalah semua acuan atau rujukan yang darinya memancar ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang akan ditransinternalisasikan dalam pendidikan Islam. Sumber ini tentunya telah diyakini kebenaran dan kekuatannya dalam mengantar aktivitas pendidikan, dan telah teruji dari waktu ke waktu.25 Di dalam pendidikan Islam terdapat beberapa sumber pendidikan, para ahli sependapat bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah adalah sumber pendidikan Islam sebagaimana mereka juga sependapat bahwa al-Qur’an adalah sumber utama yang pertama dan as-Sunnah sumber utama kedua. a. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan yang paling utama pendidikan Islam. al-Qur’an memiliki konsep pendidikan yang utuh, hanya saja tidak mudah untuk diungkap secara keseluruhannya karena luas dan mendalamnya pembahasan itu di dalam al-Qur’an disamping juga keterbatasan kemampuan manusia untuk memahami keseluruhannya dengan sempurna. Dan pendidikan al-Qur’an juga memiliki pengaruh yang dahsyat apabila dipahami dengan tepat dan diikuti dan diterapkan secara utuh dan benar. Karenanya menjadikan al- Qur’an sebagi sumber bagi pendidikan Islam adalah keharusan bagi umat Islam.26 23
Muslim Usa Dan Aden Wijdan SZ., Pemikiran Islam Dalam Peradaban Industrial , Yogyakarta: Aditya Media, 1997. Hlm., 35-36 24 Nasir Budiman. Pendidikan Dalam Persepektif Al-Qur’an, Cet.I, Jakarta: Madani Press, 2001. Hlm. 1. 25 Bukhari Umar, Opcit , Hlm. 31. 26 Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat , (Jakarta, Gema Insani,1983), Hlm. 28.
9
Islam adalah agama yang membawa misi umatnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Al-Qur`an merupakan landasan paling dasar yang dijadikan acuan dasar hukum tentang Pendidikan Islam. Firman Allah tentang Pendidikan Islam dalam al-Qur`an Surat al-Alaq ayat 1-5:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Dari ayat-ayat tersebut di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa seolaholah Tuhan berkata hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan Pencipta manusia (dari segumpal darah), selanjutnya untuk memperkokoh keyakinan dan memeliharanya agar tidak luntur hendaklah melaksanakan pendidikan dan pengajaran. b. As-Sunnah
As-Sunnah didefenisikan sebagai sesuatu yang didapatkan dari Nabi Muhammad Saw yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik atau budi, atau biografi, baik pada masa sebelum kenabian ataupun sesudahnya. Di dalam dunia pendidikan, as-Sunnah memiliki dua manfaat pokok. Manfaat pertama, as-Sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam sesuai dengan konsep al-Qur’an, serta lebih merinci penjelasan al-Qur’an. Kedua, as-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode pendidikan.27 c. Ijtihad
Ijtihad merupakan istilah para fuqaha, yakni berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syariat Islam. Ijtihad dalam hal ini meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada alQur’an dan Sunnah. 28 Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari al-
27
H. Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Lembaga Pendidikan Umat, 2005), Hlm. 17. Ibid , Hlm. 18.
28
10
Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat oleh para ahli pendidikan Islam. Sedangkan dasar dari pendidikan Islam itu sendiri terdiri dari tujuh landasan operasional antara lain: a. Dasar religius; yaitu dasar yang diturunkan dari ajaran agama. b. Dasar historis; yaitu dasar yang berorientasi pada pengalaman pendidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih baik. c. Dasar sosiologis; yaitu dasar yang memberikan kerangka sosio-budaya sebagai acuan dalam pelaksanaan pendidikan. d. Dasar ekonomi; yaitu dasar yang memberikan persepektif tentang potensi potensi financial, menggali dan mengatur sumber-sumber serta bertanggung jawab terhadap rencana dan anggaran pembelanjaannya. e. Dasar politik dan administratif; adalah dasar yang memberikan bingkai ideologis yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncanakan bersama. f. Dasar psikologis; yaitu dasar yang memberikan informasi tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi, dan inovasi peserta didik, pendidik, tenaga administrasi serta sumber daya manusia yang lain. g. Dasar filosofis; yaitu dasar yang memberikan kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.29 3. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam a. Pendidik
Di dalam ilmu pendidikan yang dimaksud dengan pendidik ialah semua yang mempengaruhi perkembangan seseorang, yaitu manusia, alam, dan kebudayaan. Manusia, alam dan kebudayaan inilah yang sering disebut dalam ilmu pendidikan sebagai lingkungan pendidikan. 30 Dalam perspektif pendidikan Islam pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani peserta didik agar dapat menunaikan tugas-tugas kemanusiaan yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Oleh karena itu pendidik dalam konteks ini tidak 29
Lihat Bukhari Umar, Hlm 47-49 Ahmad Tafsir, Opcit , Hlm. 170.
30
11
hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah saja tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai dari alam kandungan sampai ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia. 31 Istilah lain yang lazim digunakan untuk seorang pendidik adalah guru. Bedanya antara pendidik dengan guru adalah kalau seorang pendidik dipakai di lingkungan formal, informal, maupun non formal. Sedangkan guru seringkali dipakai di lingkungan formal. Orang yang pertama kali bertanggung jawab terhadap pendidikan adalah orang tuanya, sebab adanya pertalian darah yang secara langsung bertanggung jawab atas masa depan anak-anaknya. Orang tua disebut juga sebagai pendidik kodrat. Namun karena orang tua tidak mempunyai kemampuan waktu dan suatu hal yang lainnya. Oleh karena itu orang tua menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang lain yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan tugas mendidik. 32 Keutamaan
seorang
pendidik
terletak
pada
tugas
yang
mulai
dilaksanakannya. Tugas yang dilakukan oleh seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang Rasul. yang berarti tugas pendidik sebagai warasat alanbiya’ pada hakekatnya mengemban misi rahmatan lil ‘alamin. Yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah Swt supaya memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Menurut al-Ghazali tugas pendidik
yang
paling
utama
adalah
menyempurnakan,
membersihkan,
mensucikan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt . 33 Selanjutnya seorang pendidik memiliki beberapa tugas, antara lain: 1) Membimbing peserta didik 2) Mencari pengenalan terhadap peserta didik mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat, dan sebagainya 3) Menciptakan situasi untuk pendidikan, situasi pendidikan yaitu suatu keadaan di mana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
31
Ramayulis, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), Hlm. 138. Hamdani Ihsan, Dkk , Fisafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), Hlm. 93. 33 Ibid , Hlm. 157. 32
12
4) Memiliki pengetahuan yang diperlukan, baik itu pengetahuan keagamaan maupun pengetahuan yang lainnya. Pengetahuan ini tidak sekedar sebatas diketahui saja, akan tetapi ilmu itu juga harus diamalkan dan di yakini. 34 5) Sebagai pengajar (intruksional ) bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, penilaian setelah program itu disusun. 6) Sebagai pemimpin (managerial ) yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. 35 b. Peserta Didik
Ada beberapa sebutan lain bagi peserta didik dalam Bahasa Indonesia, yaitu istilah murid, dan peserta didik. Istilah murid dipahami sebagai orang yang sedang belajar, menyucikan diri, dan sedang berjalan menuju Tuhan. Peserta didik dipahami sebagai pendidik menyayangi murid sebagaimana anaknya sendiri dan dalam hal ini faktor kasih sayang pendidik terhadap peserta didik dianggap kunci keberhasilan pendidikan. Adapun istilah peserta didik adalah sebutan yang paling mutakhir, istilah ini menekankan pentingnya peserta didik berpartisipasi dalam proses pembelajaran.36 Dengan demikian, menurut Ahmad Tafsir yang dikutip oleh Zainuddin bahwa perubahan sebutan dari murid ke peserta didik bermaksud memberikan perubahan pada peran peserta didik dalam proses belajar mengajar. 37 Defenisi lain dalam khazanah pendidikan Islam klasik, al-Subkiy menggunakan term thalib (jamak: thalabat atau thullab), mutafaqqih (jamak: mutafaqqihun), faqih (jamak: fuqaha) dan tilmidz (jamak: talamidz ) untuk menunjukkan pada penuntut ilmu (pelajar) pada madrasah Nizhamiyah. Imam alHaramain disebut-sebut pernah memakai perkataan faqih untuk menyapa muridmuridnya. Mengenai hal ini, al-Subkiy melukiskan dengan indah sebuah dialog singkat yang terjadi antara al-Juwaini dan murid kesayangannya, al-Ghazali, dalam bukunya berjudul thabaqat al-Syafi’iyah al-Kubra.38
34
Ibid , Hlm. 94. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Kalam Mulia, 2002) hlm. 63. 36 Ahmad Tafsir, Opcit , Hlm.165. 37 Zainuddin dan Mohammad Nasir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Cipta Pustaka Media Perintis, 2010), Cet. 1, Hlm. 101. 38 Abd. Mukti, Belajar Dari Kejayaan Madrasah Nizhamiyah Dinasti Saljut , (Bandung : Cipta Pustaka Media, 2007), Hlm. 211. 35
13
Term faqih dalam dialog dibuku tersebut menunjuk kepada al-Ghazali yang dimaksud dengan faqih adalah orang yang mempelajari ilmu fiqih dan istilah ini identik dengan istilah mutafaqqih. Sementara istilah thalib (penuntut ilmu) biasa dipakai untuk orang yang belajar ilmu agama atau ilmu umum sebab keduaduanya disuruh dalam agama. Bedanya kalau yang pertama hukumnya menjadi kewajiban bagi setiap muslim ( fardhu ‘ain), maka yang kedua hukumnya menjadi kewajiban kolektif ( fardhu kifayah). Sedangkan istilah tilmidz (murid) berasal dari akar kata talammaza artinya belajar, bisa dua-duanya, agama maupun umum. Berbeda dengan al-Juwaini, al-Ghazali memakai term thalib ketika menyebut
murid-muridnya
di
madrasah
Nizhamiyah
Baghdad.
Beliau
menjelaskan bahwa orang yang mempelajari ilmu kalam, kebathinan, filsafat dan sufi disebut thalib. Dari keterangan al-Ghazali ini dapat dipahami bahwa wacana ilmiah dan kegiatan studi murid-murid madrasah Nizhamiyah Baghdad di bawah asuhannya meliputi semua ilmu tersebut. 39 Peserta didik adalah manusia yang memilki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Di sini tugas pendidikan adalah membantu mengembangkan dan mengarahkan perkembangan tersebut sesuai dengan
tujuan
pendidikan
yang
diinginkan,
tanpa
melepaskan
tugas
kemanusiannya; baik secara vertikal maupun horizontal. Ibarat sebidang sawah, peserta didik adalah orang yang berhak bercocok tanam dan memanfaatkan sawahnya (potensi). Sementara pendidik (termasuk orang tua) hanya bertugas menyirami dan mengontrol tanaman agar tumbuh subur sebagaimana mestinya, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. 40 4. Kurikulum
Dalam kurikulum, tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan oleh pendidik kepada anak didik, tetapi juga segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu karena mempunyai pengaruh terhadap anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Di samping itu, kurikulum juga hendaknya dapat dijadikan ukuran kualitas proses dan keluaran pendidikan
sehingga
dalam
kurikulum
39
sekolah
telah
tergambar
berbagai
Ibid , Hlm. 212 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Hlm. 48-50. 40
14
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diharapkan dimiliki setiap lulusan sekolah.41 Secara harfiah, kurikulum berasal dari bahasa Latin, “Curriculum’’ , yang berarti bahan pengajaran. Ada pula yang mengatakan berasal dari bahasa Perancis, “Courier ”, yang artinya berlari. 42 Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu “curier ” yang artinya pelari dan “Curere” yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan di dunia olah raga yang berarti a lille recesourse (suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olah raga). Berdasarkan pengertian ini, dalam kontek dunia pendidikan, kurikulum berarti “circle of instruction” yaitu suatu lingkaran pembelajaran dimana guru dan peserta didik terlibat di dalamnya. Adapula yang mengatakan kurikulum ialah arena pertandingan, tempat pelajar bertanding untuk menguasai pelajaran untuk mencapai garis penamat berupa diploma, ijazah, atau gelar kesarjanaan.43 Kata kurikulum selanjutnya menjadi suatu istilah yang menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan akhir, yaitu mencapai suatu gelar atau ijazah. Pengertian
ini sejalan dengan pendapat yang
mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang berisi sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.44 Dalam kosa kata bahasa Arab, istilah kurikulum dikenal dengan istilah manhaj yang berarti jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Apabila pengertian ini dikaitkan dengan pendidikan, maka manhaj atau kurikulum adalah jalan terang yang dilalui pendidik atau guru latih dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka45 Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat diketahui pengertian bahwa kurikulum adalah landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didik kearah tujuan pengetahuan, keterampilan dan sikap, mental, Ini berarti bahwa 41
Burhan Nugiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, Sebuah Pengantar Teoritis Dan Pelaksanaan (Yogyakarta: BPFE, 1980), Hlm. 21. 42 Nasution, S., Pengembangan Kurikulum. Cet ke-4. (Bandung: Citra.Aditya Bakti,1991), Hlm. 9. 43 Syamsul Nizar, opcit , Hlm. 55-56. 44 Crow and Crow. Pengantar Ilmu Pendidikan, Edisi ke-1 ( Yokyakarta: Rake Sirasi,1990), Hlm. 75. 45 Al-Shaibany, Umar Muhammad al-Taumi. Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, cet. ke-2 (Jakarta, Bulan Bintang,1979), Hlm. 478.
15
proses
kependidikan
Islam
bukanlah sustu
proses
yang dilakukan
secara
serampangan, tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia paripurna melalui transformasi sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang harus tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam. Di sinilah peran filsafat pendidikan
Islam dalam
memberikan
pandangan filosofis
tentang
hakekat
pengetahuan. Keterampilan, dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam pembentukan manusia yang paripurna. Berdasarkan tuntutan perkembangan yang demikian itu, para perancang kurikulum dewasa ini menetapkan bahwa kurikulum harus mempunyai empat unsur utama, yaitu: (1).Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Maksudnya orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk melalui kurikulum itu; (2). Pengalaman (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas, dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu, bagian ini pulalah yang dimasukkan di silabus; (3). Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru untuk mengajar dan mendorong peserta didik belajar dan membawa mereka kearah yang dikehendaki oleh kurikulum; (4). Metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum, seperti ujian triwulan, ujian akhir, dan lain-lain. 46 Berangkat dari keempat hal yang menjadi aspek pokok kurikulum, maka jika dikaitkan dengan filsafat pendidikan yang dikembangkan pada pendidikan Islam tentu semua akan menyatu dan terpadu dengan ajaran Islam itu sendiri. Pendidikan yang merupakan suatu proses memanusiaan manusia pada hakekatnya adalah sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu, setiap proses pendidikan akan berusaha mengembangkan seluas-luasnya potensi individu sebagai sebuah elemen penting untuk mengembangkan dan mengubah masyarakat. Dalam upaya itu, setiap proses pendidikan membutuhkan seperangkat sistem yang mampu mentransformasi pengetahuan, pemahaman, dan perilaku peserta didik. Dan salah satu komponen operasional pendidikan sebagai sistem adalah kurikulum, dimana ketika kata itu dikatakan, maka akan mengandung pengertian bahwa materi yang diajarkan telah tersusun secara sistematik dengan tujuan yang hendak dicapai.
46
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Yogyakarta, Husna Zikra, 1995), Hlm. 303-304.
16
C. Penutup 1. Kesimpulan
Hakikat Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang berlatar belakang keagamaan yang dapat membentuk manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal, dan agung dalam moral menuju “ Insan Kamil ”, yaitu manusia yang sempurna dalam segala hal, merujuk pada dasar dan sumber yang telah diakui dan dibuktikan kebenarannya sepanjang masa yaitu al-Qur’an dan Hadits serta hasil berfikir secara mendalam (ijtihad) yang dilakukan para ulama/intelek dengan merujuk pada al-Qur’an dan hadits. Dalam upaya merealisasikan proses pendidikan Islam maka dibutuhkan suatu sistem pengelolaan yang mampu mentransformasikan pengetahuan, keterampila n dan perilaku peserta didik menjadi suatu kepribadian yang utuh dalam satu komponen operasional yang tidak terpisahkan. Dengan demikian, seorang pendidik harus dapat menciptakan suatu rancangan (kurikulum) yang tepat bagi terciptanya peserta didik sebagai manusia yang cerdas dan berbudi luhur. 2. Saran
Setelah merumuskan makna dan hakikat pendidikan Islam, Maka kami berharap pendidikan Islam khususnya di Indonesia dapat terapkan berdasarkan syari’at dan ajaran Islam yang dapat memberikan kemampuan dan keterampailan, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman hidup dalam melestarikan alam yang telah dianugerahkan Allah Swt kepada manusia sebagai pengganti (khalifah) Allah di muka bumi ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN Malang Pres s, 2010. Abd. Mukti, Belajar Dari Kejayaan Madrasah Nizhamiyah Dinasti Saljut , Bandung : Cipta Pustaka Media, 2007. Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat , (Jakarta, Gema Insani,1983. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani, Dan Kalbu, Memanusiakan Manusia, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012. Al-Shaibany, Umar Muhammad al-Taumi. Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, cet. ke-2. Jakarta, Bulan Bintang,1979. Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010. Burhan Nugiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, Sebuah Pengantar Teoritis Dan Pelaksanaan. Yogyakarta: BPFE, 1980. Crow and Crow. Pengantar Ilmu Pendidikan, Edisi ke-1. Yokyakarta: Rake Sirasi,1990. H. Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Lembaga Pendidikan Umat, 2005. Hamdani Ihsan, Dkk , Fisafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Yogyakarta, Husna Zikra, 1995. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. III, Jakarta ; Bumi Aksara, 1999. Maragustam, Mencetak Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam). Yogyakarta: Nuha Litera, 2010. Muhammad As-Said, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011. Muslim Usa Dan Aden Wijdan SZ., Pemikiran Islam Dalam Peradaban Industrial , Yogyakarta: Aditya Media, 1997. Nasir Budiman. Pendidikan Dalam Persepektif Al-Qur’an, Cet.I, Jakarta: Madani Press, 2001. Nasution, S., Pengembangan Kurikulum. Cet ke-4. Bandung: Citra.Aditya Bakti,1991. Ramayulis, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
18
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Zainuddin dan Mohammad Nasir, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Cipta Pustaka Media Perintis, 2010.
19