BAB I PEMBAHASAN
A. LATAR BELAKANG
Kajian Atmadja (2008) terhadap berbagai karya tulis tentang filsafat ada banyak pengertian tentang filsafat. Namun di balik keragaman pemaknaan ini gagasan Keraf dan Dua (2001: 34) menarik dikemukakan yang menyatakan, bahwa “... Filsafat Filsafat adalah sebuah tanda tanya dan bukan sebagai tanda seru. Filsafat adalah pertanyaan dan bukan penyataan.” bukan penyataan.” Gagasan ini memberikan petunjuk, bahwa filsafat pada hakikatnya adalah bertanya dan terus bertanya guna mendapatkan jawaban jawab an yang mendalam (sedalam-dalamnya), luas lua s (seluas-luasnya) dan holistik (seholistik-holistiknya) mengenai suatu realitas, ide atau konsep yang bersifat fun-damental (Atmadja, 2010; Woodhouse, 2000). Berkenaan dengan itu maka (ber- ) filsafat berarti “... proses bertanya dan menjawab dan bertanya dan menjawab terus tanpa henti. Itulah filsafat sebuah quest, sebuah pencarian, sebuah question tentang berbagai ide” (Keraf dan Dua, 2001: 16). Seluruh ilmu hakikatnya berasal dari filsafat. Sikap dasar selalu bertanya menjadi ciri filsafat, menurun pada berbagai cabang ilmu yang semula berinduk padanya. Karenanya, dalam semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu. Pada saat ilmu mengalami masalah yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada filsafat dan memulainya dengan sikap dasar untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara totalitas menyeluruh, menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mencari jalur ke akar, hingga ke dasar. Pada hakekatnya manusia adalah seorang filsuf. Dengan kata lain seperti yang dikatakan Aristoteles, manusia harus berfilsafat (Hommer and Hunt, 1982: 4). Pernyataan ini menunjukkan dua hal pokok dalam hidup manusia. Pertama, adanya pengakuan mengenai kemampuan manusia untuk berfilsafat. Filsafat merupakan ciri khas manusia. Kedua, semua masalah dapat difilsafatkan. Manusia ingin memahami dunia dengan segala isinya. Penelusuran manusia untuk mendapatkan pemahaman tersebut dapat melewati jalur filsafat, ilmu pengetahuan, dan
1
agama.Pemahaman melalui filsafat mungkin akan menjawab 3 (tiga) pertanyaan mendasar yang senantiasa menggoda manusia. Pertanyaan tersebut adalah: 1. Siapakah aku ini? 2. Dari manakah aku berasal? 3. Hendak kemanakah tujuanku? Salah satu cara terbaik untuk memahami filsafat adalah dengan meninjau sisi etimologis, yaitu membahas dari segi asal usul kata. Terdapat sekitar delapan sudut pandang yang menyoroti filsafat. Secara etimologi, kata “filsafat” berasal dari bahasa Arab (falsafah) dari bahasa Yunani Kuno ( philosophia). philosophia). Pengaruh filsafat Yunani terhadap filsafat Islam memang sangat besar, karena ada program penerjemahan besar-besaran buku-buku teks filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab pada masa khalifah Al ma’mun (813-833). (813-833). Kata philosophia (Yunani) adalah sumber istilah filsafat pada berbagai bahasa.Kata philosophiasecara philosophiasecara
phileii n dan Sophos, maka etimologis memiliki dua arti.Pertama, bila mengacu pada asal kata phile arti kata filsafat adalah “mencintai sifat bijaksana”. Sedangkan bijaksana”. Sedangkan yang kedua, apabila ditinjau
philoss dan sho shopi a, maka artinya adalah “teman kebijaksanaan” (sebagai kata dari asal kata philo benda). Filsafat mengajak kita untuk berpikir kemudian memahami suatu persoalan. Adapun ciri-ciri berpikir secara filsafat adalah sebagai berikut. 1. Radikal, sampai ke akar-akarnya, sampai ke taraf hakikat, esensi, atau substansi yang dipikikan. 2. Universal (secara umum),tentang hakikat yang berkaitan dengan pengalaman umum umat manusia. 3. Konseptual, melampaui batas pengalaman hidupsehari-hari. 4. Koheren, konsisten, dan runtut atau secara lo gis tanpa kontradiksi. 5. Secara sistemati, tertata menuju maksud dan tujuan tertentu. 6. Bebas, terlepas dari berbagai prasangka (social, kultural, historis, dan religious) 7. Komprehensif,menyeluruh, serta mencakup semua aspek objek filsafat 8. Bertanggung jawab, etis dan sesuai hati nurani. Ciri-ciri tersebut merupakan inti filsafat, yang menggerakkan proses berpikir secara filsafat.
2
Selanjutnya untuk melengkapi definisi filsafat yang telah dikemukakan diatas berikut akan dipaparkan pendapat para filosofi dan para ahli mengenai filsafa. Di antara para filosof dan para ahli yang memberikan definisi filsafat itu adalah sebagai berikut: 1. Pythagoras (572-497 SM). Dalam tradisi filsafat zaman Yunani Kuno, Pythagoras adalah orang yang pertama-tama memperkenalkan istilah philosophia, yang kemudian dikenal dengan istilah filsafat. Pythagoras memberikan definisi filsafat sebagai the love of wisdom. Menurutnya, manusia yang paling tinggi nilainya adalah manusia pecinta kebijakan (lover of wisdom), sedangkan yang dimaksud dengan wisdom adalah kegiatan melakukan perenungan tentang Tuhan. Pythagoras sendiri menganggap dirinya seorang philosophos (pecinta kebujakkan), baginya kebijakkan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh oleh Tuhan. 2. Socrates (469-399 M) ia adalah seorang filosofi dalam bidang moral yang terkemuka setelah Thales pada zaman Yunani Kuno. Socrates memahami bahwa filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan bahagia (principels of the just and happy life). 3. Plato (427-347 SM). Seorang sahabat dan murid Socrates ini telah mengubah pengertian kearifan (Sophia) yang semula bertalian dengan soal-soal praktif dalam kehidupan menjadi pehaman intelektual. Menurutnya filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Dalam karya tulisnya Republika, Plato menegaskan bahwa para filosof adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian terhadap kebenaran tersebut, hanya filosof yang dapat menemukan dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato, filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Maka filsafat Plato tersebut kemudia diknal dengan sebutan Filsafat Spekulatif. Sebenarnya masih banyak definisi, konsepsi, dan intrepretasi mengenai filsafat dari berbagai ahli yang merumuskan bahwa filsafat berhubungan dengan bentuk kalimat yang logis dari bahasa keilmuan, dengan penilaian, dengan perbincangan kritis, pra anggapan ilmu, atau dengan ukuran baku tindakan. Setiap filosof dari suatu aliran filsafat membuat perumusannya masing-masing agar cocok dengan kesimpulan sendiri.
3
Tumbuh kembang dari ilmu dapat di ibaratkan sebagai sebatang pohon. Akar, batang, cabang, dan ranting menunjukkan cabang atau ranting ilmu dalam sebuah pohon silsilah. Dengan demikian, posisi suatu ilmu dalam pohon silsilah itu akan menjadi lebih jelas. Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat yang berusaha keras dengan sungguh- sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan diskripsi tersebut diatas maka dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa itu filsafat sebagai alat penilaian? 2. Apa itu filsafat sebagai seni bertanya? 3. Apa saja jenis-jenis pertanyaan filsafat sebagai seni bertanya? 4. Apa hubungannya filsafat dengan seni?
C. TUJUAN
1. Mengetahui yang dimaksud dengan filsafat sebagai alat penilaian. 2. Mengetahui yang dimaksud dengan filsafat sebagai seni bertanya. 3. Mengetahui jenis-jenis pertanyaan filsafat sebagai seni bertanya. 4. Mengetahui hubungan filsafat sebagai seni.
4
BAB II PEMBAHASAN
A. FILSAFAT SEBAGAI ALAT PENILAIAN
Proses mencari kebenaran itu melalui berbagai tahap. Tahap pertama manusia berspekulasi dengan pemikirannya tentang semua hal. Tahap kedua, dari berbagai spekulasi disaring menjadi beberapa buah pikiran yang dapat diandalkan. Tahap ketiga, buah pikiran tadi menjadi titik awal dalam mencari kebenaran (penjelajahan pengetahuan yang didasari kebenaran), kemudian berkembang sebagai ilmu pengetahuan. Namun pertanyaan yang menimbulkan filsafat bukanlah pertanyaan sembarang. Pertanyaan- pertanyaan sederhana seperti “Apa warna langit pada siang hari yang cerah?”, tidak akan menimbulkan filsafat, hal itu cukup dijawab oleh mata kita. Begitu pun pertanyaan seperti “kapan awan akan mulai turun menjadi air hujan?”, pertanyaan tersebut pun tidak akan menimbulkan filsafat, cukup dijawab dengan melakukan riset saja. Pertanyaan yang dapat menimbulkan filsafat adalah pertanyaan mendalam, yang bobotnya berat dan tidak terjawab oleh indera kita. C.J. Duccasse berpendapat bahwa filsafat berupaya mencari pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengatahuan tentang fakta yang sekarang kita kenal sebagai penilaian atau pemberian sifat. Berkaitan dengan hal ini, dapat dimunculkan beberapa pertanyaan antara lain: Pemberian sifat seperti apakah yang kita berikan pada frasa “pertanyaan yang sehat” Bagaimana pula bila dihadapkan pada sesuatu yang dinyatakan ada? Hal ini berkembang menjadi: Pemberian sifat seperti apayang akan kita berikan kepada ilmu keperawatan? Baik atau buruk?Benar atau Salah?Nyata atau tidak? Dan apakah ilmu keperawatan itu nyata adanya?
5
Demikianlah Ducasse memandang filsafat sebagai ikhtiar kita dalam mencari tahu makna dari penilaian dan pemberian sifat. Barangkali pada saat ini kita telah siap menjawab pertanyaan: Apakah yang dimaksud dengan filsafat? Apakah makna dari pertanyaan tersebut serta bagaimana cara kita menjawabnya? Ada 3 (tiga) makna berkaitan dengan pertanyaan tersebut, yaitu makna subjektif, operasional, dan objektif. Makna subjektif berkaitan erat dengan sudut pandang seseorang mengenai filsafat
dan setiap orang berhak untuk membuat batasan atau definisi. Newton dalam bukunya “The Mathematical Principles of Natural Philosophy’’ berpendapat bahwa alam semesta dapat di ibaratkan sebagai sebuah mesin besar yang patuh pada berbagai hokum gerakan. Segenap proses yang berlangsung di dalamnya dipengaruhi oleh massa, posisi, dan gerakan setiap partikel materi didalamnya yang memiliki sifat kuantitatif alias mati. Telah terjadi disperse (penyebaran) fiktif antara Galileo, Newton, Einsteins, dan masa perkembangan modern. Dari abadke-17 sampai abad ke-19 M, menggambarkan hasil persiapan para ilmuan pada masa tersebut untuk membebaskan diri dari pengaruh bayang bayang konsepsi dogmatis yang sekaligus membuat dunia pengetahuan (filsafat dan ilmu) kembali mandiri terbebas dari pengaruh luar. Pada masa itu telah terjadi percepatan perkembangan ilmu dan filsafat.Diduga ada 3 (tiga) hal yang mendorong terjadinya percepatan tersebut. 1. Pengaruh ilmuan Islam di Semenanjung Iberia terhadap para rohaniawan Prancis yang menuntut ilmu di perguruan Islam di Spanyol. Mereka inilah yang membawa kembali ilmunya ke Prancis serta menyebarkannya ke daerah asalnya. 2. Seperti telah disebutkan sebelumnya, Perang salib yang berlangsung lebih dari 9 kali telah menyebabkan kontak anatara dua kebudayaan Islam dan kebudayaan Barat hingga terjadi akulturasi. 3. Terjadinya eksodus para ilmuan dari Istambul ke Italia dan Negara sekitarnya. Mereka inilah yang menjadi pelopor perkembangan masa pasca-renaisans di Eropa. Ciri dari perkembangan tersebut adalah antroposentris, artinya menempatkan manusia menjadi pusat perhatian dari penyelidikan. Resep yang hangat pada masa perkembangan ini
6
adalah tentang epistemology. Bagaimana kita manusia memperoleh pengetahuan, dengan bantuan sarana apa yang paling memadai untuk mencapai pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksud dengan kebenaran itu sendiri. Epistemologi memiliki dua cabang, yaitu filsafat pengetahuan dan filsafat umum. Objek material filsafat pengetahuan adalah gejala pengetahuan, sedangkan objek material filsafat ilmu adalah gejala ilmu menurut penyebab utama. Komponen pendukung epistemology adalah logika, filsafat bahasa, matematika, dan metodologi yang secara keseluruhan akan menjawab berbagai pertanyaan mengenai srana dan tata cara penggunaannya untuk memperoleh pengetahuan. Di samping itu, epistemology juga digunakan untuk mencari arti evidensi serta beberapa syarat untuk kebenaran ilmiah. Dengan tersedianya sarana tertentu, seperti panca indra, akal, serta akal budi dan intuisi, maka berkembanglah beberapa school of thought, seperti emperisme (john locke), rasionalisme (Descartes), kritisme (Immanuel Kant), positivism (Auguste
Comte),
fenomenologi (Husseri), dan konstruktivisme (Feyerabned) sebagai penggerak pembaharuan. Bidang garapan epistemology adalah tiang eksis-ilmu, yaitu ontology, epistemology, dan aksiologi. Apa makna dan manfaat pengembangan ilmu bagi kehidupan umat manusia pada umunya dan dunia ilmu pengetahuan pada khususnya? Inilah pertanyaan yang layak dipertimbangkan dalam strategi pengembangan ilmu. Masa perkembangan kontemporer, mulai abad ke-20 sampai kini, ditandai oleh berkembangnya berbagai ilmu, terutama yang termasuk ke dalam ilmu modern. Kelompok ini berkembang lebih cepat, penerapan metode empirisnya makin cermat, dan penggunaan alat keilmuannya yang lebih canggih. Hal yang menarik adalah munculnya ilu gabungan antar disiplin ilmu seperi ilmu perilaku, yang merupakan gabungan antara psikologi seperti sosiologi, dan antropologi. Ada kecenderungan yang semakin kuat untuk memisahkan modern (berciri empiris, eksperimental, dan induktif) dari filsafat (berciri spekulatif). Nampak juga adanya indikasi kearah spesialisasi ilmu yang menjadi kian sempit dan tajam dari sesuatu perkataan sebagaimana atau sesuai seleranya. Hal tersebut bearti bahwa ia di kemudian hari akan
7
menggunakan definisi perkataan tersebut secara runtut dalam makna seperti yang telah disampaikan. Kata “perawat” mempunyai konotasi yang sangat luas namun penulis ingin mempersempit hal tersebut.Perawat didefinisikan sebagai orang yang peduli pada orang sakit. Penulis merasa berhak berbuat demikian, asalkan berpegang teguh pada definisi yang penulis buat, yang demikian itu kita sadari akan menimbulkan berbagai kesulitan, namun hal ini berkaitan erat dengan masalah selera pribadi. Namun penulis tidak boleh menutup mata bahwa ada banyak definisi lainnya mengenai perawat disamping definisi yang penulis buat mengenai perawat dan tidak boleh menolak definisi mengenai perawat buatan orang lain. Makna operasional dari pertanyaan “Apakah filsafat itu?” boleh dipandang dengan
arti “Apakah sebenarnya yang dikerjakan para ahli filsafat itu ketika sedang menjalankan pekerjaan sebagai filosofi?” Definisi filsafat itu berbeda sesuai dengan aliran yang kita ikuti, namun ada beberapa masalah yang menarik perhatian beberapa orang tertentu dan berpendapat bahwa kelompok masalah tersebut belum tercakup oleh suatu ilmu pengetahuan khusus. Kelompok masalah tersebut sedemikian keadaannya sehingga membangkitkan keraguan terhadap apa yang lazimnya dipandang sebagai pengetahuan. Beberapa keraguan tersebut memerlukan jawaban, dan yang dapat memberikan jawaban adalah penyelidikan khusus. Penyelidikan khusus ini kita beri nama “filsafat”. Dengan demikian, langkah pertama dalam membuat definisi tentang filsafat adalah menunjukan masalah serta keragu-raguan mengenai jawaban atas masalah tersebut. Filsafat timbul dari upaya yang luar biasa gigihnya dalam mencapai pengetahuan nyata. Demikian kata Russel dalam bukunya “Filsafat”. Makna objektif dari pertanyaan “Apakah filsafat itu?”adalah bahwa filsafat, dimana
pun tempat pelaksanaannya dan siapa pun yang mengusahakannya, mempunyai definisi yang selalu sama. Pertanyaan tersebut mengandung pra-anggapan bahwa kata filsafat mempunyai makna yang tetap dan bahwa makna yang dikandungnya dapat ditemukan. Para pendidik modern mengelompokkan mata pelajaran dalam dua kelompok, yaitu mata pelajaran mengenai alat (tool studies) dan mata pelajaran mengenai bahan (content studies).Mata pelajaran dalam filsafat mengenai alat adalah logika. 8
B. FILSAFAT SEBAGAI SENI BERTANYA
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan). Jadi secara etimology, filsafat berarti cinta
kebijaksanaan atau kebenaran. Flato menyebut Socrates sebagai
philosophos (filosof) dalam pengertian kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang bearti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumannya. Filsafat adalah analisis kritis terhadap konsep-konsep dasar yang dengannya orang berpikir tentang dunia dan kehidupan manusia. Seni adalah hasil ungkapan emosi yang ingin disampaikan kepada orang lain dalam kesadaran hidup bermasyarakat/ berkelompok, sedangkan pertanyaan adalah suatu proses berpikir dan proses berpikir itu adalah suatu proses bertanya dan menjawab, dan orang-orang yang sukses adalah mereka yang selalu bertanya pada dirinya sendiri. Van Peursen dalam ceramahnya pada Penataran Filsafat yang diselengganakan pada 28 Mei 1974 menyatakan bahwa filsafat sebagai seni untuk bertanya. Dikatakan bahwa ada perbedaan yang dilakukan ilmu dengan yang dilakukan filsafat. Ilmu-ilmu mencoba merumuskan
jawaban
atas
pentanyaan-pertanyaan,
Kegiatan
ilmiah
semacam
ini
memerlukan keahlian, Pada pihak lain filsafat tidak bermaksud membentuk keahlian, melainkan memperluas
pandangan manusia, Dengan
demikian filsafàt tidak hendak
merumuskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, melainkan merumuskan pertanyaan pada
jawaban-jawaban.
Dirumuskan
secara
singkat:
ilmu
sebagai
jawaban
atas
pertanyaan dan filsafat sebagai pertanyaan pada jawaban. Ilmu-ilmu menyelidiki sedapat mungkin berbagai segi kenyataan yang dihadapi manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan
yang pasti. Ilmu
membenikan kepastian dengan membatasi pandangannya. Misalnya ilmu alam dapat menjadi eksak baru sesudah lapangannya dibatasi ke dalam bahan yang material saja. Contoh lain
misalnya psikologi
hanya dapat
9
meramal tingkah laku
manusia jika
membatasi pandangannya ke dalam segi umum dari kelakuan manusia yang konkrit. Kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Banyak jawaban dapat diberikan oleh ilmu-ilmu atas pertanyaan manusia. Ilmu memberikan jawaban misalnya pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi. Atau menjawab pertanyaan apakah seseorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat. Seringkali ilmu membuat alat pengukuran, khususnya computer yang dapat merumuskan jawaban. rumit.
Ada
Ada
komputer
juga
untuk
komputer
melakukan
yang
memberi
penghitungan-penghitungan
yang sangat
nasehat tentang memilih pasangan agar
memperoleh kehidupan yang berbahagia. Ilmu-ilmu berguna untuk memperbaiki keadaan manusia, organisasi masyarakat dan pertumbuhan kesadaran manusia. Tetapi untuk perkembangan manusia secara menyeluruh yang diperlukan bukan jawaban ilmiah saja, melainkan juga pertanyaan kefilsafatan. Filsafat bersifat pertanyaan pada jawaban. Filsafat adalah pertama-tama pertanyaan tentang ilmu
yang jumlahnya
banyak,
yaitu yang
sangat memberikan spesialisasi.
Sebaliknya filsafat bertanya apakah ilmu kimia sungguh-sungguh boleh meneliti cat warna dalam suatu karya seni hanya sebagai rumusan kimia. Filsafat juga bertanya apakah jatuh cinta boleh hanya diterangkan sebagai proses kelenjar saja di dalam ilmu kedokteran; atau sebagai kelakuan lahir saja dalam bidang psikologi. Dengan singkat: filsafat bertanya apakah keterbatasannya ilmu spesialisasi menjauhkan kita dari kenyataan jika kita lupa bahwa pandangan setiap ilmu adalah pandangan khusus dan sempit. Jika diusahakan pertanyaan begini, maka filsafat membuka dimensi yang lebih luas dari pada keterbatasan kenyataan ilmiah. Pertanyaan pertama-tama mendekatkan kembali manusia kepada kenyataan yang Iengkap. Tugas lain untuk pertanyaan keflisafatan adalah ilmu-ilmu yang tidak terpisah. Ilmu alam memandang sinar-sinar yang dipancarkan oleh matahari sebagai getaran gelombang elektro magnetik. Ditinjau secara biologis matahari terdiri atas tenaga cahaya yang dapat digunakan oleh sel-sel hijau untuk fotosintesis, yaitu untuk menyusun bahan organis. Antroplogi budaya memandang matahari sebagai lambang (simbol) atau arti yang menguasai beberapa agama primitif, Sedangkan filsafat mengajukan pertanyaan apakah ada
beberapa matahari.
Jawabnya: hanya ada
satu
matahari.
Demikianlah
pertanyaan filsafat menunjukkan bahwa pengetahuan ilmiah itu tidak terpisah, artinya 10
bahwa filsafat memberikan keterpaduan (integrasi). Yang diinginkan adalah universitas bukan multiversitas. Berkat pertanyaan
kefilsafatan,
yaitu berkat
manusia
yang bertanya demikian,
manusia memperoleh pandangan yang paling luas. Manusia melihat kenyataan sebagai tamasya alam dan ilmu-ilmu sebagai peta bumi yang berbeda-beda. Tamasya alam yang sama dapat digambarkan oleh beberapa peta, seperti peta bumi sosial, peta geologi, peta pariwisata. Akan tetapi lapangan nyata yang digambarkan selalu melebihi daripada jumlah peta bumi yang mana pun juga. Agar kita dapat menilai keterbatasan ilmu-ilmu bersama-sama dengan kegiatannya, maka seharusnya kita melakukan integrasi ilmu ke dalam kenyataan. Integrasi itu seperti integrasi peta-pata ke dalam alam yang nyata. Ada cerita tentang seseorang yang bepergian keliling dunia. Sementara berada di dalam kendaraan ia mempelajari peta bumi negeri yang akan dikunjungi. Misalnya ketika ia melalui Indonesia dipelajarinya peta bumi Sri Langka, ketika di Sri Langka dipelajarinya peta India, ketika di India dipelajarinya peta Pakistan. Tetapi ia lupa dan tidak pemah keluar dari kendaraannya untuk menikmati tamasya alam. Ketika pulang ke Indonesia setelah mengunjungi banyak negara, sebenarnya tidak ada sesuatu pun yang dilihat orang itu. Dengan demikian sangat jelas bahwa pelajaran segala ilmu dapat berguna asal kita memandang ilmu-ilmu sebagai peta-peta bumi, dan asal kita tidak lupa melihat lewat jendela. Filsafat mengajukan pertanyaan apakah kita sudah melihat dunia yang nyata. Ilmu adalah bagian dari kehidupan manusia dan keadaan masyarakat. Filsafat pembangunan
merumuskan masyarakat.
pertanyaan Jawaban
pada seperti
jawaban-jawaban itu
adalah
yang
misalnya
menentukan
teknologi
yang
diandaikan memberikan kekayaan. Atau organisasi dan perencanaan dan segala kerja manusia agar memberikan hasil yang lebih banyak. Atau bahwa sesudah dipastikan tujuan-tujuan industrialisasi kita semua dapat mencapai status yang penting. Jawaban jawaban yang demikian itu diragukan oleh filsafat. Filsafat mengajukan pertanyaan apakah cara pembangunan yang dimaksudkan sudah benar. Pada umumnya cita-cita tentang pembangunan itu merupakan jawaban yang pasti. Tetapi filsafat meneliti nilai baik buruknya jawaban itu. 11
Pertanyaan kefilsafatan
dimaksudkan
untuk
memperoleh
sikap
kritis
dan
etis
(moral). Dengan demikian seharusnya dirumuskan pertanyaan-pertanyaan yang berikut: Apakah pembangunan bersifat lahir saja, artinya dihitung jumlah bangunan industri, jumlah mobil atau bahwa pembangunan pertama-tama bersifat batin, artinya pertumbuhan kehidupan rohani. Lalu apakah status sosial lebih penting daripada keadilan sosial. Dan apakah manusia harus dipimpin oleh situasinya, bahkan situasi yang mungkin mewah, atau apakah manusia sendiri yang harus mempengaruhi situasinya. Yang penting adalah bahwa kita tidak lagi memandang membangunan kebudayaan dan masyarakat sebagai nasib yang dialami oleh manusia. Manusia tidak pasif dalam pembangunan kebudayaan, melainkan semestinya
aktif.
Masyarakat
melainkan kata-kata kerja, karena sendirilah yang
bertanggung jawab.
dan
kebudayaan
kebudayaan
bukan
kata-kata
benda,
berarti kebijaksanaan manusia. Kita
Demikianlah
pertanyaan
pertama
yang
timbul
berbunyi: kriteria manakah yang mesti dipenuhi oleh tujuan-tujuan pembangunan. Pertanyaan kefilsafatan merangsang sikap kritis dan etis supaya dilaksanakan suatu kebijaksanaan yang adil dan jujur. Akhimya filsafat bertanya: apakah dunia filsafat tertutup? Suatu dunia ilmiah yang hanya terdiri atas fakta-fakta itu bersifat tertutup. Atau dunia sosial yang seluruhnya dijelaskan oleh hukum-hukum dan statistik sosiologi itu berarti tertutup, Atau dunia manusia yang tidak bebas karena kemiskinan, penyakit, kelebihanpenduduk dan tekanan politik itu dunia tertutup. Pertanyaan kefilsafatan berfungsi sebagai pembuka pintu-pintu yang tertutup. Juga tentang agama seringkali pintu-pintu tradisi seharusnya dibuka, Jika demikian maka komunikasi dengan Tuhan menjadi nyata dan mentakjubkan sekali. Rasa hubungan antar manusia dengan manusia seperti antara manusia dengan Tuhan hanya dialami bila kedua hal itu saling bertemu. Tetapi pertemuan dengan seseorang itu tidaklah mungkin jika ia tidak mempunyai daya tarik, yaitu jika ia terlampau dikenal, jika ia tidak menakjubkan lagi. Hal yang demikian ini akan tenjadi jika sesama manusia atau jika Tuhan ditangkap dalam jaringan jawaban kita. Padahal pertanyaan ini termasuk persoalan yang asasi dari seluruh kehidupan manusia dan masyarakat. Di dalam ceramah Van Peursen pada Penataran Filsafat yang diselengganakan pada 28 Mei 1974 diusahakan untuk menerangkan mengapa filsafat mengajukan pertanyaan pada jawaban-jawaban. 12
Kita mengatakan bahwa ilmu-ilmu dari universitas memajukan ilmu pengetahuan. Akan tetapi apakah dasarnya pengetahuan itu? Pertanyaan ini termasuk bagian filsafat yang disebut filsafat pengetahuan (epistemology). Kita menggunakan istilah “manusia”, misalnya dalam ilmu kedokteran, psikologi, biologi. Tetapi apakah sebenarnya manusia itu? Pertanyaan ini termasuk bagian filsafat yang bernama antropologi kefilsafatan. Kita mengetahui bahwa dunia terdiri atas banyak benda, fakta-fakta dan kejadian-kejadian. Ada yang kodrati dan ada yang adi-kodrati. Tetapi apakah yang dimaksudkan jika mengatakan bahwa hal-hal itu ada. Pertanyaan ini termasuk bagian filsafat yang bernama metafisika dan ontologi. Akhirnya kebudayaan kita mencari etik untuk manusia pada umumnya. Dikaitkan dengan pembangunan. Tetapi apakah kelakuan etis dan pembangunan yang baik itu, Pertanyaan ini termasuk bagian filsafat yang bernama etika kefilsafatan dan filsafat pembangunan. Pertanyaan yang benar itu tidak diajukan dengan mata yang tertutup. Pertanyaan yang sesuai itu tidak diciptakan oleh keraguan. Melainkan pertanyaan yang bertanggungjawab
menanyakan apakah
jawaban yang sudah dikenal sungguh-
sungguh merupakan jawaban. Pertanyaan ini mempunyai arah dan pandangan. Maka dari itu
tugas pertama
filsafat tidaklah
untuk
menghapalkan jawaban, melainkan
mencoba untuk mengajukan pertanyaan atas jawaban tersebut.
13
C. JENIS-JENIS PERTANYAAN
Adapun jenis-jenis pertanyaan adalah sebagai berikut: 1. Pertanyaan Besar Pertanyaan besar adalah pertanyaan yang memberikan imbalan lebih besar ketika jawabannya ditemukan. Hal ini disebabkan karena pertanyaan tersebut memakan lebih banyak waktu, uang, dan usaha untuk menjawabnya. Misalnya, pertanyaan “Bagaimana pemerintah dapat mengendalikan trend penyakit tidak menular di Negara Indonesia?” tentu lebih besar dibandingkan pertanyaan “Bagaimana saya harus mengendalikan marmot saya?” Maksudnya disini adalah jawaban untuk pertanyaan mengenai cara mengatasi kejadian penyakit akan lebih rumit dibandingkan memelihara hewan peliharaan, oleh karena itu usaha dan waktu yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan pertama lebih besar dari pada pertanyaan kedua. Jadi tampaknya belum ada kesepakatan mengenai cara menjawab pertanyaan besar dunia saat ini. Artinya, pertanyaan besar kerap menjadi sumber perdebatan antara kelompok yang berbeda. 2. Pertanyaan Kecil Pertanyaan kecil tentunya adalah kebalikan dari pengertian pertanyaan besar dimana pengertian pertanyaan kecil tentunya adalah pertanyaan kecil yang mudah ditelaah atau dijawab tidak menguras tenaga maupun pikiran apalagi uang. Misalnya pertanyaan tersebut terjadi pada dua orang yang sedang menunggu buss dihalte si A bertanya kepada si B “Jam berapa ya?” si B menjawab “Jam 12.000 pak”. Hal tersebut merupakan contoh kecil untuk pertanyaan kecil. 3. Pertanyaan Teknis Pertanyaan teknis adalah pertanyaan yang membutuhkan pencarian informasi untuk mendapatkan jwaban yang memuaskan. Pertanyaan seperti ini biasanya mencakup lingkup yang sangat luas sehingga memerlukan para ahli, pengumpul fakta, dan pengelola kuesioner untuk menjawabnya. Jadi kesimpulannya pertanyaan teknis adalah pertanyaan yang memerlukan pencarian informasi yang sistematis untuk menjawabnya, sedangkan informasi adalah fakta yang dapat di ubah menjadi data yang mudah, dan ahli adalah orang yang mahir dalam menjawab pertanyaan teknis. Salah satu contoh pertanyaan teknis dalam ruang lingkup kesehatan masyarakat adalah pada saat mahasiswa ataupun tenaga pendidik akan melakukan pengumpulan informasi melalui kuesioner atau daftar pertanyaan yang 14
sudah disusun secara sistematis dimana informasi yang didapatkan dari pengumpulan data akan diolah lagi sebagai informasi baru untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan mereka. 4. Pertanyaan sehari-hari Pertanyaan sehari-hari adalah pertanyaan yang bias dijawab tanpa pencarian informasi yang intensif. Tipe-tipe pertanyaan , seperti menanyakan waktu, mendidik hewan peliharaan, melakukan kewajiban keluarga, dan pertanyaan lain yang sejenis, yang termasuk dalam kategori ini. Pertanyaan sehari-hari cenderung membuat pikiran kusut. Oleh sebab itu, sebagian besar pertanyaan dalam diri kita bias dikatakan adalah pertanyaan sehari-hari. 5. Pertanyaan yang saling berlawanan Kita semua sebelumnya harus sudah membuat perbedaan yang jelas dan penting. Hal ini sangat penting jika kita ingin mempelajari sifat dan tujuan filsafat. Ini adalah perbedaan yang jelas antara “teknis” dan “sehari-hari”. Cara lain untuk memahami perbedaan ini adalah melihatnya dengan menggunakan istilah sains vs akal sehat atau control vs kebebasan atau ilmiah vs kebudayaan masyarakat. Siapapun itu yang ingin memahami filsafat harus paham bahwa kedua jenis pertanyaan ini dalam pengetian tertentu saling bertentengan. Pertanyaan dan pemahaman yang muncul dari kehidupan sehari-hari terutama kaitannya dengan kebudayaan masyarakat sangat berbeda dengan pertanyaan yang muncul dari dunia sains atau ilmiah. Contohnya, masyarakat yang seringkali memiliki pantangan makanan karena di anggap dapat merugikan ternyata secara ilmiah mampu dibuktikan bahwa anggapan mereka salah. 6. Pertanyaan Filosofis Pertanyaan filosofis adalah pertanyaan yang berada diluar jangkauan teknokrat. Pertanyaan ini tidak mementingkan cara mendapat informasi, tetapi sesuatu yang lain yaitu sesuatu yang bias kita sebut “kebijaksanaan”. Para filsuf adalah pencinta kebijaksanaan. Sebenarnya semua orang adalah filsuf, pertanyaan filosofis merupakan variasi khusus dari pertanyaan sehari-hari. Pertanyaan filosofis berdiri sendiri diantara pertanyaan lain dan bertujuan untuk menerangkan masalah yang bias kita hadapi. Dengan demikian, kita bias melihat dunia dan diri kita apa adanya, tanpa dipengaruhi oleh kepedihan dan prasangka dalam kehidupan. Seseorang tidak perlu menjadi seorang ahli untuk menjadi filsuf. Ada 15
beberapa filsuf yang menganggap dari mereka ahli di bidangnya. Namun, berfilsafat tidak memerlukan pengalaman atau pelatihan khusus sebelumnya, yang dibutuhkan adalah kerangka pikiran yang terbuka dan rasa ingin tahu yang tinggi. Filsafat bertujuan untuk memberikan jawaban yang bijak dan masuk akal. Namun, jawaban yang diperoleh tidak harus dapat memberikan informasi bagi mereka yang mempelajarinya. Jawaban tersebut lebih dimaksudkan untuk membimbing kita menuju tahap yang lebih tinggi atau lebih baik dalam pengenalan diri dan dunia sehingga kita menjadi lebih bijaksana. 7. Pertanyaan konyol Pertanyaan tidak harus diklarifikasi hanya berdasarkan ukurannya atau jumlah informasi yang dikandungnya, seperti yang dilakukan oleh para teknokrat. Pertanyaan dapat diklarifikasi berdasarkan tingkat kekonyolannya. Kita pernah menanyakan atau ditanyakan pertanyaan yang sangat bodoh, sehingga, sebagai konsekuensinya biasanya kita akan merasa malu. Sebagian orang yang dikenal sebagai kelompok fillistin, beranggapan bahwa pertanyaan filosofis termasuk Janis pertanyaan tersebut.
D. HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN SENI
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Menurut Prof. DR. N. Driyarkara S.Y, Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, artinya yang dengan mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat-pendapat yang diterima saja, mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis. Jika filsafat misalnya bicara tentang masyarakat, hokum, sosiologi, kesusilaan dan sebagainya, pada suatu pandangan tidak diarahkan ke sebab-sebab yang terdekat melainkan pada ‘mengapa’ yang terakhir sepanjang memungkinkan yang ada pada budi manusia berdasarkan kekuatannya itu. Menurut George R. Terry (1964), seni adalah kekuatan pribadi seseorang yang kreatif, ditambah dengan keahlian yang bersangkutan dalam menampilkan tugas pekerjaannya. Jadi seni merupakan kemampuan dan kemahiran seseorang untuk mewujudkan cipta, rasa dan karsa yang memiliki oleh yang bersangkutan dalam tugas dan fungsinya sebagai seniman. 16
Maka dari itu filsafat keindahan dapat disebut estetika, pada mulanya estetika atau filsafat keindahan bersifat spekulatif dan merupakan bagian dari filsafat umum seorang filsuf. Ini sering disebut sebagai estetika lama. Dengan sendirinya ada yang disebut estetika modern (baru). Estetika baru ini muncul dalam abjad ke-19 di eropa dengan sejumlah tokohnya seperti Hippolyte Taine dan Gustav Fechner yang mulai beralih pada metode ilmiah (empiris) dalam menjawab persoalan seni. Oleh Fechner (ahli estetika eksperimental). Seperti kita ketahui, dalam studi filosofi, persoalan muncul dari pertanyaan. Dengan sendirinya pertanyaan filosofi dari dulu sampai sekarang tetap sama, dan tampaknya juga amat sederhana, seperti: Apakah seni itu? Pertanyaan tetap sama, seperti jawabannya dapat berbeda-beda dan tampaknya telah dijawab dengan baik oeh para filsuf dan pemikir seni ternyata di kemudian hari dibongkar kembali untuk dilengkapi atau bahkan dirombak sama sekali. Rupanya bebagai jawaban spekulatif semacam inilah yang mendorong para pemikir seni abad ke-19 untuk menuntaskannya dengan berbagai pembuktian ilmiah. Kajian seni dengan demikian berpindah dari bidang filsafat ke bidang ilmu. Apapun metodenya, filsafat atau ilmu, tujuan estetika tetap sama, yakni pengetahuan dan pemahaman tentang seni. Kalau orang mau bekerja, tentu ia harus memahami apa yang akan dikerjakannya. Untuk apa dan dengan cara bagaimana. Begitu pula dengan penilaian hasil kerja tadi (evaluasi). Diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang serupa. Dan inilah kegunaan estetika. Berbicara tentang filsafat seni, simbol-simbol perlu mendapat perhatian untuk mempertahankan segi “misteri” pengalaman manusia. Manusia bukanlah semat amanusia ilmu pengetahuan, tetapi manusia yang sadar lingkungan dan tidak terkungkung oleh rumusan ilmiah yang berpretensi begitu pasti dan meyakinkan (Susantina, 1996: 4). Filsafat seni dengan pergaulan diantara para filsuf seni, berbicara mengenai ide, makna, pengalaman, intuisi, semua menunjukkan sifat simbolik dari seni. Filsafat seni, yang merupakan bagian dari estetika modern, tidak hanya mempersoalkan karya seni atau benda seni (hasil atau produk), tetapi juga aktivitas manusia atas produk tersebut, baik keterlibatannya dalam proses produksi maupun caranya mengevaluasi dan menggunakan produk tersebut. Lazimnya pemikiran tentang produk atau benda seni disebut sebagai estetika morfologi (estetika bentuk), dan pemikiran tentang si pembuat benda seni dan yang memanfaatkan benda seni dinamai estestika psikologi. Khusunya pengguna karya 17
seni masih ditelaah dalam bidang aksiologi estetika, yakni efek seni pada manusia. Dengan demikan, sebenarnya hanya ada tiga pokok persoalan filsafat seni, yakni seniman sebagai penghasil seni, karya seni atau benda seni itu sendiri, dan kaum penerima seni. Namun, dari setiap instani tadi akirnya berkembang pokok-pokok baru, yakni dri benda seni muncul pokok soal nilai seni dan pengalaman seni, sedangkan dari masalah seniman dan penerima seni akan muncul pokok konteks budaya seni. Seni bukan hanya masalah penciptaan karya seni, tetapi juga soal komunikasi dengan orang lain. Suatu ciptaan disebut seni bukan oleh senimannya, tetapi oleh masyarakat seni dan msyarakat umunya. Seni juga pengakuan umum. Seniman disebut seniman oleh masyarakatnya karena status yang diperjuangkannya. Seni itu public. Maka, soal komunikasi nilai-nilai seni manjadi persoalan seni juga, dan didalamnya dipersoalkan empati, jarak estetik, apresiasi, institusi penentu nilai seni dalam masyarakat. Dan yang namanya ‘publik seni’ itu tidak selalu seluruh masyarakat, tetapi hanya sebagian saja. Maka, dipersoalkan pula karakteristik masyarakat yang dapat menerima suatu produk seni. Persoalan korteks dalam seni adalah persoalan anutan nilai-nilai daar kelompok dalam suatu masyarakat. Aspek persoalan yang biasanya diperdebatkan dalam upaya memahami apakah hakikat seni itu. Persoalan seni ternyata melibatkan berbagai pokok tinjauan yang satu sama lain amat bertalian. Persoalan benda seni akan melibatkan pembicaraan tentang nilai-nilai dan pengalaman seni yang diperoleh, sedangkan persoalan nilai-nilai akan berkaitan dengan public seni dan konteks social-budaya. Sehingga keterkaitan filsafat dan seni adalah mendalami
bagimana
seorang
itu
dengan
keahliannya
mampu
menyelenggarakan,
menciptakan, dan merasakan secara indah, bagaimana orang tersebut menyampaikan hasil karyanya, sehingga tercapai penyelenggaraan seni berdaya guna dan berhasil guna.
18
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Seluruh ilmu hakikatnya berasal dari filsafat. Sikap dasar selalu bertanya menjadi ciri filsafat, menurun pada berbagai cabang ilmu yang semula berinduk padanya. Karenanya, dalam semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu. Pada saat ilmu mengalami masalah yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada filsafat dan memulainya dengan sikap dasar untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara totalitas menyeluruh, menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mencari jalur ke akar, hingga ke dasar. C.J. Duccasse berpendapat bahwa filsafat berupaya mencari pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengatahuan tentang fakta yang sekarang kita kenal sebagai penilaian atau pemberian sifat. Ada 3 (tiga) makna berkaitan dengan pertanyaan menurut C.J. Duccasse, yaitu makna subjektif, operasional, dan o bjektif. Menurut Van
Peursen
dalam
ceramahnya
pada
Penataran
Filsafat
yang
diselengganakan pada 28 Mei 1974 menyatakan bahwa filsafat sebagai seni untuk bertanya. Dikatakan bahwa ada perbedaan yang dilakukan ilmu dengan yang dilakukan filsafat tidak merumuskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, melainkan merumuskan pertanyaan pada jawaban-jawaban. Dirumuskan secara singkat: ilmu sebagai jawaban atas pertanyaan dan filsafat sebagai pertanyaan pada jawaban.
B. SARAN
Diharapkan dengan dibuatnya makalah filsafat ini mahasiswa mengerti filsafat ilmu sebagai alat penilaian, filsafat sebagai seni bertanya, jenis-jenis pertanyaan filsafat, dan hubungan filsafat dengan seni.
19
DAFTAR PUSTAKA
Husaini. 2017. Filsafat dan Logika. Banjarmasin : Pustaka Banua. Nasution, Ahmad Taufik. 2016. Filsafat Ilmu dalam Hakikat Mencari Pengetahuan. Yogyakarta : Deepublish. Susantina, Sukatmi. Filsafat Seni : Antara Pertanyaan Dan Tantangan dalam Harmonia : Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni. Staf pengajar Jurusan Musik/FSP/ISI Yogyakarta, Vol. 1 No. 2/September – Desember 2000. Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu. Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta : Bumi Aksara. Soemowinoto, Sarwoko. 2008. Filsafat Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. .
20