Bab 1
Fenomenologi Historis Agama : Jangkauan dan Metodenya
Pokok bahasan dari setiap penyelidikan ilmiah terhadap agama adalah fakta
agama dan pengungkapannya. Bahan-bahan diambil dari pengamatan terhadap
kehidupan dan kebiasaan keagamaan manusia dalam tindakan seperti doa,
upacara (seperti kurban dan sakramen), konsep-konsep religius sebagaimana
termuat dalam mitos dan simbol berkenaan dengan yang suci. Berbagai
disiplin ilmu memiliki penyelidikan masing-masing.
1. Jangkauan dari Berbagai Ilmu Agama
Sosiologi agama dirumuskan sebagai studi tentang "inter-relasi dari agama
dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antarmereka".
Seorang sosiolog agama bertugas menyelidiki tentang bagaimana tata cara
masyarakat, kebudayaan dan pribadi-pribadi mempengaruhi agama sebagaimana
agama tersebut mempengaruhi mereka.
E. Evans-Pritchard, merumuskan antropologi sebagai salah satu cabang dari
penyelidikan sosiologi yang mengkhususkan diri terhadap masyarakat
primitif. Sosiologi-sosial agama berkaitan dengan soal-soal upacara,
kepercayaan tindakan dan kebiasaan yang tetap dalam masyarakat sebelum
mengenal tulisan.
Psikologi agama adalah studi mengenai aspek psikologis dari agama artinya
penyelidikan mengenai peran religius dari budi. Bahan disiplin utama
biasanya adalah pengalaman religius dari kelompok, individu, maupun
sosial. Anggapan dasar psikologi agama adalah bahwa motif-motif
psikologis dan tanggapan-tanggapan bersifat umum bagi semua bentuk agama
yang dikenal. Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa psikologi agama
adalah sikap-sikap religius atau pengalaman religius dan berbagai
fenomena dalam individu yang muncul dari atau menyertai sikap dan
pengalaman tersebut.
Teologi agama adalah dialog dengan agama-agama nonkristen. Karl Jaspers
menyebut sebagai "komunikasi tanpa batas". Fenomenologi historis adalah
suatu ilmu empiris mengenai manusia, yang menggunakan metode historis dan
filosofis, melainkan empiris. Dia membandingkan fenomena religius dari
berbagai agama dengan tujuan yang positif.
Fenomenologi historis agama bersifat empiris dan tidak normatif, dalam
arti bahwa dengan memperbandingkan berbagai macam agama, dia tidak
mencoba memperlihatkan seolah satu agama lebih baik dari yang lain.
Kekacauan dalam hal batas jangkauan dan metode dari ilmu-ilmu ini hanya
akan membawa pada reduksionisme, yakni teori yang merendahkan agama
menjadi semacam epifenomen dari struktur sosial, psikologis atau
kultural.
2. Fenomenologi Historis agama
Fenomenologi historis agama adalah penyelidikan sistematis dari sejarah
agama yang bertugas mengelompokkan menurut cara tertentu sejumlah data
sehingga suatu pandangan yang menyeluruh dapat diperoleh. Tujuannya
adalah untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih dalam dan saksama,
sebab lewat pertimbangan bersama dalam satuan kelompok, data itu akan
memperjelas satu sama lain.
3. Tipologi, Struktur, Morfologi
Tipologi adalah ilmu mengenai tipe. Suatu tipe adalah pola sifat suatu
individu, kelompok, atau budaya yang membedakannya dengan yang lain,
berguna untuk tujuan analisis. Suatu tipe ideal adalah gagasan mentalyang
terbentuk dari susunan unsur karakteristik sejumlah fenomena yang
digunakan dalam analisis
Struktur adalah keterkaitan satu sama lain yang tak teralami secara
langsung, bahkan tak terpikirkan secara logis maupun secara kausal tetapi
dapat dipahami, juga merupakan kenyataan yang disusun menurut maknanya.
Morfologi adalah studi tentang bentuk, pola, strukutur atau susunan suatu
keseluruhan yang utuh, bukan hanya penjumlahan dari bagian-bagian yang
dikumpulkan, sebab keseluruhan dan organisasi adalah ciri khas proses
sejak awal.
4. Tujuan Fenomenologi Historis Agama
Fenomenologi agam berusaha mengkoordinasikan data religius unutk
menentukan hubungan dan mengelompokkan fakta menurut hubungan tersebut.
Ilmu agama hanya bersifat deskriptif. Fenomenologi bergantung pada
sejarah dan kesimpulan-kesimpulannya senantiasa berubah terkena
pembaharuan dalam pandang kemajuan riset sejarah.
5. Metode Fenomenologi Historis Agama
Dapat dikatakan suatu metode adalah kombinasi sistematik dari proses-
proses kognitif, dengan menggunakan teknik-teknik khusus. Klasifikasi,
konseptualisasi, abstraksi, penilaian, observasi, eksperimen,
generalisasi, induksi, deduksi, argument dari analogi, dan akhirnya
pemahaman itu sendiri adalah proses-proses kognitif.
6. Metode Historis
Pendekatan historis dapat dicapai melalui usaha memahami ungkapan-
ungkapan dengan cara menghubungkannya dengan konteks sejarah dan memahami
seluruh konteks dengan cara berpindah dari satu ungkapan ke ungkapan
lain.
7. Metode komparatif
Pada umumnya, metode komparatif adalah studi tentang tipe-tipe yang
berbeda dari kelompok-kelompok fenomena, ntuk menentukan secara analitis
faktor-faktor yang membawa kesamaan- kesamaan dan perbedaan- perbedaan
dalam pola khas tingkah laku.
8. Metode Fenomenologi
Menggunakan perbandingan sebagai sarana interpretasi yang utama untuk
memahami arti dari ekspresi-ekspresi religius. Asumsi dasar pendekatan
ini adalah : bentuk luar dari ungkapan manusia mempunyai pola atau
konfigurasi kehidupan dalam yang teratur, yang dapat dilukiskan
kerangkanya dengan menggunakan metode fenomenologi.
BAGIAN PERTAMA
BENTUK-BENTUK PRIMITIF DARI AGAMA
Bab 2
Agama dan Magi
Magi (sihir) adalah suatu fenomen yang sangat dikenal dan umumnya dipahami,
namun tampaknya sangat sulit dirumuskan dengan tepat. Secara garis besar
dapat dikatakan bahwa magi adalah kepercayaan dan praktik menurut mana
manusia yakin bahwa secara langsung mereka dapat mempengaruhi kekuatan alam
dan antar mereka sendiri, entah untuk tujuan baik atau buruk.
Magi primitive terbagi dalam dua jenis : tiruan dan sentuhan. Magi tiruan
didasarkan pada prinsip kesamaan dalam bentuk atau dalam proses; keserupaan
menghasilkan keserupaan. Misalnya, kalau orang menusukkan jaru m pada suatu
boneka , orang yang dia serupakan dengan boneka itu akan terkena
pengaruhnya. Ahli magi membuat hujan turun dengan menirukan bunyi guntur.
Magi sentuhan didasarkan pada hokum sentuhan fisik atau penularan dan
pengaruh magis mempunyai dasarnya pada kontak fisik. Ahli magi dapat
mencelakakan orang lain, kalau ia dapat memperoleh sehelai rambut, sepotong
kuku, secarik kain atau benda lainnya yang pernah bersentuhan dengan orang
tersebut.
1. Teori Frazer mengenai Magi
Menurut frazer, magi sama sekali tidak berkaitan dengan agama yang
didefinisikannya sebagai suatu orientasi ke arah roh, dewa-dewa atau hal-
hal lain yang melampaui susunan alam atau kosmos fisik ini. Ahli magi
"tidak memohon pada kuasa yang lebih tinggi ; ia tidak merendahkan diri
di hadapan dewata yang hebat. Namun kekuatannya betapa pun besarnya,
sebagaimana dipercayainya tidak semena-mena sifatnya atau tidak terbatas.
Frazer berpendapat bahwa ahli magi mempunyai kaitan lebih erat dengan
ilmuwan daripada agamawan.
2. Teori Magi dari Malinowski
Mlinowski menerima pembedaan frazer antara agama dan magi tetapi dengan
kualifikasi yang menarik. Ia menunjukkan bahwa magi bersifat individual,
sedangkan agama lebih bersifat sosial. Agama diungkapkan dalam mitos-
mitos dan upacara-upacara yang mempunyai makna sosial dimana seluruh suku
ambil bagian, sedangkan magi biasanya merupakan keadaan dimana seseorang
mempergunakan penyihir untuk memenuhi maksud pribadi tertentu. Malinowski
berpendapat bahwa magi menggunakan tekniknya sebagai cara untuk mencapai
tujuan eksternal, sedang agama biasanya memperkembangkan suatuupacara
sosial yang bertujuan pada dirinya sendiri. Ia melukiskan magi sebagai
suatu seni praktis yang terdiri dari tindakan-tindakan yang bias berdiri
sendiri merupakan pemenuhan dari tujuan mereka sendiri juga.
3. Magi Pra-Animisme
Preuss menganggap semua ungkapan yang bersifat religius di kalangan orang-
orang primitive sebagai emanasi dari kepercayaan asli mengenai magi. Ciri
yang penting adalah orientasi orang primitive pada tujuan. Bagi Preuss
agama adalah devosi suatu kepada yang ilahi, diungkapkan dalam doa,
syukur, dan ketaatan yang bersahaja ; suatu sikap yang hanya ada secara
samar dalam kebudayaan-kebudayaan primitive dan tak berdaya oleh upacara-
upacara yang merupakan penyebab-penyebab kompulsif.
4. Hubungan antara Magi dan Agama
Agama bersifat individualistis, sedang beberapa upacara magis mempunyai
sifat komunal dan bentuk sosial dalam pelaksanaannya. Carl Gustav Diehl
telah meringkaskan factor-faktor yang memebedakan magi dari agama dengan
jelas :
a. Sikap manusia : agama memperlihatkan suatu pikiran yang tunduk, magi
memperlihatkan sikap yang memaksakan dan mementingkan diri, suatu
pertentangan antara ketaatan dan control, seorang pribadi religius
memperlakukan yang adikodrati sebagai subjek sedangkan ahli magi
memperlakukannya sebagai objek; magi memaksa yang ilahi sedangkan
agama adalah ketaatan
b. Hubungan dengan masyarakat : agama adalah soal kemasyarakatan gereja,
sedangkan magi adalah persoalan individual.
c. Sarana : magi adalah suatu teknik yang dirancang untuk mencapai
tujuannya dengan cara menggunakan obat-obatan.
d. Tujuan : kedekatan atau kesatuan dengan yang ilahi adalah agama; magi
memperhitungkan tujuan-tujuan dalam hidup
e. Factor tambahan : pertentangan antara zat personal yang mempunyai hati
dengan kekuatan-kekuatan yang dapat diperhitungkan.
5. Magi dan Klasifikasinya
Magi adalah upacara dan rumusan verbal yang memproyeksikan hasrat manusia
ke dunia luar atas dasar teori pengontrolan manusia, untuk sesuatu
tujuan.
Raymond Firth telah memberikan suatu penjelasan terperinci dari tipe-tipe
sebagai berikut :
a. Magi produktif :
- Magi untuk berburu
- Magi untuk menyuburkan tanah, menanam, dan menuai panenan
- Magi untuk pembuatan hujan
- Magi untuk penangkapan ikan
- Magi untuk pelayaran
- Magi untuk perdagangan
- Magi untuk percintaan
b. Magi protektif
- Tabu-tabu untuk menjaga milik
- Magi untuk membantu mengumpulkan hutang
- Magi untuk menanggulangi kemalangan
- Magi untuk pemeliharaan orang sakit
- Magi untuk keselamatan perjalanan
- Untuk dijadikan lawan terhadap magi destruktif
c. Magi destruktif
- Magi untuk mendatangkan badai
- Magi untuk merusak milik
- Magi untuk mendatangkan penyakit
- Magi untuk mendatangkan kematian
6. Mengapa magi?
Mengapa kepercayaan-kepercayaan dan praktik-praktik magi itu ada dalam
pengalaman hidup manusia kalau mereka berpegang pada prinsip yang
berlawanan dengan prinsip yang kita ketahui kebenarannya? Mengapa orang-
orang primitive itu tidak melihat kesalahan dalam magi mereka? Edward
Taylor mengajukan 4 alasan :
- Sebagian dari efek yang dimaksudkan oleh mag imemang terjadi, meskipun
demi alasan-alasan lain atau mungkin karena ada kesungguhan konkret
dalam pelaksanaan atau dalam obat-obat yang digunakannya
- Dalam kasus-kasus tertentu, tipu muslihat mungkin digunakan oleh ahli
magi untuk mengelabui orang-orang meskipun pada umumnya ahli magi
sungguh-sungguh percaya, sama seperti orang-orang lain.
- Kasus-kasus positif lebih berarti daripada yang negative bahkan dalam
pengalamn pribadi, kita sering mengabaikan hal-hal yang bertentangan
dengan teori yang kita percaya
- Ada kepercayaan tentang adanya magi balasan.
7. Ramalan
Ramalan adalah usaha untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal di masa
mendatang atau hal-hal yang luput dari pengamatan biasa, dengan meminta
nasihat kepada informan yang bukan manusia. Teknik-teknik actual oleh
para pelaku ramalan :
- Cara-cara ramalan mekanis yang menggunakan manipulasi dari objek-objek
material belaka dan operasinya harus kita sebut kebetulan
- Ada ramalan lewat nujum yang bias diartikan sebagai menjalani, dengan
kondisi-kondisi yang disiapkan secara istimewa, tingkah laku atau
aspek tertentu dari binatang-binatang.
- Ada ramalan dengan menunjuk pada daya-daya spiritual atau kekuatan
dengan sifat setengan manusia.
Jadi kita dapat membedakan tiga macam ramalan yaitu mekanis ritual
dan normatif.
8. Sihir
9. Tenung
Merupakan praktik dari orang yang mencoba menyakiti orang-orang lain
lewat magi.
10. Catatan akhir
Para ahli mengajukan lima kriteria untuk membedakan kepercayaan dengan
penenung dan penyihir:
- Penenung menggunakan magi untuk melakukan perbuatan-perbuatan
jahatnya; tetapi penyihir menjadi efektif hanya kalau kepribadiannya
mempunyai tipe tertentu
- Penenung sadar akan tindakan-tindakan dan doa-doa permohonan dibuat
dengan sengaja sebaliknya penyihir barangkali tidak sadar akan
kehidupan jahat yang mereka jalani
- Penenung mungkin terdesak oleh amarah, iri hati, atau kejahatan yang
sesaat lewat, penyihir ketagihan oleh tindakan-tindakan antisosialnya
yang berakar pada keturunan atau keterbiasaan awal
- Tindakan penenung, dengan menggunakan substansi material dan magi
verbal yang khas, tidaklah sedemikian mengejutkan bagi orang biasa
sebagaimana mekanisasi supernatural dari para penyihir.
Bab 3
Bentuk-bentuk primitif dari agama
1. Animisme
Taylor memperkenalkan istilah animisme untuk menyebut semua bentuk
kepercayaan dalam makhluk-makhluk berhuwa. Animisme bersifat universal
terdapat dalam semua agama. Animisme dapat kita definisikan sebagai
kepercayaan pada makhluk-makhluk adikodrati yang dipersonalisasikan.
Diantaranya yang termasuk berbagai macam roh :
- Roh yang berhubungan dengan manusia, yakni jiwa-jiwa manusia sebagai
daya vital, roh leluhur, roh jahat dari orang-orang yang meninggal
dalam kondisi tak wajar.
- Roh yang berhubungan dengan objek-objek alamiah bukan manusiawi
- Roh yang berhubungan dengan kekuatan alam
- Roh yang berhubungan dengan kelompok sosial, dewa-dewa, setan-setan
dan para malaikat
2. Pra-animisme atau animatisme
R.R Marett berpendapat bahwa animatisme mendahuluianimisme sebab
bentuknya lebih sederhana dibandingkan animisme. Ia melawan anggapan
Tylor bahwa konsep-konsep animistis bukanlah unsur paling sederhana dalam
agama-agama primitive. R.H. Codrington berpandangan bahwa mana bersifat
impersonal, namun ia melihat bahwa mana senantiasa dikaitkan dengan
pribadi-pribadi tertentu yang mengarahkannya semua roh mempunyainya, jin-
jin pada umumnya, dan orang-orang tertentu.
3. Totemisme
Totemisme berasal dari kata Ojibwa merupakan fenomena yang menunjuk
kepada hubungan organisasional khusus antara suatu suku bangsa atau klan
dan atau spesies tertentu dalam wilayah binatang atau tetumbuhan.
4. Urmonoteisme
Penyatuan berbagai macam kepercayaan
5. Pemujaan Terhadap Leluhur
BAGIAN KEDUA
OBJEK DARI AGAMA
Bab 4
Yang kudus dan yang profan
Dalam pengertian lebih luas, yang kudus adalah sesuatu yang terlindung dari
pelanggaran, pengacauan atau pencemaran. Yang kudus adalah sesuatu yang
dihormati, dimuliakan, dan tidak dapat dinodai. Yang profan adalah sesuatu
yang biasa, umum, tidak dikuduskan, bersifat sementara, pendek kata yang
ada di luar yang religius.
1. Yang kudus pada bangsa primitive
Perempuan-perempuan Tikopia harus menganyam tikar-tikar suci yang menjadi
persembahan dan menghiasi kuil-kuil. Menganyam tikar adalah kegiatan
biasa, yang kita sebut kegiatan profane, tidak memerlukan perhatian
istimewa, dan biasanya dilaksanakan tanpa disertai larangan khusus. Namun
kegiatan ini bukanlah suatu kebetulan sebab merupakan bagian dari sebuah
upacara ritual.
Robert H. Lowie menyatakan bahwa agama primitive dicirikan oleh suatu
rasaluar biasa, misterius, atau adikodrati, dan jawaban religius adalah
rasa kagum dan terpesona dan sumbernya ada dalam yang adikodrati, luar
biasa, mengerikan, kudus, ilahi, suci. Paul Radin berbicara tentang suatu
perasaan religius, sesuatu yang lebih dari kepekaan noral terhadap
kepercayaan dan kebiasaan tertentu.
2. Konsep yang kudus dalam hindu
Bagi orang hindu, yang kudus, sebagai berbeda dari yang profan, ada dalam
veda (pengetahuan suci), brahman (formula suci, realitas suci), dharma
(hukum suci, kewajiban suci), dan moksha (pembebasan sebagai sarana dan
tujuan pembebasan).
Veda adalah pengetahuan suci, kebijaksanaan suci yang terutama terkandung
dalam kumpulan teks yang merupakan wahyu. Kumpulan pertama disebut sruti,
yang merupakan autoritas pertama dalam hal-hal religius, mengandung
kebenaran ilahi yang sudah didengar atau dikomunikasikan sejak zaman
dahulu, baik secara lisan maupun tulisan. Kumpulan kedua beranama Smrti.
Sruti adalah pengetahuan suci yang selalau didengar oleh guru-guru suci
yang bijak. Seluruh teks sruti dengan jelas memuat suatu konteks
religius. Rig Veda berisi ayat-ayat dalam upacara pengerubanan, Sama Veda
berisi kumpulan lagu atau melodi selama upacara ritual, Yajur veda berisi
kumpulan formula pengurbanan, dan atharva veda ialah kumpulan formula
magis-religius.
3. Konsep tentang yang kudus pada Buddha
Cita-cita religius Buddha adalah pembebasan dari perbudakan dan kelahiran
kembali, dari kematian dan derita, pendeknya untuk memperoleh kedamaian
dan kesadaran yang lebih tinggi dalam Nirvana. "sebagaimana samudera raya
hanya mempunyai satu rasa, rasa garam, demikian pula Dhamma dan
pengetahuan hanya mempunyai satu rasa, rasa kebebasan.
4. Konsep tentang yang Kudus pada agama Cina
Dewa tertinggi T'ien adalah Tuhan personal yang ada di puncak pimpinan
dari struktur hierarkis dunia supernatural dan suci. Kualitas suci ini
adalah Te. Raja-raja dahulu menerima dan memegang perintah T'ien lewat
Te, dengan ini mereka dianggap layak untuk mengambil tempat yang tinggi
bersama Tuhan. Te adalah kekuatan ilahi dan rajawi yang digunakan untuk
kebaikan rakyat dan Negara. Tao adalah jalan yang harus dilewati
seseorang untuk mencapai tujuan yang diatur oleh surga.
5. Konsep tentang Yang Kudus dari Israel
Kata pokok dalam perjanjian baru untuk sifat yang kudus secara khusus
atau yang ilahi dari Yahweh adalah kesucian. Dalam kitab suci kita juga
diberitahu tentang kedekatan yang menakutkan dan imanensi kesucian Yahweh
Yang Transenden. Yahweh sangat memperhatikan Israel dan kesucian-Nya
adalah sumber kekuatan keberanian dan kepercayaan Israel. Pengalaman akan
Imanensi-nya menyebabkan kekaguman.
6. Konsep tentang Yang Kudus pada Islam
Tuhan agama islam (Allah) dalam pengalaman religius seorang Muslim
dilukiskan sebagai Yang Paling Berkuasa dari antara ilah. Gambaran Allah
sebagai penguasa tertinggi, maha kuasa dan maha tau, dengan jelas
dilukiskan demikian:
Katakanlah : "wahai Tuhan, Yang Berkuasa atas segala kekuasaan, engkau
melimpahkan kekuaaan atas siapa yang Engkau kehendaki dan mengambilnya
dari siapa saja yang Engkau kehendaki. Engkau mengangkat siapapun yang
Engkau kehendaki dan merendahkan siapa pun yang Engkau kehendaki. Dalam
tangan-Mu lah terletak segala yang baik, Engkau memiliki kekuatan atas
segala sesuatu. Engkau menyebabkan malam berganti siang dan siang menjadi
malam; Engkau melahirkan yang hidup dari yang mati dan yang mati dari
yang hidup. Engkau memberi dengan kelimpahan kepada siapa yang Engkau
kehendaki."
7. Struktur dari Yang Kudus
Dalam struktur pengalaman primitive terhadap yang kudus terdapat berbagai
unsur yang menunjukkan arti dari yang kudus : tak bisa disentuh, menuntut
kewaspadaan dan kehati-hatian berlebihan, lebih dari yang diperlukan
sebagaimana dalam pengalaman akan yang profan, keterpisahan dari yang
biasa atau profan tuntutan akan rasa takut dan hormat, hening dan
menggetarkan jiwa, pengunaan kata-kata suci, semua ini dalam persperktif
dari yang Kudus, Luar Biasa, Adikodrati.
8. Yang Numinus
Rudolf otto dengan tepat menganggap bahwa yang kudus merupakan unsur khas
yang mencirikan pengalaman religius dalam semua gagasan dan perasaanya
yang bervariasi. Kekhususan perasaan religius berupa pengalaman
"numinus". Perasaan numinus yang nonrasional adalah unsur pokok dalam
pengalaman religius. Objek numinus dalam pengalaman religius adalah
mysterium tremendum et fascinans.
9. Tempat-tempat suci
Tempat-tempat suci biasanya ditemukan dalam semua agama-agama di
dunia.beberapa tempat dipersembahkan bagi TUhan dan oleh karena itu
dipisahkan dari kegiatan-kegiatan biasa atau profan. Tempat-tempat itu
adalah tempat-tempat suci, tempat-tempat yang diberkati di mana manusia
religius bertingkah laku secara berbeda daripada kalau ia berada di
tempat-tempat profan.
10. Waktu suci
Manusia religius sadar akan adanya pembedaan antara sela-sela dari waktu
suci, waktu perayaan, dan jangka waktu biasa dimana berlangsung peristiwa-
peristiwa tanpa arti religius yang khusus; dengan kata lain antara waktu
suci dan waktu profan.
11. Kosmos suci
Pandangan-pandangan kosmologis manusia religius tidaklah sembarangan atau
dangkal. Mereka memperlihatkan orientasi kehidupan, pengandaian-
pengandaian dan cara-cara untuk menafsirkan eksistensi, suatu pandangan
dunia yang membentuk pengertian manusia tentang dirinya dan tempatnya
dalam kosmos.
Bab 5
Konsep Ketuhanan
Kepercayaan pada "yang adikodrati", dengan siapa manusia berhubungan dalam
pengalaman religiusnya, merupakan gambaran khas semua agma dan dianggap
sebagai yang umum dan merata. Dimana satu Tuhan dipercayai dan disembah
sebagai Yang Mahatinggi lainnya. Kita menyebutnya monoteisme. Kepercayaan
pada pluralitas dewa disebut politeisme. Henoteisme adalah kepercayaan pada
dewa-dewa individual yang dipuja secara bergantian sebagai Dewa Mahatinggi,
dewa yang pada suatu saat disembah diperlakukan sebagai Tuhan yang
tertinggi.
1. Pertumbuhan Monoteisme Secara Historis
Secara historis dikatakan bahwa monoteisme eksplisit, yaitu kepercayaan
semata-mata pada satu Tuhan, yang dengan terang-terangan emgnecualikan
dewa-dewa lain, merupakan pengakuan paling akhir, karena dalam konteks
politeisme, kepercyaan pada satu Tuhan selalu dinyatakan.
2. Konsep Tuhan dalam Masyarakat Pratulisan
Pada umumnya diakui bahwa sebagian besar orang Afrika percaya pada Yang
Mahatinggi. Tetapi bagaimana kepercayaan ini dilaksanakan secara aktif,
terutama dlam ibadat dan hidup harian orang-orang Afrika, adalah soal
lain.
3. Dualisme Dalam konsep Ketuhanan
Kita harus ingat bahwa dalam sejarah agama kita menjumpai banyak dikotomi
dan polarisasi antara satu agma dengan yang lain. Kita menjumpai mitos
yang menerangkan dunia dan keadaan manusia lewat suatu system perlawanan
dan ketegangan tanpa mengakibatkan dualisme etis.
4. Politeisme
Fenomena keprcayaan kepada berbagai dewa personal, yang masing-masing
memegang kekuasaan atas bidang kehidupan yang berlainan dapat diterangkan
dari berbagai sudut pandang. Pertama, bagi kesadaran religius seluruh
jalan hidup eksistensi manusia berada dalam hubungan dengan Tuhan.
Kehidupan sehari-hari mempunyai arti religius dan segala sesuatu
dipandang sebagai bagian dari keagungan Tuhan.
5. Panteisme
Kekuatan yang bagaikan udara merasuki segala sesuatu adalah Satu.
Kesadaran yang tajam mengenai hal ini cenderung menidentikkan Tuhan
dengan segala sesuatu, karena kehadirannya yang langsung dan aktif di
dunia ini mengenakan bentuk nyata. Disamping itu, dalam sistem-sistem
pewahyuan besar, objek pewahyuan bisa meluas meliputi segala realitas.
Tidak setiap objek dapat menjadi objek pewahyuan, tetapi dapat menjadi
demikian kalau yang ilahi tinggal padanya. Jadi panteisme rupanya
merupakan hasil konsep pewahyuan yang seperti itu, sebagaimana terjadi
dalam beberapa ibadah misteri. Tambahan pula banyak kaum religius
menganggap bahwa ada "kesadaran kosmik" atau ketiksadaran kolektif idatas
jiwa individu; yakni prinsip nonrasional yang menjiwai alam semesta
seperti anima, prana, pneuma.
6. Monoisme
Manakal kekuatan suci dan ilahi menjadi daya universal, kekuatan tersebut
biasanya tampak dalam dunia psikologis sebagai jiwa universal dan
adipribadi ataupun dalam ruang lingkup kosmologis, sebagai kekuatan yang
hidup yang beroperasi di dalam alam semesta seperti tao, rta, aha, ma'at,
dike, mana.
BAGIAN KETIGA
AGAMA DAN PENGUNGKAPANNYA
Bab 6
Makna Religius dari mitos
Kata mitos berasal dari bahasa Yunani muthos, yang secara harafiah
diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang; dalam
pengertian yang lebih luas bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita,
ataupun alur suatu drama. Kata mythology dalam bahasa inggris menunjuk
pengertian, baik sebagai studi atas mitos atau isi mitos.
1. Mitos dan Cerita Profan
Tidaklah selalu gampang untuk membedakan secara jelas aneka cerita dalam
masyarakat yang berskala kecil. Rirth menyelidiki bahwa di Tikopia cerita
sacral tidak mudah dipisahkan dari cerita profan. Di dalam mitos sebagai
cerita suci, kata-kata atau watak dalam suatu dongenng, ataupun cara
berceritanya itu sendiri dianggap memilki kekuatan atau daya atau
keutamaannya sendiri yang penuh arti.
2. Fungsi mitos
Mitos, dalam kaitannya dengan agama, menjadi penting bukan semata-mata
karena memuat kejadian-kejadian ajaib atau peristiwa-peristiwa mengenai
makhluk adikodrati, melainkan karena mitos tersebut memiliki fungsi
eksistensial bagi manusia. B. Malinowski menekankan hal ini : "dalam
peristilahan antropologi, ini berarti bahwa mitos atau cerita-cerita suci
harus dirumuskan menurut fungsinya". Mitos merupakan kisah yang
diceritakan untuk menetapkan kepercayaan tertentu, berperan sebagai
peristiwa pemula dalam suatu upacara atau ritus.
3. Realitas Mitos
Realitas mitos diterangkan secara berbeda oelh banyak pengarang,
tergantung dari segi khusus yang digunakan dalam studi mereka mengenai
mitos. Antropolog sosial seperti Malinowski berpendapat bahwa mitos
sebagaimana ada dalam suatu masarakat primitive, bukanlah semata-mata
cerita yang dikisahkan, tetapi juga merupakan kenyataan yang dihayati.
Mitos merupakan daya aktif di dalam kehidupan masyarakat primitive.
4. Batasan mitos
Mitos mengisahkan sejarah suci, serentetan peristiwa yang terjadi pada
awal mula, pada masa primodial, waktu dari segala permulaan. Mitos
menceritakan perbuatan dan tindakan para makhluk adikodrati pada awal
mula, yang menyebabkan dunia atau suatu bagian dari dunia menjadi ada
sebagaimana sekarang ini.
5. Beberapa macam mitos
Pertama, mitos penciptaan dalam arti sempit, yakni mitos yang
menceritakan penciptaan alam semesta yang sebelumnya sama sekali tidak
ada. Mitos jenis ini melukiskan penciptaan dunia lewat pemikiran, sabda,
atau usaha dari seorang dewa pencipta.
Kedua mitos kosmogonik, yaitu mitos yang mengisahkan penciptaan semesta
hanya saja penciptaan tersebut menggunakan sarana yang sudah ada atau
dengan perantara. Ada 3 jenis mitos kosmogonik yang utama :
a. Mitos-mitos yang menyoroti penyelaman kosmogonik
b. Mitos-mitos yang melukiskan pencipta lewat cara pemilahan zat-zat
primodial yang mulanya tak terbedakan. Ada 3 macam variasi:
Mitos mengenai orang tua dunia
Suatu negeri primodial digambarkan sebgai suatu gumpalah yang tak
berbentuk atau keadaan yang kacau
Kesatuan awal dikandung dalam bentuk telur yang terapung-apung di
air purbakala
c. Mitos-mitos yang mengisahkan peristiwa kosmogonik sebagai akibat
penyembelihan manusia pertama atau raksasa laut Ophidia
6. Susunan mitos-mitos Religius dan simbol-simbol
Simbol-simbol religius menampakkan maknanya yang terdalam, karena suatu
mitos merupakan serangkaian simbol yang disatukan di seputar suatu tema
dan disusuan dalam bentuk naratif.
suatu mitos religius bukan sekedar kontemplasi intelektualm bukan pada
suatu hasil penalaran, melainkan lebih merupakan orientasi mental dan
spiritual yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan Yang Ilahi.
Bab 7
Agama Sebagai Tindakan Simbolis : Ritual
Ritual merupakan agama dalam tindakan. Iman keagamaan berusaha menjelaskan
makna dari ritual serta memberikan tafsiran dan mengarahkan vitalitas dari
pelaksanaan ritual tersebut. Penghadiran kembali pengalaman keagamaan dalam
bentuk kultis adalah pokok bagi kehidupan kelompok keagamaan yang
bersangkutan.
1. Ritual suku-suku Primitif
Diantara suku-suku primitive, praktik-praktik kultis berupa bentuk-bentuk
dari sesajian sederhana buah-buahan pertama yang ditaruh di hutan atau di
ladang, sampai pada upacara-upacara yang rumit di tempat-tempat suci
maupun umum.
2. Ritual Cina
Ritual-ritual Cina kuno berperan penting tidak hanya dalam hal keagamaan,
tapi juga dalam kehidupan sosial dan politik orang-orang Cina. Selama
pemerintahan Dinasti Chou, secara teliti dan sampai hal-hal yang sekecil-
kecilnya, ritual diupayakan untu kmenjamin pelaksaaan upacara-upacara
secara tepat dalam rangka pemujaan dewa-dewa dan roh-roh leluhur.
3. Ritual Jepang
Di jepang ritual Shinto dalam rangka menghormati dewa matahari dilakukan
dengna kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan bidang pertanian.
4. Ritual Hindu
Ada dua macam ritual Hindu yang lazim di kalangan orang Hindu masa kini,
yakni yang disebut sebagai ritual keagamaan Vedis dan Agamis. Ritual-
ritual vedis pada pokoknya meliputi kurban-kurban pada para dewa. Suatu
upacara kurban berupa melakukan persembahan.
5. Ritual Israel
Di Israel ada suatu kultus yang amat rumit disamping persembahan-
persembahan harian. Dalam kitab-kitab Musa, persembahan seperti binatang
dan sayuran diberi tempat penting. Perayaan yang paling istimewa adalah
perayaan tahun baru.
6. Makna ritual
Susanne Langer memeprlihatkan bahwa ritual merupakan ungkapan yang lebih
bersifat logis daripada hanya bersifat psikologis. Ritual memperlihatkan
tatanan atas simbol-simbol yang diobjekkan. Simbol-simbol ini
mengungkapkan prilaku dan perasaan, serta membentuk disposisi pribadi
dari para pemuja mengikuti modelnya masing-masing.
7. Tujuan ritual
Van Gennep menjelaskan bahwa semua kebudayaan memiliki suatu kelompok
ritual yang memperingati masa peralihan individu dari suatu status sosial
ke status sosial lain. Ritual penerimaan, ritual inisiasi, termasuk
ritual di masa pubertas, pertunangan dan perkawinan, masa mengandung dan
saat kelahiran bayi, serta pemakaman merupakan kesempatan-kesempatan
utama dari ritual.
8. Mengapa Ritual
Diantara bangsa-bangsa primitive, para pelaku itu sendiri memberikan
jawaban dengan istilah-istilah mistis. Maka, mitos bagi suku Tikopia
memberikan pembenaran untuk upacara masakan yang panas dengan alasan
bahwa Tuhan telah mengatur hal ini.
9. Mitos dan Ritual
Boleh jadi ada banyak ritual pada masa silam tanpa mitos-mitos. Akan
tetapi, pada tingkah laku manusia dapat diamati bahwa dua fenomena,
ritual dan mitos berjalan seiring.
Bab 8
Ritus Inisiasi
Ritus ialah upacara suci. Iniasi biasanya mengacu pada ritual yang
merayakan dan meresmikan penerimaan individu ke dalam kedewasaan atau
kematangan religious, atau kedalam kelompok persaudaraan, atau ke dalam
panggilan atau tugas religious khusus. Dalam hidup religious seseorang,
ritus-ritus inisiasi menandai permulaan kematangan kedewasaannya dalam soal-
soal religious.
Van Gennep menunjukkan dua tipe ritus. Tipe pertama menandai penerimaan
seorang individu dari suatu status sosial yang satu ke yang lainnya dalam
perjalanan hidupnya. Tipe kedua menandai saat-saat penting yang dikenal
dalam kelangsungan waktu seperti tahun baru, bulan baru, titik balik
matahari.
Mircea Eliade membedakan ritus penerimaan kedalam tiga kategori: Upacara-
upacara kolektif yang menyebabkan transisi dari masa kanak-kanak atau masa
remaja ke masa dewasa; upacara-upacara yang menandai masuknya seseorang ke
dalam suatu persaudaraan atau Jemaah; dan ritus-ritus yang dilakukan pada
saat seseorang menerima suatu 'panggilan mistik'.
Kita akan menganalisis ritus-ritus inisiasi sebagaimana dilakukan dalam
tradisi-tradisi religious yang berbeda, bukan dengan membatasi diri pada
agama-agama primitive saja, melainkan menyertakan juga tradisi-tradisi
religious yang lebih tinggi.
1. Inisiasi dalam masyarakat primitive
Di Afrika, upacara inisiasi misalnya sunat, pakaian si anak dilepas dan
pelaksanaannya dilakukan dengan cara yang kasar dan tidak sehat oleh
seseorang. Kebiasaan ini ditemukan di Afrika Selatan samppai Afrika
Barat. Di Australia, orang-orang yang menjalani inisiasi harus menjalani
siksaan-siksaan fisik. Mereka percaya bahwa siksaan-siksaan ini
ditentukan oleh makhluk-makhluk supernatural dan sangat beragam. Petunjuk
yang merak terima berkenaan dengan hubungan mereka dengan makhluk-makhluk
supernatural dan dunia fisik yang mereka ciptakan. Di Amerika Utara,
kepercayaan bahwa seorang individu dapat memperoleh kekuatan spiritual
berkat suatu penglihatan dari sesuatu yang bersifat adikodrati dan bahwa
usaha memperoleh penglihatan itu sendiri pada hakikatnya merupakan suatu
ritus inisiasi.
2. Insiasi Hindu
Dalam Hinduisme, sakramen yang paling penting untuk anak laki-laki
disebut Upayana, "pengenalan pada pengetahuan", sebab dengan ini anak
tersebut memperoleh hak untuk memperlajari kitab-kitab suci Hindu.Upacara
ini diselenggrakan pada usia delapan atau sepuluh tahun bagi kasta
Brahmana, usia sebelas tahun bagi kasta Ksatria, usia dua belas tahun
bagi kasta Vaisya. Dengan inisiasi ini, ia dinaikan ke status ilahi yang
lebih tinggi . imilsh ritus regenerasi yang memberikan eksitensi baru
kepadanya dan membuatnya pantas diangkat ke status makhluk luhur ilahi.
3. Inisiasi Buddha
Dalam Buddha Tantrayana kata untuk ritus inisiasi adalah Abhiseka yang
berarti "perecikan". Orang yang menjalaninya direciki air suci. Air
pengetahuan suci juga dianggap mengubah orang diinisiasikan menjadi
seseorang penguasa dunia rohani, yaitu seorang Buddha. Aliran Tantrayana
menekankan pelaksanaan sikap-sikap ritual dan tarian-tarian, penghafalan
ucapan-ucapan, dan identifikasi dengan dewa-dewa dengan memakai semacam
meditasi khusus.
4. Inisiasi di Cina
Di Cina "upacara pengenaan topi" merupakan ritual konfusius, dimana
seorang anak muda diangkat ke status dewasa secara penuh dalam
masyarakat. Ada banyak persekutuan dan kelompok-kelompok rahasia di Cina
yang mempunyai ritus inisiasinya sendiri dengan arti religious maupun
politisnya. Upacara inisiasi tersebut didahului dengan ujian dan petunjuk
yang saksama. Ritus inisiasi itu sendiri dilaksanakan ditempat rahasia.
5. Inisiasi di Jepang
Upacara inisiasi disini menghantarkan orang yang menjalani inisiasi pada
status makhluk baru yang disebut misteri "penerimaan entitas hidup
moral". Entitas ini tidak lain adalah ke-Buddha-an yang fundamental dan
penyadarannya lewat misteri tersebut dimengerti sebagai transformasi
hidup yang juga jasmaniah.
6. Inisiasi Orang Israel
Dalam agama Israel setiap anak dari ibu Yahudi dipandang dilahirkan dalam
Perjanjian Israel, meskipun hanya anak laki-laki yang disunat pada hari
kedelapan setelah kelahirannya. Penyunatan bukan sebagai inisiasi tetapi
sebagai "tanda perjanjian". Kebiasaan ini sedemikian berarti sampai orang-
orang Yahudi yang tidak menjalankan agamanya pun mengikuti kebiasaan ini,
bukan dengan cara lain. Sunat merupakan tanda khas bahwa mereka termasuk
orang-orang Yahudi.
7. Inisiasi dalam Islam
Meskipun tidak pernah disebut dalam Al-Qur'an, bahwa penyunatan
dipraktikkan dalam masa pra-Islam terhadap anak laki-laki maupun
perempuan. Sesudah Al-Qur'an, penyunatan dipraktikkan secara luas oleh
orang-orang menurut tradisi Islam. Waktu pelaksanaannya bervariasi dari
usia tujuh tahun hingga tiga belas tahun bagi anak laki-laki. Orang islam
biasanya mengdakan arak-arakkan sebelum upacara penyunatan dan anak laki-
laki yang akan disunat ditutupi sebgaian mukanya. Kebiasaan sunat
tersebut tidak berlaku bagi anak perempuan.
8. Makma Inisiasi
Dalam upacara inisiasi, anak muda dimasukkan kedalam privelese dan
tanggung jawab secara penuh dari komunitasnya, baik secara religious,
sosial maupun administrative.
a. Ritus-ritus kematian dan kelahiran kembali merupakan tema pokok dari
semua ritus inisiasi dan arti religiousnya sangat mendalam.
b. Tema kelahiran kembali menandai masuknya seseorang ke dalam cara
keberadaan yang baru, yang suci.
c. Selama masa persiapan dan masa inisiasi, pengetahuan suci
dikomunikasikan kepada orang baru tersebut.
d. Inisiasi akhirnya sejajar dengan kematangan religious yag memerlukan
penyingkapan rahasia-rahasia seks dan hidup itu sendiri.
Bab 9
Upacara Kurban
Upacara kurban mempunyai tempat utama karena dengannya manusia religious
mengadakan persembahan diri kepada dewa lewat suatu pemberian, dan hubungan
serta komunikasi yang erat antara dia dengan dewa ditetapkan lewat
keikutsertaan dan ambil bagian dalam persembahan yang disucikan.
1. Upacara Kurban diantara penduduk primitive
Di Afrika terdapat berbagai jenis kurban, diantaranya upacara kurban
untuk hujan di antara penduduk Bamangwato, lalu penduduk Mende di Sierra
Leone kurban adalah sebuah ibadah kepada leluhur dimana hubungan antara
yang hidup dan yang mati diungkapkan, dan masih banyak lagi. Di Amerika
Utara pengurbanan darah, bahkan darah binatang pun sangan jarang, kecuali
persembahan perawan oleh suku Pawnee (Nebraska) dan seekor anjing putih
oleh suku iroqouis.diseluruh Australia, pengunaan darah manusia yang
disumbangkan oleh pemuja Totem merupakan contoh menonjol dari upacara
perbanyakan jumlah binatang.
2. Upacara Kurban dalam Hinduisme
Upacara kurban berupa persembahan hadiah dengan maksud untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan dari Tuhan, seperti kemakmuran, kesehatan, panjang
umur, ternak, keturunan laki-laki dan lainnya. Upacara kurban bukan hanya
suatu persembahan, tetapi juga suatu penyucian, suatu perpindahan dari
yang profane kepada yang kudus, yang mengubah bentuk kurban yang
dipersembahakan maupun orang yang mempersembahkan, yang membayar
pengurbanan itu dan juga objek-objek tertentu. Melalui kurban itulah
komunikasi antara yang kudus dengan yang profane dibangung. Sebagian
besar upacara kurban Veda adalah permohonan, bukan penyembahan syukur.
Upacara-upacara kurban dibedakan menjadi upacara kurban domestic dan
umum. Tetapi "Kurban Kuda" (ashvamedha) adalah yang paling meriah dan
mengesankan dari upacara yang lainnya. Upacara ini merupakan pesta
kerajaan dan terkenal, untuk memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan bagi
kerajaan dan rakyatnya.
3. Upacara Kurban di Cina
Di Cina pada zaman dahulu perayaan-perayaan kurban untuk menghormati
leluhur klan biasa diselenggarakan dalam agama Chou. Tiap keluarga atau
klan melakukan upacara kurban sendiri-sendiri kepada leluhur dalam rumah
suci. Upacara kurvan yang paling sederhana terdiri dari dupa yang dibakar
didepan batu-batu maklumat dari leluhur.
4. Upacara Kurban di Israel
Di Israel ada berbagai jenis persembaan yang dibuat untuk Yahwe. Segala
sesuatu yang dimakan dan diminum oleh manusia untuk pemenuhan dirinya
sendiri bisa dijadikan bahan untuk pengurbaan, baik persembahan berdarah
maupun tidak berdarah. Dalam upacara kurban binatang, darah binatang
harus sampai memercik ke lantai dan kemudian ditutup dengan tanah,
karrena darah yang tidak tertutup berteriak ke surga.
5. Arti Upacara Kurban
Upacara kurban dapat digambarkan sebagai persembahan ritual berupa
makanan atau minuman atau binatang sebagai konsumsi bagi suatu makhluk
supernatural. Upacara kurban merupakan ilustrasi yang bagus untuk suatu
bentuk komunikasi non verbal karena mencakup pertukaran barang dan jasa
pada taraf religious. Upacara kurban secara ritual adalah benar-benar
suatu bentuk pertukaran antara manusia dan makhluk adikodrati.
Bab 10
Mediasi dan Orang-orang Istimewa
Dari antara mereka yang mewakili atau dikhususkan oleh yang kudus,
terdapatlah berbagai tokoh dalam sejarah agama. Mereka dapat kita bedakan
sebagai berikut: pendiri, nabi, mistikus, pembaharu, iman, dan shaman.
Orang yang dikhususkan ini adalah orang yang berkat panggilan khusus atau
berkat keistimewaan pribadinya menjadi lebih terlatih daripada anggota
kelompok religious lainnya untuk memenuhi tugas-tugas religious.
Konsep mediator dalam arti seseorang yang bertindak sebagai pengantara dewa
dan manusia serta sebagai 'pihak tengah' atau 'jembatan' diantara manusia
itu sendiri ditemukan dalam berbagai agama dalam cara yang beragam.
1. Dewa-dewa yang menjamin perjanjian-perjanjian manusia
Konsep tentang dewa-dewa yang berfungsi sebagai perantara dalam
perjanjian-perjanjian manusi ditemukan dalam banyak agama. Dalam agama
Indo-Iran, Mithra adalah dewa kesucian dari perjanjian dan penjamin
perjanjian. Dalam Zoroastrianisme, Mithra melindungi fungsi imami atau
setidak-tidaknya fungsi hakim, karena ia tidak hanya menjamin bahwa
perjanjian-perjanjian diantara manusia dijaga kekudusannya tetapi juga
menampilkan inviolabilitas (tak dapat dilanggar) semua perjanjian dalam
dirinya sendiri. Mithra adalah keteraturan dalam pribadi, dewa kebenaran
dan kesetiaan, dewa perjanjian dan keputusan.
2. Dewa-dewa pengantara kosmis
Dalam pemikiran primitive dunia yang benar selalu ada ditengah, dipusat,
karena komunikasi diantara wilayah kosmis yaitu bumi, langit dan dunia
bawah terjadi dipusat. Kadang-kadang sebagai titik pusat, mereka
menggunakan symbol hati sebagai pusat tubuh dan kehidupan. Jadi, berbagai
dewa ditempatkan dalam hati dunia. Dewa matahari mengendalikan ikatan
kosmos dengan kekangan. Kadang-kadang bumi dan surge digambarkan sebagai
bangunan raksasa dengan atap yang sanagt besar, dimana bumi dan surge
tetap terpisah, tetapi atap itu sendiri harus ditopang. Tugas ini
dipenuhi oleh dewa-dewa tengah. Dewi Mesir Nut digambarkan sebagai yang
ditopang oleh dewa langit, diantara dua lengannya dapat dilihat empat
tiang langit. Dalam mitologi yunani, Atlas menopang kolong langit. Dalam
agama kuno Iran, Mithra adalah dewa matahari yang tidak diidentifikasikan
dengan matahari, tetapi dewa terang dimana matahari merupakan sumber dan
asalnya. Mithra dihubungkan dengan siang dan Varuna dengan malam. Varuna
tentu saja merupakan suatu dewa personal dalam Rig Veda. Dialah yang
menjaga tata kosmis dan kebenaran. Mithra dan Varuna adalah penopang dan
pengatur seluruh dunia, mereka juga penegak dan pencinta aturan karena
mereka adalah benteng melawan kepalsuan yang mereka tolak, mereka benci
dan mereka hukum.
3. Dewa-dewa pengantara dalam ritual dan kurban
Dalam agama Vedis, Agni adalah dewa yang menjadi tempat kesatuan antara
dunia ilahi dan dunia manusiawi. Agni sebagai api melahap pengurbanan dan
sebagai imam mempersembahkannya kepada dewa-dewa yang ada diatas. Ia
adalah penengah antara dewa dan manusia. Mithras adalah pusat peribadahan
misteri yang dipraktikkan secara luas dalam lingkungan ketentaraan Roma
dalam kekaisaran Romawi. Mithras adalah pencipta yang diberi kepercayaan
oleh Jupiter-Ormazd untuk menetapkan dan memelihara keteraturan alam. Ia
adalah dewa kematian serta kebangkitan pada alam semesta dan diantara
manusia. Ia mengurbankan diri untuk memberikan hidup ilahi bagi dunia dan
manusia.
4. Manusia sebagai pengantara
Bersama para dewa dan setengah dewa, manusia juga termasuk pengantara
yang menegahi manusia dan para dewa dengan berbagai caranya. Raja sering
dipandang sebagai wakil Tuhan, atau bahkan putra Tuhan. Oleh karena itu,
ia menjadi pengantara rakyat dihadapan Tuhan, menerima hukum-hukum ilahi,
dan mempersembahkan kurban nasional. Orang kudus adalah seseorang dengan
tingkat reigiositas yang tinggi. Guru dalam hinduisme ajarannya terkait
erat dengan kepribadian guru. Istilah guru diterapkan pada orang dari
kasta mana pun juga yang dipercaya mempunyai hubungan khusus dengan Tuhan
serta dianggap memegang rahasia dan misteri ilahi. Islam tidak menerima
mediasi antara manusia dan Allah. Akan tetapi Islam Shiah iman-iman tidak
hanya melakukan peran sebagai yang mewakili, melainkan juga sebagai
pengantara.
5. Dewa-dewa yang menjelma sebagai pengantara
Vishnu sebagai Dewa Mahatinggi menjelma empat kali dalam bentuk binatang
dan enam kali dalam bentuk manusia.berbagai tujuan diberikan sebagai
motif penjelmaan, sebagian bersifat kosmis dan sebagian lagi
soteriologis, yaituuntuk menjaga dunia dari bahaya dan bencana, untuk
membela orang baik dan menghukum para pelaku kejahatan, dan membantu
manusia mewujudkan cara ini agar masuk dalam kesatuan dengan Tuhan dalam
cinta. Bagi orang-orang hindu, seluruh alamsemesta dalam arti tertentu
merupakan perwujudan ilahi atau kodrat materi. Namun, ada fakta lain,
yakni Vishnu dengan mendayagunakan kekuatan misteriusnya dapat dan memang
mengenakan eksistensi yang empiris dan personal sebagai makhluk
individual di dunia. Menurut kepercayaan BuddhaMahayana, para Buddha dan
Bodhisatva sering tampak dan hidup dalam wujud manusia serta dipercaya
mampu mengambil bentuk manusia menurut kehendakny.
BAGIAN KEEMPAT
PENGALAMAN RELIGIUS
Bab 11
Doa dan Meditasi
Doa merupakan gejala umum yang ditemukan dalam semua agama. Doa merupakan
suatu tindakan korelatif, artinya dengan itu manusia menetapkan dan memupuk
kesatuannya dengan ilahi. Doa merupakan bentuk pemujaan universal, dengan
diam ataupun bersuara, pribadi maupun umum, spontan maupun menurut aturan.
Karena doa merupakan ungkapan religious yang paling khas dan satu-satunya
tindakan religious yang berlaku untuk semua agama, kita ingin memahami
factor-faktor spiritual yang ada dalam doa.
1. Doa dalam agama-agama kuno
Di Afrika, orang-orang secara teratur berdoa setiap hari, baik berdiri
maupun berlutut didepan tempat suci dan roh penjaga atau dewa-dewa yang
lain. Dalam banyak keluarga, orang tertua, baik laki-laki maupun
perempuan, merupakan petugas utama dalam devosi-devosi, yang dijalankan
atas nama kelurga, sementara para anggota keluarga yang lain
memperhatikan, bergabung atau memanjatkan beberapa doa informal.
Persembahan-persembahan diletakkan pada tempat suci atau lempeng logam
yang ada didepannya, berupa sayuran, kacang, minyk, air atau alcohol.
2. Doa pada agama-agama Cina
Sejak awal, di Cina sudah ada doa-doa yang ditujukn kepada dewa-dewa dan
roh-roh leluhur dengan harapan untuk mencari dan membangun persekutuan
dengan mereka.
3. Meditasi Buddha
Satu-satunya doa yang dimiliki orang-orang Theravada adalah meditasi,
sedangkan aliran Mahayana menambahkan juga doa-doa permohonan, permintan
dan penyebutan nama Buddha. Meditasi merupakan pendekatan Buddha yang
paling utama mengenai agama. Tujuan tertinggi dari meditasi adalah
penerangan. Pada umumnya meditasi dimaksudkan untuk memperkembangkan
kesempurnaan spiritual, mengurangi akibat penderitaan, menenangkan
pikiran, dan membuka kebenaran mengenai eksistensi dan hidup bagi
pikiran. Keramahan dan simpati bersama dengan sikap yang terang atas
fakta kematian dan arti hidup adalah hasil-hasil meditasi.
4. Doa pada agama-agama Jepang
Dalam ibadah domestic agama Shinto, orang-orang Jepang mencuci wajah dan
tangan mereka, membasuh mulut mereka, menepuk tangan dua kali, didepan
kami-dana (semacam altar) , dan berlutut dengan kepala menyentuh tanah
sambil berdoa.
5. Doa dan meditasi Hindu
Doa yang paling terkenal dan paling mujarab menurut agama Hindu adalah
Gayari, yaitu "Biarlah kami merenungkan Kemuliaan Tuhan yang amat mulia,
Savitri, semoga ia menggerakan pikiran-pikiran kami". Doa ini dipandang
orang-orang Hindu sebagai bentuk doa keagamaan yang paling mujarab dan
pemujaan dalam rangka pencapaian dari lingkaran kelahiran kembali.
Meditasi didefinisikan sebagai arus pengetahuan yang tidak terputus
mengenai suatu pokok yang ditahan dalam pikiran. Tujuan meditasi Hindu
ada tiga hal, yaitu untuk menghasilkan rasa perdamaian dan kegembiraan
yang tidak terganggu, untuk menghasilkan perubahan moral dan spiritual
dalam diri yang bermeditasi, untuk memperluas kesadaran seseorang dan
menghasilkan dalam diri yang bermeditasi itu suatu rasa kesatuan mistik
dengan segala sesuatu didunia.
6. Doa dalam Islam
Doa merupakan salah satu rukun islam. Al-Qur'an menganjurkan umatnya
untuk setia dalam doa. Alasannya, karena doa merupakan alat yang paling
ampuh untuk memelihara hubungan baik dengan Allah dank arena itu
menempatkan hidup manusia dalam tujuan yang jelas. Doa muslim umumnya
dapat dimasukkan dalam tiga kategori, yaitu pujian dan ucapan syukur,
penyesalan, serta permohonan.
7. Doa dalam Yudaisme
Doa merupakan suatu kewajiban yang dibebankan pada setiap orang yahudi
dalam pengertian bahwa ia bukan hanya terikat oleh tugas berdoa sebagai
suatu ibadah religious yang dituntut, untuk dilakukan pada waktu-waktu
tertentu dan menurut ritual tertentu, tetapi juga ia harus mengabdi Allah
secara internal.
8. Arti Doa
Doa merupakan suatu hubungan yang asimetris. Hubungan asimetris ini
merupakan bentuk suatu komunikasi, karena betapapun yang kudus dipandang
sebagai yang transenden, suatu komunikasi masih dibuka dalam doa. Dalam
semua doa, sikap dasarnya adalah suatu penyerahan kepada dan kepercayaan
dalam bimbingan Roh yang menciptakan serta mengatur manusia dan kosmos.
Bab 12
Mistisisme
1. Pengalaman Zen
Zen adalah suatu jenis pengalaman, suatu kehidupan, yang tidak bisa
dikerangkakan ke dalam konsep-konsep analitis barat. Daisetz Suzuki,
seorang pengarang perihal Zen yg banyak diacu, menyangkal bahwa Zen
merupakan mistisisme, maka yang ia maksudkan ialah bahwa Zen tak dapat
menyingkapkan sifatnya secara gambling dan terang-terangan sehingga bisa
dituturkan dalam kata-kata. Hanya orang yang sudah mencapai penerangan
sajalah yang mampu mengerti apa itu pencerahan Zen.
2. Mistisisme Hindu
Mistisisme Hindu berhadapan dengan pengalaman Yoga, karena pengalam
tersebut bukan saja merupakan bagian dari ajaran agama hindu klasik,
tetapi juga periode modern dan masa kini. Yoga sudah melintasi batas-
batas india dan untuk sebagian telah merasuki dunia barat maupun kedua
belahan amerika. Puncak dari semua meditasi dan disiplin Yoga adalah apa
yang disebut Samadhi, yang berarti konsentrasi penuh dari budi, suatu
penyerapan total, meskipun kita harus hati-hati untuk tidak keliru dengan
dharana, yang biasanya diterjemahkan sebagai konsentrasi.
3. Mistisisme Kaum Sufi
Bagi kaum muslin, tidak ada tuhan selain allah dan hanya dia yang abadi.
Para mistikus dalam hakikatnya yang terdalam mengalami dirinya sebagai
yang kekal, tak dapat mati, dan tak berwaktu. Sebagai seorang muslim
mistikus tahu bahwa tak satu pun yang kekal kecuali allah. Karenanya ia
pun berkesimpulan bahwa ia adalah allah. Inilah yang sesungguhnya terjadi
diantara para mistikus sufi.
4. Sifat dasar mistisisme
Pengalaman mistis merupakan pengalaman langsung atas sesuatu yang kekal,
entah dipahami dalam pengertian-pengertian yang bersifat pribadi atau
hanya sekedar keadaan dari kesadaran. Inilah pengalaman yang
suprarasional, metaempiris, intuitif dan unitif terhadap sesuatu yang tak
ber-ruang, tak berwaktu, tak bisa mati, dan kekal.
BAGIAN KELIMA
TUJUAN AGAMA
Bab 13
Keselamatan
1. Keselamatan dalam agama-agama primitive
Dalam semua pandangan mengenai keselamatan ini, letak kepentingannya
bukan pertama-tama pada individu atau semacamnya setelah kematian,
melainkan pada risiko kehancuran kosmos. Jadi permasalahannya bukan
menyangkut keselamatan individu, melainkan keselamatan semesta alam.
Orang pun dapat bertanya secara sah apakah ada suatu 'gagasan tentang
dosa', sesuatu 'perasaan akan kejahatan moral' diantara bangsa primitive.
Sering dikatakan bahwa bangsa primitive tidak punya perasaan akan dosa.
Bagi masyarakat primitive, unsur antisosial lah yang menentukan hakikat
dosa. Dosa dirumuskan sebagai tindakan yang menghancurkan kata-kata yang
baik.
2. Keselamatan Hindu
Jalan rohani menuju keselamatan ditentukan oleh kodrat kejahatan darimana
pembebasan mau diperoleh. Untuk melakukan tindakan yang merugikan, cara
yang semestinya adalah berbuat baik dan menghindari yang jahat. Bagi kaum
teis Hindu, keselamatan berarti perwujudan akhir dari ketergantungan
total jati diri individu kepada tuhan dalam persekutuan cinta, perwujudan
hubungan pribadi dengan tuhan dalam cinta dan penyerahan diri, dan
pengalaman ini memberikan jiwa kebahagian yang terakhir.
3. Keselamatan umat Buddha
Penemuan besar Buddha adalah bahwa semua penderitaan didalam dunia
akhirnya berakar pada kehausan untuk hidup, kelekatan pada eksistensi.
Situasi akhir keselamatan disebut nirvana, yang secara harfiah berarti
'pemadaman' dan dikatakan sebagai terhentinya penderitaan dan kemalangan.
4. Keselamatan dalam Islam
Menurut islam, manusia adalah yang paling luhur dari segala ciptaan.
Jalan umum keselamatan bagi seorang muslim adalah mengikuti perintah-
perintah allah dan teladan rasul, serta mantaati hukum. Setelah terlibat
dalam dosa, seseorang harus ingat akan allah dan memohon ampun bagi dosa-
dosanya dan siapakah yang mengampuni dosa kecuali allah dan janganlah
terus-menerus berada dalam perbuatan dosa. Inilah semua yang dituntut.
5. Gagasan keselamatan yahudi
Dalam hal dosa semua manusia berdosa menurut tingkat-tingkat yang
berbeda. Pemulihan lewat pertobatan dan penderitaan adalah syarat pertama
untuk diterima oleh allah. Perasaan berdosa yang mendalam, permohonan dan
khususnya hidup yang penuh penyesalan cukup untuk memperoleh keselamatan.
6. Arti Keselamatan
Ada macam-macam jenis keselamatan, tergantung pada gagasan-gagasan yang
berbeda tentang yang jahat dan pada sarana-sarana untuk mengusir yang
jahat itu. Kesadaran yang kurang lebih jelas tentang yang jahat berubah
menjadi kesadaran akan rasa bersalah, yang secara kodrati mengandaikan
bahwa yang jahat akan dihukum atau mempunyai akibat-akibat yang membawa
malapetaka. Pembalasan ini dapat dilukiskan melalui banyak cara
diantaranya sebagai nasib buruk dan segala jenis penderitaan, baik
didunia ini maupun didunia yang akan dating. Pengampunan dosa-dosa adalah
karya tuhan dan anugrah-nya diberikan untuk maksud ini.
Fenomenologi Agama
Mariasusai Dhavamony
Dirangkum oleh:
Lyonita Pricilia
1351277
Universitas Kristen Maranatha
Semester Ganjil