Dislokasi Pinggul Kongenital Dislokasi pinggul kongenital adalah satu fase dari berbagai ketidakstabilan pinggul pada bayi-bayi baru lahir, meskipun biasanya bias anya berada pada tempatnya, sendi pinggul dengan mudah dapat dibuat berdislokasi dengan manipulasi perlahan-lahan. Stabilitas articulatio coxae bergantung pada susunan ball and ‘
socket permukaan sendi dan kekuatan ligamentum-ligamentum. Pada dislokasi ’
pinggul kongenital, bibir atas acetabulum tidak terbentuk sempurna, oleh karena itu caput femoris tidak mempunyai tempat bertumpu yang stabil, sehingga mudah tergelincir ke luar ke atas dari acetabulum ke permukaan glutea os ilium. 2.9.1
Etiologi dan patogenesis a) Faktor genetik Wyne
dan
Davis
(1970)
menemukan
dua
ciri
yang
dapat
mempengaruhi ketidakstabilan pinggul; sendi yang longgar merata, suatu sifat yang dominan dan displasia acetabulum, suatu sifat poligenik yang ditemukan pada kelompok yang lebih l ebih kecil (terutama gadis) yang menderita ketidakstabilan yang menetap. b) Faktor hormonal Faktor hormonal, yaitu tingginya kadar estrogen, progesteron dan relaksin pada ibu dalam beberapa minggu terakhir kehamilan, dapat memperburuk
kelonggaran
ligamentum
pada
bayi.
Hal
ini
menerangkan langkanya ketidakstabilan pada bayi prematur, yang lahir sebelum hormon-hormon mencapai puncaknya. c) Malposisi intrauterin Malposisi, terutama posisi bokong dengan kaki yang berekstensi, dapat mempermudah terjadinya dislokasi. d) Faktor pasca kelahiran Dislokasi seringkali ditemukan pada Lapps dan orang indian Amerika Utara yang membedong bayinya dan menggendongnya dengan kaki merapat, pinggul dan lutut sepenuhnya berekstensi dan jarang pada
orang cina selatan dan Negro Afrika yang membawa bayi pada punggungnya dengan kedua kaki berabduksi lebar-lebar. 2.9.2
Gambaran klinik Keadaan ideal, yang masih belum tercapai, adalah mendiagnosis setiap
kasus pada saat kelahiran. Setiap bayi baru lahir harus diperiksa untuk mencari tanda-tanda ketidakstabilan pinggul. Pada neonatus terdapat beberapa cara untuk menguji ketidakstabilan: a) Uji Ortolani Bagian medial paha bayi dipegang dengan ibu jari dan jari-jari diletakkan pada trochanter major; pinggul difleksikan sampai 90 derajat dan diabduksi perlahan-lahan. biasanya abduksi berjalan lancar sampai hampir 90 derajat. Pada dislokasi kongenital biasanya gerakan terhalang, tetapi kalau tekanan diberikan pada trochanter major akan terdapat sutau bunyi yang halus sementara dislokasi tereduksi, dan kemudian pinggul berabduksi sepenuhnya.
Tes Ortolani b) Uji Barlow Dilakukan dengan cara yang sama, tetapi disini ibu jari pemeriksa ditempatkan pada lipatan paha dan dengan memegang paha bagian atas, diusahakan mengungkit caput femoris ke dalam dan ke luar acetabulum selama abduksi dan adduksi. Caput femoris normalnya berada pada posisi reduksi, tetapi bila dapat keluar dari sendi dan kembali masuk lagi, pinggul digolongkan sebagai dapat mengalami dislokasi (tidak stabil).
2.9.3
Pencitraan Ultrasonografi secara luas telah menggantikan radiografi untuk pencitraan
pinggul neonatus. Pada saat kelahiran, acetabulum dan caput femoris merupakan tulang rawan sehingga tidak terlihat pada foto sinar-X biasa. Ultrasonik real-time memberikan gambaran yang tepat mengenai tata hubungan antara satu dengan yang lainnya. Sinar-X polos lebih bermanfaat setelah 6 bulan pertama, meskipun masih membutuhkan proyeksi berbagai garis dan indeks berdasarkan kontur garis tulang daripada artikulasi anatomis (kartilaginosa). 2.9.4
Penatalaksanaan a) 3-6 bulan pertama Delapan puluh sampai sembilan puluh persen pinggul yang tidak stabil pada saat kelahiran akan stabil secara spontan dalam 2-3 minggu, sebaiknya tidak memulai pembebatan dengan segera kecuali jika pinggul sudah mengalami dislokasi. Hal ini mengurangi resiko terjadinya nekrosis epifisis yang menyertai setiap bentuk pembebatan pada neonatus. Bila tidak terjadi dislokasi, bayi tidak diterapi, tetapi diuji setiap minggu; jika setelah 3 minggu pinggul masih tidak stabil,pembebatan abduksi diterapkan. Reduksi dipertahankan hingga pinggul stabil; ini dapat berlangsung hanya beberapa minggu, tetapi tindakan yang paling aman adalah mempertahankan pembebatan hingga sinar-X memperlihatkan suatu atap acetabulum yang baik. Tujuan pembebatan adalah mempertahankan pinggul agak berfleksi dan berabduksi; posisi ekstrim dihindari dan sendi-sendi harus dimungkinkanuntuk melakukan sedikit gerakan dalam bebat. Untuk bayi yang baru lahir, popok dobel atau bantal abduksi yang empuk cukup memadai. Bebat Von Rosen adalah suatu bebat lunak yang berbentuk-H yang bermanfaat karena mudah digunakan tetapi mudah terlepas. Pengikat Pavlik lebih sulit dipakaikan tetapi lebih banyak memberi kebebasan pada anak sementara posisi masih dipertahankan.
Tiga aturan pembebatan yang terbaik adalah pinggul harus direduksi sebagaimanamestinya sebelum dibebat, posisi ekstrim harus dihindari dan pinggul harus dapat digerakkan. b) 6-18 bulan Reduksi tertutup baik dilakukan setelah bayi berusia 3 bulan dan dilakukan dalam anestesi umum dengan artrhrogram untuk konfirmasi reduksi konsentrik. Reduksi tertutup ideal tetapi memiliki resiko rusaknya pasokan darah pada caput femoris dan menyebabkan nekrosis. Untuk memperkecil resiko ini reduksi dilakukan secara berangsur-angsur, traksi dilakukan pada kedua kaki, lebih baik pada kerangka vertikal dan secara berangsur-angsur abduksi ditingkatkan hingga, dalam 3 minggu, kedua kaki itu telah terentang lebar-lebar. Manuver ini (bila perlu dibantu dengan tenotomi abduktor) dapat mencapai konsentrik yang stabil. Pembebatan pinggul yang direduksi secara konsentrik ditahan dalam suatu spika gips dalam keadaan 60 derajat fleksi, 40 derajat abduksi dan 20 derajat rotasi internal. Setelah 6 minggu spika digantikan dengan bebat yang mencegah adduksi tetapi memungkinkan gerakan (suatu pengikat Pavlik atau gips lutut dengan batang melintang). Bebat ini dpertahankan selama 3-6 bulan sambil memeriksa dengan sinar-X untuk memastikan bahwa caput femoris tereduksi secara konsentrik dan atap acetabulum berkembang secara normal. Jika reduksi konsentrik belum tercapai diperlukan operasi terbuka. Setiap obstruksi ditangani, pinggul direduksi. Jika stabilitas hanya dapat dicapai dengan melakukan banyak rotasi internal pada pinggul, dilakukan osteotomi subtrokanter korektif pada femur, baik pada saat reduksi terbuka atau 6 minggu kemudian. c) 18 bulan-4 tahun Pada anak yang lebih tua, reduksi tertutup kemungkinan kurang berhasil, banyak ahli bedah langsung melakukan artrografi dan reduksi terbuka. Sekalipun reduksi tertutup tidak berhasil, suatu
periode
traksi
akan
membantu
melonggarkan
jaringan
dan
menurunkan caput femoris berhadapan dengan acetabulum. d) Dislokasi menetap di atas 4 tahun Reduksi dan stabilisasi semakin sulit pada anak yang lebih tua. Jika anak berusia antara 4-8 tahun masih layak dicoba namun dengan resika nekrosis avaskular dan kekakuan sekitar 25%. Pada penderita dislokasi unilateral, di atas 8 tahun, pinggul yang tidak diterapi dapat bergerak; pasien pincang tetapi tak banyak merasa nyeri hingga usia pertengahan. Jika dilakukan reduksi harus dengan reduksi terbuka dan rekonstruksi acetabular. Bila terdapat dislokasi bilateral, deformitas dan gaya jalan waddling bersifat simetris sehingga tidak begitu jelas terlihat. Resiko intervensi dengan operasi juga lebih besar karena kegagalan pada satu atau pada sisi lainnya akan menyebabkan terjadinya deformitas asimetris. Dalam kasus ini, sebagian besar ahli bedah menghindari operasi di atas 6 tahun kecuali kalau nyeri atau deformitasnya sangat hebat. e) Dislokasi menetap pada orang dewasa Orang dewasa, yang tampaknya telah beradaptasi dengan sangat baik selama bertahun-tahun, pada usia 30-an atau 40-an dapat mengalami rasa tidak enak yang semakin meningkat akibat dislokasi kongenital yang tidak direduksi. Berjalan akan semakin melelahkan dan nyeri punggung sering mnyertai. Jika dislokasinya bilateral, hilangnya abduksi dapat benar-benar menghambat hubungan seksual pada wanita.
2.10