BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini setiap Negara pastinya memiliki sistem
pemerintahan yang berbeda - beda. Salah satunya Indonesia yang memiliki
system pemerintahan demokrasi. Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua
warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang
dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara
berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam
perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi
social, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan
politik secara bebas dan setara.
Pada awalnya Indonesia telah menganut banyak system pemerintahan.
Namun dari semua sistem pemerintahan yang bertahan mulai dari era
reformasi 1998 sampai saat ini adalah sistem pemerintahan demokrasi.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia sendiri sebenarnya telah ada empat
kali perubahan dimulai dari orde baru hingga masa reformasi yang ada
sekarang ini.
Lalu jika dititik dari masa orde lama hingga sampai saat ini masa
reformasi, telah banyak penyimpangan – penyimpangan yang dilakukan oleh
pemimpin Negara. Lebih dari itu ada dalam beberapa masa dalam pelaksanaan
demokrasi di Indonesia yang juga diwarnai dengan adanya pemberontakan,
pengaruh suatu partai tertentu yang sangat kuat hingga banyak partai yang
ada di Indonesia ini.
Meskipun sistem pemerintahan demokrasi masih terdapat beberapa kekurangan
dan penyimpangan penyimpangan. Akan tetapi sebagian kelompok merasa
merdeka dengan diberlakukannya sistem domokrasi di Indonesia. Artinya,
kebebasan pers sudah menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga
setiap orang berhak menyampaikan pendapat dan aspirasinya masing-masing.
Dengan cara salah satunya kampanye, orasi, demo, unjuk rasa dan lain-
lain. Dan yang perlu diperhatikan juga bahwa berubahnya sistem demokrasi
di Indonesia ini telah diikuti pula dengan berubahnya sistem pemerintahan
yang ada di Indonesia mulai dari presidensil dan parlementerpun pernah
dirasakan negeri ini. Hingga akhirnya kembali ke sistem pemerintahan
presidensil.
Sebelum masuk lebih jauh dalam pembahasan pelaksanaan demokrasi di
Indonesia dan perkembangan demokrasi yang ada di Indonesia, kita perlu
memahami pengertian dari Demokrasi terlebih dahulu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu demokrasi?
2. Bagaimana sejarah adanya demokrasi?
3. Apa saja prinsip dan jenis demokrasi di Indonesia?
4. Bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia?
5. Bagaimana demokrasi dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia
bekerja?
6. Apa itu sistem ketatanegaraan?
7. Bagaimana sejarah sistem ketatanegaraan Republik Indonesia?
8. Bagaimana Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia?
9. Bagaimana sistem ketatanegaraan sebelum amandemen?
10. Bagaimana sistem ketatanegaraan setelah amandemen?
11. Studi Kasus
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Demokrasi
Sejak bergulirnya raformasi tahun 1998, wacana dan gerakan demokrasi
terjadi secara massif dan luas di Indonesia. Hasil penelitian menyatakan
"mungkin untuk pertama kali dalam sejarah, demokrasi dinyatakan sebagai
nama yang paling baik dan wajar untuk system orgnisasi politik dan
social yang diperjuangkan oleh para pendukungnya yang berpengaruh"
(UNESCO 1949).
Hampir semua Negara didunia meyakini demokrasi sebagai "tolak ukur tak
terbantah dari keabsahan politik" keyakinan bahwa kehendak rakyat adalah
dasar utama kewenangan pemerintah menjadi basis bagi tegak kokohnya
sistem politik demokrasi.
1. Hakikat Demokrasi
Kata demokrasi dapat ditinjau dari dua pengertian yaitu:
1. Pengertian secara etimologi
Dari sudut bahasa (etimologi), demokrasi berasal dari bahasa
yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein
yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi, secara bahasa
demos-cratein atau demos-cratos berarti pemerintahan rakyat atau
kekuasaan rakyat.
2. Pengertian secara Terminolgis
Dari sudut terminologis, banyak sekali definisi demokrasi yang
dikemukakan oleh beberapa para ahli politik. Masing-masing
memberikan definisi dari sudut pandang yang berbeda. Berikut
Demokrasi menurut beberapa ahli politik :
1. Menurut H. Harris Soche (Yogyakarta : Hanindita, 1985)
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu
kekusaan pemerintahan itu melekat pada diri rakyat atau diri
orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak
untuk mengatur, mempertahankan dan melindungi dirinya dari
paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi
untuk memerintah.
2. Menurut Hannry B. Mayo
Kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-
wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-
pemilihan yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana di mana terjadi kebebasan
politik.
3. Menurut International Commission of Jurist
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk
membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga
Negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang
bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan
yang bebas.
4. Menurut C.F. Strong
Demokrasi adalah Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas
anggota dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas
dasar sistem perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya
mempertanggung jawabkan tindakan-tindakannya pada mayoritas
tersebut.
Ada satu pengertian mengenai demokrasi yang dianggap paling popular di
antara pengertian yang ada. Pengertian itu diungkapkan pada tahun 1863
oleh Abraham Lincoln yang mengatakan demokrasi adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat,dan untuk rakyat (government of the people, by the
people, and for the people).
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan
dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias
politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus
digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk
masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah
seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain,
misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri
anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan
aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel
(accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan
akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara
operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga
negara tersebut.
2. Sejarah Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena
kuno pada abad ke-5 SM. Kota-kota di daerah yunani waktu itu masih kecil
kecil. Penduduknya tidak banyak sehingga mudah untuk dikumpulkan rapat
untuk bermusyawarah. Dalam rapat itu diambil keputusan bersama mengenai
garis besar kebijaksanaan pemerintah yang akan dilaksanakan dan segala
mengenai kemasyarakatan. Karena rakyat ikut secara langsung maka
pemerintahan itu disebut pemerintahan demokrasi langsung. Pemerintahan
demokrasi langsung di Indonesia dapat kita lihat di pemerintahan desa.
Kepala desa dipilih langsung oleh rakyat itu sendiri. Pemilihan kepala
desa itu dilakukan secara sederhana sekali. Para calon menggunakan tanda
gambar hasil panen pertanian, seperti padi atau pisang. Rakyat
memberikan suara pada calon masing-masing, yang dipilih dengan
memasukkan lidi kedalam bamboo milik calon yang dipilih. Calon yang
memiliki lidi terbanyaklah yang menjadi kepala desa. Disamping memilih
kepala desa, pada hari-hari tertentu warga desa dikumpulkan oleh kepala
desa dib alai desa untuk membicarakan masalah menyangkut kepentingan
bersama. Peristiwa semacam ini dikenal dengan nama musyawarah desa.
Dalam perjalanan sejarah, kota-kota terus berkembang dan penduduknya
pun terus bertambah maka demokrasi langsung tidak dapat lagi diterapkan
karena :
1. Tempat yang dapat menampung seluruh warga kota yang jumlahnya besar
tidak mungkin digunakan.
2. Musyawarah yang baik dengan jumlah warga yang besar tidak mungkin
dilaksanakan.
3. Hal persetujuan secara mufakat tidak mungkin tercapai karena sulitnya
memungut suara dari seluruh peserta yang hadir.
Bagi Negara-negara besar yang penduduknya berjuta-juta, yang
penduduknya tersebar dibeberapa pulau atau wilayah penerapan demokrasi
langsung juga mengalami kesulitan. Untuk memudahkan pelaksanaannya
setiap penduduk dalam jumlah tertentu memilih wakilnya untuk duduk dalam
sebuah badan perwakilan. Wakil wakil rakyat yang duduk dalam badan
perwakilan inilah yang kemudian menjalankan demokrasi. Rakyat tetap
merupakan pemengang kekuasaan tertinggi. Hal ini disebut demokrasi tak
langsung.
Istilah demokrasi yang berarti pemerintah rakyat itu, sesudah zaman
yunani kuno sudah tidak disebut lagi. Baru setealah meletusnya Revolusi
Amerika dan Revolusi Prancis, istilah demokrasi muncul lagi sebagai
lawan system yang absolute (monarki mutlak) yang menguasai pemerintah
dunia barat.
Dalam kenyataannya, demokrasi di dalam pemerintahan yang baru ini
mempunyai arti luas sebagai berikut:
1. Mula mula demokrasi berarti politik yang mencakup pengertian tentang
pengakuan hak asasi manusia, seperti hak kemerdekaan pers, hak
berapat, hak memilih dan dipilih untuk badan perwakilan.
2. Kemudian digunakan istilah demokrasi dalam arti luas yang selain
meliputi system politik juga mencakup system ekonomi dan sistem
budaya.
Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah
sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern.Namun, arti dari
istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern
telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem
demokrasi di banyak negara. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci
tersendiri dalam bidang ilmu politik.Hal ini menjadi wajar, sebab
demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik
suatu negara.
3. Prinsip dan Jenis Demokrasi di Indonesia
Demokrasi dibedakan menjadi beberapa macam. Berikut merupakan jenis-
jenis demokrasi:
1. Demokrasi berdasarkan cara penyampaian pendapat ada 2 yaitu:
1. Demokrasi langsung, dalam demokrasi langsung rakyat
diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan untuk
menjalankan kebijakan pemerintah.
2. Demokrasi tidak langsung, dalam demokrasi ini dijalankan oleh
rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui pemilu.
Rakyat memilih wakilnya untuk membuat keputusan politik Aspirasi
Rakyat disalurkan melalui wakil-wakil rakyat yang duduk
dilembaga perwakilan.
3. Demokrasi perwakilan dengan system pengawasan langsung dari
rakyat. Demokrasi ini merupakan campuran antara demokrasi
langsung dengan demokrasi perwakilan. Rakyat memilih wakilnya
untuk duduk dilembaga perwakilan rakyat. Tetapi wakil rakyat
dalam menjalankan tugasnya diawasi rakyat melalui referendum dan
inisiatif rakyat. Demokrasi ini antara lain dijalankan di swiss.
Taukah anda apa itu referendum? Referendum merupakan pemungutan
suara untuk mengetahui kehendak rakyat secara langsung.
Referendum dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Referendum wajib
Referendum ini digunakan ketika ada perubahan atau pembentukan
norma penting dan mendasar dalam UUD atau UU yang sangat
politis. UUD atau UU tersebut yang telah dinuat oleh lembaga
perwakilan rakyat dapat dilaksanakan setelah mendapatkan
persetujuan rakyat melalui pemungutan suara terbanyak. Jadi
rederendum ini dilaksanakan untuk meminta persetujuan rakyat
terhadap hal yang dianggap penting.
b. Referendum tidak wajib
Referendum ini dilaksanakan jika dalam waktu tertentu setelah
rancangan undang-undang diumumkan, sejumlah rakyat mengusulkan
diadakan referendum. Jika dalam waktu tertenntu tidak ada
permintaan daari rakyat. Rancangan undang – undang itu dapat
menjadi undang-undang yang bersifat tetap.
c. Referendum konsultatif
Referendum ini hanya sebatas meminta persetujuan saja, karena
rakyat tidak mengerti permasalahannya, pemerintah meminta
pertimbangan para ahli bidang tertentu yang berkaitan dengan
permasalahan tersebut.
2. Demokrasi berdasarkan titik perhatian terdiri dari
1. Demokrasi formal
Demokrasi ini secar umum menempatkan semua orang dalam kedudukan
yang sama dalam bidang politik, tanpa mengurangi kesenjangan
ekonomi. Individu diberikan kebebasan secara luas, sehingga
demokrasi ini disebut juga demokrasi liberal.
2. Demokrasi material
Demokrasi material memandang manusia mempunyai kesamaan dalam
hal social-ekonomi, sehingga persamaan politik tidak menjadi
prioritas. Demokrasi semacam ini dikembangkan dinegara
sosialiskomunis.
3. Demokrasi campuran
Demokrasi ni merupakan demokrasi campuran dari kedua demokrasi
diatas. Demokrasi ini berupaya untuk kesejahteraan seluruh
rakyat dengan menempatkan derajat dan hak setiap orang.
3. Berdasarkan perinsip demokrasi dibedakan menjadi :
1. Demokrasi liberal
Demokrasi ini membersihkan kebebasan yang luas dalam individu.
Campur tangan pemerintah diminimalkan bahkan ditolak.pemerintah
bertindak ataas dasar kostitusi.
2. Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar
Demokrasi ini bertujuan mensejahterakan rakyat. Negara yang
dibentuk tidak menganal perbadaan kelas. Semua warga Negara
mempunyai persamaan dalam hukum.
4. Berdasarkan wewenang dan hubungan antar kelengkapan antar Negara.
1. Demokrasi system parlementer
Ciri pemerintahan parlementer :
a. DPR lebih kuat daripada pemerintah
b. Menteri bertanggung jawab pada DPR
c. Program kebijaksanaan cabinet disesuaikan dengan tujuan
bersama palemen
d. Kedudukan kepala Negara sebagai symbol tidak dapat diganggu
gugat
2. Demokrasi sistem pemisahan kekuasaan (presidensial)
Ciri pemerintahan presidensial:
a. Negara dikepalai presiden
b. Kekuasaan eksekutif presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan
yang dipilih dari dan oleh rakyat melalui badan perwakilan.
c. Presiden mempunyai kekuasaan mengangkat dan memberhentikan
menteri.
d. Menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR akantetapi presiden
e. Presiden dan DPR mempunyai kedudukan yang sama sebagai lembaga
Negara.
f. Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan. Pembagian bentuk
pemerintahan secara klasik menurut Plato dibedakan menjadi:
i. Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh satu
orang sebagai pemimpin tertinggi dengan tujuan untuk
kepentingan rakyat banyak.
ii. Tirani, yaitu benruk pemerintahan yang dipimpin oleh satu
orang sebagai pemimpin tertinggi dengan tujuan untuk
kepentingan pribadi.
iii. Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh
sekelompok orang dengan tujuan untuk kepentingan rakyat
banyak.
iv. Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh
sekelompok orang dengan tujuan untuk kepentingan
sekelompok orang tersebut.
v. Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh
rakyat dengan tujuan untuk kepentingan rakyat banyak.
vi. Mobokrasi/Okhlokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang
dipimpin oleh rakyat, tetapi rakyat tersebut tidak tahu apa-
apa, tidak berpendidikan, dan tidak paham tentang
pemerintahan.
Pembagian bantuk pemerintahan secara modern menurut Nicollo
Machiavelli dibedakan menjadi :
i. Monarki adalah bentuk pemerintahan berupa kerajaan
Pemimpin negaranya bergelar raja, ratu, kaisar, atau sultan.
ii. Republik adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin satu orang
yang disebut presiden atau perdana menteri.
iii. Pembagian bentuk pemerintahan diatas dibedakan berdasarkan
cara pengangkatan atau pemilihan pemimpin negara. Jika
pemimpin negaranya dipilih dengan cara pemilihan maka bentuk
pemerintahannya adalah republik, tapi jika pemimpin negaranya
diwariskan secara turun-temurun maka bentuk pemerintahannya
berupa monarki.
4. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Beberapa kriteria yang harus dimiliki dalam suatu Negara yang benar
benar menggunakan suatu demokrasi sebagai sistem pemerintahannya yaitu:
a. Partisipasi rakyat
b. Persamaan didepan hukum
c. Distribusi pendapatan secara adil
d. Kesempatan pendidikan yang sama
e. Ketersediaan dan keterbukaan informasi
f. Mengindahkan tata krama politik
Sejak awal Indonesia menyatakan dirinya demokrasi yang dapat dilihat
dalam konstitusi Negara, namun dalam perjalaan kenegaraaan kita melihat
perkembangan demokrasi sebagai berikut:
1. Orde Lama
Demokrasi parlementer menonjolkan peranan perlemen serta partai
politik. Demokrasi ini berlangsung didalam Negara menggunakan UUD
1945, UUD RIS 1949, dan UUD sementaran 1950, pelaksanaan demokrasi
ditandai dengan pemerintahan yang kurang stabil. Demokrasi terpimpin
yang menggantikan domokrasi perlementer didalam banyak aspek
menyimpang dari demokrasi kontitusional dan serta lebih menonjolkan
aspek demokrasi rakyat serta dominasi presiden. Ketetapan MPRS No.
II/1963 yang mengangkat Ir. soekarno seumur hidup semakin berpeluang
melakukan penyimpangan dan penumpuka kekuasaannya ditangannya, namun
sekaligus menjadi incaran kesepakantan pihak komunis mempengaruhi
kekuasaan presiden.
Pemilu pada tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi
harapan masyarakat, bahkan kurangnya kestabilan dalam bidang plitik,
ekonomi, social maupun Hankam. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa
hal sebagai berikut:
1. Makin berkuasanya modal modal raksasa terhadap perekonomian
Indonesia.
2. Akibat silih bergantinya kabinet, maka pemerintah tidak mau
menyalurkan dinamika masyarakat kearah pembangunan terutama
pembangunan bidang ekonomi.
3. Sistem liberal berdasarkan UUDS 1950 mengakibatkan jatuh bangun
sehingga pemerintahan tidak stabil.
4. Pemilu 1955 ternyata mencerminkan dalam DPR perimbangan
kekuasaan politik yang sebenarnya hidup dalam masyarakat, namun
banyak golongan-golongan didaerah-daerah belum terwakilkan di
DPR.
5. Kontituante yang bertugas membentuk undang – undang baru
ternyata gagal.
Atas dasar tersebut diatas maka presiden menyatakan bahea
mengakibatkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta keselamatan Negara, maka presiden mengeluarkan
Dekrit Presiden Tanggal 5 Juli 1959, isi dekrit tersebut sebagai
berikut:
1. Membubarkan badan konstituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlaku lagi
UUD1950.
3. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat –
singkatnya.
1. Demokrasi Liberal (1945 - 1959)
Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 agustus 1945,
Ir.Soekarno yang semula sebagai ketua PPKI, dipercaya untuk
merangkap jabatan sebagai presiden RI yang pertama.Pemerintah
Negara Indonesia, PPKI membentuk Komite Nasional Indonesia
Pusat yang bertujuan membantu tugas – tugas Presiden.
Hasilnya antara lain sebagai berikut:
1. Terbentuknya 12 departemen kenegaraan dalam pemerintahan
yang baru.
2. Pembagian wilayah pemerintahan RI menjadi 8 provinsi dan
masing – masing terdiri dari beberapa karesidenan.
2. Demokrasi Terpimpin (1959 - 1966)
Dengan dikelurkannya dekrit presiden 5 juli 1959 yang isinya
mengusulkan pembubaran konstituante, berlakunya kembali UUD
1945, dan pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat –
singkatnya, maka demokrasi liberal diganti dengan demokrasi
terpimpin. Dalam demokrasi terpimpin, apabila tidak terjadi
mufakat dalam sidang legislatif, maka permasalahan itu
diserahkan kepada presiden sebagai pemimpin besar revolusi
untuk dapat diputuskan.
Dengan demikian, rakyat/wakil rakyat yang duduk dalam lembaga
legislatif tidak mempunyai peranan yang penting dalam
pelaksanaan dengan demokrasi terpimpin.Akhirnya, pemerintahan
Orde Lama beserta demokrasi terpimpinnya jatuh setelah
terjadinya peristiwa G30S/PKI tahun 1965 dengan diikuti
krisis ekonomi yang cukup parah hingga dikeluarkannya surat
perintah sebelas Maret (Supersemar).
3. Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang mengutamakan
musyawarah mufakat tanpa oposisi dalam doktrin Manipol USDEK
disebut pula sebagai demokrasi terpimpin merupakan demokrasi
yang berada dibawah komando Pemimpin Besar Revolusi kemudian
dalam doktrin repelita yang berada dibawah pimpinan komando
Bapak Pembangunan arah rencana pembangunan daripada suara
terbanyak dalam setiap usaha pemecahan masalah atau
pengambilan keputusan, terutama dalam lembaga-lembaga negara.
Secara luas demokrasi pancasila berarti kedaulatan rakyat
yang didasarkan pada nilai – nilai pancasila dalam bidang
politik, ekonomi dan social. Secara sempit demokrasi
pancasila berarti kedaulatan rakyat yang dilaksanakan menurut
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Prinsip dalam demokrasi Pancasila sedikit berbeda dengan
prinsip demokrasi secara universal.
2. Orde Baru (1966 - 1998)
Berdasarkan pengalaman orde lama, pemerintahan orde baru berupaya
menciptakan stabilitas politik dan keamanan untuk menjalankan
pemerintahannya.
3. Masa Reformasi (1998 - Sekarang)
Kepemimpinan rezim B.J. Habibie untuk memulai proses demokratisasi
tidak ada legitimasi dan tidak mendapat dukungan sosial politik dari
sebagian besar masyarakat. Akibatnya, B.J.Habibie tidak mampu pula
mempertahankan kekuasaannya.
Kemudian, melalui pemilihan presiden yang keempat K.H. Abdurrahman
Wahid terpilih secara demokratis diparlemen sebagai presiden RI.
Akan tetapi, karena dalam menjalankan roda pemerintahannya K.H.
Abdurrahman Wahid membuat beberapa kebijaksanaan dan tindakannya
yang kurang sejalan dengan proses demokratisasi itu sendiri, maka
pemerintahan sipil K.H. Abdurrahman Wahid terpaksa tersingkir dari
kekuasaan. Pergeseran itupun berlangsung dengan berbagai alasan dan
dengan melalui proses yang cukup panjang serta melelahkan diparlemen
(DPR). Estafet kepemimpinan masa transisi menuju demokratisasi
beralih dari K.H. Abdurrahman Wahid ke Megawati Soekarnoputri
melalui pemilihan secara demokratis diparlemen. Kelanjutan proses
pemerintahan demokrasi pada masa Megawati Soekarnoputri pun masih
cukup sulit untuk dievaluasi dan diketahui hasilnya secara optimal.
Akibatnya, ketidakpuasan akan proses dan hasil pelaksanaan
pemerintahan ini pun dirasakan kembali oleh rakyat dan hamper
terjadi krisis kepemimpinan. Rakyat merasa bahwa siapa yang berkuasa
dipemerintahan hanya ingin mencari keuntungan semata, tidak untuk
kepentingan rakyat.Akhirnya, pada kepemimpinan Soesilo Bambang
Yudhoyono, pemerintahan yang demokratis di uji kembali.
5. Demokrasi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Demokrasi dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia ini dinilai
dari partisipasi masyarakatnya dalam pemilihan segala bagian dalam
sistem ketatanegaraan dengan cara melakukan pemilihan umum. Pemilihan
umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945. [1]
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun
1945 (UUD RI 1945) menentukan : "Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat." Mana
kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang
dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan. Tidak ada
satu pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia adalah
suatu negara demokrasi. Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu
tidak lain adalah demokrasi, maka secara implesit dapatlah dikatakan
bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi.
Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah
menghadapi masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang
kenegaraan, hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya ekonomi, agama "
semua orang warga negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna
membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan." ini adalah
prinsipnya. [2]
1. Sistem Pemilihan Umum
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum,
akan tetapi umumnya berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Single-member constituency (satu daerah memilih atau wakil;
biasanya disebut Sistem Distrik). Sistem yang mendasarkan pada
kesatuan geografis.Jadi setiap kesatuan geografis (yang biasanya
disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai
satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Sistem ini mempunyai
beberapa kelemahan, diantaranya :
1. Kurang memperhitungkan adanya partai kecil dan golongan
minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa
distrik.
2. Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam
suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya.
b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa
wakil; biasanya dinamakan Proportional Representation atau Sistem
Perwakilan Berimbang). Gagasan pokok dari sistem ini adalah bahwa
jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai
adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Sistem ini
ada beberapa kelemahan:
1. Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru
2. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai
dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah
memilihnya
3. Mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena
umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua-partai
atau lebih.
Keuntungan sistem Propotional:
1. Sistem propotional di anggap representative, karena jumlah
kursi partai dalm parlemen sesuai dengan jumlah suara
masyarakat yang di peroleh dalam pemilu.
2. Sistem ini di anggap lebih demokatis dalam arti lebih
egalitarian, karena praktis tanpa ada distorsi.
Di Indonesia pada pemilu kali ini, tidak memakai salah satu dari
kedua macam sistem pemilihan diatas, tetapi merupakan kombinasi dari
keduanya.
Hal ini terlihat pada satu sisi menggunakan sistem distrik, antara
lain pada Bab VII pasal 65 tentang tata cara Pencalonan Anggota DPR,
DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dimana setiap partai
Politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPD, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota dengan memperhatikan keterwakilan
perempuan sekurang-kurangnya 30%. Disamping itu juga menggunakan
sistem berimbang, hal ini terdapat pada Bab V pasal 49 tentang
Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota dimana : Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk
provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan :
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1000.000 (satu juta)
jiwa mendapat 35 (tiga puluh lima) kursi
b. Provinsi dengan julam penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta)
sampai dengan 3.000.000 (tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh
lima) kursi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.000 (tiga juta) sampai
dengan 5.000.000 (lima juta) jiwa mendapat 55 (lima puluh lima)
kursi;
d. Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.000 (lima juta) sampai
dengan 7.000.000 (tujuh juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima)
kursi;
e. Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.000 (tujuh juta) sampai
dengan 9.000.000 (sembilan juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh
lima) kursi;
f. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.000 (sembilan juta) sampai
dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh
lima) kursi;
g. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas
juta) jiwa mendapat 100 (seratus) kursi. [5]
2. Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia
Sejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa Indonesia telah
menyelenggarakan Sembilan kali pemilhan uum, yaitu pemilihan umum
1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004. Dari
pengalaman sebanyak itu, pemilihan umum 1955 dan 2004 mempunyai
kekhususan di banding dengan yag lain. Semua pemilihan umum tersebut
tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan
berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentuka hasil pemilhan
umum yang cocok untuk Indonesia. [6]
Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri.Komisi ini memiliki tanggung
jawab penuh atas penyelenggaraan pemilu, dan dalam menjalankan
tugasnya, KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR. Menurut
Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2003, tugas dan wewenang KPU adalah:
a. Merencanakan penyelenggaraan KPU.
b. Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan
pemilu.
c. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua
tahapan pelaksanaan pemilu.
d. Menetapkan peserta pemilu.
e. Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi, dan calon anggota
DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
f. menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan
pemungutan suara.
g. menetapkan hasil pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota
DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
h. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilu.
i. melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.
Dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dijelaskan bahwa
kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes).Majelis
ini bertugas mempersiapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-
garis besar haluan negara.MPR juga mengangkat Kepala Negara
(Presiden) dan wakilnya (Wakil Presiden).MPR adalah pemegang
kekuasaan tertinggi dalam negara, sedangkan Presiden bertugas
menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah
ditetapkan oleh MPR.Di sini, peran Presiden adalah sebagai
mandataris MPR, maksudnya Presiden harus tunduk dan bertanggung
jawab kepada MPR.
Menurut Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen keempat tahun
2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini juga tercantum
dalam Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen kedua tahun 2000
yang berbunyi: "Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui
pemilihan umum." serta Pasal 22C UUD 1945 hasil Amandemen ketiga
tahun 2001 yang berbunyi: "Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih
dari setiap provinsi melalui pemilihan umum." Dalam Pasal 6A UUD
1945 yang merupakan hasil Amandemen ketiga tahun 2001 dijelaskan
mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lengkapnya
berbunyi :
1. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat.
2. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum
sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
3. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan
suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam
pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di
setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah
provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden [9]
UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Republik Indonesia
mengatur masalah pemilihan umum dalam Bab VIIB tentang Pemilihan
Umum Pasal 22E sebagai hasil Amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001.
Secara lengkap, bunyi Pasal 22E tersebut adalah:
a. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
b. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
c. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai
politik.
d. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah adalah perseorangan.
e. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
f. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-
undang.
6. Sistem Ketatanegaraan
Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Tata Negara adalah seperangkat prinsip dasar yang mencakup
peraturan susunan pemerintah, bentuk negara dan sebagainya yang menjadi
dasar peraturan suatu negara.
Ketatanegaraan adalah segala sesuatu mengenai tata Negara. Menurut
hukumnya, tata negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur
kehidupan bernegara yang menyangkut sifat, bentuk, tugas negara dan
pemerintahannya serta hak dan kewajiban para warga terhadap pemerintah
atau sebaliknya.
Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan
Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan. Tentunya Sistem ketatanegaraan
Indonesia mengikuti konsep negara hukum. Ciri-ciri suatu negara hukum
adalah:
1. Pengakuan adan perlindungan hak-gak asasi yang mengandung persamaan
dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
2. Perlindungan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekyuatan
lain dan tidak memihak
3. Jaminan kepastian hokum pada setiap warga negaranya
Sedangkan konsep negara hukum (Rechtsstaat), ketatanegaraan negara
hukum mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan negara berdasar Konstitusi.
2. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka.
3. Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.
4. Kekuasaan yang dijalankan berdasarkan atas prinsip bahwa
pemerintahan, tindakan dan kebijakannya harus berdasarkan ketentuan
hukum (due process of law).
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-
Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan
Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai
kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil
Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai
tingkat RT.
7. Sejarah Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
1. Periode Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Dalam rangka persiapan kemerdekaan Indonesia maka dibentuk BPUPKI,
yang telah berhasil membuat Rancangan Dasar Negara pada tanggal 25
Mei s.d. 1 Juni 1945 dan Rancangan UU Dasar pada tanggal 10 Juli
s.d. 17 Juli 1945. Pada tanggal 11 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan
dan dibentuk PPKI yang melanjutkan upaya-upaya yang telah dilakukan
oleh BPUPKI dan berhasil membuat UUD 1945 yang mulai diberlakukan
tanggal 18 Agustus 1945. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI pada
tanggal 17 Agustus 1945, maka hal-hal yang dilakukan adalah :
1. Menetapkan UUD Negara RI pada tanggal 17 Agustus 1945.
2. Menetapkan Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pembentukan Departemen-Departemen oleh Presiden.
4. Pengangkatan anggota Komite Nasional Indonesi Pusat (KNIP) oleh
Presiden
Sistem pemerintahan negara menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah
Sistem Pemerintahan Presidensial (Sistem Kabinet Presidensial), yang
bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan adalah Presiden.
Menteri-menteri sebagai pembantu Presiden dan bertanggung jawab
kepada Presiden. Presiden adalah Mandataris Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Dalam kurun waktu berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 telah terjadi
"perubahan praktik ketatanegaraan" Republik Indonesia tanpa mengubah
ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan tersebut ialah dengan
keluarnya Maklumat Wakil Presiden tanggal 16 Oktober 1945 dan
Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya
Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 tersebut terjadi
perubahan dari sistem pemerintahan Presidensial (Sistem Kabinet
Presidensial) menjadi sistem pemerintahan Parlementer (Sistem
Kabinet Parlementer).
Sehingga dengan Maklumat-maklumat tersebut menimbulkan persoalan
dalam pelaksanaan pemerintahan mengenai system pemerintahan dimana
menurut Pasal 4 UUD 45 ditegaskan bahwa "Presiden memegang kekuasaan
pemerintahan dan Pasal 17 menetapka bahwa " Menteri Negara diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden dan bertanggung jawab kepada
Presiden, system pemerintahan menurut UUD 1945 adalah Sistem
Presidentil. Sedangkan menurut Maklumat Pemerintah meletakan
pertanggungjawaban Kabinet kepada KNIP yang merupakan ciri dari
system Parlementer.
2. Periode Konstitusi RIS 27 Desember 1945 s.d. 17 Agustus 1950
Setelah Indonesia merdeka, ternyata Belanda masih merasa/ ingin
berkuasa di RI, sehingga sering terjadi konflik antara RI & Belanda,
sehingga dilakukanlah beberapa kali perudingan, perundingan terakhir
adalahKonfrensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 23 Agustus 1949 yang
menghasilkan kesepakatan antara lain :
1. Mendirikan Negara Indoneis Serikat
2. Penyerahan kedaulatan kepada RIS
3. Mendirikan UNI antara RIS dengan kerajaan Belanda.
Atas dasar KMB maka pada tanggal 27 Desember 1949 dibentuklah Negara
RIS dengan Konstitusi RIS.
2.7.3 Periode 17 agustus 1950 s.d. 5 Juli 1959
Pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia resmi kembali menjadi Negara
Kesatuan RI berdasarkan UUDS tahun 1950, yang pada dasarnya
merupakan Konstitusi RIS yang sudah diubah. Walaupun sudah kembali
kepada bentuk Negara kesatuan, namun perbedaan antara daerah yang
satu dengan daerah yang lain masih terasa, adanya ketidakpuasan,
adanya menyesal dan ada pula yang setuju yang pada akhirnya timbul
pemberontakan separatisme.
Pada waktu berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara penyelenggaraan
pemerintahan negara menganut sistem pemerintahan Kabinet Parlementer
(Sistem Pertanggungjawaban Menteri). Sistem Kabinet Parlementer pada
masa berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat belum berjalan
sebagaimana mestinya, sebab belum terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat
hasil pemilihan umum, sedangkan pada waktu berlakunya Undang-Undang
Dasar Sementara, Sistem Kabinet Parlementer baru berjalan
sebagaimana mestinya, setelah terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat/
Badan Konstituante berdasarkan pemilihan umum tahun 1955. Tugas
Badan Konstituante adalah menyusun UUD untuk menggantikan UUDS 1950.
Namun Badan kostituante gagal merumuskan/ menyusun UUD, sehingga
pada 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden,
yang menyatakan membubarkan Badan Konstituante dan memberlakukan
kembali UUD 1945 sebagai UUD Negara RI.
4. Periode 5 Juli 1959 s.d. 11 maret 1966 (Masa Orde Lama / Demokrasi
Terpimpin)
Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem pemerintahan Negara yang
dianut kembali berdasar pada Undang-Undang Dasar 1945, yakni
berdasar pada sistem pemerintahan Presidensial. Sistem pemerintahan
berdasar Undang-Undang Dasar. Masa Orde Lama/Demokrasi Terpimpin (5
Juli 1959 - 11 Maret 1966), dalam praktik sistem pemerintahan Negara
Presidensial belum sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-
Undang Dasar 1945. Sistem pemerintahan Presidensial dijalankan
dengan berdasar Demokrasi Terpimpin, semua kebijakan atas kehendak
atau didominasi oleh Pemimpin sehingga terjadi penyimpangan-
penyimpangan atau Penyelewengan-penyelewengan terhadap Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan Pemimpin dalam hal ini oleh
Presiden. Sehingga banyak menimbulkan kekacauan social budaya dan
tidak stabilnya politik dan hukum ketata negaraan Indonesia yang
kemudian dikeluarkannya Surat Perintah dari Presiden Soekarno kepada
Letnan Jenderal Soeharto yaitu Surat Perintah 11 Maret 1966
(SUPERSEMAR), untuk mengambil segala tindakan dalam menjamin
keamanan dan ketentraman masyarakat serta stabilitas jalannya
pemerintahan (menjalankan tugas presiden).
2.7.5 Periode 11 Maret 1966 - 21 Mei 1998 (Masa Orde Baru/ Demokrasi
Pancasila)
Atas dasar Surat Perintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR), merupakan akar
awal jatuhnya Presiden Soekarno dan tampak kekuasaan Negara dipegang
oleh Jenderal Soeharto. Masa Orde Baru/Demokrasi Pancasila (11 Maret
1966 - 21 Mei 1998), penyelenggaraan pemerintahan negara dengan
sistem pemerintahan Presidensial dengan berdasar pada Demokrasi
Pancasila pada awal pemerintahan Orde Baru mengadakan koreksi total
atas penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.
Dengan demikian, sistem pemerintahan presidensial sudah dilaksanakan
sesuai ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi dalam praktiknya
Presiden Soeharto selama berkuasa kurang lebih 32 tahun cenderung
melakukan KKN. Sehingga pada tahun1998 terjadi gejolak yang sangat
luar biasa dari masyarakat, yang menuntut mundurnya Soeharto sering
disebut gerakan reformasi, yang kemudian memaksa Presiden Soeharto
turun dari jabatannya, dan akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998
Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden, dan melimpahkan
kepada Wakil Presiden, yakni B. J. Habibie sebagai Presiden Baru.
2.7.6 Masa Reformasi
Masa Orde Reformasi (21 Mei 1998 sampai sekarang), penyelenggaraan
pemerintahan masih tetap berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945,
yakni menganut sistem pemerintahan presidensial. Namun, dalam
pelaksanaannya dilakukan secara kristis (reformis) artinya peraturan
perundangan yang tidak berjiwa reformis diubah/diganti. Sistem
Presidensial ini lebih dipertegas di dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesudah Perubahan. Di samping
itu, dianut sistem pemisahan cabang-cabang kekuasaan negara yang
utama dengan prinsip checks and balances.
7. Pancasila dalam Konteks Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Sistem Konstitusi (hukum dasar) republik Indonesia, selain tersusun
dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum
dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum
ketatanegaraa terdapat juga pada berbagai peaturan ketatanegaraan
lainnya seperti dalam TAP MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah
konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak
tertulis), terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan (dalam teori) mengenai konvensi dari AV. Dicey :
adalah ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri
melaksanakan "discretionary powers". Directionary Powers adalah
kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang semata-mat
didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu
sendiri.
Hal di atas yang mula-mula mengemukakan adalah Dicey di kalangan
sarjana di Inggris, pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut
beliau memerinci konvensi ketatanegaraan merupakan hal-hal sebagai
berikut:
1. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang
tumbuh, diikuti dan ditaai dalam praktek penyelenggaraan negara.
2. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh
(melalui) pengadilan.
3. Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau
politik dalam penyelenggaraan negara.
4. Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya
discretionary powers dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara,
di sini meuncul pertanyaan yaitu : "apakah negara itu?" Untuk menjawab
pertanyaan tersebut kita pinjam "Teori Kekelompokan" yang dikemukakan
oleh Prof. Mr. R. Kranenburg adalah sebagai berikut:
"Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organissasi kekuasaan yang
diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan
untuk menyelenggarakan kepentingan mereka bersama".
Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan,
keberadaan bentuk negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi
dua yaitu: Monarki dan Republik, jika seorang kepala negara diangkat
berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk negara disebut Monarki
dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika kepala negara dipilih
untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut Republik
dan kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Batang Tubuh
dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan
pengertian dalam menggunakan istilah bentuk negara (alinea ke-4),
"...... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,...... dan seterusnya. Negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik."
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan
ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu pengertian Konstitusi,
Konstitusi mengandung dua hal yaitu : Konstitusi tertulis dan Konstitusi
tidak tertulis, menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan tentang
sumber hukum melelui ilmu hukum yang membedakan dalam arti material
adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum dalam arti
formal adalah hukum yang dikenal dari bentuknya, karena bentuknya itu
menyebabkan hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah Undang-
Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain-lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh
dalam praktek penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan,
menghidupkan mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-undangan.
Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui merupakan salah satu sumber
hukum tata Negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok yaitu:
Pembukaan, Batang Tubuh yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37
pasal, 3 pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai
kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi,
Pancasila merupakan segala sumber hukum. Negara Indonesia dalam tata
urutan peraturan perundang-undangan pada masa Orde Lama diatur dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum Republik
Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia, dengan tata urutan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan MPR
3. Undang-Undang/Perpu
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan Menteri
7. Peraturan pelaksana
Dalam era reformasi, tata urutan perundang-undangan diatur dalam Tap
MPR No. III/MPR/2000 yang menggantikan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966,
dengan urutan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan MPR
3. Undang-Undang.
4. PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Beberapa problematika dalam Tap MPR No. III/MPR/2000 membuat
pemerintah dan DPR menelurkan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Urutan
Perundang-undangan sebagai pengganti Tap MPR No. III/MPR/2000 yang
terdiri atas:
1. UUD 1945
2. Undang-Undang/PERPU
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan daerah
Berdasarkan UU no 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
terdiri atas:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Sedangkan kedudukan Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum
negara. Sedangkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.
Sifat Undang-Undang Dasar 1945, singakt namun supel, namun harus ingat
kepada dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi
instruksi kepada penyelenggaraan negara dan pimpinan pemerintah untuk:
i. Menyelenggarakan pemerintahan negara dan
ii. Mewujudkan kesejahteraan sosial
2. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah
yakni Undang-Undang, yang lebih cara membuat, mengubah, dan
mencabutnya.
3. Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah
dalam praktek pelaksanaan
4. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang
dinyatakan dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten
dapat dipergunakan untuk menjelaskan ungkapan "Pancasila merupakan
ideologi terbuka" serta membuatnya operasional.
5. Dapat kini ungkapan "Pancasila merupakan ideologi terbuka"
dioperasikan setelah ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai.
Pasal-pasal yang mengandung nilai-nilai Pancasila (nilai dasar) yakni
aturan pokok di dalam UUD 1945 yang ada kaitannya dengan pokok-pokok
pokiran atau ciri khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai instrumen
Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu (TAP
MPR, UU, PP, dsb).
Sebelum menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai
struktur ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan di
sini adalah terjemahan dari istilah Inggris "The Structure of
Government". Pada umunya struktur ketatanegaraan suatu negara meliputi
dua suasana, yaitu: supra struktur politik dan infra struktur politik.
Yang dimaksud supra struktur politik dan infra struktur di sini adalah
segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat-alat
perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan dengannya. Hal-
hal yang termasuk dalam supra struktur politik ini adalah: mengenai
kedudukannya, kekuasaan dan wewenagnya, tugasnya, pembentukannya, serta
hubungan antara alat-alat perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra
struktur politik meliputi lima macam komponen, yaitu: komponen Partai
Politik, komponen golongan kepentingan, komponen alat komunikasi
politik, komponen golongan penekan, komponen tokoh politik.
Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebelum amandemen UUD
1945 dapat diuraikan mengenai pendapat-pendapat secara umum yang
berpengaruh berpendapat, UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan.
Upaya pelestarian ditempuh dengan cara antara lain tidak memperkenankan
UUD 1945 diubah. Secara hukum upaya tersebut diatur sebagai berikut:
1. MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti
tercantum dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai
berikut "Majelis berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 tidak
berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan serta akan melaksanakan
secara murni dan konsekuen."
2. Diperkenalkannya "referendum" dalam sistem ketatanegaraan RI. Kehendak
MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam
sebuah referendum sebelum kehendak itu menjelma menjadi perubahan UUD.
Referendum secara formal mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945
secara nyata. Lembaga ini justru bertujuan untuk mempersempit
kemungkinan mengubah UUD 1945, hal ini dapat diketahui pada bunyi
konsideran TAP MPR No. IV/MPR/1983 yang berbunyi "Bahwa dalam rangka
makin menumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan keinginan untuk
meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah anggota MPR perlu ditemukan
jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak mudah digunakan
untuk merubah UUD 1945."
Kata "melestarikan" dan "mempertahankan" UUD 1945 secara formal adalah
dengan tidak mengubah kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD
1945 diakui bahwa UUD 1945 seperti yang terdapat di dalam penjelasan
adalah sebagai berikut:
"Memang sifat auran itu mengikat, oleh karena itu makin "supel"
(elastic) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya
siatem UUD jangan sampai ketinggalan jaman."
Dari uraian di atas dapat diketahui adanya dua prinsip yang berbeda
yaitu: yang pertama, berkeinginan mempertahankan, sedangkan prinsip yang
kedua, menyatakan UUD jangan sampai ketinggalan jaman, yang artinya
adanya "perubahan", mengikuti perkembangan jaman. Dalam hal ini perlu
dicari jalan keluar untuk memperjelas atas kepastian hukum dalam
ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya bentuk ketentuan
yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi. Konvensi
merupakan keadaan sesungguhnya untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk
melestarikan atau mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 dapat
dilihat sebagai aspek statis dari upaya mempertahankan atau melestarikan
UUD 1945.
Selain alasan-alasan di atas, kehadiran konvensi dalm sistem
ketatanegaraan RI, didorong pula oleh:
1. Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap
negara.
2. Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Konvensi
merupakan salah satu sarana untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan
rakyat.
Di dalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia, pada UUD
1945 sebelum amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran tersendiri, dan
setelah UUD 1945 dilakukan amandemen yang pertama disahkan pada tanggal
19 Oktober 1999, kedua pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal
9 November 2001 dan keempat pada tanggal 10 Agustus 2002, dari amandemen
UUD 1945 tampak terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan RI
yang selanjutnya di dalam struktur setelah amandemen adanya lembaga baru
yaitu Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur ke dalam UUD 1945 yang
diamandemen pasal 7B ayat 1-5 yang intinya adalah menyangkut jabatan
Presiden dan Wakil Presiden. Apabila Presiden dan Wakil Presiden
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
seperti melakukan korupsi, penyuapan, dan lainlain harus diajukan
terlebih dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa, diadili dan
diputuskan seadil-adilnya. Dalam hal ini, DPR mengajukan masalahnya ke
Mahkamah Konstitusi selanjutnya diserahkan kepada MPR untuk diambil
langkah-langkah selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara serta HAM menurut UUD 1945 dilihat
dari sejarah bangsa Indonesia tentang kewarganegaraan pada Undang-Undang
Dasar 1945 sebagaimana pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa "Yang menjadi
warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa
lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara", sedangkan
ayat 2 menyebutkan bahwa "Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan
ditetapkan dengan Undang-Undang."
Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi
perdebatan sengit. Ada yang mengusulkan agar hak asasi manusia
dimasukkan ke dalam ide tetapi ada juga yang menolaknya. Pada akhirnya
antara pro dan kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD
dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk ke dalam pasal-pasal : 27, 28,
29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi adalah setiap
pribadi untuk berbuat agar eksistensi negara atau masyarakat dapat
dipertahankan, sebaliknya negara memiliki kemampuan menjamin hak asasi
warga negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan hak yang melekat
pada diri manusia itu sejak lahir, terlihat dari uraian di atas mengenai
hubungan antar warga negara masing-masing memiliki hak dan kewajiban.
2 Sistem Ketatanegaraan Sebelum Amandemen
Adapun kedudukan dan hubungan antar lembaga tertinggi dan lembaga-
lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 sebelum diamandemen, dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. MPR
Sebelum perubahan UUD 1945, kedudukan MPR berdasarkan UUD 1945
merupakan lembaga tertinggi negara dan sebagai pemegang dan
pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. MPR diberi kekuasaan tak
terbatas (Super Power). karena "kekuasaan ada di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh MPR" dan MPR adalah "penjelmaan dari
seluruh rakyat Indonesia" yang berwenang menetapkan UUD, GBHN,
mengangkat presiden dan wakil presiden.
2. MA
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari
pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi
badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara.
3. BPK
Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga tinggi
negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut
UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden.
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa
tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan
Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-
Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
4. DPR
Tugas dan wewenang DPR sebelum amandemen UUD 1945 adalah memberikan
persetujuan atas RUU [pasal 20 (1)], mengajukan rancangan Undang-
Undang [pasal 21 (1)], Memberikan persetujuan atas PERPU [pasal 22
(2)], dan Memberikan persetujuan atas Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara [pasal 23 (1)]. UUD 1945 tidak menyebutkan dengan
jelas bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan
pengawasan.
5. Presiden
Tugas dan wewenang Presiden :
1. Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris
MPR meskipun kedudukannya tidak "neben" akan tetapi
"untergeordnet".
2. Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi
(consentration of power and responsiblity upon the president).
3. Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power),
juga memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan
kekuasaan yudikatif (judicative power).
4. Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
5. Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat
sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa
jabatannya.
3 Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sesudah Amandemen
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD
1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di
tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan
yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes"
(sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD
1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung
ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar
seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan,
eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang
sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD
1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945,
tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah Amandemen UUD 1945, dapat
dijelaskan sebagai berikut: Undang-Undang Dasar merupakan hukum
tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan
sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation
of power) kepada 6 lembaga negara dengan kedudukan yang sama dan
sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
6. MPR
Dalam menjalankan tugasnya, MPR mempunyai wewenang antara lain
sebagai berikut :
1. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mengubah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, anggota MPR tidak
dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh sekurangkurangnya 1/3 (satu
pertiga) dari jumlah anggota MPR. Setiap usul pengubahan
diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara jelas pasal
yang diusulkan diubah beserta alasannya. Usul pengubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan
kepada pimpinan MPR. Setelah menerima usul pengubahan, pimpinan
MPR memeriksa kelengkapan persyaratannya, yaitu jumlah pengusul
dan pasal yang diusulkan diubah yang disertai alasan pengubahan
yang paling lama dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari sejak
usul diterima pimpinan MPR. Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR
mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok
Anggota MPR untuk membahas kelengkapan persyaratan.
Jika usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan,
pimpinan MPR memberitahukan penolakan usul pengubahan secara
tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya. Namun, jika
pengubahan dinyatakan oleh pimpinan MPR memenuhi kelengkapan
persyaratan, pimpinan MPR wajib menyelenggarakan sidang
paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari. Anggota MPR
menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi kelengkapan
persyaratan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
dilaksanakan sidang paripurna MPR.
Sidang paripurna MPR dapat memutuskan pengubahan pasal Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan
persetujuan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari
jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota.
2. Melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum
MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum
dalam sidang paripurna MPR. Sebelum reformasi, MPR yang
merupakan lembaga tertinggi negara memiliki kewenangan untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak,
namun sejak reformasi bergulir, kewenangan itu dicabut sendiri
oleh MPR. Perubahan kewenangan tersebut diputuskan dalam Sidang
Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7
(lanjutan 2) tanggal 09 November 2001, yang memutuskan bahwa
Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat,
Pasal 6A ayat (1).
3. Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya
MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden diusulkan oleh DPR. MPR wajib menyelenggarakan
sidang paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa
jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak MPR menerima
usul. Usul DPR harus dilengkapi dengan putusan Mahkamah
Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti
melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun
perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden. Keputusan MPR terhadap usul
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diambil dalam
sidang paripurna MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga
perempat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota yang hadir.
4. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden
Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh
Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.
Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera
menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil
Presiden menjadi Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan
sidang, Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR. Dalam hal DPR
tidak dapat mengadakan rapat,Presiden bersumpah menurut agama
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR
dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
5. Memilih Wakil Presiden
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR
menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu paling lambat 60
(enam puluh) hari untuk memilih Wakil Presiden dari 2 (dua)
calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan
jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
6. Memilih Presiden dan Wakil Presiden
Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya secara bersamaan, MPR menyelenggarakan sidang
paripurna paling lambat 30 (tiga puluh) hari untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden, dari 2 (dua) pasangan calon
presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan
Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan
adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Pertahanan secara bersama-sama.
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih
melalui pemilihan umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan
keputusan Presiden. Sebelum reformasi, MPR terdiri atas anggota
DPR, utusan daerah, dan utusan golongan, menurut aturan yang
ditetapkan undang-undang. Jumlah anggota MPR periode 2009–2014
adalah 692 orang yang terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132
anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan
berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan
sumpah/janji.
Anggota MPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji
secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam
sidang paripurna MPR. Anggota MPR yang berhalangan mengucapkan
sumpah/janji secara bersama-sama, mengucapkan sumpah/janji yang
dipandu oleh pimpinan MPR. Adapun hak dan kewajiban setiap
anggota MPR adalah sebagai berikut.
1. Hak anggota :
a. Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.
c. Memilih dan dipilih.
d. Membela diri.
e. Imunitas.
Hak imunitas merupakan hak anggota Dewan untuk dilindungi
setiap pernyataannya dalam melaksanakan tugas-tugas
kedewanan. Dalam UU lembaga perwakilan yang baru tersebut,
hak imunitas diperluas, tidak hanya diberikan saat berada
dalam forum rapat. Hak imunitas juga diberikan ketika
anggota Dewan berada di luar Kompleks Senayan.
f. Hak Protokoler
Hak protokoler adalah hak anggota dewan untuk memperoleh
penghormatan berkenaan dengan jabatannya dalam acara-acara
kenegaraan atau acara resmi maupun dalam melaksanakan
tugasnya. (UU 22/2003).
2. Kewajiban anggota
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.
b. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan.
c. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan.
e. Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.
Alat kelengkapan MPR terdiri atas :
1. Pimpinan MPR
Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal
dari anggota DPR dan 4 (empat) orang wakil ketua yang terdiri
atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2
(dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPD, yang
ditetapkan dalam sidang paripurna MPR.
2. Panitia Ad Hoc
Panitia ad hoc MPR terdiri atas pimpinan MPR dan paling
sedikit 5% (lima persen) dari jumlah anggota dan paling banyak
10% (sepuluh persen) dari jumlah anggota yang susunannya
mencerminkan unsur DPR dan unsur DPD secara proporsional dari
setiap fraksi dan Kelompok Anggota MPR.
MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota
negara. Sidang MPR sah apabila dihadiri :
1. sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus
usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
2. Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah
dan menetapkan UUD sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah
Anggota MPR sidang-sidang lainnya.
Putusan MPR sah apabila disetujui:
1. Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir
untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil
Presiden
2. Sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk
memutus perkara lainnya.
3. Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak,
terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan
musyawarah untuk mencapai hasil yang mufakat.
Ketua MPR
Dr.(HC). H. Zulkifli Hasan, S.E., M.M.
Masa jabatan 2014 - 2019
7. DPR
Fungsi DPR adalah legislasi, anggaran, dan pengawasan yang
dijalankan dalam kerangka representasi rakyat.
1. Legislasi : Fungsi Legislasi dilaksanakan untuk membentuk undang-
undang bersama presiden.
2. Anggaran : Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan
memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan
terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh
Presiden.
3. Pengawasan : Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan
atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.
DPR mempunyai beberapa hak, yaitu; hak interpelasi, hak angket, hak
imunitas, dan hak menyatakan pendapat.
1. Hak interpelasi
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada
Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan
strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
2. Hak angket
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap
pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah
yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3. Hak imunitas
Hak imunitas adalah kekebalan hukum dimana setiap anggota DPR
tidak dapat dituntut di hadapan dan di luar pengadilan karena
pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan
ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik.
4. Hak menyatakan pendapat
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat
atas:
Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi
di tanah air atau di dunia internasional.Tindak lanjut pelaksanaan
hak interpelasi dan hak angket.
Dalam menjalankan tugasnya setiap anggota DPR memiliki hak dan
kewajiban. Adapun Hak anggota DPR adalah sebagai berikut.
1. mengajukan usul rancangan undang-undang
2. mengajukan pertanyaan
3. menyampaikan usul dan pendapat
4. memilih dan dipilih
5. membela diri
6. imunitas
7. protokoler
8. keuangan dan administratif
Sedangkan kewajiban anggota DPR adalah sebagai berikut.
1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila
2. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan menaati peraturan perundangundangan
3. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
4. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan
5. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat
6. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara
7. menaati tata tertib dan kode etik
8. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
9. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan
kerja secara berkala
10. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat
11. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada
konstituen di daerah pemilihannya
Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara
lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota
TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya
bersumber dari APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat
struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik,
konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan
lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai
anggota DPR.
Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan,
permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan
tertulis dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota
DPR melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap
tangan.
Alat kelengkapan DPR terdiri atas : Pimpinan, Badan Musyawarah,
Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Akuntabilitas
Keuangan Negara, Badan Kehormatan, Badan Kerjasama Antar-Parlemen,
Badan Urusan Rumah Tangga, Panitia Khusus dan alat kelengkapan lain
yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.
Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh unit
pendukung yang tugasnya diatur dalam peraturan DPR tentang tata
tertib.
1. Pimpinan
Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat)
orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan
urutan perolehan kursi terbanyak di DPR. Ketua DPR ialah anggota
DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak pertama di DPR. Wakil Ketua DPR ialah anggota DPR yang
berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak
kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Dalam hal terdapat lebih
dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak
sama, ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan urutan hasil
perolehan suara terbanyak dalam pemilihan umum. Dalam hal
terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh
suara sama, ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan
persebaran perolehan suara. Dalam hal pimpinan DPR belum
terbentuk, DPR dipimpin oleh pimpinan sementara DPR. Pimpinan
sementara DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu)
orang wakil ketua yang berasal dari 2 (dua) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPR. Dalam hal
terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh
kursi terbanyak sama, ketua dan wakil ketua sementara DPR
ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai politik
bersangkutan yang ada di DPR. Ketua dan wakil ketua DPR
diresmikan dengan keputusan DPR. Pimpinan DPR sebelum memangku
jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya dipandu oleh
Ketua Mahkamah Agung. Adapun tugas DPR adalah sebagi berikut.
a. memimpin sidang DPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk
diambil keputusan
b. menyusun rencana kerja pimpinan
c. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan
agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPR
d. menjadi juru bicara DPR
e. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR
f. mewakili DPR dalam berhubungan dengan lembaga negara lainnya
g. mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga
negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR
h. mewakili DPR di pengadilan
i. melaksanakan keputusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi
atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
j. menyusun rencana anggaran DPR bersama Badan Urusan Rumah
Tangga yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna
k. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang
khusus diadakan untuk itu
Pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia,
mengundurkan diri, dan diberhentikan. Pimpinan DPR dapat
diberhentikan karena alasan-alasan berikut.
a. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut tanpa keterangan apa pun
b. Melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan
keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh
Badan Kehormatan DPR dinyatakan bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebihdiusulkan oleh partai politiknya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan ditarik keanggotaannya
sebagai anggota DPR oleh partai politiknya melanggar ketentuan
larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini
diberhentikan sebagai anggota partai politik berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya,
anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara
pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai
dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif. Dalam hal salah
seorang pimpinan DPR berhenti, penggantinya berasal dari partai
politik yang sama. Pimpinan DPR diberhentikan sementara dari
jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun
atau lebih. Dalam hal pimpinan DPR dinyatakan tidak terbukti
melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPR yang
bersangkutan melaksanakan kembali tugasnya sebagai pimpinan DPR.
2. Badan Musyawarah
Badan Musyawarah (disingkat Bamus) dibentuk oleh DPR dan
merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR
menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Anggota Badan Musyawarah berjumlah paling banyak 1/10 (satu
persepuluh) dari jumlah anggota DPR berdasarkan perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat
paripurna. Pimpinan DPR karena jabatannya juga sebagai pimpinan
Badan Musyawarah. Adapun tugas yang harus dilakukan oleh
pimpinan DPR antara lain.
i. Menetapkan agenda DPR untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu)
masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang,
perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu
penyelesaian rancangan undang-undang, dengan tidak mengurangi
kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya memberikan
pendapat kepada pimpinan DPR dalam menentukan garis kebijakan
yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPR;
ii. Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan
DPR yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai
pelaksanaan tugas masing-masing
iii. Mengatur lebih lanjut penanganan suatu masalah dalam hal
undang-undang mengharuskan Pemerintah atau pihak lainnya
melakukan konsultasi dan koordinasi dengan DPR
iv. Menentukan penanganan suatu rancangan undangundang atau
pelaksanaan tugas DPR lainnya oleh alat kelengkapan DPR
v. Mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai jumlah komisi,
ruang lingkup tugas komisi, dan mitra kerja komisi yang telah
dibahas dalam konsultasi pada awal masa keanggotaan DPR
vi. Melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna
kepada Badan Musyawarah
3. Komisi
Komisi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang
bersifat tetap. DPR menetapkan jumlah komisi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota
komisi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan
pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan komisi
merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial. Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan
paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan
oleh anggota komisi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat
dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan
pimpinan komisi dalam rapat komisi yang dipimpin oleh pimpinan
DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan komisi.
Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan
persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan rancangan
undang-undang.
1. Tugas komisi di bidang anggaran adalah:
a. Mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai penyusunan
rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang
termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan
Pemerintah.
b. Mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan
rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang
termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan
Pemerintah.
c. Membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi,
program, dan kegiatan kementerian/lembaga yang menjadi mitra
kerja komisi.
d. Mengadakan pembahasan laporan keuangan negara dan
pelaksanaan APBN termasuk hasil pemeriksaan BPK yang
berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya.
e. Menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, dan hasil pembahasan, kepada Badan
Anggaran untuksinkronisasi.
f. Menyempurnakan hasil sinkronisasi Badan Anggaran berdasarkan
penyampaian usul komisi.
g. Menyerahkan kembali kepada Badan Anggaran hasil pembahasan
komisi, untuk bahan akhir penetapan APBN.
2. Tugas komisi di bidang pengawasan adalah:
a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,
termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya yang termasuk
dalam ruang lingkup tugasnya;
b. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang
berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;
c. melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; dan
d. membahas dan menindaklanjuti usulan DPD.
3. Komisi dalam melaksanakan, dapat mengadakan:
a. rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili oleh
menteri/pimpinan lembaga;
b. konsultasi dengan DPD;
c. rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang
mewakili instansinya;
d. rapat dengar pendapat umum, baik atas permintaan komisi
maupun atas permintaan pihak lain;
e. rapat kerja dengan menteri atau rapat dengar pendapat dengan
pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya yang tidak
termasuk dalam ruang lingkup tugasnya apabila diperlukan;
dan/atau kunjungan kerja.
Komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan tugas komisi.
Keputusan dan/atau kesimpulan hasil rapat kerja komisi atau
rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan
Pemerintah. Komisi membuat laporan kinerja pada akhir masa
keanggotaan DPR, baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan
untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa
keanggotaan berikutnya. Komisi menyusun rancangan anggaran untuk
pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya
disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga. Komisi adalah unit
kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang
berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di
dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus
menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian
keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan
atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok
yang digeluti oleh komisi. Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai
11 komisi dengan ruang lingkup tugas, yaitu :
1. Komisi I, membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.
2. Komisi II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi
daerah, aparatur negara, dan agraria.
3. Komisi III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak
asasi manusia, dan keamanan.
4. Komisi IV, membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan,
kelautan, perikanan, dan pangan.
5. Komisi V, membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan
umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan dan kawasan
tertinggal.
6. Komisi VI, membidangi perdagangan, perindustrian, investasi,
koperasi, usaha kecil dan menengah), dan badan usaha milik
negara.
7. Komisi VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan
teknologi, dan lingkungan.
8. Komisi VIII, membidangi agama, sosial dan pemberdayaan
perempuan.
9. Komisi IX, membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja
dan transmigrasi.
10. Komisi X, membidangi pendidikan, pemuda, olahraga,
pariwisata, kesenian, dan kebudayaan.
11. Komisi XI, membidangi keuangan, perencanaan pembangunan
nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.
Ketua DPR
H. Setya Novanto, S.E
Masa Jabatan 2014 – 2019
8. DPD
DPD memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan
pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu
2. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu. Anggota DPD
dari setiap provinsi adalah 4 orang. Dengan demikian jumlah
anggota DPD saat ini adalah seharusnya 136 orang. Masa jabatan
anggota DPD adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat
anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Alat kelengkapan DPD terdiri atas: Pimpinan, Komite, Badan
Kehormatan dan Panitia-panitia lain yang diperlukan.
1. Pimpinan
Pimpinan DPD terdiri atas seorang ketua dan dua wakil ketua.
Selain bertugas memimpin sidang, pimpinan DPD juga sebagai juru
bicara DPD.
2. Sekretariat Jenderal
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPD, dibentuk
Sekretariat Jenderal DPD yang ditetapkan dengan Keputusan
Presiden, dan personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil.
Sekretariat Jenderal DPD dipimpin seorang Sekretaris Jenderal
yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas
usul Pimpinan DPD.
Ketua DPD
H. Irman Gusman, S.E., MBA
Masa jabatan 2014 - 2019
9. Presiden dan wakil Presiden
Wewenang Presiden sebagai kepala negara
1. membuat perjanjian dengan negara lain melalui persetujuan DPR
2. mengangkat duta dan konsul
3. menerima duta dari negara asing
4. memberi gelar , tanda jasa, tanda kohormatan kepada WNI ataupun
WNA yang berjasa bagi Indonesia.
Wewenang Presiden sebagai kepala pemerintahan
1. menjalankan kekuasaan pemerintah sesuai UUD
2. berhak mengusulkan RUU kepada DPR
3. menetapkan peraturan pemerintah
4. memegang teguh UUD dan menjalankan seluruh undang-undang dan
peraturann dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa
dan Bangsa
5. memberi grasi dan rehabilitasi
6. memberi amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR
Selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden
merupakan panglima angkatan tertinggi yang memiliki wewenang
sebagai berikut :
1. menyatakan perang, perdamaian, perjanjian dengan negara lain
dengan persetujuan DPR
2. membuat perjanjian internasional dengan persetujuan DPR
3. menyatakan keadaan bahaya
Presiden
Ir. H. Joko Widodo
Masa Jabatan 2014 - 2019
Wakil Presiden
Drs. H. M. Jusuf Kalla
Masa Jabatan 2014 – 2019
10. Mahkamah agung
Mahkamah agung adalah lembaga tertinggi dalam system ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama
dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah agung membawahi badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha Negara. Menurut Undang-undang Dasar 1945, wewenang Mahkamah
Agung adalah:
1. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan
pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-
undang menentukan lain
2. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang; dan
3. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.
Ketua MA
Hatta Ali
Masa jabatan 2012 - 2017
11. Mahkamah konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu)
kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Memutus pembubaran partai politik, dan
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:
1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa :
i. Penghianatan terhadap negara
ii. Korupsi
iii. Penyuapan
iv. Tindak pidana lainnya
2. atau perbuatan tercela, dan/atau
3. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Ketua MK
Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H.
2013 - 2016
12. Badan pemeriksa keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga negara yang bertugas
untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas
dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang berkedudukan di Ibukota negara dan memiliki perwakilan
di setiap provinsi. Keanggotaan BPK terdiri dari 9 (sembilan) orang
anggota, yang keanggotaannya diresmikan dengan Keputusan Presiden
dengan susunan terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota,
seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota
untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun.
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara berdasarkan undang-undang
tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja,
dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu sesuai dengan standar
pemeriksaan keuangan negara yang hasil pemeriksaannya diserahkan
kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya untuk
ditindaklanjuti. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana,
BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu)
bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut untuk dijadikan
dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas Pemeriksaan,
BPK berwenang :
1. Menentukan menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan
melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode
pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan
2. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh
setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan
lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara
3. Melakukan pemeriksaan di tempat periyimpanan uang dan barang
milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata
usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-
perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran,
pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan negara
4. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib
disampaikan kepada BPK
5. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah
konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib
digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara
6. Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara
7. Menggunakan tenaga ahli dan/ atau tenaga pemeriksa di luar BPK
yang bekerja untuk dan atas nama BPK
8. Membina jabatan fungsional Pemeriksa
9. Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan
10. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.
Dalam hal penyelesaian kerugian negara/daerah, BPK berwenang untuk
menilai dan atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan
oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang
dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/Badan
Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara serta memantau
penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh
Pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat
lain, pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada
bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara
yang telah ditetapkan oleh BPK serta pelaksanaan pengenaan ganti
kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap untuk
diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai
dengan kewenangannya.
Selain itu BPK juga mempunyai kewenangan untuk memberikan pendapat
kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, Lembaga
Negara Lain, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan
Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga atau
badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya, memberikan
pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah serta memberikan
keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian
negara/daerah.
Ketua BPK
Drs. H. Harry Azhar Azis, M.A
Masa Jabatan 2014 - 2019
13. Komisi Yudisial
Yudisial muncul sebagai akibat dari salah satu atau lebih dari lima
hal sebagai berikut :
1. Lemahnya pengawasan secara intensif terhadap kekuasaan
kehakiman, karena pengawasan hanya dilakukan secara internal
saja.
2. Tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung antara kekuasaan
pemerintah (executive power) –dalam hal ini Departemen
Kehakiman– dan kekuasaan kehakiman (judicial power).
3. Kekuasaan kehakiman dianggap tidak mempunyai efisiensi dan
efektivitas yang memadai dalam menjalankan tugasnya apabila
masih disibukkan dengan persoalanpersoalan teknis non-hukum.
4. Tidak adanya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena
setiap putusan kurang memperoleh penilaian dan pengawasan yang
ketat dari sebuah lembaga khusus.
5. Pola rekruitmen hakim selama ini dianggap terlalu bias dengan
masalah politik, karena lembaga yang mengusulkan dan merekrutnya
adalah lembaga-lembaga politik, yaitu presiden atau parlemen.
Dalam melaksanakan tugasnya, komisi yudisial memiliki wewenang.
Antara lain sebagai berikut :
1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di
Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,serta
perilaku hakim;
3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
bersama-sama dengan Mahkamah Agung;
4. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman
Perilaku Hakim (KEPPH)
Setiap anggota komisi yudisial memiliki tugas sebagai berikut:
1. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
2. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
3. Menetapkan calon Hakim Agung; dan
4. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan
cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara
lengkap dan akurat. Keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas mantan
hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat.
Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat Negara, terdiri dari 7 orang
(termasuk Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota). Anggota
Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Ketua KY
Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.
Masa Jabatan 2010 - 2015
14. KPU
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan
Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa
untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan
sebagai berikut :
1. Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
2. Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang
berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
3. Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut
PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari
tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya
disebut TPS;
4. Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk
setiap daerah pemilihan;
5. Menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah
pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
6. Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil
Pemilihan Umum;
7. Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Ketua KPU
Husni Kamil Malik
Masa Jabatan 2012 - 2017
15. Bank Sentral
Status dan kedudukan dari bank sentral antara lain:
1. Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Undang-Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan
berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan
status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen
dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya.
Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia
mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan
setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri
pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga
berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam
bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin
independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan
kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur
ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang
independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan
Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia
juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank
Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang
khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter
secara lebih efektif dan efisien.
2. Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun
badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai
badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan
peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari
undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai
dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank
Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam
maupun di luar pengadilan.
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai
satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek,
yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin
pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin
pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara
lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas
sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas
tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan
Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga
pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini
adalah:
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
3. Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank
Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan
pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan
ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip
kehati-hatian. Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan,
selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia
juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan
kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan
kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung
maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam
bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila
diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui
penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang
disampaikan oleh bank.
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap
sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah
menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif.
Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan
sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi,
disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan
moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya
memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program
restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan
peningkatan fungsi pengawasan bank.
Ketua Bank Indonesia
Agus Martowardojo
Masa Jabatan 2013 – 2018
9. Studi Kasus
PENGANGKATAN BASUKI TJAHJA (AHOK) SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA DAN
PEMILIHAN WAKIL GUBERNUR SESUAI RUU PILKADA
1. Kronologi Kasus
Setelah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dinyatakan lepas jabatan
karena dilantik sebagai presiden, jabatan gubernur akan dipegang
oleh Ahok sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004. Dengan
naiknya Ahok sebagai gubernur, jabatan wagub akan kosong dan
partai pengusung kepala daerah petahana diminta menyepakati dua
calon untuk diusulkan dan dipilih oleh DPRD DKI sebagai wagub.
Pasal 35 ayat 2 dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang sisa
masa jabatannya lebih dari 18 bulan, kepala daerah mengusulkan 2
orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna
DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik
yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah.
Dalam hal ini Ahok secara terang-terangan mengaku tidak setuju
dengan usulan kandidat calon wakil gubernur yang akan
mendampinginya jika dilantik jadi gubernur. Saat ini ada dua nama
yang sudah diusulkan oleh Partai Gerindra dan PDIP yakni Muhammad
Taufik dan Boy Sadikin. Keduanya merupakan ketua DPD DKI Jakarta
dari masing-masing partai. Meski usulan calon pendamping Ahok
memang merupakan hak dari masing-masing partai pengusung, namun
tegas Ahok, keputusan tetap berada di tangannya.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menegaskan bahwa ia memilih
mengundurkan diri dari jabatannya jika dipasangkan dengan M.
Taufik. Seperti diketahui, M. Taufik yang saat ini menjabat Ketua
DPD DKI Jakarta dari Partai Gerindra, disebut-sebut akan diajukan
sebagai calon Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk mendampingi Ahok.
Ahok bahkan curiga, ada skenario licik di balik pengajuan M.
Taufik tersebut. Dalam pandangan mantan Bupati Belitung Timur ini,
M. Taufik berambisi ingin menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ahok sejak
jauh-jauh hari telah menegaskan penolakannya jika M. Taufik yang
diajukan sebagai calon Wakil Gubernur DKI Jakarta. Ia lebih
memilih berpasangan dengan Ahmad Muzani yang saat ini menjabat
sebagai Sekjen Partai Gerindra, didasari dengan masa lalu M Taufik
yang tidak begitu bagus.
Kekisruhan ini terus berlanjut hingga masing – masing pihak
menyatakan argumennya. Ahok berpegang teguh pada Pasal 203, dalam
hal kekosongan gubernur, bupati, wali kota yang diangkat untuk
menggantikan adalah wakilnya. Hal itu berdasarkan UU Nomor 32
tahun 2004. Sedangkan, M Taufik mengatakan, UU 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah tidak berlaku lagi dengan terbitnya Perppu
Nomor 1/2014 tentang Perubahan Pemilihan Kepala Daerah. Inilah
yang menjadi dasar argumen untuk memilih gubernur, bukan
mengangkat Wakil Gubernur Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. Tidak
lama setelah itu, Ahok menjawab kalau gunakan Perppu baru hanya
untuk pemilihan yang akan datang. Karena pemilihan akan datang,
kepala daerah dipilih tidak satu paket. Kepala daerah terpilih
memilih sendiri wakilnya. Namun, sisanya masih lebih 18 bulan,
maka wakil yang dipilih kepala daerah yang bermasalah tidak boleh
naik.
Keduanya terus saling berdebat terkait mekanisme pergantian posisi
Gubernur DKI. Namun, Ahok sempat mengatakan bahwa dirinya tidak
masalah menjadi Wakil Gubernur asalkan M Taufik tidak menjadi
Gubernur. Sebab, Gubernur dan Wakil Gubernur harus memiliki visi-
misi yang sama membangun Jakarta. Sedangkan masing – masing pihak
tersebut tidak saling mendukung dan berdamai, namun saling
menjatuhkan dan saling mengeluarkan argumen yang terus menerus
bertolak belakang.
2. Analisa :
Menurut analisa kami, Basuki Tjahja Purnama yang sering disapa
Ahok, tidak punya hak menolak calon yang disodorkan mereka itu.
Karena semua itu didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Mari, kita juga membaca Undang-
Undang itu, khususnya ketentuan mengenai apabila terjadi
kekosongan jabatan wakil kepala daerah itu: Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004, Pasal 35 ayat (2): Apabila terjadi kekosongan
jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan,
kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil kepala
daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul
partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan
calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah. Mengapa.Usulan tersebut harus diajukan oleh kepala
daerah, tidak langsung saja oleh parpol pengusung karena maksud
dari ketentuan itu adalah memberi kesempatan kepala daerah untuk
memilih calon wakilnya yang dianggap cocok dengan dirinya (bisa
bekerjasama dengannya dengan sebaik mungkin). Kalau tidak
demikian maksudnya, tentu ketentuannya adalah tanpa melibatkan
kepala daerah. Alasan ini sangat logis, karena hanya kepala
daerah yang bersangkutan sendirilah yang tahu siapa calon
wakilnya yang bisa cocok untuk bekerjasama dengannya memimpin
daerah yang bersangkutan secara maksimal. Dan, yang tak bisa
dipungkiri adalah hanya pasangan kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang serasi, saling merasa cocok satu dengan yang lain,
baik secara personal, maupun secara profesional sajalah yang
memungkinkan mereka bisa bersama-sama mengurus daerah tersebut
dengan baik dan maksimal. Demikian pula seharusnya yang kelak
tercipta di antara Gubernur DKI Jakarta (Ahok) dengan wakilnya,
sebagaimana pernah terjadi – dan masyarakat Jakarta sudah
merasakan manfaatnya, ketika Jokowi-Ahok memimpin Jakarta.
Keduanya meskipun berbeda karakter, cocok satu dengan yang lain,
punya visi dan misi yang sama dalam membangun Jakarta: selalu
setia kepada konstitusi, bukan kepada konstituen, apalagi kepada
parpol; penegakan hukum secara konsisten dan konsekuen, tanpa
kompromi dan toleransi; menciptakan aparat birokrat yang
berintegritas tinggi, bersih, jujur, dan pekerja keras dalam
pengabdiannya kepada warga Jakarta, mendorong warga Jakarta
untuk terbiasa hidup dalam tingkat disiplin yang tinggi, taat
hukum, dan sebagainya. Seharusnya PDIP, apalagi Partai Gerindra
melakukan introspeksi diri dulu sebelum menyalahkan Ahok yang
telah memastikan dirinya menolak jika dua nama itu yang
disodorkan kepadanya. Ahok pasti tidak ingin diperlakukan
seperti Tri Rismaharini, Walikota Surabaya,yang dilanggar
wewenangnya oleh beberapa fraksi parpol, termasuk PDIP di DPRD
Surabaya, untuk menentukan dua calon wakil walikota Surabaya
sebagai pendampingnya sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (2)
Undang-Undang tentang Pemerintahan daerah itu. Tanpa
sepengetahuan Bu Risma, mereka memilih dan menentukan pengganti
Bambang D.H. adalah Wisnu Sakti Buana, yang notabene adalah
"musuh bebuyutan" Bu Risma, karena kerap menentang Bu Risma.
Bahkan pernah menjadi sponsor untuk memakzulkan Bu Risma.
Akibatnya sampai sekarang tidak ada komunikasi yang baik antara
Walikota Surabaya dengan Wakil Walikotanya. Bu Risma terkesan
jalan sendiri, seolah-olah Wisnu tidak pernah ada. Boy Sadikin,
apalagi Mohammad Taufik seharusnya juga mau mengintrospeksi
dirinya masing-masing, apakah mereka layak dan cocok menjadi
pendamping Ahok memimpin DKI Jakarta. Bagaimana dengan pandangan
mereka kepada Ahok selama ini, apakah mereka sendiri merasa
cocok dan bisa bekerjasama dengan Ahok, bersamaan dengan itu
mereka – terutama sekali Taufik, malah pengecam dan tidak setuju
Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Dari kasus ini kita patut menjadi semakin khawatir jika pilkada
melalui DPRD benar-benar sudah pasti diberlakukan, karena kelak
parpol-parpol itu punya wewenang penuh untuk menentukan siapa
yang menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah.
BAB III
Kesimpulan
1 Kesimpulan
1. Demokrasi adalah Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas
anggota dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas
dasar sistem perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya
mempertanggung jawabkan tindakan-tindakannya pada mayoritas
tersebut
2. Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang di utarakan di
Athena Kuno pada abad ke-5 SM. Kota-kota didaerah Yunani waktu
itu masih kecil-kecil penduduknya tidak banyak sehingga mudah
untuk dikumpulkan rapat untuk musyawarah. Pada demokrasi ini
merupakan demokrasi langsung. Sedangkan seiring berkembangnya
zaman banyak negara besar yang penduduknya banyak sehingga jika
dilakukan dengan demokrasi langsung tidaklah mungkin. Maka dari
itu demokrasi yang diterapkan merupakan demokrasi tidak langsung
salah satunya indonesia yang merupakan negara kepulauan
menerapkan demokrasi tidak langsung.
3. Berdasarkan cara penyampaian pendapat yaitu demokrasi langsung,
demokrasi tidak langsung dan demokrasi perwakilan dengan
pengawasan langsung dari rakyat. Demokrasi berdasarkan titik
perhatian terdiri dari demokrasi formal, demokrasi material,
demokrasi campuran. Demokrasi berdasarkan prinsip yaitu
demokrasi liberal dan demokrasi rakyat. Demokrasi berdasarkan
wewenang dan hubungan antar kelengkapan negara yaitu demokrasi
sistem parlementer, demokrasi sistem prasidensial. Kemudian
prinsip dari demokrasi itu sendiri diantaranya pemisahan
kekuasaan, pemerintahan konstitusional, mempunyai prinsip negara
hukum, menjalankan pemerintahan melalui musyawarah tanpa
kekerasan, dan sebagainya.
4. Pelaksanaan demokrasi di Indonesia telah menggunakan suatu
demokrasi sebagai system pemerintahannya.
5. Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan
Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan. Tentunya Sistem
ketatanegaraan Indonesia mengikuti konsep negara hukum.
6. Ketatanegaraan adalah segala sesuatu mengenai tata Negara.
Menurut hukumnya, tata negara adalah suatu kekuasaan sentral
yang mengatur kehidupan bernegara yang menyangkut sifat, bentuk,
tugas negara dan pemerintahannya serta hak dan kewajiban para
warga terhadap pemerintah atau sebaliknya.
7. Sistem ketatanegaraan republik Indonesia telah melalui enam
periode, yakni : Periode Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,
Periode Konstitusi RIS 27 Desember 1945 s.d. 17 Agustus 1950,
Periode 17 agustus 1950 s.d. 5 Juli 1959, P eriode 5 Juli 1959
s.d. 11 maret 1966 (Masa Orde Lama / Demokrasi Terpimpin), P
eriode 11 Maret 1966 - 21 Mei 1998 (Masa Orde Baru/ Demokrasi
Pancasila) dan Masa Reformasi.
8. Pancasila dalam konteks ketatanegaraan republik indonesia.
Sistem Konstitusi (hukum dasar) republik Indonesia, selain
tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga
mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan
bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraa terdapat juga pada
berbagai peaturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam TAP MPR,
UU, Perpu, dan sebagainya.
9. Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945
sebelum diamandemen diantaranya MPR sebagai lembaga tertinggi
negara dan sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan
rakyat. MA merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama
Makamah Konstitusional. BPK merupakan pemeriksa pengelolaan
keuangan. DPR itu memberikan persetujuan atas RUU, presiden
memegang posisi sentral dan dominan sebagai mendataris MPR
"neben" akan tetapi "untergeordnet".
10. Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah amandemen. Salah satu
tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan
UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan
tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan
rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-
pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan
mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat
penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan
konstitusi. Kedudukan lembaga tertinggi sesudah amandemen
diantaranya Presiden, MPR yang membawahi DPD dan DPR, BPK,
kehakiman (Makamah Agung, Makamah Konstitusi, Komisi Yudisial.
11. Diharapkan berbagai pihak yang bersangkutan serta berseteru ini
bisa saling menginstropeksi diri. Ahok menolak adanya M. Tuafik
dan Boy Sadikin karena Ahok menganggap tidak ada kesamaan visi
misi diantara mereka, karena sepasang pemimpin bila tidak
memiliki kesamaan visi misi bisa jadi tidak aka nada
kelanggengan dalam memimpin daerah tersebut. Partai pengusung
calon wakil gubernur pun diharapkan untuk menginstropeksi diri,
tidak memaksakan kehendak serta memikirkan kepentingan rakyat
banyak buka kepentingna partai politik saja. Ahok pun diharapkan
segera mengeluarkan nama – nama calon wakilnya yang sesuai
dengan visi misinya agar tidak banyak berita yang simpang siur
dan membuat masalah menjadi runyam.
2 Saran
1. Mewujudkan budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari
semua warga negara. Yang paling utama, tentu saja, adalah adanya
niat untuk memahami nilai-nilai demokrasi.Mempraktekanya secara
terus menerus, atau membiasakannya.
2. Memahami nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran, yaitu
belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mewujudkan budaya
demokrasi dengan lebih baik dibandingkan kita. Dalam usaha
mempraktekan budaya demokrasi, kita kadang-kadang mengalami
kegagalan disana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan niat kita untuk
terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari.
3. Suatu hari nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar
membudaya di tanah air kita, baik dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri.
Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah
dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun
dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui berbagai macam
permasalhan tetapi ini semua wajar karena indonesia baru menghadapi
ini pertama kalinya setelah pemilu langsung untuk memilih presiden
dan wakilnya ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik
masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya
berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai
sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan yang
pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya
permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum
dapar berjalan dengan lancar.