LAPORAN PENDAHULUAN Chronic Kidney Disease(CKD) dengan komplikasi Osteo Renal Distropi(OSRD) Di ruang hemodialisa RSUD dr. Saiful Anwar Malang
A. Chronic Kidney Disease (CKD) 1. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448) Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812) Cronik Kidney Deases (CKD) adalah penurunan faal/fungsi ginjal yang menahun yang umumnya irreversible dan cukup lanjut (Suparman, 1990). 2. Etiologi CKD: Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonephritis Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis 3. Klasifikasi Terdapat 8 kelas sebagai berikut : Klasifikasi penyakit Infeksi Penyakit peradangan
Penyakit Pielonefritis kronik Glomerulonefritis
Penyakit vascular Hipertensif Gangguan jaringan Penyambung Gangguan kongenital dan herediter Penyakit metabolic Nefropati toksik Nefropati obstruktif
Nefrosklerosis benigna Nefrosklerosis maligna Stenosis arteri renalis Lupus eritematosus sistemik Poliarteritis nodus Skelrosis sistemik progresif Penyakit ginjal polikistik Asidosis tubulus ginjal Diabetes mellitus, Gout Hiperparatiroidisme, Amiloidosis Penyalahgunaan analgesik Nefropati timbal Saluran kemih atas : kalkuli, neoplasma fibrosis retroperitoneal Saluran kemih bawah : hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital pada leher kandung kemih dan uretra
Klasifikasi GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease): Stage 1 2 3 4 5
Gambaran kerusakan ginjal Normal atau elevated GFR Mild decrease in GFR Moderate decrease in GFR Severe decrease in GFR Requires dialysis
GFR (ml/min/1,73 m2) ≥ 90 60-89 30-59 15-29 ≤ 15
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR). Untuk menghitung GFR dokter akan memeriksakan sampel darah penderita ke laboratorium untuk melihat kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring dari dalam darah oleh ginjal yang sehat. Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut : Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min) Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min) Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min ) Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min) Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min) Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg ) 72 x creatini serum Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85 Stadium 1 Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam
stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi. Stadium 2 Sama seperti pada stadium awal, tanda – tanda seseorang berada pada stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi. Stadium 3 Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa – sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti : Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia. Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh. Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi. Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs. Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik serta terapi – terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium untuk penderita hipertensi.
Stadium 4 Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15 – 30 persen saja dan apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah : Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia. Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh. Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi. Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs. Nausea : muntah atau rasa ingin muntah. Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya. Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui bau pernafasan yang tidak enak. Sulit berkonsentrasi Stadium 5 (gagal ginjal terminal) Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain : Kehilangan napsu makan Nausea. Sakit kepala. Merasa lelah. Tidak mampu berkonsentrasi. Gatal – gatal. Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki. Keram otot Perubahan warna kulit 4. Patofisiologi Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium: 1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal Kreatinin serum dan kadar BUN normal Asimptomatik Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR 2. Stadium II : Insufisiensi ginjal Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet) Kadar kreatinin serum meningkat Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan) Ada 3 derajat insufisiensi ginjal: a. Ringan 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal b. Sedang 15% - 40% fungsi ginjal normal c. Kondisi berat 2% - 20% fungsi ginjal normal 3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010 Patofisiologi umum GGK Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Source: United States Renal Data System. USRDS 2007 Annual Data Report.
Patofisiologi
5. Manifestasi Klinis Kardiovaskuler Hipertensi Pitting edema Edema periorbital Pembesaran vena leher Friction rub perikardial Pulmoner KrekelS Nafas dangkal Kusmaul Sputum kental dan liat Gastrointestinal Anoreksia, mual dan muntah Perdarahan saluran GI Ulserasi dan perdarahan pada mulut Konstipasi / diare Nafas berbau amonia Muskuloskeletal Kram otot Kehilangan kekuatan otot Fraktur tulang Foot drop Integumen Warna kulit abu-abu mengkilat Kulit kering, bersisik Pruritus Ekimosis Kuku tipis dan rapuh Rambut tipis dan kasar Reproduksi Amenore, atrofi testis 6. Pemeriksaan Penunjang Atas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan visibilitas, diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat kriteria diagnosis klasifikasi Nefropati Diabetika tahun 1983 yang praktis dan sederhana. Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di bawah ini: 1. DM 2. Retinopati Diabetika 3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus kadar kreatinin serum >2,5mg/dl.
Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada: 1. Anamnesis Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotens. 2. Pemeriksaan Fisik Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan Funduskopi, berupa : 1. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina. 2. Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler vena. 3. Eksudat berupa : Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama. Cotton wool patches. Berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan dengan iskhemia retina. 4. Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler. 5. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler. 6. Neovaskularisasi Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end stage, didapatkan perubahan pada : - Cor _ cardiomegali - Pulmo _ oedem pulmo 3. Pemeriksaan Laboratorium a. Urin - Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria) - Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin - Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat - Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1 - Klirens kreatinin: mungkin agak menurun - Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium - Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada b. Darah - BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir - Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl - SDM: menurun, defisiensi eritropoitin - GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2 - Natrium serum : rendah
c. d. e. f. g. h.
Kalium: meningkat Magnesium; Meningkat Kalsium ; menurun Protein (albumin) : menurun Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
7. Komplikasi: Toksisitas Koma Kematian
a)
b) -
-
c) d)
8. Penatalaksanaan Konservatif Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin Observasi balance cairan Observasi adanya odema Batasi cairan yang masuk Dialysis peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis ) Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule : menggabungkan vena dan arteri Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung ) Operasi Pengambilan batu transplantasi ginjal Pengendalian gula darah Dapat dilakukan dengan olahraga, diet dan obat anti diabetes. Pada pasien ini diberikan diet DM 1700 kal/hari. Pemberian insulin diberikan untuk mengendalikan kadar gula darah pasien. Pemberian anti diabetik oral tidak diberikan karena pasien telah mengalami komplikasi berupa gangguan ginjal. Akibat dari gangguan fungsi ginjal apabila obat oral
diberikan tidak dapat diekskresikan, sehingga mengalami penumpukan akibatnya terjadi hipoglikemia
e) Diet Diet protein 0,6 /KgBB/hari dimaksudkan untuk mengurangi sindrom uremik dan memperlambat penurunan GFR. Diet rendah garam dimaksudkan untuk mengurangi retensi natrium yang dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Diet rendah kalium dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hiperkalemia yang dapat menimbulkan aritmia jantung yang fatal. f) Diuretik Diuretik diberikan untuk mengurangi cairan akibat dari retensi Na dan air. Pemberian diuretik pada pasien ini dimaksudkan untuk mengurangi gejala sesak napas akibat edema paru . Diuretik yang diberikan furosemid 40 mg 1 tab/hari. Selain itu diuretik juga digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Target tekanan darah yang dianjurkan adalah <130/80 g) Anti hipertensi Pemberian antihipertensi diperlukan untuk mengurangi tekanan darah pada pasien, karena hal ini dapat memperberat proses sklerosis glomerulus dan menambah beban jantung sehingga jantung bekerja lebih berat lagi dan akhirnya menimbulkan dekompensasi kordis. Anti hipertensi yang diberikan pada pasien ini awalnya methyldopa 250 mg 3x1, kemudian digantikan dengan amlodipine 5 mg 1x/hari. Amlodipine termasuk dalam golongan Ca antagonis non dihydropiridine, yang berfungsi sebagai venodilator vas eferen h) Statin Statin diberikan pada keadaan dislipidemia dengan target LDL kolestrol <100mg/dl pada pasien DM dan <70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular. Pada pasien ini diberikan simvastatin 10 gr, malam hari. 5. Terapi pengganti ginjal Terapi ini dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG <15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal. Manajemen terapi GGK (penyakit ginjal terminal) terpi konservatif Dialysis
HD di RS, rumah, CAPD
Transplantasi ginjal Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari KH dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis. Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang. Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap : Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local&sistemik, anti hipertensi Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi 9. Diagnosa Keperawatan 1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis. 2. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis 3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan natrium. 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll). 5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya informasi kesehatan. 6. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive 7. PK: Insuf Renal 8. PK : Anemia 9. Sindrom defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya. 10. Intervensi No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi 1 Intoleransi aktivitasSetelah dilakukan askep ...NIC: Toleransi aktivitas B.d jam Klien· Tentukan penyebab intoleransi aktivitas ketidakseimbangan dapatmenoleransi & tentukan apakah penyebab dari fisik, suplai & kebutuhanaktivitas &melakukan psikis / motivasi O2 ADL dgn baik · Kaji kesesuaian aktivitas & istirahat Kriteria Hasil: klien sehari-hari · Berpartisipasi dalam· Tingkatkan aktivitas secara bertahap, aktivitas fisik dgn TD, HR, biarkan klien berpartisipasi dapat RR yang sesuai perubahan posisi, berpindah& perawatan · Warna kulit diri normal,hangat & kering · Pastikan klien mengubah posisi secara · Memverbalisasikan bertahap. Monitor gejala intoleransi pentingnya aktivitas secara aktivitas bertahap · Ketika membantu klien berdiri, · Mengekspresikan observasi gejala intoleransi spt mual,
pengertian pentingnya pucat, pusing, gangguan keseimbangan latihan & kesadaran & tanda vital istirahat · Lakukan latihan ROM jika klien tidak · Meningkatkan toleransi dapat menoleransi aktivitas aktivitas 2 Pola nafas tidakSetelah dilakukan askep .....Monitor Pernafasan: efektif b.djam pola nafas klien· Monitor irama, kedalaman dan frekuensi hiperventilasi, menunjukkan ventilasi yg pernafasan. penurunan energi,adekuat dg kriteria : · Perhatikan pergerakan dada. kelemahan · Tidak ada dispnea · Auskultasi bunyi nafas · Kedalaman nafas normal · Monitor peningkatan ketidakmampuan · Tidak ada retraksi dada / istirahat, kecemasan dan sesag nafas. penggunaan otot bantuanPengelolaan Jalan Nafas pernafasan · Atur posisi tidur klien untuk maximalkan ventilasi · Lakukan fisioterapi dada jika perlu · Monitor status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan · Auskultasi bunyi nafas · Bersihhkan skret jika ada dengan batuk efektif / suction jika perlu. 3 Kelebihan volumeSetelah dilakukanFluit manajemen: cairan b.d.askep ..... jam pasien· Monitor status hidrasi (kelembaban mekanisme mengalamikeseimbangan membran mukosa, nadi adekuat) pengaturan melemah cairan dan elektrolit. · Monitor tanda vital Kriteria hasil: · Monitor adanya indikasi · Bebas dari edema overload/retraksi anasarka, efusi · Kaji daerah edema jika ada · Suara paru bersih Fluit monitoring: · Tanda vital dalam batas· Monitor intake/output cairan normal · Monitor serum albumin dan protein total · Monitor RR, HR · Monitor turgor kulit dan adanya kehausan · Monitor warna, kualitas dan BJ urine 4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askepManajemen Nutrisi nutrisi kurang dari….. jam klien· Kaji pola makan klien kebutuhan tubuh menunjukanstatus nutrisi· Kaji adanya alergi makanan. adekuatdengan kriteria · Kaji makanan yang disukai oleh klien. hasil : · Kolaborasi dg ahli gizi untuk · BB stabil penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan · Tidak terjadi mal kebutuhan klien. nutrisi · Anjurkan klien untuk meningkatkan · Tingkat energi adekuat asupan nutrisinya. · Masukan nutrisi· Yakinkan diet yang dikonsumsi adekuat mengandung cukup serat untuk mencegah
5
6
konstipasi. · Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien Monitor Nutrisi · Monitor BB setiap hari jika memungkinkan. · Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan. · Monitor lingkungan selama makan. · jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan. · Monitor adanya mual muntah. · Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb. · Monitor intake nutrisi dan kalori. Kurang pengetahuanSetelah dilakukan askep … Pendidikan : proses penyakit tentang penyakit,jam Pengetahuan klien / · Kaji pengetahuan klien tentang perawatan dan keluarga meningkat dg penyakitnya pengobatan nya b.d.KH: · Jelaskan tentang proses penyakit (tanda kurangnya sumberPasien mampu: dan gejala), identifikasi kemungkinan informasi, · Menjelaskan kembali penyebab. terbatasnya kognitif penjelasan yang diberikan · Jelaskan kondisi klien · Mengenal kebutuhan· Jelaskan tentang program pengobatan perawatan dan pengobatan dan alternatif pengobantan tanpa cemas · Diskusikan perubahan gaya hidup yang · Klien / keluarga kooperatif mungkin digunakan untuk mencegah saat dilakukan tindakan komplikasi · Diskusikan tentang terapi dan pilihannya · Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung · Instruksikan kapan harus ke pelayanan · Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan Resiko infeksi b/dSetelah dilakukan askep ...Kontrol infeksi tindakan invasive,jam risiko infeksi· Ajarkan tehnik mencuci tangan penurunan daya tahanterkontrol dg KH: · Ajarkan tanda-tanda infeksi tubuh primer · Bebas dari tanda-tanda· Laporkan dokter segera bila ada tanda infeksi infeksi · Angka leukosit normal( 4- · Batasi pengunjung 10.000 ) · Cuci tangan sebelum dan · Ps mengatakan tahu sesudah kontak denganps tentang tanda-tanda dan · Tingkatkan masukan gizi yang cukup gejala infeksi · Anjurkan istirahat cukup
7
8
9
· Pastikan penanganan aseptic daerah IV · Berikan PEN-KES tentang risk infeksi proteksi infeksi: · monitor tanda dan gejala infeksi · Pantau hasil laboratorium · Amati faktor-faktor yang bisa meningkatkan infeksi · Monitor VS PK: Insuf Renal Setelah dilakukan askep ... · Pantau tanda dan gejala insuf renal jam Perawat akan ( peningkatan TD, urine <30 cc/jam, menangani atau mengurangi peningkatan BJ urine, peningkatan komplikasi dari insuf renal natrium urine, BUN Creat, kalium, pospat dan amonia, edema). · Timbang BB jika memungkinkan · Catat balance cairan · Sesuaikan pemasukan cairan setiap hari = cairan yang keluar + 300 – 500 ml/hr · Berikan dorongan untuk pembatasan masukan cairan yang ketat : 800-1000 cc/24 jam. Atau haluaran urin / 24 jam + 500cc · Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet, rendah natrium (2-4g/hr) · pantau tanda dan gejala asidosis metabolik ( pernafasan dangkal cepat, sakit kepala, mual muntah, Ph rendah, letargi) · Kolaborasi dengan timkes lain dalam therapinyadan HD · Pantau perdarahan, anemia, hipoalbuminemia PK: Anemia Setelah dilakukan askep ....· Monitor tanda-tanda anemia jam perawat akan dapat· Anjurkan untuk meningkatkan asupan meminimalkan terjadinya nutrisi klien yg bergizi komplikasi anemia : · Kolaborasi untuk pemeberian terapi · Hb >/= 10 gr/dl. initravena dan tranfusi darah · Konjungtiva tdk anemis · Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, · Kulit tidak pucat status Fe · Akral hangat · Observasi keadaan umum klien Sindrom defisit selfSetelah dilakukan askep ….Bantuan perawatan diri care b/d kelemahan jam klien mampu Perawatan· Monitor kemampuan pasien terhadap diri Self care :Activity Daly perawatan diri Living dengan kriteria : · Monitor kebutuhan akan personal · Pasien dapat melakukan hygiene, berpakaian, toileting dan makan aktivitas sehari-hari· Beri bantuan sampai klien mempunyai (makan, berpakaian, kemapuan untuk merawat diri
kebersihan, ambulasi) · Kebersihan terpenuhi
toileting,· diri
pasien·
· · ·
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan.
B. Osteo Renal Distropi(OSRD) 1.
Pengertian Osteo Renal Distrofi adalah penyakit tulang yang terjadi ketika ginjal gagal untuk
mempertahankan tingkat yang tepat dari kalsium dan fosfor dalam darah, Ini sering terjadi pada orang dengan penyakit ginjal dan mempengaruhi sebagian besar pasien dialisis. Osteo renal distrofi adalah ketika kalsium, hormon paratiroid (PTH), fosfor dan vitamin D tidak seimbang 2.
Etiologi kadar kalsium dalam darah menjadi terlalu rendah karena gagal ginjal, kelenjar
paratiroid (empat kelenjar kecil di leher) merilis hormon yang disebut hormon paratiroid (PTH). Hormon ini mengatur kadar kalsium dalam darah. Jika kadar kalsium darah terlalu rendah, hormon PTH akan mulai mengeluarkan kalsium dari tulang untuk mendapatkan kadar kalsium darah kembali normal. Selama bulan dan tahun, kalsium adalah dilucuti dari tulang, ini bisa membuat tulang lemah, sehingga tekstur menjadi lebih seperti sepotong kapur dari tulang kokoh.
Ekstra fosfor dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal yang sehat, tapi ketika ginjal tidak bekerja, fosfor menumpuk dalam darah Tingkat fosfor darah tinggi menyebabkan tubuh untuk menarik kalsium dari tulang dalam upaya untuk menyeimbangkan semua mineral tubuh. Ketika kalsium ditarik dari tulang, tulang Anda mulai memecah dan kehilangan kemampuan untuk memberikan dukungan struktural. Fosfor Kelebihan juga menyebabkan deposito keras dalam jaringan lunak tubuh - pembuluh darah, jantung, paru-paru, kulit dan mata. Kadar fosfor yang tinggi juga dapat menjadi penyebab gatal parah pada kulit bagi orang-orang dengan penyakit ginjal tahap akhir. Ginjal yang sehat mengaktifkan vitamin D. bentuk aktif dari vitamin D disebut calcitriol. Calcitriol membantu tubuh menyerap kalsium. Bekerja sama, calcitriol membantu memelihara tingkat normal hormon paratiroid (PTH), dan mereka dengan hati-hati menyeimbangkan kalsium dalam sistem. Ketika ginjal gagal, mereka berhenti mengkonversi aktif vitamin D untuk calcitriol. Hasilnya adalah tubuh Anda tidak mampu menyerap kalsium dari makanan, sehingga menggunakan kalsium yang dibutuhkan dari kalsium dalam tulang. 3.
Manifestasi klinis Orang-orang di tahap akhir dari penyakit ginjal beresiko untuk osteodistrofi ginjal.
mungkin tidak mengalami gejala sama sekali. Biasanya gejala tidak terjadi sampai pasien telah menjalani perawatan cuci darah selama beberapa tahun. Gejala khas dapat berupa:
nyeri tulang
nyeri sendi
deformasi tulang
patah tulang
mobilitas miskin
Indikator awal dari osteodistrofi ginjal termasuk fosfor tinggi dan / atau hormon paratiroid tinggi (PTH) tingkat, mata merah, gatal dan luka dari deposit kalsium-fosfor. Anak-anak dengan penyakit ginjal bisa sangat dipengaruhi oleh osteodistrofi ginjal karena tulang mereka masih tumbuh. Bahkan sebelum anak-anak dengan penyakit ginjal mulai dialisis, mereka dapat memiliki gejala osteodistrofi ginjal. Penyakit tulang ini dapat menyebabkan memperlambat pertumbuhan tulang pada anak-anak dan dapat menyebabkan "rakhitis ginjal" di mana tulang kaki tumbuh baik membungkuk terhadap satu sama lain atau dari satu sama lain. Anak-anak dengan osteodistrofi ginjal juga rentan untuk menjadi lebih pendek perawakannya. 4.
komplikasi
tulang tipis dan melemah,
dan gejala termasuk tulang dan nyeri sendi,
dan peningkatan risiko patah tulang.
Pada pasien dengan gagal ginjal,
ginjal berhenti membuat calcitriol, bentuk vitamin D.
Tubuh kemudian tidak bisa menyerap kalsium dari makanan dan mulai mengeluarkannya dari tulang.
5.
Pemeriksaan penunjang Pengujian untuk osteodistrofi ginjal melibatkan mengambil sampel darah untuk
mengukur kadar kalsium, fosfor dan hormon paratiroid (PTH). Jika Anda berada di dialisis, kalsium dan fosfor tes dilakukan secara bulanan (atau kadang-kadang lebih sering). PTH diukur setiap triwulan untuk sebagian besar pasien - meskipun pengujian dapat dilakukan lebih sering untuk orang-orang yang baru mulai terapi vitamin D atau orang dengan penyakit tulang yang parah sementara tim perawatan kesehatan adalah menentukan dosis yang tepat dari vitamin D. ahli diet ginjal Anda akan meninjau hasil lab Anda dengan Anda dan merekomendasikan perawatan seperti perubahan dalam diet Anda atau mengubah resep fosfor pengikat. Tergantung pada situasi dan faktor risiko, biopsi tulang dari pinggul Anda untuk melihat bagaimana padat tulang Anda. Setelah meninjau hasil tes Anda, dokter Anda akan merekomendasikan rejimen pengobatan yang tepat jika osteodistrofi ginjal ditemukan. 6.
Pengobatan Tujuan
dari
mengobati
osteodistrofi
ginjal
adalah
untuk
mengembalikan
keseimbangan antara kalsium, hormon paratiroid (PTH), fosfor dan vitamin D dalam tubuh. Osteodistrofi ginjal dapat dikelola dengan pengikat fosfor, vitamin D diaktifkan dan diet rendah fosfor. Jika Anda memiliki tingkat tinggi PTH dalam darah, penting untuk membawa kembali ke tingkat normal untuk mencegah hilangnya kalsium dari tulang Anda. Obat untuk mengobati osteodistrofi ginjal dapat diberikan dalam bentuk pil, tetapi biasanya diberikan secara intravena selama perawatan dialisis untuk orang-orang di dalam pusat hemodialisis. Obat-obatan ini hanya digunakan pada pasien dengan penyakit ginjal, karena ginjal yang normal dapat mengaktifkan vitamin D yang biasanya dibuat oleh tubuh. Obat lain yang dapat digunakan bekerja langsung pada kelenjar paratiroid untuk memblokir rilis PTH. Pada kasus yang parah kelenjar paratiroid dapat diangkat dengan operasi.
Selain diet rendah fosfor dan mengambil obat yang diresepkan, olahraga juga dapat membantu meningkatkan kekuatan tulang Anda. Periksa dengan dokter Anda sebelum memulai program latihan.
C. HEMODIALISA 1. Pengertian Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997). 2. Indikasi
a. b. c. d. e. f. g. h.
Gagal ginjal akut Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit Kalium serum lebih dari 6 mEq/l Ureum lebih dari 200 mg/dl PH darah kurang dari 7,1 Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari Intoksikasi obat dan zat kimia Sindrom Hepatorenal
3. kontra indikasi Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003). 4. Persiapan Pra Dialisis Tingkat dan kompleksitas masalah-masalah yang timbul selama hemodialisa akan beragam diantara pasien-pasien dan tergantung pada beberapa variabel. Untuk itu sebelum proses hemodialisa, perlu dikaji terlebih dahulu tentang : - Diagnosa penyakit - Tahap penyakit - Usia - Masalah medis lain - Nilai laboratorium - Keseimbangan cairan dan elektrolit - Keadaan emosi 5. Persiapan Peralatan 1. Jarum arteri 2. Selang normal saline 3. Dialiser 4. Bilik drip vena 5. Detektor 6. Port pemberian obat 7. Pemantau tekanan arteri 8. Pompa darah 9. Sistem pengalir dialiser 10. Pemantau tekanan vena 11. Jarum vena 12. Penginfus heparin 6. Prosedur Tindakan Akseske sistem sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: vistula atau tandur arteriovenosa (AV), atau kateter hemodialisis dua lumen.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk kedalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada fistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal saline yang diklep selalu disambungkan ke sirkuit tetap sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal saline yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan. Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir kedalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati kondektor udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialisis diberikan melalui port obar-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun, bahwa kebanyakan obat-obat ditunda pemberiannya sampai dialisis selesai kecuali memang diperintahkan harus diberikan. Darah yang telah melewati dialisis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang Posdialiser. Setelah waktu tindakan yang dijadwalkan, dialisis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka slang cairan normal saline, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser. Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialisis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib digunakan oleh tenaga pelaksana hemodialisa. 7. Interpretasi Hasil Hasil hemodialisa dapat dinilai dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. 8. Komplikasi 1) Ketidakseimbangan Cairan a. Hipervolemia Temuan berikut ini mengisyaratkan adanya kelebihan cairan seperti tekanan darah naik, peningkatan nadi, dan frekuensi pernafasan, peningkatan tekanan vena sentral, dispnea, batuk, edema, penambahan BB berlebih sejak dialysis terakhir b. Hipovolemia Petunjuk terhadap hipovolemia meliputi penurunan TD, peningkatan frekuensi nadi, pernafasan, turgor kulit buruk, mulut kering, tekanan vena sentral menurun, dan penurunan haluaran urine. Riwayat kehilangan banyak cairan melalui lambung yang menimbulkan kehilangan BB yang nantinya mengarah ke diagnosa keperawatan kekurangan cairan. c. Ultra filtrasi Gejala ultrafiltarasi berlebihan adalah mirip syok dengan gejala hipotensi, mual muntah, berkeringat, pusing dan pingsan.
d. Rangkaian ultrafiltrasi (Diafiltrasi) Ultrafiltrasi cepat untuk tujuan menghilangkan atau mencegah hipertensi, gagal jantung kongestif, edema paru dan komplikasi lain yang berhubungan dengan kelebihan cairan seringkali dibatasi oleh toleransi pasien untuk memanipulasi volume intravaskular. e. Hipotensi Hipotensi selama dialysis dapat disebabkan oleh hipovolemia, ultrafiltrasi berlebihan, kehilangan darah ke dalam dialiser, inkompatibilitas membran pendialisa, dan terapi obat antihipertensi f.Hipertensi Penyebab hipertensi yang paling sering adalah kelebihan cairan, sindrom disequilibrium, respon renin terhadap ultrafiltrasi, dan ansites. g.Sindrome disequilibrium dialisis Dimanifestasikan olehh sekelompok gejala yang diduga disfungsiserebral dengan rentang dari mual muntah, sakit kepala, hipertensi sampai agitasi, kedutan, kekacauan mental, dan kejang. Penatalaksanaan : a. Kecilkan kecepatan aliran darah b. Kecilkan UFR c. Berikan kantong plastik d. Bantu kebutuhan pasien e. Observasi tanda-tanda vital selama proses dialisis berlangsung f. Jika tensi turun, guyur 100 cc NaCl 0,9% sesuai keadaan umum pasien g. Jika keadaan sudah membaik, program dialisis diatur secara bertahap h. Kolaborasi dokter jika tidak ada perbaikan. Pencegahan : a. Anjurkan pasien untuk membatasi jumlah cairan yang masuk dengan cairan yang keluar. b. Observasi tanda-tanda vital selama dialisis berlangsung. 2) Ketidakseimbangan Elektrolit Elektrolit merupakan perhatian utama dalam dialisis, yang normalnya dikoreksi selama prosedur adalah natrium, kalium, bikarbonat, kalisum, fosfor, dan magnesium 3)Infeksi Pasien uremik mengalami penurunan resisten terhadap infeksi, yang diperkirakan karena penurunan respon imunologik. Infeksi paru merupakan penyebab utama kematian pada pasein uremik. 4) Perdarahan dan Heparinisasi Perdarahan selama dialysis mungkin karena konsidi medik yang mendasari seperti ulkus atau gastritis atau mungkin akibat antikoagulasi berlebihan. Heparin adalah obat pilihan karena pemberiannya sederhana, meningkatkan masa pembekuan dengan cepat, dimonitor dengan mudah dan mungkin berlawanan dengan protamin.
9.
Permasalahan Yang Sering Dihadapi 1. Masalah peralatan a) Konsentrasi dialisat Perubahan mendadak atau cepat dalam konsentrasi dialisat dapat mengakibatakan kerusakan sel darah dan kerusakan serebral. Gejala ringan seperti mual muntah, dan sakit kepala. Pada kasus berat dapat mengakibatkan koma, kekacauan mental dan kematian. b) Aliran dialisat Aliran yang tidak mencukupi tidak akan membahayakn pasien tetapi akan mengganggu efisiensi dialysis. c) Temperatur (Suhu harus dipertahankan pada 36,7 – 38,3 C) d) Aliran darah (Faktor yang mempengaruhi adalah tekanan darah, fistula dan fungsi kateter, serta sirkuit ektrakoporeal.) e) Kebocoran darah f) Emboliudara
J. Proses Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian Pre HD Riwayat penyakit, tahap penyakit Usia Keseimbangan cairan, elektrolit Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi Respon terhadap dialysis sebelumnya. Status emosional Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP Sirkuit pembuluh darah.
Intra Hemodialisa; Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasiv. Pengkajian Post HD Tekanan darah: hipotensi Keluhan: pusing, palpitasi Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb K. Rencana keperawatan: Diagnosa kep./Rencana keperawatan No masalah kolaborasi Tujuan & criteria Intervensi Rasional hasil 1 Pola nafas tidak efektifPola nafas efektif1. Kaji penyebab nafas- Untuk menentukan b.d: setelah dilakukantidak efektif tindakan yang harus segera
2
3
Edema paru tindakan HD 4-5 jam,2. Kaji respirasi & nadi dilakukan dengan criteria: 3. Berikan posisi semi- Menentukan tindakan Asidosis nafas 16-28fowler - Melapangkan dada klien metabolic 4. Ajarkan cara nafas sehingga nafas lebih x/m Hb ≤ 7 gr/dl longgar edema paruyang efektif Pneumonitis 5. Berikan O2 - Hemat energi sehingga hilang perikardit 6. Lakukan SU pada saatnafas tidak semakin berat tidak sianosis is HD - Hb rendah, edema, paru 7. Kolaborasi pemberianpneumonitis, asidosis, tranfusi darah perikarditis menyebabkan 8. Kolaborasi pemberiansuplai O2 ke jaringan < antibiotic - SU adalah penarikan 9. Kolaborasi foto torak secara cepat pada HD, 10. Evaluasi kondisi klienmempercepat pengurangan pada HD berikutnya edema paru 11. Evaluasi kondisi klien- Untuk ↑Hb, sehingga pada HD berikutnya suplai O2 ke jaringan cukup - Untuk mengatasi infeksi paru & perikard - Follou up penyebab nafas tidak efektif - Mengukur keberhasilan tindakan - Untuk follou up kondisi klien Resiko cedera b.dPasien tidak1. Kaji kepatenan AV- AV yg sudah tidak baik akses vaskuler &mengalami cedera dgshunt sebelum HD bila dipaksakan bisa terjadi komplikasi sekunderkriteria: 2. Monitor kepatenanrupture vaskuler terhadap penusukan & kulit padakateter sedikitnya setiap 2- Posisi kateter yg berubah pemeliharaan akses dapat terjadi rupture sekitar AVjam vaskuler 3. Kaji warna kulit, vaskuler/emboli shunt keutuhan kulit, sensasi- Kerusakan jaringan dapat utuh/tidak sekitar shunt didahului tanda kelemahan rusak 4. Monitor TD setelahpada kulit, lecet bengkak, Pasien tidakHD ↓sensasi mengalami 5. Lakukan heparinisasi- Posisi baring lama stlh pada shunt/kateter pascaHD dpt menyebabkan komplikasi HD orthostatik hipotensi HD 6. Cegah terjadinya- Shunt dapat mengalami infeksi pd areasumbatan & dapat shunt/penusukan kateter dihilangkan dg heparin - Infeksi dpt mempermudahkerusakan jaringan Kelebihan volumeKeseimbangan 1. Kaji status cairan 1. Pengkajian merupakan cairan b.d: volume cairan Timbang bb pre dandasar untuk memperoleh setelah data, pemantauan 7 evaluasi penurunan haluarantercapai post hd dilakukan HD 4-5 jam dari intervensi urine Keseimbangan 2. Pembatasan cairan diet cairan berlebih dengan kriteria: masukan dan haluaran akan menetukan dry weight, retensi cairan & BB post HD Turgor kulit danhaluaran urine & respon sesuai dry weight natrium edema terhadap terapi. Udema hilang
4
Retensi 16-28 Distensi vena leher 3. UF & TMP yang sesuai akan ↓ kelebihan volume Monitor vital sign x/m kadar natrium2. Batasi masukan cairan cairan sesuai dg target BB edeal/dry weight darah 132-145 Pada saat priming &4. Sumber kelebihan mEq/l wash out hd cairan dapat diketahui 3. Lakukan hd dengan uf5. Pemahaman & tmp sesuai dg kenaikan↑kerjasama klien & bb interdialisis keluarga dalam pembatasan cairan 4. Identifikasi sumber6. Kebersihan mulut masukan cairan masamengurangi kekeringan interdialisis mulut, sehingga ↓ keinginan 5. Jelaskan padaklien untuk minum keluarga & klien rasional pembatasan cairan 6. Motivasi klien untuk ↑ kebersihan mulut Ketidakseimbangan Keseimbangan nutrisi1. Kaji status nutrisi: 1. Sebagai dasar untuk nutrisi, kurang daritercapai setelah Perubahan BB memantau perubahan & kebutuhan tubuh b.d: dilakukan HD yang Pengukuran intervensi yang sesuai (10-12 2. Pola diet dahulu & anoreksia, mual &sdekuat antropometri jam/mg) selama 3 sekarang berguna untuk muntah Nilai lab. (elektrolit, menentukan menu pembatasan diet bulan, diet protein BUN, kreatinin, kadar3. Memberikan informasi, terpenuhi, dengan perubahan albumin, protein kriteria: faktor mana yang bisa membrane dimodifikasi. tidak terjadi2. kaji pola diet mukosa oral 3. kaji faktor yang4. Tindakan HD yang penambahan berperan dalam merubah adekuat, ↓ kejadian mualatau ↓ BB yang masukan nutrisi muntah & anoreksia, cepat 4. kolaborasi menentukansehingga ↑ nafsu makan turgor kulittindakan HD 4-5 jam 2-35. Pemberian albumin normal tanpaminggu lewat infus iv akan ↑ 5. kolaborasi pemberianalbumin serum udema kadar albumininfus albunin 1 jam6. Protein lengkap akan ↑ keseimbangan nitrogen plasma 3,5-5,0terakhir HD 6. Tingkatkan masukan7. Kalori akan ↑ energi, gr/dl protein dengan nilaimemberikan kesempatan konsumsi biologi tinggi: telur,protein untuk pertumbuhan diet nilai proteindaging, produk susu 8. ↑ pemahaman klien tinggi 7. Anjurkan camilansehingga mudah menerima rendah protein, rendahmasukan natrium, tinggi kalori9. untuk menentukan diantara waktu makan status cairan & nutrisi 8. Jelaskan rasional10. penurunan protein dapat pembatasan diet,↓ albumin, pembentukan hubungan dengan penyakitudema & perlambatan ginjal dan ↑urea danpenyembuhan kreatinin 9. Anjurkan timbang BB tiap hari 10. Kaji adanya
masukan protein yang tidak adekuat Edema Penyembuhan yang lama Albumin serum turun 5
5
Intoleransi aktivitasSetelah dilakukan1. Kaji faktor yang1. Menyediakan informasi b.d.: tindakan keperawatanmenimbulkan keletihan: tentang indikasi tingkat & HD, klien mampu- Anemia keletihan Keletihan berpartisipasi dalam -Ketidakseimbangan 2. Meningkatkan aktifitas Anemia aktivitas yang dapat cairan & elektrolit ringan/sedang & Retensi produk ditoleransi, dengan- Retensi produk sampah memperbaiki harga diri sampah kriteria: - depresi 3. Mendorong latihan & Prosedur aktifitas yang dapat berpartisipasi 2. Tingkatkan dialisis kemandirian dalam ditoleransi & istirahat yang dalam aktivitas aktifitas perawatan diriadekuat perawatan yang dapat ditoleransi,4. Istirahat yang adekuat mandiri yangbantu jika keletihan terjadi dianjurkan setelah dialisis, dipilih 3. Anjurkan aktivitaskarena adanya perubahan berpartisipasi alternatif sambil istirahat keseimbangan cairan & 4. Anjurkan untukelektrolit yang cepat pada dalam ↑ istirahat setelah dialisis proses dialisis sangat aktivitas dan melelahkan latihan istirahat & aktivitas seimbang/bergan tian Harga diri rendah b.d: Memperbaiki konsep1. Kaji respon & reaksi1. Menyediakan data diri, dengan criteria: klien & keluarganyaklien & keluarga dalam Ketergantungan terhadap penyakit &menghadapi perubahan Pola koping klien Perubahan peran hidup dan keluargapenanganannya. Perubahan citra 2. Kaji hubungan klien 2. Penguatan & dukungan efektif tubuh dan fungsi dan keluarga terdekat terhadap klien diidentifikasi Klien & keluarga seksual 3. Kaji pola koping klien3. Pola koping yang bisa & keluarganya efektif dimasa lalu bisa mengungkapkan 4. Ciptakan diskusi yangberubah jika menghadapi perasaan &terbuka tentang perubahanpenyakit & penanganan yang terjadi akibatyang ditetapkan sekarang reaksinya penyakit & penangannya 4. Klien dapat terhadap mengidentifikasi masalah perubahan hidup Perubahan peran dan langkah-langkah yang yang diperlukan Perubahan gaya hidup harus dihadapi Perubahan dalam 5. Bentuk alternatif pekerjaan aktifitas seksual dapat Perubahan seksual diterima. Ketergantungan dg6. Seksualitas mempunyai center dialisis arti yang berbeda bagi tiap 5. Gali cara alternatifindividu, tergantung dari untuk ekspresikan seksualmaturitasnya.
7
lain selain hubungan seks 6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan dan kemesraan Resiko infeksi b.dPasien tidak1. pertahankan area1. Mikroorganisme dapat prosedur infasifmengalami infeskissteril selama penusukandicegah masuk kedalam berulang dg criteria: kateter tubuh saat insersi kateter 2. Pertahankan teknik2. Kuman tidak masuk Duhu dbn steril selama kontak dgkedalam area insersi Al dbn akses vaskuler: penusukan,3. Inflamasi/infeksi Tak ada pelepasan kateter ditandai dg kemerahan, kemerahan 3. Monitor area aksesnyeri, bengkak sekitar shunt HD terhadap kemerahan,4. Gizi yang baik ↑daya Area shunt tidakbengkak, nyeri tahan tubuh nyeri/bengkak 4. Beri pernjelasan pd5. Pasien HD mengalami pasien pentingnya ↑satussakit khonis, ↓imunitas gizi 5. Kolaborasi pemberian antibiotik
Daftar Pustaka Doengoes, Marrylinn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Gede,Ni Luh P. 1996. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: EGC. Mubin, Halim. 2001. Pedoman Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC Price, Silvia A. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC; 2000 Rindiastuti, Yuyun. 2006. Deteksi Dini Dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronik Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth volume 2. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org. NKF, 2001, Guidelines for hemodialysis adequacy. Terdapat pada: http://www.nkf.com. NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org. PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–Bagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.