ASKEP HNP S1 ILMU KEPERAWATAN UNRIYO (SEMESTER VI) By. Lya R.. dkk... A. DEFINISI Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002). HNP adalah keadaan nukleus pulposus keluar melalui anulus fibrosus untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosus yang sobek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologis di kolumna vertebralis pada diskus intervetebralis/diskogenik. (Muttaqin, 2008). Hernia diskus (cakram) intervertebralis (HNP) merupakan penyebab utama nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh). Herniasi dapat parsial atau komplet, dari massa nukleus pada daerah vertebra L4-L5, L5-S1 atau C5-C6, C6-C7 adalah yang paling banyak terjadi dan mungkin sebagai dampak trauma atau perubahan degeneratif yang berhubungan dengan proses penuaan. (Doenges, dkk, 2000). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hernia nukleus pulposus (HNP) adalah rupturnya nukleus pulposus yang disebabkan oleh trauma atau perubahan degeneratif terkait dengan proses penuaan yang mengakibatkan nyeri hebat pada punggung bawah dan dapat bersifat kronik ataupun dapat kambuh.
B. EPIDEMIOLOGI HNP (DI DUNIA/DI INDONESIA) Herniasi diskus intervertebralis atau hernia nukleus pulposus sering terjadi pada pria dan wanita dewasa dengan insiden puncak pada dekade ke 4 dan ke 5. Kelainan ini banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan mengangkat. HNP pada daerah lumbal lebih sering terjadi pada usia sekitar 40 tahun dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. HNP servikal lebih sering terjadi pada usia 2040 tahun. HNP torakal lebih sering pada usia 50-60 tahun dan angka kejadian pada wanita dan pria sama. Hampir 80% dari HNP terjadi di daerah lumbal. Sebagian besar HNP terjadi pada diskus L4-L5 dan L5-S1. Sedangkan HNP servikal hanya sekitar 20% dari insiden HNP. HNP servikal paling sering terjadi pada diskus C6-C7, C5-C6, C4-C5. Selain pada daerah
servikal dan lumbal, HNP juga dapat terjadi pada daerah torakal namun sangat jarang ditemukan. Lokasi paling sering dari HNP torakal adalah diskus T9-T10, T10-T11, T11T12. Karena ligamentum longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian tengahnya, maka protrusi diskus cenderung terjadi ke arah posterolateral, dengan kompresi radiks saraf. (Anonim A)
C. ANATOMI-FISIOLOGI ORGAN TERKAIT Diskus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal sampai lumbal/sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut (shock absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama yaitu: nukleus pulposus yang terdiri dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblast dan dibentuk oleh anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan pengikat yang kuat. Anulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis: 1. Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per (coiled spring) 2. Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus 3. Daerah transisi. Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil sehingga pada ruang intervertebre L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan didaerah ini. Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan/beban. Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastic.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena: 1. Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-S1. 2. Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi. Diperkirakan hamper 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1 3. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral. (Anonim B)
D. ETIOLOGI HNP terjadi karena proses degeneratif diskus intervetebralis. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut : 1. Riwayat trauma 2. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama. 3. Sering membungkuk. 4. Posisi tubuh saat berjalan. 5. Proses degeneratif (usia 30-50 tahun). 6. Struktur tulang belakang. 7. Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.
E. MANIFESTASI KLINIS 1. Nyeri punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah. 2. Spasme otot. 3. Peningkatan rasa nyeri bila batuk, mengedan, bersin, membungkuk, mengangkat beban berat, berdiri secara tiba-tiba. 4. Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada ekstermitas. 5. Deformitas. 6. Penurunan fungsi sensori, motorik. 7. Konstipasi, kesulitan saat defekasi dan berkemih. 8. Tidak mampu melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan.
F. PATOFISIOLOGI Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, resiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatic ketika hendak menegakan badan waktu terpleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya. Menjebolnya (herniasi) nucleus puposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang diatas atau dibawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama arteria radipularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral tidak aka nada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2 dan terus ke bawah tidak terdapat medulla spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua corpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan. Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral. HNP sentral akan menunjukan paraparesis flasid, parestesia , dan retansi urine . sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah area bokong dan betis , belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiler negatife. Pada HNP lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral dan di dorsum perdis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan reflek patella negatif. Sensibilitas dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun.
Pada percobaan tes laseque atau tes mengangkat tungkai yang lurus (straight leg raising ),yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi pada sendi panggul, akan dirasakan nyeri disepanjang bagian belakang (tanda laseque positif). Gejala yang sering muncul adalah : a. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun ) nyeri menjalar sesuai dengan distribusisaraf skiatik. b. Sifat nyeri khasdari posisi terbaring ke duduk,nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke tungkai bawah. c. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat batuk atau mengejan , berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang klien beristirahat berbaring. d. Penderita sering mengeluh kesemutan ( parostesia) atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persyarafan yang terlibat. e. Nyeri bertambah bila daerah L5-L1 (garis antara dua Krista iliaka) ditekan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Rontgen foto lumbosakral : a. Tidak banyak ditemukan kelainan. b. Kadang-kadang didapatkan artrosis, menunjang tanda-tanda deformitas vertebra. c. Penyempitan diskus intervertebralis. d. Untuk menentukan kemungkinan nyeri karena spondilitis, norplasma, atau infeksi progen. 2. Cairan serebrospinal : a. Biasanya normal. b. Jika didapatkan blok akan terjadi prot, indikasi operasi. 3. EMG (elektromigrafi) a. Terlihat potensial kecil (fibrolasi) didaerah radiks yang terganggu. b. Kecepatan konduksi menurun. 4. Iskografi : Pemeriksaan diskus di lakukan menggunakan kontras untuk melihat seberapa besar daerah diskus yang keluar pada kanalis vertebralis. 5. Elektroneuromiografi (ENMG) : Untuk mengetahui radiks yang terkena atau melihat adanya polineuropati. 6. Tomografi scan : Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya termasuk diskus intervertebralis.
7. MRI. Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Apabila secara klinis tidak didapatkan pada MRImaka pemeriksaan CT scan dan mielogram dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat derajat gangguan pada diskus vertrebralis. 8. Mielografi. Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalui tindakan lumbal pungsi dan pemotretan dengan sinar tembus. Dilakukan apabila diketahui adanya penyumbatan hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP. 9. Pemariksaan laboratorium Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai komplikasi cidera tulang belakang terhadap orang lain.
H. KOMPLIKASI 1. Kelemahan dan atropi otot 2. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain 3. Kehilangan kontrol otot sphinter 4. Paralis / ketidakmampuan pergerakan 5. Perdarahan 6. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal
I. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Terapi konservatif a. Tirah baring Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk , tungkai dalam sikap refleks pada sendi panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memekai pegas/per, dengan demikian tempat tidur harus di papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik angkut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gannguan yang dirasakan penderita. Pada HNP, klien memerlukan tirah baring dalam waktu yang lebih lama. Setelah tirah baring, klien melakukan latihan atau dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi funsi-fungsi otot. b. Medikamentosa 1) Simptomatik a) Analgesik (salisilat, parasetamol),
b) Kortikosteroid (prednison, prednisolon), c) Anti−inflamasi non−steroid (AINS) seperti piroksikan, d) Antidepresan trisiklik (amitriptilin), e) Obat penenang minor (diazepam,klordiasepoksid). 2) Kausal; Kolagenese. c. Fisioterapi Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis. 2. Terapi operatif Terapi operatif dilakukan apabila dengan tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata , kambuh berulang, atau terjadi defisit neurologis. 3. Rehabilitasi a. Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula. b. Agar tidak menggantungkan diri dengan orang lain dalam melakukan kegitan sehari-hari (the activity of daily living). c. Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sebagainya.
Trauma dan stres fisik Rupture diskus
J. PATHWAY Aliran darah ke diskus berkurang, respon beban yang berat, ligamentum longitudinalis post menyempit Pemisahan lempeng tulang rawan dari korpus vertebra yang berdekatan Nucleus pulposus keluar melalui serabut-serabut annulus yang robek
Blok saraf parasimpatis
Jepitan saraf spinal
Kerusakan jalur simpatetik desending
Kehilangan kontrol tonus vasomotor persarafan simpatis ke jantung Reflek spinal Mengaktifkan system saraf simpatis
Konstriksi pembuluh darah Resiko infark miokard
Gangguan kardiovaskular
Terputus jaringan saraf di medulla spinal
Kelumpulahan otot pernapasan
Reaksi peradangan
Iskemian dan hipoksemia
Reaksi peradangan
Gangguan pola napas Syok spinal
Edema pembengkakan
Respon nyeri hebat dan akut
Penekanan saraf dan pembuluh darah
Reaksi anestetik
hipoventilasi Gagal napas
Paralis dan paralegia
Kerusakan mobilitas fisik
Nyeri akut
penurunan fungsi jaringan
Kelemahan fisik umum
Penekanan jaringan setempat
Ketidakmampuan prawatan diri (ADL) Kemampuan batuk ↓
Resiko kerusakan integritas kulit
Intake nutrisi tidak adekuat Perubahan pemenuhan nutrisi
Risiko ketidakbersihan jalan napas
Ileus paralitik, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih
Kematian
koma gangguan eliminasi urin dan alvi
Disfungsi persepsi spasial dan kehilangan sensorik Perubahan persepsi sensorik koping individu tidak efektif, Resiko ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan
Penurunan tingkat kesadaran
resiko trauma (cidera)
Perubahan proses keluarga, Kecemasan klien dan keluarga, Resiko penurunan pelaksanaan ibadah spiritual
K. DOKUMENTASI ASKEP (PENGKAJIAN-EVALUASI) TEORITIS 1. Pengkajian Pengumpulan data subjektif dan objektif pada klien dengan gangguan system persarafan sehubungan dengan HNP bergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan HNP meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnosis,
dan
pengkajian psikososial. a. Anamnesis Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,suku bangsa, tanggal, dan jam masuk rumah sakit, nomor registrasi, diagnosis medis. HNP terjadi pada umur pertengahan, kebnyakan pada jenis kelamin pria dan pekerja atau aktifitas berat ( mengangkat benda berat atau mendorong benda berat). Keluhan utama yang sering alas an klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri pada punggung bawah. P : Adanya riwayat trauma ( mengangkat atau mendorong benda berat). Q : Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti di sayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul yang terus-menerus. Kaji penyebaran nyeri. Apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (refered pain). Nyeri bersifat menetap, atau hilang timbul,semakin lama semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena adanya faktoe pencetus mengedan,
seperti gerakan-gerakan pinggang batuk atau
berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri
berkurang bila diibuat istirahat berbaring. Sifat nyeri khas posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. Nyeri bertambah bila ditekan
- (Garis antara
dua Kristal iliaka). R : letak atau lokasi nyeri, minta klien menunjukkan nyeri dengan setepattepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat. S : pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meradakan rasa nyeri dan memperberat nyeri. Aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, menuruni tangga, menyapu, dan gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum seperti analgesic, berapa lama klien menggunakan obat tersebut.
T : sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilang timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri pinggang bawah intermiten ( dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun). Riwayat penyakit saat ini : Kaji adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang berat. Pengkajian yang didapat keluhan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah, ditengah-tengah area pantat dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia) atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat. Pengkajian riwayat mentruasi, adneksitis dupleks kronis, yang juga bisa menimbulkan nyeri panggung bawah yang keluhannya hamper mirip dengan keluhan nyeri HNP sangat diperlukan untuk menegakkan masalah klien lebih komprehensif dan memberikan dampak terhadap intervensi keperawatan selanjutnya. Riwayat penyakit dahulu : Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita tuberkulosis tulang, osteomielitis, keganasan (mieloma multipleks), dan metabolik (osteoporosis) yang semua penyakit ini sering berhubungan dengan kejadian dan meningkatkan risiko herniasi nucleus pulposus (HNP). Pengkajian lainnya adalah menanyakan adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera tulang belakang, diabetes militus, dan penyakit jantung. Pengkajian ini berguna sebagai data untuk melakukan tindakan lainnya dan menghindari komplikasi. Riwayat penyakit keluarga : Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus.
b. Pengkajian psiko-sosio-spiritual Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien perlu dilakukan untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat, dan respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah klien mengalami dampak yang timbul akibat penyakit seperti ketakutan akan kecacatan , rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami gangguan pada tulang belakang. Semakin lama klien menderita paraparese tersebut,maka mungkin akan bermanifestasi pada koping yang tidak efektif. Adanya perubahan hubungan dan peran disebabkan oleh karena klien mengalami kesulitan dalam beraktivitas mengakibatkan ketidak mampuan dalam status ekkonomi. Pola persepsi dan konsep diri yang ditemukan adalah klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus mengkaji apakah keadaan ini akan memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Pengobatan HNP yang memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga. Hal ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perawat juga melakukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubunganya dengan peran social klien
dan rencana pelayanan
yang akan
mendukung adaptasi klien dengan gangguan neurobiologis di dalam dukungan sistem individu. c. Pemeriksaan fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan- keluhan klien , pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem dan terarah (B1-B6)
dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) dan dihubungkan dengan keluhan klien. d. Keadaan umum Pada HNP, keadaan umum biasanya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi, hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas karena adanya paraparese. B1 (BREATHING) Jika terjadi area yang terkena HNP adalah sistem saraf spinal thoracal (T1-T12), maka akan terjadi gangguan pada system pernafasan dan biasanya yang ditemukan pada pemeriksaan: Inspeksi, klien terlihat sesak nafas, dan frekuensi pernafasan meningkat. Palpasi, ditemukan taktil fremitus yang tidak seimbang kanan dan kiri. Auskultasi, ditemukan adanya bunyi nafas tambahan (pada klien yang mengalami asma bronchial akibat gangguan pada saraf spinal thorakal). B2 (BLOOD) Gangguan kardiovaskular dan perubahan tekanan darah dapat terjadi pada kasus HNP yang mengenai saraf spinal thoracal (T1-T12) dan saraf spinal cervikal atas (C1-C2). B3 (BRAIN) Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainya. Inspeksi umum, kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring atau asimetris,muskulaturparavertebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung. Pelvis dan tungkai selama bergerak. e. Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis, biasanya juga terjadi penurunan kesadaran apabila yang terkena saraf spinal cervical atas (C1 Dan C2) yang menuju pada area CNS. f. Pemeriksaan fungsi serebri Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik. Status mental klien yang telah lama menderita HNP biasanya mengalami perubahan.
g. Pemeriksaan saraf cranial 1) Saraf I. Biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. 2) Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan biasanya normal. 3) Saraf III, IV, dan VI. Klien bisanya tidak mengalami gangguan mengangkat kelopak mata, pupil isokor. 4) Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak ditemukan paralisi pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan. 5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris. 6) Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi 7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik. 8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. 9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan ada fasikulasi, indra pengecapan normal h. Sistem motorik 1) Kaji kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari, dan jari lainnya dengan meminta klien melakukan gerak fleksi dan ekstensi blalju menahan gerakan tersebut. 2) Ditemukan atropi otot pada pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanan kiri. 3) Fakulasi (konraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu. i. Pemeriksaan refleks 1) Refleks Achilles pada HNP L4-L5. 2) Refleks lutut/patella pada HNP lateral L4-L5. j. Sistem sensorik Lakukan pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam, dan rasa getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom yang terganggu sehingga dapat ditentukan pula radiks yang terganggu. Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus sehingga tidak tidak membingungkan klien. Palpasi dilakukan pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasa nyeri. B4 (BLADDER) Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal. Gangguan pada sistem perkemihan biasa terjadi jika terkena pada saraf spinal lumbal. B 5 (BOWEL) Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang kurang. Lakukan pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidak nya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah.hal ini dapat menunjukkan adanya dehidrasi. Gangguan sistem pencernaan dapat terjadi jika terkena saraf spinal thorakal (mempersarafi usus kecil) dan lumbal (usus besar). Jika area sakral dan koksigeal yang yang mengalami hernia, biasanya akan menimbulkan gangguan pada sphinkter karena saraf spinal ini mempersarafi otot-otot disekitarnya termasuk sphinkter ani eksternal. B6 (BONE) Adanya kesulitan dalam beraktivitas dan menggerakkan badan karna adanya nyeri, kelemahan, kehilangan sensorik, dan mudah lelah menyababkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. Inspeksi, kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring serta asimetris, maskulatur paravertebral atau bokong yang asimetris, postur tungkai yang abnormal. Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak. Palpasi, ketika meraba kolumna vertebralis, cari kemungkinan adanya deviasi kelateral atau anteroposterior. Palpasi pada daerah yang ringan, rasa nyerinya kearah yang paling terasa nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri yang berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis, tekanan didaerah distribusi ujung saraf. b. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai. c. Defisit
perawatan
diri
yang
berhubungan
dengan
kelemahan
neuromuskular,menurunnya kekuatan dan kesadaran , kehilangan kontrol atau koordinasi otot. d. Risiko gangguan intergritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas,tidak adekuatnya sirkulasi perifer,tirah baring lama.
e. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan, kehilangan/perubahan dalam pekerjaan.
3. Intervensi dan Rasionalisasi a. Nyeri yang berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus interveterbalis, tekanan di daerah distribusi ujung saraf. Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, nyeri berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien. Criteria hasil: secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi Intervensi: 1) Kaji terhadap nyeri dengan skala0-4 R/Nyeri
merupakan
respons
subjektif
yang
bias
dikaji
dengan
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan skala nyeri biasanya di atas tingkat cedera. 2) Bantu klien dalam identifikasi factor pencetus R/Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih, dan berbaring lama. 3) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non-invasif. R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. 4) Ajarkan relaksasi : Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase. R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya. 5) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut R/ Mengalihkan perhatian ke hal-hal yang menyenangkan. 6) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman misalnya saat klien tidur, sanggah punggung klien dengan bantal kecil. R/ istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
7) Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung. R/ Pengetahuan akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana
terapeutik. 8) Observasi tingkat nyeri dan respons motorik klien 30 menit setelah pemberian obat analgesic untuk mengkaji efektivitasnya. Setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari. R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat. 9) Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgesic. R/ Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang. b. Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai. Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil: Klien dapt ikut serta dalam prongram latihan, tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi: 1) Kaji mobilitas yang ada observasi peningkatkan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik. R/ Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivtas. 2) Ubah posisi klien tiap 2 jam. R/ Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan. 3) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerakan aktif pada ekstrimitas yang sakit. R/ Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan. 4) Lakukan gerakan pasif pada ekstrimitas yang sakit
R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan. 5) Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau adanya iritasi, kemerahan, atau luka pada kulit dan membran mukosa. R/ Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi. 6) Bantu klien melakukan ROM, perawatan diri sesuai toleransi. R/ Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan. 7) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien. R/ Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi. c. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam, klien mampu mempertahankan keutuhan kulit. Kriteria hasil : Klien mampu berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka, kulit kering. Intervensi : 1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika mungkin. R/ Meningkatkan aliran darah ke semua daerah. 2) Ubah posisi tiap 2 jam. R/ Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah. 3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol. R/ Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol. 4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi. R/ Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler. 5) Bersihkan dan keringkan kulit. Jagalah linen tetap kering. R/ Meningkatkan integritas kulit dan mengurangi risiko kelembapan kulit. 6) Observasi adanya eritema dan kepucatan dan palpasi adanya kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi. R/ Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan. 7) Jaga kebersihan kulit dan hindari trauma dan panas terhadap kulit.
R/ Mempertahankan keutuhan kulit. d. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, terdapat perilaku peningkatan dalam perawatan diri. Kriteria hasil: klien dapat menunjukangaya hidup untuk kebutuhan merawaat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu. Intervensi : 1) Mandiri Kaji kemampuan dan penurunan klien dalam melakukan ADL dalam skala 0-4. R/ Membantu dalam mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan individual. 2) Hindari hal yang dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu. R/ Klien dalam keadaan cemas dan bergantung. Hal ini untuk mencegah frustasi dan harga diri klien. 3) Sadar kan tingkah laku/sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir, ijinkan klien melakukan tugas, beri saran yang positif untuk usahanya. R/ Klien memerlukan empati, tetapi peril mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani klien, memandirikan klien, dan menganjurkan klien untuk terus mandiri. 4) Merencanakan tindakan untuk mengatasi keterbatasan perlihatan seperti tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding. R/ Klien akan mampu melihat dan mampu memakan makanan, akan mampu meliat keluar masuknya orang ke ruangan. 5) Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan. R/ Menjaga keamanan klien bergerak di sekitar tempat tidur dan menurunkan resiko tertimpa perabotan. 6) Beri kesempatan untuk menolong diri seperti menggunakan kombinasi pisau dan garpu, sikat dengan pegangan yang panjang, ekstensi untuk berpijakpada lantai atau ke toilet, kursi untuk mand. R/ Mengurangi ketergantungan.
7) Kaji kemampuan komunikasi untuk buang air kencing, kemampuan mengguanakan urinal, pispot, antarkan klien ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan. R/ Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena maslah neurogenik. 8) Identifikasi kebiasaan buang air besar, anjurkan minum dan aktivitas. R/ Meningkatkan latihan dan menolong menncegah konstipasi. 9) Kolaborasi Pemberian supositoria dan pelumas feses/pencahar. R/ Pertolongan utama terhadap fungsi bowel atau buang air besar. 10) Konsul ke dokter untuk terapi okupasi R/ Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus. e. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan, kehilanga/perubahan dalam pekerjaan. Tujuan: dalam waktu 2x24 jam, koping individu menjadi efektif . Kriteria hasil: mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui, dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tampa harga diri yang negatif. Intervensi : 1) Kaji perubahan akibat gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidak mampuan. R/ Menentukan bantuan yang diperlukan individu dalam menyusun rencana perawatan atau pemiliharaan intervensi. 2) Anjurkan klien untuk menekspresikan perasaan termasuk perasaan bersalah pada diri sendiri dan kemarahan. R/ Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut. 3) Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian. R/ Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional.
4) Peryataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat. R/ Membantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru. 5) Bantu dan anjurkan perawatn yang baik dan memperbaiki kebiasaan. R/ Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan 6) Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya. R/
Menghidupkan
kembali
perasaan
kemandirian
dan
membantu
meningkatkan harga diri serta memengaruhi proses rehabilitas. 7) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitas. R/ Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang. 8) Monitor gangguan tidur,peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan penolakan. R/ Dapat mengidentifikasi terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke yang memerlikan intervensi dan evaluasi lebih lanjut. 9) Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi. R/ Dapat menfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan. f. Cemas yang berhubungan dengan ancaman,kondisi sakit, dan perubahan. Tujuan: dalam waktu 2x24 jam, kecemasan klien hilang atau berkurang. Kriteria hasil: mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dan menyatakan ansietas berkurang/hilang. Intervensi : 1) Bantu klien mengekspresikan perasaan marah,kehilangan,dan takut. R/ Cemas yang berkelanjutan member dampak serangan jantung selanjutnya. 2) Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, damping klien dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak.
R/ Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisa. 3) Hindari konfrotasi. R/ Konfrotasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan. 4) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan.beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. R/ Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu. 5) Tingkatkan kontrol sensasi klien. R/ Kontrol sensasi klien(dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberi informasi tentang keadaan klien, menekankan penghargaan terhadpa sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, dan memberi respon balok yang positif. 6) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang di harapakan. R/ Orientasi dapat menurunkan kecemasan. 7) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya. R/ Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan. 8) Beri privasi untuk klien dan orang terdekat. R/ Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi.Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien untuk melayani aktifitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
DAFTAR PUSTAKA Anonim A. http://minepoems.blogspot.com/2009/07/pregabalin.html. diakses tanggal 16 Mei 2011, pukul 17.00 WIB. Anonim
B.
http://belibis-a17.com/2009/11/17/hernia-nukleus-pulposus-hnp-lumbalis/.
diakses tanggal 16 Mei 2011, pukul 17.00 WIB. Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih Bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika. NANDA internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasiikasi 2009-2011. Jakarta : EGC. Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC.