BAB I PENDAHULUAN
Meningitis adalah penyakit paling umum yang disebabkan oleh kriptokokus. Meningitis adalah infeksi pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak. Penyakit ini dapat menyebabkan koma dan kematian. Kriptokokus juga dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Risiko infeksi kriptokokus paling tinggi jika jumlah CD4 di bawah 100. Tanda pertama meningitis termasuk demam, kelelahan, leher pegal, sakit kepala, mual dan muntah, kebingungan, penglihatan yang kurang jelas, dan kepekaan pada cahaya terang. Gejala ini muncul secara perlahan. Sakit kepala sering dialami pada bagian depan kepala dan tidak diringankan oleh parasetamol. Penyakit HIV atau obatobatan juga dapat menyebabkan gejala ini. Jadi, tes laboratorium dipakai untuk menentukan diagnosis meningitis. Tes laboratorium ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbar puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang kita, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari. Darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen (sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasil pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India.
BAB II KONSEP MEDIK
A. Definisi Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebspinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. Meningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai dan sebagian atau seluruh selaput otak (meningen) yang melapisi otak dan medulla spinalis, yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal. B. Etiologi Bakteri ; Haemophilus influenza (tipe B), streptococcus pneumoniae, neisseria mengititides, β-hemolytic streptococcus, staphilococcus aureu, e.coli. Faktor predisposisi : jenis kelamin : laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin, anak yang mendapat obat-obat imunosupresi. Anak dengan kelainan saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan sistem persarafan. Menurut organisme penyebab dan umur : Neonatus (0-<1 bln) : Listeria, streptokokus group B Bayi dan Prasekolah (1 bln-<6 bln) : Haemophilus influenza, Meningokokus Anak Sekolah (6-12 bln) : Meningokokus, Pneumokokus Anak Sekolah (12-18 bln) : Meningokokus, Pneumokokus Dewasa (>18 bln) : Meningokokus, Pneumokokus, stafilokokus, streptokokus, Listeria
C. Manifestasi klinis Neonatus : menolak untuk makan, refleks mengisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig dan brudzinski positif, refleks fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus (menunjukkan adanya infeksi meningococcal). Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun): demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda Kernig dan Brudzinsky positif.
D. Patofisiologi
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah: Hiperemi pada meningen. Edema dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial.
Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau pecahnya abses serebral atau kelainan sistem sarf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara CSF dan dunia luar.
Masuknya mikroorganisme ke susunan sarf pusat melalui ruang subarachnoid dan menimbulkan respon perdangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel.
Dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan nfeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan hidrosefalus.
Meningitis bakteri; netrofil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakansel reson radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan lekosit yabf dibentuk di ruang subarachnoid. Penumpukan pada CSF di sekitar otak dan medulla spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi infarct.
Meningitis virus sebagai akibat dari penyakit virus seperti meales, mump, herpes simplek dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya tidak terjadi dan tidak ada mikroorganisme pada kultur CSF.
Luka pembedahan injury
kelainan sistem saraf pusat (spina bifida) Bakteri
Melepaskan substansi vasoaktiv Injuri neuronal
Perubahan permeabilitas sawar darah
Reaksi inflamasi
Hiperemis dan edema
Exudasi pada otak (tergantung pada tipe organisme penyebab)
E. Komplikasi Hidrosefalus obstruktif Meningococcal septicemia (mengingocemia) Sindrom Water-Friderichsen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral) SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone) Efusi subdural Kejang Edema dan herniasi serebral Cerebral Palsy Gangguan mental Gangguan belajar Atention deficit disorder
F. Pemeriksaan diagnostik Punksi Lumbal : tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat. Kultur darah Kultur swab hidung dan tenggorokan G. Penatalaksanaan terapeutik Isolasi Terapi antimikroba : antibiotik yang diberikan didasarkan pada hasil kultur, diberikan dengan dosis tinggi melalui intravena. Mempertahankan hidrasi optimum : mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema serebral. Mencegah dan mengobati komplikasi : aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin pada anak yang mengalami DIC. Mengontrol kejang : pemberian terapi antiepilepsi Mempertahankan ventilasi Mengurangi meningkatnya tekanan intra kranial Penatalaksanaan syok bakterial Mengontrol perubahan suhu lungkungan yang ekstrim Memperbaiki anemia
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Riwayat Keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma, riwayat pembedahan pada otak, cedera kepala. Pada Neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, refleks mengisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah. Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda Kernig dan Brudzinsky positif, refleks fisiologis hiperaktif, petechiae atau pruritus. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubunubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda Kernig dan Brudzinsky positif. B. Diagnosa keperawatan 1. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan proses inflamasi. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tekanan intra kranial. 3. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernafasan, ketidakmampuan untuk batuk, dan penurunan kesadaran. 4. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan menurunnya kemampuan untuk bernafas. 5. Risiko injury berhubungan dengan disorientasi, kejang, gelisah. 6. Perubahan proses berfikir berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran. 7. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake cairan, kehilangan cairan yang abnormal. 8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya sekresi hormon antidiuretik.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, lemah, mual, dan muntah. 10. Kecemasan berhubungan dengan adanya situasi yang mengancam. C. Perencanaan 1. Anak akan mempertahankan perfusi serebral yang adekuat 2. 3&4, anak akan menunjukkan status pernafasan adekuat yang ditandai dengan jalan nafas paten dan bersih, pola nafas efektif dan pernafasan normal. 3. Anak tidak akan mengalami injury 4. Anak akan mempertahankan kontak dengan lingkungan sekitar 5. Anak tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan yang ditandai dengan membran mukusa lembab dan turgor kulit elastis. 6. Anak akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat. 7. Anak akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat 8. Orang tua akan mengekspresikan ketakutan/kecemasan, dan mengidentifikasi situasi yang mencam, dan mengatasi kecemasannya. D. Implementasi 1. Mempertahankan perfusi serebral yang adekuat Pastikan anak tidak akan mengalami injury Pertahankan anak tetap kontak dengan lingkungan sekitar Mengobservasi dan mencatat tingkat kesadaran (kewaspadaan, orientasi, mudah terstimulasi, letargi, respon yang tidak tepat). Menilai status neurologi setiap 1-2 jam( gerakan yang simetris, refleks-refleks infantil,
respon
pupil,
kemampuan
mengikuti
perintah,
kemampuan
mengepalkan tangan, gerakan mata, ketajam penglihatan mata, refleks tendon dalam, kejak, respon verbal). Memonitor adanya peningkatan tekanan intra kranial (meningkatnya lingkar kepala, fontanel menonjol, meningkatnya tekanan darah, menurunnya nadi, pernafasan tidak beraturan, mudah terstimulasi, mengangis merintih, gelisah, bingung, perubahan pupil, deficit focal, kejang). Catat setiap kejang yang terjadi, anggota tubuh yang terkena, lamanya kejang, dan aura.
Menyiapkan peralatan jika terjadi kejang (pinggiran tempat tidur dinaikkan, tempat tidur dalam posisi rata, peralatan penghisapan lendir, bell mudah dijangkau, peralatan emergensi, obat anti kejang). Meninggikan bagian kepala tempat tidur 30° Mempertahankan kepala dan leher dalam satu garis lurus untuk memudahkan venous return. Memberikan antibiotik sesuai order, mempertahankan lingkungan yang tenang, dan menghindari rangsangan yang berlebihan (cahaya lampu tidak terlalu terang, anak dalam posisi yang nyaman, hindari melalui tindakan yang tidak penting). Mengajarkan kepada anak untuk menghindari vulsava manuver (mengedan, batuk, bersin) dan jika merubaha posisi anak lakukan secara perlahan. Melakukan latihan pasif/aktif (ROM) Hindari dilakukannya pengikatan jika memungkinkan Memonitor tanda-tanda septik syok (hipotensi, meningkatnya temperatur, meningkatnya pernafasan, kebingungan, disorientasi, vasokontriksi perifer). Memonitor hasil analisa gas darah Meberikan terapi untuk mengurangi edema otak sesuai order Memberikan oksigen sesuai order 2. 3 dan 4. Mempertahankan oksigenasi yang adekuat
Auskultasi suara pernapasan setiap 4 jam, laporkan adanya bunyi tambahan (wheezing, crackles).
Memonitor frekuensi pernafasan, pola, inspirasi dan ekspirasi; observasi kulit, kuku, membran mukosa terhadap adanya sianosis.
Memonitor analisis gas darah terhadap adanya hipoxia
Melakukan rontgen dada untuk mengetahui adanya infiltrat
Ganti posisi setiap 2 jam, anjurkan anak untuk melakukan aktivitas yang dapat ditoleransi.
Mempertahankan kepatenan jalan nafas; melakukan pengisapan lendir, dan mengatur posisi tidur dengan kepala ekstensi.
Menilai adanya hilangnya refleks muntah
Memberikan oksigen sesuia order dan monitor efektifitas pemberian oksigen tersebut.
Observasi meningkatnya kebingungan, mudah terstimulasi, gelisah, laporkan setiap perubahan kepada dokter.
3. Mencegah injury
Kaji tanda-tanda komplikasi
Kaji status neurologis secara ketat
Kaji status pernafasan
Hindari peningkatan tekanan intra kranial; yang dapat menimbulkan vulsava manuver; batuk, bersin, rangsangan dari prosedur seperti; pengisapan lendir (hati-hati).
4. Mempertahankan fungsi sensori
Bertingkah laku tenang, konsisten, bicara lambat dan jelas untuk meningkatkan pemahaman anak.
Mengajak anak berbicara ketika melakukan tindakan, menggunakan sentuhan terapeutik.
Mengorientasikan secara verbal kepada orang, tempat, waktu, situasi; menyediakan mainan, barang yang disukai, barang yang dikenel, radio, televisi.
Memanggil dengan nama yang disukai anak, menganurkan orang tua untuk mengunjungi anak.
5. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat
Mengukut tanda vital paling sedikit 4 jam
Memonitor hasil laboratorium; elektrolit, Bj Urin
Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi (membran mukosa kering, meningkatnya nadi, meningkatnya serum sedium, kehilangan berat badan, meningkatnya Bj Urin, kehilangan cairan yang besar dibandingkan dengan intake cairan).
Mengobservasi adanya tanda-tanda retensi cairan dan cairan hipotonik yang menunjukkan terjadinya SIADH (menurunnya output urin, meningkatnya Bj urin, menurunnya konsentrasi sodium, mudah terstimulasi, anoreksia, mual).
Menimbang berat badan setiap hari dengan skala yang sama dan pada waktu yang sama.
Memastikan bahwa jumlah cairan yang masuk tidak berlebihan
Memberikan cairan dengan sering tetapi dalam jumlah yang kecil untuk mengurangi distensi lambung.
Mempertahankan dan memonitor tekanan vena pusat
6. Mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat
Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan akan meningkat.
Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering.
Menganjurkan anak untuk makan secara perlahan, dan menghindar posisi berbaring satu jam setelah makan.
Menciptakan
lingkungan
yang
menyenangkan
pada
waktu
makan
(menghilangkan bau yang tidak menyenangkan).
Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
Memperthankan kebersihan mulut anak
Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
Ijinkan keluarga untuk makan bersama anak jika memungkinkan
Membatasi intake cairan selama makan, yaitu menghindari minum satu jam sebelum dan setelah makan untuk mengurangi disten lambung.
7. Orang tua akan mengekspresikan ketakutan/kecemasan terhadap kemungkinan kehilangan anak dan mencari solusi untuk mengatasinya.
Mengkaji perasaan dan persepsi orang tua terhadap situasi atau masalah yang dihadapi.
Memfasilitasi orang tua untuk untuk mengekspresikan kecemasan dan tentukan hal yang paling membuat anak/keluarga merasa terancam mendengarkan dengan aktif dan empati.
Memberikan dukungan pada keluarga dan menjelaskan kondisi anak sesuai dengan realita yang ada serta menjelaskan program pengobatan yang diberikan.
Mejarkan teknik relaksasi yang sederhana (teknik napas dalam)
Membantu orang tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak.
Memberikan dukungan kepada keluarga untuk mengembangkan harapan terhadap anak.
Menganalisa sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber di masyarakat
(pengobatan,
keuangan,
sosial)
untuk
membantu
proses
penyesuaian keluarga terhadap penyakit anak. E. Perencanaan pemulangan
Ajarkan bagaimana mempertahankan nutrisi yang adekuat, makanan rendah lemak
Ajarkan cara mencegah infeksi
Jelaskan tanda dan gejala hepataitis fulminant: perubahan status neurologis, perdarahan, retensi cairan.
Asuhan keperawatan : Donna L. Wong,
, Buku Keperawatan Pediatrik, Edisi 4,
EGC, Jakarta. Meningitis bakterial akut adalah infeksi bakteri pada meningens PENGKAJIAN Dapatkan riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan infeksi sebelumnya, cedera atau pemajanan. Lakukan penkajian fisik
DIAGNOSA KEPERAWATAN: Risiko tingi cedera berhubungan dengan adanya infeksi. PASIEN 1: pasien tidak menunjukkan tanda infeksi INTERVENSI KEPERAWATAN ATAU RASIONAL
Bantu praktisi kesehatan untuk Obsrevasi adanya manifestasi berikut dari mendapatkan kultur yang diperlukan untuk meningitis bacterial; mengidentifikasikan organisme penyebab Anak dan remaja Awitan biasanya tiba-tiba Demam Menggigil Sakit kepalah Munta Perubahan pada sensorium Kejang(seringkali merupakan tanda-tanda awal) Peka rangsang Agitasi Dapat terjadi: Fotofobia Delirium Halusinasi Perilaku agresif atau maniak Mengantuk Stupor Koma Kekakuan nukal Dapat berlanjut menjadi opitotonos Tanda kernig dan Brudzinski positif Hiperaktif tetapi respon refleks bervariasi Tanda dan gejalah bersifat kas untuk setiap organisme: Ruam petekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila berhubungan dengan status seperti syok Keterlibatan sendi (infeksi meninggikokal dan H.influenzae) Drain telinga kronis (meningitis
Berikan antibiotik, sesuai resep, dan segera setelah diinstruksikan Pertahankan pemberian obat
rute
intravena
untuk
Hasil yang diharapkan Anak menunjukkan bukti-bukti penurunan gejala Sasaran PASIEN 2: pasien menyebarakan infeksi ke orang lain INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
tidak
ATAU
Implementasikan pengendalian infeksi yang tepat: tempatkan anak di ruang isolasi selama sedikitnya 24 jam setelah awal terapi antibiotik Rencana asuhan keperawatan; dengan resiko tinggi infeksi
Anak
Instruksikan orang lain (keluarga, anggota staf) tentang kewaspadaan yang tepat Berikan vaksinasi yang tepat: Berikan vaksin yang rutin sesuai usia ( mis, vaksin untuk mencegah H.influenzae tipe B [Hib])
pneumokokal)
Identifikasi kontak erat dan anak beriko tinggi yang dapat memperoleh mamfaat dari vaksinasi misal: vaksinasi meningokokus) Bayi dan anak kecil Gambaran klasik jarang terlihat pada HASIL YANG DIHARAPKAN anak-anak antara usia 3 bulan dan 2 tahun Orang lain tetap bebas dari infeksi Demam Muntah Sasaran PASIEN 3: Pasien tidak Peka rangsang yang nyata mengalami komplikasi. Sering kejang (sering kali disertai dengan demam tinggi) INTERVENSI KEPERAWATAN/RASIONAL: Fontanel menonjol Observasi dengan ketat adanya tanda-tanda Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak komplikasi, terutama peningkatan TIK, Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi syok, dan/ pernapasan,sehingga dapat dalam kelompok usia dilakukan tindakan kedaruratan. Empihema subdural (infeksi Haephilus Pertahankan hidrasi optimal sesuai influenza) ketentuan. Pantau dan catat masukan dan keluaran untukidentifikasi komplikasi seperti Neonatus:tanda-tanda spesifik Secara khusus sulit untuk didiagnosa ancaman syok atau peningkatan akumulasi Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik cairan yang berhubungan dengan edema Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihat serebral efusi subdural. dan berperilaku buruk dalam beberapa hari. Kurangi stimulus lingkungan, karena anak mungkin sensitif terhadap kebisingan, sinar Menolak untuk makan terang, dan stimulus eksternal lainnya. Kemampuan mengisap buruk Munta atau diare Implementasikan kewaspadaan keamanan Tonus buruk yang tepat karena sering gelisa dan kejang. Kurang gerakan Menangis buruk Jelaskan pentingnya perawatan tidak lanjut Fontanel penuh,tegang, dan menonjol pada orang karena sekuele nurologis, dapat pada akhir perjalanan penyakit termasuk penuruna pendengaran mungkin tidak tampak selama penyakit akut. Leher biasanya lemas HASIL YANG DIHARAPKAN Tanda-tanda Nonspesifik Anak tidak mengalami komplikasi. Hipotermia atau demam(tergantung pada keadaan bayi) DIAGNOSA KEPERAWATAN; Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi Ikterik Peka rangsang SASARAN PASIEN1: Pasien tidak Mengantuk mengalami nyeri atau nyeri sampai tingkat Kejang yang diterima anak.
Ketidakteraturan pernapasan atau apnea Sianosis Penurunan berat badan Bantu dalam prosedur diagnostik dan lakukan fungsi lumbal, pemeriksaan cairan spinal
INTERVENSI KEPERAWATAN/RASIONAL Biarkan anak mengambil posisi yang nyaman. Gunakan posisi miring, bila dapat ditoleransi, karena kaku kuduk Tinggikan sedikt kepala tempat tidur tanpa menggunakan bantal karena hal ini sering kali menjadi posisi yang paling tidak nyaman. Berikan analgesik sesuai ketentuan, terutama asitaminofen dengan kodein. HASIL YANG DIHARAPKAN Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri atau tanda-tanda nyeri yang dialami anak minimum DIAGNOSA KEPERAWATAN:Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderta penyakit serius SASARAN PASIEN(KELUARGA)1: pasien(keluarga) mendapat dukungan adekuat INTERVENSI KEPERAWATAN/RASIONAL
Dorong keluarga untuk mendiskusikan perasaan untuk memimalkan rasa bersalah dan menyalakan Yakinkan keluarga bahwa awitan meningitis bersifat tiba-tiba dan bahwa mereka suda bertindak dengan penuh tanggung jawab dengan mencari bantuan medis untuk meminimalkan rasa bersalah dan salin menyalahkan. Pertahankan agar keluarga tetap mendapatkan informasi tentang kondisi anak, kemajuan, prosedur, dan tindakan untuk mengurangi kecemasan.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebspinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. Meningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai dan sebagian atau seluruh selaput otak (meningen) yang melapisi otak dan medulla spinalis, yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal. Meningitis bakteri pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit lain. Bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis, dan lain-lain. Penyebaran bakteri dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trobosis sinus kevernosus, sinusitis dan lain-lain. Penyebaran bakteri bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.
B. Saran Sebaiknya dalam pembuatan Askep lebih sering diberikan seperti ini agar kami selaku mahasiswa lebih proaktif dan lebih mandiri pada penemuan ilmu-ilmu keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Donna L. Wong, 2003 , Buku Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC : Jakarta.
Masjoer. arif,dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta Suriadi, Skp, dan Rita Yuliani, Skp, 2001, Buku Pegangan Praktik Klinik Askep Pada Anak, Edisi I, Soegijanto, Soegeng, 2002, Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan, Salemba Medika: Jakarta http://www.yayasanspiritia.co.id