li nica call Scie Sci ence Sessi Sessio on) Referat/ CSS ( C lini
*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A215056/ Desember 2015 **Pembimbing : dr. Dennison, Sp.B
APENDISITIS AKUT
Disusun oleh Litha Mudiani, S.Ked G1A 215056
PEMBIMBING dr. Dennison, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS JAMBI RSUD RADEN MATTAHER PROV.JAMBI 2015
2
BAB I PENDAHULUAN
Apendisitis adalah suatu peradangan dari apendiks vermiformis yang oleh masyarakat awam sering disebut sebagai radang usus buntu dan ini merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Meskipun sebagian besar pasien dengan apendisitis akut dapat dengan mudah didiagnosa tetapi tanda dan gejalanya cukup bervariasi sehingga diagnosis secara klinis dapat menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada tahun 1736, apendektomi pertama kali dilaporkan oleh Amyand seorang ahli bedah yang mengankat appendiks yang telah mengalami perforasi dari suatu kantong hernia dari anak laki-laki yang berusia 11 tahun, sampai McBurney menjabarkan manifestasi klinis dari apendisitis akut dini sebelum mengalami rupture, termasuk dari titik maksimal dari nyeri tekan abdomen dan suatu insisi dibuat pada dinding abdomen pada kasus appendiks. Apendisitis merupakan kasus tersering dari nyeri abdomen yang progresif dan menetap. Kegagalan menegakkan diagnose dan keterlambatan penatalaksanaannya akan menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas. Apendisitis akut dapat terjadi pada semua tingkat usia dan paling sering menyerang pada usia decade kedua dan ketiga. Jarang dijumpai pada bayi. Terdapat hubungan antara banyaknya jaringan limfoid pada apendiks dengan kejadian kasus apendisitis akut, selain itu faktor diet dan genetik juga memegang peranan yang penting. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks, penyebab obstruksi dapat berupa: hyperplasia limfonodi sub mukosa dinding appendiks, fekalit, benda asing, tumor.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EMBRIOLOGI DAN ANATOMI APPENDIKS 2.1.1 Embriologi Appendiks
Appendiks pertama kali dapat terlihat pada pertumbuhan embrio diantara minggu ke-6, sebagai penonjolan dari ujung terminal caecum. caecum. Hal ini disebut transient appendiks. appendiks. Pada minggu ke-7 transient appendiks appendiks ini akan mengecil dan akhirnya menghilang. Pada minggu ke-8 timbul kembali penonjolan pada caecum. caecum. Penonjolan ini kemudian akan terus berkembang menjadi appendiks yang sebenarnya. Selanjutnya akan terbentuk suatu mesoappendiks dengan pembuluh darahnya yang memperdarahi appendiks tersebut.1 Pada masa fetal, appendiks berada diapeks caecum, caecum, tetapi akibat pertumbuhan haustrum terminal kanan yang lebih cepat, appendiks terdorong kearah medial, mendekati ileocaecal valve. Perubahan serupa juga terjadi pada taenia longitudinal yang bersatu base appendiks.1
Gambar 2.1. letak appendiks diregio ileocecal
2.1.2 Anatomi Appendiks
Apendiks vermiformis adalah organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang appendiks vermiformis bervariasi dari 3-5
4
inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan posteromedial caecum, caecum, sekitar 1 inci (2,5 cm) dibawah juncture ileocaecalis. Bagian appendiks vermiformis lainnya bebas. Appendiks vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, yang disebut sebagai mesoappendiks. Mesoappendiks berisi arteri, vena appendicularis dan saraf-saraf. 1,2 Appendiks vermiformis terletak diregio iliaca dekstra, dan pangkal diproyeksikan kedinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior dan umbilicus (titik McBurney). Di dalam abdomen, dasar appendiks vermiformis mudah ditemukan dengan cara mencari taeniae coli caecum caecum dan mengikutinya sampai dasar appendiks vermivormis, tempat taenia coli bersatu membentuk tunica muskularis longitudinal yang lengkap. 1
Gambar 2.2. Titik McBurney
2.1.3 Posisi Ujung Appendiks Yang Umum
Ujung appendiks vermivormis mudah bergerak dan mungkin ditemukan pada tempat-tempat dibawah ini1 : a. Posisi pelvika : Ujung appendiks terletak agak kekaudal kedalam pelvis berhadapan dengan dinding pelvis dekstra, pada kedudukan ini appendiks mungkin melekat pada tuba atau ovarium kanan. b. Posisi retrosekal : Appendiks terletak retroperitoneal dibelakang caecum, caecum, appendiks pada letak ini tidak menimbulkan keluhan atau tanda yang disebabkan oleh rangsangan peritoneum setempat. c. Posisi subsekal : appendiks terletak dibawak caecum. 5
d. Posisi Preileal : Berada didepan pars terminalis ileum e. Posisi Postileal : Berada dibelakang pars terminalis ileum
Gambar 2.3. Macam-macam letak appendiks
2.1.4 Pendarahan
a. Arteri : Arteri appendicularis merupakan cabang arteri caecalis posterior. caecalis posterior. arteri ini berjalan menuju appendiks.1 b. Venae : Vena appendikularis mengalirkan darahnya kevena caecalis posterior. caecalis posterior.1
2.1.5 Aliran Limf
Pembuluh limf mengalirkan cairan limf kesatu atau dua nodi yang terletak didalam mesoappendiks dan dari sini dialirkan ke nodi mesenterika superior.1
2.1.6 Persarafan
Saraf-saraf berasal dari cabang – cabang – cabang cabang saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesenterikus superior. Serabut saraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari appendiks vermiformis berjalan bersama saraf simpatis dan masuk kemedulla spinalis setinggi vertebre thoracica x.1
6
2.2 FISIOLOGI APPENDIKS
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya di curahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendiks. Immunoglobulin sektretoar yang dihasilkan oleh GALT ( gut associated lymphoid tissue tissue ) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA . immunoglobulin sangat efektif terhadap infeksi.3 Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang sempit dan seperti traktus intestinalis lainnya secara normal berisi bakteri, resiko stagnasi dari isi apendiks yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan adanya suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan valvula Gerlach . Gerlach . Dengan adanya benda-benda asing yang terperangkap dalam lumen apendiks, posisinya yang mobile, mobile, dan adanya kinking , bands, bands, adhesi adhesi dan lain-lain keadaan yang menyebabkan angulasi dari apendiks, maka keadaan akan semakin diperburuk. Banyaknya jaringan limfoid pada dindingnya juga akan mempermudah terjadinya infeksi pada apendiks.3
2.3 ETIOLOGI APPENDISITIS AKUT
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor appendiks, cacing askaris. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendiks ialah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.histolytica. E.histolytica.2,3 Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. appendicitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut.2,3
7
2.4 PATOFISIOLOGI APPENDISITIS AKUT
Faktor penyebab yang paling dominan pada appendisitis akut adalah obstruksi dari lumennya. umumnya disebabkan oleh fekalit. Obstruksi dapat pula disebabkan oleh hipertrofi jaringan limfoid appendiks, sisa barium, biji buah atau sayuran, atau cacing askaris. Derajat obstruksi yang terjadi meningkat sesuai dengan beratnya inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% pada appendisitis akut, 60% pada gangrenous appendisitis tanpa ruptur, dan 95% pada gangrenous appendisitis dengan ruptur.2,3 Kapasitas lumen appendiks yang normal adalah 0.1 ml. Produksi sekret mukosa appendiks yang normal terjadi terus menerus sehingga apabila terdapat sumbatan pada bagian proksimal appendiks akan menimbulkan distensi appendiks distal dari sumbatan dan mengakibatkan close loop obstruction. obstruction. Sekret sebanyak 0.5 ml pada distal dari obstruksi akan mengakibatkan peningkatan tekanan intraluminal sebesar 60 cmH2O.2,3 Distensi tadi akan menstimulasi serabut syaraf nyeri visceral, menyebabkan nyeri tumpul dan menyeluruh pada daerah umbilikal dan abdomen bawah. Terjadi juga peningkatan peristaltic peningkatan peristaltic usus. usus. Adanya stasis sekret pada distal obstruksi menyebabkan terjadinya multiplikasi bakteri residen secara cepat sehingga terjadi inflamasi pada mukosa appendiks. Distensi akan bertambah besar, terjadi peningkatan tekanan intraluminal yang melebihi tekanan vena sehingga terjadi oklusi aliran vena sedangkan aliran arteri belum terganggu. Hal ini mengakibatkan kongesti vaskuler dan edema sehingga memperhebat distensi. Pada stadium ini mulai timbul reflex nausea, muntah, dan nyeri visceral difus yang bertambah berat. b erat.2,3 Proses inflamasi akan mempengaruhi serosa appendiks dan menyebar keperitonium parietal sehingga timbul pergeseran nyeri keabdomen bagian bawah. Ketika distensi yang progresif tersebut melampaui tekanan arteriolar, terjadi iskemik pada daerah appendiks, terutama pada daerah yang paling buruk suplai darahnya, yaitu area antemesentric border dimana akan terbentuk infark jaringan appendiks. Keadaan ini dikenal sebagai appendicitis gangrenosa.2,3
8
Terjadinya distensi, infeksi bakteri, gangguan suplai darah, dan progresifitas infark akan menyebabkan perforasi. Perforasi terutama terjadi didaerah infark tersebut, yaitu pada area arteri mesenteric border. border. Akibat perforasi, terjadi kebocoran dari isi apendiks dan penyebaran infeksi keseluruh kavum peritoneum. Jika proses ini terjadi secara lambat, akan timbul reaksi inflamasi dimana akan timbul upaya untuk melokalisasi proses tersebut oleh omentum sehingga hanya akan terjadi suatu peritonitis lokal. Jika upaya melokalisasi tersebut gagal, maka infeksi akan menyebar keseluruh kavum peritoneum dan menimbulkan suatu peritonitis difus.2,3
2.5 BAKTERIOLOGI
Dari pemeriksaan bakteriologis, ditemukan bakteri aerob, anaerob, dan facultative facultative bakteri dari pemeriksaan kultur cairan peritoneal dan abses jaringan appendiks. Bacteriodes fragilis fragilis dan Eschericia colli colli ditemukan pada hampir semua kasus appendisitis. Bakteri lain yang juga ditemukan pada kasus appendisitis adalah Peptostreptococcus Peptostreptococcus sebanyak
80%
kasus, Pseudomonas Pseudomonas 40%, Bacteriodes
sphlangnides 40%, sphlangnides 40%, dan Lactobacillus dan Lactobacillus 37 37 %.3
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari dengan radang mendadak appendiks disertai ataupun tidak disertai oleh rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik appendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah. Umumnya nafsu nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah kekanan bawah ketitik MCBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terkadang konstipasi.2 Bila appendik letaknya retrosaekal retroperitoneal, karena letanya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
9
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi muskulus psoas mayor yang menegang dari dorsal.2 Apendiks yang terletak dirongga pelvis, bila meradang dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi me njadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika appendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.2 Pada kehamilan, keluhan utama appendisitis adalah nyeri perut, mual, muntah. yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual, muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan diperut kanan bawah tetapi lebih keregio lumbal kanan. 2
o. 1
Kelainan Patologi
Tanda dan Gejala
Inflamasi Awal
Kurang enak ulu hati/ daerah pusat, mungkin kolik
Appendistis
Akut Nyeri tekan kanan bawah (rangsangan autonomik)
Focal ( Mukosa) Appendisitis Supuratif Nyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual dan Akut ( Serosa) Radang muntah diseluruh
ketebalan
dinding Peradangan sampai ke Defend muskular(+), nyeri somatik bertambah bila peritonium parietale 5
bergerak
Peradangan ke organ Genitalia, ureter, kandung kemih, rektum sekitar Apendisitis gangrenosa Demam, leukositosis, nyeri pada seluruh perut, takikardi
7
Perforasi
Nyeri dan defans muskular seluruh perut
10
Infiltrasi berhasil
Massa pada perut kanan bawah, keadaan mulai baik
Infiltrasi tidak berhasil
Demam tinggi, leukositosis, nyeri nyeri pada selurut selurut perut, takikardi, syok
10
Abses
Demam remiten, keluhan dan tanda setempat
Tabel: hubungan patofisiologi dan manifestasi klinik
2.7 PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital Tanda vital tidak terlalu banyak terjadi perubahan selama belum terjadi komplikasi. Suhu tubuh naik sedikit tapi jarang kenaikan melebihi 1 oC, nadi normal atau sedikit naik. Apabila telah terjadi perubahan yang nyata pada tanda-tanda vital biasanya telah terjadi komplikasi.3
Inspeksi Pasien biasanya berbarng dengan paha kanan difleksikan dan akan menghindari perubahan posisi karena sakit. Bila disuruh bergerak akan melakukannya dengan sangat berhati-hati.3
Palpasi o
Nyeri tekan dan nyeri lepas pada pada titik McBurney
Gambar 2.4 Nyeri tekan dan nyeri lepas pada titik McBurney
11
o
Rousing’s sign yaitu nyeri pada abdomen kanan bawah pada penekanan abdomen kiri bawah juga menandakan adanya iritasi peritoneum diabdomen kanan bawah.3
Gambar 2.5 Rousing’s Sign Rousing’s Sign o
Blumber sign
Gambar 2.6 Blumberg’s Sign o
o
Nyeri tekan didaerah flank didaerah flank (appendiks (appendiks yang letaknya retrocaecal ) Abdomen tidak didapatkan nyeri (appendiks yang letaknya pelvic letaknya pelvic)) dari
rectal toucher terdapat nyeri tekan pada daerah cul-de-sac
douglas. o
Psoas sign sign menandakan adanya iritasi dari musculus psoas. Pemeriksaan dilakukan dengan mengekstensikan secara pasif tungkai bawah kanan penderita pada posisi berbaring miring pada sisi kirinya. Hasil pemeriksaan positif apabila didapatkan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.3
12
Gambar 2.7. Psoas Sign
o
Obturator Sign menandakan adanya iritasi musculus obturator , pemeriksaan dilakukan dengan melakukan internal rotasi secara pasif pada tungkai bawah dalam keadaan fleksi pada posisi supine. Hasil positif bila didapatkan nyeri pada abdomen kanan bawah3
Gambar 2.8 Obturator Sign
o
Defance Muskuler : jika telah terjadi rupture rupture appendiks nyeri semakin bertambah dan menjadi difus.3
13
Diagnostic Score Sistem scoring digunakan untuk meningkatkan akurasi dari diagnostic appendicitis akut. Sistem scoring yang banyak dilakukan adalah system Alvarado dan Ohman Score4 Tabel 2.1 Alvarado Score
Penilaian Skor 1-4 : Tidak dipertimbangkan mengalami apendisitis akut Skor 5-6 : Dipertimbangkan apendisitis akut, tapi tidak perlu operasi segera Skor 7-8 : Dipertimbangkan Dipertimbangkan mengalami apendistis akut Skor 9-10 : Hampir definitif d efinitif mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan tindakan bedah
Tabel 2.2 Ohman Score Variabel yang dinilai
Skor yang dinilai
Nyeri tekan kuadran kanan bawah
4.5
Nyeri lepas
2.5
14
Tidak ada kesulitan berkemih
2.0
Nyeri menetap
2.0
Leukosit > 10.000/mm3
1.5
Usia < 50 tahun
1.5
Relokasi nyeri ke kuadran kanan bawah
1.0
Ketegangan dinding abdomen
1.0
Skor total
16
Penilaian : Skor < 6
: Jarang appendicitis
Skor 6-11.5
: Kemungkinan appendicitis (Monitoring)
Skor > 11.5
: Appendisitis sangat sering
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada appendisitis akut tanpa komplikasi, didapatkan adanya leukositosis ringan, antara 10.000-18.000 /mm3 dengan PMN yang dominan. Leukosit yang jumlahnya lebih dari 18.000/mm3 biasanya ditemukan pada appendisitis perforasi dengan atau tanpa terjadinya abses.3 Utuk menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi saluran kemih diperlukan pemeriksaan urinalisis. Hasil urinalisis dapat ditemukan leukosit dan eritrosit akibat iritasi pada ureter atau kandung kencing akibat appendiks yang meradang. Pada appendisitis akut tidak ditemukan adanya bakteriuria.3 Pemeriksaan rontgen rontgen polos abdomen jarang membantu menegakkan diagnosis appendisitis akut. Pada pemeriksaan tersebut kadang-kadang dapat ditemukan adanya distribusi udara dalam usus yang abnormal (Ileus lokal) dan tampak adanya fekalit diabdomen kanan bawah. Apabila telah terjadi perforasi appendiks, dapat ditemukan gambaran pneumoperitoneum serta hilangnya gambaran peritoneal gambaran peritoneal fat dan psoas dan psoas line. line .
15
Pemeriksaan rontgen dada rontgen dada dibutuhkan untuk menyeingkirkan suatu referred pain dari pain dari proses pneumonia pada lobus inferior paru kanan.3 Pemeriksaan USG lebih dianjurkan untuk membantu menegakkan diagnosa appendisitis akut karena akurasinya yang baik . Tingkat sensitifitas dan spesifitas USG pada kasus appendisitis akut adalah 85-98%. Kekurangan USG adalah bahwa hasil pemeriksaan tergantung pada operator.3 Pada pemeriksaan USG, appendiks diidentifikasikan sebagai bayangan tubuler buntu yang berasal dari caecum. caecum. Diagnosis appendisitis akut dapat ditegakkan bila didapatkan diameter ukuran antero-posterior appendiks > 6 mm, atau didapatkan fekalit pada appendiks. Pemeriksaan dikatakan negatif apabila appendiks tidak terdeteksi dan tidak ditemukan adanya cairan atau masa pericaecal . Apabila hasil pemeriksaan negatif, perlu dilakukan pemeriksaan organ-organ lain untuk menegakkan diagnosis lain seperti ginjal, traktus urinarius, serta organ reproduksi wanita.3 Pemeriksaan penunjang lain yan dapat dilakukan adalah pemeriksaan CT-Scan, Barium Enema, atau Radioisotop Labeled Leucocyte Leucocyte scans. Pemeriksaan CT-scan lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi biaya pemeriksaan lebih mahal dan penderita terkena paparan radioaktif lebih besar sehingga sebaiknya pemeriksaan ini hanya dilakukan pada penderita dengan kecurigaan adanya abses appendical yang akan dilakukan drainage perkutan. perkutan. Pada pemeriksaan barium enema diagnosis appendisitis akut ditegakkan berdasarkan adanya non-filling of the appendiks. appendiks.3 Pemeriksaan labeled radioisotope radioisotope ada 2 macam, yaitu dengan radiolabelled leukosit (Tc99WBC) dan dengan radiolabelled imunoglobulin G G (Tc99IgG). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk penderita yang dicurigai appendisitis akut, namun negatif pada pemeriksaan USG dan CT-Scannya .3 Laparoskopi dapat dilakukan sebagai suatu tindakan diagnostic diagnostic dan terapeutik pada kasus nyeri akut abdomen seperti appendisitis akut. Pada wanita dengan keluhan keluha n nyeri perut bawah, pemeriksaan laparoskopi sangat berguna untuk menegakkan diagnose appendisitis akut dan menyingkirkan kemungkinan kelainan dibidang ginekologis.3 16
2.9 RUPTUR APPENDIKS
Ruptur appendiks hampir selalu terjadi didaerah distal sumbatan pada lumen disisi antemesenterikanya. Kecurigaan telah terjadi ruptur appendiks apabila didapatkan demam lebih tinggi dari 39oC dan jumlah leukosit lebih dari 18.000/mm3 pada penderita yang sebelumnya mengalami gejala appendsitis akut.3 Sebagian besar ruptur appendiks dapat dilokalisir oleh tubuh dengan membentuk suatu proses walling off terhadap appendiks tersebut, sehingga hanya didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal. Apabila proses walling off ini tidak efektif dalam melokalisir rupture appendiks, appendiks, akan terjadi suatu peritonitis difus yang akan memperberat keadaan penderita. Sekitar 2-6 % kasus, dapat teraba suatu massa yang nyeri yaitu phlegmon yaitu phlegmon atau atau periappendicular periappendicular abcess. abcess.3 Phlegmon Phlegmon dan abses yang kecil dapat terapi secara konservatif dengan pemberian antibiotik intravena. Well localized abcess abcess diterapi dengan percutaneus drainage. drainage. Pada kasus kompleks abcess, abcess, harus dilakukan surgical dilakukan surgical drainage. drainage.3 Pada penderita dengan perforasi appendiks yang diterapi secara konservatif atau dengan simple drainage drainage dari abcess, abcess, harus dilakukan appendiktomi dengan interval waktu ± 6 minggu, karena dapat terjadi appendicitis appendicitis rekuren. Angka kejadian appendisitis rekuren pada penderita yang tidak dilakukan terapi operatif adalah 0-3 % terutama selama tahun pertama.3 Pada penderita yang berusia ≥ 50 tahun dengan gejala appendicular abcess, harus dilakukan pemeriksaan barium enema atau pemeriksaan colonoscopy colonoscopy untuk menyingkirkan diagnosa perforasi tumor caecal .
2.10
DIAGNOSIS BANDING
Banyak gejala klinis akibat kelainan didalam atau dekat kavum peritoneum yang memberikan gambaran klinis yang serupa dengan gejala appendisitis akut, sehingga sulit untuk menegakkan diagnosis appendisitis akut preoperatif.
17
Penyakit atau keadaan yang memberikan gambaran seperti appendisitis akut diantaranya : acute mesenteric lymphadenitis, acute pelvic inflammatory disease, disease, kista ovarium terpuntir, rupture folikel graft , dan gastroenteritis akut. Perlu diingat bahwa diagnosis banding appendisitis akut tergantung dari 3 faktor yaitu3 : 1. Lokasi anatomis appendiks yang meradang 2. Tingkat atau derajat peradangan appendiks, baik simple simple ataupun rupture appendiks 3. Usia dan jenis kelamin penderita
Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menoonjol dibandingkan apendisitisakut.
Demam Dengue Demam dengue dapat dimulai dengan sakit mirip peritonitis. Disini didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat
Limfadenitis Mesenterika Limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan.
Kelainan Ovulasi Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetap mungkin dapat mengganggu selama dua hari
Penyakit pada pria
18
Torsio Testis dan epididimitis akut pada tahap awal akan menimbulkan nyeri didaerah epigastrik yang menutupi gejala lokalnya. Seminal vesikulitis juga mempunyai gejala yang menyerupai appendisitis akut namun dapat dibedakan melalui pemeriksaan rectal toucher dimana didapatkan pembesaran vesikula seminalis.
Urolitiasis Pielum / Ureter Kanan Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan dan piluria.
Diverticle Meckel Gejala yang ditimbulkan sama, Diverticulectomy Diverticulectomy hampir selalu dilakukan melalui titik Mc. Burney. Jika basis dari divertikel melebar, diperlukan reseksi dari ileum dengan divertikulumnya. kemudian dilakukan anastomosis end to end.
2.11
PENATALAKSANAAN
Penderita yang telah didiagnosis sebagai apendisitis akut harus disiapkan untuk operasi. Untuk itu harus memperhatikan status hidrasi penderita, keseimbangan elektrolit, dan kelainan-kelainan pada jantung, ginjal dan paru-paru. Pemberian antibiotic antibiotic pre-operatif diberikan untuk menurunkan komplikasi infeksi pada appendisitis. Jika durante operasi hanya didapatkan appendisitis akut simple tanpa perforasi, maka antibiotik diberikan cukup sampai 24 jam post operasi. Jika terdapat perforasi atau gangrenous atau gangrenous appendiks, appendiks, maka pemberian antibiotik dilanjutkan sampai penderita afebris dan jumlah leukositnya kembali kebatas normal. a. Open Appendectomy
19
Tindakan operasi untuk appendsitis akut tanpa perforasi adalah dengan menggunakan insisi pada right lower quadrant muscle splitting Mc.Burney (Oblique) Oblique) atau Rocky atau Rocky Davis ( Davis (Transverse Transverse). ). Insisi yang dilakukan harus mencakup daerah dimana nyeri tekannya maksimal dirasakan atau dimana teraba massa. Apabila telah terjadi perforasi dan terdapat tanda-tanda peritonitis, insisi yang dilakukan adalah lower midline incision untuk incision untuk mendapatkan exposure yang exposure yang lebih baik pada cavum cavum peritoneum. Setelah dilakukan insisi, dilakukan identifikasi caecum. caecum. Bila caecum telah teridentifikasi, dilanjutkan dengan identifikasi appendiks dengan mengikuti ketiga taenia coli sampai kepertemuannya (basis appendiks), kemudian ujung appendiks dicari sampai seluruh appendiks dapat tereksposure dengan memobilisasi caecum. caecum.3 Setelah
appendiks
mesoappendiks
tereksposure,
sambil
melakukan
dilakukan ligasi
pembebasan arteri
appendiks
appendikularis.
dari
Apabila
appendiks telah terbebas dari mesoappendiks sampai pangkal appendiks, dilakukan appendectomy. appendectomy. Pada appendiks perforasi atau gangrenous gangrenous appendiks dilakukan pencucian rongga abdomen dengan normal saline sampai bersih.3 Apabila teraba massa pada abdomen kanan bawah (2-5 % pada kasus appendisitis) yang dicurigai pada appendikular abses, tindakan yang dilakukan adalah percutaneus adalah percutaneus drainage dengan drainage dengan guiding guiding USG USG atau CT-Scan disertai dengan pemberian antibiotik untuk bakteri aerob gram negatif dan bakteri anaerob.3 Jika pada operasi tidak didapatkan appendisitis, perlu dicari kelainan lain sebagai diagnosis alternatif, mulai dari caecum sampai caecum sampai mesenterium, dilanjutkan dengan eksplorasi dari intestine secara retrograde retrograde mulai dari ileocaecal valve. Pada wanita harus dilakukan eksplorasi pada organ reproduksinya. Berikut teknik Open appendiktomi
20
Gambar 2.9 insisi dapat diletakkan pada salah satu dari beberapa lokasi. beberapa ahli lebih suka insisi dikuadran kanan bawah dengan tekhnik memisahkan otot (splitting). Ahli lainnya lebih menyukai insisi transversal kuadran kanan bawah yang melintas otot rektus dengan refleksi otot kemedial. Bilamana diagnose diragukan, insisi garis tengah tentunya tepat 5
Gambar 2.10 Appendik terleta k pada sambungan taenia dinding kolon pada ujung saekum. appendiks mendapatkan vaskularisasi pada arteri appendiks, yang harus diligasi selama pengangkatan appendiks. Appendiks dapat terletak pada hampir semua posisi, termasuk retrosekal, menjulur kearah fleksura hepatica dari kolon 5
21
Gambar 2.11 Pada saat abdomen dibuka, usus halus dimobilisasi kemedial ; sekum diidentifikasi dikuadran kanan bawah. Appendiks sering kali terlihat jelas, tetapi jika tidak terlihat, appendiks dapat diidentifikasi dengan mudah melalui palpasi, karena appendiks membengkak dan teraba padat, perlekatan omentum biasanya dapat dilakukan diseksi bebas secara tumpul 5
Gambar 2.12 Pada gambar 70-4, Jika appendiks terletak retrosekal, lipatan peritoneum lateral harus diinsisi dan sekum dimobilisasi kemedial dan anterior. Selanjutnya appendiks dapat dibebaskan dengan diseksi tumpul dan tajam. gambar 70-5 dan 70-6 Jika apendiks terletak parasekal, perlekatan dapat dilakukan diseksi tumpul untuk memaparkan appendiks 5
22
Gambar 2.13 Setelah appendiks dimobilisasi, mesoappendiks dipotong diantara dua klem dan diligasi secara cermat untuk menjamin hemistasis. Pemotongan dilanjutkan sampai leher appendiks pad sambungannya dengan sekum terl epas semuanya. 5
Gambar 2.14 Gambar diatas jahitan diletakkan didasar apendiks sekitar 1 cm dari sambungannya untuk memungkinkan dilakukan invaginasi stump apendiks. dua klem diletakkan pada dasar appendiks untuk menjepit jaringan appendiks. klem bawah dilepas, dan dilakukan ligasi benang cromic catgut 1-05
23
Gambar 2.15. Appendiks dipotong da stump diinvaginasikan dengan mengikat rapat-rapat jahitan pursetring. Drain jarang diindikasikan. Ileum distal di periksa terhadap adanya divertikulum meckel luka operasi ditutup lapis demi lapis, dengan meninggalkan kulit terbuka jika terdapat abses 5.
b. Laparascopy Appendectomy Laparoscopy Laparoscopy merupakan suatu tekhnik baru yang dapat digunakan untuk diagnosis dan terapetik appendisitis akut.3 Keuntungan laparoscopy appendectomy dipilih appendectomy dipilih dibandingkan dengan open appendictomy appendictomy antara lain untuk menurunkan insidensi infeksi luka operasi. Mengurangi nyeri pada penderita, menurunkan hospitalisasi dan lebih cepat penyembuhannya. Prinsip laparoscopy appendectomy appendectomy sama dengan laparaskopi untuk tujuan lain. Penderita harus dipasang kateter urin dan NGT sebelumnya. Operator berdiri disisi kiri penderita dengan monitor pada sisi kanan penderita. Kemudian dibuatkeadaan pneumoperitoneum. Trochar canulla canulla sepanjang 10 mm dimasukkan melalui umbilikus. Forward umbilikus. Forward viewing laparoscopy laparoscopy dimasukkan melalui kanula tersebut dan dilakukan inspeksi cavum peritoneum. Kemudian trochar 10 mm kedua dimasukkan melalui regio suprapubik pada garis tengah dan additional 5 mm port dibuat diabdomen kanan atas dan kanan bawah.3 Eksposur dilakukan dengan merubah posisi pasien menjadi trendelenburg dengan sisi kanan lebih tinggi. Pada umumnya caecum caecum dan appendiks dapat dengan mudah diidentifikasi. Kemudian dilakukan penarikan mesoappendiks
24
melalui penarikan tip appendiks dengan atraumatik gasper yang ditempatkan di trochar abdomen kanan atas. Mesoappendiks dipisahkan dengan alat stapling atau elektrokauter untuk diseksi dan diklips atau ligating loop loop untuk mengikat arteri appendikularis.3 Pemisahan mesoappendiks dilakukan sedekat mungkin dengan appendiks. Setelah basis appendiks tereksposure, 2 ligating loop ditempatkan diproksimal dan distal basis appendiks. Kemudian dilakukan appendectomy appendectomy dengan sassor dan elektrocauterization. elektrocauterization. Appendiks kemudian dibebaskan melalui trokhar yang terletak di suprapubik 3.
Gambar 2.16 Trokar 5 mm diletakkan pada insisi umbilical dan laparoscopy video 5 mm dipasng. Dua trokar 5 mm yang lain diletakkan pada sisi kanan abdomen. Tekhnik alternative adalah dengan meletakkan trokar Hasson pada umbilicus untuk memungkinkan pengangkatan appendiks yang menebal melalui insisi umbilicus.5
25
Gambar 2.17 Trokar 10 mm diletakkan pada kuadran kiri bawah secara tegak lurus, sehingga menghindari keperluan penutupan fasia diakhir prosedur. Abdomen dieksplorasi dieksplorasi secara visual, dan appendicitis dikonfirmasikan. Endoloop diletakkan melalui trokar 5 mm, dan ujung appendiks dijerat untuk retraksi. Selanjutnya mesoappendiks terlihat dengan mudah 5
Gambar 2.18 Gambar 71-3sampai71-6 Mesoappendiks dilakukan diseksi pelalui port-10 mm. Arteri Appendiks dan lemak yang menyertainya dikontrol dengan elektrokauter dank lip. Bilamana dasar appendiks terlihat dengan mudah, tiga endoloop tambahan diletakkan berurutan pada appendiks. Dua endoloop diletakkan pada sisi sekal, dan satunya ditempatkan pada sisi specimen. Endolop ini diikat rapat-rapat, dan specimen dipotong, stapler linier endoskopik dapat digunakan melalui port 12-cm pada kuadran kiri bawah untuk mengontrol stump appendik dan arteri apendikalis. Gambar 71-7 Elektrokauter digunakan untuk kauterisasi mukosa pada stump apendiks 5
26
Gambar 2.19 Spesimen ditarik ke obturator trokar 10 mm dan diekstraksi. Tekhnik alternative adalah memasukkan appendik kedalam kantong karet yang dapat diletakkan melalui port 10 mm atau ditarik langsung keluar dari mukosa kulit. selanjutnya kuadran kanan bawah diirigasi secara menyeluruh, dan trokar dikeluarkan. Steri-Strips ditutupkan pada kulit 5
2.12
KOMPLIKASI Beberapa komplikasi yang dapat terjadi:
1. Perforasi Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskulaer di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karna ileus paralitik. 2. Peritonitis `
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Kedua ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritonium menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan 27
elektrolit hilang kedalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang. 3. Massa Periapendikuler Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi perdindingan oleh omentum. Umumnya masa appendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses sedang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses pro ses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal.
2.13
PROGNOSIS Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian
dapat terjdai pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.
28
BAB III STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama
: An. G
Umur
: 19 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl..Kamboja 3 Danau Sipin
B. Anamnesis Keluhan Utama : Os datang dengan nyeri perut bagian kanan bawah sejak ± 2 jam
yang lalu SMRS. Riwayat Perjalanan Sekarang :
Sejak 1 minggu yang lalu os merasakan nyeri perut yang hilang timbul di ulu hati, mual (+), muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan dan os berobat dipuskesmas, os diberi obat sehingga keluhan os berkurang. Sejak satu hari SMRS os demam, mual (+), muntah (-). ±2 jam SMRS os tiba-tiba mengeluh nyeri perut yang tak tertahan di bagian perut kanan bawah, demam (+), mual (+) dan muntah sebanyak 3 kali, BAK dan BAB tidak ada keluhan. Akhirnya os memutuskan ke IGD RS Raden Mattaher.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis TD
: 120 / 80 mmhg
Nadi
: 85 x/menit
Suhu
: 37,50 c
RR
: 20 x/menit 29
Kepala
: Normocephal
Mata
: Ca -/-, Si -/-, Refleks cahaya (+/+)
Thoraks Cor
: : BJ1 dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Wheezing (-), Ronkhi (-) Abdomen: Soepel, Bu (+), NT (+), NL (+), P soas sign (+), Defans muscular (+) Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin WBC
: 17,0 H 103/mm3
RBC : 4,57 106/mm3 HB : 13,4 g/dl HCT : 40,5 % PLT : 234 103/mm3 GDS : 111 mg/dl
2. Kimia Darah Lengkap Bilirubin Total : 1,0 mg/dl Bilirubin Direk : 0,5 mg/dl Bilirubin Indirek
: 0,5 mg/dl
Protein Total
: 7,4 g/dl
Albumin
: 3,6 g/dl
Globulin
: 3,8 g/dl
SGOT
: 21 U/L
SGPT
: 12 U/L
Ureum
: 16,1 mg/dl
Kreatinin
: 0,8 mg/dl 30
3. Gravindex test
: Negatif (-)
4. USG
E. Diagnosa Kerja
Suspect Appendisitis Akut
F. Tatalaksana
IVFD RL 20 gtt/menit Inj. Ceftriaxone 1x 2 gr Inj. Ranitidine 2x1 amp Paracetamol 3x500 mg Mucogard syrup 1x1
31
BAB IV KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks. Apendisitis akut adalah frekuensi terbanyak penyebab persisten, progressive abdominal pain pada remaja. Etiologi terbanyak disebabkan adanya fekalit. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis disertai mual dan anoreksia. Nyeri pindah keperut kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local dititik McBurney. Nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muskuler (+). Nyeri perut kanan bawah pada saat dilakukan penekanan disebelah kiri (Rovsing Sign) Bila diagnose klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa, atau apendisitis perforasi. Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Diantara beberapa factor yang mempengaruhi penurunan insiden yang bermakna adalah diagnosis dan penatalaksanaannya yang lebih baik. Kematian biasanya
disebabkan
sepsis
yang
tidak
terkontrol,
peritonitis,
abses
intraabdominal atau septikimia gram negative.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.Hal.230-231. 2. Sjamsuhidayat R, De jong W. Apendiks vermiformis pada buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-dua. Jakarta: EGC; 2005. Hal.640-641 3.
Schwartz SI. Appendix, in principles of surgery, 7th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 1999.P.1383-1393.
4. Price and Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Pnenyakit. Ed:ke-6. Jakarta:EGC 5. Smink DS, Soybel DI. Appendix and Appendectomy in maingot’s abdominal operations. 11th ed. London: The McGraw-Hill Companies; 1997.P.593. 6. Sabiston DC. Apendektomi pada atlas Bedah Umum. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara; 2011.Hal.398-407.
33