Anemia Hemolitik Herediter Pendahuluan
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassayang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah daerah sekitar Laut Tengah.Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya. Thalas Thalassem semia ia merupak merupakan an penyaki penyakitt darah darah resesif yang diwari diwariska skan n atau atau resesif autosoma autosomall yang diturunkan. Pada penderita thalassemia, cacat genetik menyebabkan tingkat pembentukan salah satu atau lebih rantai globin yang menyusun hemoglobin menjadi berkurang. Sintesa salah satu rantai globin yang berkurang tersebut dapat menyebabkan pembentukan molekul hemoglobin yang abnormal, sehingga menyebabkan anemia, sebagai gejala khas thalassemia yang nampak. Masyarakat awam tentu saja pada umumnya mengetahui apa itu anemia atau penyakit kurang darah yang secara secara umum ditandai dengan gejala ringan seperti pusing, lemas, mata dan bibir tampak pucat (anemis). Masyarakat awam tentu tidak tahu bahwa anemia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab tidak hanya karena kekurangan zat besi, tentu saja kepercayaan yang timbul di masyarakat bahwa anemia terjadi karena kekurangan zat besi sehingga masyarakat awam awam sering sering sekali sekali tidak tidak berusa berusaha ha untuk untuk mencar mencarii pertol pertolong ongan an tenaga tenaga medis medis lebih lebih lanjut lanjut,, penggunaan pil besi menjadi solusi cepat dan murah bagi masyarakat. Tapi anemia tentu saja tidak terjadi hanya karena kekurangan zat besi, banyak hal yang dapat mengakibatkan anemia dan tidak semua dapat diobati dengan pil besi, ada beberapa keadaan anemia yang justru akan semakin berbahaya bila diberi pil besi. Anamnesis
Awal Awal anamnes anamnesis is serupa serupa dengan dengan semua semua anamne anamnesis sis yang yang lain, lain, yaitu yaitu berupa berupa identi identitas tas penderita, tetapi pertanyaan-pertanyaan berikutnya dilakukan dengan lebih terinci dan terarah, sebagai berikut: Identitas penderita
Nama, alamat, tempat/tanggal lahir, umur, pernikahan, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status social ekonomi, anak (jumlah, jenis kelamin, dan berapa yang masih tinggal tinggal bersama bersama penderita) penderita),, pekerjaan, pekerjaan, keadaan social ekonomi. ekonomi. Termasuk Termasuk anamnesis anamnesis mengenai factor resiko dan mengenai adanya gangguan aktivitas. Anamnesis tentang obat
Obat apa yang telah diminum, baik yang berasal dari resep dokter atau yang dibeli bebas.
Mengin Mengingat gat thalas thalassem semia ia merupak merupakan an penyaki penyakitt keturu keturunan, nan, maka maka anamnes anamnesis is mengena mengenaii riwayat riwayat keluar keluarga ga penderi penderita ta thalas thalassem semia ia sangat sangat perlu perlu dilakuk dilakukan an untuk untuk membant membantu u diagnos diagnosaa thalassemia. Bila memang ada riwayat keluarga penderita thalassemia dan menginginkan untuk memiliki anak, ada baiknya untuk berkonsultasi ke dokter guna menentukan seberapa besar risiko menurunkan penyakit tersebut pada anak yang akan dilahirkan nantinya.
Penderita thalassemia sering sekali bergejala sebagai anemia, beberapa pertanyaan yang penting kita tanyakan dalam keadaan pasien anemia adalah usia pasien, pada kasus anak terutama penting untuk mengetahui bagaimana riwayat kehamilan, riwayat proses partus dan postpartus apakah ada komplikasi atau ada masalah dalam proses tersebut. Nutrisi baik sesudah dilahirkan juga penting untuk ditanyakan apakah mendapatkan nutrisi yang cukup.1 Riwayat Riwayat penderi penderita ta dan keluar keluarga ga sangat sangat penting penting untuk untuk ditanya ditanyakan kan juga juga dalam dalam kasus kasus anemia, hal ini lebih penting lagi dalam kasus thalassemia, karena pada populasi dengan ras dan etnik tertentu tertentu terdapat terdapat frekuensi yang tinggi tinggi untuk jenis abnormalitas abnormalitas gen thalassemi thalassemiaa yang spesifik.1 Riwa Riwaya yatt pend pendar arah ahan an abno abnorm rmal al juga juga pent pentin ing g untu untuk k dita ditany nyak akan an sepe sepert rtii mele melena na,, hematemesis, hemoptysis, dan hematuria. Riwayat transfusi darah, splenektomi, kolelithiasis, kolesittektomi dan tindakan operasi yang pernah dilakukan juga penting untuk ditanyakan.Untuk orang dewasa atau anak yang lebih besar juga penting untuk ditanyakan apakah menggunakan obat-obatan tertentu.1 Pada anamnesis pasien dengan thalassemia dapat ditanyakan hal-hal berikut : 1. Apakah Apakah kulit kulit terli terlihat hat pucat pucat dan dan atau atau kuning kuning ? 2. Apakah kulit terlihat terlihat kelabu seperti seperti batu batu tulis tulis ? 3. Apakah badan badan sering sering merasa merasa cepat cepat lelah, lelah, lesu, lesu, pusing/sak pusing/sakit it kepala kepala ?
4. Apakah terdapat pembesaran hati dan limpa ? 5. Apakah terdapat kegagalan pertumbuhan, pubertas yang terlambat, diabetes mellitus, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, dan miokardium ? 6. Apakah terdapat ekspansi tulang-tulang tengkorak dan tulang wajah yang mengakibatkan fasies talasemik ? 7. Apakah sering mengalami infeksi ? 8. Adakah orang tua atau anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dengan gejala yang sama seperti di atas atau menderita penyakit yang sama dengan gejala yang ringan atau tanpa gejala-gejala seperti di atas ? 9. Berapa usia pasien saat munculnya gejala-gejala diatas ?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Tanda Vital
Frekuensi nadi Umur
Laju Denyut per Menit Istirahat
Istirahat
Aktif (demam)
Baru Lahir
(bangun) 100-180
(tidur) 80-160
Sampai 220
1 Minggu- 3 Bulan
100-220
80-200
Sampai 220
3 Bulan – 2 Tahun
80-150
70-120
Sampai 200
2-10 Tahun
70-110
60-90
Sampai 200
>10 Tahun
55-90
50-90
Sampai 200
Tabel 1.
Tekanan darah
Pernafasan
Suhu
Frekuensi den ut nadi
Suhu tubuh diukur dengan mempergunakan termometer badan. Pada umumnya yang diukur adalah suhu aksilla. Dalam keadaan normal, suhu aksila adalah antara 36oC-37oC.
Keadaan Umum : Kesadaran, warna kulit, dan sebagainya.
Inspeksi Inspeksi dapat dibagi menjadi inspeksi umum dan inspeksi khusus. Pada inspeksi umum pemeriksa melihat perubahan yang terjadi secara umum, sehingga dapat diperoleh kesan keadaan umum pasien. Pada inspeksi lokal, dilihat perubahan-perubahan lokal sampai yang sekecilkecilnya. Untuk bahan pembanding perlu dilihat pada keadaan sisi lainnya. Untuk inspeksi ukuran dan bentuk perut.
Palpasi Palpasi
yaitu
pemeriksaan
dengan meraba,
menggunakan
telapak
tangan dan
memanfaatkan alat peraba yang terdapat pada telapak dan jari tangan. Dengan palpasi dapat ditentukan bentuk, besar, tepi, permukaan serta konsistensi organ. Ukuran organ dapat dinyatakan dalam satuan sentimeter. -
Palpasi Hati:
Yang perlu diketahui adalah ukuran hati, konsistensi, tepi, permukaan, dan terdapatnya nyeri tekan. Pembesaran hati (hepatomegali) terdapat pada pelbagai keadaan, diantaranya pada penyakit infeksi (mis. Hepatitis, sepsis), anemia (mis. Anemia sicle cell, thalassemia), gagal jantung kongestif,perikarditis konstriktiva, beberapa penyakit metabolik, penyumbatan saluran empedu, penyakit keganasan,kista hati, SLE, hemosiderosis, dan malnutrisi. -
Palpasi Limpa:
Besarnya limpa diukur menurut cara Schuffner. Jarak máximum dari umbilikus ke garis singgung pada arcus kosta kiri dibagi menjadi 4 bagian yang sama; garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha, garis dari pusat ke lipat paha ini pun dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Pembesaran limpa dinyatakan dengan memproyeksikan ke dalam bagian-bagian ini. Limpa yang membesar sampai umbilikus dinyatakan sampai Schuffner IV, sampai lipat paha Schuffner VIII.
Splenomegali terdapat pada pelbagai penyakit infeksi misalnya sepsis, demam tifoid, malaria, toxoplasmosis. Penyakit darah seperti Thalassemia atau anemia sel sabit juga menyebabkan limpa membesar.
Perkusi Tujuan perkusi ialah untuk mengetahui perbedaan suara ketuk, sehingga dapat ditentukan batas-batas suatu organ misalnya paru, jantung hati, atau mengetahui batas-batas massa yang abnoemal di rongga abdomen. Perkusi abdomen terutama ditujukan untuk menentukan adanya cairan bebas (asites) atau udara dalam rongga abdomen. Perkusi juga dapat dilakukan untuk membantu menentukan batas hati, serta batas – batas massa intraabdominal.
Auskultasi Pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop. Dengan cara auskultasi dapat didengar suara pernafasan, bunyi dan bising jantung, peristaltic usus, dan aliran darah dalam pembuluh darah.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium Morfologi eritrosit (gambaran darah tepi) eritrosit hipokromik mikrositik, sel target,
normoblas (eritrosit berinti), polikromasia, bashopilic stipling bodies pada β thalassemia. Pada thalassemia – β heterozigot eritrosit mikrositik dengan poikilositosis ringan sampai dengan menengah. Pada thalassemia – α0 heterozigot terdapat mikrositik dan hipokrom ringan, tetapi kurang poikilositosis.
Gambar 1. Eritrosit mikrositik hipokrom Sumber: drdjebrut.wordpress.com Kadar Hb pada thalasemia mayor 3-4 g/dl, thalasemia intermedia 7-10 g/dl, thalasemia
minor 11-15 g/dl.
Klasifikasi anemia menurut WHO sendiri adalah: Normal :> 11 g/dL Anemia ringan: 8 – 11 g/dL Anemia berat: < 8 g/dL Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) < 78 fl. Nilai Mean Corpuscular Hemanglobin
(MCH) biasanya sedikit menurun. Beda talasemia β minor dengan defisiensi besi ringan : bila MCV di bawah normal, tetapi Hb di atas 10 g/dl kemungkinan besar talasemia. Pada thalassemia mayor yang tidak diobati, relative distribution width (RDW) meningkat, karena anisosotosis yang nyata. Namun pada thalassemia minor, RDW relatif normal. Dengan nilai normal: MCV : 82-92 fl. MCH : 27-31 pg. MCHC : 32-36% RDW : 11,5-14,5.
Tabel 2. Nilai normal kadar Hb, Ht dan jumlah eritrosit2 Kadar
Pria dewasa
Hb 14-17
Wanita
g/dL 12-15
dewasa Anak-anak
g/dL 10-14,5
(3 bulan – 13
g/dL
Hematokrit
Jumlah
42-53 %
eritrosit 4,6-6,2
38-46 %
juta/µL 4,2-5,4
31-43 %
juta/µL 3,8-5,8 juta/µL
tahun)
Pemeriksaan besi serum
Pemeriksaan besi serum dapat meningkat pada thalassemia hal ini terjadi karena sel darah merah pada thalassemia akan lebih mudah untuk mengalami hemolysis dan mengakibatkan besi serum menjadi meningkat. Tes fragilitas osmotik
Eritrosit thalassemia yang mikrositik hipokrom memiliki fragilitas osmotic yang menurun. Hal ini digunakan sebagai dasar variasi one-tube tes fragilitas osmotic sebagai uji tapis pembawa sifat thalassemia pada populasi dimana thalassemia sering dijumpai. Namun, tes
ini tidak dapat membedakan dengan anemia defisiensi besi, karena pada anemia defisiensi besi ditemukan fragilitas osmotic yang juga menurun. Elektroforesis Hb
Pemeriksaan elektroforesis Hb dengan buffer alkalis namun pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah usia diatas 2 tahun, atau setidaknya setelah 6 bulan karena tingginya kadar HbF dapat mengganggu hasil elektroforesa. - Thalassemia α minor/trait terdapat penurunan HbA2 dan peningkatan HbH. - Thalassemia β minor/trait terdapat peningkatan HbA2 di atas 3,5 % (umumnya 4,5-7%), HbF biasanya terentang antara 1-5 %. Tabel 3. Variasi jenis hemoglobin dan distribusinya.3 Hemoglobin
Persentase dari
HbA
Hb Total 95-100% [SI 0,95-
HbA2
1,0] 4-5,8% [SI 0,04-
Implikasi Klinis
Talasemia β minor
0,059] 1,5-3% [SI 0,0150,03]
HbF
Normal Penyakit HbH
<1,5% [SI <0,015] <1% [SI <0,01]
Normal
2-5% [SI 0,02-
Talasemia β minor
0,05]
Talasemia β mayor 10-90% [SI 0,100,9] 5-15% [SI 0,050,15]
Talasemia β δ minor Menetapnya Hb janin yang diturunkan secara heterozigot.
5-35% [SI 0,05-
[Heterozygous hereditary
0,35]
persistence of fetal Hb {HPFH}]
HPFH homozigot 10-35% [SI 1,0] HbS homozigot HbS homozigot HbC homozigot HbC heterozigot
15% [SI 0,15] 70-98% [SI 0,7-0,98] 90-98% [SI 0,9-0,98] 24-44% [SI 0,24-0,44]
Penyakit sel bulan sabit Penyakit HbC Pembawa penyakit HbC
2. Pemeriksaan pencitraan Foto RO tulang kepala: gambaran hair on end , korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks (pada talasemia β mayor).
Gambar 2. Hair on end appearance Sumber : fliegender.tumblr.com Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: tipis akibat perluasan sumsum tulang, dapat berakibat fraktur patologis. (pada talasemia β mayor). 3. Analisis DNA Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada talasemia.
Diagnosis
Diagnosis adalah istilah yang menunjuk kepada nama penyakit yang ada pada pasien yang perlu dirumuskan ataupun ditentukan oleh dokter.4 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1. Thalasemia Thalassemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik. Gangguan pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb ini mengakibatkan kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari).
Berdasarkan jenis kelainan molekul hemoglobin, thalassemia diklasifikasikan sebagai berikut.5 a. Pada thalassemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Thalassemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis. Thalassemia alfa paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen). Delesi pada satu rantai
α (Silent Carrier/ α-Thalassemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia. Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia Trait 1/ Thalassemia minor)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV 60-75 fl. Delesi pada tiga rantai
α (HbH disease/ Thalassemia intermedia)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease ( β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl. Delesi pada empat rantai
α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Gb Barts (γ 4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ 4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90 % Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya. b. Thalassemia beta (gangguan pembentukan rantai β) disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11. Melibatkan dua gen di dalam membuat globin-β yang merupakan bagian dari hemoglobin, masing-masing satu dari setiap orangtua. Beta thalassemia terjadi ketika satu atau kedua gen mengalmi variasi, tidak ada rantai β (β0) atau sedikit rantai β (β+) yang disintesis. Rantai α yang berlebih berpresipitasi dalam eritroblas dan eritrosit matur, menyebabkan eritropoesis infektif dan hemolisis berat yang khas untuk penyakit ini. Makin banyak kelebihan rantai α, makin berat anemia yang terjadi. Berbeda dengan thalassemia-α, mayoritas lesi genetic adalah mutasi titik dan bukan delesi gen.
•
Jika salah satu gen dipengaruhi, seseorang akan menjadi carrier dan menderita anemia ringan. Kondisi ini disebut thallasemia trait/thalassemia-β minor,
•
Jika kedua gen dipengaruhi, seseorang akan menderita anemia sedang (thalassemia-β intermedia atau anemia Cooley’s yang ringan) atau anemia yang berat (thalassemia-β mayor, atau anemia Cooley’s). Anemia Cooley’s, atau beta thalassemia mayor jarang terjadi.
Gambar 3.
Pola penurunan genetik penderita thalassemia
Jika dua orang tua dengan beta thalassemia trait (carriers) mempunyai seorang bayi, salah satu dari tiga hal dapat terjadi:
•
Bayi bisa menerima dua gen normal (satu dari masing-masing orangtua) dan mempunyai darah normal (25 %).
•
Bayi bisa menerima satu gen normal dan satu varian gen dari orangtua yang thalassemia trait (50 %).
•
Bayi bisa menerima dua gen thalassemia (satu dari masing-masing orangtua) dan menderita penyakit bentuk sedang sampai berat (25 %).
Secara klinis, thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: a. Thalassemia Mayor Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalassemia. Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya bertahan sampai umur sekitar 2 tahun. Penderita bercirikan: -
Lemah
-
Pucat
-
Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
-
Berat badan berkurang
-
Tidak dapat hidup tanpa transfusi darah seumur hidupnya
b. Thalassemia minor/trait Gejala yang muncul pada penderita thalassemia minor bersifat ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah thalassemia trait digunakan untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya: Gizi buruk Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (hepatomegali), limpa yang
besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja. Gejala khas adalah: Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara
kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu
karena penimbunan besi.
2. Anemia sickle cell Anemia sickle cell atau anemia sel sabit adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan oleh pewarisan salinan gen hemoglobin defektif, masing-masing satu dari orang tua. Hb yang cacat tersebut (HbS) menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti bulan sabit jika terpajan oksigen berkadar rendah. Eritrosit pada anemia sel sabit kehilangan kemampuan untuk bergerak dengan mudah melewati pembuluh darah yang sempit dan akhirnya terperangkap dalam mikrosirkulasi, hal ini mengakibatkan penyumbatan darah ke jaringan di bawahnya, akibatnya
timbul nyeri akibat iskemia jaringan. Sel sabit ini bersifat reversible atau dapat kembali ke bentuk semula jika saturasi Hb kembali normal. sel sabit sangat rapuh dan banyak yang sudah hancur di dalam pembuluh yang sangat kecil, sehingga menyebabkan anemia. Sel-sel yang telah hancur disaring dan dipindahkan dari sirkulasi ke dalam limpa, sehingga limpa bekerja lebih berat. Jaringan parut dan kadang-kadang infark dari berbagai organ terutama limpa dan tulang dapat terjadi. Disfungsi multi organ sering terjadi setelah beberapa tahun.6,7 Gambaran klinis terdapat anemia sistemik, nyeri hebat yang intens akibat sumbatan vaskuler pada serangan penyakit, infeksi bakteri serius disebabkan kemampuan limpa untuk menyaring mikroorganisme yang tidak kuat, ulkus tungkai bawah sering dijumpai akibat stasis pembuluh darah, infark dari limpa, tulang, dan paru. Pada anak-anak dapat terjadi sindroma tangan-kaki daktilis yang nyeri akibat infark tulang kecil dan berakibat jari mempunyai panjang yang bervariasi. Splenomegali terjadi karena limpa membersihkan sel-sel yang mati sehingga makrofag mengalami proliferasi untuk hancurkan sel. Dengan hemoglobin elektroforesis digunakan untuk mengidentifikasi adanya hemoglobin sel sabit. Terjadi penurunan Ht, hemoglobin dan hitung sel darah merah. Pemeriksaan prenatal mengidentifikasi adanya status homozigot pada janin.6 Pada anemia sel sabit, jumlah sel darah merah yang rendah karena sel sabit tidak bertahan lama. Sel sabit biasanya meninggal setelah hanya sekitar 10 sampai 20 hari. Sumsum tulang tidak dapat membuat sel-sel darah merah baru cukup cepat untuk menggantikan yang sekarat. Gejala dan tanda-tanda HbS gen dibawa oleh 8% orang Amerika berkulit hitam dan 1 dari 400 kelahiran pada orang Amerika berkulit hitam menderita anemia sel sabit. Onset kelainan ini sudah muncul pada awal kehidupan yaitu saat menurunnya HbF yang disebabkan penurunan produksi gama-globin yang digantikan b-globin.6,7 Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb biasanya 6-9 g/dl. Apus darah menunjukkan normokrom, anisositosis, poikilositosis (sickle cell, target cell, dan akantosit), inclusion bodies, basophilic stippling, pappenheimer bodies. Jumlah leukosit 10000-20000/mm3, jumlah trombosit meningkat. SI meningkat, TIBC normal. Bone marrow: normoblastik hyperplasia. Elektroforesis Hb menunjukkan HbS. Test penyaring yaitu darah dideoksigenasi dengan ditionat dan Na2HPO4 terbentuk sel sabit.2,6
Etiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan
hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.2,3,8 Untuk
menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini. a. Mutasi gen β-globin pada kromosom 16 b. Adanya pasutri yang membawa gen/carier thalassemia c. Adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai α atau β dari Hb berkurang. d. Berkurangnya sintesis HBA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran selsel eritrosit intramuscular
Epidemiologi
Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan laut mediterania, sebagaian besar Afrika, Timur Tengah, subbenua India, dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalassemia beta. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita thalassemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier ) thalassemia, dan 25% kemungkinan bebas thalassemia. Sebagian besar penderita thalassemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun. Pada thalassemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalassemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4-6 tahun.
Jenis Thalassemia Thalassemia-β
Peta Sebaran Sering: Mediterania, Timur-Tengah, India,
Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan, Cina Jarang: Afrika (kecuali Liberia, dan di beberapa bagian Afrika Utara) Sporadik di: semua ras Terentang dari Afrika ke Mediterania,
Thalassemia-α
Timur Tengah, Asia Timur, Asia Tenggara Hb Bart’s hydrops syndrome, dan HbH disease sebagian besar terbatas di populasi Asia Tenggara, dan Mediterania Tabel 4.
Sebaran jenis thalassemia
Patofisiologi
Pada thalasemia, terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan normal, rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai α dan rantai β, yakni berupa α 2β2, maka pada thalasemia βo, dimana tidak disintesis sama sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang berlebihan (α4). Sedangkan pada thalasemia αo, dimana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai β yang berlebihan(β4).
Thalasemia β 9
Suatu kondisi dimana terjadi penurunan produksi rantai β, sementara terjadi produksi berlebihan rantai α. Pasca kelahiran, produksi HbF (α2ã2) pada bayi masih terus berlangsung demi mengkompensasi defisiensi HbA (α2β2). Namun, usaha kompensasi ini masih belum cukup menutupi kekurangan produksi HbA. Ini membuktikan bahwa keberadaan rantai ã2 tidak sanggup untuk mengkompensasi produksi berlebihan rantai α. Rantai α yang berlebihan ini akan berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan mengganggu pematangan prekursor eritroid dan eritropoiesis yang tidak efektif, sehingga umur eritrosit jadi pendek. Keadaan ini yang disebut kondisi anemia. Anemia akan berlanjut lebih parah lagi dimana proliferasi eritroid terus menerus terjadi sehingga menyebabkan ekspansi sumsum tulang. Kondisi ini dapat menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan metabolisme. Pada limpa yang mulai membesar, makin banyak sel darah merah abnormal yang terjebak, kemudian dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasia sumsum tulang akan meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Ditambah lagi dari transfusi darah. Hal ini akan menyebabkan penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai orang, yang akan diikuti kerusakan organ dan diakhiri kematian.
Gambar 4. Patofisiologi Thalasemia Sumber : http://medicinembbs.blogspot.com/2011/01/thalassemia.html
Thalasemia α Konsep patofisiologi thalasemia α sama dengan thalasemia β. Namun ada perbedaan besar, yakni, karena rantai α dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus dan dewasa, maka thalasemia α bermanifestasi pada masa fetus. Thalasemia α menyebabkan produksi rantai ã dan rantai β menjadi berlebihan. Perbedaan antara Thalasemia α dan β Mutasi
Thalasemia α Delesi gen umum terjadi
Sifat-sifat globin yang Pembentukan berlebihan Sel darah merah
Anemia Perubahan tulang Besi berlebih
Thalasemia β Delesi gen umum jarang
terjadi hemikrom Pembentukan
hemikrom
lambat Hidrasi berlebihan
ce pat Dehidrasi
Kaku
Kaku
Membran hiperstabil Terutama hemolitik Jarang Jarang
Membran tidak stabil Terutama diseritopoietik Umum Umum
Tabel 5. Perbedaan Thalasemia-α dan Thalasemia-β Sumber : Atmakusuma D, Setyaningsih I. Buku ajar ilmu penyakit dalam : dasar-dasar talasemia : salah satu jenis hemoglobinopati. Jilid ke-2. Editor, Sudoyo AW … [et al.]. Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing, 2009. P:1386.
Manifestasi Klinis
Berdasarkan manifestasi klinisnya, thalasemia dibedakan menjadi thalasemia yang mayor, minor, dan silent carrier. 1. Thalasemia mayor Gejala akan terlihat pada usia 6 bulan – 2 tahun. Anemia berat. Jika tidak transfusi darah, akan terjadi hepatosplenomegali yang sangat berat, ikterus, perubahan tulang yang nyata. Radiologis menunjukkan hair on end dan ekspansi sumsum tulang. Hemoglobin 3 – 4
g/dl. Darah tepi menunjukkan mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target, sel teardrop, eliptosit. MCV terentang 50 – 60 fL. Retikulosit menurun antara 1% - 8%. 2. Thalasemia minor Gambaran
klinisnya
normal.
Sedikit
penderita
mengalami
hepatosplenomegali.
Hemoglobin terentang antara 10 – 13 g/dl. Jumlah eritrosit masih normal. Darah tepi menunjukkan mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target eliptosit. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia eritroid. 3. Silent carrier Gangguan pembentukan rantai sangat kecil sehingga tidak ditemukan adanya kelainan hematologis. Tapi meskipun demikian gen thalasemia tetap ada pada penderita. Penderita silent carrier hanya bisa terdeteksi dengan menelusuri pohon keluarganya.
Penatalaksanaan
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan jadi tidak dapat disembuhkan. Terapi yang digunakan pada penderita thalassemia bersifat simptomatik (mengobati simptom yang muncul). Pada talasemia beta minor karena hanya menunjukkan anemia ringan maka tidak perlu transfusi darah, sedangkan pada talasemia beta mayor perlu transfuse darah. Penanganan secara suportif yang dapat dilakukan antara lain :6,9 Asam folat diberikan 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat jika asupan
diet buruk. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah
merah.
Splenektomi, dengan indikasi limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur serta hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun. Splenektomi dilakukan pada anak dengan usia lebih dari 2 tahun. Pasca splenektomi, frekuensi transfuse biasanya berkurang.
Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati talasemia adalah transplantasi sumsum
tulang dan teknologi sel punca ( stem cell ). Transplantasi susum tulang alogenik memberi
prospek kesembuhan yang permanen. Tingkat kesuksesannya adalah lebih dari 80% pada pasien muda yang mendapat khelasi secara baik tanpa disertai adanya fibrosis hati atau hepatomegali. Sedangkan pada tahun 2009, seorang penderita talasemia dari India berhasil sembuh setelah memperoleh ekstrak sel punca dari adiknya yang baru lahir. Koenzim Q10
Adanya kerusakan sel darah merah dan zat besi yang menumpuk di dalam tubuh akibat talasemia, menyebabkan timbulnya aktifasi oksigen atau yang lebih dikenal dengan radikal bebas. Radikal bebas ini dapat merusak lapisan lemak dan protein pada membram sel, dan organel sel, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Biasanya kerusakan ini terjadi di organ-organ vital dalam tubuh seperti hati, pankreas, jantung dan kelenjar pituitari. Oleh sebab itu penggunaan antioksidan, untuk mengatasi radikal bebas, sangat diperlukan pada keadaan talasemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Siriraj Hospital , Universitas Mahidol, Bangkok, Thailand, ditemukan bahwa kadar koenzim Q 10 pada penderita talasemia sangat rendah. Pemberian suplemen koenzim Q 10 pada penderita talasemia terbukti secara signifikan mampu menurunkan radikal bebas pada penderita talasemia. Oleh sebab itu pemberian koenzim Q 10 dapat berguna sebagai terapi ajuvan pada penderita talasemia untuk meningkatkan kualitas hidup.
Pencegahan
Pencegahan primer Pencegahan primer adalah mencegah seseorang untuk tidak menderita thalasemia atau menjadi carrier thalasemia yaitu dengan konseling genetik pranikah. Konseling genetik pranikah terutama pada populasi yang berprevalensi tinggi (prevalensi > 5%) agar memeriksakan diri apakah mereka mengemban sifat genetik tersebut atau tidak. Konseling juga ditujukan kepada mereka yang mempunyai kerabat dekat penderita thalasemia. Tujuan utama dari konseling pranikah adalah untuk mencegah terjadinya perkawinan antara carrier . Hal ini mengingat mereka berpeluang 50% untuk mendapatkan keturunan carrier , 25% thalasemia mayor dan 25% menjadi anak normal yang bebas thalasemia.5,9 Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder pada penderita thalasemia dilakukan dengan cara:9
a. Diagnosis prenatal Diagnosis prenatal selain ditujukan kepada pasangan carrier , juga dimaksudkan bagi pasangan beresiko lainnya yang telah mempunyai bayi thalasemia. Tujuan dari diagnosis prenatal ini adalah untuk mengetahui sedini mungkin apakah bayi yang dikandung menderita thalasemia mayor atau tidak. Diagnosis prenatal pada thalasemia dapat dilakukan pada usia 8-10 minggu kehamilan dengan sampel villi chorialis sehingga masih memungkinkan untuk melakukan terminasi jika dibutuhkan. b. Skrining Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi: 1. Hematologi rutin untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah. 2. Gambaran sel darah tepi untuk melihat bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah. 3. Feritin, Serum Iron (SI) untuk melihat status besi. 4. Analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis thalasemia. 5. Analisis DNA untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan penelitian. c. Transfusi darah Pemberian transfusi darah berupa sel darah merah sampai kadar sekitar 11g/dL. Kadar hemoglobin setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sumsum tulang dan juga mengabsorpsi Fe dari traktus digestivus. Pasien dengan kadar hemoglobin yang rendah untuk waktu lama, perlu ditransfusi dengan hati-hati dan sedikit demi sedikit. Frekuensi sebaiknya sekitar 2-3 minggu. Sebelum dan sesudah transfusi ditentukan hematokrit. Berat badan perlu dipantau, paling sedikit dua kali setahun.
Komplikasi
•
Heart and Liver Disease Transfusi darah adalah perawatan standar untuk penderita thalassemia mayor. Sebagai hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah. Hal ini dapat merusak organ dan jaringan, terutama jantung dan hati. Penyakit jantung yang disebabkan oleh zat besi yang berlebihan adalah penyebab utama kematian pada orang penderita thalassemia. Penyakit jantung termasuk gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan jantung.
Gagal
jantung
bisa
disebabkan
karena
seringnya
transfusi.
Pada
transfusi
berulang, penyerapan zat besi meningkat dan kelebihan zat besi tersebut bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.
•
Infeksi Di antara orang-orang penderita thalassemia, infeksi adalah penyebab utama penyakit dan kedua paling umum penyebab kematian. Orang-orang yang limpanya telah diangkat berada pada risiko yang lebih tinggi, karena mereka tidak lagi memiliki organ yang memerangi infeksi.
•
Osteoporosis Banyak penderita thalassemia memiliki tulang yang bermasalah, termasuk osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi sangat lemah, rapuh dan mudah patah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa mengakibatkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Kompensasi anemia tahap berikutnya dilaksanakan oleh hati dan limpa yang turut membantu membuat sel darah merah. Akibatnya pada dua organ tersebut terjadi pembesaran
Prognosis
Pada thalasemia yang sifatnya homozigot jarang mencapai usia dekade ke-3. Sedangkan pada thalasemia trait/minor dan thalasemia-β umumnya mempunyai pro gn os is yan g ba ik dan dap at hid up se per ti bia sa . Sed an gkan pad a hi dro ps fetalis/thalasemia
mayor,
prognosisnya sangat
buruk karena akan
meninggal
beb er apa ja m se te la h ke la hi ra nn ya.
Kesimpulan
Thalassemia merupakan suatau kelainan yang ditandai dengan penurunan kecepatan atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin α dan β, ataupun rantai globin lainnya, dapat menimbulkan penurunan produksi sebagian (parsial) atau menyeluruh (komplit) rantai globin tersebut.Keadaan ini kemudian menimbulkan thalassemia yang jenisnya sesuai dengan rantai globin yang terganggu produksinya.
Thalassemia terjadi karena mutasi dari gen pembentuk protein globin yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Mutasi ini terjadi karena interaksi gen-gen kedua orang tua yang kemudian diturunkan kepada anaknya. Keadaan thalassemia mengakibatkan produksi sel darah merah menurun serta terjadi peningkatan destruksi sel darah merah yang kemudian akan mengakibatkan terjadinya anemia. Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya β-thalassemia mayor, bisa terjadi jaundice, ulkus, borok, batu empedu, dan pembesaran limpa. Gejala awal pucat, mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan, dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita thalassemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier ) thalassemia, dan 25% kemungkinan bebas thalassemia.
Daftar Pustaka
1. Schrier, Stanley L. Pathophysiology of thalassemia. Current Opinion in Hematology 2002; 9 (february). p. 123-6. 2. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik Hematologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida; 2007. h.103-20. 3. Informasi
Ilmiah.
Pemeriksaan
talasemia.
Diunduh
dari:
http://prodia.meta-
technology.net/ilmiah , 15 September 2012. 4. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama; 2006.h.49. 5. Behrman, Kliegman, Arvin, Nelson. Kelainan hemoglobin. Nelson textbook of pediatrics. Vol II. Edisi 15. Jakarta: EGC, 2000. h. 1708-12.
6. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC, 2005. h. 66-82. 7. Mentzer C William. Penyakit Sel Sabit. Dalam: Buku ajar pediatri Rudolph. Ed 2. Vol 2. Jakarta: EGC, 2007. h. 1324-27. 8. Rudolph, Abraham M. Rudolph’s pediatrics vol. 2 20th edition (edisi bahasa indonesia, ahli bahasa : a. samik wahab, sugiarto). Jakarta: EGC; 2007. h. 1290. 9. Atmakusuma, Djumhana, Setyaningsih, Iswari. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi V : dasar-dasar talasemia. Jakarta: Internapublishing; 2009. h. 1379-86.