ANALISA SISA KLOR ( KLOR AKTIF )
I.
DASAR TEORI Klorinasi merupakan disinfeksi yang paling umum digunakan. Klorin yang digunakan
dapat berupa bubuk, cairan atau tablet. Bubuk klorin biasanya berisi kalsium hipoklorit, sedangkan cairan klorin berisi natrium hipoklorit. Disinfeksi yang menggunakan gas klorin disebut sebagai klorinasi. Sasaran klorinasi terhadap air minum adalah penghancuran bakteri melalui germisidal dari klorin terhadap bekteri. Bermacam-macam zat kimia seprti ozon (O3), klor (Cl2), klordioksida (ClO2), dan proses fisik seperti penyinaran sinar ultraviolet, pemanasan dan lain-lain, digunakan sebagai disinfeksi air. Dari bermacam-macam zat kimia diatas , klor adalah zat kimia yang sering dipakai karena harganya murah dan masih mempunyai daya disinfeksi sampai beberapa jam setelah pembubuhannya yaitu yang disebut sebagai residu klorin (Alaerts, 1984). Klor berasal dari gas klor Cl2, NaOCl, Ca(OCl2) (kaporit), atau larutan HOCl (asam hipoklorit).Breakpoint chlorination (klorinasi titik retak) adalah jumlah klor yang dibutuhkan sehingga, semua zat yang dapat dioksidasi teroksidasi ,amoniak hilang sebagai gas N2 ,masih ada residu klor aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap perlu untuk pembasmi kumankuman. Klorin sering digunakan sebagai disinfektan untuk menghilangkan mikroorganisme yang tidak dibutuhkan, terutama bagi air yang diperuntukkan bagi kepentingan domestik. Beberapa alasan yang menyebabkan klorin sering digunakan sebagai disinfektan adalah sebagai berikut: 1.
Dapat dikemas dalam bentuk gas, larutan, dan bubuk.
2.
Relatif murah.
3.
Memiliki daya larut yang tinggi serta dapat larut pada kadar yang tinggi (7000mg/l).
4.
Residu klorin dalam bentuk larutan tidak berbahaya bagi manusia, jika terdapat dalam
5.
kadar yang tidak berlebihan.
Bersifat sangat toksik bagi mikroorganisme, dengan cara menghambat aktivitas metabolisme mikroorganisme tersebut.
Proses penambahan klor dikenal dengan istilah klorinasi. Klorin yang digunakan sebagai disinfektan adalah gas klor yang berupa molekul klor (Cl2) atau kalsium hipoklorit[Ca(OCl2)]. Namun, penambahan klor secara kurang tepat akan menimbulkan bau
dan rasa pahit. Pada proses klorinasi, sebelum berperan sebagai disinfektan, klorin yang ditambahkan akan berperan sebagai oksidator, seperti persamaan reaksi : H2S + 4 Cl2 + 4 H2O → H2SO4 + 8 HCl Reaksi kesetimbangan sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH 2, klor berada dalam bentuk klorin (Cl2); pada pH 2-7 , klor kebanyakan terdapat dalam bentuk HOCl; sedangkan pada pH 7,4 klor tidak hanya terdapat dalam bentuk HOCl tetapi juga dalam bentuk ion OCl-. Pada kadar klor kurang dari 1.000 mg/l, semua klor berada dalam bentuk ion klorida (Cl-) dan hipoklorit (HOCl), atau terdisosiasi menjadi H+ dan OCl-. Klorin akan sangat efektif bila pH air rendah, bila persediaan air mengandung fenol, penambahan klorin ke air akan mengakibatkan rasa yang kurang enak akibat pembentukan senyawa-senyawa klorofenol. Rasa ini dapat dihilangkan dengan menambahkan amoniak ke air sebelum klorinasi. Campuran klorin dan amoniak membentuk kloroamin, yang merupakan disinfektan yang relatif baik, walaupun tidak seselektif hipoklorit. Kloramin tidak bereaksi dengan cepat, tetapi bekerja terus untuk waktu yang lama. Karene itu, mutu disinfeksinya dapat berlanjut jauh kedalam jaringan distribusi (Linsley, 1991). Kebutuhan klorin atau chlorine demand untuk proses disinfeksi tergantung pada beberapa faktor. Klorin adalah adalah oksidator dan akan bereaksi dengan beberapa komponen termasuk komponen organik pada air. Faktor yang mempengaruhi efisiensi disinfeksi atau kebutuhan akan klorin dipengaruhi oleh jumlah dan jenis klorin yang digunakan, waktu kontak, suhu dan jenis serta konsentrasi mikroba. Kebutuhan klorin untuk air yang relatif jernih dan pada air yang mengandung suspensi padatan yang tidak terlalu tinggi biasanya relatif kecil. Klorin akan bereaksi dengan berbagai jenis komponen yang ada pada air dan komponen-komponen tersebut akan berkompetisi dalam penggunaan klorin sebagai bahan untuk disinfeksi. Sehingga pada air yang relatif kotor, sebagian besar akan bereaksi dengan komponen yang ada dan hanya sebagian kecil saja yang bertindak sebagai disinfektan. Residu klorin juga merupakan hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan klorin karena kemampuannya sebagai agen penginaktivasi enzim mikroba setelah zat tersebut masuk kedalam sel mikroba. Klorin dapat bertindak sebagai disinfektan baik dalam bentuk klorin bebas maupun klorin terikat pada suatu larutan dapat dijumpai dalam bentuk asam hipoklorit atau ion hipoklorit. Klorin dalam bentuk klorin bebas dan asam hipoklorit merupakan bentuk persenyawaan yang baik untuk tujuan disinfeksi.
Penentuan Kadar Klorin Untuk setiap unsur klor aktif seperti klor tersedia bebas dan klor tersedia terikat memiliki analisa-analisa khusus. Namun, untuk analisa di laboratorium biasanya hanya klor aktif (residu) yang ditentukan melalui suatu analisa. Klor aktif dapat dianalisa melalui titrasi iodometri ataupun melalui metode kolorimetri dengan menggunakan DPD (Dietil-pfenilendiamin). Analisa iodometris lebih sederhana dan murah tetapi tidak sepeka DPD. Adapun prinsip kerja dari analisa dengan menggunakan DPD adalah; Bila N,N-dietil-pfenilendiamin (DPD) sebagai indikator dibubuhkan pada suatu larutan yang mengandung sisa klor aktif, reaksi terjadi seketika dan warna larutan menjadi merah. Sebagai pereaksi digunakan iodida (KI) yang akan memisahkan klor tersedia bebas, monokloramin dan dikloramin, tergantung dari konsentrasi iodida yang dibubuhkan. Reaksi ini membebaskan iodin I2 yang mengoksidasi indikator DPD dan memberi warna yang lebih merah pada larutan bila konsentrasi pereaksi ditambah. Untuk mengetahui jumlah klor bebas dan klor terikat maka larutan dititrasi dengan larutan FAS (Ferro Amonium Sulfat) sampai warna merah hilang. pH larutan harus antara 6,2 sampai 6,5. Pemeriksaan klorin dalam air dengan metode DPD dianalisa dengan menggunakan alat Komparator. Yaitu berdasarkan pembandingan warna yang dihasilkan oleh zat dalam kuantitas yang tidak diketahui dengan warna yang sama yang dihasilkan oleh kuantitas yang diketahui dari zat yang akan ditetapkan, dimana kadar klorin akan dibaca berdasarkan warna yang dibentuk oleh pereaksi DPD (Vogel, 1994).
Kolorimetri Kolorimetri merupakan cara yang didasarkan pada pengukuran fraksi cahaya yang diserap analat. Prinsipnya: seberkas sinar dilewatkan pada analit, setelah melewati analat intensitas cahaya berkurang sebanding dengan banyaknya molekul analat yang menyerap cahaya itu. Intensitas cahaya sebelum dan sesudah melewati bahan diukur dan dari situ dapat ditentukan jumlah bahan yang bersangkutan. Kolorimetri berarti pengukuran warna, yang berarti bahwa dalam kolorimeter, sinar yang digunakan adalah sinar daerah tampak (visible spectrum), sebaliknya, spektrofotometri tidak terbatas pada pengunaan sinar dalam daerah tampak, tetapi dapat juga sinar UV dan sinar IM. Maka timbul istilah-istilah spektrofotometri UV, spektrofotometri tampak, dan spektrofotometri IM (Harjadi, 1990).
Variasi warna suatu sistem berubah dengan berubahnya konsentrasi suatu komponen, membentuk dasar apa yang lazim disebut analisis kolorimetrik oleh ahli kimia. Warna tersebuat biasanya disebabkan oleh pembentukan suatu senyawa berwarna dengan ditambahkannya reagensia yang tepat, atau warna itu dapat melekat dalam penyusun yang diinginkan itu sendiri. Kolorimetri dikaitkan dengan penetapan konsentrasi suatu zat dengan mengukur absorbsi relatif cahaya sehubungan dengan konsentrasi tertentu zat tersebut. Dalam kolorimetri visual, cahaya putih alamiah ataupun buatan umumnya digunakan sebagai sumber cahaya, dan penetapan biasanya dilakukan dengan suatu instrumen sederhana yang disebut kolorimeter atau pembanding (comparator) warna. Bila mata digantikan oleh sel fotolistrik, instrumen itu disebut kolorimetri fotolistrik. Alat kedua ini biasanya digunakan dengan cahaya putih melalui filter-filter, yakni bahan terbuat dari lempengan berwana terbuat dari kaca, gelatin, dan sebagainya , yang meneruskan hanya daerah spektral terbatas.
II.
PRINSIP KERJA Klo aktif akan membebaskan I2 dari larutan KI pada PH 3 - 4 di titrasi dengaan larutan Na2S2O3 menggunakan indikator amilum 1%
III.
ALAT-ALAT DAN REAGENSIA
Alat-alat
I.
Neraca analitik
Buret dan stand
Labu Ukur
Buret dan stand
Labu erlenmeyer
Gelas beaker
Pipet Volume
Gelas Ukur
Pipet tetes
Botol Semprot
Corong
Regensia
CARA KERJA o Pembuatan Larutan KIO3 0,1 N
Kertas timbang
Ditimbang 0,3692 gram KIO3
Na2 S2 O3 0,1 N
KIO3 0,1 N
indikator amilum 1 %
Aquadest
KI 10%
H2SO4 6 N
asam asetat glacial ph 3 - 4
Tissue dll
Dimasukkan ke dalam labu ukur volume 100 ml
Ditambahkan dengan aquadest bebas CO2 sampai tanda batas
Dilarutkan dan dicampur hingga homogen
o Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 N Terhadap KIO3 0,1 N
Di isi buret dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai tanda batas
Dipipet 10.0 ml larutan KIO3 0,1 N
Dimasukkan ke dalam labu erlenmayer
Ditambah 5 mL KI 10 % dan 5 mL H2SO6 6 N
Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berubah menjadi warna kuning jerami
Ditambahkan 5 - 10 tetes indikator amilum
dilanjutkan titrasi sampai warna biru pada larutan hilang
Dihitug Normalitas larutan Na2S2O3 tersebut
o Penatapan Kadar Sampel Di isi buret dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai tanda batas Dipipet 100 mL larutan sampel Dimasukkan ke dalam labu erlenmayer Ditambah 5 mL asam asetat glacial PH 3 - 4 dan 1 gram KI Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berubah menjadi warna kuning jerami Ditambahkan 5 - 10 tetes indikator amilum dilanjutkan titrasi sampai warna biru pada larutan hilang Dihitug Kadar sampel tersebut
IV.
RUMUS PERHITUNGAN
Penimbangan KIO3
Normalitas Na2S2O3
Penetapan kadar sisa klor
V.
DATA PERCOBAAN A. Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N terhadap KIO3 0,1 N NO
Baku Primer Yang Dipipet
Pembacaan Buret
Volume Titrasi
(ml)
(ml)
(ml)
1
10,00 mL
0,00 - 11,10 mL
11,10 mL
2
10,00 mL
11,10 - 21,90 mL
10,80 mL
Rata - rata volume titrasi
10,09
B. Penetapan Kadar sisa klor NO
Baku Primer Yang Dipipet
Pembacaan Buret
Volume Titrasi
(ml)
(ml)
(ml)
1
100,00 mL
22,20 - 23,40 mL
1,20 mL
2
100,00 mL
23,40 - 24,50 mL
1,10 mL
Rata - rata volume titrasi
1,15 mL
Penimbangan zat baku primer KIO3 adalah 0,3629 gram Penimbangan zat baku skunder Na2S2O3 adalah 24,8525 gram Penimbangan KI
Penimbangan I o Berat wadah
: 0,4694 gram
o Berat sampel yang akan di timbang : 1,00
gram +
o Berat sampel
: 1,4694 gram
o
: 1,4769 gram
Berat wadah + sampel
o Berat wadah
: 0,4694 gram -
o Berat sampel sebenarnya
: 1,0075 gram
Penimbangan II o Berat wadah
: 0,4694 gram
o Berat sampel yang akan di timbang : 1,00 o Berat sampel
gram +
: 1,4694 gram
o
VI.
Berat wadah + sampel
: 1,4769 gram
o Berat wadah
: 0,4694 gram -
o Berat sampel sebenarnya
: 1,0075 gram
PERHITUNGAN a. Penimbangan KIO3
b. Normalitas Na2S2O3
c. Penetapan kadar sisa klor
mg / L
VII.
HASIL PERCOBAN DAN KESIMPULAN A. Hasil Dari praktikum yang kami lakukan , diperoleh Normalitas Na2S2O3 adalah 0,0913 N dan kadar cl2 adalah 37,22 mg/L B. Kesimpulan Dari Praktikum yang kami lakukan kami dapat menyimpulkan bahwa kadar sisa klor pada sampel adalah 37,22 mg/L
VIII.
PEMBAHASAN Klor merupakan salah satu zat desinfektan yang sering digunakan dalam pengolahan air minum. Zat kimia lain yang dapat digunakan sebagai desinfektan adalah ozon (O3), klordioksidan, dan sebagainya. Salah satu syarat air dikatakan
berkualitas ketika mengandung garam-garam meniral dalam jumlah yang tidak berlebihan. Susunan unsur kimia dari air tergantung pada darimana sumber air tersebut berasal, misalnya air tanah kandungan airnya tergantung pada lapisan tanah yang dilewati air tersebut. Apabila air melewati lapisan tanah kapur maka ia akan menjadi sadah karena mengandung Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2, apabila melewati batuan granit, maka air akan lunak dan agresif karena mengandung CO2 dan Mn(HCO3)2 (Kris, 2006). Air tanah banyak mengandung mineral mineral terlarut seperti Ca2+ dan Mg2+ yang menyebabkan kesadahan pada air. Selain itu terdapat juga kation bikarbonat dan gas terlarut CO2. Dengan naiknya pH akibat lepasnya CO2 ke fasa gas, maka akan terjadi suatu reaksi kesetimbangan pembentukkan kerak CaCO3 (Saksono, 2006). Kesadahan yang dimaksud disini adalah efek yang terjadi ketika air banyak mengandung mineral dari kation logam bervalensi dua dalam jumlah yang berlebihan. Biasanya yang sering menimbulkan kesadahan adalah logam Ca2+ dan Mg2+. Kesadahan total terjadi ketika ion Ca2+ dan Mg2+ secara bersama-sama dalam air (Kris, 2006). Pembentukan kerak (CaCO3) oleh air sadah pada sistem perpipaan di industri maupun rumah tangga menimbulkan banyak permasalahan teknis dan ekonomis. Hal ini disebabkan scale (kerak) dapat menutupi (menyumbat) air yang mengalir dalam pipa dan sekaligus menghambat proses perpindahan panas pada peralatan penukar panas. Saat ini pengolahan air untuk pencegahan pembentukan kerak umumnya dilakukan secara kimiawi yaitu dengan resin penukar ion dan penambahan inhibitor kerak . Metode secara kimiawi ini dapat mengubah sifat kimia larutan sehingga tidak cukup aman untuk penggunaan rumah tangga maupun industri makanan.
Selain itu investasinya yang cukup besar menyebabkan proses-proses kimiawi tersebut hanya cocok untuk industri yang memerlukan air olahan dalam jumlah besar (Saksono, 2006). Zat-zat atau bahan kimia yang terkandung di dalam air misalnya Ca, Mg, CaCO3 yang melebihi standart kualitas tidak baik untuk dikonsumsi oleh orang dengan fungsi ginjal yang kurang baik, karena akan menyebabkan pembentukkan batu pada saluran kencing. Kebiasaan minum juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi pembentukan batu saluran kencing. Orang yang banyak mengkonsumsi air dengan kandungan kapur tinggi akan menjadi predisposisi pembentukan batu saluran kencing, maka air yang digunakan
manusia tidak boleh lebih dari 500 mg/L CaCO3 (Ritaharyanti, 2006). Air gali yang dimiliki oleh warga disekitar kampus khususnya di Jl. Sahabat, sangat diragukan kualitasnya. Hal ini disebabkan tekstur tanah yang merupakan lahan timbunan yang awalnya sebuah rawa. Oleh karena itu betapa penting melakukan uji kesadahan dan uji jumlah klor yang dibutuhkan air sumur gali.
IX.
CATATAN DAN DOKUMENTASI A. CATATAN Sebelum digunakan, alat-alat gelas dicuci dengan menggunakan aquadest terlebih dahulu Supaya perubahan warna dapat terlihat dengan jelas, kertas putih dapat ditaruh sebagai alas pada saat titrasi Kocokan pada erlenmeyer harus seirama dengan tetesas lautan dari buret ke erlenmayer. Setelah selesai menggunakan alat cuci bersih dengan aquadest lalu simpan di tempat penyimpanan. Bahan yang tersisa jangan di masukkan kembali ke botol reagen. Jarak antara titik equivalen dan titik akhir titrasi tidak boleh terlalu jauh sehingga akan mempengaruhi hasil akhir titrasi. Gangguan pada analisa klor aktif terutama disebabkan oleh ion logam yang teroksidasi seperti Mn4+, Fe3+, dan sebagainya. Juga oleh zatzat pereduksi seperti S2- (sulfide), NO2- (nitrit), dan sebagainya. Klor tidak stabil bila terlarut dalam air, dan kadarnya akan turun dengan cepat. Sinar matahari atau lampu, dan pengocokan sampel akan mempercepat penurunannya. Oleh karena itu analisa klor aktif harus dilakukan paling lambat 2 jam setelah pengambilan sampel. Larutan dengan kadar klor yang lebih tinggi adalah lebih stabil, tetapi sebaiknya disimpan di tempat gelap atau di botol kaca coklat.
B. DOKUMENTASI a. Standarisasi larutan Na2 S2 O3. 0,1 N terhadap KIO3 0,1 N
Sebelum titrasi
Dititrasi sampai warna kuning jerami
Penambahan Amilum
Dititrasi sampai warna biru hilang
b. Penetapan kadar klor aktif
Mataram
Februari 2014
Mengetahui Praktikan
Dosen Pembimbing
S.Nur muhammad ismail NU
H.Khaerul Anam SKM