1
90
68
2
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu pemboran adalah pada lumpur bor. Karena berbagai faktor pemboran yang ada maka lumpur pemboran mutlak diperlukan pada proses tersebut. Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran (cutting). Seiring dengan berkembangnya teknologi, lumpur mulai digunakan untuk mengangkat cutting. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-zat kimia (additive) ditambahkan ke dalam lumpur dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap digunakan.
Lumpur pemboran adalah fluida yang digunakan untuk membantu proses pemboran. Komposisi dan sifat fisik lumpur sangat berpengaruh terhadap suatu operasi pemboran karena salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu pemboran adalah tergantung pada lumpur pemboran. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan, dan biaya pemboran sangat tergantung dari lumpur pemboran yang dipakai.
Pada awalnya sistem rotary drilling Lumpur dimaksudkan untuk mengangkat serbuk bor (cuttings) dari dasar sumur ke permukaan saja. Tetapi dengan majunya teknologi, Lumpur mempunyai banyak fungsi dalam dunia pemboran dalam mengatasi masalah dalam pemboran. Lumpur bor merupakan cairan yang berbentuk lumpur, dibuat dari percampuran zat cair, zat padat dan zat kimia. Zat cair disini sebagai bahan dasar agar lumpur dapat dipompakan. Zat padat ada dua macam yaitu untuk memberikan kenaikkan berat jenis (density) dan untuk membuat lumpur mempunyai kekentalan (viscosity) tertentu. Sedangkan zat kimia dapat berupa zat padat maupun zat cair yang bertugas untuk mengontrol sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan yang dinginkan. Sifat-sifat lumpur harus disesuaikan dengan kondisi lapisan yang akan ditembus. Karena lapisan-lapisan atau formasi-formasi yang akan ditembus atau dilalui oleh lumpur itu bermacam-macam atau berubah-ubah, maka kita selalu mengubah-ubah sifat lumpur dengan menambahkan zat kimia yang sesuai. Untuk itu sifat-sifat lumpur harus selalu diukur, baik lumpur yang mau masuk ke dalam lubang maupun lumpur yang baru keluar dari dalam sumur.
Adapun fungsi utama dari lumpur pemboran adalah :
Mengangkat cutting ke permukaan.
Mengontrol tekanan formasi.
Mendinginkan dan melumasi pahat dan drillstring.
Membersihkan dasar lubang bor.
Membantu stabilitas formasi.
Melindungi formasi produktif.
Membantu dalam evaluasi formasi.
Fungsi lumpur pemboran di atas ditentukan oleh komposisi kimia dan sifat fisik lumpur. Kesalahan dalam mengontrol sifat fisik lumpur akan menyebabkan kegagalan dari fungsi lumpur yang pada gilirannya dapat menimbulkan hambatan pemboran dan akhirnya menimbulkan kerugian besar.
Secara umum lumpur pemboran mempunyai tiga komponen atau fasa :
Fraksi cairan :
Air.
Minyak.
Emulsi minyak dan air.
Fraksi padat
Reaktif solid ( clay, bentonite, attapulgite ).
Innert solid.
Fraksi Additive
Material pemberat.
Filtration loss reduce agent.
Viscousifier.
Thinner.
PH Adjuster (pengontrol).
Shale stabilisator agent.
\
Sedangkan pengelompokan lumpur bor berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :
Lumpur air tawar (Fresh water Mud).
Lumpur air asin (Salt water Mud).
Oil in water emulsion Mud.
Oil base dan Oil base emulsion Mud.
Gaseous drilling fluids.
Lumpur pemboran dibuat dan digunakan sesuai dengan fungsinya dan sesuai dengan formasi yang hendak ditembus. Selama proses pemboran berlangsung, lumpur pemboran selalu dikontrol sifat-sifatnya terutama sifat fisik dan sifat kimianya.
Lumpur pemboran sudah menjadi salah satu pertimbangan penting dalam mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh karena itu untuk memelihara dan mengontrol sifat–sifat fisik lumpur pemboran agar sesuai dengan yang diinginkan, maka perlu diketahui dasar-dasar operasi pemboran khususnya mengenai lumpur pemboran, yang meliputi beberapa acara praktikum, yaitu :
Pengukuran densitas, sand content, dan pengukuran kadar minyak dalam lumpur pemboran.
Pengukuran viskositas dan gel strength.
Pengukuran tebal mud cake dan filtrasi.
Analisa kimia lumpur pemboran.
Kontaminasi lumpur pemboran.
Pengukuran harga MBT (Methylene Blue Test).
BAB II
DENSITAS, SAND CONTENT DAN PENGUKURAN
KADAR MINYAK PADA LUMPUR PEMBORAN
2.1. TUJUAN PERCOBAAN
Mengenal material pembentuk lumpur pemboran serta fungsi utamanya.
Menentukan densitas lumpur pemboran dengan menggunakan mud balance
Menentukan kandungan pasir dalam lumpur pemboran
Mengetahui besarnya kadar pasir (%) yang terkandung dalam lumpur pemboran
Menentukan kadar minyak dan padatan yang terdapat dalam lumpur bor (emulsi).
2.2. TEORI DASAR
DENSITAS LUMPUR
Lumpur memiliki peranan yang sangat besar daam menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun filtration loss. Densitas lumpur berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Dengan densitas lumpur yang terlalau besar akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (loss circulation), sedangkan apabila densitas lumpur bor terlalu kecil akan menyebabkan kick (masuknya fluida formasi ke dalam lubang sumur). Oleh karena itu, densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.
Densitas lumpur dapat menggambarkan gradient hidrostatik dari lumpur bor dalam psi/ft. Namun, di lapangan umumnya dipakai satuan pound per gallon (ppg)
Dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:
Volume setiap material adalah additive :
Vs + Vml = Vmb
Vs + Vml = Vmb
Jumlah berat adalah additive, maka :
ρsVs + ρml Vml = ρmbVmb
ρsVs + ρml Vml = ρmbVmb
Keterangan :
Vs = Volume solid, gallon
Vml = Volume lumpur lama, gallon
Vmb = Volume lumpur baru, gallon
ρs = densitas solid, ppg
ρml = densitas lumpur lama, ppg
ρmb = densitas lumpur baru, ppg
dari persamaan 1 dan 2 di dapat :
Vs = ρmb- ρmlVmlρs-ρmb
Karena zat pemberat (solid) beratnya adalah :
Ws = Vs x ρs
Bila dimasukkan ke persamaan 3 :
Ws= ρmb- ρmlVmlρs-ρmbρs
% volume solid :
VsVmb x 100%= ρmb- ρmlρs- ρml x 100%
% berat solid :
ρsVsρmbVmb x 100%= (ρmb- ρml)ρs(ρs- ρml)ρml x 100%
Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG 4.3 untuk menaikkan densitas lumpur lama seberat ρml ke lumpur baru sebesar ρmb setiap bbl, lumpur lama memerlukan berat solid, Ws sebanyak :
Ws = 684(ρmb- ρml)(35.8- ρmb)
Keterangan :
Ws = berat solid zat pemberat , kg barite/bbl lumpur.
Sedangkan jika yang digunakan sebagai pemberat adalah bentonite dengan SG 2.5 maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan :
Ws = 398(ρmb- ρml)(20.825- ρmb)
Keterangan :
Ws = kg bentonite/bbl lumpur lama
SAND CONTENT
Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu, setelah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan terutama menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi. Peralatan-Peralatan yang biasa digunakan disebut dengan "Conditioning Equipment", antara lain :
Shale shaker
Fungsinya membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau cutting yang berukuran besar. Penggunaan screen (saringan) untuk problematika padatan yang terbawa dalam lumpur menjadi salah satu pilihan dalam solid control equipment. Solid/padatan yang mempunyai jari-jari yang lebih besar dari jari-jari screen akan tertinggal/tersaring dan dibuang, sehingga jumlah solid dalam lumpur bisa terminimalisasi. Jari-jari screen di set agar polimer dalam lumpur tidak ikut terbuang. Kerusakan screen bisa diperbaiki dan diganti.
Gambar 2.1 Shale Shaker
Degassser
Fungsinya membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke lumpur pemboran. Peralatan ini sangat berfungsi pada saat pemboran menembus zona permeable, yang ditandai dengan pemboran menjadi lebih cepat, densitas lumpur berkurang dan volume lumpur pada mud pit bertambah.
Gambar 2.2 Degasser
Desander
Fungsinya membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang berukuran kecil yang biasanya lolos dari shale shaker.
Gambar 2.3 Desander
Desilter
Fungsinya sama dengan desander tetapi desilter dapat membersihkan lumpur dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Penggunaan desilter dan mud cleaner harus dioptimalisasi oleh beberapa faktor seperti : berat lumpur, biaya fasa liquid, komposisi solid dalam lumpur, biaya fasa liquid, biaya logistik yang berhubungan dengan bahan kimia dan lain-lain. Biasanya berat lumpur yang dikehendaki sekitar 10.8 biasanya lebih praktis dengan menggunakan mud cleaner dibandingkan dengan penyaringan dengan screen terkecil. Selain itu penggunaan mud cleaner lebih praktis juga lebih murah.
Gambar 2.4 Desilter
Penggambaran sand content dari lumpur pemboran merupakan prosentase volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih besar dari 74 mikron. Hal ini dilakukan melalui pengukuran degan saringan tertentu. Jadi persamaan untuk menentukan kandungan pasir (sand content) pada lumpur pemboran adalah :
n= VsVm x 100%
Dimana :
n = kandungan pasir
Vs = Volume pasir dalam lumpur
Vm = Volume lumpur
PERALATAN DAN BAHAN
PERALATAN
Mud balance
Retort kit
Multi mixer
Wetting agent
Sand Content Set
Gelas ukur 500 cc
Timbangan
Gambar 2.5. Gelas Ukur
Gambar 2.6. Mud Balance
Gambar 2.7. Multi Mixer
Gambar 2.8. Retort Kit
Gambar 2.9 Sand Content Set
Gambar 2.10. Timbangan
Gambar 2.11. Wetting Agent
BAHAN
Barite
Bentonite
Aquades
Gambar 2.12. Aquades
Gambar 2.13. Barite
Gambar 2.14. Bentonite
PROSEDUR PERCOBAAN
Densitas Lumpur
Mengkalibrasi perPeralatanan mud balance sebagai berikut
Membersihkan perPeralatanan mud balance
Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu tutup dan dibersihkan bagian luarnya. Keringkan dengan kertas tissue.
Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula
Rider ditempatkan pada skala 8.33 ppg
Mencek pada level glass bila tidak seimbamg atur calibration screw sampai seimbang
Menimbang beberapa zat yang digunakan.
Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22.5 gr bentonite. Caranya air dimasukkan dalam bejana lalu dipasang multi mixer dan bentonite dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer dijalankan. Selang beberapa menit setelah dicampur, bejana diambil dan isi cup mud balance dengan lumpur yang telah dibuat.
Cup ditutup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan tutup cup dibersihkan.
Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu mengatur rider hingga seimbang. Baca densitas yang ditunjukkan oleh skala.
Ulangi langkah lima untuk komposisi campuaran yang berbeda.
Sand Content
Isi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai. Tambahkan air pada batas berikutnya. Tutup mulut tabung dan kocok dengan kuat.
Tuangkan campuran tersebut ke saringan. Biarkan cairan mengalir keluar melalui saringan. Tambahkan air ke dalam tabung, kocok dan tuangkan kembali ke saringan. Ulangi hingga tabung menjadi bersih. Cuci pasir yang tersaring pada saringan untuk melepaskan sisa lumpur yang melekat
Pasang funnel pada sisi atas sieve. Dengan perlahan-lahan balik rangkaian tersebut dan masukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur hanyutkan pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui saringan hingga semua pasir tertampung dalam gelas ukur. Biarkan pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung, baca persen volume dari pasir yang mengendap.
Catat sand content dari umpur dalam persen volume.
Penentuan Kadar Cairan Lapisan
Mengambil himpunan retort keluar dari insulator blok, keluarkan mud chamber dari retort.
Mengisi upper chamber dengan steel wall.
Mengisi mud chamber dengan lumpur dan tempatkan kembali tutupnya, bersihkan lelehan lumpurnya.
Menghubungkan mud chamber dengan upper chumber, kemudian tempatkan kembali dalam insulator.
Menambahkan setetes wetting agent pada gelas ukur dan tempatkan dibawah kondensator.
Memanaskan lumpur samapai tak terjadi kondensasi lagi yang ditandai dengan matinya lampu indikator.
Hal-hal yang perlu dicatat selama pengujian berlangsung adalah :
% volume minyak = ml minyak x 10
% volume air = ml air x 10
% volume padatan = 100-(ml minyak + ml air) x 10
Gram minyak = ml minyak x 0.8
Gram lumpur = lb / gall x 1.2
Gram padatan = gram lumpur – (gram minyak + gram air)
Ml padatan = 10 – (ml minyak + ml air)
Spesific gravity padatan rata-rata = gram padatan/ml padatan.
% berat padatan = (gram padatan/gram lumpur) x 100
DATA DAN HASIL PERCOBAAN
Data hasil percobaan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Data Hasil Percobaan
No
Komposisi Lumpur
Densitas
(ppg)
Sand Content
(% Volume)
1
Lumpur Dasar (LD)
8.65
0.50
2
LD + 2 gr Barite
8.70
0.50
3
LD + 5 gr Barite
8.75
0.50
4
LD + 10 gr CaCO3
8.75
0.75
5
LD + 15 gr CaCO3
8.80
0.75
PEMBAHASAN
Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa penambahan barite dan kalsium karbonat akan memperbesar harga densitas lumpur. Hal ini dapat dilihat ketika penambahan barite 5 gram, maka densitas meningkat 0.10 menjadi 8.75. Penambahan barite kedalam lumpur tidak meningkatkan kandungan pasir. Tapi penambahan kalsium karbonat kedalam lumpur akan meningkatkan kandungan pasir dalam lumpur.
Pada saat awal pemboran mud engineer menggunakan lumpur dasar terlebih dahulu untuk menganalisa tekanan formasi, apabila terlalu kecil densitas lumpur akan ditambahkan barite namun kandungan pasir di lumpur tidak berubah. Mud engineer bisa menambahkan kalsium karbonat ke dalam lumpur pemboran supaya densitas lumpur bertambah, namun kandungan pasir di lumpur juga meningkat. Dan harus disediakan desander di peralatan agar pasir di lumpur pemboran bisa dikontrol.
PEMBAHASAN SOAL
Dilihat dari data percobaan tersebut jelaskan apakah Barite dan CaCO3 mempunyai fungsi yang sama?
Jawab: Ya, dari data menunjukan bahwa Barite dan CaCO3 mempunyai fungsi yang sama yakni untuk menaikkan densitas lumpur.
Jika Saudara bekerja sebagai Mud Engineer pada suatu operasi pemboran. Dari dua jenis material pemberat manakah yang akan saudara gunakan? Brikan alasannya.
Jawab: Dari 2 jenis material pemberat, saya akan memilih Barite , karena dengan densitas yang sama (8,75 ppg) , Barite yang digunakan lebih sedikit dari pada CaCO3 dan sand content yang dihasilkan oleh barite lebih sedikit dari pada sand content yang dihasilkan CaCO3 (Barite 0,50% dan CaCO3 0,75%)
Barite (BaSO4) mempunyai SG dari 4,2 - 4,5 . Dari data diatas perkirakan SG dari Barite tersebut. Jika diketahui SG bentonite = 2,6
Jawab: ρ lumpur = ρ air x SG Bentonite
= 8,3 ppg x 2,6
= 21,658 ppg
0,5 =
(4,165 ppg x SG Barite) – 4,165 ppg = 21,658 ppg – 8,33 ppg
4,165 ppg x SG Barite = 21,658 ppg – 8,33 ppg
4,165 ppg x SG Barite = 17,493 ppg
SG Barite = 4,2
Dari jawaban no.3 , perhatikan harga yang diperoleh tersebut berada di dalam range SG barite seperti tertulis dalam soal? Jika ya tentukan apakah barite tersebut termasuk pure barite/API0 Barite? Jika tidak jelaskan sebabnya!
Jawab: Ya, hasilnya berada di range SG Barite. SG Barite termasuk pure barite karena berada di range Barite (SG).
Dari tabel diatas terlihat bahwa selain densitas juga diukur kadar pasir. Jelaskan secara singkat mengapa perlu di lakukan pengukuran kadar pasir dan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut dalam operasi pemboran!
Jawab: Pengukuran kadar pasir dilakukan karena dapat mempengaruhi densitas lumpur yang disirkulasikan . Cara mengatasinya adalah dengan proses pembersihan menggunakan conditioning equipment yang fungsinya menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi.
Pada saat ini selain Barite dapat juga di gunakan Hematit (Fe2O3) dan Ilmenite (FeO.TiO2) sebagai density control additive dari 4,5 – 5,11 dengan kekerasan masing-masing 2 kali lebih dari Barite. Dari data tersebut buatlah analisa kelebihan dan kekurangan addictive tersebut jika di bandingkan dengan Barite !
Jawab:
Kelebihan: - Lost Circulation
Cocok untuk pemboran yang dangkal
Pengontrolan tekanan static lumpur akan lebih rendah dilakukan.
Kekurangan: - Tidak sesuai dengan pemboran yang tekanan formasinya cukup tinggi.
Tidak ekonomis apabila ingin menaikkan densitas
Sukar larut dan bercampur dengan lumpur yang lama.
7. Galena (Pbs) mempunyai harga sekitar 7,5 dan dapat digunakan untuk membuat lumpur dengan densitas lebih dari 119 ppg. Pada penerapannya, Galena jarang digunakan sebagai additive pemboran. Jelaskan mengapa material ini jarang digunakan untuk masalah-masalah pemboran khusus?
Jawab: Galena digunakan pada pemboran khusus karena SG Galena yang tinggi (7,5) yang akan meningkatkan densitas lumpur > 19 ppg.
8. Suatu saat saudara berada di lokasi pemboran. Pada saat itu bit mencapai kedalaman 1600 ft . Saudara di haruskan menaikkan densitas dari 200 bbl lumpur 11 ppg menjadi 11,5 ppg dengan menggunakan barite (SG = 4,2) dengan catatan bahwa volume akhir tidak dibatasi hitung jumlah barite yang di butuhkan (dalam lb) !
Jawab: Vml = 200 bbl
= 200 x 42 gallon = 8400 gallon
Ps = SG x 8,33 ppg
= 4,2 x 8,33 ppg
= 34,986 ppg
ρmb = 11,5 ppg
ρml = 11 ppg
=
=
Ws = 6255,319 lb
9. Sebutkan hal-hal yang terjadi akibat sand content terlalu besar !
Jawab:
1. Dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang akan disirkulasikan
2. Meningkatkan densitas lumpur sehingga dapat menambah beban pompa saat sirkulasi lumpur.
3. Dapat merusak peralatan pemboran, karena sand content bersifat abrasive.
4. Rusaknya peralatan akan menambah cost.
KESIMPULAN
Barite dan kalsium karbonat ditambahkan agar menambah densitas lumpur pemboran.
Dua additive yang berbeda ditambahkan dengan jumlah yang sama (pada lumpur yang berbeda), densitas lumpur lebih besar dinaikkan oleh barite dibandingkan kalsium karbonat.
Perbandingan antara barite dan kalsium karbonat, dengan harga densitas yang sama tetapi kandungan pasir yang dihasilkan berbeda yaitu kandungan pasir yang lebih banyak dihasilkan oleh kalsium karbonat.
Lost sirculation diakibatkan oleh harga densitas yang terlalu besar, namun kick disebabkan apabila harga densitas yang terlalu kecil.
Lumpur, karakteristik lumpur dan penambahan densitas dapat dipengaruhi oleh bercampurnya serpihan-serpihan lumpur bor.
BAB III
PENGUKURAN VISKOSITAS DAN GEL STRENGTH
TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan viskositas relatif lumpur pemboran dengan menggunakan Marsh funnel.
Menentukan viskositas nyata (apparent viscosity), plastic viscosity, yield point dan gel strength lumpur pemboran dengan menggunakan Fann VG meter.
Memahami rheologi lumpur pemboran.
Mengetahui efek penambahan thinner dan thickener pada lumpur pemboran.
TEORI DASAR
Viskositas didefinisikan sebagai kemampuan lumpur untuk mengalir dalam suatu media. Satuan viskositas centipoice (cp). Peralatan yang digunakan untuk menentukan viskositas adalah Marsh Funnel atau Fann VG meter.
Kemampuan lumpur untuk membentuk gel (agar-agar) yang sangat berguna pada saat round trip (pergantian pipa). Gel strength merupakan salah satu indikator baik atau tidaknya lumpur pemboran. Gel strength merupakan ukuran gaya tarik menarik partikel lumpur yang statik.
Gambar 3.1 Fann VG Meter
Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar sumur yang dapat menyebabkan kesukaran pemboran selanjutnya. Viscositas dan gel strength merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.
Fluida pemboran dalam percobaan ini adalah lumpur pemboran. Lumpur pemboran ini mengikuti model-model rheologi bingham plastic, power law. Bingham plastic merupakan model sederhana untuk fluida non newtonian.
Yang dimaksud dengan fluida non newtonian adalah fluida yang mempunyai viskositas tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran (shear rate) yang terjadi. Pada setiap shear rate tertentu fluida mempunyai viscositas yang disebut apparent viscosity dari fluida pada shear rate tersebut.
Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viskositas yang konstan, fluida non newtonian memperlihatkan suatu yield stress suatu jumlah tertentu dari tahapan dalam yang harus diberikan agar fluida mengalir seluruhnya.
Dalam percobaan ini pengukuran viskositas yang sederhana dilakukan dengan menggunakan Peralatan marsh funnel. Viskositas ini adalah jumlah detik yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0.9463 liter untuk mengalir keluar dari corong marsh funnel. Bertambahnya viscositas ini direfleksikan dalam bertambahnya apparent viscosity. Untuk fluida non newtonian, informasi yang diberikan marsh funnel memberikan suatu gambaran rheologi fluida yang tidak lengkap sehingga biasanya digunakan untuk membandingkan fluida yang baru (awal) dengan kondisi sekarang.
Viscosity plastic seringkali digambarkan sebagai bagian dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik.
Yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebakan oleh muatan-muatan pada permukaan partikel yang didespersi dalam fasa fluida.
Gel strength dan yield point merupakan ukuran dari gaya tarik menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya gel strength merupakan ukuran gaya tarik menarik yang statik sedangkan yield point merupakan ukuran gaya tarik menarik yang dinamik.
3.2.1. PENENTUAN HARGA SHEAR STRESS DAN SHEAR RATE
Harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM motor, harus diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam satuan dyne/cm2 dan detik1 agar diperoleh harga viscosity dalam satuan CP ( centipoises). Adapun persamaanya adalah sebagai berikut :
Τ = 5.007 x C
γ = 1.704 x RPM
dimana :
τ : shear stress, dyne/cm2
γ : shear rate, detik-1
C : Dial Reading, derajat
RPM : revolution per minute dari rotor
PENENTUAN HARGA VISCOSITAS NYATA (APPARENT VISCOSITY)
Viscositas nyata µa untuk setiap harga shear rate dihitung berdasarkan hubungan :
PENENTUAN PLASTIC VISKOSITAS DAN YIELD POINT
Untuk menentukan plastic viskositas (µp) dan yield point (γp) dalam field unit digunakan persamaan Bingham Plastic sebagai berikut :
dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) kedalam persamaan (5) didapat :
µp = C600 – C300
γb = C600 – µp
dimana :
µp : Plastic Viscosity, cp
γb : yield point Bingham, lb/100 ft
C600 : Dial reading pada 600 RPM, derajat
C600 : Dial reading pada 300 RPM, derajat
PENENTUAN HARGA GEL STRENGTH
Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung dari pengukuran dengan Peralatan Fann VG. Simpangan skala penunjuk akibat digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung menunjukkan harga gel strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft
PERALATAN DAN BAHAN
PERALATAN
Marsh Funnel
Timbangan
Gelas Ukur 500 cc
Fann VG meter
Mud Mixer
Cup Mud Funnel
Gambar 3.2. Fann VG meter
Gambar 3.3. Marsh Funnel
Gambar 3.4. Mud Mixer
Gambar 3.5.Timbangan
BAHAN
Bentonite
Air tawar (aquades)
Bahan-bahan pengencer (Thinner)
Gambar 3.6 Aquades
Gambar 3.7. Bentonite
Gambar 3.8. Thinner
4.4. PROSEDUR PERCOBAAN
Membuat lumpur
Prosedur pembuatan lumpur sama dengan prosedur pembuatan lumpur pada acara 1.
Cara Kerja Dengan Marsh Funnel
Tutup bagian bawah dari mars funnel dengan jari tangan. Tuangkan lumpur bor melalui saringan sampai lumpur menyinggung bagian bawah saringan (1500 cc)
Setelah disediakan bejana yang telah tertentu isinya ( 1 quart = 946 ml). Pengukuran dimulai dengan membuka jari tadi sehingga lumpur mengalir dan ditampung dengan bejana tadi.
Catat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi bejana tertentu isinya tadi.
Mengukur Shear Stress dengan fann VG
Isi bejana dengan lumpur sampai batas yang telah ditentukan.
Letakkan bejana pada tempatnya, serta atur kedudukannya sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup kedalam lumpur menurut batas yang telah ditentukan.
Gerakkan rotor pada posisi High dan tempatkan kecepatan putar rotor pada kedudukan 600 RPM. Pemutaran terus dilakukan sehingga kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Catat harga yang ditunjukkan skala.
Pencatatan harga yang dilakukan oleh skala penunjuk setelah mencapai keseimbangan dilanjutkan untuk kecepatan 300, 200, 100, 6 dan 3 RPM dengan cara yang sama seperti diatas.
Pengukuran gel strength dengan fann VG
Setelah selesai mengukur shear stress, aduk lumpur dengan fann Vg pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.
Matikan Fann VG kemudian diamkan lumpur selama 10 detik.
Setelah 10 detik gerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM. Baca simpangan maksimum pada skala penunjuk.
Aduk kembali lumpur dengan Fan VG pada kecepatan rotor 600 RPM selama 10 detik. Ulangi kerja diatas untuk gel strength 10 menit (untutk gel strenght 10 menit, lama pendiaman lumpur 10 menit)
DATA DAN HASIL PERCOBAAN
Dari percobaan diperoleh hasil sebagi berikut :
Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Viscositas Dan Gel Strength
No
Komposisi lumpur
µ relative
µ plastic
Yp
GS 10 detik
Gs 10 menit
1
LD
52
3.5
21.5
3
10
2
LD + 2 gr dextrid
61
6
24
5
14
3
LD + 2.6 gr dexrtid
-
11
27
18
72
4
LD + 3 gr bentonite
50
2
3.4
7
20
5
LD + 9 gr bentonite
-
12
50
24
104
PEMBAHASAN
3.5.1 PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Dextride ditambahkan ke dalam lumpur adalah untuk mengubah sifat rheologi fluida pemboran terutama lumpur pemboran. Dextrid yang ditambahkan berfungsi untuk meningkatkan viskositas. Sedangkan penambahan bentonite (9 gr bentonite) pada lumpur pemboran menyebabkan peningkatan gel strength, menjadi 24 saat GS 10dtk juga 104 saat GS 10mnt dan penurunan pada viskositas plastic menjadi 12cp dan yield point menjadi 50.
Harga Gel Strength yang terlalu besar pada penerapannya dilapangan mengakibatkan susahnya pemisahan antar lumpur pemboran dengan partikel cutting di surface dan juga dapat menyebapkan terlalu besarnya tenaga pompa yang digunakan atau susahnya dalam dalam proses sirkulasi selanjutnya.
PEMBAHASAN SOAL
Berikan penjelasan analog antara dextrid dan bentonite jika berdasarkan table hasil percobaan diatas?
Jawab: Dengan penambahan dextrid akan menaikkan viscositas relative, viscositas plastic, yield point, gel strength, secara significant , sedangkan dengan penambahan bentonite menurunkan viscositas relative, viscositas plastic, yield point, dan menaikkan gel strength.
Dengan melihat data, jelaskan maksud penambahan dextrid ke dalam lumpur dan jelaskan bagaimana additive tersebut dapat melakukan fungsinya !
Jawab : Dextrid berguna untuk meningkatkan viscositas plastic dan yield point serta gel strength. Dengan cara menurunkan tekanan dan temperature lumpur pemboran (Rheology).
Dari 2 additive diatas manakah additive yang lebih significany menaikkan gel strength !
Jawab : Bentonite lebih significant menaikkan gel strength, berdasarkan data di atas dengan penambahan bentonite, gel strength pada lumpur dasar 3 menjadi 7.
Dari data di atas terlihat bahwa harga GS 10 menit selalu lebih besar dari 10 detik , jelaskan !
Jawab: Karena untuk membentuk gel , lumpur memerlukan waktu dengan penambahan kekerasan yang sebanding dengan fungsi waktu (Thixotropy). Lumpur dikatakan bagus jika GS flow fat (nilainya lebih rendah dan relative konstan terhadap waktu) .
Dari suatu percobaan yang dilakukan dalam pembuatan lumpur dengan barite seberat 4 gram, kemudian itu didapatkan deal reading pada 600 RPM sebesar 155 dan deal reading pada 300 RPM sebesar 130. Hitungalah nilai plastic viscosity dan yield point dari percobaan tersebut!
Jawab: Deal reading 600 RPM sebesar 155
Deal reading 300RPM sebesar 130
µp = C600 – C300 γb = C600 - µp
= 155 – 130 = 130 - 25
= 25 Cp = 105 lb/100 ft
3.7. KESIMPULAN
Dextrid dan bentonite ditambahkan pada percobaan diatas untuk menaikkan nilai viscositas dan gel strength.
Nilai viscositas, yield point dan gel strength lumpur pemboran dapat dinaikkan dengan ditambahkannya dextrid sedangkan penambahan bentonite lebih terlihat pada perubahan nilai gel strength lumpur yang signifikan.
Nilai gel strength pada saat 10 menit selalu lebih besar daripada saat 10 detik. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai gel strength berbanding lurus dengan waktu.
Sirkulasi dari lumpur pemboran dapat sulit bila nilai dari gel strength besar dan juga akan menambah beban dari pompa sirkulasinya dan juga akan mempersulit pemisahan cutting karena akan sulit dilepas dari lumpur pemboran
Efek dari ditambahkannya thinner agar lumpur pemboran dapat diencerkan dan lumpur pemboran.dapat dikentalkan dengan menggunakan thickener.
BAB IV
FILTRASI DAN MUD CAKE
TUJUAN PERCOBAAN
Mempelajari pengaruh komposisi lumpur bor terhadap filtration loss dan mud cake
Mengenal dan memahami peralatan-peralatan dan prinsip kerja filter press
Mengetahui volume Filtration Loss dan tebal Mud Cake untuk Static Filtration.
Mengetahui dampak dari filtration loss dan mud cake
TEORI DASAR
Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan disebut "Filtrate". Proses filtasi diatas hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan positif kearah batuan. Pada dasarnya ada dua jenis filtration yang terjadi selama operasi pemboran , yaitu static filtration dan dynamic filtration. Statik filtration terjaadi jika lumpur berada dalam keadaan diam dan dyanamic filtration terjadi ketika lumpur disirkulasikan.
Mud cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diputar dan diangkat. Filtrat yang terlalu banyak menyusup ke pori-pori batuan dapat menimbulkan damaged pada formasi. Peralatan untuk mendiagnosis filtration loss dan mud cake adalah HPHT (High Pressure High Temperature).
Gambar 4.1 HPHT
Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol maka akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran maupun evaluasi pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangakat dan diputar, sedangkan filtrat akan menyusup ke formasi dan dapat menimbulkan damage pada formasi.
Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukaran volume filtration loss dan tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur yang digunakan adalah APIRP 13 B untuk LPLT (low pressure low temperature). Lumpur ditempatkan dalam silinder standar yang bagian dasarnya dilengkapi kertas saring dan diberi tekanan sebesar 100 psi dengan lama waktu pengukuran 30 menit. Volume filtrat ditampung dalam gelas ukur dengan cubic centimeter (cc).
Persamaan untuk volume filtrate yang dihasilkan dapat diturunkan dari persamaan darcy. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Vf = A
Dimana :
A : Filtration Area
K : Permeabilitas cake
Cc : Volume fraksi solid dalam mud cake
Cm : Volume fraksi solid dalam lumpur
P : Tekanan Filtrasi
T : Waktu filtrasi = viskositas filtrate
Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam pemboran yang berhubungan erat baik waktu, kejadian maupun sebab dan akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara bersamaan.
Persamaan yang umum digunakan untuk statik filtration loss adalah sebagai berikut :
Dimana :
Q1 : fluid filtration loss pada waktu t1
Q2 : fluid filtration loss pada waktu t2
Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan komponen cair. Karena pada umumnya dinding lubang sumur mempunyai pori-pori, komponen Cair dari lumpur akan masuk ke dalam dinding lubang bor. Zat cair yang masuk ini disebut filtrate. Padatan dari lumpur akan menempel pada permukaan dinding lubang. Bila padatan dari lumpur yang menempel ini sudah cukup menutupi pori-pori dinding lubang, maka cairan yang masuk ke dalam formasi juga berhenti.
Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan menyebabkan akibat negatif, akibat-akibat itu antara lain, sebagai berikut :
Dinding lubang akan lepas atau runtuh.
Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut adalah air, maka ikatan antara partikel formasi akan melemah, sehinga dinding lubang cenderung untuk runtuh.
Menyalahi interpretasi dari logging.
Electric logging atau resistivity log mengukur resistivity dari formasi cairan atau fluida yang dikandung oleh formasi tersebut. Kalau filtration loss banyak, maka yang diukur alat logging adalah resistivity dari filtrat.
Water blocking
Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak dari formasi ke dalam lubang sumur jika filtrat dari lumpur banyak.
Differential sticking
Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari lumpur akan tebal. Diwaktu sirkulasi berhenti ditambah lagi dengan berat jenis lumpur yang besar, maka drill collar yang terbenam didalam mud cake serta lumpur akan menekan dengan tekanan hidrostatik yang besar ke dinding lubang.
Channeling pada semen.
Di waktu penyemenan, mud cake yang tebal kalau tidak dikikis akan menyebabkan ikatan antara semen dengan dinding lubang tidak baik.
Alat untuk mengukur filtration loss dan mud cake yang umum adalah standar filtration press, terdiri dari :
Mud cup
Gelas ukur
Tabung sumber tekanan
Kertas saringan
Filtrat loss yang besar mempunyai efek buruk terhadap formasi maupun lumpurnya, karena dapat menyebabkan terjadinya formation damage (pengurangan permeabilitas efektif minyak/gas) dan lumpur akan kehilangan banyak cairan. Filtrat loss yang besar dalam lumpur dapat dicegah dengan penambahan :
Koloid (bentonite)
Starch, CMC – Driscose
Minyak (buruk terhadap dynamic loss)
Q – Broxin (baik untuk dinamik maupun statistik loss)
Dengan mengetahui bagaimana terjadinya filtration loss dan akibatnya bagi suatu pekerjaan pemboran, maka dapatlah ditemukan cara untuk mengurangi filtration loss tersebut. Untuk mengurangi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pengaturan komposisi lumpur.
Pengaturan tekanan.
Dalam hal pengaturan komposisi lumpur, terjadinya filtration loss yang besar buruk efeknya terhadap formasi maupun lumpurnya, karena akan terjadi filtration damage ( pengurangan permaebilitas efektif minyak/gas ) dan lumpur akan kehilangan cairan. Dalam perubahan ini, invasi filtrat yang masuk ke dalam formasi produktif dapat menyebabkan produktivitas sumur tersebut menurun. Untuk itu perlu adanya pengaturan terhadap laju filtrasi, maka diperlukan membatasi jumlah cairan yang masuk ke dalam formasi.
Untuk mengurangi filtrasi, juga digunakan zat additive yang biasa disebut filtrate reducer. Filtrate reducer ini kemudian membentuk ampas (filter cake) pada lapisan yang porous dan permeable dan ketika droplet air yang teremulsikan didalam minyak menjadi bulatan yang keras (rigid sphere), mereka bertindak sebagai padatan dan akan tersaring oleh serat-serat filter cake sehingga filtrat yang dihasilkan hanya berupa minyak saja.
Terjadinya filter cake pada dinding lubang bor analog dengan peristiwa osmose dan secara matematis dapat dinyatakan dengan :
Tekanan Osmose = (R x T)/V
Dimana :
R = konstanta gas ideal
T = temperatur
V = volume filtrat lumpur yang masuk
PERALATAN DAN BAHAN
PERALATAN
Filter Press
Mud Mixer
Stop Watch
Gelas ukur 50 cc
Jangka sorong
Filter paper
Gambar 4.2 Filter Paper
Gambar 4.3 Filter Press
Gambar 4.4 Gelas Ukur
Gambar 4.5 Jangka Sorong
Gambar 4.6 Mud Mixer
Gambar 4.7 Stopwatch
BAHAN
Bentonite
Aquades
PAC-L
Spresen
Gambar 4.8 Aquades
Gambar 4.9 Bentonite
4.4. PROSEDUR PERCOBAAN
Pembuatan lumpur :
Buat lumpur standar : 22.5 gr bentonite + 350 cc aquadest. Tambahkan additive sesuai dengan petunjuk asisten. Aduk selama 20 menit.
Persiapkan Peralatan filter press dan segera pasang filter paper serapat mungkin dan letakkan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung fluid filtrat.
Tuangkan campuran lumpur kedalam silinder dan segera tutup rapat.kemudian alirkan udara dengan tekanan 100 psi.
Segera catat volume filtrat sebagai fungsi dari waktu dengan stop watch. Interval pengamatan setiap 2 menit pada 20 menit pertama, kemudian setiap 5 menit untuk 20 menit selanjutnya. Catat volume filtrat pada menit ke 7.
Hentikan penekanan udara, buang tekanan udara dalam silinder (bleed off) dan sisa lumpur dalam silinder dituangkan kembali ke dalam breaker.
Tentukan tebal mud cake yang terjadi dan ukur pH nya.
DATA DAN HASIL PERCOBAAN
Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berkut :
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Filtrasi dan Mud Cake
No
Komposisi Lumpur
V2 (ml)
V7.5 (ml)
V30 (ml)
pH
Mud Cake (1/32")
1
Lumpur Dasar (LD)
3.25
6.5
12.8
9.83
1.93
2
LD + 2 gr dextrid
2.3
4.25
8
9.84
1.47
3
LD + 2.6 gr dexrtid
1.8
3.8
8.2
10.2
2.98
4
LD + 9 gr bentonite
4
7.5
11.5
9.81
2.4
5
LD + 1.5 gr quebracho
3.5
7
12.5
8.26
2.1
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Pada percobaan filtrasi dan mud cake, lumpur pemboran ditambahkan tiga jenis additive yang berbeda yaitu dextrid, bentonite, dan quebracho.
Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa penambahan dextrid akan meningkatkan nilai pH lumpur pemboran, sedangkan untuk penambahan quebracho dan bentonite akan menurunkan nilai pH lumpur pemboran. Dengan demikian untuk meningkatkan atau menurunkan pH lumpur pemboran dapat dipilih dari bahan-bahan tersebut tergantung kondisi lumpur. Dengan menambahkan dextride sebanyak 2 gram, maka pH lumpur akan meningkat dari 9,83 menjadi 9,84. Untuk penambahan dextride sebanyak 2,6 gram maka pH lumpur akan meningkat menjadi 10,2. Sedangkan untuk penambahan bentonite sebanyak 9 gram maka pH lumpur akan menurun menjadi 9,81, serta untuk penambahan 1,5 gr quebracho maka pH lumpur akan turun menjadi 8,26.
Dalam operasi pemboran umumnya nilai pH lumpur yang diinginkan adalah antara 9 sampai 12. Jika pH terlalu rendah maka akan berpotensi menimbuklan korosi pada peralatan pemboran, sedangkan boila terlalu tinggi maka akan mengakibatkan timbilnya scale pada peralatan pemboran.
Dalam operasi pemboran, keberadaan mudcake dibutuhkan namun dalam batas ketebalan tertentu, dan bila terlalu tebal justru akan menimbulkan masalah pada pemboran itu sendiri. Mud cake dalam operasi pemboran dibutuhkan untuk membantu mencegah kerunthan formasi dengan membentuk lapisan endapan mud pada dinding formasi. Batas ketebalan yang diinginkan umumnya adalah sampai kurang lebih 1". Jika terlalu tebal maka dikhawatirkan akan menimbulkan pipe sticking, yaitu terjepitnya pipa pemboran akibat mud cake yang terlalu tebal.
Dalam hubunganya, dapat ditarik bahwa tebal mud cake adalah berbanding lurus dengan banyaknya filtrasi yang hilang. Samakin banyak filtrasi yang hilang ke dalam formasi maka semakin tebal pula mud cake yang terbentuk.
PEMBAHASAN SOAL
Berdasarkan data , jelaskan fungsi dextrid, bentonite, dan quebracho !
Jawab: Penambahan Dextrid dalam lumpur dasar akan mengakibatkan penurunan volume filtrate baik untuk V2 ,V7,5 , dan V30 sedangkan dextrid ini akan menaikkan PH lumpur dan menaikkan tebal mud cake yang terbentuk dalam lubang.
Penambahan Bentonite kedalam lumpur dasar tersebut akan mengakibatkan kenaikan volume filtrate dan menambah tebal mud cake, tetapi akan menurunkan harga PH lumpur pemboran.
Penambahan Quebracho dalam lumpur pemboran maka akan menaikkan volume filtrate, menaikkan mud cake dan menurunkan PH.
Dalam percobaan ini, selain mengukur volume filtrate juga di lakukan pengukuran PH. Apakah pengaruh PH terhadap kondisi lumpur pemboran?
Jawab: PH adalah indicator asam atau basanya suatu zat termasuk lumpur pemboran. Apabila lumpur bersifat asam maka dapat menyebabkan korosi pada pipa pemboran dan lumpur bersifat basa akan menyebabkan scale.
Apakah mud cake diharapkan pada operasi pemboran?
Jawab: Ya, mud cake yang memiliki ketebalan cukup merupakan bantalan yang baik untuk drill string. Namun, jika sudah terlalu tebal dapat membuat rangkaian peralatan pemboran terjepit dan akan susah untuk diangkat ke permukaan.
Bagaimanakah cara mencegah filtrate loss yang terlalu besar?
Jawab: Mencegah filtrate loss yang terlalu besar dengan menjaga tekanan lumpur / tekanan hidrostatik lumpur jangan sampai terlalu besar dibandingkan tekanan formasi.
Apa yang anda ketahui tentang Carboxy Methyl Cellulose (CMC) ? (Jelaskan secara singkat) !
Jawab: CMC adalah selulosa derivative dengan kelompok karboksimetil (CH2COOH) terikat ke beberapa hidroksil dan glukopiranosa monomer yang membentuk selulosa tulang punggung CMC dalam industri pengeboran minyak digunakan sebagai bahan lumpur pemboran, salah satu additive pengubah viscositas dan retensi air.
4.7. KESIMPULAN
Volume filtrat dapat dikurangi dengan ditambahkan dextrid, bentonite, dan quebracho pada lumpur pemboran
Semakin besar volume filtrate maka semakin tebal mud cake yang terbentuk.
Pembentukan mud cake yang mempunyai ketebalan relatif dibutuhkan karena dapat mengurangi filtration loss dan juga dapat menjadi bantalan bagi drill string.
Dampak yang terjadi bila Mud cake yang terbentuk terlalu tebal dapat menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar.
Untuk mengantisipasi Filtration Loss memakai Filtration Control Agents.
BAB V
ANALISA KIMIA LUMPUR PEMBORAN
5.1. TUJUAN PERCOBAAN
Memahami prinsip – prinsip dalam analisa kimia dan penerapannya dilapangan.
Mengetahui metode yang digunakan dalam analisa kimia lumpur pemboran.
Mengetahui Peralatan dan bahan yang di perlukan dalam analisa kimia.
Menentukan pH, alkalinitas, kesadahan total dan kandungan ion – ion yang terdapat dalam lumpur.
5.2. TEORI DASAR
Dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur bor tetap berfungsi dengan kondisi yang ada.
Perubahan kandungan ion – ion tertentu dalam lumpur pemboran akan berpengaruh terhadap sifat – sifat fisik lumpur pemboran, oleh karena itu kita perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan ion – ion tersebut untuk kemudian dilakukan tindakan – tindakan yang perlu dalam penanggulangannya.
Dalam percobaan ini akan dilakukan analisis kimia lumpur bor dan filtratnya, yaitu : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion besi serta PH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya ).
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas kita bisa mengetahui konsentrasi hidroksil, bicarbonat dan carbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ion – ion diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.
Anallisa kandungan ion chlor (CI) diperlukan untuk mengetahui kontaminasi garam yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air formasi.
Air yang mengandung sejumlah besar ion Ca+2dam Mg+2 dikenal sebagai hard water atau air sadah. Ion – ion ini bisa berasal dari lumpur pada waktu membor formasi gypsum ( CaSO42H2O ).
Analisa kandungan ion besi diperlukan untuk pengontrolan terjadinya korosi pada peralatan pemboran.
Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah titrasi. Titrasi meliputi reaksi dari sample yang diketahui volumenya dengan sejumlah volume suatu larutan standar yang diketahui konsentrasinya. Konsentrasi dari ion yang kita analisa dapat ditentukan dengan pengetahuan tentang reaksi yang terjadi pada waktu titrasi.
Jenis - Jenis Lumpur Pemboran
Penamaan lumpur pemboran berdasarkan bahan dasar pembuatannya, sehingga jenis lumpur pemboran dapat dikelompokan sebagai berikut :
Water Base Mud
Fresh Water Mud
Salt Water Mud
Oil - in Water Emultion Mud
Oil Base Mud dan Oil Emultion Mud
Gaseous Drilling Fluids
Lumpur KCL Polymer
1. Water base mud
Pada lumpur pemboran jenis ini bahan dasar yang digunakan adalah air, bila airnya berupa air tawar maka disebut "fresh water mud" dan apabila airnya berupa air asin disebut "salt water mud".
Fresh Water Mud
Fresh water mud adalah jenis lumpur bor dengan air tawar sebagai fasa cairnya. Dengan kadar garam yang sangata rendah (kurang dari 10.000 ppm = 1 % berat garam ). Jenis lumpur ini mempunyai beberapa macam jenis yang digunakan pada kondisi tertentu, antara lain : Spud Mud, Bentonite Treated Mud, Phospate Treated Mud, Organic Colloid Treated Mud, Gypsum Treated Mud serta Calsium Treated Mud lainnya.
Salt Water Mud
Salt Water Mud merupaka lumpur pemboran yang mengandung air garam dengan konsentrasi diatas 10.000 ppm. Biasanya jenis lumpur ini ditambah organik koloid yang berfungsi untuk memperkecil filtrate loss dan mempertipis mud cake. Jenis lumpur ini biasanya digunakan untuk mengebor lapisan garam
Pada umumnya salt water mud dibedakan menjadi :
Unsaturated Salt Water Mud yaitu lumpur yang fasa cairya diambil dari air laut yang dapat menimbulkan busa (foaming) sehingga perlu ditambahkan bahan kimia (defoamer)
Saturated Salt Water Mud yaitu lumpur yang fasa cairnya dijenuhi oleh NaCL untuk mencegah pelarutan garam pada formasi garam yang ditembus dan dapat digunakan untuk mengebor lapisan shale.
Sodium - Sillicate Mud yaitu lumpur yang fasa cairnya mengandung sekitar 65 % volume larutan Na - Silicate dan 35 % larutan garam jenuh. Lumpur ini dikembangkan untuk digunakan bagi pemboran heaving shale, tetapi jarang digunakan karena lebih banyak digunakan lumpur Lime Treated Gypsum Lignosulfonate yang lebih baik, lebih murah dan mudah dikontrol sifat - sifatnya.
2. Oil - in - water emultion muds
Pada lumpur ini minyak merupakan fasa terbesar (emulsi dan air sebagai fasa kontinyu. Jika pembuatannya baik fltratnya hanya air. Air yang digunakan dapat fresh water atau salt water. Sifat - sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, voluime filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtrat loss berkurang.
Keuntungan menggunakan oil - in - water - emultion mud yaitu : bit lebih tahan lama, penetration rate naik, pengurangan korosi drillstring, perbaikan terhadap sifat - sifat fisik lumpur (viskositas dan tekanan pompa boleh dikurangi, water loss turun, mud cake tipis) dan mengurangi balling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drillstring. Viskositas dan gelstrength lebih mudah dikontrol bila emulsifiernya juga bertindak sebagai thinner.
Semua minyak (crude) dapatdigunakan, tetapi lebih baik digunakan minyak minyak refinery (refined oil) yang mempunyai sifat:
Uncracked (tidak terpecah molekulnya) supaya stabil
Flash point tinggi untuk mencegah bahaya api.
Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak merusak karet -karet pompa sirkulasi sistem.
Pour point rendah agar bisa digunakan untuk bermacam - macam temperatur.
Keuntungan lainnya adalah karena bau dan flouressensinya lain dengan crude oil (mungkin yang berasal dari formasi) sehingga berguna untuk pengamatan cutting dalam menentukan adanya minyak. Untukmencegah kerusakan karet -karet dapat digunakan karet sintetis.
Pada umumnya Oil Water Emultion Mud dapat digolongkan menjadi :
Fresh Water Oil - in - Water - Emultion Mud
Fresh Water Oil - in - Water - Emultion Mud yaitu lumpur yang mengandung NaCL sampai sekitar 60.000 ppm. Lumpur emulsi ini dibuat dengan menambah emulsifier (pembuat emulsi) ke water base mud diikuti dengan sejumlah minyak (5 - 25 % volume). Jenis emulsifier bukan sabun lebih disukai karena dapat digunakan dalam lumpur yang mengandung Ca tanpa memperkecil emulsifiernya dalam hal efisiensinya. Emulsifikasi minyak dapat ditambah dengan agitasi (diaduk). Penambahan minyak dan emulsifier secara periodik. Jika sebelum emulsifikasi lumpurnya mengandung clay yang tinggi pengenceran dengan air perlu dilakukan untuk mencegah kenaikan viskositas. Karena keuntungan dan mudahnya pengontrolan maka lumpur ini banyak disukai.
Salt Water Oil - in - Water Emultion Mud
Lumpur ini mengandung paling sedikit (atau lebih besar 60.000 ppm NaCL dalam fasa cairnya). Emulsifikasi dilakukan dengan emulsifier agent organik. Lumpur ini umumnya mempunyai PH dibawah 9 cocok digunakan untuk pemboran lapisan garam. Keuntunganya adalah : densitynya kecil, filtrate loss sedikit, mud cake tipis, lubrikasi lebih baik. Foaming bisa dipecahkan dengan penambahan surface active agent tertentu.
3. Oil base and oil base emultion mud
Oil Base Mud mempunyai fasa kontinyu minyak, kadar air tidak boleh lebih besar dari 5 %, karena bila lebih besar sifat lumpur menjadi tidak stabil. Untuk itu diperlukan tangki yang tertutup agar terhindar dari hujan / embun dan bahaya api. Untuk mengontrol viskositas, menaikan gelstrength, dan mengurangi efek kontaminasi air serta mengurangi filtrate loss perlu ditambahkan zat - zat kimia. Lumpur jenis ini mahal harganya, biasanya digunakan kalau keadaanya memaksa atau pada completion dan work over sumur. Misalnya melepas drilpipe terjepit, mempermudah pemasangan casing dan liner. Keuntungannya mud cake tipis dan liat ,pelumas baik.
Oil Base Emultion Mud mempunyai minyak sebagai fasa kontinyu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya mempunyai faedah yang sama dengan oil base mud yaitu filtratenya minyak, karena itu tidak menghidratkan shale / clay yang sensitive. Perbedaan utamanya dengan oil base mud adalah bahwa air ditambahkan sebagai tambahan yang berguna (bukan kontaminer). Air yang teremulsi dapat antara 15 - 50 % volume, tergantung density dan temperatur yang dihadapi. Karena air merupakan bagian dari lumpur maka mengurangi bahaya api, toleran terhadap air dan pengontrolan flow propertisnya (sifat - sifat aliran) dapat seperti water base mud.
4. Gaseous drilling fluid
Lumpur pemboran jenis ini jarang sekali dipergunakan, hanya dipakai untuk daerah - daerah yang sangat sensitif terhadap tekanan hidrostatik, yaitu daerah yang membutuhkan berat jenis lumpur yang sangat rendah.
Gaseous Drilling Fluid, fluidanya hanya terdiri dari gas atau udara maupun aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya digunakan untuk pemboran yang formasinya keras dan kering dan juga pada pemboran dimana kemungkinan terjadinya blow out kecil sekali atau dimana loss circulation merupakan bahaya utama
5. Lumpur KCL polymer
Pengertian Casar Polymer
Polymer berasal dari Poli yang berarti banyak dan berarti unit molekul. Dapat dikatakan bahwa polymer adalah suatu susunan rangkaian molekul yang panjang dalam bentuk unit yang berulang. Sifat fisik polymer yang dapat dilihat dalam suspensi adalah bentuk rantai, kumpulan rantai dan jenis dari tiap unitnya.
Polymer yang dipasarkan terdiri atas polymer yamg tidak larut dalam air dan yang larut. Untuk polymer yang larut adalah yang sering dipergunakan dalam operasi pemboran sebagai bahan penstabil sifat - sifat lumpur. Karena fluida pemboran yang dipergunakan harus dalam bentuk suspensi, maka semua bahan kimia penstabil harus mempunyai sifat dispersi.
Jenis polymer yang larut biasa dipakai adalah jenis polielektrolit. Polielektrolit didefenisikan sebagai suatu jenis molekul besar (poymer) yang mempunyai gugusan dapat mengion disepanjang rantai. Muatan - muatan polielektrolit dapat berupa muatan negatif (anionik), positif (kationik) dan tidak bermuatan (non ionik). Untuk jenis kationik bersifat menggumpalkan lempung (clay flokulation) dan jenis anionik akan meningkatkan efektifitas dispersi dari lempung. Sifat polyelektrolit didalam air adalah terjadinya proses penguraian yang menghasilkan banyak ion (polyion), karena muatannya saling berlawanan, maka hal ini akan menyebabkan polielektrolit dapat larut kedalam air atau sedikitnya suka air (hidrofilik).
Pada umumnya efektifitas dari polymer tergantung dari jumlah muatan yang dihasilkan karena semakin banyak muatan akan semakin tinggi kemampuan polymer tersebut.
5.3. PERALATAN DAN BAHAN
5.3.1 PERALATAN
Labu titrasi ukuran 250 dan 100 ml
Buret mikro
Pengaduk
Pipet dan ph paper
Gambar 5.1 Buret Mikro
Gambar 5.2 Labu Titrasi 250 ml dan 100 ml
\ Gambar 5.3 Ph Paper
Gambar 5.4 Pipet
BAHAN
NaHCO3, NaOH, CaCO3, serbuk MgO, Kalium khromat, Bentonite, Gypsum, Aquadest, Quobracho.
Larutan H2SO4 0.02 N, larutan EDTA 0.01 M, larutan AgNO3, larutan KmnO40.1 N.
Indiator EBT, Phenolpthalein, Methyl Jingga, Murexid, HCL konsentrat, hidrogen periode 3%, larutan indikator besi, larutan buffer besi.
Gambar 5.5 Aquades
Gambar 5.6 Bentonite
PROSEDUR PERCOBAAN
ANALISA KIMIA ALKALINITAS
Buatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut :
350 ml aquadest + 22.5 gram bentonite + 0.4 gram NaHCO3 + 0.4 gram aquadest.
NaOH + 0.2 CaCO3.
Ambil 3 ml filtrat tesebut, masukkan kedalam labu titrasi 250 ml, kemudian tambahkan 20 ml aquadest.
2. Tambahkan 2 tetes indikator phenolphalein dan titrasi dengan H2SO4 standar sampai warna merah tetap merah. Reaksi yang terjadi
OH- + H+ H2O
3. Catat volume pemakaian ( P ml )
4. Kemudian pada larutan hasil titrasi, tambahkan 2 tetes indikator methyl jingga, lanjutkan reaksi dengan standar sampai terbentuk warna jingga tua, Reaksi yang terjadi
5. Catat volume pemakaian total ( M ml )
Catatan :
- 2P > M menunjukkan adanya gugus ion OH dan
- 2P = M menunjukkan adanya CO saja
- 2P < M menunjukkan adanya dan
- P = 0 menunjukkan adanya saja
- P = M menunjukkan adanya OH saja
Perhitungan :
Total Alkalinity
= epm total alkalinity
2. Alkalinity
- Jika ada OH
Ppm CO =
- Jika tidak ada OH
Ppm CO =
3. OH Alkalinity :
Ppm OH=
4. Alkalinity :
Ppm =
5.4.2. ANALISA KESADAHAN TOTAL
Buatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut :
350 ml Aquadest + 22.5 gram bentonite + 6 ml larutan + 6 ml larutan
Ambil 3 ml filtrat lumpur tersebut masukkan kedalam labu filtrasi 250 ml.
Tambahkan dengan 25 ml aquadest, 5 ml larutan buffer pH 10.
Titrasi dengan EDTA standart sampai terjadi warna biru tua.
Catat volume pemakaian EDTA reaksi yang terjadi :
Perhitungan :
Kesadahan total :
MENENTUKAN KESADAHAN MG2+ DAN CA2+
Ambil 3 ml filtrat lumpur diatas, masukkan ke dalam labu titrasi 250 ml.
Tambahkan 25 ml aquadest, 1 ml NaOH 10 N dan 50 mg murexid dalam NaCl.
Titrasi dengan EDTA standart sampai terjadi warna biru.
Catat volome pemakaian EDTA
Reaksi yang terjadi :
Kesadahan Ca ,
epm Ca =
ppm Ca = epm Ca XBA Ca
Kesadahan Mg , ppm Mg =
( epm ( ) – epm ) xBA Mg
MENENTUKAN KANDUNGAN CHLORIDA
Buat lumpur dengan komposisi sebagai berikut :
350 ml aquades + 22.5 gr bentonite + 0.4 ml NaCl
Ambil 2 ml filtrat lumpur tersebut, masukkan kedalam labu titrasi 250 ml.
Tambahkan 25 ml aquades, sedikit serbuk MgO dan 3 tetes larutan .
Titrasi dengan estándar sampai terbentuk warna endapan jingga.
Catat volume pemakaian .
Reaksi yang terjadi :
( s ) ( putih )
( s ) ( merah )
Perhitungan ppm Cl- :
epm =
MENENTUKAN KANDUNGAN ION BESI ( METODE 1 )
Buat filtrat lumpur bor dari campuran sebagi berikut :
350 ml aquadest + 22.5 gram bentonite + 0.1 gram Quebracho
Tuang 5 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia kemudian tambahkan 1 tetes sampai 2 tetes HCl konsentrat.
Tambahkan 0.5 ml larutan Hidrogen Peroxyde, sampai didapat warna kuning muda ( end point ).
Tambahkan 1 ml larutan indikator besi. Timbulnya warna ungu menunjukkan adanya ion besi dalam filtrat lumpur.
Tambahkan 0.5 ml larutan buffer besi. Ukur harga pHnya. Jika terlalu banyak larutan buffer yang ditambahkan maka akan timbul endapan bewarna kecoklatan. Tambahkan satu tetes atau lebih HCl konsentrat sampai endapan hilang.
Titrasi dengan KmnO4 0.1 N seperti langkah 2 ( kuning muda )
PENENTUAN KANDUNGAN BESI ( METODE 2 )
Buat filtrat bor dari campuran sebagai berikut :
350 ml aquadest + 22.5 ml bentonite + 0.1 garm quabracho
Tuangkan 10 ml filtrate Lumpur ke dalam gelas kimia dengan teliti lalu asamkan dengan beberapa tetes HCl pekat.
Tambahkan larutan setetes demi setetes sampai warna kuning dari ion . Tambahkan satu tetes SnCl berlebih setelah terjadi perubahan warna tadi.
Tambahkan 20 ml larutan jenuh HgCl, semuanya sekaligus ( harus terbentuk endapan yang berwarna putih murni ).
Goyang – goyang sedikit supaya zat – zatnya tercampur kemudian diamkan selama 2 menit.
Tambahkan 200 ml air, 6 tetes indikator diphenylamine, dan 5 ml pekat. Lalu titrasikan dengan larutan 0.1 N sampai timbul pertama kali warna coklat atau ungu.
DATA DAN HASIL PERCOBAAN
Dari percobaan di peroleh hasil sebagi berikut :
Tabel 5.1 Hasil Percobaan Analisa Kimia Lumpur Bor
Percobaan
Hasil Percobaan
Alkalinitas
Vol Filtrat = 3 ml
N H2SO4 = 0.02 N
Vol H2SO4 P = 0.05 ml
M = 3.4 ml
Kesadahan total
Vol filtrate = 3 ml
M EDTA = 0.02 M
Vol EDTA = 0.05 ml
Kesadahan Ca2+ dan Mg2+
Vol filtrate = 3 ml
M EDTA = 0.01 M
Vol EDTA = 8 ml
Kandungan klorida
Vol filtrate = 3 ml
N AgNO3 = 0.02 N
Vol AgNO3 = 1 ml
Kandungan Ion Besi (I)
Vol filtrate = 5 ml
N KmnO4 = 0.01 N
Vol KmnO4 = 7 ml
Kandungan Ion Besi (II)
Vol filtrate = 10 ml
N K2Cr2O7 = 0.01 N
Vol K2Cr2O7 = 10 ml
Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Analisa Kimia Lumpur Bor
Percobaan
Hasil Perhitungan
Alkalinitas
22.67 ppm
Kesadahan total
0.33 ppm
Kesadahan Ca2+ dan Mg2+
1066.68 ppm dan 640.08 ppm
Kandungan klorida
236.67 ppm
Kandungan Ion Besi (I)
781.9 ppm
Kandungan Ion Besi (II)
558.5 ppm
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Data–data yang perlu diketahui meliputi tingkat alkalinitas, kesadahan total, kandungan ion Cl, ion Ca, ion Fe, serta pH lumpur bor. Dalam hal ini yang dianalisa hanyalah filtrat lumpurnya, dengan demikian kita dapat menginterpretasikan kondisi reservoir yang sebenarnya dengan konsentrasi zat additive tertentu.
Berdasarkan data di atas didapatkan harga Total Alkalinitas sebesar 22.67 ppm,Kesadahan Total sebesar 0.33 ppm, Kesadahan kalsium 1066.68 ppm dan magnesium 640.08 ppm, Konsetrasi ion klorida sebesar 236.67 ppm, konsentrasi ion besi pada metode I, yaitu 781.9 ppm. Sedangkan pada metode II, kosentrasi ion besi yaitu 558.5 ppm.
PEMBAHASAN SOAL
Dari data diatas, tentukan :
Total Alkalinitas
=
= 22,667 epm
Kesadahan total
=
= 0,333 epm
Kesadahan Ca2+ dan Mg2+
epm Ca2+ =
=
= 26,667 epm
ppm Ca2+ = epm Ca2+ x BA Ca
= 26,667 epm x 24,31
= 648,2747 ppm
epm Mg2+ =
=
= 26,667 epm
Ppm Mg2+ = {epm (Ca2+ + Mg2+) – epm Ca } x BA Mg
= {(26,667 epm + 26,667 epm) – 26,667} x 24,31
= 26,667 epm x 24,31
= 648,2747 ppm
Konsentrasi klorida
= 236,667 ppm
Konsentrasi Ion Besi (I)
=ml.KmnO4 x M KmnO4 x 10005 ml x BA.Fe+
7 ml x 0,01 N x 1000 5 ml x 55,85
=
= 781,9 ppm
Konsentrasi Ion Besi (I)
=
=
= 558,5 ppm
Apa yang dimaksud dengan volume EDTA ?
Jawab: EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic) merupakan volume standar yang diketahui dan yang digunakan sebagai pembanding untuk titrasi.
Jelaskan masing-masing kegunaan alkalinitas, kesadahan, kandungan ion klor, dan ion besi serta analisa kegunaan lumpur pemboran secara umum !
Jawab:
Manfaat Penentuan Alkalinitas
Untuk mengetahui besar konsentrasi hidroksil, bicarbonate dan carbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ion-ion diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk kesistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.
Manfaat Penentuan Kesadahan
Untuk mengetahui besarnya kandungan ion Ca2+ dan Mg2+ pada air, dimana ion-ion tersebut bisa berasal dari lumpur pemboran pada waktu pemboran menembus formasi gypsum.
Manfaat Penentuan Kandungan Ion Klorida
Untuk mengetahui kontaminasi garam yang masuk kesistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air formasi.
Manfaat Penentuan Kandungan Ion Besi
Untuk mengontrol terjadinya korosi pada peralatan pemboran.
Manfaat Penentuan Analisa Kimia Lumpur Pemboran
Digunakan untuk mengontrol kandungan ion tertentu dalam lumpur pemboran yang berpengaruh terhadap sifat fisik lumpur pemboran dan kemudian dilakukan tindakan. Tindakan yang perlu dalam penanggulangannya.
KESIMPULAN
Kontaminasi garam pada lumpur pemboran dapat diketahui dengan metode analisa kandungan ion chlor
Diketahuinya sumber alkalinitas, maka dapat diketahui sifat – sifat kimia lumpur bor tersebut.
Metode utama dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah Titrasi yaitu larutan sampel dibandingkan dengan larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standart)
Perubahan ion-ion tertentu pada lumpur pemboran serta tindak lanjutnya dalam pengontrolan ion-ion dapat diketahui dengan analisa lumpur pemboran.
Semakin cepatnya terjadi korosif pada drill string diakibatkan oleh kandungan ion besi yang tinggi.
BAB VI
KONTAMINASI LUMPUR PEMBORAN
TUJUAN LAPORAN
Mempelajari sifat-sifat fisik lumpur akibat kontaminasi garam, gypsum dan semen.
Mengetahui kontaminasi yang terjadi pada lumpur pemboran.
Mengontrol sifat fisik lumpur akibat kontaminasi.
Memahami cara menanggulangi kontaminasi lumpur.
TEORI DASAR
Sejak digunakannya teknik rotary drilling dalam operasi pemboran dilapangan minyak, lumpur pemboran menjadi faktor penting. Bahkan lumpur pemboran menjadi salah satu pertimbangan dalam mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh sebab itu mutlaklah untuk memelihara atau mengontrol sifat-sifat fisik lumpur pemboran agar sesuai dengan yang diinginkan.
Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran adalah adanya material-material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk kedalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut :
Kontaminasi sodium clorida
Kontaminasi ini sering terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt dome), lapisan garam, lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam yang cukup tinggi atau akibat air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk kedalam sistem lumpur. Akibat adanya kontaminasi ini, akan meengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viscosity, yield point, gel strength dan filtration loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi dengan garam pada sistem lumpur.
Kontaminasi Gypsum
Gypsum dapat masuk kedalam lumpur pada saat pemboran menembus formasi gypsum, lapisan gypsum yang terdapat pada formasi shale dan limestone. Akibat adanya gypsum dalam jumlah yang cukup banyak dalam lumpur pemboran, maka akan merubah sifat-sifat fisik lumpur tersebut seperti viscosity plastic, yield point, gel strength dan fluid loss.
Kontaminasi semen
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemanan yang kurang sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam casing, float collar, dan casing shoe, kontaminasi semen akan mengubah viscosity plastic, yield point, gel strength, fluid loss dan pH lumpur.
Selain dari ketiga kontaminasi diatas, bentuk kontaminasi lain yang dapat terjadi selama operasi pemboran adalah :
Kontaminasi "Hard water", atau kontaminasi oleh air yang mengandung ion calsium dan magnesium yang cukup tinggi.
Kontaminasi carbon Dioxide
Kontaminasi Hydrogen Sulfida
Kontaminasi Oxygen
Dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan sifat fisik lumpur akibat kontamnasi yang sering terjadi sekaligus cara penaggulangannya.
Sebab-Sebab Problem Shale
Penyebab problem shale dapat dikelompokkan berdasarkan tinjauan dari segi lumpur maupun dari segi drilling praktis ataupun mekanis.
Dari segi lumpur telah dijelaskan bahwa hydratable, dispersible dan brittle terjadi karena adanya sifat reaktif shale terhadap air. Instabilitas tersebut dapat dicegah dengan menjaga agar air pada fluida pemboran tersebut tidak bersentuhan dengan shale. Clay sewaktu bersentuhan dengan air akan membentuk muatan negatif yang kuat pada permukaan platenya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya swelling clay sehingga terjadi perubahan sifat-sifat lumpur secara tiba-tiba yang dapat mengganggu jalannya operasi pemboran.
Beberapa penyebab secara meknis, antara lain :
Erosi, karena kecepatan lumpur annulus yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gesekan dengan dinding formasi (sumur) yang terlalu kuat yangdapat menyebabkan runtuhnya dinding lumpur lubang pemboran.
Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang pemboran, hal ini juga dapat menyebabkan dinding lubang pemboran yang getas dan rentan akan runtuh karena seringnya rangkaian pipa bor menggesek lubang pemboran.
Adanya penekanan (pressure surge) atau penyedotan (swabbing) pada saat keluar masuknya rangkaian pipa bor dapat menyebabkan terjadinya sloughing karena adanya perbedaan tekanan secara tiba-tiba saat dilakukan penekanan dan penarikan rangkaian pipa bor.
Tekanan batuan formasi, hal ini berhubungan dengan tekanan abnormal dimana tekanan hidrostatis lumpur pemboran lebih kecil dari tekanan formasi.
Air filtrat atau lumpur yang masuk ke dalam pori-pori formasi batuan menyebabkan batuan mengembang dan terjadi swelling yang akan melemahkan ikatan antar batuan dimana akhirnya dapat menyebabkan terjadinya sloughing.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang pemboran dan shale problem berkaitan erat dengan dua masalah pokok, yaitu adanya tekanan formasi dan kepekaan terhadap lumpur atau air filtrat.
Gejala-gejala umum yang terlihat jika sedang terjadi shale problem antara lain :
Serbuk bor bertambah banyak
Lumpur menjadi lebih kental
Air filtrat bertambah besar
Ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang pemboran
Torsi bertambah besar
Bit balling
Usaha-usaha untuk menanggulangi shale problem antara lain :
Pemakaian lumpur secara tepat, artinya densitas lumpur cukup untuk menahan tekanan formasi, pH sesuai dengan jenis lumpur, semisal untuk lumpur PHPA pH ideal sekitar 8,5 dan untuk CLS pH antara 10 – 11, filtrasi rendah.
Mengurangi kecepatan aliran lumpur pada annulus.
Diusahakan pipa bor benar-benar dalam keadaan tegang
Mengurangi kemiringan lubang pemboran
Menghindari swabbing maupun pressure surge pada saat keluar masuknya pahat.
Dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan sifat lumpur akibat kontaminasi yang sering terjadi sekaligus cara penanggulangannya.
PERALATAN DAN BAHAN
PERALATAN
Fann VG
Baroid Wall building
TesterNeraca
pH indicator
Komprsesor
Gelas Ukur
Mud Mixer
Stop Watch
Titration Disk
Jangka Sorong
Filter Trap
Gambar 6.1 Baroid Wall Building Tester
Gambar 6.2 Fann VG
Gambar 6.3 Filter Paper
Gambar 6.4 Gelas UKur
Gambar 6.5 Jangka Sorong
Gambar 6.6 Kompressor
Gambar 6.7 Mud Mixer
Gambar 6.8 Neraca
Gambar 6.9 PH Indikator
Gambar 6. 10 Stopwatch
Gambar 6.11 Titration disk
BAHAN
Aquades
Bentonite
Nacl
Gypsum
Semen
Soda Ash
Monosodium Phosphate
Caustic Soda
Edta Standar
Murexid
Asam Sulfat
Indikator Phenolphtalin
indikator Methyl Jingga
Gambar 6.12 Asam Sulfat
Gambar 6.13 Aquades
Gambar 6.14 Bentonite
Gambar6.15 CausticSoda
Gambar 6.16 EDTA Standar
Gambar 6.17 Gypsum
Gambar 6.18 Indikator EBT
Gambar 6.19 Indikator methyl Jingga
Gambar 6.20 Indikator Phenolphatelin
Gambar 6.21 larutan Buffer pH 10
Gambar 6.22 Monosodium Phospate
Gambar 6.23 Murexid
6.4. PROSEDUR PERCOBAAN
6.4.1. KONTAMINASI NACL
Buat lumpur standar :
22.5 gr bentonite + 350 cc aquades, ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan Mud cake.
Tambahkan NaCl sebanyak 1 gr kedalam lumpur standar. Ukur pH, Viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan Mud cake.
Lakukan langkah b dengan penambahan NaCl masing-masing 3.5 gr, 7.5 gr dan 17.5 gr. Ukur pH, Viscosity, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
Buatlah Lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 7.5 gr NaCl + 0.5 gr NaOH. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr NaOH. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
6.4.2. KONTAMINASI GYPSUM
Buat lumpur standar : Ukur pH, Viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan Mud cake.
Buatlah Lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 0.225 gr Gypsum. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
Lakukan langkah b dengan penambahan gypsum masing-masing 0.5 gr, 1 gr dan 1.5 gr. Ukur pH, Viscosity, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
Buatlah Lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 1.5 gr Gypsum + 0.2 gr Monosodium Phosphate. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr soda ash.
6.4.3. KONTAMINASI SEMEN
Buat lumpur standar : Ukur pH, Viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan Mud cake.
Buatlah Lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 0.225 gr semen. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
Lakukan langkah b dengan penambahan semen masing-masing 0.5 gr, 1 gr dan 1.5 gr. Ukur pH, Viscosity, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
Buatlah Lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 1.5 gr semen + 0.2 gr Monosodium Phosphate. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr Monosodium Phosphate.
6.5. DATA DAN HASIL PERCOBAAN
Dari percobaan di peroleh hasil sebagi berikut :
Tabel 6.1 Hasil Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran
Komposisi lumpur
Dial reading
Gel Strength
Filtration Loss
600
300
10'
10"
0
7.5
20
25
30
LD
16
9
4
32
1
5
9.5
11
13
LD + 7.5 gr NaCl
43
40
21
25
5
17
25
27
30
LD + 17.5 gr NaCl
19
15.5
8
9
4.5
20
24
28
30
LD + 7.5 gr NaCl + 0.5 NaOH
90
91
25
26
1.8
14
34
37
41
LD + 0.9 gr Gypsum
77
70
73
120
2
9
15
17
18
LD + 1.5 gr Gypsum
35
30
21
25
3.6
15
26
30
32
LD + 15 gr Gypsum + soda ash
75
67
82
92
2
8
16
18
20
LD + 1 gr semen
156
150
162
210
2
9.6
18
20
22
LD + 1.5 gr semen
224
207
30
178
1
8
16
18
19
LD + 1.5 gr semen + NH(H2PO4)
46
29
71
73
2
8
17
17
18
Tabel 6.2 Hasil Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran
Komposisi Lumpur
Tebal mud (mm)
Volume H2 SO4
Volume EDTA (ml)
1
2
3
LD
1.1
1.7
1.7
LD + 7.5 gr NaCl
4
3.9
4.2
LD + 17.5 gr NaCl
4
3.9
4.2
LD + 7.5 gr NaCl + 0.5 NaOH
4.4
4.6
4.6
LD + 0.9 gr Gypsum
1.5
1.5
1.5
0.6
LD + 1.5 gr Gypsum
3.6
3.7
4
1
LD + 15 gr Gypsum + soda ash
2.8
2.9
2.5
5.3
1.1
LD + 1 gr semen
3
3.1
3
1
LD + 1.5 gr semen
3.3
3.4
3.5
0.6
LD + 1.5 gr semen + NH(H2PO4)
2.8
3
3
0.4
Jika lumpur pemboran yang digunakan pada sumur "X" mendapatkan masalah akibat adanya kontaminasi garam gypsum atau semen. Analisa laboratorium menunjukkan hasil seperti tersaji pada tabel diatas.
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Kontaminasi- kontaminasi pada lumpur pemboran dapat mempengaruhi sifat fisik lumpur pemboran tersebut.
Pada percobaan ini parameter-parameter yang berubah antara lain viscositas, gel strength, dan ketebalan mud cake. Yang dimaksud dengan kontaminan yaitu material-material yang tidak diinginkan yang masuk ke dalam lumpur pemboran saat pemboran berlangsung. Kontaminan tersebut dapat berupa NaCl, Gypsum, Semen, dan lain-lain.
Berdasarkan data percobaan diatas, terjadi perubahan nilai gel strength saat terjadi kontaminasi NaCl.
Grafik 6.1. Perubahan Nilai Gel Strength terhadap NaCl
Apabila diagram di atas diamati dapat terlihat jelas bahwa terjadi perubahan nilai gel strength saat terjadi kontaminasi NaCl yaitu nilai gel strength menjadi lebih kecil sehingga ditambagkan NaOH untuk menaikkan kembali nilai gel strength. Pada volume filtrat juga terjadi perubahan yaitu semakin banyak sehingga tebal mud cake juga bertambah dan saat ditambahkan NaOH, volume filtrat dan tebal mud cake tidak semakin kecil tapi semakin besar.
Dalam keadaan di lapangan, perubahan tebal mud cake menjadi suatu masalah. Apabila mud cake terlalu tebal maka akan menyebabkan pipa terjepit.
Kontaminasi NaCl juga dapat mempengaruhi viscositas dan gel strength lumpur. Dalam aplikasinya di lapangan apabila nilai dari Gel Strength terlalu besar dapat mempersulit sirkulasi lumpur pemboran, juga akan menambah beban pompa sirkulasinya serta mempersulit pemisahan cutting.
Grafik 6.2. Kontaminasi Gypsum
Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwa saat terjadi kontaminasi gypsum, nilai gel strength, filtration loss dan mud cake semakin besar. Kemudian ditambahkan soda ash dan terlihat bahwa nilai gel strength menjadi semakin kecil namun volume filtrat semakin besar sehingga mud cake semakin tebal.
Diagram 6.3 Kontaminasi Semen
Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwa saat terjadi kontaminasi semen, nilai gel strength, filtration loss dan mud cake semakin besar. Kemudian ditambahkan NH(H2PO4) dan terlihat bahwa nilai gel strength menjadi semakin kecil. Selain itu, penambahan NH(H2PO4) juga menyebabkan volume filtrat semakin kecil setelah terjadinya kontaminasi dan mud cake semakin kecil pula.
Dalam pemboran, kontaminasi gypsum dan semen dapat menyebabkan perubahan dari sifat-sifat fisik lumpur pemboran yaitu viscositas plastic, gel strength, filtration loss dan pembentukan mud cake sehingga perlu ditambahkan additive untuk menanggulangi masalah kontaminasi tersebut.
PEMBAHASAN SOAL
Apa yang saudara dapat simpulkan tentang perubahan sifat fisik lumpur setelah terkontaminasi?
Jawab: Perubahan sifat fisik lumpur dipengaruhi adanya material-material yang tidak sesuai / tidak diinginkan masuk kedalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan, biasanya terjadi pada saat pemboran menembus lapisan gypsum dan juga karena operasi penyemenan yang kurang sempurna.
Jika tidak di tanggulangin apa yang terjadi dengan pemboran sumur "X" selanjutnya?
Jawab: Jika tidak ditanggulangin yang terjadi dengan pemboran sumur "X" selanjutnya adalah adanya kandungan gypsum dalam jumlah besar di dalam lumpur pemboran. Maka akan berubah sifat-sifat fisik lumpur seperti viscositas plastic, yield point, gel strength, dan filtration loss.
Jika ingin menanggulangin setiap jenis kontaminan, langkah apa yang saudara lakukan ! (Analisa untuk masing-masing kontaminan)
Jawab:
Kontaminasi Gypsum : Penambahan soda ash agar mud cake menjadi lebih tipis sehingga akan menjadi lebih tipis dan menjadi bantalan bagi pipa pemboran.
Kontaminasi Sodium Klorida : Dengan sifat water atau oil base mud
Kontaminasi Hard Water : Filtrasi pada saat lumpur di sirkulasikan.
Kontaminasi CO2 : yaitu dengan menggunakan CO2 breaker.
Jika perlu ditambahkan bahan-bahan additive. Sebutkan dan jelaskan macam bahan additive tersebut dan berikan contohnya!
Jawab:
a. Extander
Merupakan additive yang digunakan untuk membuat volume slurry menjadi lebih banyak untuk setiap sak semen, karena diperlukannya penambahan air dengan tujuan untuk mengurangi density. Contoh : bentonite , pozzolan.
b. Retarder
Merupakan additive yang digunakan untuk memperpanjang waktu pemompaan , misalnya untuk zona-zona yang temperaturnya besar, karena temperature mempercepat reaksi kimia antara semen dan air hingga thickening time lebih singkat. Retarder juga digunakan untuk semen-semen yang diberi tambahan additive bersifat menghisap air agar thickening time tidak berkurang karena penambahan additive.
c. Acceleration
Merupakan additive yang ditambahkan dengan tujuan mempercepat thickening time. Biasanya additive ini digunakan pada pemboran untuk sumur dengan temperature rendah dan dangkal. Contoh: CaCl2 , NaCl pada konsentrasi rendah, campuran garam chlorite dan densified cement.
d. Low Filtration Additive
Merupakan additive yang digunakan untuk mengontrol pengendapan padatan bila ada perbedaan tekanan yang besar antara slurry dan zona yang mempunyai permeabilitas tinggi, karena air pada slurry akan meresap masuk kedalam zona tersebut. Hal ini dapat menyebabkan slurry mengalami premature dehydration. Contoh: Bentonite dan CMHEC.
e. Loss Circulation Additive
Merupakan additive yang di tambahkan untuk mengatasi masalah loss circulation. Material ini bisa berupa wood fiber, raw cattong yang nantinya di gunakan untuk menutup rekahan atau fracturing pada zona loss.
f. Pemberat
Merupakan additive yang ditambahkan untuk penyemenan pada sumur-sumur dengan formasi bertekanan tinggi yang mepunyai densitas semen. Contoh: Barite, Ilmenite
Apakah tujuan dari ditambahkannya soda ash pada komposisi lumpur dasar dan gypsum?
Jawab: Untuk menipiskan mud cake, menambah volume H2SO4, volume EDTA, menaikkan gel strength dan menuunkan filtration loss.
Apakah NH (H2PO4) itu? Jelaskan maksud dari penambahan NH (H2PO4) tersebut pada komposisi lumpur dan semen !
Jawab: NH (H2PO4) adalah monosodium phospat yang merupakan additive yang ditambahkan pada lumpur sebagai cara penanggulangannya lumpur yang berkontaminasi semen.
Jelaskan terjadinya Kontaminasi Oksigen dan CO2 ?
Jawab: - Kontaminasi Oksigen terjadi karena pemboran menembus formasi yang mengandung oksigen. Akibatnya akan menyebabkan korosi pada peralatan pemboran. Penanggulangannya dengan menggunakan O2 breaker.
- Kontaminasi CO2 disebabkan karena pemboran menembus lapisan yang mengandung CO2. Akibatnya akan terjadi korosi pada peralatan pemboran. Penanggulangannya yaitu dengan menggunakan CO2 breaker.
Jelaskan pengaruh fisik lumpur terhadap perunbahan :
a. PH
b. Kesadahan
c. Alkalinitas
Jawab:
a. PH
Penurunan PH dapat menyebabkan gangguan pada sifat fisik lumpur dimana jika PH kurang dari 7 (cenderung asam) maka akan menyebabkan korosi pada peralatan pemboran.
b. Kesadahan
Jika pemboran menembus formasi yang banyak mengandung Ca2+ dan Mg2+ sehingga dapat menyebabkan berubahnya sifat-sifat lumpur pemboran.
c. Alkalinitas
Jika lumpur sumbernya berasal hanya dar OH- menunjukan lumpur tersebut stabil dan kondisinya baik. Jika sumbernya berasal dari CO23- maka lumpur tidak stabil tapi masih bisa dikontrol. Jika lumpur mengandung HCO3- maka kondisi lumpur tersebut sangat jelek.
6.7. KESIMPULAN
Jenis kontaminasi yang sering terjadi ialah kontaminasi Sodium Chllorida, Gypsum,Semen, Hard Water, CO2, O2, dan H2S.
Dial reading 600 rpm pada table data hasil percobaan maksudnya adalah pembacaan skala penyimpangan maksimum pada FV setelah mencapai keseimbangan pada kecepatan 600 rpm.
Dial reading 300 rpm pada table data hasil percobaan maksudnya adalah pembacaan skala penyimpangan maksimum pada FV setelah keseimbangan pada kecepatan 300 rpm.
Gel strength pada 10 menit selalu lebih besar dari gel strength 10 detik karena gel strength dihasilkan karena adanya gaya tarik – menarik pada plat clay sehingga seiring bertambahnya waktu akan semakin meningkatkan gel strength
perubahan terhadap rheology lumpur, pH, viscositas plastic, gel strength, filtration loss, dan tebal mud cake dapat disebabkan oleh Kontaminasi lumpur pemboran.
kontaminasi Lumpur pemboran dapat ditanggulangi dengan melakukan zat additive ditambahkan ke dalam lumpur pemboran, seperti Soda Ash, NaOH, dan Monosodium Phosphate (NH(H2PO4)
BAB VII
PENGUKURAN HARGA MBT
( METHYLENE BLUE TEST )
TUJUAN PERCOBAAN
Untuk menentukan kemampuan clay dalam mengikat kation dari suatu larutan.
Menentukan harga CEC (Cation Exchange Capacity) atau KTK (kapasiats tukar kation).
Mengetahui mineral – mineral clay dan kapasitas tukar kationnya.
Mengetahui kegunaan Methylene Blue Test pada lumpur pemboran.
TEORI DASAR
Shale adalah batuan sedimen yang terjadi dari endapan-endapan lempung (clay). Pengembangan mineral clay sebagai akibat terjadinya invasi fasa cair dari Lumpur ke dalam formasi yang mengandung clay reaktif terhadap air.
Lempung (clay) merupakan batuan sedimen klastik yang berasal dari pelapukan batuan beku atau metamorf. Ukuran clay lebih kecil 1/256 mm menurut skala Wentworth. Mineral calay merupakan campuran matrix dan semen, serta kadang-kadang mendominasi batuan sebagai batu lempung (clay stone).
Sifat kimia mineral clay yang paling penting adalah kemampuan penyerapan anion dan kation tertentu yang kemudian merubahnya ke lain anion dan kation dengan pereaksi suatu ion di dalam air (Ionic Exchange Capacity). Reaksi pertukaran tejadi disekitar sisi luar dari unit struktur silica alumina.
Seperti kebanyakan metode pengukuran kation, tes dengan menggunakan methylene blue digunakan untuk mengukur total kapasitas pertukaran kation dalm suatu sistem clay, dimana pertukaran kation tersebut tergantung dari jenis dan kristal salinitas mineral, pH larutan, jenis kation yang diperlukan dan konsentrasi kandungan mineral yang terdapat didalam clay.
Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari kekuatan ikatan-ikatan ion-ion berikut ini :
Li+
Harga pertukaran kation yang paling besar dimilki oleh mineral allogenic (pecahan batuan induk). Sedangkan yang paling kecil dimiliki oleh mineral authogenic (proses kimiawi). Kapasitas tukar kation dari beberapa jenis mineral clay dapa dilihat dari tabel 7.1.
Sedangkan laju reaksi pergantian kation tergantung pada jenis kation yang dipertukarkan dan jenis serta kadar mineral clay (konsentrasi ion).
Adapun hal yang menyebabkan mineral clay memiliki kapasitas tukar kation adalah :
Adanya ikatan yang putus disekeliling sisi unit silika alumina, akan menimbulkan muatan yang tidak seimbang sehingga agar seimbang kembali (harus bervalensi rendah) diperlukan penyerapan kation.
Adanya subtitusi alumina bervalensi tiga didalam kristal untuk silika equivalen serta ion-ion bervalensi terutama magnesium didalam struktur tetrahedral.
Penggantian hydrogen yang muncul dari gugusan hidroksil yang muncul oleh kation-kation yang dapat ditukar-tukarkan (exchangeable). Untuk fakta ini masih disangsikan kemungkinannya karena tidak mungkin terjadi pertukaran hidrogen secara normal.
Tabel 7.1
Kapasitas Tukar Kation Dari Beberapa Jenis Mineral Clay
Jenis Mineral Clay
Kapasitas Tukar Kation
Meq/100 gram
Kaolinite
3-15
Halloysite.2H2O
5-10
Halloysite.4H2O
10-40
Montmorillonite
80-150
Lllite
10-40
Vermiculite
100-150
Chlorite
10-40
Spiolite-Attapulgite
20-30
Reaksi pertukaran kation kadang-kadang bersamaan dengan terjadinya sweeling. Jika permukaan clay kontak dengan air dan menganggap bahwa satu plat clay terpisah dari matriknya, maka ion-ion yang bermuatan positif (kation) akan meninggalkan plat clay tersebut.
Karena molekul air adalah polar maka molekul air akan ditarik balik oleh kation yang terlepas maupun plat clay dan molekul air yang bermuatan positif akan ditarik oleh plat claynya sendiri, sehingga seluruh clay akan mengembang.
Kemampuan terjadinya pertukaran mineral clay dapat disebabkan oleh penarikan dan pertukaran kation. Permukaan koloid mineral yang bermuatan negatif akan menarik kation-kation membentuk lapisan atau medan yang disebut "diffuse ion layers". Interaksi diffuse ion layers pada partikel yang berdekatan memberikan petunjuk mengenai sifat-sifat swelling clay, plasticity dan konsentrasi kandungan air dalam clay.
Ketidakstabilan lubang bor pada formasi umumnya disebabkan oleh dua hal yaitu imbibisi dengaan konsekuensi swelling dan penutupan lubang bor. Sedangkan penyebab kedua adalah faktor mekanisme yang disebabkan oleh rotasi drill string dan aliran fluida pemboran di annulus yang akan menggerus dinding lubang bor sehingga akan mengganggu kestabilan lubang bor.
Imbibisi air adalah hal yang paling umum dan hal ini terjadi karena dua hal yaitu : Crystalin Hydrational Force dan Osmotic Hydrational Force. Crystalin Hidrational force adalah gaya-gaya yang berasal dari substitusi elemen di lapisan tengah clay. Gaya ini sangat sulit diatasi, karena air di ekstrasikan kemuka plate yang sama besarnya dengan arah ke sisi plate. Osmotic hydrational force terjadi bila terjadi perbedaan konsentrasi ion antara formasi dengan fluida pemboran, dimana air akan tertarik dari lumpur ke dalam formasi.
Operasi pemboran yang menembus lapisan shale akan mempunyai permasalahan tersendiri. Permasalahan tersebut meliputi penjagaan agar shale tetap stabil, tidak longsor atau runtuh. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dengan runtuhnya shale tersebut didalam lubang bor diantaranya adalah :
Terjadinya pembesaran lubang bor.
Terjadinya permasalahan dalam pembersihan lubang bor.
Rangkaian pipa bor terjepit.
Kebutuhan akan lumpur menjadi bertambah, sehingga tidak ekonomis.
Kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan logging, bridges dan fill up.
Shale biasanya terdiri dari lumpur, silt dan clay (lempung) yang merupakan hasil endapan didalam marine basin. Shale dalam bentuknya yang lunak atau bercampur dengan air disebut clay. Dan apabila clay yang terjadi terletak pada suatu ke dalaman tersebut terdapat tekanan dan temperatur yang tinggi, maka endapan clay tersebut akan mengalami perubahan bentuk ini disebut shale. Perubahan bentuk yang lain, misalnya karena metamorfosa yang disebut slate, phylite atau mika schist. Berdasarkan kandungannya, apabila shale tersebut mengandung banyak pasir disebut dengan carbonaceous shale. Shale juga mengandung berbagai jenis clay mineral dimana sebagian diantaranya berdehidrasi tinggi. Sedangkan pengaruh dehidrasi yang tinggi tersebut disebabkan karena shale mengandung banyak mineral montmorillonite. Shale yang berdehidrasi tinggi ini biasanya terdapat dalam formasi yang relatif dangkal atau tidak dalam. Gejala-gejala problem shale dapat dilihat sebagai berikut :
Di atas shale-skakus terdapat banyak runtuhan-runtuhan shale yang berasal dari dinding lubang bor.
Kenaikan pada tekanan pompa karena di annulus diisi oleh banyak runtuhan-runtuhan shale.
Kenaikan torsi (torqoe) dan drag, biasanya diikuti dengan tig conection. Hal ini dapat menyebabkan terjepitnya pipa karena saat pompa dihentikan reruntuhan shale akan jatuh ke bawah dan terkumpul di sekitar drill collars.
Seperti yang diketahui bahwa formasi shale mengandung mineral clay. Clay bersifat expanding dan non expanding bila bertemu air. Untuk mengetahui tingkat reaktif clay dapat dilakukan pengujian dengan Methylene Blue Test (MBT), X-Ray Diffraction dan Scanning Electron Microscope.
Pada lumpur PHPA pengukuran methylene blue tes harus dilakukan pada angka 15 – 25 lb/bbl (42,8 – 71,3 kg/m3). Apabila MBT lebih kecil daripada 20 lb/bbl disebut ideal. Namun jika lebih tinggi dari 20 lb/bbl akan mengakibatkan angka-angka rheology yang tinggi dan akan memerlukan pengenceran atau deflokulasi yang tinggi.
Kontrol fluida pemboran dengan seksama diperlukan pada beberapa pengukuran yang dilakukan untuk memberikan informasi tentang sifat dan jenis clay yang terdapat dalam lumpur, dan diperlukan pula informsi yang sama yaitu tentang lapisan clay dan shale yang sedang dibor yang menjadi bagian pada sistem lumpur yang digunakan. Methylene blue tes merupakan pengukuran untuk kapasitas perpindahan kation (CEC) untuk clay.
PERALATAN DAN BAHAN
PERALATAN
Timbangan
Gelas ukur 50 cc
Gelas erlenmeyer 200 cc
Magnet batang
Hot plate
Multi magnetiser
Pipet
Buret titration
Kertas saring
Stopwatch
Gambar 7.1. Erlenmeyer
Gambar 7.2. Magnet Batang
BAHAN
Bentonite
aquades
H2SO4 5 N
Methylene Blue
Gambar 7.3 Aquades
Gambar 7.4. Bentonite2
Gambar 7.5 H2SO4 5 N
Gambar 7.6 Methylene Blue
PROSEDUR PERCOBAAN
Timbang 1 gr clay sudah siap untuk dianalisis mesh 270 (baik setelah teraktivasi maupun sebelum teraktivasi) kedalam Erlenmeyer flask 250 cc.
Kemudian tambahkan 50 cc aquades dan diaduk dengan menggunakan magnetisie sambil ditetesi katalisator asam sulfat 5N sebanyak 10 tetes.
Kemudian didihkan diatas hotplate selama 10 menit sambil diaduk.
Sampel tersebut kemudian titrasi dengan penambahan larutan methylene blue setiap 5 cc dan diaduk selama 30 detik dan kemudian ambil sampel dengan pipet dan teteskan diatas kertas whatman sampai terdapat lingkaran dua warna biru yang berbeda (biru tua dan biru muda).
Setelah terjadi dua warna lingkaran biru tua dan biru muda selanjutnya dikocok manual selama kurang lebih 2 menit apakah warna tersebut berubah atau hilang. Jika tidak ada perubahan berarti titrasi berakhir.
Jika setelah dikocok 2 menit dua lingkaran tersebut berubah, maka lakukan kembali langkah d dan seterusnya.
Kemudian catat pertukaran kation dari larutan tersebut yang besarnya sama dengan jumlah cc dari larutan titrasi methylene blue dalam satuan meq/100 gram.
DATA DAN HASIL PERHITUNGAN
Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berikut :
Harga kapasitas tukar kation bentonite indobent : 75 meq/100 gr
Harga kapasitas tukar kation bentonite baroid : 48 meq/100 gr
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Pada percobaan pengukuran harga Methylene Blue Test (MBT) dapat diketahui harga Cation Exchange Capacity (CEC) atau kapasitas tukar ion (KTK) adalah kemampuan yang dimiliki mineral clay.
Berdasarkan data percobaan, ada dua jenis bentonite yaiu bentonite indobent dan bentonite baroid. Nilai tukar kation dari bentonite indobent adalah 75 meq/100 gr dan bentonite baroid adalah 48 meq/100 gr.
Baik buruknya dari kedua nilai tukar kation bentonite di atas tergantung dari kepentingan. Kalau menyerap air atau bereaksi dengan lingkungan ion sekelilingya berarti Bentonit Indobent lebih bagus. Tapi jika diinginkan tidak terlalu reaktif, berarti Barid lebih bagus.
PEMBAHASAN SOAL
Bandingkan dari 2 jenis Bentonite tersebut mana yang lebih bagus?
Jawab: Dilihat dari data percobaan maka bentonite yang lebih bagus bentonite indobent, karena memiliki harga kapasitas tukar kationn lebih tinggi, yaitu 75 meq/100 gr dibandingkan dengan bentonite baroid.
KESIMPULAN
Cation Exchange Capacity atau kapasitas tukar kation merupakan kemampuan atau total kapasitas pertukaran kation dari suatu system clay.
Swelling adalah peristiwa pengembangan volume clay karena adanya kontak dengan air.
Dari kedua bentonite diatas, bentonite indobent dan bentonite baroid, bentonite baroid lebih bagus karena memiliki nilai tukar kation yang lebih kecil sehingga kemungkinan terjadinya swelling lebih kecil (clay berada pada formasi).
Kapasitas tukar kation akan berbanding lurus dengan peristiwa clay swelling
Harga MBT dipakai untuk mengukur total kapasitas pertukaran kation dari suatu sistem clay dan dari nilai tukar kation tersebut dapat diprediksikan terjadinya swelling
BAB VIII
PEMBAHASAN UMUM
Densitas merupakan salah satu sifat fisik pada lumpur pemboran yang penting sehingga perlu selalu dikontrol. Karena fungsi dari densitas adalah untuk menahan tekanan formasi. Apabila densitas terlau besar akan menyebabkan lost circulation dan akan menyebabkan kick apabila densitas terlalu kecil. Penambahan barite dan calcium carbonat akan menaikkan harga densitas.
Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah densitas lumpur yang tersirkulasi kepermukaan akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu setelah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan terutama menghilangkan partikel-partikel yang masuk kedalam lumpur selama sirkulasi. Alat-alat yang biasanya disebut "conditioning equipment"
Dalam percobaan ini ditambahkan barite dan calcium carbonat ke dalam lumpur, sehingga dapat dilihat ketika ditambahkan barite 2 gram ke dalam komposisi lumpur, maka densitas naik menjadi 8.70 dan jika ditambah 5 gram barite akan menaikkan densitas menjadi 8.75. Namun penambahan kedalam lumpur tidak meningkatkan kandungan pasir. Kandungan pasir akan naik jika ditambahkan bentonite ke dalam lumpur. Dapat dilihat ketika ditambahkannya bentonite 10gram, maka kandungan pasir naik dengan cukup tinggi yaitu 0.75 %.
Viscositas dan gel strength juga merupakan sifa-sifat fisik lumpur pemboran yang perlu dikontrol. Apabila nilai gel strength suatu lumpur terlalu besar dapat mempersulit sirkulasi, akan menambah beban pompa sirkulasi dan mempersulit pemisahan cutting. Namun gel strength dibutuhkan untuk menahan cutting saat tidak ada sirkulasi. Pada percobaan ini, pada lumpur pemboran ditambahkan dua jenis additive yang berbeda yaitu dextid dan bentonite. Pada saat ditambahkan dextrid dan bentonite terjadi perubahan nilai viscositas plastic, yiled point serta gel strength yang dimana nilai dari ketiganya menjadi lebih besar dibandingkan keadaan pada lumpur awal. Dari kedua additive, bentonite dan dextrid. Terdapat perubahan nila gel strength yang signifikan yaitu pada bentonite daripada dextrid, karena bentonite ditambahkan dalam jumlah yang lebih banyak daripada dextrid.
90
90
Viskositas yang diukur dengan marsh funnel adalah waktu dalam detik yang dibutuhkan oleh 0,9463 liter fluida untuk mengalir keluar dari corong marsh funnel tidak dapat memberikan gambaran lengkap rheology suatu fluida, maka biasa digunakan untuk membandingkan fluida yang baru dengan kondisi sekarang.
Filtrasi dan mud cake adalah factor yang penting yang harus diperhatikan dalam suatu pemboran. Apabila filtration loss dan mud cake tidak dikontrol maka akan menimbulkan berbagai masalah baik selama pemboran maupun evaluasi pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang terlalu tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar, sedangkan filtrate akan menyusup ke formasi yang akan menyebabkan damage pada formasi. Pada percobaan filtrasi dan mud cake, lumpur pemboran ditambahkan tiga jenis additive yang berbeda yaitu dextrid, bentonite, dan quebracho. Dari penambahan ketiga additive tersebut terlihat pengurangan volume filtrat pada lumpur pemboran.
Perubahan kandungan ion-ion tertentu dalam pemboran akan berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik lumpur pemboran. Analisa kimia lumpur pemboran perlu dilakukan untuk mengontrol kandungan ion-ion tersebut. Data–data yang perlu diketahui meliputi tingkat alkalinitas, kesadahan total, kandungan ion Cl, ion Ca, ion Fe, serta pH lumpur bor. Dalam hal ini yang dianalisa hanyalah filtrat lumpurnya, dengan demikian kita dapat menginterpretasikan kondisi reservoir yang sebenarnya dengan konsentrasi zat additive tertentu. Reaksi kimia dipengaruhi oleh lingkungannya, yang pada prinsipnya reaksi kimia ini dipengaruhi oleh karakteristik pH lumpur. Penganalisaan kimia alkalinitas meliputi penetuan total alkalinity, CO3-2 alkalinity, OH- alkalinity, dan HCO3- alkalinity.
91
91
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas ini kita bisa mengetahui konsentrasi hidroksil, bikarbonat dan karbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ion-ion ini diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk kesistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.
Air yang mengandung sejumlah besar ino Ca2+ dan Mg2+ dikenal sebagai Hard water atau air sadah. Ion-ion ini bisa berasal dari lumpur pada waktu memberi formasi gypsum (CaSO4.2H2O).
Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur adalah adanya material-material yang tidak diinginkan yang masuk kedalam lumpur pemboran atau yang disebut kontaminan. Kontaminan tersebut dapat berupa NaCl, Gypsum, Semen, dan lain-lain. Pada percobaan ini parameter-parameter yang berubah antara lain viscositas, gel strength, dan ketebalan mud cake.
Selain dari ketiga kontaminasi diatas, bentuk kontaminasi lain yang dapat terjadi selama operasi pemboran adalah:
Kontaminasi Hard Water
Kontaminasi Carbon Dioxide
Kontaminasi Hydrogen Sulfida
Kontaminasi Oxygen
Kontaminasi Air
Kontaminasi Minyak
92
92
Ketika lumpur dasar terkontaminasi oleh kontaminan-kontaminan seperti NaCl, Gypsum, dan semen. Pada saat terkontaminasi terjadi perubahan nilai gel strength, filtration loss, dan penambahan ketebalan mud cake. Pada pemboran nilai gel strength yang terlalu besar dapat menambah beban pompa sirkulasi, dan juga mempersulit pengangkatan cutting. Salah satu cara menanggulanginya adalah menambahkan zat additive yang dapat mengurangi gel strength yang terlalu besar, seperti soda ash, NH(H2PO4), dan NaOH.
Sifat kimia mineral clay yang paling penting adalah kemampuan penyerapan anion dan kation tertentu yang kemudian merubahnya ke lain anion dan kation dengan pereaksi suatu ion di dalam air (Ionic Exchange Capacity). Reaksi pertukaran terjadi disekitar sisi luar dari unit struktur silica alumina.
Methylene Blue Test atau uji metilen biru digunakan untuk menentukan/mengukur harga KTK atau kapasitas tukar kation dari suatu sistim clay. Pada praktikum MBT dilakukan uji metilen biru terhadap dua jenis zat additive, yaitu bentonite indobent dan bentonite baroid. Pada saat pengujian didapat hasil harga KTK bentonite indobent 75 meq/100gr dan harga KTK bentonite baroid 48 meq/100gr. Bentonite indobent terlalu reaktif Karena memiliki harga KTK besar, dibandingkan dengan bentonite baroid yang yang tidak terlalu reaktif karena memiliki harga KTK kecil.
Baik buruknya dari nilai tukar kation tergantung dari kepentingan. Jika diinginkan suatu clay yang reaktif, maka clay yang memiliki KTK tinggi lebih bagus. Namun jika diinginkan yang tidak terlalu reaktif clay yang memiliki KTK rendah lebih bagus.
93Adapun hal yang menyebabkan mineral clay memiliki kapasitas tukar kation adalah:
93
Adanya ikatan yang putus disekeliling sisi unit silica alumina, akan menimbulkan muatan yang tidak seimbang ,sehingga agar seimbang kembali (harus bervalensi rendah) diperlukan penyerapan kation.
Adanya Substitusi alumina bervalensi tiga didalam kristal untuk silica equivalen serta ion-ion bervalensi terutama magnesium didalam struktur tetrahedral.
Penggantian hydrogen yang muncul dari gugusan hidroksil yang muncul oleh kation-kation yang dapat ditukar-tukarkan (exchangeable).Untuk fakta ini masih disangsikan kemungkinannya karena tidak mungkin terjadi pertukaran hydrogen secara normal.
Reaksi pertukaran kation kadang-kadang bersamaan dengan terjadinya swelling. Jika permukaan clay kontak dengan air dan menganggap bahwa satu plat clay terpisah dari matrknya, maka ion-ion yang bermuatan positif (kation) akan meninggalkan plat clay tersebut. Karena molekul air adalah polar maka molekul air akan ditarik balik oleh kation yang terlepas maupun plat clay dan molekul air yang bermuatan positif akan ditarik oleh plat claynya sendiri, sehingga seluruh clay akan mengembang.
BAB IX
KESIMPULAN UMUM
Kadar pasir atau sand content dapat berpengaruh pada harga densitas.
Lumpur pemboran adalah fluida yang dirancang khusus untuk operasi pengeboran sehingga operasi pengeboran tercapai hasil yang diinginkan.
Fungsi Lumpur Pemboran adalah :
Membersihkan dasar lubang bor dan serbuk bor.
Mengankat serbuk bor ke permukaan
Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring
Membantu stabilitas formasi
Mengontrol tekanan formasi
Membantu dalam evaluasi formasi produktif
Melindungi formasi produktif.
Penambahan barite dan calcium carbonat pada lumpur pemboran digunakan untuk menaikkan densitas dan dapat mempengaruhi kandungan pasir pada lumpur pemboran.
Gel strength yang besar dapat mempersulit sirkulasi, akan menambah beban pompa sirkulasi dan mempersulit pemisahan cutting.
Penambahan dextrid dan bentonite pada lumpur pemboran digunakan untuk menaikkan nilai viscositas dan gel strength dimana nilai gel strength pada saat 10 menit selalu besar dibandingkan saat 10 detik menunjukkan bahwa perubahan nilai gel strength berbanding lurus dengan waktu.
95Penambahan dextride dan bentonite ke lumpur dasar dapat meningkatkan harga pH dan menanbah ketebalan mud cake.
95
Penambahan quebracho kedalam lumpur dasar dapat menurubkan pH dan mengurangi tebal mud cake.
Metode utama dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah Titrasi yaitu membandingkan larutan sampel dengan larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standart).
Perubahan kandungan ion-ion tertentu dalam lumpur pemboran akan berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik lumpur pemboran.
Pengukuran sifat kimia lumpur pemboran digunakan untuk menganalisa dampak yang terjadi pada lumpur pemboran, peralatan pemboran dan formasi yang mengalami kontak dengan lumpur pemboran.
Jenis kontaminasi yang sering terjadi dalam lumpur prmboran ialah kontaminasi Sodium Chllorida, Gypsum, Semen, Hard Water, CO2, O2,dan H2S.
Kontaminasi NaCl, gypsum, dan semen berpengaruh pada perubahan nilai gel strength, filtration loss, dan ketebalan mud cake.
Kontaminasi garam, gypsum dan semen dapat merubah sifat-sifat fisik dari lumpur pemboran seperti viskositas, gel strength, volume filtrate dan tebal mud cake yang terbentuk.
Kontaminasi semen menyebabkan nilai gel strength, volume filtrate, dan tebal mud cake semakin besar.
Untuk mengatasi kontaminasi garam, gypsum, dan semen maka perlu ditambahkan additive karena lumpur pemboran yangtelah mengalami perubahan sifat-sifat fisiknya tidak dapat digunakan pada operasi pemboran.
Kapasitas tukar kation adalah kemampuan atau total kapasitas pertukaran kation dari system suatu dimana apabila terjadi kontak dengan air akan terjadi swelling (pengembangan volume clay).
Harga kapasitas tukar kation bentonite baroid kecil dan tidak bersifat reaktif.
Nilai tukar kation yang lebih kecil lebih bagus dibandingkan nilai tukar kation yang besar karena kemungkinan terjadinya swelling kecil (clay berada pada formasi).
Pada pengukuran MBT ada Bentonite Indobent yang memiliki Kapasitas Tukar Kation lebih besar dari pada bentonite baroid. Bentonit indobent baik dalam menyerap air dan bereaksi dengan lingkungan ion disekelilingnya.
DAFTAR PUSTAKA
Fuad Ansori, Mohammad. 2011. Laporan Resmi Praktikum Analisa Lumpur Pemboran. STT-MIGAS Balikpapan : Balikpapan.
http://icalestar.blogspot.com/2011/06/teknik-pemboran.html
http://migasnet04badruz777.blogspot.com/2011/06/sifat-fisik-lumpur.html
http://migasnet04-uum8035.blogspot.com/2010/01/lumpur-pemboran-fungsi-sifat-sifat.html
Waruni K., S.T., M.T., Mayda, 2009. Buku Petunjuk Praktikum Analisa Lumpur Pemboran. STT-MIGAS Balikpapan : Balikpapan.