ACARA XI
PERAWATAN LARVA
Oleh :
Nama : Sugiarto
NIM : B0A015036
Kelompok : I (satu)
Asisten : Deva Febrian
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PEMBENIHAN PERIKANAN
TAWAR
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI D-III BIOLOGI - PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
PURWOKERTO
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pasar ikan gurami mengandalkan pada permintaan domestik. Prospek bisnisnya cukup menjanjikan mengingat permintaan dari masyarakat yang cukup besar. Ikan gurami lebih digemari dijual dalam keadaan hidup atau segar, dan biasanya harganya juga lebih tinggi dalam keadaan hidup. Sementara itu, belum diperoleh informasi mengenai diversifikasi produk olahan dari ikan ini kecuali dalam bentuk fillet. Peranan Balai Benih Ikan dalam rangka pengembangan ikan gurami dilaksanakan antara lain berupa penyediaan induk dan benih unggul dan pengenalan teknologi budidaya secara intensif kepada pembudidaya ikan. Langkah pengembangan selanjutnya yang masih perlu digarap adalah aspek pemasaran baik di pasar domestik maupun ekspor (Wijaya, 2000).
Larva ikan yang baru keluar dari cangkang (prolarva) yang belum memiliki bukaan mulut, sirip belum terbentuk sempurna, membawa kuning telur sebagai cadangan makanan. Lama masanya menjadi prolarva atau sampai habis kuning telur bervariasi untuk setiap spesies ikan, biasanya sekitar 3-7 hari. Cepat lambatnya habis makanan berupa kuning telur itu dipengaruhi oleh jumlah kuning telur yang dibawah telur, faktor fisiologis selama periode embriologi, kondisi lingkungan seperti suhu perairan dan sifat dari spesies ikan itu sendiri (Pulungan, 2012).
Kemampuan untuk mengetahui umur dari suatu individu ikan telah dimulai beberapa ratus tahun yang lalu. Larva mengalami masa peralihan antara fas primitif dengan fase definitive. Fase primitif artinya sebagian organ tubuhnya belum terbentuk secara sempurna dan belum dapat difungsikan dengan baik, sedangkan fase definitive yaitu bentuk individu baru yang sudah memiliki bentuk tubuh secara sempuran dan semua organ tubuh telah berfungsi seperti yang terdapat pada induknya (Gusrina, 2008).
Tujuan
Tujuan praktikum kali ini yaitu Tujuan dari praktikum ini yaitu :
Meningkatkan kelangsungan hidup larva.
Menghitung nilai kelangsungan hidup larva.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Tirta dan Riski (2002), air dalam akuarium harus selalu diganti. Frekwensi penggantian air dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Anak gurami yang mulai besar dengan ukuran diatas 1,5 cm, penggantian air dilakukan pada sore dan malam hari. Penggantian air ini dilakukan untuk mengganti air yang telah kotor karena sisa pakan dan kotoran dari benih ikan. Volume air yang diganti sebanyak ¼ bagian dari volume air dalam Akuarium. Pada saat penggantian air, kotoran yang berada didasar akuarium dibersihkan dengan cara disipon menggunakan selang plastik kecil yang berdiameter 5 – 10 mm. Pada ujung selang diberi kain kasa agar ikan tidak tersedot keluar. Penyiponan dilakukan sampai air berkurang kurang lebih ¼ bagian dari volume air dalam akuarium. Pengurangian air dengan proses penyiponan yang hanya sebanyak ¼ bagian air dari dalam akuarium adlah untuk mencegah terjadinya perubahan faktor fisik dan kimiawi air dalam akuarium. Apabila air yang diganti terlalu banyak maka dikhwatirkan ikan akan stres karena sifat fisik dan kimia air baru belum tentu cocok untuk ikan tersebut.
Salah satu faktor lingkungan yang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap tingginya kematian ikan pada fase awal kehidupannya adalah suhu. Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan rata-rata dan menentukan waktu penetasan serta berpengaruh langsung pada proses perkembangan embrio dan larva. Kematian massal yang sering terjadi pada kegiatan pembudidayaan umumnya terjadi pada masa awal kehidupan ikan (Andriyanto, 2013).
Tahap larva diikuti oleh tahap transformasi. Tahap ini dicirikan oleh perubahan dalam bentuk umum dan struktural detail yang dapat secara bertahap untuk tiba-tiba. Bentuk larva dan bentuk sangat berbeda pada saat juvenile pada beberapa jenisikan. Periode larva, ikan mengalami dua fase perkembangan, yaitu prolarva dan pasca larva. Ciri-ciri prolarva adalah masih adanya kuning telur, tubuh transparan dengan beberapa pigmen yang belum diketahui fungsinya, serta adanya sirip dada dan sirip ekor walaupun bentuknya belum sempurna. Mulut dan rahang belum berkembang dan ususnya masih merupakan tabung halus, pada saat tersebut makanan didapatkan dari kuning telur yang belum habis terserap. Biasanya larva ikan yang baru menetas berada dalam keadaan terbalik karena kuning telurnya masih mengandung minyak. Gerakan larva hanya terjadi sewaktu-waktu dengan menggerakan ekornya ke kiri dan ke kanan (Syazili, 2011).
Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27 - 310C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5 - 7 ppm diisikan ke dalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm. Larva umur 0 - 2 hari kebutuhan makanannya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21 - 25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener. Hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen. Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7 - 8. Mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeliharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses perkembangan larva menurut Soekamto (1996), adalah sebagai berikut:
Suhu
Suhu akan membantu pada proses metabolisme, seperti pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang, serta dalam rangsangan syaraf. Pengaruh suhu air pada tingkah laku ikan paling jelas terlihat selama pemijahan. Suhu air laut dapat mempercepat atau memperlambat mulainya pemijahan pada beberapa jenis ikan. Suhu air dan arus selama dan setelah pemijahan adalah faktor-faktor yang paling penting yang menentukan "kekuatan keturunan" dan daya tahan larva pada spesies-spesies ikan yang paling penting secara komersil. Suhu ekstrim pada daerah pemijahan (spawning ground) selama musim pemijahan dapat memaksa ikan untuk memijah di daerah lain daripada di daerah tersebut.
Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup.
Cahaya
Cahaya mempengaruhi ikan pada waktu memijah dan pada larva. Jumlah cahaya yang tersedia dapat mempengaruhi waktu kematangan ikan. Jumlah cahaya juga mempengaruhi daya hidup larva ikan secara tidak langsung, hal ini diduga berkaitan dengan jumlah produksi organik yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya. Cahaya juga mempengaruhi tingkah laku larva. Penangkapan beberapa larva ikan pelagis ditemukan lebih banyak pada malam hari dibandingkan pada siang hari.
MATERI DAN CARA KERJA
Materi
Alat yang digunakan dalam acara praktikum adalah akuarium, thermometer, alat tulis, aerator.
Bahan yang digunakan adalah larva ikan dalam akuarium (inkubator).
Cara Kerja
Larva ikan didalam inkubator diamati selama hari.
Kualitas air media dijaga dengan cara di membuang kotoran ikan secara rutin.
Jumlah larva yang mati dicatat.
Hasil dihitung dengan rumus SRL setelah 14 hari pengamatan.
Waktu dan Tempat
Praktikum pengamatan tingkah laku larva dilakukan pada hari Jumat, 20 November 2015. Bertempat di Green House, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Perhitungan SRL kelompok 2
SRL = ΣLarva hidupΣLarva menetas x 100%
= 6595 x 100%
= 68,42 %
Gambar 4.1.1 Larva Ikan Gurami dalam inkubator Gambar 4.1.2 Larva Ikan Gurami dalam inkubator
Pembahasan
Larva adalah anak ikan yang baru menetas dimana tubuhnya belum sempurna baik organ bagian dalam maupun organ bagian luarnya untuk menjadi individu ikan yang utuh. Larva yang baru ditetasi memiliki panjang total 1,21 hingga 1,65 mm dengan rata-rata 1,49 mm. Rata-rata panjang kantong kuning telur 0,86 mm. Pigmentasi awal tidak seragam, mata, saluran pencernaan, kloaka dan sirip kaudal transparant. Tiga hari setelah menetas, sebagian besar kuning telur diserap dan butir minyak berkurang hingga ukuran yang tidak signifikan. Tahap ini, mulut terbuka dan rahang mulai bergerak saat larva mulai makan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan larva misalnya dalam faktor fisika air yang mencantum mengenai kekeruhan air, arus, begitu juga dengan kimia air misalnya kualitas air dan begitu juga dengan faktor biologi dan fisiologi ikan itu sediri, hal ini biasanya menyangkut dengan populasi dan ekosistem serta habitat ikan dalam lingkungannya (Jangkaru, 2007). Larva ikan dibagi dalam beberapa kategori. Berdasarkan aktif tidaknya, dibedakan menjadi dua jenis larva ikan yaitu larva aktif dan larva pasif. Dilihat dari tingkah lakunya larva dibedakan menjadi larva yang berenang secara vertikal, larva yang menempel diam pada objek, larva menggantung yang ekornya bergetar terus menerus dan larva yang menggeletak diam di dasar (Wagiran & Harianto, 2015).
Masa larva ikan merupakan masa yang paling keritis, karena pada masa individu ikan berbentuk lartava individu ikan ini menghadapi mortalitas mulai dari larva, faktor mortalitas ini bisa saja karena disebabkan oleh karena faktor dari dalam maupun dari luyar individu larva ikan itu sendiri. Faktor dari dalam misalnya mengenai organ tubuhnya apabila organ tubuh dan pelengkapnya individu ikan sangat baik maka akan berpeluang untuk hidup, sedangkan faktor dari luar ialah terdapat pada faktor lingkungan dan habitat dari ikan tersebut, misalnya faktor kuantitas dan kualitas makanan, suhu, atau fisika air, dan kimia air yang selalu memberikan tantangan bagi larva ikan setiap saatnya. Semasa ikan dalam bentuk individu larva memiliki dua fase dalam masa larva, yaitu masa prolarva dan masa postlarva. Masa prolarva yaitu masa larva ikan yang masih memiliki kuning telur yang dijadikan sebagai cadangan makan ikan baik berbentuk ovale, bundar maupun berbentuk oblong, tubuhnya transparan dengan beberapa butiran pigmen. Sirip dada dan ekor sudah ada namun belum sempurna sementara iakan menjadi individu ikan yang lebih sempurna, dan pada masa postlarva ialah masa individu larva iakan sudah tidak memiliki kuning telur lagi, dan pada biasanya masa ini larva sudah mulai sempurna baik dari organ bagian dalam maupun organ bagian luarnya ( Pulungan, 2004).
Sebagaimana keberhasilan dalam hal penetasan telur, keberhasilan pemeliharaan larva juga dipengaruhi oleh faktor internal dan ekstrnal. Faktor internal terkait dengan kualitas larva yang dihasilkan dari induk yang berkualitas, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kondisi lingkungan dan proses/perlakuan selama pemeliharaan. Setelah berumur 7-8 hari, sebagian besar larva sudah berbentuk ikan yang sangat kecil dengan ukuran kepala tampak besar (tidak seimbang dengan bentuk tubuh yang tipis dan kecil. Pada usia ini larva-larva sudah siap untuk dipindahkan ke wadah pendederan. Wadah pendederan ikan dapat berupa akuarium, bak beto, bak kayu yang dilapisi terpal, ataupun kolam pendederan. Sebelum larva ditebar ke wadah pendederan, sebaiknya lakukan sortir terlebih dahulu untuk membuang telur-telur yang tidak menetas. Bersamaan dengan itu, lakukan penghitungan jumlah larva sehingga dapat diketahui persentase atau tingkat keberhasilan penetasan telur yang dapat dijadikan sebagai bahan analisa untuk penetasan telur berikutnya. Pengetahuan terhadap tingkat keberhasilan penetasan telur dan tingkat keberlangusngan hidup (SR) dari larva yang didederkan akan sangat berguna dalam menentukan jumlah produksi yang akan dicapai (Haryono, 2006).
Kolam pendederan larva ikan sudah harus diberi makan. Untuk tahap awal, pakan yang diberikan sebaiknya berupa pakan alami seperti cacing sutera (Tubifex sp.), Daphnia sp., Moina sp., ataupun sumber protein hewani lainnya. Bahan-bahan nabati dapat diberikan setelah larva berumur 36 - 40 hari. Sedangkan pakan buatan (pellet) dapat diberikan sesuai dengan perkembangan bukaan mulut ikan. Pada wadah pende-deran khususnnya yang berupa kolam, sebaiknya diberikan alat tempat berlindung dapat berupa daun pisang, daun kelapa, ataupun genteng yang disusun sedemikian rupa didalam kolam pendederan. Lama pemeliharaan disesuaikan dengan ukuran yang ingin dicapai, antara lain: benih berumur 40 hari dapat mencapai ukuran 1-2 cm (ukuran kuku), benih berumur 80 hari dapat mencapai 2 - 4 cm (ukuran jempol), benih berumur 120 hari dapat mencapai ukuran 4 - 6 cm (ukuran silet), dan benih berumur 160 hari dapat mencapai ukuran 6 - 8 cm (ukuran korek). Selama pemeliharaan sebaiknya lakukan seleksi setiap 15-20 hari sekali untuk mengelompokkan sesuai dengan ukuran agar pertumbuhan bibit seragam (Hekti, 1997).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa kelangsungan hidup larva ikan gurami (Osphronemus gouramy) yang kami amati adalah sebesar 68,84%. Hasil ini didapat dengan menggunakan rumus:
SRL = Larva hidupTelur menetas x 100%
Kelangsungan hidup larva yang kami amati termasuk tinggi. Menurut Herry (2000), tingkat kelangsungan hidup yang baik untuk larva ikan adalah lebih dari 60%. Terjadi karena setiap hari larva diamati, ketika air sudah keruh langsung dilakukan penyiponan, dan diberi kuning telur jika sudah habis.
Menurut Hariadi et al. (2014), setelah 2 - 3 hari telur akan menetas menjadi larva dan setelah berumur 7 - 10 hari larva siap dipanen. Panen dilakukan dengan cara mencuci larva dengan air kemudian disaring. Larva yang sudah bersih siap diberikan ke ikan uji atau dimasukkan ke dalam kotak plastik untuk disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 10°C sebagai persediaan pakan selama penelitian. Menurut Suprayudi et al. (2013), larva ikan memiliki alat pencernaan yang masih sangat sederhana, sehingga menjadi masalah dalam pemberian pakan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari praktikum acara perawatan larva dapat diambil kesimpulah bahwa:
Upaya untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva ikan adalah dengan merawatnya dengan baik dan benar.
Nilai kelangsungan hidup larva yaitu sebesar 68,42 % yang didapat dari hasil pengamatan dengan jumlah larva yang mati selama pengamatan berjumlah 30 ekor dari 95 ekor larva yang menetas.
Saran
Sebaiknya dalam praktikum alat dan bahannya lebih dipersiapkan lagi, dan lebih berhati-hati dalam setiap melakukan pengamatan yang berhubungan dengan ikan atau benda hidup agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR REFERENSI
Andrianto, Pramu Sunyoto, 2008. Penetasan dan perkembangan telur ikan. Permata press. Bekasi.
Direktorat Perikanan Budidaya. 2010. Data Statistik Tahunan Produksi Perikanan Budidaya Indonesia. Jakarta.
Gusrina. 2008. Budidaua ikan jilid 3. Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta.
Hariadi, S., Irsani, C., Wijayanti, M. 2014. Kombinasi Larva Lalat Bunga (Hermetia illucens L.) dan Pellet untuk Pakan Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 2 (2): 150-161.
Haryono. 2006. Perawatan Larva Ikan. Gramedia. Jakarta.
Hekti, Y. M. 1997. Pembenihan Perikanan Tawar. Kanisius. Yogyakarta.
Jangkaru, Z. 2007. Makanan Ikan Lembaga Penelitian Perikanan Barat. Direktorat Jenderal Perikanan. Bogor. 49 hal.
Pulungan, Any Wastuti. 2012. Morfologi Ikan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Soekamto, Aji. 1996. Pembenihan dan Pembesaran Perikanan Tawar. Gramedia. Jakarta.
Syazili, Satyani, A. dan Mori, F. 2011. Aquarium Fish of The World Chornicle. Book Sam. New york.
Tirta dan Riski S. 2002. Usaha Pembenihan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wagiran, T., Harianto . 2015. Cara Pemcucian Telur Ikan Gurami dan Penebaran Benih Ikan Gurami. Erlangga. Jakarta.
Wijaya, Sari. 2000. Pembenihan Ikan Gurami. Erlangga. Jakarta.