LAPORAN PERCOBAAN VI ANALISIS BAHAN BAKU KLORAMFENIKOL MENGGUNAKAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SPEKTROFOTOMETRI IR
NAMA
: Luthfi Utami Setyawati
NPM
: 260110150013 260110150013
HARI/TANGGAL PRAKTIKUM
: Kamis, 1 Desember 2016
ASISTEN LABORATORIUM
: 1. Michael Djajaseputra 2. Devi Suryani 3. Fenadya Rahayu A
LABORATORIUM ANALISIS FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2016
Analisis Bahan Baku Kloramfenikol Menggunakan Spektrofotometri IR I.
Tujuan
1.1 Menganalisis sediaan padat menggunakan spektrofotometri IR. 1.2 Mengidentifikasi gugus fungsi bahan baku obat kloramfenikol.
II.
Prinsip
2.1 Spektrofotometri IR Merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi gelombang elektromagnetik (Silverstein, 2002). 2.2 Vibrasi Molekul Vibrasi electron merupakan bergetarnya suatu atom yang terikat satu sama lain karena terpapar radiasi IR karena absorbansi IR tidak dapat mengeksitasi elektron (Fessenden, 1982). 2.3 Transmisi dan Absorbansi Transmisi adalah cahaya dalam panjang gelombang tertentu akan diteruskan ke medium dua. Absorbansi adalah perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensitas sinar datang. Nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel (Neldawati dkk, 2013). III.
Reaksi
-
IV.
Teori dasar
Kloramfenikol
merupakan
antibiotik
spektrum
luas,
namun
dapat
menyebabkan efek samping hematologik yang berat jika diberikan secara sistemik (BPOM, 2016). Kloramfenikol memiliki mekanisme kerja menginhibisi sintesis protein bakteri yaitu berikatan dengan subunit ribosom 50S (Nugrahani dan Listia, 2014).
Struktur kloramfenikol digambarkan sebagai berikut :
(PubChem, 2016). Identifikasi kloramfenikol menggunakan spektrum serapan inframerah menunjukkan bahwa zat yang dispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan maksimum hanya pada panjang yang sama seperti pada Kloramfenikol BPFI (Depkes RI, 2014). Spektroskopi inframerah merupakan metode untuk menentukan informasi struktural zat organik (Robert, 1975). Instrumen spektroskopi IR terdiri dari beberapa komponen yaitu sumber radiasi, sampel, monokromator, detector, recorder dan wadah sampel (Soejoko, 2002). Analisis spektofotometer IR digunakan untuk mengetahui gugus-gugus yang terbentuk dari sampel yang dihasilkan dan juga memprediksikan reaksi polimerisasi yang terjadi. Analisis ini didasarkan pada analisis dari panjang gelombang puncak-puncak karakteristik dari suatu sampel. Panjang gelombang puncak-puncak tersebut menunjukkan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada sampel, karena masing-masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang spesifik untuk gugus fungsi tertentu (Gunawan, et al, 2010). Daerah inframerah pada spektrum gelombang elektromagnetik mencakup bilangan gelombang 14.000 cm-1 hingga 10 cm-1. Daerah inframerah sedang (4000-400 cm-1) berikatan dengan transisi energi vibrasi dari molekul yang memberikan informasi mengenai gugus-gugus fungsi dalam molekul tersebut.
Daerah inframerah jauh (400 - 10 cm-1) bermanfaat untuk menganalisis molekul yang
mengandung
atom-atom
berat
seperti
senyawa
anorganik,
namun
membutuhkan teknik khusus yang lebih baik. Daerah inframerah dekat (12.500 – 4000 cm-1) yang peka terhadap vibrasi overtone (Schechter, 1997). Prinsip kerja spektrofotometer inframerah adalah interaksi energi dengan suatu materi. Spektroskopi infrmaerah berfokus pada radiasi elektromagnetik pada rentang frekuensi 400 – 4500 cm-1, dimana cm -1 yang dikenal sebagai wavenumber (1/wavelength), merupakan unit untuk frekuensi. Untuk menghasilkan spektrum inframerah, radiasi yang mengandung semua frekuensi di wilayah IR dilewatkan melalui sampel. Frekuensi yang diserap muncul sebagai penurunan sinyal yang terdeteksi. Infromasi ini ditampilkan sebagai spektrum radiasi dari energi yang ditransmisikan melewati wavenumber (Silverstein, 2002). Absorbsi sinar ultra violet dan cahaya tampak oleh suatu materi akan mengakibatkan tereksitasinya elektron dari tingkat energi (orbital) rendah ke tingkat-tingkat energi yang lebih tinggi. Pada absorbsi radiasi infra merah oleh suatu materi, radiasi yang diserap tersebut tidak cukup mengandung energi untuk mengeksitasi elektron, namun akan menyebabkan membesarnya amplitudo getaran (vibrasi) dari atom-atom yang terikat satu sama lain yang membentuk suatu ikatan moleul. Keadaan ini disebut dengan vibrasi tereksitasi (Fessenden, 1982). Absorbsi infra merah oleh suatu materi dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yakni kesesuaian antara frekuensi radiasi infra merah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan perubahan momen dipol selama bervibrasi (Chatwal, 1985). Salah satu metode spektroskopi yang sangat populer adalah spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red). Pada dasarnya spektrometer FTIR sama dengan
spektrofotometer
FTIR
sama
degan
spektrofotometer
IR
yang
membedakannya adalah pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar inframerah melewati sampel.Sistem optik spektrofotometer IR dilengkapi dengan cermin diam. Dengan demikian radiasi inframerah akan menimbulkan
perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin bergerak dan cermin yang diam.Pada sistem optik fourier traansform infared digunakan radiasi laser yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi inframerah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik (Khopkar, 2010). FT-IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dan senyawa yang terkandung dalam obat (Silviyah dkk., 2014). Daerah serapan infra merah sebagai berikut :
V.
Alat dan Bahan
5.1 Alat Alat
tekanan mekanik
Cawan
Spektrofotometer
IR
5.2 Bahan
Kloramfenikol
KBr
N-Heksan
VI.
Tissue
Prosedur dan Data Pengamatan
No
Prosedur
Hasil
Diambil bubuk KBr 1.
murni (kira-kira 200250 mg), lalu digerus hingga halus.
Ditambahkan padat 2.
sampel
kloramfenikol
(kira-kira 2 - 5 mg) dan
digerus
hingga
homogen.
Didapat KBr murni 230,5 mg yang halus setelah digerus
Didapat 2,7 mg kloramfenikol dan campuran yang halus dan homogen setelah digerus
Campuran
ini
kemudian ditempatkan dalam 3.
cetakan
ditekan
dengan
menggunakan tekanan Tekanan
dan
alat
mekanik.
Didapat pelet KBr
Foto
dipertahankan beberapa
5
kemudian (pelet
menit, sampel
KBr
yang
terbentuk) diambil.
Pelet
4.
sampel
yang
sudah
dibuat
ditempatkan
dalam
tempat
sampel
alat
pada
spektroskopi
inframerah
Didapat 9 peak dari hasil pengamatan
untuk
dianalisis.
No.
Letak peak (1/λ, cm-1)
Prediksi gugus fungsi
1
1061,83
C-O
2
1226,75
C-N, C-O
3
1343,44
-NO 2, C-N, C-H
4
1531,51
-NO 2, C=C
5
1685,81
C=O
6
2374,41
O-H, C≡C, C≡N
7
3076,51
C-H
8
3259,75
N-H
9
3342,70
N-H
Kelompok 4
Kelompok 3
Kelompok 2
Kelompok 1
VII. Pembahasan
Pada praktikum ini praktikan melakukan analisis bahan baku kloramfenikol menggunakan spektrofotometri infra merah. Tujuannya yaitu untuk melihat gugus fungsi yang ada di kloramfenikol menggunakan bantuan alat spektrofotometri IR. Hasil yang didapat merupakan hasil yang kualitatif karena dapa yang diperoleh hanya berupa gambar-gabar peak gugus fungsi ser ta bilangan gelombangnya. Yang pertama kali dilakukan yaitu menimbang bubuk KBr murni dan serbuk kloramfenikol. Setelah ditimbang sebaiknya kedua bahan tersebut segera digerus dan dicetak. Namun karena keterbatasan alat maka praktikan harus menunggu giliran untuk menggerus dan mencetak pelet KBr. Maka dari itu bahan yang telah ditimbang dibungkus rapat. Hal ini bertujuan agar bahan tidak menyerap H2O dari udara yang akan mengganggu proses analisis. Hal tersebut dikarena H2O dapat memberikan peak jika diuji di spektrofotometer IR. Dengan begitu hasil peak yang diperoleh tidak murni hanya dari kloramfenikol yang ingin diuji, tetapi peak juga berasal dari H 2O sehingga hasil yang didapat tidak akurat. Setelah ditimbang, serbuk KBr digerus sampai halus lalu ditambahkan kloramfenikol dan digerus lagi hingga halus dan homogen. Proses penggerusan bertujuan untuk mengecilkan ukuran partikel. Hal ini bertujuan agar hasil pelet dari proses pencetakan berbentuk halus sehingga saat pelet dikenai sinar infra merah dan diamati di spektrofotometer IR energi dari sinar infra merah dapat diserap langsung oleh gugus fungsi-gugus fungsi yang ada pada sampel kloramfenikol dengan mudah. Jika suatu molekul yang berukuran besar dikenai oleh sinar infra merah maka sinar itu akan terhambur sehingga penyerapannya tidak maksimal. Dengan begitu peak yang dihasilkan juga tidak akurat. Selain itu, penggerusan juga berfungsi untuk membuat kedua zat yang digunakan bercampur secara homogen. Ketika memasukan zat ke mortir tidak menggunakan alat bantuk apapun, seperti spatel. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya kontaminan yang
dapat memberikan cemaran gugus fungsi yang dapat terbaca di IR sehingga dapat mengganggu proses pengamatan yang dilakukan. Ketika menggerus, mortir yang digunakan diletakan di bawah (meja) dan tidak digerus dengan mengangkat mortirnya walaupun ukuran mortirnya sangat kecil. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan mortir pecah saat proses penggerusan. Selain itu digunakan KBr untuk membentuk pelet yaitu karena KBr tidak memberikan serapan di spektrofotometer IR yang digunakan oleh praktikan. KBr akan terbaca di daerah finger print dengan panjang gelombang dibawah 1000 cm -1 sedangkan bilangan gelombang IR yang digunakan praktikan pada praktikum kali ini yaitu yang di atas 1000 cm -1. Setelah kedua zat tercampur homogen, selanjutnya serbuk yang sudah halus tersebut dicetak dengan alat pencetak mekanik. Serbuk dimasukkan ke alat cetak dan diratakan posisinya dengan spatel yang bersih dan kering agar tidak ada gugus fungsi cemaran yang dapat memberikan peak baik itu dari alat yang digunakan maupun dari lingkungan sehingga mengganggu proses pengamatan. Kalau bisa semua alat maupun yang akan digunakan di oven terlebih dahulu agar terbebas dari H2O dan jika tidak ingin langsung digunakan dapat disimpan di desikator dulu. Proses pemerataan serbuk ini berfungsi agar pelet KBr dapat terbentuk dengan baik. Jika tidak diratakan terlebih dahulu, dikhawatirkan pelet tidak akan terbentuk. Sebelum digunakan alat cetak dibersihkan dahul dengan tisu agar tidak ada kontaminan yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan. Posisi lempeng besi yaitu bagian yang halus menghadap ke serbuk sehingga akan diperoleh pelet KBr yang halus pada kedua permukaannya. Setelah itu serbuk dipipihkan dengan bantuan alat penekan mekanik hidrolik yang dipompa hingga 60 kNewton selama 5 menit sehingga didapat pelet yang tipis. Hal ini bertujuan agar sisi pelet yang dikenai sinar infra merah tidak terlalu tebal sehingga sinar IR yang ditembakan tidak terhambur.
Jika pelet sudah jadi maka pelet ditempatkan pada tempat sampel untuk ditembak dengan sinar infra merah. Pengambilan pelet tidak dilakukan dengan menggunakan tangan tetapi dibantu dengan menggunakan pinset. Hal ini betujuan untuk menghindari pelet menyerap air dari tangan praktikan. Jika sudah pelet diletakkan di alat spektrofotometer IR untuk diamati gugus fungsi yang ada pada sampel kloramfenikol yang digunakan. Proses analisis ini menggunakan KBr sebagai blanko karena tingkatan energi ikatan pada KBr tidak masuk ke dalam daerah IR yang digunakan sehingga tidak akan memberikan peak. Sebelum pelet KBr diletakkan di sample compartement, tempat pelet dibersihkan dahulu dengan etanol. Proses pembersihan ini dilakukan untuk mencegah adanya kotoran atau zat lain yang menempel pada tempat sampel yang dapat mempengaruhi atau mengganggu proses pengamatan. Selain itu alasan digunakannya etanol untuk membersihkan yaitu karena etanol mudah menguap sehingga akan cepat hilang dari permukaan tempat sampel. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer IR, dengan prinsip vibrasi molekul. Jika suatu sampel dikenai sinar iR maka akan terjadi vibrasi antar molekulnya sehingga timbul panas. Panas ini nantinya akan terdeteksi oleh detektor panas yang ada pada spektrofotometer IR. Setiap molekul mengalami vibrasi. Ketika molekul tersebut dikenai radiasi inframerah,
maka
molekul
tersebut
pergetarannya
bertambah
sehingga
menghasilkan amplitudo getaran. Dengan begitu molekul akan menyerap energi pancaran dengan besar tertentu sehingga dapat menghasilkan frekuensi tertentu yang berbeda setiap molekulnya. Frekuensi itulah yang akan dideteksi di panjang gelombang tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis suatu ikatan yang dimiliki oleh suatu molekul karena setiap ikatan molekul memiliki frekuensi yang berbeda sehingga akan dideteksi di panjang gelombang yang berbeda pula.
Namun tidak semua vibrasi molekul bisa diamati di IR. Hanya vibrasi yang menyebabkan perubahan momen dipol yang bisa diamati di spektrofotometer IR. Apabila dilihat dari struktur kloramfenikol maka ugus fungsi yang seharusnya terbaca yaitu gugus fungsi dari ikatan O-H, N-H, C=C, C=O, -NO 2, CC, C-N, dan C-H. Dari hasil analisis menggunakan IR maka dapat teridentifikasi bahwa gugus fungsi yang ada pada kloramfenikol yang terdeteksi di spektrofotometer IR yaitu ikatan C-O, C-N, -NO2, C-H, C=C, C=O, dan N-H yang dapat dilihat dari puncak (kelompok 4) dengan bilangan gelombang 3342,70 cm -1; 3259,75 cm -1; 3076,51cm-1; 1685,81 cm -1; 1531,51 cm -1; 1343,44 cm -1; 1226,75 cm -1
dan
1061,83 cm -1.
Puncak 1 pada daerah bilangan gelombang 3342,70 cm -1 merupakan hasil vibrasi dari gugus N-H (amina) yang merupakan vibrasi stretching berintensitas lemah. Puncak 2 pada daerah bilangan gelombang 3259,75 cm -1 merupakan hasil vibrasi dari gugus N-H (amina) yang merupakan vibrasi strteching berintensitas lemah. Puncak 3 pada daerah bilangan gelombang 3076,51 cm -1 merupakan hasil
vibrasi dari gugus C-H yang merupakan vibrasi stretching berintensitas medium. Puncak 4 pada daerah bilangan gelombang 2347,41 cm -1 diperkirakan merupakan hasil vibrasi dari gugus C≡N (nitriles) yang merupakan vibrasi stretching karena peak yang dihasilkan berbentuk tajam. Puncak 5 pada daerah bilangan gelombang 1685,81 cm -1 merupakan hasil vibrasi dari gugus C=O (amide) yang merupakan vibrasi streching berintensitas kuat. Puncak 6 pada daerah bilangan gelombang 1531,51 cm -1 merupakan hasil vibrasi dari gugus C=C yang merupakan vibrasi streching. Puncak 7 pada daerah bilangan gelombang 1343,44 cm -1 merupakan hasil vibrasi dari gugus C-N yang merupakan vibrasi streching berintensitas medium. Puncak 8 pada daerah bilangan gelombang 1226,75 cm -1 merupakan hasil vibrasi dari gugus C-N (amina) yang merupakan vibrasi stretching berintensitas medium. Puncak 9 pada daerah bilangan gelombang 1061,83 cm -1 merupakan hasil vibrasi dari gugus C-O (alkohol) yang merupakan vibrasi streching berintensitas kuat. Jika
dibandingkan
dengan
hasil
analisis
praktikan
lainnya
yang
menggunakan bahan serta metode yang sama, ada satu peak hasil analisis praktikan yang berbeda dari ketiga hasil peak yang ditunjukkan oleh kloramfenikol, yaitu pada bilangan gelombang 2374,41 cm -1 (no. 4) sedangkan pada gambar yang lain tidak ditunjukkan adanya peak yang tajam pada bilangan gelombang ± 2300 cm -1. Maka dapat dipastikan bahwa peak tersebut bukan milik kloramfenikol. Selain itu pada hasil pengamatan juga tidak ditemukan adanya gugus O-H pada sampel kloramfenikol. Cemaran gugus fungsi tersebut dapat berasal dari spatel yang digunakan praktikan saat akan memindahkan zat ke mortir yang seharusnya pemindahan zat tersebut tidak perlu menggunakan alat bantu.
VIII. Simpulan
8.1 Telah dapat menganalisis sediaan padat menggunakan spektrofotometri IR.
8.2 Telah
dapat
mengidentifikasi
gugus
fungsi
bahan
baku
obat
kloramfenikol, di antaranya ada gugus C-O, C-N, -NO 2, C-H, C=C, C=O, dan N-H.
Daftar Pustaka
BPOM. 2016. Kloramfenikol. Tersedia online di http://pionas.pom.go.id/ioni/bab5-infeksi/51-antibakteri/518-antibiotik-lain/5181-kloramfenikol. [Diakses 26 November 2016 pukul 20.30 WIB]. Chatwal, G. 1985. Atomic and Molecular Spectroscopy. New York : Mc Graw Hill Book Company. Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI. Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Gunawan, Budi, Azhari, dan Citra Dewi. 2010. Karakterisasi Spektrofotometri I R dan Scanning Electron Microscopy (S E M) Sensor Gas dari Bahan Polimer Poly Ethelyn Glycol (P E G). Jurnal Sains dan Teknologi, 3 (2). ISSN 1979-6870. Khopkar. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta: UI Press. Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai jenis Daun Tanaman Obat. Jurnal Pillar of Physic,2 : 76-83. Nugrahani, Ilma, dan Listia Ningsih. 2014. Studi Pembentukan Kompleks NikelKloramfenikol dengan Pengaturan pH dan Pengaruhnya terhadap Aktivitas Antimikroba pada Staphylococcus aureus, Eschericia coli, Methicilin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan Vancomycin Resistant Enterococcus (VRE). Jurnal Matematika dan Sains, 19 (1) : 26-32. PubChem.
2016.
Chloramphenicol.
Tersedia
online
di
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/chloramphenicol#section=To p. [Diakses 26 November 2016 pukul 20.38 WIB].
Robert, M. 1975. Plant Physiology. New York: D. Van Nostrand. Schechter, I., Barzilai, I.L., dan Bulatov, V. 1997. Online Remote Prediction of Gasoline Properties by Combined Optical Method. Ana. Chim. Aota, 339 : 193-199. Silverstein. 2002. Identification of Organic Compound . New York: John Wiley & Sons Ltd. Silviyah, Siti, Chomsin S. Widodo, Masruroh. 2014. Penggunaan Metode FT-IR (Fourier Transform Infra Red) untuk Mengidentifikasi Gugus Fungsi pada Proses Pembaluran Penderita Mioma. Physics Student Journal ,2 (1) : 242270. Soejoko, Djarwani. 2002. Spektroskopi Inframerah Senyawa Kalsium Fosfat Hasil Presipitasi. Makara Sains, 6 (3).