BAB I PENDAHULUAN
Miringotomi merupakan terapi bedah pada OMA yang popular pada tahun 1950-1960-an. 1950-1960-an. Schwartze, 50 tahun kemudian mengatakan: “Tidak ada prosedur bedah lain yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan kehidupan seseorang selain dengan mengevakuasi pus secara bijaksana dari kavum timpani melalui insisi pada membrane timpani.” Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi dreinase sekret dari liang telinga tengah ke liang telinga luar serta harus dilakukan secara avue. Miringotomi merupakan tindakan pembedahan yang biasanya dilakukan untuk menangani OMA stadium supurasi. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang, luka insisi cepat menutup dan ruptur dapat dihindari. Komplikasi miringotomi yang mungkin terjadi ialah perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi d islokasi tulang pendengaran, trauma pada pad a fenestra rotundum, trauma pada nervus fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak). Pasien dengan OMA seringkali berobat ketika penyakit berada pada stadium supuratif. Selain pemberian antibiotik, sebaiknya juga dilakukan miringotomi untuk mencegah perburukan penyakit lebih lanjut. Hal tersebut menekankan pentingnya untuk mempelajari miringotomi. Pada makalah diskusi ini akan dibahas mengenai definisi, indikasi, prosedur tindakan serta komplikasi dari miringotomi.
1
BAB II PERMASALAHAN
1. Apa yang dimaksud miringotomi? 2. Apa indikasi miringotomi? 3. Apa keuntungan dan kerugian dilakukan miringotomi?
2
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Anatomi Pendengaran 3.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Daun telinga berbentuk seperti cekungan dengan bagian terdalam disebut concha dan pinggiran bebasnya disebut helix. Pada concha ada lubang masuk liang telinga (meatus acusticus externus). Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam 1
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Gambar 3.1 Anatomi Telinga Luar
3
3.1.2 Telinga Tengah
Gambar 2.2 Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah merupakan suatu rongga kecil dalam tulang pelipis (tulang temporalis) yang berisi tiga tulang pendengaran (osikula), yaitu maleus (tulang martil), inkus (tulang landasan), dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiganya saling berhubungan melalui persendian. Tangkai maleus melekat pada permukaan dalam membran timpani, sedangkan bagian kepalanya berhubungan dengan inkus. Selanjutnya, inkus bersendian dengan stapes. Stapes berhubungan dengan membran pemisah antara telinga tengah dan telinga dalam, yang disebut fenestra ovalis (tingkap lonjong/fenestra vestibule). Di bawah fenesta ovalis terdapat tingkap bundar atau fenesta kokhlea, yang tertutup oleh membran yang disebut membran timpani sekunder . Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. Telinga tengah merupakan bangunan berbentuk kubus yang terdiri dari:
1
4
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis
Bata belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
Batas dalam : berturut- turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.
Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaccida (membrane Sharpnell) dimana lapisan luarnya merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.
Tulang pendengaran; yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
Tuba eustachius; yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.
5
Gambar 3.3 Anatomi Membran Timpani
Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaccida (membrane Sharpnell) dimana lapisan luarnya merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light ) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light ) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa
6
kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba Eustachius. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang 2
pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes.
3.1.3 Telinga Dalam
Gambar 3.4 Anatomi Telinga Tengah Telinga dalam terdiri dari labirin osea dan labirin membranasea. Labirin osea adalah serangkaian rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum berisi cairan perilimfe. Sedangkan labirin membranasea memiliki bentuk yang sama dengan labirin osea, tetapi terletak di bagian yang lebih dalam dan dilapisi sel epitel serta berisi cairan endolimfe.
7
Labirin osea terdiri dari tiga bagian yaitu kanalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran), vestibula, dan koklea. Kanalis semisirkularis dan vestibula mengandung reseptor keseimbangan tubuh , sedangkan koklea mengandung reseptor pendengaran. Vestibula terdiri dari dua bagian yaitu utrikulus dan sakulus. Di depan vestibula terdapat koklea (rumah siput). Koklea terdiri dari tiga bagian yaitu bagian atas disebut skala vestibule, bagian bawah disebut skala timpani dan bagian yang menghubungkan keduanya pada ujung atas koklea. Bagian dasar dari skala vestibule berhubungan dengan tulang sanggurdi melalui suatu jendela berselaput yang disebut dengan tingkap oval. Sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga tengah melalui tingkap bulat. Diantara skala vestibule dan skala timpani terdapat skala media yang berisi cairan endolimfe.
3.2 Miringotomi 3.2.1 Definisi Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi dreinase sekret dari liang telinga tengah ke liang telinga luar. Istilah miringotomi sering dikacaukan dengan parasentesis. Timpanosenteis sebetulnya berarti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum khusus). Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai,(sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik). Lokasi miringotomi ialah di kuadran antero-posterior atau posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang mempunyai sinar yang cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan 2
pisau khusus (miringotom) yang berukuran kecil dan steril. Jika terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus 3
di telinga tengah.
8
3.2.2. Indikasi Miringotomi
Miringotomi merupakan tindakan pembedahan yang biasanya dilakukan untuk menangani OMA stadium supurasi. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang, luka insisi cepat menutup dan ruptur dapat dihindari. Miringotomi merupakan terapi bedah pada OMA yang popular pada tahun 1950-1960-an. Schwartze, 50 tahun kemudian mengatakan: “Tidak ada prosedur bedah lain yang dapat
dilakukan
untuk
menyelamatkan
kehidupan
seseorang
selain
dengan
mengevakuasi pus secara bijaksana dari kavum timpani melalui insisi pada membrane 4
timpani.”
Indikasi miringotomi pada otitis media akut adalah (1) nyeri yang menetap setelah 48 jam terapi antibiotik; (2) kemungkinan komplikasi seperti mastoiditis akut atau paralisis saraf fasialis; (3) perkembangan otitis media akut sementara dalam pengobatan antibiotik; (4) perkembangan otitis media pada pasien imunosupresi. Miringotomi merupakan prosedur terapi yaitu dengan menghilangkan tekanan udara di telinga tengah, dan juga prosedur yang bertujuan untuk diagnostic karena cairan yang
didapat
dari
tindakan
miringotomi
dapat
dikirim
untuk
kultur
dan
sensivisitas.(5) Miringotomi juga dilakukan sebagai terapi komplikasi otitis media seperti mastoiditis atau paralisis saraf fasialis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi dapat dilanjutkan dengan pemasangan pipa ventilasi ke telinga tengah. Teknik ini diusulkan oleh Armstrong (1954). Sejak saat itu cara ini menjadi teknik yang popular untuk mempertahankan pembersihan cairan telinga tengah, meminimalkan rekurensi episode OMA dan mengoptimalkan pendengaran selama masa-masa perkembangan berbicara. Pemasangan pipa ventilasi ini juga merupakan terapi pada otitis media efusi.
9
3.2.3. Prosedur Miringotomi
Tindakan Pra Pembedahan
Tes darah
Tes pendengaran
Timpanogram
Pemeriksaan telinga dengan otoskop
Tindakan Pembedahan
Mayoritas dilakukan anestesia umum, bisa juga dengan anestesi lokal
Dokter menggunakan mikroskop
Insisi dilakukan pada membran timpani dengan menggunakan skapel atau laser
Drainase cairan
Prosedur Pembedahan Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan ini harus dilakukan secara avue (dilihat langsung), penderita harus tenang (jika penderita merupakan seorang anak, anak harus dapat dikuasai) sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran anterior-inferior atau posterior-inferior, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang mempunyai sinar yang cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang digunakan berukuran kecil dan steril. Awalnya, serumen dibersihkan dari liang telinga untuk lapangan pandang yang lebih baik sekaligus dapat memberikan gambaran respon dari penderita. Liang telinga kemudian disterilkan dengan menggunakan alkohol 70% selama 1 menit, setelah itu liang telinga dikeringkan dengan menggunakan penghisap (suction).
10
Setelah itu, dengan menggunakan miringotom, dilakukan insisi lurus melengkung sekitar 2 mm pada pars tensa membran timpani. Insisi dibuat pada kuadran anteroposterior atau posteriorinferior untuk menghindari trauma pada rangkaian osikula. Secara teknis lebih mudah membuat insisi pada kuadran posteroinferior, dan daerah ini juga kurang peka. Pisau tidak boleh dimasukkan lebih dari 2 mm guna mencegah terkenanya dinding medial telinga tengah, yang dapat menimbulkan nyeri dan perdarahan. Lebih jauh, dapat pula terbentuk celah atau tonjolan vena jugularis ke dalam basis telinga tengah. Kerusakan fenestra rotundum dihindari dengan insisi hanya melalui membran timpani dan membatasi kedalaman insisi. Setelah berhasil dilakukan insisi, hisap sekret yang keluar dari telinga tengah sampai tidak ada yang tersisa. Hal ini dilanjutkan dengan pemberian antibiotik topikal pada liang telinga.
Gambar 3.5 Miringotomi.
Gambar 3.6 Insisi Membran Timpani dilanjutkan dengan Pemasangan Tuba Ventilasi 11
Pasca Pembedahan
Jika kapas diletakkan di liang telinga untuk drainase pasca pembedahan, ganti kapas secara teratur 2-3 hari sekali.
Obat tetes telinga
Lakukan aktivitas sehari-hari secara normal
Gunakan alat sumbat ketika mandi, hindari kegiatan berenang/menyelam
3.5.Komplikasi Miringotomi
Komplikasi miringotomi yang mungkin terjadi ialah perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada nervus fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak). Mengingat kemungkinan komplikasi itu, maka dianjurkan untuk melakukan miringotomi dalam narkose dan memakai mikroskop. Tindakan miringotomi dengan memakai mikroskop, selain aman, dapat juga menghisap sekret dari telinga tengah sebanyak-banyaknya. Hanya saja dengan cara ini biayanya lebih mahal. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah. Dewasa ini sebagian ahli berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang adekuat sudah dapat diberikan (antibiotika yang tepat dan dosis yang cukup).
3.6 Keuntungan dan Kerugian Miringotomi
Keuntungan dari miringotomi adalah dengan melakukan miringotomi luka insisi dapat menutup kembali dengan mudah sedangkan tidak dilakukan miringotomi dan terjadi ruptur dari membran timpani luka perforasi sulit untuk menutup kembali. Sedangkan kekurangan dari miringotomi adalah dapat timbulnya komplikasi dari tindakan miringotomi berupa trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang
12
pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada nervus fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak).
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 2. Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga dalam Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher, editor Soepardi I, et al. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2007. 3. Djafaar, Z., Helmi, Ratna D. Kelainan Telinga Tengah dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI.2007. 4. Friedberg J, Gordon D. Acute Otitis Media: The Evolution of Surgical Management. The Journal of Otolaryngology; 1998; 27, 2-6.
14