Dinamika Kimia Laut : Salinitas Air Laut dan Sedimen Dasar Laut Andika Wijaya Kusuma 3307100081
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember-Surabaya
PENDAHULUAN
Dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak, berkembang berkembang dan dapat menyesuaikan menyesuaikan secara memadai terhadap terhadap keadaan. keadaan. Dinamika Dinamika juga berarti adanya interaksi dan interdependensi antara sistem secara keseluruhan. Dinamika kimia laut adalah segala sesuatu yang menjadi ciri laut berkaitan dengan komposisi bahan kimia mulai dari air laut dan dasar dari laut itu sendiri, dimana komposisi tersebut terb terben entu tuk k beber beberapa apa tahu tahun n lama lamany nyaa akib akibat at dari dari berb berbag agai ai pros proses es kimi kimiaa dan dan teru teruss berkembang berkaitan dengan perubahan lingkungan. Seperti kita ketahui, kondisi alam di seluruh dunia, baik flora, fauna, tanah, iklim sangat bervariasi. Semua gejala alam saling mempengaruhi satu sama lain. Demikian juga dengan unsur garam yang bukan hanya yang ada di laut tapi garam yang ada di darat. Begitu pula dengan sedimen yang memiliki berbagai proses terjadinya berkaitan dengan pengendapan bahan-bahan kimia yang berasal dari pelapukan berbagai sumber. Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%. Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi
terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gasgas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam. Zat-zat kimia yang terbentuk dari berbagai proses pelapukan itu lama-lama akan terdekomposisi dan mengendap menjadi sedimen di dasar laut.
METODOLOGI PENULISAN
Tahap Pengumpulan Data
Bahasan ini ditulis berdasarkan sumber-sumber terpercaya yang didapatkan oleh penulis, dimana hal tersebut diperoleh dari internet yang merupakan dunia pengetahuan yang tidak asing lagi di zaman modern seperti ini. Dalam mencari data-data yang dibutuhkan, sebelumnya penulis telah menentukan topik yang akan diangkat dalam kajian ini, dengan begitu proses pencarian data di internet dapat dikerucutkan menjadi suatu fokus tersendiri sehingga tercipta suatu efisiensi waktu. Data-data yang diambil berupa artikel, laporan, maupun jurnal ilmiah baik itu dalam bentuk word document, pdf, maupun html yang kesemuanya berkesesuaian sebagai bahan referensi penulisan kajian ini.
Tahap Penulisan
Adapun dalam pengerjaannya, bukan berarti dilakukan pengutipan secara langsung dari sumber-sumber terkait yang telah diperoleh, melainkan melalui suatu
mekanisme pemahaman pada tiap sumber yang kemudian ditulis dan dituangkan kembali ke dalam kajian ini dengan menggunakan gaya, bahasa serta pemikiran penulis sendiri secara mandiri.
PEMBAHASAN
A. SALINITAS AIR LAUT 1. Pengertian
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air . Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar . Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine. Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida. Kandungan garam mempunyai pengaruh pada sifat-sifat air laut. Karena mengandung garam, titik beku air laut menjadi lebih rendah daripada 00C (air laut yang bersalinitas 35 %o titik bekunya -1,90C), sementara kerapatannya meningkat sampai titik beku (kerapatan maksimum air murni terjadi pada suhu 40C). Sifat ini sangat penting sebagai penggerak pertukaran massa air panas dan dingin, memungkinkan air permukaan yang dingin terbentuk dan tenggelam ke dasar sementara air dengan suhu yang lebih hangat akan terangkat ke atas. Sedangkan titik beku dibawah 00C memungkinkan kolom air laut tidak membeku. Sifat air
laut yang dipengaruhi langsung oleh salinitas adalah konduktivitas dan tekanan osmosis. Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa halida-halida terutama klorida adalah anion yang paling banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi, halinitas biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam “bagian perseribu” (parts per thousand , ppt) atau permil (‰), kira-kira sama dengan jumlah gram garam untuk setiap liter larutan. Sebelum tahun 1978, salinitas atau halinitas dinyatakan sebagai ‰ dengan didasarkan pada rasio konduktivitas elektrik sampel terhadap “Copenhagen water”, air laut buatan yang digunakan sebagai standar air laut dunia. Pada 1978, oseanografer meredifinisikan salinitas dalam Practical Salinity Units (psu, Unit Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air laut terhadap larutan KCL standar. Rasio tidak memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu sama dengan 35 gram garam per liter larutan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas
Kadar garam air laut di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh suhu, curah hujan dan luas laut itu sendiri. •
Amplitudo suhu. Amplitudo suhu secara sederhana diartikan sebagai: perbedaan antara
suhu tinggi (panas) dengan suhu rendah (dingin). Di daerah yang memiliki perbedaan suhu yang besar seperti daerah subtropis, gurun pasir, dan daratan luas, proses pelapukan batuan sangat tinggi. Unsur garam dan unsur-unsur lainnya: Natrium, Magnesium, sulfur dan unsur mineral lain, banyak terdapat dalam batuan. Bila batuan mengalami pelapukan maka unsur-unsur tadi menjadi terurai dan berserakan di permukaan bumi. Dan ini bila terangkut ke laut, maka laut di daerah itu akan mengalami penambahan unsur mineral termasuk mineral garam. Di daerah yang memiliki suhu panas, juga memiliki tingkat penguapan yang tinggi. Kita tahu bahwa dalam proses penguapan, unsur-
unsur garam tidak ikut menguap karena yang menguap hanya airnya saja (H2O), sehingga di daerah ini kadar garam air lautnya tinggi.
•
Curah Hujan Curah hujan akan sangat mempengaruhi perbandingan antara volume air dan mineral garam. Semakin banyak penambahan air (murni) semakin rendah kadar garam, sebaliknya semakin banyak penambahan unsur garam maka semakin tinggi kadar garamnya. Analogi sederhana: Ambil 1 sendok makan garam, masukkan ke dalam segelas air. Jika ditambah lagi garamnya maka airnya semakin terasa asin. Jika air yang ditambahkan, maka rasanya semakin tawar. Nah dari analogi tersebut bisa disimpulkan: Semakin tinggi curah hujan di suatu daerah, maka semakin rendah kadar garam air lautnya.
•
Luas laut . Laut yang sempit umumnya memiliki kadar garam yang lebih tinggi dibandingkan lautan luas. Di antara lautan luas ada yang memiliki kadar garam tinggi, yaitu di daerah Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan (daerah Subtropis Utara dan Subtropis Selatan). Ini terjadi karena di daerah ini dilewati angin yang kering dan panas sehingga tingkat penguapannya tinggi. Laut yang luas memiliki arus air yang luas juga, karena tidak ada penghalang berupa daratan. Arus laut semakin luas, maka kemungkinan terjadinya perpindahan dan percampuran kandungan air semakin luas juga. Daerah laut yang kadar garamnya tinggi akan mengalir ke daerah yang kadar garamnya rendah (hukum alam). Nah bila lokasi laut dekat dengan Lautan luas atau samudra, maka kadar
garamnya
cenderung
lebih
rendah
dibandingkan laut yang tertutup atau dikelilingi daratan. Contoh Laut Merah di semenanjung Arab memiliki kadar garam yang tinggi karena Laut tersebut dikelilingi daratan. atau Laut Mati yang merupakan laut dengan kadar garam tertinggi di dunia.
Penguapan
Makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
•
Banyak Sedikitnya Sungai Yang Bermuara Di Laut Tersebut Makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.
3. Sebaran Salinitas di Laut
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai. Perairan estuaria atau daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif lebih ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air sangat menentukan. 1. Pertama adalah perairan dengan stratifikasi salinitas yang sangat kuat, terjadi di mana air tawar merupakan lapisan yang tipis di permukaan sedangkan di bawahnya terdapat air laut. Ini bisa ditemukan di depan muara sungai yang alirannya kuat sedangkan pengaruh pasang-surut kecil. Nelayan atau pelaut di pantai Sumatra yang dalam keadaan darurat kehabisan air tawar kadang-kadang masih dapat menyiduk air tawar di lapisan tipis teratas dengan menggunakan piring, bila berada di depan muara sungai besar. 2. Kedua, adalah perairan dengan stratifikasi sedang. Ini terjadi karena adanya gerak pasang-surut yang menyebabkan terjadinya pengadukan pada kolom air hingga terjadi pertukaran air secara vertikal. Di permukaan, air cenderung mengalir keluar sedangkan air laut merayap masuk dari bawah. Antara keduanya terjadi percampuran. Akibatnya garis isohalin (=garis yang menghubungkan salinitas yang sama)
mempunyai arah yang condong ke luar. Keadaan semacam ini juaga bisa dijumpai di beberapa perairan estuaria di Sumatra. 3. Ketiga, di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan di lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen kira-kira setebal 50-70 m atau lebih bergantung intensitas pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan homogen ini berlanjut sampai ke dasar. Di lapisan dengan salinitas homogen, suhu juga biasanya homogen. Baru di bawahnya terdapat lapisan pegat (discontinuity layer) dengan gradasi densitas yang tajam yang menghambat percampuran antara lapisan di atas dan di bawahnya. 4. Di bawah lapisan homogen, sebaran salinitas tidak banyak lagi ditentukan oleh angin tetapi oleh pola sirkulasi massa air di lapisan massa air di lapisan dalam. Gerakan massa air ini bisa ditelusuri antara lain dengan mengakji sifat-sifat sebaran salinitas maksimum dan salinitas minimum dengan metode inti (core layer method). 5. Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,50 – 400LU atau 23,50 – 400 LS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan). 4. Penentuan Nilai Salinitas
Ciri yang paling khas pada air laut yang diketahui oleh semua orang adalah rasanya yang asin. Ini disebabkan karena di dalam air laut terlarut bermacam-macam garam, yang paling utama adalah garam natrium korida (NaCl) yang sering pula disebut garam dapur. Selain garam-garam korida, di dalam air
laut terdapat pula garam-garam magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya. Dalam literatur oseanologi dikenal istilah salinitas (acapkali pula disebut kadar garam atau kegaraman) yang maksudnya ialah jumlah berat semua garam (dalam garam) yang terlarutdalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00 (per mil, gram per liter). Ada berbagai cara menentukan salinitas, baik secara kimia maupun fisika. Secara kimia untuk menentukan nilai salinitas dilakukan dengan cara menghitung jumlah kadar klor dalam sample air laut. Hal ini dilakukan karena sangat susah untuk menentukan salinitas senyawa terlarut secara keseluruhan. Oleh sebab itu hanya dilakukan peninjauan pada komponen terbesar yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida. Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah menjadi oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi. Selanjutnya hubungan antara salinitas dan klorida ditentukan melalui suatu rangkaian pengukuran dasar laboratorium berdasarkan pada sampel air laut di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai: S (o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902) Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram air laut. Persamaan tahun 1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus: S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969) Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil yang sama dengan definisi sebelumnya.
Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas. “Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini adalah: S = 0.0080 – 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 – 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2.
Sebagai catatan: dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan “psu” dalam menuliskan harga salinitas, yang merupakan singkatan dari “practical salinity unit”. Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan “psu” sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan. Kemudian untuk menghitung nilai salinitas secara fisik adalah ini untuk menentukan salinitas melalui konduktivitas air laut. Alat-alat elektronik canggih menggunakan prinsip konduktivitas. Salah satu alat yang paling popular untuk mengukur salinitas dengan ketelitian tinggi ialah salinometer yang bekerjanya didasarkan pada daya hantar listrik. Makin besar salinitas, makin besar pula daya hantar listriknya. Selain itu telah pula dikembangkan pula alat STD (salinity-temperature-depth recorder) yang apabila diturunkan ke dalam laut dapat dengan otomatis membuat kurva salinitas dan suhu terhadap kedalaman di lokasi tersebut.
B. SEDIMEN DASAR LAUT 1. Pengertian
Dalam kehidupan sehari-hari kata sedimen banyak sekali pengertiannya disini diterangkan tentang beberapa pengertian sedimen dan sedimentasi. Dalam kaitannya dengan sedimen dan sedimentasi bebrapa ahli mendefinisikan sedimen dalam beberapa pengertian. Pipkin (1977) menyatakan bahwa sedimen adalah pecahan, mineral, atau material organik yang ditransforkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau oleh airdan juga termasuk didalamnya
material yang diendapakan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk larutan kimia. Sedangkan Gross (1990) mendefinisikan sedimen laut sebagai akumulasi dari mineral-mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut. Pettijohn (1975) mendefinisikan sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material pembentuk
atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan lingkungan
pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai laut dalam. Angin merupakan alat transportasi penting untuk memindahkan materi langsung ke laut. Lempung pelagis yang ada di laut dibawa terutama oleh tiupan angin (aeolian). Ukuran lempung ini < 20 µm. daerah lintang rendah menjadi daerah yang berpotensi dengan debu. Total debu yang di bawa angin ke laut adalah 108 ton per tahun. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan sedimen yang dibawa oleh sungai, sebesar 1,5 X 1010 ton per tahun. Sedimen juga terdapat di dataran tubir, tetapi hampir semua berada di sepanjang pinggiran benua termasuk mineral-mineral lempung yang dominan yang diperoleh dari suspensi flokulasi di mulut sungai dan estuari. Jadi, jumlah sedimen terigen sungai pada lempung pelagis relatif dapat berkurang terhadap kontribusi aeolian. Komponen utama debu yang terbawa angin adalah kuarsa dan mineral lempung. Pada skala global, jumlah masuknya materi Vulkanologi ke sedimen laut dalam adalah kecil. Letusan besar dapat mengeluarkan abu dan debu dalam jumlah yang banyak dengan ketinggian 15-50 km, dan partikel terkecil berukuran 1-<1µm dapat tetap terapung selama beberapa bulan. Selama waktu tersebut partikel dapat bergerak mengelilingi bumi bersama angin lintang tinggi dan menyebabkan kondisi cuaca tidak lazim: saat matahari terbit panasnya luar biasa materi berukuran 1-20 µm sangat jarang berada di kedalaman 10 km. materi ini akan jatuh di daerah yang jauhnya ratusan hingga ribuan km dari tempat letusan dalam beberapa hari atau minggu. Dari proses tersebut terbentuklah lapisan abu vulkanik yang berbeda dan
dapat digunakan dalam korelasi penimbunan sedimen pelagis untuk lokasi-lokasi yang terpisah jauh.(Agus Supangat dan Umi Muawanah).
2. Macam-macam Sedimen
Sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber yang menurut Reinick (Dalam Kennet, 1992) dibedakan menjadi empat yaitu : 1. Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke dasar laut melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus laut dan akan terendapkan jika energi tertrransforkan telah melemah. 2. Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan bahan organik yang mengalami dekomposisi. 3. Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen jenis ini adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit. 4. Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang bersal dari berbagai sumber dan masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini dapat bersumber dari luar angkasa , aktifitas gunung api atau berbagai partikel darat yang terbawa angin. Material yang bersal dari luarangkasa merupakan sisa-sisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut. Sedimen yang bersal dari letusan gunung berapi dapat berukuran halus berupa
debu
volkanin,
atau
berupa
fragmen-fragmen
aglomerat.
Sedangkan sedimen yang bersal dari partikel di darat dan terbawa angin banyak terjadi pada daerah kering dimana proses eolian dominan namun demikian dapat juga terjadi pada daerah sub tropis saat musim kering dan angin bertiup kuat. Dalam hal ini umumnya sedimen tidak dalam jumlah yang
dominan
(Sugeng Widada : )
dibandingkan
sumber-sumber
yang
lain.
Era oseanografi secara sistematis telah dimulai ketika HMS Challenger kembali ke Inggris pada tanggal 24 Mei 1876 membawa sampel, laporan, dan hasil pengukuran selama ekspedisi laut yang memakan waktu tiga tahun sembilan bulan. Anggota ilmuan yang selalu menyakinkan dunia tentang kemajuan ilmiah Challenger adalah John Murray, warga Kanada kelahiran Skotlandia. Sampel-sampel yang dikumpulkan oleh Murray merupakan penyelidikan awal tentang sedimen laut dalam. Sedimen laut dalam dapat di bagi menjadi 2 yaitu Sedimen Terigen Pelagis dan Sedimen Biogenik Pelagis. 1. Sedimen Biogenik Pelagis Dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri atas berbagai struktur halus dan kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa fitoplankton dan zooplankton laut. Karena umur organisme plankton hannya satu atau dua minggu, terjadi suatu bentuk ‘hujan’ sisa-sisa organisme plankton yang perlahan, tetapi kontinue di dalam kolam air untuk membentuk lapisan sedimen. Pembentukan sedimen ini tergantung pada beberapa faktor lokal seperti kimia air dan kedalaman serta jumlah produksi primer di permukaan air laut. Jadi, keberadan
mikrofil
dalam
sedimen
laut
dapat
digunakan
untuk
menentukan kedalaman air dan produktifitas permukaan laut pada zaman dulu. 2. Sedimen Terigen Pelagis Hampir semua sedimen Terigen di lingkungan pelagis terdiri atas materimateri yang berukuran sangat kecil. Ada dua cara materi tersebut sampai ke lingkungan pelagis. Pertama dengan bantuan arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua melalui gerakan es yaitu materi glasial yang dibawa oleh bongkahan es ke laut lepas dan mencair. Bongkahan es besar yang mengapung, bongkahan es kecil dan pasir dapat ditemukan pada sedimen pelagis yang berjarak beberapa ratus kilometer dari daerah gletser atau tempat asalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Salinitas Air Laut . http://oseanografi.blogspot.com . diakses tanggal 7 Nopember 2010 Anonim. 2007. TentangSedimen. http://dhamadharma.wordpress.com . diakses tanggal 7 Nopember 2010 Anonim. Dasar Laut. http://file.upi.edu . diakses tanggal 7 Nopember 2010 Budiono,Eno.
2009.
Mengapa
Kadar
Air
Laut
http://www.khususpendidikan.co . diakses tanggal 7 Nopember 2010
Berbeda-beda.