Penulis Tim Pengampu Mata Kuliah
PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL
1 0.5 m r o f e 0 v a W-0.5 -1
0
0.2
0.4 0. 6 Time (Seconds)
0.8
1
0
20
40 60 Frequency (Hertz)
80
100
) 40 B d ( 20 e d u 0 t i n g a M-20
-40
Muhammad Irfan Bahrudin 2215105078
Materi : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sinyal dan sistem diskrit Analisa Frekuensi Sampling dan rekonstruksi sinyal Transformasi – Z Perencanaan Filter digital Realisasi Filter digital
1. Alan V. Oppenheim, R. W. Schafer “Discrete Time Signal Processing” Processing ”, Prentice Hall, second edition, 1999. 2. J. G. Proakis, “Digtital Signal Processing” Processing ”, Prentice Hall, 3. Monson H. Hayes, “Digtital Signal Processing” Processing ”, Schaum’ Schaum’s Outlines Series, 1999. 4. L. C. Ludeman, “Fundamentals of Digital Signal Processing” Processing ”, Harper & Row, 1986.
1. 2. 3. 4.
Tugas Kuis UTS UAS
()
: 10% : 10% : 40% : 40%
ADC
( )
( ) )
()
( )
converter
( Ω) Ω)
Sistem diskrit
( ( )
DAC
()
converter
Ω Ω
( )
Pengolahan Sinyal Digital
CONTOH REALISASI
Blok Diagram DSK TMS320C6416T
DSK TMS320C6416T
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Pada bab ini kita akan mempelajari pengolahan sinyal digital dengan menekankan pada notasi sinyal dan sistem diskrit. Pada bagian ini kita akan konsentrasi pada penyelesaian permasalahan yang berhubungan dengan representasi sinyal, manipulasi sinyal, sifat-sifat sinyal, klasifikasi sistem dan sifat-sifat sistem diskrit. Pada bagian ini juga ditunjukkan bahwa sistem yang linier – time invariant (LTI), bila diberi input maka outputnya akan berlaku penjumlahan konvolusi. Penjumlahan konvolusi dan Sifatsifatnya akan didiskusikan, begitu juga sistem diskrit yang dinyatakan dengan persamaan beda akan dibahas pada bab ini.
Sinyal diskrit didefinisikan sebagai deretan bilangan real atau kompleks yang diberi tanda (indeks) yang menyatakan deretan waktu. Selanjutnya sinyal diskrit dinyatakan sebagai fungsi variabel integer yang dinotasikan dengan ( ). Secara umum sinyal diskrit ( ) merupakan fungsi waktu . Sinyal diskrit ( ) tidak didefinisikan untuk nilai non integer. Sebagai ilustrasi sinyal diskrit ( ) dapat dilihat pada gambar 1.1.
−− −− 4 3
2 1
0
1
2
3
4
5
6
7 8 9 10
Gambar 1.1 Representasi sinyal diskrit ( )
Sinyal diskrit ( ) diperoleh dari sinyal analog/kontinyu yang disampling dengan analog-to-digital (A/D) converter dengan laju sampling 1/ , dimana merupakan periode sampling. Sebagai contoh sinyal suara yang mempunyai spektrum 0 3400 Hz disampling dengan laju sampling 8 kHz. Sinyal analog ( ) yang disampling dengan periode sampling menghasilkan sinyal diskrit ( ) dari sinyal analog sebagai berikut
=
(
)
–
(1.1)
Bab I - 1 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Secara umum sinyal diskrit bisa bernilai kompleks. Dalam kenyataanya, pada beberapa aplikasi, seperti pada sistem komunikasi digital, sinyal diskrit kompleks muncul secara natural. Sinyal diskrit kompleks dapat dinyatakan dalam bentuk lain yaitu bagian real dan bagian imajiner,
=
+
=
( ) +
( )
(1.2)
atau dalam bentuk kompleks polar, yaitu dalam magnitud dan fasanya, =
( ) exp[
( ) ]
(1.3)
Magnitud sinyal diskrit dapat diturunkan dari bagian real dan imajinernya sebagai berikut:
− ( ) =
2
x n
+
(1.4)
{x(n)}
Sedangkan fasa sinyal diskrit dapat diperoleh dengan menggunakan, {
∗
{ ( )
1
}=
(1.5)
{ ( )
Jika ( ) merupakan urutan kompleks, maka kompleks konjuget dinyatakan dengan notasi ( ), yang diperoleh dengan cara mengubah tanda pada bagian imajiner dari ( ) atau tanda argumennya apabila dalam bentuk kompleks polar,
∗ − − =
{ ( )} =
( ) exp[
( ) ]
(1.6)
Ada empat sinyal diskrit dasar yang biasa digunakan pada pengolahan sinyal digital, diantaranya sinyal impuls (unit sample ), sinyal unit step , sinyal eksponensial dan sinyal sinusoida.
≠
Sinyal impuls dinotasikan dengan ( ) dan didefinisikan =
1 0
=0 0
(1.7)
Bentuk sinyal impuls dapat dilihat pada gambar 1.2. 1
0
Gambar 1.2 Bentuk sinyal impuls
Bab I - 2 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Sinyal unit step (satuan tangga) dinotasikan dengan ( ) dan didefinisikan
≥ =
1 0
0 <0
(1.8)
Terdapat hubungan antara sinyal impuls dengan sinyal unit step yaitu = ( 1).
− −
Bentuk sinyal unit step dapat dilihat pada gambar 1.3. 1
0
1
2
3
4
Gambar 1.3 Bentuk sinyal unit step
Sinyal eksponensial didefinisikan
=
(1.9)
0 merupakan bilangan real atau komplek. Dalam kasus ini bisa berupa 0 , dimana sehingga sinyal eksponensial menjadi = 0 merupakan bilanagan real. Sinyal ( ) tersebut dinamakan sinyal eksponensial kompleks dan dapat dinyatakan dalam bentuk lain
=
0
=
0
+j
0
.
Sinyal eksponensial kompleks merupakan sinyal sinus dengan komposisi komponen bagian real dan imajiner. Ilustrasi sinyal ekponensial dengan real dapat dilihat pada gambar 1.4. Pada gambar 1.4 nilai = ½.
1
= 1/2
1/2 1/4 1/8
−
1
0
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 1.4 Sinyal eksponensial real dengan = 1/2
Bab I - 3 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Sinyal sinus mempunyai bentuk umum sebagai berikut
∅ ∅ ≤ ≤ = . cos(
−≤ ≤
+ )
0
(1.10)
Dimana , 0 , dan merupakan amplitudo sinyal, frekuensi digital dan fasa sinyal. Sinyal sinus merupakan sinyal diskrit yang periodik dengan periode 2 sehingga kita cukup memperhatikan dalam domain frekuensi pada interval atau 0 2 . 0 0
Dalam kasus waktu diskrit, sinyal diskrit periodik bila memenuhi kondisi bahwa = ( + ) untuk semua . Dimana adalah periode sinyal diskrit (integer). Kondisi ini berlaku untuk sinyal sinus maka
∅ ∅ .cos
+
0
= . cos(
0
+
0
+ )
Sehingga harus memenuhi persyaratan bahwa 0
=2
(1.11)
Dimana integer. Statemen tersebut berlaku juga untuk sinyal eksponensial 0 periodik dengan periode komplek = yang memenuhi syarat =
0( + )
=
Sinyal eksponensial kompleks tersebut hanya berlaku untuk pada pers (1.11) sehingga berlaku persamaan
0
2
(1.12)
0
0
=2
seperti
(1.13)
=
Dimana / merupakan bilangan rasional, merupakan jumlah siklus dalam satu periode. Beberapa contoh sinyal diskrit periodik seperti ditunjukkan pada gambar 1.5.
Bab I - 4 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
1 0.8 0.6 0.4 0.2
0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1 0
2
4
6
8
10
(a) Frekuensi digital
12
14
16
12
14
16
0
=
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1 0
2
4
6
8
(b) Frekuensi digital
10
0
= /4
Bab I - 5 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.2 -0.4
-0.6
-0.8
-1 0
2
4
6
8
10
(c) Frekuensi digital
12
14
16
0
= /5
Pada gambar 5.a terlihat bahwa bentuk sinyal disk rit dalam satu periode ada 2 sampling, sehingga sinyal tersebut memiliki periode = 2, sedangkan pada gambar 5.b terlihat bahwa bentuk sinyal diskrit dalam satu periode ada 8 sampling, sehingga sinyal tersebut memiliki periode = 8. Pada gambar 5.c bentuk sinyal diskrit terdapat 10 sampling dalam satu periode, sehingga sinyal tersebut memiliki periode = 10, sedangkan pada gambar 5.d bentuk sinyal diskrit terdapat 32 sampling dalam satu periode, sehingga sinyal tersebut memiliki periode = 32 dan dalam satu periode memiliki 3 siklus.
Jika sinyal diskrit 1 ( ) merupakan sinyal periodik dengan periode 1 dan sinyal diskrit 2 ( ) merupakan sinyal diskrit periodik dengan periode 2 , maka sinyal diskrit hasil penjumlahan = 1 + 2( ) akan selalu periodik dengan periode dasar
=
1.
gcd(
2
1,
2)
dimana gcd( 1 , 2 ) artinya the greatest common divisor dari 1 dan 2 . Teori ni berlaku juga untuk perkalian dua sinyal periodik yaitu sinyal diskrit 1( ) dengan periode 1 dan sinyal diskrit 2 ( ) dengan periode 2 , maka sinyal diskrit hasil perkalian = 1 . 2( )
Bab I - 6
Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1 0
10
20
30
40
50
60
70
(d) Frekuensi digital 0 = 3 /16 Gambar 1.5 Bentuk sinyal periodik untuk berbagai frekuensi digital
Bab I - 7 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Tentukan periode sinyal diskrit berikut : a. = cos(0.5 ) b. = cos(0.75 ) c. d. e. f. g.
= 0.25 = cos 0.5 = cos 0.5 = =
16
+ cos(0.75 ) . cos(0.75 )
. cos( ) 17
12
+
18
Penyelesaian: a.
0
Periode dasar sinyal
0
0
=
2
0.5 2
= 0.75 , maka periode sinyal diskrit
Periode dasar sinyal
=
1 4
= 4 dan terdapat satu siklus dalam satu periode dasar.
=
c.
sebagai berikut
=
b.
= 0.5 , maka periode sinyal diskrit
0
2
=
sebagai berikut
0.75 2
=
3 8
= 8 dan terdapat tiga siklus dalam satu periode dasar.
= 0.25 , maka periode sinyal diskrit eksponensial kompleks berikut 0
=
0
2
=
0.25 2
=
sebagai
1 8
Periode dasar sinyal = 8 dan terdapat satu siklus dalam satu periode dasar. d. Pada soal tersebut merupakan penjumlahan dua sinyal periodik dengan periode 1 = 4 dan 2 = 8 sehingga periode sinyal dasar sinyal hasil penjumlahan adalah
=
1.
gcd(
2
1,
2)
=
4 .(8)
gcd(4,8)
=
32 4
=8
e. Karena berlaku juga untuk perkalian dua sinyal diskrit maka periode dasar hasil perkalian dua sinyal diskrit periodik dengan periode 1 = 4 dan 2 = 8 adalah = 8.
Bab I - 8 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
f.
Pada soal tersebut merupakan perkalian dua sinyal periodik dengan periode 1 = 32 dan 2 = 34 sehingga periode sinyal dasar hasil perkalian adalah
=
1.
gcd(
2
1,
=
2)
32 .(34)
gcd(32,34)
=
32 .(34) 2
= 544
g. Pada soal tersebut merupakan perkalian dua sinyal periodik dengan periode 1 = 24 dan 2 = 36 sehingga periode sinyal dasar hasil perkalian adalah
=
1.
gcd(
2
1,
2)
=
24 .(36)
gcd(24,36)
=
24 .(36) 12
= 72
Pada buku ini beberapa operasi dasar pada pengoalahan sinyal digital ditinjau lagi secara garis besar, diantaranya penjumlahan dua sinyal diskrit, perkalian dua sinyal diskrit, perkalian skalar terhadap sinyal diskrit, refleksi (pantulan), dan pergeseran waktu (penundaan/delay).
Proses penjumlahan dua sinyal diskrit 1 ( ) dan 2 ( ) dilakukan dengan cara menjumlahkan level (harga) pada setiap sampling yang sama. Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan
=
1
+
2(
)
(1.14)
Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 1.6. Harga level 1 0 = 1 dijumlahkan dengan harga level 2 0 = 1 hasilnya 0 = 2, berikutnya harga level 1 1 = 1/2 dijumlahkan dengan harga level 2 1 = 1/2 hasilnya 1 = 1, dan seterusnya sampai sampling terakhir, hasil penjumlahannya adalah sinyal diskrit ( ).
1(
1
)
=
1/2
1
+
2(
)
2 0
2(
1
1
2
3
4
5
3/2 1
)
1 1/2
1/2
0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
Gambar 1.6 Proses penjumlahan dua sinyal diskrit
Bab I - 9 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Proses perkalian dua sinyal diskrit 1 ( ) dan 2 ( ) dilakukan dengan cara mengalikan level (harga) pada setiap sampling yang sama. Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan
=
.
1
2(
)
(1.15)
Sebagai ilustrasi hasil perkalian sinyal diskrit 1 ( ) dan 2 ( ) yang ada pada gambar 1.6 dapat dilihat pada gambar 1.7. Level 1 0 = 1 dikalikan dengan harga level 0 = 1, selanjutnya harga level 1 1 = 1/2 dikalikan dengan 2 0 = 1 hasilnya harga level 2 1 = 1/2 hasilnya 1 = 1/4, dan seterusnya sampai sampling terakhir, hasil perkaliannya adalah sinyal diskrit ( ).
=
.
1
1
2(
)
1
1/2 1/4
0
1/4 2
1
3
4
5
Gambar 1.7 Hasil perkalian dua sinyal diskrit
Proses perkalian skalar terhadap sinyal diskrit ( ) dilakukan dengan cara mengalikan level sinyal pada setiap sampling dengan bilangan pengali (konstanta). Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan
= .
(1.16)
Sebagai ilustrasi konstanta dimisalkan = 1/2 dan hasil perkalian skalar = 1/2 dengan 1 ( ) yang ada pada gambar 1.6 dapat dilihat pada gambar 1.8. Setiap sampling dari sinyal diskrit 1 ( ) dikalikan dengan konstanta = 1/2.
= 1/2.
1(
)
1/2 1/4 0
1
2
3
4
5
Gambar 1.8 Hasil perkalian skalar dengan sinyal diskrit
Bab I - 10 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
−
Proses refleksi suatu sinyal diskrit ( ) adalah merefleksikan sinyal tersebut dalam domain waktu terhadap = 0. Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan
=
(1.17)
Sebagai ilustrasi sinyal diskrit 1 ( ) mengalami proses refleksi menjadi maka bentuk sinyal hasil refleksi dapat dilihat pada gambar 1.8.
− =
1(
− =
1(
),
) 1
1/2
−− −− − 5
3
4
1
2
0
Gambar 1.9 Hasil proses refleksi sinyal diskrit
Proses pergeseran waktu dilakukan dengan menggeser sinyal diskrit tersebut dalam domain waktu sebesar nilai penggeser (integer). Bila nilai penggesernya positif maka sinyal tersebut digeser ke kanan, begitu sebaliknya. Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan
− =
(1.18)
Sebagai ilustrasi sinyal diskrit 1 ( ) pada gambar 1.6 digeser kekanan sebesar sampling, hasilnya dapat dilihat pada contoh 1.10, artinya bahwa sinyal diskrit mengalami delay 2 sampling.
− =
1(
=2 1( )
2)
1 1/2
0
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 1.10 Hasil proses pergeseran waktu dengan delay 2 sampling
Sistem diskrit merupakan operator matematik atau transformasi sinyal input menjadi sinyal lain (output) sesuai dengan karakteristik atau sifat sistem tersebut. Notasi sistem diskrit secara umum adalah [. ] seperti ditunjukkan pada gambar 1.11. Sinyal input
Bab I - 11 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
−
( ) ditransformasi menjadi output ( ) melalui transformasi [. ]. Sebagai contoh sistem diskrit yang dinyatakan dengan hubungan input-output seperti =
+ 0.5 (
1)
(1.19)
Sistem yang memiliki persamaan beda yang menyatakan hubungan input-ouput seperti pada pers (1.19) menunjukkan bahwa sistem mempunyai algoritma seperti pada pers (1.19), artinya bahwa output sistem ( ) tergantung pada sinyal input ( ) saat yang sama ditambah dengan setengah kali output satu sampling sebelumnya. Sebagai contoh bila diinginkan output pada saat = 1 yaitu (1), maka output ditentukan oleh input (1) ditambah dengan setengah kali (0).
( )
= [
]
[. ]
Gambar 1.11 Blok sistem diskrit secara umum Berdasarkan proses yang dapat terjadi pada sistem diskrit, maka sistem diskrit mempunyai beberapa sifat diantaranya:
Sistem dikatakan tanpa memori jika output sistem pada saat input saat yang sama yaitu = 0 .
=
0 tergantung
pada
Sistem diskrit mempunyai persamaan hubungan input-output = 0.5. ( ) merupakan sistem tanpa memori karena output sistem pada saat = 0 tergantung pada input saat = 0 . Sistem diskrit = + 0.2 ( 1) merupakan sistem dengan memori karena output sistem tergantung pada input saat yang sama = 0 dan saat satu sampling sebelumnya = 0 1.
− −
Sistem diskrit dikatakan linier jika berlaku sifat superposisi
1
+
2
=
1
+
[
2
]
(1.20)
Artinya bila sistem diberi input = dan bila 1 ( ) maka keluarannya 1 1 sistem diberi input = . Apabila diberi input 2 ( ) maka keluarannya 2 2 jumlahan kedua sinyal input tersebut 12 = 1 + 2 ( ) maka output sistem = 1 + 2 ( ). Secara visual dapat diilustrasikan pada gambar 1.12. 12
Bab I - 12 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
12
=
1
+
1(
)
2(
)
2(
)
[. ]
1
=
[
1
]
2
=
[
2
]
12
=
1
+
2(
Gambar 1.12. Ilustrasi proses sistem linier Selain sifat superposisi, terdapat syarat perlu yaitu bila inputnya nol, maka outputnya nol. Artinya bila sistem tidak diberi input maka keluaran sistem tidak ada.
Sistem diskrit dinyatakan dengan persamaan beda sebagai berikut a. = 2 + 0.2 + ( 1) b. = 0.3 + 0.5 ( 1) Apakah sistem tersebut linier?
−−
Penyelesaian: a. Pertama kita beri input nol = 0, dari persamaan sistem soal 1.3.a diperoleh output = 2. Jadi sistem tersebut .
− − − − −−
b. Pertama kita beri input nol = 0, dari persamaan sistem soal 1.3.b diperoleh output = 0. Selanjutnya kita cek dari sifat superposisi. o Sistem diberi input 1 ( ) maka outputnya = 0.3 1 + 0.5 1 ( 1) 1 Sistem diberi input 2 ( ) maka outputnya o = 0.3 2 + 0.5 2 ( 1) 2 o Sistem diberi input 12 = 1 + 2 ( ) maka outputnya = 0.3{ 1 + 2 } + 0.5{ 1 1 + 2 1 } 12 = 0.3 1 + 0.5 1 1 + 0.3 2 + 0.5 2 1 12 = 1 + 2 12 Jadi sistem pada soal 1.3.b bersifat linier.
Sistem diskrit dikatakan time-invariant jika berlaku sifat
− − 0
= (
0)
(1.21)
Artinya sistem diberi input sama pada saat ini atau berikutnya, output sistem akan tetap, dengan kata lain sistem tidak berubah terh adap waktu.
Bab I - 13 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
)
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Apakah sistem pada soal 1.3.b mempunyai sifat time-invariant ? Penyelesaian: Secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut: Sistem diberi input 1 ( ) = ( 0 ) maka outputnya = 0.3 1 + 0.5 1 ( 1) 1 = 0.3 ( 1) 1 0 ) + 0.5 ( 0
− − − − − − − − −− ≤
Output sistem
2
2
Karena
1(
)=
ditunda sebesar 0 maka 2 = ( = ( 0 ) = 0.3 ( 0) + 0 . 5 (
2(
0)
0
sehingga 1)
), maka sistem tersebut time-invariant .
Sistem diskrit dikatakan kausal jika output pada = 0 hanya tergantung pada input pada saat 0 , dengan kata lain output sistem hanya tergantung pada input saat yang sama atau saat sebelumnya. Pengertian kausal dapat diartikan bahwa sistem kausal, berarti sistem dapat direalisasikan.
Apakah sistem diskrit pada soal 1.3.b mempunyai sifat kausal? Penjelasan: Pada sistem dengan persamaan beda = 0.3 + 0.5 ( 1) terlihat bahwa output sistem hanya tergantung pada input saat yang sama dan input satu sampling sebelumnya. Misalnya output sistem pada (2) tergantung pada input (2) dan (1). Jadi sistem tersebut .
−
Sistem dikatakan stabil BIBO (bounded input-bounded output) jika sistem diberi sinyal input terbatas maka akan menghasilkan sinyal output yang terbatas. Urutan input ( ) terbatas jika mempunyai nilai terbatas positif tetap untuk semua
≤ ∞ ≤ ∞ ( )
<
untuk semua
(1.22)
Untuk setiap urutan input akan menghasilkan urutan output dengan nilai terbatas positif tetap untuk semua yaitu ( )
<
untuk semua
(1.23)
Bab I - 14 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Sistem diskrit yang mempunyai sifat linier dan time-invariant disebut sistem linier time-invariant (LTI). Sistem LTI bila diberi input impuls ( ) maka outputnya dinamakan respons impuls ( ) seperti ditunjukkan pada gambar 1.13.
= ( )
= ( )
[. ]
Gambar 1.13 Respons impuls pada sistem LTI
⋯ − − ⋯ ⋯ − − ⋯
Sinyal diskrit ( ) dapat dinyatakan dengan penjumlahan deretan impuls terdelay yang diilustrasikan pada gambar 1.14 dinyatakan secara matematis sebagai berikut =
+ .
=
+2 + .
+1 + .
+ ( 1).
+ .
+ 1 + (0).
1 + .
+ (1).
2 +
1 +
(1.24) (1.25)
Secara umum dapat ditulis secara matematis
∞ = −∞ (−)
(1.26)
=
f
0
1
2
( )
−− −−
d
4 3
2 1
3
4
5
6
7 8 9 10
Gambar 1.14 Representasi sinyal diskrit dalam deretan impuls
Sistem LTI bila diberi input impuls terdelay atau dengan kata lain impuls pada saat = yaitu = ( ) maka output sistem LTI adalah = ( ), dan dapat ditulis
− − − − ∞ ∞ −∞ − −∞ − =
= [
]
(1.27)
Bila sistem LTI diberi input sinyal diskrit ( ) maka output sistem = [
]= [
(
)] =
=
[
(
)]
(1.28)
=
Bab I - 15 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
∞ ∞ ∞ −∞ − −∞ −∞ −
Koefisien ( ) bernilai konstan maka =
[ (
)] =
=
=
=
(
)
(1.29)
=
Persamaan (1.29) disebut sebagai penjumlahan konvolusi, secara matematis dapat ditulis
∞ = −∞ (−) = ∗()
(1.30)
=
Tanda * merupakan operator
atau
Sistem LTI kausal mempunyai respons impuls = + 0.5 1 + ( 2) Tentukan ouput sistem bila inputnya: a. = + 1 + 0.5 ( 2) b. = + 2 + 0.5 +1 + + 0.5 1 + (
− − − − − −
2)
Penyelesaian: a. Bentuk sinyal
dan ( ) sebagai berikut
( )
( )
1
1/2
1/2
0
1
2
1
3
4
5
0
1
2
3
4
5
∞ = −∞ − ∞ 0 = −∞ − = ⋯ + −11 + 00 + 1−1 + ⋯ = 1(1) = 1 ∞ 1 = −∞ 1 − = ⋯ + 01 + 10 + ⋯ = 10.5 + 1(1) =
=
=
= 3/2
Bab I - 16 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
∞ 2 = −∞ 2 − = ⋯ + 02 + 11 + 20 + ⋯ =
∞ −∞ − ⋯ ⋯ ∞ −∞ − ⋯ ⋯ 2 = 1 1 + 1 0.5 + 0.5 1 = 1 + 0.5 + 0.5 = 2 3 =
3
=
+
1
2 +
2
1 +
=
= 1 1 + 0.5 0.5 = 5/4
4 =
4
=
+
2
2 +
= 0.5 1 = 1/2
=
5 = 0,
6 = 0, dst
Bentuk hasil keluaran sistem pada contoh soal 1.6 a. sebagai berikut
2
( ) 3/2
5/4 1
1/2
0
b. Bentuk sinyal
1
2
3
4
5
dan ( ) sebagai berikut
( )
( ) 1
1/2
1/2
-3
-2
-1
1
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
5
∞ = −∞ − ∞ (−2) = −∞ −2 − = ⋯ + −20 + ⋯ = 11 = 1 =
=
Bab I - 17 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
∞ −1 = −∞ −1 − = ⋯ + −21 + −10 + ⋯ =
− ∞ −∞ − ⋯ − − ⋯ ∞ −∞ − − − ∞ −∞ − − ∞ −∞ − ⋯ ⋯ ∞ −∞ − ⋯ ⋯ ∞ −∞ − 1 = 1 0.5 + 0.5 1 = 1
0 =
=
+
2
2 +
1
1 +
0
0 +
=
0 = 1 1 + 0.5 0.5 + 1 (1) = 2.25 1 =
1
=
2
3 +
1
2 +
0
1 +
1
(0)
=
1 = 0 + 0.5 1 + 1 0.5 + 0.5 1 = 1.5 2 =
2
=
1
3 +
0
2 +
1
1 +
2
0
=
2 = 0 + 1 (1)+(0.5)(0.5)+(1)(1)=2.25 3 =
3
=
+
0
3 +
1
2 +
2
1 +
1
3 +
2
2 +
= 0+ 1 1 = 1
=
3 = 0 + 0.5 1 + 1 0.5 = 1 4 =
4
=
5
= 0,
+
=
5 =
6 = 0,
7 = 0, dst
=
Bentuk hasil keluaran sistem pada contoh soal 1.6.b sebagai berikut
( )
2.25
1.5
1
− − − 3
2
1
0
1
2
3
4
5
Bab I - 18 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Sistem LTI kausal mempunyai respons impuls
− − −−−− =
1
( )
2
Tentukan ouput sistem bila inputnya: a. = + 0.6 1 b. c. d.
=
1
( )
4
= (1/4) { = (1/4) {
21 } 21 }
5
Penyelesaian :
a. Karena ( ) sinyal terbatas, maka output sistem dapat menggunakan sifat-sifat konvolusi yaitu sifat identitas dan sifat konvolusi sinyal ( ) dengan impuls tertunda . = + 0.6 1 = + 0.6 1 =
1 2
− − ∗ − −
( )+0.6
1
1
(
2
1)
0 = 1; 1 = 0,5 + 0,6 = 1,1; 2 = 0,25 + 0,3 = 0,55 dst b. Karena ( ) dan ( ) merupakan sinyal dengan deretan tak hingga maka penyelesaiannya menggunakan grafik dan rumus konvolusi.
∞ = −∞ (−)
=
−
Bentuk sinyal ( ) dan ( ) diubah dalam kawasan menjadi ( ) dan ( ) sesuai dengan rumus konvolusi. Bentuk sinyal ( ) dan h( ) adalah
−
( )
( )
1
0
1
2
k
3
1
1/4
4
5
1/2
0
1
2
3
4
5
k
Bab I - 19 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
a. Komutatif Secara matematis sifat komutatif
∗ ∗ =
( )
(1.31)
b. Asosiatif Secara matematis sifat asosiatif
∗ ∗ ∗ ∗ 1
=
2
c. Distributif Secara matematis sifat distributif { 1 + 2 }=
{
1
2
}
(1.32)
∗ ∗ ∗ 1
+
(1.33)
2
Secara sistem dapat digambarkan pada gambar 1.15. ( )
( )
a. Sifat komutatif
1(
∗
)
2(
)
2(
1
)
b. Sifat asosiatif
1(
)
1
2(
+
2(
)
)
c. Sifat distributif Gambar 1.15 Interpretasi sifat konvolusi dari sistem diskrit d. Urutan identitas = = ( )
(1.34)
e. Konvolusi impuls terdelay dengan ( ) = (
(1.35)
∗ ∗ ∗− − )
Bab I - 20 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Berdasarkan respons impulsnya, sistem LTI dikatakan kausal bila respons impuls = 0, untuk < 0.
Berdasarkan respons impulsnya, sistem LTI dikatakan stabil BIBO bila respons impulsnya dapat dijumlahkan secara absolut.
∞ = −∞() < ∞
(1.33)
∞ = −∞ (−) = ∗ = ∗()
(1.34)
=
Output sistem LTI :
=
Kedua sisi kiri dan kanan diabsolutkan
∞ ∞ = −∞ (−)≤ −∞(−) ∞ ≤ −∞(). (−) =
(1.35)
=
(1.36)
=
Bila input terbatas
− ≤ ∞ ≤ ∞ ∞ −∞ ∞ (
Maka output juga terbatas
)
( )
Apabila
=
( ) <
<
<
(1.37)
=
Bab I - 21 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Sistem linear time-invariant (LTI) dapat dikarakterisasi dengan respons impuls ( ). Selain itu, sistem LTI yang memiliki input ( ) dan output ( ) juga dapat dikarakterisasi dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde ke- sebagai berikut
− = (−) =0
(1.38)
=0
Jika sistem tersebut kausal maka kita dapat menyusun persamaan (1.38) menjadi
= − − + (−) =1
0
=0
− − … −
(1.39)
0
− − … −
Output sistem saat ke ditentukan oleh input saat ke , input saat sebelumnya 1, 2, , dan output saat sebelumnya 1, 2, , .
Sistem diskrit LTI dinyatakan dengan persamaan beda sebagai berikut :
− − 0.5
1 = ( )
Diasumsikan = 0, untuk semua < 0 a. Berapa orde sistem LTI tersebut. b. Tentukan respons impuls sistem ( ). Penyelesaian :
a. Berdasarkan persamaan beda pada soal terlihat bahwa orde ke-1
= 1, maka termasuk
− − ≥
b. Evaluasi untuk = ( ) maka output sistem Ditulis kembali = 0.5 1 + ( ) input sistem adalah impuls, maka = 0, 0 = 0.5 1 + 0 = 0.5 = 1, 1 = 0.5 0 + 1 = 0.5 . = 2, 2 = 0.5 1 + (2) = 0.5 . = 3, 3 = 0.5 2 + (3) = 0.5 . = (0.5) , untuk = 0.5 ( )
0 + 1 = 1 = (0.5)0 1 + 0 = (0.5)1 0.5 + 0 = (0.5)2 0.5 2 + 0 = (0.5)3
0
Bab I - 22 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
Sistem diskrit LTI dapat dikarakterisasi dengan respons impuls ( ). Berdasarkan durasi respons impuls atau dengan kata lain berdasarkan banyaknya sampling respons impuls sistem, maka sistem LTI dapat dikelompokkan menjadi 2 macam:
Merupakan sistem diskrit yang mempunyai durasi respons impuls tak terbatas. Sistem diskrit dengan respons impuls
( ) 1
(1/4)
1
=
( )
4
1/4 (1/4)2 0
1
2
3
4
5
6
Apakah sistem tersebut IIR? Penyelesaian: Respons impuls mempunyai harga dari tersebut tergolong IIR.
= 0 sampai
∞ =
maka sistem
Merupakan sistem diskrit yang mempunyai durasi respons impuls terbatas. Sistem diskrit dengan respons impuls
−− =
1 4
{
101 }.
Penyelesaian: Pada contoh tersebut respons impuls berdurasi terbatas dari = 100, sehingga disebut sebagai sistem FIR.
= 0 sampai
− − − − − − − − − − − −
Sistem diskrit dengan input ( ) dan output ( ) dikarakterisasi dengan persamaan beda koefisien konstan linier = + 0.3 1 0.5 2 + 1.5 3 0.75 ( 4) Penyelesaian: Apabila sistem diberi input impuls = ( ) maka output sistem = ( )= + 0.3 1 0.5 2 + 1.5 3 0.75 ( Sehingga terlihat respons impuls berdurasi terbatas dari = 0 sampai sehingga disebut sebagai sistem FIR.
4) = 4,
Bab I - 23 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
1. Sinyal diskrit ( ) berikut
( ) 1
1/2
0
1/4
2
1
3
4
− −
Sketsa sinyal ( ) setelah mengalami proses: a. 2 b. c.
d. e.
+2
f.
− −− (
+ 2)
(
2)
(2 )
2. Tentukan periode sinyal berikut a. b. c. d.
− − − = 2 Sin(
20
)
= 3 cos(0.055
)
= 2 sin 0.05
+ 3 sin(0.12
= 2 sin 0.05
cos(0.05
)
)
3. Sistem diskrit dengan input ( ) dan output ( ) mempunyai persamaan beda = 0.3 1 + 0.8 ( 2) Buktikan bahwa sistem diskrit tersebut mempunyai sifat linear dan time invariant .
−− 11}
4. Sistem LTI mempunyai respons impuls = (0.25) { a. Apakah sistem tersebut kausal? Jelaskan. b. Apakah sistem stabil BIBO? Jelaskan. c. Tentukan output sistem bila inputnya (i) (ii) (iii)
− − −− = = =
1
( )
3 1
6
3 1 3
{
6
56 }
Bab I - 24 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab I : Sinyal & Sistem Diskrit
5. Sistem diskrit mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier 0.5 1 = + 0.4 1 + 0.2 ( 2) Diasumsikan = 0, untuk < 0. a. Orde berapa sistem diskrit tersebut. b. Tentukan respons impuls pada = 0; 1 ; 2 ; 3; 4 ; 5 c. Tentukan respons unit step pada = 0; 1; 2; 3; 4; 5
− − − −
6. Sistem diskrit mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier 0.3 1 = Diasumsikan = 0, untuk < 0. a. Tentukan respons impuls sistem tersebut. b. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Jelaskan. c. Apakah sistem tersebut FIR atau IIR? Jelaskan.
− −
==================================================
− = 1 − 2
≠ − − −− − − − 2 +1
1
,
1
= 1
sin cos
2cos 2cos 2sin 2sin
+ +
= sin cos + cos sin = cos cos sin sin
cos = cos sin = sin cos = sin sin = cos
+ + +
+ cos( ) sin( ) + sin( ) cos( + )
sin2 = 2 sin cos 2 2 + =1
Bab I - 25 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Representasi dalam kawasan frekuensi dari sinyal dan sistem diskrit merupakan analisa penting dalam pengolahan sinyal digital. Metode yang sering digunakan untuk analisa sinyal dan sistem diskrit dalam domain frekuensi adalah menggunakan transformasi Fourier. Transformasi Fourier mampu mempermudah proses komputasi konvolusi sehingga komputasi menjadi lebih sederhana. Pada bagian ini akan dijelaskan representasi output sistem LTI apabila diberi input sinyal eksponensial kompleks maupun sinyal sinus. Transformasi Fourier dan sifat-sifatnya juga akan dijelaskan secara detail. Pengantar tentang filter digital dan jenis filter dibahas juga pada bagian ini. Interkoneksi sistem diskrit dan aplikasinya dibahas dibagian akhir bab ini.
ℎ
Sistem LTI dikarakterisasi dengan respons impuls ( ), sinyal ( ) dijadikan sebagai input sistem tersebut menghasilkan respons sistem ( ) yang ditunjukkan pada gambar 2.1. Pada bagian berikutnya akan dijelaskan sistem LTI yang diberi input sinyal eksponensial kompleks dan sinyal sinus.
ℎ
( )
Gambar 2.1 Sistem LTI
Sistem LTI pada gambar 2.1 diberi input sinyal eksponensial kompleks dimana 0 adalah konstanta yang merupakan frekuensi sinyal.
∞ ∗ ℎ ℎ ∗ −∞ ℎ − ∞ − ∞ − −∞ ℎ −∞ ℎ − ∞ −∞ ℎ −− =
=
=
(
=
)
0
,
(2.1)
=
=
0(
)
=
0
=
0
=
0
(
0
)
(2.2)
=
(
0
)=
0
(2.3)
=
Secara umum dapat ditulis Bab II - 1 Penulis: SUWADI
Jurusan Teknik Elektro ITS – Jurusan
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
∞ −∞ ℎ − (
)=
(2.3a)
=
ℎ
Dimana ( ) merupakan respons frekuenasi sistem dan juga transformasi Fourier dari ( ). Pada pers (2.2) terlihat merupakan perkalian antara sinyal input 0 dengan respons frekuensi eksponensial kompleks pada frekuensi 0 yaitu = 0 ). Secara umum sistem pada frekuensi 0 yaitu ( bilangan komplek dan selalu periodik dengan periode 2 .
∡∡ − ∡ ∡ ∡ ℎ =
+
2
=
+
1
=
Dimana dan sistem tersebut.
(2.4)
=
2
{
(2.5)
(2.6)
}
merupakan respon magnitud dan respon fasa dari
Bila sinyal ( ) mempunyai transformasi Fourier yang juga merupakan bilangan kompleks maka dinamakan spektrum frekuensi sinyal, sedangkan dan merupakan spektrum magnitud dan spektrum fasa dari sinyal ( ).
Sistem LTI mempunyai respons impuls = 0,5 ( ). a. Tentukan respons frekuensi (respons magnitud dan respons fasa). b. Gambarkan respons frekuensi frekuensi (respons magnitud dan respons fasa) fasa)
a. Persamaan respons frekuensi adalah;
∞ ∞ ∞ −∞ ℎ − − − − −− −− ∞ − − − ω =
=
(0,5)
=
=
=0
=
)0
(0,5
1
=
(0,5
)
=0
(0,5
)
0,5
+1
=
1
1
0,5
1
1
0,5 0,5 cos
+ j0,5s j0,5sin( in( )
Respons magnitud sistem LTI:
Bab II - 2 Penulis: SUWADI
Jurusan Teknik Elektro ITS – Jurusan
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
− − ∡ −− − Kita dapat menggunakan sintax pada Matlab “ ”, dimana b merupakan =
1
0,5 0,5 cos cos )2 + (0,5sin (0,5sin )2
(1
=
1
1,25
cos
Respons fasa sistem LTI:
=0
0,5 0,5 sin sin
1
1
0,5 0,5 cos cos
b. Gambar respons magnitud dan fasa adalah
freqz(b,a)
koefisien pembilang dan a merupakan koefisien penyebut. Listing program sbb: clear all all; ; b=1 a=[1 -0.5] freqz(b,a,512)
Bentuk respons magnitud dan fasa seperti terlihat pada gambar
10 ) B d ( e d u t i n g a M
5
0
-5
0
0.1
0.2
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Normalized Frequency Frequency ( rad/sample)
0.9
1
0
0.1
0.2
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Normalized Frequency Frequency ( rad/sample)
0.9
1
0 ) s e e r -10 g e d ( e s -20 a h P
-30
Gambar Dari contoh tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa respons frekuensi sistem diskrit mempunyai sifat: 2 Harga Respons magnitud merupakan fungsi genap pada = 0 untuk untuk interv interval al
Respons f r ekuenasi berni l a i kont i n yu di s et i a p ω dan sel a l u peri o di k dengan peri o de −≤≤ −≤≤ Harga Respons fasa merupakan fungsi ganjil pada
= 0 untuk untuk interv interval al
Bab II - 3
Penulis: SUWADI
Jurusan Teknik Elektro ITS – Jurusan
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
ℎ −
Sistem LTI dengan respons frekuensi memiliki respons impuls dengan cara melakukan invers respons frekuensi yaitu dengan melakukan integrasi satu periode 2 1
=
(2.7)
2
Bentuk pers (2.7) merupakan transformasi Fourier balik.
−
Sistem LTI pada gambar 2.1 diberi input sinyal sinus = ( 0 + ), dimana , 0 dan adalah amplitudo sinyal, frekuensi sinyal dan fasa sinyal sinus. Sinyal sinus dapat dinyatakan dalam bentuk kompleks polar
− − =
+
0
( 0 + )
=
2
+
( 0 + )
(2.8)
2
Output steady-state sistem LTI menjadi =
( 0 + )
(
2
0
)+
( 0 + )
2
(
0
(2.9)
)
Suku pertama dan kedua pers (2.9) saling konjugate maka menjadi
∡ ∡ ∡ =2
=2
{
{
0
2
( 0 + )
(
0
0
)
0
=
( 0 + +
.
. cos(
. cos(
+
0
0
+
(2.10)
}
2
= .
= .
( 0 + )
+
}
(2.11)
)
(2.12) )
(2.13)
)
(2.14)
Dari pers (2.13) terlihat bahwa output steady-state berupa sinyal sinus dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi sinyal input 0 , amplitudonya berubah menjadi perkalian antara amplitudo sinyal input dengan respons magnitud sistem pada 0 frekuensi sinyal input dan fasanya menjadi penjumlahan antara fasa sinyal input dengan respons fasa sistem pada frekuensi sinyal input .
ℎ
Sistem LTI mempunyai respons impuls = 0,5 state sistem bila diberi input sebagai berikut: a. = 2 c os 0,25 + 0,5 ( ) b. =3 + 2 cos 0,25 + 0,5 ( )
∡
( ). Tentukan output steady-
Bab II - 4 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
∞ ∞ ∞ −∞ ℎ − − − − −− −− ∞ − − − ω
Respons frekuensi sistem LTI adalah =
=
(0,5)
=
=
=0
=
)0
(0,5
1
=
(0,5
)
=0
(0,5
)
0,5
+1
=
1
1
0,5
1
1
0,5 0,5 cos
+ j0,5s j0,5sin( in( )
Respons magnitud sistem LTI:
− − ∡ −− − − ∡ −− − − − − ∡ −− − 1
=
(1
0,5 0,5 cos cos )2 + (0,5sin (0,5sin )2
=
1
1,25
cos
(2.15)
Respons fasa sistem LTI:
=0
0,5 0,5 sin sin
1
1
(2.16)
0,5 0,5 cos cos
a. Respons magnitud dan fasa sistem pada frekuensi sinyal input = 0,2 0,25 adalah 1 0,25 = = 2,93 2,935 5 1,25 cos(0,25 ) 0,5 sin(0, sin(0,25 25 ) 0,25 1 = = 0,159 1 0,5 cos(0, cos(0,25 25 ) Output steady-state sistem LTI adalah = 2. 2,935 .cos 0,25
= 5.87cos 5.87cos(0, (0,25 25
+ 0,5
0,159
( )
+ 0.34 0.341 1 ) ( )
b. Respons magnitud dan fasa sistem pada frekuensi sinyal input 2 = 0,25 adalah 1 0 = =2 1,25 cos0 0,5 sin(0) sin(0) 0 1 = =0 1 0,5 cos(0) cos(0) Untuk frekuensi
2
1
= 0 dan dan
= 0,25 sama dengan jawaban (a)
Jadi output steady-state sistem LTI adalah = 3. 2 =6
+ 5,87cos 5,87cos 0,25 + 0,34 0,341 1 + 5,87cos 5,87cos 0,25 + 0,34 0,341 1
Bab II - 5 Penulis: SUWADI
Jurusan Teknik Elektro ITS – Jurusan
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Filter digital sering disebut sebagai sistem diskrit. Filter dapat dikarakterisasi dalam bentuk sifat-sifatnya seperti linieritas, time-invariant, kausalitas, stabilitias dll, dan juga diklasifikasikan berdasarkan respons frekuensinya, diantaranya:
Filter dikatakan mempunyai fasa linier bila mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut
− =
.
− ∅ − ≥
Dimana dan fungsi . Fasa dari
(2.17)
berturut-turut merupakan bilangan real dan nilai real sebagai adalah =
+
untuk
0
untuk
<0
(2.18)
Selanjutnya secara umum, filter dikatakan mempunyai fasa linier jika mempunyai bentuk umum
− − =
(
.
)
(2.19)
Pers (2.19) dapat dikatakan juga sebagai sebaga i filter dengan group delay konstan. Group delay didefinisikan
− ∡∡ − − =
{
=
+ }
(2.20)
=
Artinya bahwa sinyal yang melewati sistem dengan respons fasa ( delay sebesar .
−
+ ) mengalami
Filter digital dikatakan allpass jika respons magnitud dari sistem adalah konstan dan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut
=
(2.21)
Buktikan bahwa respons frekuensi dibawah ini merupakan sistem allpass.
−− −− −− −− − − − =
Penyelesaian:
=
0,5
1
0,5
0,5
1
=
0,5
cos
1
0,5 cos cos
sin
0,5
+ 0,5 sin
Bab II - 6 Penulis: SUWADI
Jurusan Teknik Elektro ITS – Jurusan
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
− − − − − −−
( 0,5 + cos )2 + ( sin )2
=
=
0,5cos )2 + (0,5 (0,5 sin sin )2
(1
0,25
1
cos
cos
=
2
+
2
+ 0,25 0,25
1,25
cos
1,25
cos
+ sin2
+ 0,25s 0,25sin in2
=1
Jadi sistem tersebut termasuk allpass karena, respons magnitud sistemnya bernilai konstan.
Bedasarkan pemilihan frekuensi yang diloloskan, terdapat beberapa jenis filter diantaranya LPF (Low Pass Filter), HPF (High Pass Filter), BPF (Band Pass Filter), BSF (Band Stop Filter). Interval frekuensi pada respons magnitud yang bernilai 1 atau konstan disebut daerah passband (pita lolos) sedangkan interval frekuensi pada respons magnitud yang bernilai 0 disebut daerah stopband . Frekuensi yang membatasi passband dan stopband disebut frekuensi cutoff . Filter digital ideal mempunyai respons respons fasa 0 disemua frekuensi dan mempunyai respons magnitud sebagai berikut:
≤≤ ℎ −
LPF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.2 dan selalu periodik dengan periode 2 . LPF mempunyai frekuensi cutoff dan secara matematik dapat ditulis =
=
1 0
(2.22)
<
1
=
2
sin
(2.23)
1
− −
0
Gambar 2.2 Filter LPF ideal
Bab II - 7 Penulis: SUWADI
Jurusan Teknik Elektro ITS – Jurusan
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
≤≤ ℎ − −
HPF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.3 dan selalu periodik dengan periode 2 . HPF mempunyai frekuensi cutoff dan secara matematik dapat ditulis =
=
1 0
<
1
sin
=
2
(2.24)
(2.25)
1
− −
0
Gambar 2.3 Filter HPF ideal
≤ ≤ ≤
BPF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.4 dan selalu periodik dengan periode 2 . BPF mempunyai frekuensi cutoff 1 dan 2 . Secara matematik dapat ditulis =
1 0
1
<
2
1 dan
(2.26)
<
2
1
− − − 2
1
0
1
2
Gambar 2.4 Filter BPF ideal
ℎ − =
1
2
=
−
sin
2
sin
1
(2.27)
Bab II - 8 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
≤ ≤ ≤ ℎ − − −
BSF mempunyai respons magnitud seperti pada gambar 2.5 dan selalu periodik dengan periode 2 . BSF mempunyai frekuensi cutoff 1 dan 2 . Secara matematik dapat ditulis =
=
1 0
<
1
<
2
1
1
sin
=
2
(2.28)
2
sin
2
1
(2.29)
1
− − − 2
0
1
1
2
Gambar 2.5 Filter BSF ideal
Dua sistem diskrit atau lebih sering diinterkoneksikan menjadi sistem diskrit sesuai yang diinginkan. Terdapat dua tipe interkoneksi sistem yaitu serial (cascade ) dan paralel. Sistem LTI tersusun secara serial ditunjukkan pada gambar 2.6.
ℎ ( )
1(
ℎ
)
2(
( )
)
Gambar 2.6 Interkoneksi secara serial Sistem pada gambar 2.6 ekivalen dengan sistem tunggal yang mempunyai respons impuls
ℎ ℎ ∗ℎ ∡ ∡ ∡ ∡ =
1
2
(2.30)
Dan mempunyai respons frekuensi
=
=
=
1
1
1
.
1
.
2
(2.31)
2
.
2
.
(
(2.32)
2
1
+
2
)
(2.33)
Bab II - 9 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
∡ ∡ ∡ =
=
1
.
1
+
(2.34)
2
(2.35)
2
Pada pers (2.34) dan (2.35) terlihat bahwa respons magnitud sistem ekivalen cascade merupakan perkalian antara respons magnitud pertama dan respons magnitud kedua. Respons fasa sistem ekivalen merupakan jumlahan respons fasa sistem pertama dengan respons fasa sistem kedua.
ℎ ℎ
1(
( )
2(
)
( )
)
Gambar 2.7 Interkoneksi secara paralel Dua sistem LTI yang tersusun secara paralel dapat dilihat pada gambar 2.7. Jaringan sistem yang tersusun paralel sama dengan sistem ekivalen yang mempunyai respons impuls
ℎ ℎ ℎ ∡ ∡ =
+
1
2
(2.36)
Sedangkan respons frekuensi sistem ekivalennya =
=
={
+
1
+
1
1
+
1
(2.37) (2.38)
2
2
}+j{
2
2
+
1
2
}
(2.39)
Jika kedua sistem LTI yang tersusun secara paralel masing-masing mempunyai respons fasa 0 disemua frekuensi, maka respons frekuensi ekivalennya merupakan jumlahan respons magnitud pertama dan respons magnitud kedua. Apabila respons fasa masingmasing sistem LTI tidak nol, maka respons frekuensi ekivalennya dapat diselesaikan menggunakan pers (2.39) dengan respons magnitud ekivalen dan respons fasa ekivalen sebagai berikut
− ∡ =
{
+
1
=
}2 + {
2
1
+
1
1
+
2
1
+
2
2
}2
(2.40)
(2.41)
Bab II - 10 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Dua sistem LTI dengan respon frekuensi seperti pada gambar 2.8, kedua sistem tersebut dipasang secara serial (cascade ).
H1( 1
-3π/4
-π/4
π/4
)
H2( 1
3π/4
ω
-π
-π/3
)
π/3
π
ω
Gambar 2.8 Respons frekuensi dua sistem LTI a. Gambarkan respons frekuensi sistem ekivalennya b. Tentukan persamaan respon frekuensi sistem ekivalennya. c. Tentukan persamaan respon impuls sistem ekivalennya. Penyelesaian: a. Karena tersusun secara serial maka respons magnitud ekivalennya merupakan perkalian antara respons magnitud pertama dengan respons magnitud kedua, sehingga gambar respons magnitud ekivalennya berupa respons magnitud BPF,
1
-3π/4
-π/3
π/3
3π/4
ω
b. Persamaan respon frekuensi sistem ekivalennya
≤ ≤ ≤ ℎ − 1 0
=
/3 3 /4 < /3 dan 3 /4 <
c. Persamaan respon impuls sistem ekivalennya ( )=
sin3
/4
sin
/3
ℎ
−
Respons frekuensi sistem LTI diperoleh dengan mengalikan respons impuls ( ) dengan eksponensial kompleks dan menjumlahkan sebanyak interval . Transformasi Fourier (TF) diskrit dari didefinisikan dengan cara yang sama yaitu
∞ −∞ − =
(2.42)
=
Bab II - 11 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
∞ −∞ ∞
Agar transformasi Fourier sinyal diskrit ada, maka penjumlahan pada pers (2.42) harus konvergen. Hal ini terpenuhi bila ( ) dapat dijumlahkan secara absolut: =
<
(2.43)
=
Hal yang harus diingat bahwa periodik dengan periode 2 .
mempunyai sifat selalu
Transformasi Fourier Diskrit Balik dari spektrum sinyal diskrit dapat diperoleh cara yang sama dengan saat mendapatkan respons impuls sistem LTI, sehingga ( ) diperoleh dengan melakukan transformasi Fourier Diskrit Balik
=
−
1
(2.44)
2
Pasangan transformasi Fourier diskrit dapat dilihat pada tabel 2.1.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
Tabel 2.1 Pasangan transformasi Fourier diskrit Sinyal diskrit Transformasi Fpurier ( ) 1 ( )
− −∞ ∞ ≤≤ ∅ 1(
<
<
( )(
2
)
< 1)
sin
+1
0
sin
( )(
0
=
( )
sin 1 0
0
lainnya
j 0
cos(
0
+ )
+2
1
j
+
j
1
(
=
+2
)
1
j
1
< 1)
)
1
1
< 1)
(
(
=
( )
( + 1)
− ∞ −∞ −∞ − ω −− ω −∞ −− ω − − ω≤− ω ≤ − ∞ − ∞ −∞∅ −∞ − −∅ 2
1
1
2 cos =
sin[ (
j
0
+
2
j2
1 0 < + 1)/2]
/2
sin( /2) 2
(
0
+2
)
=
[
0
+2
=
+
+
0
+2
]
Bab II - 12 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Sifat transformasi Fourier diskrit (TF) dapat digunakan untuk menyederhanakan evaluasi transformasi Fourier dan inversnya. Beberapa sifat transformasi Fourier dijelaskan dibawah ini dan disimpulkan pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Sifat-sifat Transformasi Fourier
− − − − − ∗∗ ∗ − ∞ − − −∞ − − − −
Linier Pergeseran waktu Time-reversal Modulasi Konvolusi Konjugasi
+
1
2
+
1
(
0
1
2
2
(
0)
.
1
)
2
Derivative Perkalian
.
1
1
2
2
1
2
Teori Parseval
2(
1
2
=
(
)
(
)
2
Sinyal diskrit 1 ( ) mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 ( ) mempunyai TF 2 , maka jumlahan dua sinyal diskrit 1 ( ) dan 2 ( ) mempunyai TF sebagai berikut 1
+
2
+
1
2
Dimana dan merupakan konstanta
Sinyal diskrit ( ) mempunyai TF sebesar mempnyai TF
, maka sinyal
( ) yang ditunda
Sinyal diskrit ( ) mempunyai TF , maka sinyal ( ) dikalikan dengan 0 menghasilkan pergeseran frekuensi eksponensial komplek (
0
(
0)
)
Bab II - 13 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
∗ − − ∞ −∞ −
Sinyal diskrit 1 ( ) mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 ( ) mempunyai TF 2 , maka konvolusi dua sinyal diskrit 1 ( ) dan 2 ( ) mempunyai TF sebagai berikut 1
2
.
1
2
Sinyal diskrit 1 ( ) mempunyai TF 1 dan sinyal diskrit 2 ( ) mempunyai TF 2 , maka perkalian dua sinyal diskrit 1 ( ) dan 2 ( ) mempunyai TF sebagai berikut
1
.
1
2
2(
1
2
)
Sinyal diskrit ( ) mempunyai TF , maka kita dapat menghitung energi suatu sinyal diskrit dalam domain waktu maupun domain frekuensi dengan formula sebagai berikut 2
=
=
1
(
2
)
2
Untuk menghitung energi sinyal bila diketahui kuadrat spektrum magnitud suatu sinyal diskrit, dapat kita integralkan dalam satu periode 2 .
Pada bagian ini kita menjelaskan beberapa aplikasi transformasi Fourier untuk analisa sistem LTI.
Sistem diskrit LTI dapat dikarakterisasi dengan hubungan input ( ) dan output ( ) yang dinyatakan dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde-N sebagai berikut
− =0
(
)=
− (
(2.45)
)
=0
Respons frekuensi sistem dapat diperoleh dengan melakukan transformasi Fourier pers (2.45) sebagai berikut
Bab II - 14 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
− − − −
(2.46)
=
=0
=0
=
Apabila
=0
=
(2.47)
=0
0
= 1, maka respons frekuensi sistem menjadi
=
=
−− =0
1+
(2.48)
=1
Sistem LTI mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier sebagai berikut
− − − − − = 0,25
1 + 0,3
2 + 1,5
+ 0,4
1
0,6 (
2)
Tentukan respons frekuensi sistem tersebut. Penyelesaian:
Kita lakukan transformasi Fourier sehingga menjadi
−− − − − − − − − − − − − − − − − − − = 0,25
0,6
[1
2
+ 0,3
+ 1,5
+ 0,4
2
0,25
0,3
=
2
=
]=
[1,5 + 0,4
0,6
1,5 + 0,4
0,6
2
1
0,3
2
0,25
2
]
Transformasi Fourier (TF) diskrit memetakan konvolusi dalam domain waktu ke perkalian dalam domain frekuensi. TF diskrit memberikan solusi alternatif untuk mempermudah analisa respons sistem. Contoh berikut memberikan prosedur penyelesaiannya.
Bab II - 15 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
ℎ
Respons impuls sistem LTI
=
1
( )?
3
1
=
( ), tentukan respons sistem bila inpunya
2
− − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − −
Penyelesaian: Karena respons sistem merupakan konvolusi antara ( ) dengan ( ), maka kita dapat menyelesaikan dengan TF yaitu berupa perkalian antara
dan
,
selanjutnya dilakukan invers dari TF.
=
1 1 2
=
1
=
.
1
1
=
1
=
2
=2
1
=
3
=3
=
1
=
1 1 3
1
1
=
.
1
3 1 2
=3
1
+
1 2
1
1 1 3
=3
=2
1 1 1 2 2 1 1 3
1 2
1 3
=
2
=3
2
1 3
TF diskrit dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan beda dalam domain frekuensi dengan kondisi awal sama dengan nol. Prosedurnya menyederhanakan transformasi persamaan beda ke domain frekuensi dengan menggunakan TF setiap suku pada persamaan beda, menyelesaikan bentuk yang diinginkan dan melakukan TF balik.
− − − −
Sistem LTI mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan persamaan beda 0,25 1 = ( 2), diasumsikan kondisi awal nol. Tentukan respons impuls sistem tersebut. Penyelesaian: Input sistem
= ( ), maka
( ) =
= 1, selanjutnya
beda sistem
persamaan
Bab II - 16 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
− − −− − − −− −− − − − − −− − − − ℎ − − − 0,25 {1
=
=
0,25
}=
1
=
}
2
1
=
0,25
2
{1
2
1
1
=
2
=
1
0,25
1
1
1
4
4
0,25
2
2
− − − − −
Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan persamaan beda 0,75 1 + 0,125 ( 2) = 0,5 ( 1). Sinyal = 0,75 ( ) dijadikan sebagai input sistem tersebut. a. Tentukan respons frekuensi sistem tersebut, termasuk respons magnitud dan fasa. b. Gambarkan respons magnitud dan fasa sistem tersebut. c. Sistem tersebut termasuk jenis filter apa? LPF, HPF, BPF atau BSF? d. Tentukan respons impuls sistem tersebut. e. Tentukan persamaan spektrum frekuensi sinyal input. f. Gambar spektrum (spektrum magnitud dan spektrum fasa) sinyal input tersebut. g. Tentukan persamaan spektrum frekuensi sinyal output tersebut. h. Tentukan sinyal output sistem tersebut. i. Gambarkan spektrum (spektrum magnitud dan spektrum fasa) sinyal output tersebut.
a. Respons frekuensi sistem, respons magnitud dan fasa:
− − − − − − − − − − − −− − − − −− − − − −− −− − − − − 0,75
{1
0,75
1
1
0,75 =
=
1
1
+ 0,125
0,25
=
=
{1
0,5
}
0,5
0,75
2
0,5
}=
1
0,5
1
=
2
+ 0,125
=
=
2
+ 0,125
+ 0,125 1
1
0,5
2
0,5
1
0,25
1
1
0,25 cos
+ 0 ,25 sin
Bab II - 17 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
Respons magnitud:
− − ∡ −− − Kita dapat menggunakan sintax pada Matlab “ ”, dimana b 1
=
1
2
0,25
2
+ 0,25
( )
1
0,25 sin
=
1
17 16
0,5 cos
Respons fasa:
=0
1
0,25 cos
b. Gambarkan respons magnitud dan fasa sistem dalam logaritmik 20
:
freqz(b,a)
merupakan koefisien pembilang dan a merupakan koefisien penyebut. Listing program sbb: clear all; b=[1] a=[1 -0,25] freqz(b,a,512)
Bentuk respons magnitud dan fasa seperti terlihat pada gambar 4 ) B d ( e d u t i n g a M
2
0
-2
0
0.1
0.2
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Normalized Frequency ( rad/sample)
0.9
1
0
0.1
0.2
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Normalized Frequency ( rad/sample)
0.9
1
0 ) s e e r -5 g e d ( e s -10 a h P
-15
c. Berdasarkan jawaban b, respons magnitud sistem diskrit terlihat hanya meloloskan sinyal pada frekuensi tengah, maka disebut low pass filter (LPF).
Bab II - 18 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
d. Respons impuls sistem:
− − ℎ − =
=
1
1
1
=
0,25
=
1 4
e. Persamaan spektrum sinyal input:
− − =
f.
1
1
0,75
Gambar spektrum magnitud dan fasa sinyal input: Dengan menggunakan perintah matlab sbb: clear all; b=[1] a=[1 -0,75] freqz(b,a,512)
Bentuk spektrum magnitud dan fasa sinyal input seperti terlihat pada gambar -37.35 -37.4 ) B -37.45 d ( e d u -37.5 t i n g a M-37.55
-37.6
0
0.1
0.2
0.3
0.4 0.5 0.6 Normalized Frequency ( rad/sample)
0.7
0.8
0.9
1
0
0.1
0.2
0.3
0.4 0.5 0.6 Normalized Frequency ( rad/sample)
0.7
0.8
0.9
1
400
300
) s e e r g e d ( 200 e s a h P
100
0
g. Persamaan spektrum sinyal output :
− − − − =
.
=
1
1
0,75
.
1
1
0,25
Bab II - 19 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
h. Sinyal output sistem tersebut adalah
− − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − 1
=
1
.
0,75
=
1
=
1
1
1
i.
1
3
=
4
=4/3
1
=
4
=4
=
=
=
0,25
1
3/2 3 1 4 3 3 = 2 4
1
+
3 4
1 4
1
1 1 4
=
3 2
=4/3
1 3 1 4 1/2 1 1 4
1
=
2
=4
1 1 2 4
Bentuk persamaan spektrum sinyal output:
− − − − −− −
1 1 . = 3 1 1 1 1 4 4 Gambar spektrum magnitud dan fasa sinyal output: Dengan menggunakan perintah matlab sbb: =
1
+
3 16
2
clear all; b=[1] a=[1 -1 3/16] freqz(b,a,512)
Bentuk spektrum magnitud dan fasa sinyal output seperti terlihat pada gambar
Bab II - 20 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
15
10 ) B d (
e d u t i n g a M
5
0
-5
-10
0
0.1
0.2
0.3
0.4 0.5 0.6 Normalized Frequency ( rad/sample)
0.7
0.8
0.9
1
0
0.1
0.2
0.3
0.4 0.5 0.6 Normalized Frequency ( rad/sample)
0.7
0.8
0.9
1
0 -10 ) -20 s e e r g -30 e d ( e -40 s a h P -50
-60 -70
Bab II - 21 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
1. Sistem LTI mempunyai respons frekuensi yang dinyatakan dengan respons magnitud dan respons fasa digambarkan sebagai beikut
1
−
−
0
/3
/3
∡
/3
−
−−
/3 0
3
/3
Tentukan output steady state bila inputnya: a. b. c. d.
= 2 cos =3
= 2 sin =2
4
+
( )
2
+ 2 sin 4
+
4
+
cos
2
+ 2 sin
2
4
+
( )
2
2
+
2
( )
( )
2. Sistem LTI mempunyai respons frekuensi yang dinyatakan dengan respons magnitud seperti gambar dibawah dan respons fasa nol disemua frekuensi. 20 0
−
−
10
0
2
Tentukan output steady state bila inputnya: a. b. c.
= 3 sin =2
= cos2
2
+
2
+ 2 sin 2
+
2
2
Bab II - 22 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
3. Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan persamaan beda koefisien konstan sebagai berikut 1 = ( 1) 2 a. Tentukan persamaan respons frekuensi sistem. b. Tentukan persamaan dan gambar respons magnitud sistem. c. Tentukan persamaan dan gambar respons fasa sistem.
− −
4. Sistem LTI kausal mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan persamaan beda koefisien konstan sebagai berikut 3 1 = + 1 ( 2) 4 8 a. Tentukan persamaan respons frekuensi sistem. b. Tentukan output sistem bila inputnya. i. ii. iii.
− − − − − − − − − 1
=
= =
2
1 4 1 4
(
1)
( )
2
(
2)
5. Dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada persamaan dibawah:
= dan = 2 Bila kedua sistem tersebut dipasang serial , tentukan persamaan respon frekuensi sistem ekivalennya. Tentukan outputnya bila diberi input sinyal eksponensial kompleks = 0,5 Bila kedua sistem diatas disusun paralel, tentukan persamaan respon frekuensi sistem ekivalennya. = Tentukan outputnya bila diberi input sinyal eksponensial kompleks 3cos 0,5 0,25 Tentukan persamaan beda koefisien konstan linier sistem paralel tersebut. 1
a. b. c. d. e.
− − − − −
6. Dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada persama an dibawah:
2 =1+ dan = 2 a. Bila kedua sistem tersebut dipasang serial , tentukan persamaan respon impuls sistem ekivalennya. b. Tentukan output ( ) bila sistem serial tsb diberi input : i. Sinyal eksponensial kompleks = 0,5 ii. Sinyal sinusoida = 2 c os 0,5 ( ) c. Bila kedua sistem diatas disusun paralel: i. Tentukan persamaan respon impuls sistem ekivalennya. = +2 1 +3 ( 2) ii. Tentukan output bila diberi input iii. Tentukan persamaan beda koefisien konstan linier sistem paralel tersebut. 1
Bab II - 23 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
7. Diketahui dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada persamaan dibawah, kedua sistem tersebut dipasang paralel. 1 /4 = 1 0 /4 <
2
a. b. c. d. e.
=
1 0
≤ ≤ ≤ ≤
3 /4
< 3 /4
Sketsa respons magnitud kedua sistem diskrit diatas. Sketsa respons magnitud sistem diskrit ekivalennya. Tentukan persamaan respon frekuensi sistem ekivalennya. Tentukan persamaan respon impuls sistem ekivalennya. Tentukan output steady state bila inputnya =2 +3
(0,5
) ( )
8. Diketahui dua sistem dengan respon frekuensi seperti pada gambar dibawah, kedua sistem tersebut dipasang ,
H1(
)
1
-3π/4
-π/4
1
π/4
H1(
H2(
3π/4
ω
-π
-π/3
)
π/3
)
H2( π/2
π
ω
)
3π/8 π/8 π/4
-3π/4
-π/4-π/8
π/6
3π/4
-π
ω
1
π/3
π
-π/3
ω
-π/6
-3π/8
-π/2
a. Gambarkan respons frekuensi sistem keseluruhan. b. Tentukan persamaan respon frekuensi sistem keseluruhan. c. Tentukan persamaan respon impuls sistem keseluruhan. d. Gambarkan dan tentukan spektrum sinyal output diberi sinyal input dengan spektrum:
X( 1
-3π/4
-π/4
, yaitu
)
π/4
X(
3π/4
ω
-3π/4
-π/4
, bila sistem
)
π/4
3π/4
ω
e. Jelaskan apa yang dialami sinyal input setelah melewati sistem-1 dan sistem 2? f. Tentukan output steady state bila inputnya = 2 c os 0,25 ( )+ 3 (0,5 ) ( )
Bab II - 24 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab II : Analisa Frekuensi
9. Tentukan respon impuls filter digital yang mempunyai persamaan respons frekuensi sebagai berikut:
=
− ≤ ≤ 2
0
<
10.
Bab II - 25 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Sinyal diskrit diperoleh dengan melakukan proses sampling pada sinyal kontinyu. Banyak contoh aplikasi pengolahan sinyal digital yang dijumpai pada sistem relay protection , pengolahan sinyal suara dan sinyal audio, sistem radar dan sonar, pengolahan sinyal seismic dan biologi, pengolahan sinyal multimedia dan lain sebagainya. Sinyal kontinyu disampling secara periodik dengan periode sampling tertentu, sehingga sinyal diskrit merupakan urutan sinyal kontinyu yang tersampling. Proses sampling sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit/digital disebut konversi analog ke digital (analog to digital converter ADC), sedangkan proses dari sinyal digital ke sinyal analog/kontinyu disebut konversi digital ke analog (digital to analog converter DAC). Rangkaian ADC dan DAC biasanya dipakai pada sistem pengolahan sinyal digital seperti terlihat pada gambar 3.1. Pada bab ini akan didiskusikan tentang proses sampling yang terjadi pada ADC dan proses rekonstruksi sinyal yang terjadi pada DAC, termasuk fenomena aliasing yang terjadi pada sinyal pita tak terbatas atau ketika menggunakan laju sampling yang begitu rendah.
–
()
ADC converter
( )
Filter digital
()
–
()
DAC
( )
converter
Gambar 3.1 Komponen ADC dan DAC pada sistem pengolahan sinyal digital pada sistem kontinyu ekivalen
Sinyal analog/kontinyu ( ) diproses melalui rangkaian ADC menjadi sinyal diskrit ( ) yang dikuantisasi dan dikodekan menjadi deretan sinyal digital (bit stream ). Sinyal analog ini bisa berupa sinyal tone (sinus), voice, audio, maupun video. Komponen ADC ditunjukkan pada gambar 3.2. Blok pertama menggambarkan rangkaian penyampling yang kadang-kadang disebut continuous-to-discrete converter (C/D) atau ADC ideal.
Bab III - 1 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Rangkaian penyampling mampu mengkonversikan sinyal analog ( ) menjadi sinyal diskrit dengan cara mengekstraksi sinyal analog ( ) pada kelipatan integer periode sampling menjadi = ( ).
()
C/D
()
Quantizer
converter
( )
()
Encoder
∆ Gambar 3.2 Komponen pada ADC
Sampel-sampel ( ) merupakan nilai amplitudo sinyal ( ) pada setiap periode sampling . Blok kedua dari ADC adalah quantizer , yang memetakan amplitudo sinyal kontinyu tersampling menjadi sekelompok/set amplitudo diskrit. Pada quantizer serba sama (unform ), proses kuantisasi ditentukan oleh jumlah bit dan interval kuantisasi . Blok ketiga dari ADC merupakan pengkode ( encoder ), yang berfungsi untuk mengkodekan sinyal diskrit ( ) menjadi deretan bit-bit ( ) atau binery codewords.
∆
Sinyal diskrit dibentuk dengan menyampling sinyal kontinyu/analog secara periodik dengan periode , sehingga menjadi
= ()
(3.1)
Spasi sampling merupakan periode sampling dan = 1/ merupakan frekuensi sampling dalam sampel per detik. Proses sampling dan bentuk-bentuk sinyalnya terlihat pada gambar 3.3. Pada tahap pertama, sinyal analog dikalikan dengan deretan impuls dengan periode ,
∞
= (−)
(3.2)
=−∞
menjadi deretan sinyal tersampel
(), ∞
= (). () = . (−)
(3.3)
=−∞
Selanjutnya, sinyal deretan impuls dikonversikan menjadi sinyal diskrit dengan memetakan deretan impuls periode menjadi sinyal diskrit ( ), dimana nilai sampel periode diindeks dengan variabel integer .
= ()
Bab III - 2 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
()
()
Konversi deretan impuls ke diskrit
()
= ()
( )
∞
= . (−)
()
=−∞
0
0 T 2T 3T 4T 5T 6T 7T 8T
( )
( )
∞
= (−)
= ()
=−∞
1
0 T 2T 3T 4T 5T 6T 7T 8T
0 1 2 3 4
5 6
7 8
( )
( )
Gambar 3.3 Proses pada konverter C/D dan bentuk-bentuk sinyalnya: (a). Blok diagram konverter C/D, (b). Sinyal informasi analog asal, (c). Deretan impuls dengan amplitudo 1, (d). Deretan impuls dengan amplitudo sesuai informasi analog asal, (e). Sinyal diskrit output konverter C/D.
Pada bagian sebelumnya proses pada konverter C/D dianalisa dalam kawasan waktu, selanjutnya proses pada konverter C/D dapat dianalisa dalam kawasan frekuensi. Transformasi Fourier kontinyu deretan impuls ( ) adalah
∞ Ω = (Ω−Ω ) −∞ 2
(3.4)
=
Bab III - 3 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Ω
dimana, = 2 / merupakan frekuensi sampling dalam satuan radian per detik. sedangkan transformasi Fourier kontinyu sinyal informasi asal ( ) adalah ( ), maka transformasi Fourier kontinyu sinyal tersampling ( ) adalah
∞ Ω = 2 Ω ∗ Ω = 2 Ω ∗ Ω−Ω −∞ 1
1
2
Ω
(3.5)
=
∞
1
∞
1
Ω = Ω − Ω = (Ω−Ω ) =−∞
(3.6)
=−∞
Kita dapat menyatakan transformasi Fourier kontinyu dari sinyal ( ) dalam bentuk lain, karena transformasi Fourier dari ( ) adalah −Ω , maka transformasi Fourier kontinyu dari sinyal:
−
∞
= . (−) =−∞
adalah
∞
Ω = −Ω
(3.7)
=−∞
Selanjutnya, transformasi Fourier diskrit ( ) adalah
∞
∞
= − = − =−∞
(3.8)
=−∞
Kita bandingkan pers. (3.7) dan pers. (3.8), maka terdapat hubungan bahwa
= ( Ω)Ω = /
(3.9)
Dan kita substitusikan pers. (3.9) ke pers. (3.6) menjadi
∞
= ( − 2 ) 1
(3.10)
=−∞
Akhirnya dapat dikatakan bahwa
merupakan bentuk Ω yang terskala
dalam kawasan frekuensi dengan skala yang terdefinisikan dengan
= Ω. periodik dengan periode 2, sebagai konsekwuensinya dalam skala waktu ketika () dikonversikan ke . Skala ini yang membuat
Bab III - 4 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
( Ω)
1
−Ω
Ω = 2
Ω
0
Ω
( )
( Ω) −2Ω
−Ω
Ω = 2 = 2/
2 /
Ω
0
Ω
Ω
2
( )
( Ω)
= Ω.
1/
−(Ω + Ω )
−Ω −Ω −(Ω − Ω )
Ω
0
Ω
Ω − Ω )
(
Ω + Ω )
Ω
(
( )
= Ω .
( )
1/
−(2 + )
−2 − −(2 − )
0
2
− )
(2
)
(2 +
( )
Gambar 3.4 Bentuk spektrum sinyal pada proses konverter C/D Analisa bentuk spektrum dalam kawasan frekuensi pada proses yang terjadi pada rangkaian konverter C/D pada gambar 3.3 (a) dapat dilihat pada gambar 3.4. Spekrum Bab III - 5 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Ω
Ω Ω
sinyal informasi pita terbatas (band limited ) = 0 untuk > dapat dilihat pada gambar 3.4 (a). Rentang spektrum sinyal informasi dari 0 s/d rad/detik sehingga sinyal informasi tersebut mempunyai frekuensi maksimal . Spektrum deretan impuls ( ) adalah ( ) berbentuk deretan impuls juga dan muncul disetiap kelipatan frekuensi sampling seperti terlihat pada gambar 3.4 (b). Bentuk spektrum sinyal tersampling ( ) yaitu ( ) yang merupakan konvolusi antara ( ) dan ( ) berbentuk seperti spektrum sinyal informasi ( ) yang muncul disetiap kelipatan frekuensi sampling seperti terlihat pada gambar 3.4 (c), sedangkan bentuk spektrum sinyal diskrit yang merupakan hasil konversi dari deretan impuls sinyal tersampling menjadi deretan sinyal diskrit ( ) juga berbentuk seperti spektrum sinyal informasi ( ) yang muncul disetiap kelipatan 2 seperti terlihat pada gambar 3.4 (d).
Ω
Ω Ω Ω Ω
Ω
Ω
Ω
Ω
Ω Ω
Ω
Ω −Ω
Ω
Apabila frekuensi sampling < 2 atau ( ) < , maka bentuk spektrum sinyal ( ) akan menjadi seperti pada gambar 3.5. Bentuk spektrum yang menumpuk satu sama lain tersebut dinamakan terjadi aliasing . Bila terjadi aliasing , kandungan frekuensi sinyal ( ) akan mengalami kehilangan sebagian kandungan frekuensinya atau bisa dikatakan tidak bisa diperoleh kembali secara lengkap kandungan frekuensi sinyal informasi tersebut.
Ω
( Ω) 1/ −Ω −Ω/2
0
Ω /2 Ω
Ω
Gambar 3.5 Bentuk spektrum terjadi aliasing
Jika ( ) merupakan sinyal pita terbatas dengan frekuensi maksimal frekuensi sampling
Ω ≥ 2Ω
Ω , maka dengan (3.11)
Proses pada ADC tidak akan terjadi aliasing dan ( ) dapat diperoleh kembali dari sampel-sampelnya ( ) menggunakan filter rekonstruksi yaitu LPF (low pass filter). Berikut pernyataan teorema sampling Nyquist:
() merupakan sinyal dengan frekuensi lebar pita terbatas, Ω = 0 Ω ≥ Ω Maka () dapat diperoleh kembali dari sampel-sampelnya () jika : Jika
Bab III - 6 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Ω = 2 ≥ 2Ω
Ω
Frekuensi disebut sebagai . = 2 disebut
Ω
Ω
dan frekuensi sampling minimum
Dalam kenyataannya, sinyal dengan bandlimited jarang dijumpai oleh karena itu perlu dipasang , agar frekuensi sinyal informasi menjadi sinyal yang bandlimited sehingga frekuensi sampling dari ADC dapat memenuhi kriteria Nyquist dan dapat menghindari terjadinya aliasing . Filter LPF tersebut disebut sebagai .
= 2 sin2.100 + cos(2.400)
Sinyal analog mempunyai persamaan bahwa disampling dengan frekuensi sampling 1 kHz. a) b) c) d) e) f) g)
Berapa frekuensi sinyal analog . Bepapa frekuensi Nyquist. Berapa laju Nyquist. Tentukan sinyal diskrit hasil samplingnya. Berapa frekuensi digital sinyal hasil sampling. Apakah terjadi aliasing? Jelaskan. Apabila sinyal analog tersebut disampling dengan frekuensi sampling 600 Hz, apakah terjadi aliasing? Jelaskan.
Penyelesaian:
Ω Ω Ω
a) Frekuensi sinyal analog adalah 1 = 100 dan 2 = 400 atau dalam pernyataan lain 1 = 200 rad/det dan 2 = 800 rad/det. b) Frekuensi Nyquist = 800 rad/det. c) Laju Nyquist 2 = 1600 rad/det. d) Sinyal diskrit = ( ) = 2 sin 0.2 + cos(0.8 ) e) Frekuensi digital sinyal ( ) adalah 1 = 0.2 rad dan 2 = 0.8 rad f) Sistem ADC tersebut karena frekuensi sampling = 2 1000 = 2000 rad/det lebih besar dari laju Nyquist 2 = 1600 rad/det. g) Ya, terjadi aliasing karena frekuensi sampling = 2 600 = 1200 rad/det kurang dari laju Nyquist 2 = 1600 rad/det.
Ω
Ω
Ω
Ω
Ω
Bab III - 7 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
( )
()
Konversi dari deretan diskrit ke deretan impuls
Filter LPF ideal ( )
Ω
()
/
( )
( Ω)
−/
0
Ω = / Ω 2
( ) Gambar 3.6 (a). Konverter discrete-to-analog (D/C), (b) Respons frekuensi filter rekonstruksi ideal
Seperti yang dijelaskan pada teorema sampling bahwa jika ( ) merupakan sinyal bandlimited yaitu agar supaya = 0 untuk > dan jika periode sampling < / maka ( ) secara unik dapat disusun kembali dari sampel-sampelnya = ( ). Proses rekonstruksi mencakup dua tahap seperti terlihat pada gambar 3.6.a. Tahap pertama, deretan sinyal diskrit ( ) dikonversi menjadi deretan impuls ( ) berikut
Ω
Ω
Ω Ω
∞
= (−)
(3.12)
=−∞
Selanjutnya ( ) difilter dengan filter rekonstruksi yang berupa filter LPF ideal yang mempunyai respons frekuensi pers (3.13) dan ditunjukkan pada gambar 3.6.b.
≤ / Ω = 0, Ω Ω > /
(3.13)
Bab III - 8 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Sistem ini disebut sebagai konverter discrete-to-analog (D/C) atau DAC. Transformasi Fourier kontinyu balik dari pers. (3.13) merupakan respons impuls filter rekonstruksi yaitu
) ℎ = / sin(
(3.14)
Output filter rekonstruksi adalah
∞
∞
(−)/] = ℎ (−) = sin[(− )/
=−∞
(3.15)
=−∞
Gambar 3.7 Bentuk sinyal proses rekonstruksi sinyal
Pers (3.15) merupakan rumusan interpolasi yang menunjukkan bagaimana direkonstruksi dari sampel-sampel = . Dalam kawasan frekuensi, rumus interpolasi menjadi
∞
Ω = ( Ω)−Ω = Ω ( Ω )
(3.16)
=−∞
Bab III - 9 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Yang mana ekivalen dengan
. ( Ω ) Ω < / Ω = 0 (3.17) Ω lainnya Kemudian, ( ) merupakan frekuensi yang diskala ( = Ω. ) dan filter rekonstruksi menghilangkan semua frekuensi diatas frekuensi cutoff Ω = / dalam spektrum periodik ( Ω ). Kita tidak mungkin mengimplementasikan filter LPF ideal pada filter
rekonstruksi, beberapa konverter D/C menggunakan zero-order hold untuk filter rekonstruksi. Bentuk sinyal pada proses rekonstruksi bila frekuensi samplingnya memenuhi kriteria Nyquist maka dapat dilihat pada gambar 3.7.
( Ω) ( Ω)
1/
−(Ω + Ω )
−Ω −Ω −(Ω − Ω )
Ω
0
2
( )
Ω + Ω )
Ω
(
( Ω)
1
−Ω
Ω = /
Ω
0
Ω
Ω
( Ω) 1/ ( )
−Ω −Ω/2
Ω /2 Ω ( ) ( Ω)
Ω
0
−Ω /2
0
Ω /2 2
Ω
( )
Gambar 3.8 Bentuk spektrum sinyal pada proses rekonsruksi sinyal
Bab III - 10 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Proses rekonstruksi sinyal dapat juga dilihat dalam kawasan frekuensi. Bentuk spektrum sinyal pada proses rekonsruksi sinyal dijelaskan pada gambar 3.8. Spektrum deretan impuls sinyal ( ) yaitu ( ) difilter dengan filter rekonstruksi berupa LPF ideal dengan respons frekuensi ( ) yang mempunyai frekuensi cutoff /2 atau / seperti terlihat pada gambar 3.8.a. Output filter rekonsruksi mempunyai bentuk spektrum ( ) yang sama dengan bentuk spektrum sinyal aslinya ( ) yang dapat dilihat pada gambar 3.8.b. Apabila frekuensi sampling tidak memenuhi kriteria Nyquist maka spektrum sinyal asli tidak dapat diperoleh kembali, sehingga dikatakan terjadi aliasing , seperti terlihat pada gambar 3.8.c dan 3.8.d.
Ω Ω
Ω
Ω
Ω
Salah satu aplikasi penting konverter ADC dan DAC adalah pengolahan sinyal analog menggunakan sistem diskrit, seperti terlihat pada gambar 3.9. Pada sistem ini tersusun secara serial konverter ADC, sistem diskrit dan konverter DAC. Kita mengasumsikan sinyal digital merupakan sinyal diskrit yang tidak dikuantisasi dan dikodekan, melainkan deretan sinyal tersampel. Filter rekonstruksi yang digunakan pada konverter DAC diasumsikan berupa filter LPF ideal. Sistem keseluruhan bisa dikatakan sistem waktu kontinyu karena sinyal input ( ) dan output ( ) berupa sinyal analog/ kontinyu. Kita dapat menganalisa sistem ini dengan melihat output sinyal di masingmasing tahapan. Konverter ADC menghasilkan output sinyal diskrit ( ) yang mempunyai transformasi Fourier diskrit :
∞
= ( − 2 ) 1
(3.18)
=−∞
Jika sistem diskrit merupakan sistem linier time-invariant (LTI) dengan respons frekuensi ( ), maka ouput sistem diskrit mempunyai transformasi Fourier diskrit sebagai berikut
∞
= . = . ( − 2 ) 1
(3.19)
=−∞
()
ADC converter
( )
Sistem diskrit
( )
( )
DAC
()
converter
Gambar 3.9 Pengolahan sinyal analog pada sistem diskrit
Bab III - 11 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Akhirnya output konvereter DAC berupa sinyal kontinyu seperti berikut
() dari sampel-sampel ()
∞
(− )/] = sin[(− )/
(3.20)
=−∞
Pengolahan sinyal analog pada sistem diskrit seperti pada gambar 3.9. Sinyal = cos(2 300 ) sebagai input ADC dan sistem diskritnya berupa filter allpass.
a. Gambarkan spektrum di semua tahap bila frekuensi samplingnya 1 kHz dan tentukan output . b. Gambarkan spektrum di semua tahap bila frekuensi samplingnya 500 Hz dan tentukan output .
Penyelesaian: a. Spktrum sinyal analog
( Ω): ( Ω)
−600
0
600
Ω
Ω
Ω) yang
Spektrum sinyal analog ( ) : merupakan spektrum sinyal analog ( muncul disetiap kelipatan frekuensi sampling = 2000 rad/det
( Ω)
Ω
−2600 −Ω
−1400 −600
Ω
0
600
1400
Ω
Ω
2600
Ω
Spektrum sinyal digital ( ) : sama dengan tetapi frekuensi diskrit diperoleh dengan skala = . sehingga periodik dengan periode 2
( )
−2,6
−2 −1,4 − −0,6
0
Setelah melewati allpass filter maka
0,6
1,4
2
2,6
= ( ), selanjutnya pada DAC
disampling dengan frekuensi yang sama dengan pada DAC sehingga diperoleh Bab III - 12 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Ω = ( Ω). Proses selanjutnya pada DAC melewati filter rekonstruksi yaitu Ω LPF dengan frekuensi cut off = 1000 seperti pada gambar berikut. 2
( Ω)
−1000
Ω = 1000 Ω 2
0
( Ω)
−2600 −Ω
−1400 −600
0
600
1400
Ω
Ω
2600
( Ω)
−600
0
600
Jadi sinyal keluaran sistem ADC-DAC adalah
b. Spktrum sinyal analog
( Ω):
Ω
= (2300).
( Ω)
−600
0
600
Ω
Ω
Ω) yang
Spektrum sinyal analog ( ) : merupakan spektrum sinyal analog ( muncul disetiap kelipatan frekuensi sampling = 1000
Ω
( Ω)
−Ω −600−400 0 400 600 Ω 1600 Ω Spektrum sinyal digital ( ) : sama dengan Ω tetapi frekuensi diskrit diperoleh dengan skala = Ω. sehingga periodik dengan periode 2 −1600
Bab III - 13 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
( ) −1,2−0,8
-2
0
0,8
Setelah melewati allpass filter maka
1,2 2
= ( ), selanjutnya pada DAC
disampling dengan frekuensi yang sama dengan pada ADC sehingga diperoleh = ( ). Proses selanjutnya pada DAC melewati filter rekonstruksi yaitu
Ω Ω
LPF dengan frekuensi cut off
Ω = 500 seperti pada gambar berikut. 2
−500
0
( Ω) Ω = 500
( Ω) −1600
Ω
2
−Ω −600−400 0
Ω
400 600
1600
Ω
( Ω)
−400
0
400
Ω
Sinyal keluaran sistem ADC-DAC adalah = (2 200 ). Terlihat sinyal keluaran tidak sama dengan sinyal input, hal ini disebabkan terjadi aliasing. Proses sampling yang tidak memenuhi kriteria Nyquist seperti pada contoh 3.2.b menunjukkan sinyal input tidak dapat diperoleh kembali seperti sinyal aslinya.
Bab III - 14 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Sistem proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada gambar 3.10. Sinyal
merupakan sinyal bandlimited dengan X ( f ) a
0
untuk f 8kHz seperti ditunjukkan pada gambar dibawah. X a ( f ) 1
f (kHz)
-4
4
Filter digital tersebut merupakan filter All-pass.
dan ( )
a. Gambarkan bentuk spektrum X e
f 1
f 2
8kHz .
j
jika frekuensi samplingnya
b. Ulangi soal (a) untuk f 1
f 2
4kHz .
c. Ulangi soal (a) untuk f 1
f 2
8kHz dan filter digitalnya berupa LPF ideal dengan
frekuensi cutoff
= . 4
Penyelesaian:
Bab III - 15 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
–
1.
Sinyal informasi mempunyai spektrum frekuensi pada rentang 0 4000 Hz. Berapa Hz frekuensi sampling minimum agar tidak terjadi aliasing.
2.
Sinyal diskrit ( ) digambarkan seperti pada gambar dibawah.
1 0.8 0.6 0.4 0.2
0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
a. Bila sinyal ( ) tersebut merupakan hasil sampling dari ADC dengan frekuensi sampling 1 kHz. Berapa Hz frekuensi sinyal informasinya. b. Bila sinyal ( ) tersebut merupakan hasil sampling dari ADC dari sinyal informasi 10 kHz. Berapa Hz frekuensi sampling ADC tersebut. 3.
Data digital dengan laju data 64 kbps, bila data tersebut hasil pengkodean 8 bit per sampling. Sistem digital tersebut menggunakan frekuensi sampling berapa Hz?
4.
Tentukan dua sinyal kontinyu lain yang akan menghasilkan sinyal diskrit = cos(0,5 ) bila disampling dengan frekuensi 8 kHz.
5.
Sistem analog mempunyai konfigurasi A/D, sistem digital dan D/A seperti gambar 3.10 dengan periode sampling 1 = 2 = 1 milidetik.
()
ADC converter
()
Sistem digital
( )
( )
DAC
()
converter
1
2
Gambar 3.10 Proses sampling dan rekonstruksi sinyal Bab III - 16 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Jika sistem digital diatas mempunyai persamaan beda
= + ( − 1) , 1 2
dan sinyal input = 2 cos 500 ( ) a. Berapa Hz laju Nyquist b. Apakah terjadi aliasing bila sistem diatas diberi input sinyal kontinyu ( ) tersebut? Jelaskan! c. Tentukan sinyal diskrit ( ) d. Tentukan sinyal diskrit ( ) e. Tentukan output steady state ( )
6.
Sistem analog mempunyai konfigurasi A/D, sistem digital dan D/A seperti gambar 3.10 dengan periode sampling 1 = 2 = 1 milidetik.
ℎ = input = + 2 250 + (500 ). a. Berapa Hz kandungan frekuensi analog sinyal informasi () sin(0,3
Jika sistem digital diatas mempunyai respons impuls
)
, dan sinyal
b. Berapa Hz laju Nyquist c. Apakah terjadi aliasing bila sistem diatas diberi input sinyal kontinyu ( ) tersebut? Jelaskan! d. Tentukan sinyal diskrit ( ) e. Tentukan sinyal diskrit ( ) f. Tentukan output steady state ( )
7.
Sistem proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada gambar 3.10. Sinyal
merupakan sinyal bandlimited dengan X ( f ) a
0
untuk f 8kHz seperti ditunjukkan pada gambar dibawah. X a ( f ) 1
f (kHz)
-8
8
Filter digital tersebut merupakan filter All-pass.
dan ( )
j d. Gambarkan bentuk spektrum X e
f 1 f 2
20kHz .
e. Ulangi soal (a) untuk f 1 f 2
8kHz .
f. Ulangi soal (a) untuk f 1 f 2 dengan frekuensi cutoff
jika frekuensi samplingnya
= .
18kHz dan filter digitalnya berupa LPF ideal
4
Bab III - 17 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
8.
Proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada gambar 3.10. Sinyal informasi merupakan sinyal bandlimited dengan spektrum seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
1
( )
-4
f (kHz)
4
Filter digital tersebut merupakan LPF ideal dengan frekuensi cutoff
= . 2
a. Gambarkan bentuk spektrum X e dan Y f jika frekuensi samplingnya . 1 = 2 = 8 b. Ulangi soal (a) untuk 1 = 2 = 6 c. Ulangi soal (a) untuk 1 = 8 dan 2 = 16 d. Ulangi soal (a) untuk 1 = 16 dan 2 = 8 j
9.
Proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada gambar 3.10. Sinyal informasi merupakan sinyal bandlimited dengan spektrum seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
1
-8
( )
-4
4
f (kHz) 8
Filter digital tersebut merupakan HPF ideal dengan frekuensi cutoff
=
2
j a. Gambarkan bentuk spektrum X e dan Y f jika frekuensi samplingnya . 1 = 2 = 8 b. Ulangi soal (a) untuk 1 = 2 = 16 kHz c. Ulangi soal (a) untuk 1 = 16 dan 2 = 32 d. Ulangi soal (a) untuk 1 = 32 dan 2 = 16
10. Proses pengolahan sinyal analog dengan sistem digital seperti ditunjukkan pada gambar 3.10. Sinyal informasi merupakan sinyal bandlimited dengan spektrum seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
1
-8
-4
( ) 4
8
f (kHz)
Bab III - 18 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab III : Sampling & Rekonstruksi Sinyal
Filter digital tersebut merupakan BPF ideal dengan frekuensi cutoff
2
=
3
.
1
= dan 4
4
a. Gambarkan bentuk spektrum X e dan Y f jika frekuensi samplingnya . 1 = 2 = 16 b. Ulangi soal (a) untuk 1 = 16 dan 2 = 32 j
Bab III - 19 Penulis: SUWADI – Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Transformasi-Z merupakan suatu alat bantu pada analisis sinyal dan sistem waktu diskrit, begitu sebaliknya pada analisis sinyal dan sistem kontinyu menggunakan transformasi Laplace. Transformasi-Z dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan beda koefisien konstan linier, mengevaluasi respon sistem LTI (Linier Time- Invariant ) bila diberi sinyal masukan (input ) dan merencanakan filter digital linier. Pada bab ini akan menjelaskan transformasi-Z dan menguji bagaimana transformasi-Z dapat digunakan untuk menyelesaikan macam-macam permasalahan yang berbeda.
Pada bab sebelumnya, transformasi Fourier dari sinyal diskrit x(n) didefinisikan sebagai berikut:
∞ −∞ − ∞ − −∞ =
( )
(4.1)
=
Transformasi-Z dari dari sinyal diskrit x(n) didefinisikan: =
(4.2)
( )
=
Dimana = yang merupakan variabel untuk bilangan komplek. Nilai z agar merupakan konvergen jumlah didefinisikan sebagai daerah konvergensi bidang z . Secara notasi, jika sinyal diskrit x(n) mempunyai transformasi-Z ditulis
, maka dapat
( )
Transformasi-Z dapat ditinjau sebagai transformasi Fourier diskrit (TFD) dari sinyal diskrit terbobot secara eksponensial. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
−
=
∞ − ∞ ∞ − −∞ −∞ −∞−− =
=
=
=
Kita dapat melihat pers. (4.3) bahwa
(4.3)
=
( ) merupakan transformasi Fourier dari
Bab IV - 1 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
∞
Konvergensi dari deret daya pada pers. (4.2) hanya tergantung pada ( ) < jika
=
∞ − ∞ −∞ −∞ − ( )
=
=
( )
<
=
∞
sehingga
(4.4)
yaitu daerah konvergensi (DK) dari deret daya pada pers. (4.2) terdiri dari semua nilai z agar berlaku pertidaksamaan pada pers. (4.4). Misalnya, nilai = 1 berada pada DK, maka semua nilai z pada lingkaran yang berpusat di titik asal tersebut didefinisikan = 1 juga berada pada DK. Jadi DK berupa lingkaran yang berpusat di titik asal.
Transformasi-Z merupakan fungsi variabel komplek z , maka transformasi-Z dapat digunakan untuk menggambarkan kegunaan bidang-z komplek, yaitu dengan
=
+
=
maka aksis-aksis bidang-z merupakan bagian real dan imajiner z seperti yang diilustrasikan pada gambar 4.1. Contour pada gamabar 4.1 berhubungan dengan =1 yang merupakan sebuah lingkaran berjari-jari satu yang disebut sebagai (unit circle). Transformasi-z telah mengevaluasi pada lingkaran satu berhubungan dengan TFD,
≤≤ − =
=
Secara spesifik, kita mengevaluasi ( ) pada titik-titik sekitar lingkaran satu adalah memulai = 1 = 0 , melalui = = /2 , ke = 1 = , yang berarti kita memperoleh nilai-nilai ( ) pada 0 . Sinyal diskrit ( ) mempunyai TFD, apabila lingkaran satu harus berada pada DK dari ( ).
( )
Lingkaran satu
=
1
( )
Gambar 4.1 Lingkaran satu pada bidang-z komplek Bab IV - 2 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
− −
Transformasi-Z dari sinyal diskrit polinomial z sebagai berikut: =
( ) dapat dinyatakan dalam bentuk rasio dua
( )
=0
=
(4.5)
=0
Pole-pole dari didefinisikan sebagai nilai-nilai z agar ( ) berharga tak hingga sedangkan zero-zero dari didefinisikan sebagai nilai-nilai z agar ( ) bernilai nol.
Sinyal diskrit eksponensial sisi kanan atau kausal.
Tentukan transformasi-Z dari sinyal diskrit = ( ) dan tentukan pole-zeronya serta gambar daerah konvergensinya. Diasumsikan bahwa < 1. Penyelesaian:
−
=
∞ − ∞ − 1
=
=0
=0
−− −
=
1
1
1
=
( ) konvergen apabila dapat dijumlahkan secara absolut atau bernilai berhingga yaitu 1 bila < 1 atau > , sehingga DKnya: > .
Nilai pole-zeronya: pole : = dan zero: = 0, selanjutnya gambar bidang-z dapat dilihat pada gambar 4.2. Daerah yang diarsir menunjukkan DK, yaitu nilai z yang membuat ( ) konvergen.
( )
Lingkaran satu
0
1
( )
Gambar 4.2 Bidang-z untuk contoh 4.1
Bab IV - 3 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Sinyal diskrit eksponensial sisi kiri atau tak kausal.
− −−
Tentukan transformasi-Z dari sinyal diskrit = ( 1) dan tentukan polezeronya serta gambar daerah konvergensinya. Diasumsikan bahwa < 1. Penyelesaian:
− − ∞ − −∞ − − ∞ − − − −− 1
=
1
=
=
=1
1
=1
1
=1
=0
1
1
−−−− − − 1
=
1
1
=
1
( ) dapat dijumlahkan secara absolut atau bernilai berhingga bila < , sehingga DKnya: < .
Nilai pole-zeronya: pole : gambar 4.3.
= dan zero:
< 1 atau
= 0, selanjutnya bidang-z dapat dilihat pada
( )
Lingkaran satu
0
b
1
( )
Gambar 4.3 Bidang-z untuk contoh 4.2
Sinyal diskrit eksponensial dua sisi.
− −− − − −− −− −− −−
Tentukan transformasi-Z dari sinyal diskrit = ( ) zeronya dan gambar daerah konvergensinya. Diasumsikan bahwa Penyelesaian:
=
1
1
1
+
1
1
1
=
2
1
+
1
( < .
1
1
1), pole-
2
1
x
2
Bab IV - 4 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
−− − −−− =
Harga pole-zero: 1 = 0 dan 2 =
2
2
+
2
=
( ) mempunyai pole pada + /2
Daerah konvergensi ( ) adalah < gambar 4.4, dalam contoh ini > 1
<
+
1
= dan
2
= , sedangkan zero pada
, selanjutnya bidang-z dapat dilihat pada
( )
Lingkaran satu
0
1
( )
+
/2
Gambar 4.4 Bidang-z untuk contoh 4.3
Sinyal diskrit eksponensial dengan jumlah sampling terbatas.
− −−
Tentukan transformasi-Z dari sinyal diskrit = tentukan pole-zeronya serta gambar daerah konvergensinya.
2
10 dan
Penyelesaian:
=
9
1
=
=2
− −− − − 1 2
=
=2
1 10
x
1
1
−− −− … ⋯ =
Harga pole-zero:
− − 9
2 8
10
10
9
2
=
9
8
10 10
8
x
( ) mempunyai pole pada
1
=
2
=
=
9
= 0 dan
10
= ,
2 /8 sedangkan zero pada = dan = 0,1,2,3, , 7. Terdapat satu pole dan satu zero yang sama yaitu pada = , sehingga saling meniadakan.
Daerah konvergensi ( ) merupakan semua bidang-z kecuali pada bidang-z dapat dilihat pada gambar 4.5.
= 0, selanjutnya
Bab IV - 5 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
( )
−
0
( )
Gambar 4.5 Bidang-z untuk contoh 4.4
Pasangan transformasi-Z dari beberapa sinyal diskrit umum dapat dilihat pada tabel 4.1. Berdasarkan pasangan transformasi-Z tersebut dapat membantu untuk mengevaluasi bentuk-bentuk sinyal diskrit lainnya.
Berdasarkan contoh-contoh sebelumnya bahwa DK tergantung pada sinyal diskrit ( ). Pada bagian ini akan dijelaskan sifat-sifat DK ini disertai diskusi dan justifikasi intuitif. Kita mengasumsikan secara spesifik bahwa pernyataan aljabar transformasi-Z merupakan fungsi rasional dan sinyal diskrit ( ) mempunyai amplitude terbatas, mungkin kecuali pada = atau = .
∞ −∞
Sifat-sifat DK dapat disimpulkan sebagai berikut:
≤ ≤∞
1. DK merupakan suatu lingkaran pada bidang-z yang terpusat pada titik asal, yaitu 0 < < , artinya merupakan jari-jari dalam dan lebih besar sama dengan nol, sedangkan merupakan jari-jari luar dan kurang dari sama dengan tak hingga. 2. Transformasi Fourier dari sinyal ( ) konvergen jika dan hanya jika DK dari transformasi-Z sinyal ( ) tersebut termasuk lingkaran satu. 3. DK tidak dapat mengandung pole-pole, artinya pole-pole tidak termasuk DK. 4. Jika ( ) merupakan sinyal diskrit durasi terbatas 1 2 , maka DK tersebut semua bidang-z, kecuali pada = 0 atau = . 5. Jika ( ) merupakan sinyal diskrit urutan sisi kanan atau kausal, maka DKnya berada diluar pole terluar (pole terbesar) menuju = pada bidang-z. Bab IV - 6
≤≤ ∞ ∞
Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
6. Jika ( ) merupakan sinyal diskrit urutan sisi kiri, maka DKnya berada didalam pole terdalam (pole terkcil) menuju = 0 pada bidang-z. 7. Jika ( ) merupakan sinyal diskrit urutan dua sisi, maka DKnya berupa cincin pada bidang-z, yang dibatasi oleh pole dalam dan pole luar dan DK tidak mengandung pole-pole, sesuai dengan sifat 3. Tabel 4.1 Pasangan Transformasi-z Umum Sinyal Diskrit
−−− − −−− − −− − − −
Transformasi-Z
Daerah Konvergensi
1
Semua nilai z
( )
1
1
( )
1
1
1
1
1
1
( )
( )
(
2)
1 2
1
( )
0
1 2
1
1
( )
1
1
( )
0
1
1
1
0
1
1
)
0
1
1
1
(
−− −− − −− − − − −−− −−− − − − −− − − − −− − − − − − − −−−− − −− 1
( )
(
2
0
1
(
1
2
1
.
2 .
0
(
2 .
1
1
+
0) 1
1
1
1
2
+
2
2
2
2
1
0)
1
0
1
2
+
0)
(
.
1
1
0
1
1
0)
2
+
2
1
>1 <1
Semua z kecuali 0
> < > <
>1 >1 > >
Semua z kecuali 0
Bab IV - 7 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Transformasi-Z balik merupakan salah satu metode untuk mendapatkan kembali sinyal diskrit ( ) dari ( ). Metode ini sangat membantu dalam mengevaluasi sinyal dan sistem diskrit menjadi lebih mudah. Pada bagian ini akan dibahas beberapa metode transformasi-z balik diantaranya metode inspeksi, ekspansi pecahan parsial dan ekspansi deret daya.
Metode ini dilakukan dengan melihat pasangan transformasi-z pada tabel 4.1, sesuai dengan transformasi-z dari sinyal ( ) yang dicari. Apabila pada tabel tersebut tidak ada bentuk ( ) yang sesuai, bisa dilakukan dengan metode lainnya.
Transformasi-z dari sinyal diskrit
1
adalah
> . Tentukan sinyal diskrit ( ). 4
Penyelesaian: Dari tabel 4.1 diperoleh bahwa
=
1 4
=
1
1
− − 1 4
1
dan
mempunyai
DK:
( )
−
Bila penyelesaian transformasi-z balik tidak dapat diselesaikan dengan melihat tabel 4.1, maka dapat dilakukan dengan memanipulasi ( ) dalam bentuk jumlahan yang masing-masing suku ada pada tabel 4.1. Selanjutnya tiap suku pada ( ) dilakukan dengan metode inspeksi. Untuk dapat menyelesaikan metode ekspansi pecahan parsial, ( ) diasumsikan sebagai perbandingan polynomial 1 yaitu
− − − − − ∞ =
=0
(4.6)
=0
Persamaan (4.6) ekivalen dengan
=
=0
(4.7)
=0
Persamaan (4.7) menunjukkan bahwa akan ada zero dan N pole pada lokasi tidak nol pada bidang-z. Sebagai tambahan, ada pole pada = 0 bila > atau ( ) zero pada = 0 jika > . Dengan kata lain, bentuk transformasi-z pada pers. (4.6) selalu mempunyai jumlah pole dan zero yang sama pada bidang-z dan tidak ada pole dan zero pada = . Bentuk ( ) pada pers. (4.6) dapat dinyatakan dalam bentuk
−
Bab IV - 8 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
− − −− −− −− − − − − − − − − =
=1(1
1
=1(1
1)
Dimana merupakan zero dari yang tidak nol. Jika < sebagai
( ) yang tidak nol dan
=1
(4.8)
merupakan pole dari
dan semua pole merupakan orde pertama, maka
=
Koefisien
)
( )
( ) dapat dinyatakan
(4.9)
1
1
dapat diperoleh dari =
1
. (1
)
(4.10)
=
Transformasi-z dari sinyal diskrit ( ) adalah 1
=
1
1 4
1
>
1 2
1
1
1 2
Tentukan sinyal diskrit ( ). Penyelesaian:
( )
1
=
1
1 4
2
+
1
1
1 2
1
dimana:
− − − − − − − − − − − − − − − − − − 1
2
sehingga :
=
=
( ) =
1
. (1
4 1
. (1
1
1 1 4
1
1
2
)
)
+
1
1
1
=
=4
1 =2
2 1 2
1
=
1
1 1 2 1 1 4
=
1
1
1
=4
=2
1
1 =2
1
Bab IV - 9 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
−
Seperti terlihat pada tabel 4.1 dengan melihat pasangan transformasi-z masing-masing suku, maka sinyal diskrit ( ) menjadi 1
=
1
+ 2.
4
( )
2
≥
Jika , maka pers (4.6) dinyatakana ke dalam bentuk ekspansi pecahan parsial lengkap seperti berikut:
=
− − − − − +
=0
(4.11)
1
1
=1
Pers (4.11) dapat diperoleh dari pers (4.6) dengan cara membagi pembilang dengan 1 penyebutnya sampai menghasilkan polinomial berpangkat (M-N). Suku pertama per (4.11) sisi kanan merupakan hasil pembagian pers (4.6) dan suku keduanya merupakan rasio sisa dari pembagian pers (4.6) dengan penyebutnya.
− − − − − − − − − − − − − − − −
Transformasi-z dari sinyal diskrit ( ) adalah 1+
=
1
1 2 1 4
1
1+
1
1
1 3 1 2
1
1+
=
1
1
5 6 3 4
1 6 1 +1 8 1
+
2 2
>
1 2
Tentukan sinyal diskrit ( ).
Berdasarkan DK dari ( ) maka sinyal ( ) merupakan sinyal diskrit urutan sisi kanan. Pangkat tertinggi polinomial 1 pada pembilang maupun penyebut M=N=2 dan semua polenya merupakan orde pertama, maka ( ) dapat dinyatakan sebagai berikut: =
1
+
1
Konstanta
2
+
1 4
1
1 2
1
1
dapat diperoleh dengan pembagian sebagai berikut: 4 1
− − − 3 4
1
+
1 8
2
− − −− −
1+ 4 3
3
5
1
6
1
+
+
1
1
2
6
2
6
Bab IV - 10
Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
− − 1 3
+
11
1
6
−
1
Setelah pangkat dari sisa pembagian polinomial dapat dinyatakan dalam bentuk:
Konstanta menjadi:
1 dan
=
=
− − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − 4 3
4 3
2 dapat
1
2
=
+
1
1 11 1 + 3 6 3 1 1 + 4 8
1
+
1
1 4
=
2
3
1 11 + 3 6
+
1
1 4
1
1 11 + 3 6
1 4
1
1
1 11 + 3 6
1 4
1
1
1
1
1
1 2
1
2
+
1
4
1 2
1
1
diselesaikan dengan penyelesaian aturan
1
=
lebih kecil dari pembagi, maka
1
1
1
1 2
1
1
1
1 2
1
1
=
1
20
=4
1
2
1
, sehingga
=-
4
1
<
3
20
=2
3
Selanjutnya menjadi:
=
4 3
−− − − − − ≥ +
1
20 3 1 4
+
1
1
20 3 1 2
1
Dengan melihat pasangan transformasi-z pada tabel 4.1 dan DK dari
1
> maka sinyal diskrit 2
berikut:
=
4 3
adalah
( ) merupakan urutan sisi kanan dan diperoleh sebagai
( )
20 1 3 4
( )+
20 1 3 2
( )
Jika mempunyai pole jamak dan maka selanjutnya pers (4.11) harus dimodifikasi. Jika mempunyai pole orde pada = dan semua pole-pole lainnya merupakan orde pertama, maka pers (4.11) menjadi Bab IV - 11 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
− − − − ≠ − − − − −− − − − − =
+
=0
Koefisien sedangkan
1
1
=1,
+
=1
1)
(1
(4.12)
dan dapat dicari dengan cara yang sama dengan sebelumnya, dicari dengan cara sebagai berikut: 1
=
1
1
!
=
1
(4.13)
Sifat-sifat transformasi-Z sangat membantu dalam menganalisa sinyal dan sistem diskrit. Sebagai contoh, sifat-sifat ini sering digunakan dalam hubungannya dengan transformasi-Z balik yang didiskusikan pada bagian 4.4 sebelumnya. Pada bagian ini, kita menjelaskan sifat-sifat yang paling sering digunakan pada pengolahan sinyal digital. Misalnya, ( ) merupakan transformasi-z dari sinyal diskrit ( ), dan DK dari ( ) dinyatakan dengan , yaitu:
( )
( ),
Seperti yang terlihat bahwa < < .
DK =
merepresentasikan nilai-nilai z yang memenuhi
Misalnya, dua sinyal diskrit 1 ( ) dan 2 ( ) mempunyai transformasi-Z yaitu 1 ( ) dan 2 ( ) dengan DK 1 dan 2 yang dinyatakan dengan pasangan transformasi-Z sebagai berikut: 1(
)
1(
),
DK =
1
2(
)
2(
),
DK =
2
maka:
Sifat linier dapat dinyatakan
1
+
2
1
+
2
,
DK =
∩ 1
2
DK dari penjumlahan dua sinyal diskrit merupakan irisan dari kedua DK sinyal tersebut. Pada contoh 4.3 menunjukkan sifat linieritas.
Sifat penggeseran waktu dapat dinyatakan sebagai berikut: Bab IV - 12 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
− − (
)
( ),
DK =
− ∞ −∞ − − − ∞ ∞ − −∞ − − −∞ − − − − − −
Apabila nilai positif maka sinyal ( ) mengalami waktu tunda (delay ) sebesar dan bila negatif maka sinyal ( ) mengalami penggeseran maju (digeser ke kiri). Penurunan sifat ini dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan transformasi-z, misalnya = ( ), maka transformasi-z dari ( ) adalah =
(
)
=
dengan mensubstitusikan =
=
( )
maka
(
+ )
=
( )
=
=
( )
Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit
=
1
3
2
(
3).
Penyelesaian:
3
=
1
1 2
1
dimana DK dari ( ) adalah
>
1 2
Sifat perkalian eksponensial secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut:
( )
( / ),
Notasi DK = dengan .
DK =
menyatakan bahwa DK tersebut merupakan
Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit = . ( )
yang diskala
berikut:
Penyelesaian: Sinyal diskrit
tersebut diubah dalam bentuk sebagai berikut: Bab IV - 13 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
− − ( ) =
( ) =
1
( )+
2 1
1
( )+
2
( )
2
1
( )
2
Dari bentuk tersebut kita bisa melihat pada tabel 4.1 sehingga transformasi z dari adalah:
− − −− − − − − − − − − −− − − − − − − − 1/2
=
1 1 1 2 =
=
1
1
1
1
1/2
+
1
1
1
+
1
1
1 1 2
1
1
1
.
1
2 .
dimana DK dari ( ) adalah
2
+
2
>
( )
Sifat diferensiasi menyatakan bahwa ( )
( )
dimana DK =
Kita bisa i lustrasikan fungsi dari sifat diferensiasi dengan contoh.
Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit = . ( )
berikut:
Penyelesaian: Dengan menggunakan sifat diferensiasi maka
− − −− −− =
1
1
1
1
dimana DK dari ( ) adalah
=
1
1 2
>
Bab IV - 14 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Sifat konjugasi dinyatakan sebagai berikut
∗ ∗ ∗
dimana DK =
( )
Sifat time reversal
∗− ∗ ∗ −
dimana DK = 1/
(1/ )
Jika sinyal real atau sinyal tersebut tidak memilki konjugasi sinyal komplek, hasilnya menjadi
dimana DK = 1/
(1/ )
− − −
Tentukan transformasi z dari sinyal diskrit = ( )
berikut:
Penyelesaian: sinyal tersebut merupakan sifat time reversal dari time reversal diperoleh =
( ),
sifat
1
1
dimana DK dari ( ) adalah
< 1/
Sifat konvolusi dua sinyal diskrit adalah
∗ 1
dengan
2
1
2
dimana DK =
( )
∩ 1
2
Sifat konvolusi tersebut dapat diturunkan sebagai berikut:
( ) =
∞ −∞ =
1
=
.
2(
−
)
Bab IV - 15 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
∞ − ∞ ∞ −∞ −∞ −∞ ∞ ∞ −∞ −∞ − − =
( ) =
=
=
.
1
=
2(
=
− − )
=
( ) =
2(
1
=
)
=
− ∞ ∞ −∞ −∞ − ∞ − ∞ −∞ −∞ −
Kita ubah indek penjumlahan kedua dari menjadi
=
, kita peroleh
=
( ) =
2(
1
= =
(
)
+ )
=
( ) =
1
=
2
=
1
.
2(
)
=
ℎ
ℎ ℎ − − − − − −
Tentukan transformasi z dari keluaran sistem LTI yang mempunyai respons impuls bila diberi sinyal input , dimana dan sebagai berikut: 1
=( )
1
( ) dan
2
=( ) 3
( )
Penyelesaian:
=
(1
1 1 2
.
1)
(1
1 1 3
1)
DK
>
DK
>
1 2
2
=
(
1 ) 2
1 3
1 2
Gambar bidang z dengan pole-zeronya adalah
( )
0
1/3
1/2
( )
Bab IV - 16 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Gambar 4.5 Bidang-z untuk contoh 4.12
→∞
Jika ( ) sama dengan nol untuk < 0 (jika ( ) merupakan Kausal), nilai awal (0) dapat diperoleh dari ( ) sebagai berikut : 0 = lim
( )
Tabel 4.2 Sifat-sifat Transformasi-z No
Sifat
1
Linieritas
2 3
Sinyal diskrit
− − − ∗ ∗ ∗ − − ∗
Diferensiasi
5
Konjugasi
6
Refleksi waktu
7
Konvolusi
+
1
Pergeseran waktu Perkalian eksponensial
4
Transformasi-z
2(
(
)
+
1
)
2(
)
( )
( )
( )
( )
( )
(
)
2(
1
( ) 1
(
)
1
.
)
2(
)
Daerah konvergensi
∩ ∩ 1
2
1/ 1
2
Sistem LTI dapat dinyatakan dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde-N mempunyai bentuk:
−
− −
=
=0
(4.14)
=0
Transformasi-z dari persamaan 4.14 adalah
−
( )=
=0
( )
(4.15)
=0
Bab IV - 17 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
− −
Fungsi transfer berikut:
dari sistem LTI menjadi dapat diperoleh dari pers (4.15) sebagai
=
=
=0
(4.16)
=0
Berdasarkan fungsi transfer DKnya, yaitu:
( ) kita dapat mengevaluasi sistem LTI dengan melihat
Sistem LTI dikatakan kausal apabila DK dari
( ) berada diluar pole terluar.
Sistem LTI dikatakan stabil BIBO apabila lingkaran satu termasuk DK dari
( ).
Sistem linier time-invariant bersifat kausal mempunyai fungsi transfer :
−− − − −
(1 =
1 2
1
)
(4.17)
1 1 3 1 (1 + )(1 ) 3 4 Apakah sistem tersebut stabil? Jelaskan. Penyelesaian: Sistem tersebut mempunyai pole-zero sebagai berikut:
− − − − − −− =
(1
1 2
1
)
(
2
1 ) 2
. 2= 1 1 3 1 1 3 (1 + )(1 ) ( + )( ) 3 4 3 4 Nilai zero pada 1 = 0 dan 2 = 1/2 sedangkan nilai pole terdapat pada 1 = 1/3 dan 2 = 3/4. Fungsi sistem bersifat kausal maka DKnya berada diluar pole terbesar/terluar sehingga DKnya > 3/4, sehingga lingkaran satu termasuk DK dari ( ). Gambar pole-zero beserta DK dari ( ) dapat dilihat pada gambar 4.6.
−
( )
Lingkaran satu
−
1 0
1 3 1
3
2 4
( )
Gambar 4.6 Bidang-z untuk contoh 4.13 Bab IV - 18 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
Bab IV - 19 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
4.1 Tentukan transformasi-z, pole-zero, termasuk DK-nya dan gambar bidang z dari sinyal diskrit berikut: a. b. c.
−− − =
=
=
1
( )
4
1
(
5
1
(
4
1)
)
− − − −
d.
= (
e.
= ( + 3)
f.
2)
= 1/2
2
(
12)
4.2 Tentukan transformasi-z, pole-zero, termasuk DK-nya dan gambar bidang z dari sinyal diskrit berikut: a. b.
≤≤− =
=
,
1, 0,
0<
<1
0
4.3 Transformasi-z dari gambar 4.6.
1
( ) yang mempunyai pole-zero seperti ditunjukkan pada
a. Tentukan DK dari ( ) jika mempunyai transformasi Fourier. Untuk kasus ini, tentukan apakah sinyal diskrit ( ) merupakan urutan sisi kanan, urutan sisi kiri, atau urutan dua sisi. b. Berapa banyak kemungkinan urutan dua sisi yang mempunyai gambar pole-zero seperti pada gambar 4.6 c. Apakah mungkin gambar pole-zero sperti pada gambar 4.6 tersebut dapat dikatagerikan sebagai urutan yang stabil BIBO dan kausal? Kalau mungkin tentukan DK-nya?
( )
-1
0
1
3
2
2
2
( )
Gambar 4.6 Pole-zero sistem LTI Bab IV - 20 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
− − − − − − − − − − − − − − − −
4.4 Tentukan sinyal diskrit = 1+
( ) bila transformasi-z nya adalah 1
1+2
1
4
1
4.5 Tentukan sinyal diskrit ( ) dibawah yang beberapa transformasi-z nya adalah a.
b.
c.
( )=
( )=
1 1 1+ 4
1
1 1 1+ 4
1
1 2
1
( )=
1+
3 4
1
1 3 1 2
( )=
1
e.
( )=
1
1 8
2
2
1
1
2
1
+ 1
1+
d.
1
2
4.6 Sistem LTI kausal bila diberi input
>
<
>
>
>
1 4 1 4 1 2
1 2 1 2
−− =
1 +
1 2
( ) akan
menghasilkan keluaran yang mempunyai transformasi-z berikut
− − − − − ( )=
1
1 2
1 2
1
1
1+
1
a. Tentukan transformasi-z dari respons impuls sistem tersebut, beserta DKnya. b. Tentukan DK dari ( ). c. Tentukan ( ),
4.7 Suatu fungsi sistem dari sistem LTI kausal adalah
− − − ( )=
1
1
3 1 4 Input sistem tersebut adalah 1+
−− =
1 +
1 3
( )
a. Tentukan respons impuls sistem tersebut Bab IV - 21 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
b. Tentukan sinyal keluaran sistem tersebut. c. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Apakah respons impuls dapat dijumlahkan secara absolut?
ℎ
4.8 Sistem LTI kausal mempunyai respons impuls ( ), yang transformasi-z nya adalah
− − − − − − − −− ℎ −− − ( )=
1 2
1
1+
1
1
1+
1 4
1
a. Tentukan DK dari ( ). b. Apakah sistem tersebut stabil? Jelaskan c. Tentukan input ( ) bila akan menghasilkan sinyal keluaran =
1
1
4
3
4
3
2
(
1)
d. Hitung respons impuls ( ) dari sistem tersebut. 4.9 Bila sinyal input sistem LTI adalah x
=
1
+ 2
3
(
1)
menghasilkan sinyal output
=5
1
5
3
2
( )
3
a. Tentukan fungsi sistem ( ) dari sistem tersebut. Gambar pole-zero pada bidang z dan tentukan DK-nya. b. Tentukan respons impuls sistem tersebut. c. Tentukan persamaan beda yang menyatakan hubungan input output sistem tersebut. d. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Jelaskan. e. Apakah sistem tersebut kausal? Jelaskan. 4.10 Perhatikan sistem LTI yang mempunyai hubungan input-output yang dinyatakan dengan persamaan beda
− − − − − 5 2
1 +
2 =
(
1)
ℎ
Tentukan nilai yang mungkin pada respons impuls sistem ( ) pada 4.11 Sistem LTI kausal mempunyai fungsi sistem
= 0.
− − −− − 1+2
( )=
1
1
1
2
+
1+
1 2
1
Bab IV - 22 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab IV : Transformasi - Z
ℎ
a. Hitung respons impuls ( ) dari sistem tersebut. b. Hitung output sistem bila inputnya
ℎ ≥ ≤≤ − ℎ ℎ /2
=
4.12 Perhatikan sistem LTI dengan respons impuls ,
=
dan input
0 <0
0,
1, 0 0,
=
1
a. Tentukan output ( ) dengan mengevaluasi secara eksplisit menggunakan konvolusi diskrit antara ( ) dan ( ). b. Tentukan output ( ) dengan menggunakan transformasi-z balik dari perkalian transformasi-z ( ) dan ( ). 4.13 Perhatikan sistem LTI stabil dan mempunyai fungsi transfer berikut
3 1 1 1+ 3 Asumsikan bahwa input sistem berupa unit step.
−
=
ℎ
a. Dapatkan output ( ) dengan menggunakan konvolusi diskrit antara ( ) dan ( ). b. Tentukan output ( ) dengan menggunakan transformasi-z balik dari ( ). 4.14 Perhatikan sistem LTI dikarakterisasi dengan fungsi sistem berikut
− − − − − − 1
=
1 2
2
1
1 1 1 1 2 1 2 4 Tentukan respons impuls sistem. Apakah sistem tersebut stabil BIBO? Jelaskan. Apakah sistem tersebut kausal? Jelaskan. Tentukan persamaan beda yang menyatakan hubungan input ( ) sistem. 1
a. b. c. d.
>
−− −− −−
( ) dan output
4.15 Perhatikan sinyal ( ) urutan sisi kanan yang mempunyai transformasi-z berikut =
2
1
1
1
1
1
=
Dengan menggunakan metode ekspansi pecahan parsial, tentukan sinyal diskrit ( ). Bab IV - 23
Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
Filter digital merupakan suatu sistem diskrit yang digunakan untuk memfilter (frekuensi) sinyal input digital menjadi sinyal output digital sesuai yang diinginkan oleh disainer. Filter digital dikarakterisasi dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde ke-N , selain itu dapat juga dinyatakan dalam respons impuls. Berdasarkan panjang deretan (durasi) respons impuls, filter digital dikelompokkan menjadi filter FIR (Finite Impulse Response) dan filter IIR (Infinite Impulse Response). Banyak contoh aplikasi filter digital yang dapat dijumpai pada bidang kedokteran, sistem komunikasi digital, sistem proteksi relay pada sistem kelistrikan, robotika, radar, sistem audio digital dan lain sebagainya. Disain filter digital dengan fasa linier dilakukan dengan metode pendekatan. Filter FIR didisain dengan pendekatan filter digital ideal sedangkan filter IIR didisain dengan pendekatan filter analog.
ℎ
−
Filter digital merupakan sistem linier time-invarian (LTI) yang melakukan proses dari input sinyal digital menjadi sinyal output digital ( ). Sistem LTI dapat dikarakterisasi dengan respon impuls ( ), fungsi sistem ( ) dan persamaan beda koefisien konstan. Jika sistem tersebut mempunyai persamaan beda koefisien konstan linier orde-N sebagai berikut:
− =0
=
(
(5.1)
)
=0
Selanjutnya fungsi sistem dapat diperoleh dengan mentransformasi-z pers (5.1) menjadi:
− − −− =
=0
Sedangkan respons frekuensinya diperoleh dengan mengganti =
(5.2)
=0
=0
=
menjadi (5.3)
=0
Respons frekuensi ( ) diperlukan untuk menentukan jenis suatu filter digital, apakah LPF (low pass filter), HPF (high pass filter), BPF (band pass filter) atau BSF Bab V - 1 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
(band stop filter). Filter digital H(z) diaplikasikan pada struktur analog-to-digital-H(z) digital-to-analog {ADC-H(z) -DAC} seperti terlihat pada gambar 5.1. Sinyal input kontinyu ( ) diproses oleh analog-to-digital converter (ADC) menjadi sinyal diskrit ( ) dengan laju sampling 1/ , dimana merupakan periode sampling. Sinyal diskrit ( ) sebagai input filter digital ( ) untuk diproses yang menghasilkan output sinyal diskrit ( ). Selanjutnya sinyal ( ) dikonversi oleh digital-to-analog converter (DAC) menjadi sinyal kontinyu ( ).
( )
( )
ADC
( )
( )
converter
1/
Filter digital
DAC converter
( )
Filter analog ekivalen
1/
Gambar 5.1 Filter digital pada sistem analog ekivalen
Filter FIR didisain dengan melakukan pendekatan ke filter digital ideal. Metode yang sering dijumpai menggunakan metode windowing. Cara yang paling mudah untuk mendapatkan filter FIR adalah membatasi panjang deretan respons impuls filter IIR. Jika ( ) merepresentasikan respons impuls filter digital IIR yang diinginkan, maka filter FIR dengan respons impuls ( ) dapat diperoleh sebagai berikut
ℎ
ℎ ℎ ℎ ≤≤ ℎ ℎ ℎ ℎ ℎ ≤≤ ℎ ℎ − − ∗ ,
=
1
2
(5.4)
0,
Secara umum ( ) dapat dibentuk dengan mengalikan ( ) sebagai berikut =
( ) dengan fungsi window
. ( )
(5.5)
Respons impuls ( ) pers (5.4) dapat dibentuk dari per (5.5) bila menggunakan fungsi window persegi (rectangular ) yaitu =
Jika kita menyatakan ( ),
( ) dan
(
),
1, 0,
(
1
2
) dan
(
( ), maka respons frekuensi
konvolusi antara
(
=
1
2
) dan
(
(5.6)
) sebagai transformasi Fourier dari
(
) dari filter hasil disain merupakan
) sebagai berikut
.
(
)
=
(
)
(5.7)
Bab V - 2 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
Sebagai ilustrasi, jika ( ) merepresentasikan filter LPF ideal dengan frekuensi cutoff dan ( ) merupakan window persegi pada titik asal, maka ( ) seperti terlihat pada gambar 5.2. Dari gambar 5.2, respons frekuensi hasil disain ( ) menyerupai respons frekuensi yang diinginkan
(
)
(
(
).
)
(
4 /
=
*
− −
−
2 /
)
Gambar 5.2 Respons Frekuensi hasil perkalian respons impuls window persegi
ℎ
( ) ideal dengan
Beberapa fungsi window yang sering digunakan secara umum yaitu window persegi, Barlett, Hanning, Hamming, dan Blackman. Secara matematis fungsi window dengan panjang deretan N adalah: 1. Window persegi (rectangular )
≤≤− − ≤≤ − − − − ≤≤− − − ≤≤− − − ≤≤− =
1, 0 0,
1
(5.8)
2. Window Barlett
2
=
1 2
2
,
1
0
(
1)/2
1
,
(5.9)
1
2
0,
3. Window Hanning
0.5. 1
=
cos[
2
1
] ,
0
1
(5.10)
0,
4. Window Hamming
=
0.54
0.46 cos
2
1
,
0
1
(5.11)
0,
Bab V - 3 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
5. Window Blackman
− − =
0.42
0.5 cos
2
1
+ 0.08 cos
0,
− ≤≤− 4
1
,
Filter LPF ideal yang mempunyai fasa linier dengan slope dapat dinyatakan dalam domain frekuensi
− ≤ ℎ − ℎ − (
Respons impuls filter ideal balik
(
) menjadi
)=
–
<
(5.12)
dan frekuensi cutoff
,
0,
1
(5.13)
<
( ) dapat diperoleh dengan mentransformasi Fourier
=
ℎ
0
sin[
(
)]
(
(5.14)
)
ℎ − ℎ − ≤≤− ℎ − − − ℎ −
−
Filter FIR kausal dengan respons impuls ( ) dapat diperoleh dengan cara mengalikan ( ) dengan sebuah fungsi window pada titik asal dan diakhiri pada titik 1 sebagai berikut sin
.
=
,
0
1
0,
(5.15)
ℎ
Respons impuls ( ) mempunyai fasa linier bila dipilih agar menghasilkan ( ) yang simetris. Fungsi sin / ( ) pada pers (5.14) simetris pada = dan fungsi window simetris pada = ( 1)/2, sehingga filter ( ) pada pers (5.15) mempunyai fasa linier jika simetris dan =
1
2
Sebelum melakukan tahapan disain filter digital, kita harus membuat spesifikasi filter digital. Sebagai ilustrasi, kita merencanakan filter LPF dengan menentukan spesifikasi redaman passband maksimal 1 pada frekuensi cuoff , redaman stopband minimal seperti terlihat pada gambar 5.3. 2 pada frekuensi
Bab V - 4 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
20
0 1
2
0
passband
Transition band
(rad)
stopband
Gambar 5.3 Spesifikasi Filter Digital LPF
Langkah-langkah disain filter FIR secara iteratif sebagai berikut:
1. Memilih tipe window berdasarkan tabel 5.1 agar redaman stopband minimal sama dengan 2 .
Tabel 5.1 Lebar pita transisi berdasarkan jenis window Jenis Window Persegi Barlett Hanning Hamming Blackman
Lebar transisi 4 / 8 / 8 / 8 / 12 /
Redaman stopband minimal (dB) 21 25 44 53 74
Konstanta ( ) 2 4 4 4 6
2. Menentukan panjang deretan window N (orde filter) agar memenuhi lebar band transisi sesuai dengan tipe window yang digunakan. Jika merupakan lebar band transisi, maka harus dipenuhi kondisi 2 = .
− ≥ ≥ −
Dimana tergantung pada tipe window yang digunakan sehingga
.
2
Bab V - 5
Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
− − − ℎ − − ≤≤− − − − ℎ− ℎ − −
3. Memilih frekuensi cutoff
dan kemiringan fasa yaitu =( 1)/2 Sehingga respons impulsnya menjadi 1
sin
2 1
=
. ( )
0
1
2
4. Menggambar respons frekuensi sebagai berikut
(
=
1)/2
.
), untuk N ganjil mempunyai persamaan
(
1
2
(
3)/2
+
2
=0
fasa linier
Silakan 20
dicek
gambar
cos[ (
1
2
)]
magnitud
pada
langkah
ke-4
berupa
respon
magnitud
, apakah sudah sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan?
Bila sudah sesuai, iterasi dihentikan.
5. Jika persyaratan redaman 1 pada tidak sesuai, diatur lagi nilai , biasanya lebih besar dari iterasi pertama. Selanjutnya ulangi langkah ke-4 dengan nilai yang baru tersebut. 6. Jika persyaratan respons frekuensi (respon magnitud dan fasa) sudah sesuai dengan yang diinginkan, cek lagi dengan mengurangi orde filter N . Selanjutnya ulangi langkah ke-4 dengan menggambar respons frekuensi. Pengurangan nilai N bertujuan untuk mengurangi processing delay (waktu tunda pengolahan pada sistem diskrit). Jika pengurangan nilai N tidak memungkinkan, maka iterasi dihentikan dan diperoleh respons impuls ( ).
ℎ
Prosedur diatas merupakan metode trial and error dan berusaha untuk mencapai respons frekuensi yang paling sesuai dengan yang diinginkan. Prosedur ini bukan merupakan optimalisasi hasil, tetapi memperoleh hasil disain yang mendekati.
Rencanakan filter digital LPF yang akan dipakai pada sistem digital A/D-H(z) -D/A, yang mempunyai redaman 3 dB pada frekuenasi cutoff 15 Hz dan redaman stopband 50 dB pada frekuensi 22,5 Hz. Filter tersebut diharapkan mempunyai fasa linier dan menggunkan frekuensi sampling 100 Hz. Bab V - 6 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
Spesifikasi filter LPF berdasarkan data yang diketahui sebagai baerikut
20 0
-3 dB
-50 dB
0
0.3
0.45
= 2 f c/f samp = 2 .(15/100) = 0.3 rad = 2 f s/f samp = 2 .(22.5/100) = 0.45 rad
(rad)
−−
pada pada
1
2
= =
3 50
Untuk memperoleh redaman stopband minimal 50 dB, berdasarkan tabel 5.1 maka kita bisa menggunakan window Hamming atau Blackman. Sebagai contoh dalam hal ini, kita pilih menggunakan .
≥ −
Menentukan ukuran window (orde filter) berdasarkan lebar pita transisi pada tabel 4.1 sesuai dengan tipe window yang digunakan, dalam contoh ini menggunakan Hamming, sehingga
.
2
= 4.
− 2
0.45
Untuk memperoleh delay integer, dipilih nilai
0.3
= 53.3
ganjil, sehingga
= 55.
Menentukan frekuensi cuoff dan slope dari fasa adalah
ℎ −−
ℎ− − ≤≤
= 0.3 dan = 1 /2 = 27 Selanjutnya diperoleh respons impuls ( ) untuk window Hamming sebagai berikut: sin 0.3 27 2 = . 0.54 0.46 cos , 0 54 27 54
Bab V - 7 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
ℎ ℎ
Menggunakan nilai-nilai untuk menggambar respons magnitud dari filter hasil disain dengan menggunakan persamaan pada langkah ke-4 disain filter FIR. Selain itu dapat juga dengan tahapan berikut: Menghitung respons impuls ( ) seperti pada tabel 5.2.
ℎ ℎ
Tabel 5.2 Nilai respons impuls ( ) ( ) 0 54 0.0003 1 53 -0.0006 2 52 -0.0012 3 51 -0.0008 4 50 0.0006 5 49 0.0021 6 48 0.0023 7 47 -0.0000 8 46 -0.0036 9 45 -0.0052 10 44 -0.0021 11 43 0.0048 12 42 0.0098 13 41 0.0069 14 40 -0.0043 15 39 -0.0156 16 38 -0.0157 17 37 0.0000 18 36 0.0220 19 35 0.0308 20 34 0.0120 21 33 -0.0278 22 32 -0.0588 23 31 -0.0445 24 30 0.0319 25 29 0.1495 26 28 0.2567 27 0.3
ℎ ℎ ℎ − − … ℎ −− … ℎ− − ℎ ℎ − … ℎ − … ℎ − ℎ ℎ … ℎ … ℎ =
0
+
( )=
(
)=
1
1 +
0 +
0 +
1
1
1
+
27
27 +
+
+
27
27
+
+
27
27
+
+
+
+
54
+
54
54
(
54)
54
54
Bab V - 8 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
Karena respons frekuensi yang dihasilkan mempunyai koefisien yang simetris maka dapat dibuat bentuk yang kompak berikut
− ℎ ℎ − 26
=
27
.
27 +
2
cos[ (
27)]
=0
fasa linier
magnitud
Gambar respons impuls dan respons magnitud hasil disain dapat dilihat pada gambar 5.4 dan 5.5 sedangkan persamaan bedanya adalah
ℎ ℎ − … ℎ − … ℎ − =
0
+
1
1 +
+
27
27 +
+
54
(
54)
0.35 0.3 0.25 0.2
) n ( h
0.15 0.1 0.05 0 -0.05 -0.1
0
5
10
15
20
25 30 waktu n
35
40
45
50
55
Gambar 5.4 Respons impuls filter LPF hasil disain
5.4 didapat menggunakan perangkat lunak Matlab dengan perintah “ ”. stem Gambar Gambar tersebut merupakan respons impuls filter FIR hasil disain dan terlihat bahwa berbentuk simetris pada saat = 27.
Selanjutnya untuk menggambar respons magnitud dan fasa dapat menggunakan perintah syntax “freqz” pada Matlab seperti yang terlihat pada gambar 5.5. Pada gambar tersebut sumbu horisontal merupakan frekuensi diskrit dari 0 sampai dengan yang dinormalisasi terhadap . Pada repons magnitud terlihat daerah passband antara 0 dan 0.3 sehingga dapat dikatakan sebagai filter LPF dan mempunyai fasa Bab V - 9
Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
linier pada rentang frekuensi tersebut. Sinyal diskrit yang frekuensinya berada pada daerah passband maka sinyal tersebut akan diloloskan tetapi akan mengalami delay sesuai dengan respons fasa filter pada frekuensi sinyal input. Sebagai contoh bila sinyal input mempunyai frekuensi 0.2 maka akan mengalami delay sekitar 1000 degrees .
50 ) 0 B d ( e d u -50 t i n g a -100 M
-150
0
0.1
0.2
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Normalized Frequency ( rad/sample)
0.9
1
0
0.1
0.2
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Normalized Frequency ( rad/sample)
0.9
1
0 ) s e -500 e r g e d ( -1000 e s a h -1500 P
-2000
Gambar 5.5 Respons magnitud dan fasa filter FIR hasil disain
Listing program contoh 5.1 sebagai berikut: clear all n=0:54; %menghitung respons impuls filter hasil disain hn=(0.3*sinc(0.3*(n-27))).*(0.54-0.46*cos (2*pi*n/54)); % menggambar respons impuls figure(1) stem(hn,'k') figure(2) %menggambar respons frekuensi filter hasil disain freqz(hn,1)
Bab V - 10 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
Pengolahan Sinyal Digital, Bab V : Prencanaan Filter Digital
1.
Diketahui respons impus filter mempunyai persamaan
− − ℎ − ≤≤ =
1/2{1
cos
2
100
sin[0.2 }. {
50)
50)
},
0
100
0,
a. Sketsa respons magnitud
(
) dalam dB dan tentukan nilai-nilainya pada
titik kritis (pada = dan = ). b. Jika filter tersebut diberi input = sin(0.35 ), maka input tersebut berada pada daerah mana? passband, transition band , atau stopband ? c. Tentukan persamaan beda filter tersebut? 2.
Diketahui respons impus filter FIR mempunyai persamaan sebagai berikut:
ℎ − =
1/2{1
cos
0,
− − −− ≤≤ ℎ – 2
10
a. Sketsa respons magnitud b. c. d. e.
}. {
(
5
sin[0.9
5)
5)
},
0
10
) dalam dB dan hitung nilai-nilainya pada titik
kritis (pada = dan = ). Jika filter tersebut diberi input = 2sin 0.475 . cos(0.475 ), maka input tersebut berada pada daerah mana? passband, transition band , atau stopband ? Gambarkan respons impuls . Tentukan persamaan beda filter tersebut? Tentukan output filter bila inpunya sinyal diskrit DC.
3.
Sinyal analog mempunyai pita frekuensi 0 10 kHz disampling dengan frekuensi sampling 50 kHz. Kita ingin meloloskan sinyal tersebut dengan menggunakan filter digital FIR yang mempunyai lebar band transisi tidak lebih dari 5 kHz dengan redaman stopband minimal 40 dB. Kita menginginkan fase linier pada daerah passband. Rencanakan filter FIR tersebut dan gambar respons magnitudnya.
4.
Filter bandpass digital disyaratkan mempunyai redaman 3 dB pada frekuensi cutoff bawah 0.4 rad dan 3 dB pada frekuensi cutoff atas 0.5 rad. Lebar transition band untuk frekuensi bawah maupun atas adalah 0.1 dengan redaman stopband minimal 40 dB. a. Hitung respons impuls ( ) untuk filter FIR tersebut yang memenuhi persyaratan diatas dengan menggunakan window Hamming. b. Tentukan persamaan beda hasil disain. c. Gambar respons magnitud filter FIR hasil disain.
ℎ
Bab V - 11 Penulis: SUWADI
– Jurusan Teknik Elektro ITS
5.4 FILTER DIGITAL IIR 1. STRUKTUR FILTER DIGITAL Berdasarkan hubungan antara deretan input x[n] dengan deretan output y[n] : a. Rekursif y[n] = F{y[n-1], y[n-2], . . . , x[n], x[n-1], x[n-2], . . .} b. Non-Rekursif y[n] = F{x[n], x[n-1], x[n-2], x[n-3], . . . } Berdasarkan panjang deretan h[n] : a. Infinite Impuls Response (IIR) Panjang deretan h[n] tak terbatas Contoh : h[n] = (1/2)n u[n] b. Finite Impuls Response (FIR) Panjang deretan h[n] terbatas Contoh : h[n] = [n] + [n-1] + 1/2. [n-2] + [n-4] Struktur filter berdasarkan transf. Z Impulse response : H(z) M
H(Z)
Y (Z) X (Z)
b z
k
a z
k
k
k 0 N
k
k 0
N
a z
Y (Z).
k
k
k 0
M
X(Z). bk z k k 0
N
ak y[n k ]
k 0
M
b x[n k ] k
k 0
Untuk ao = 1, maka :
y[n]
M
N
b x[n k ] a y[n k ] k
k 0
k
k 1
Untuk salah satu a k 0; k [1,N] maka dinamakan filter rekursif/IIR Untuk semua ak = 0; k [1,N] maka dinamakan filter non-rekursif/FIR
Filter digital IIR
1
2. FILTER IIR Syarat : Kausal : Respons impuls h[n] = 0, untuk n < 0 Stabil :
h[n]
n
Transformasi - Z : M
H( Z)
h[n]z
n
b z
k
k
n
k 0 N
1
a z
k
k
k 1
Syarat H(z) : Minimum salah satu a k 0 Akar-akar dari penyebut tidak dihilangkan oleh akar-akar dari pembilang Zero dapat berada disetiap tempat, pole harus terletak didalam lingkaran satuan M N
KARAKTERISTIK FILTER IIR : Magnitude Squared Respons : 2
H(e j ) H(z)H(z 1 ) ,
untuk ,
z e j
Respons fasa
ImH(z) e j tan1 , Re H ( z )
untuk , z e j
atau
e j
1 H(z) ln , 2 j H(z 1 )
untuk ,
z e j
Group delay :
d(e j ) g (e ) d j
Group delay artinya : Berapa lama / cuplikan sinyal didelay.
Filter digital IIR
2
Penentuan Koefisien Filter IIR Menentukan b k dan ak agar respons filter (waktu, frekuensi, group delay) mendekati sifat yang dinginkan. METODE PENDEKATAN Transformasi bilinier Transformasi respons impuls Transformasi matched Z TRANSFORMASI BILINIER Definisi :
2 1 z1 S ; T 1 z 1
z
2 Bila ;
S = j ,
Untuk :
= 0, = ,
z
T
2
T
S
dan T: frekuensi sampling
2 T S
j
2 T j
maka : maka :
z = 1, z = -1, 2
Bila ;
S = + j
maka :
z
T
j
2 T j
Bila < 0 (bidang S sebelah kiri) maka Z 1 sehingga daerah konvergensi didalam linkaran satu Fungsi transfer filter digital H(z) didapat dengan Transformasi Bilinier.
H(z) H(S)
Bidang S
2 (1 z 1 ) S . T (1 z 1 ) Bidang Z Im
j
Re
Filter digital IIR
3
Hubungan Non-Linier : Bila
S = j
dan
j
j
z = e jT
2 1 e jT 2 e jT / 2 e jT / 2 T 1 e jT T e jT / 2 e jT / 2 2 T j tan T 2 2 T tan , linier bila T 2
T kecil, yaitu
atau dalam buku lain
2 tan , normalisas i T 1 T 2
Filter digital IIR
4
disain filter analog
Spesifikasi digital 1, 2, . . ., N K 1, K 2, . . . , K N i = 2/T . tan( /2) i
Spesifikasi analog 1, 2, . . ., N K 1, K 2, . . . , K N
Digunakan Transformasi Bilinier
Dinginkan H(z)
Ha(S)
S = 2/T. (1-z-1) (1+z-1)
Prosedur disain filter digital menggunakan metode Transformasi Bilinier
Filter digital IIR
5
Filter digital IIR
6
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR METODE TRANSFORMASI BILINIER,
pendekatan
filter
analog
BUTTERWORTH
LOW PASS FILTER (LPF) Magnitude Squared Response Spesifikasi digital
Transf. ke Analog
dB
dB
0
0
K 1
K 1
K 2
K 2
1
2
i i T
LPF Normalisasi dB 0 K 1
K 2
1
2
1
i
2 tan i ; T 2
r
2f i ; f s
r
2 1
Menghitung orde LPF analog Butterworth normalisasi : n
log[(10 K 1 / 10 1) /(10 K 2 / 10 1)]
1 r
2. log
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 ) HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) LPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2) H a ( S ) H LPF ( S )
S
s
c
= . . . . . ., dimana : c
1
10
K 1 / 10
1
1
2n
Fungsi transfer H(Z) LPF digital hasil disain :
H(z) Ha (S)
2 (1 z1 ) S . T (1 z 1 )
=........
Filter digital IIR
7
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR METODE TRANSFORMASI BILINIER,
pendekatan
filter
analog
BUTTERWORTH
HIGH PASS FILTER (HPF) Magnitude Squared Response Spesifikasi digital
Transf. ke Analog
dB
dB
0
0
K 1
K 1
K 2
K 2
1
2
i i T
LPF Normalisasi dB 0 K 1
K 2
1 2
2f i ; f s
i
r
1
2 tan i ; T 2
r
2 1
Menghitung orde LPF analog Butterworth normalisasi : n
log[(10 K 1 / 10 1) /(10 K 2 / 10 1)]
1 r
2. log
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 ) HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) HPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2) H a ( S ) H LPF ( S )
S
c
= . . . . . ., dimana : c
2
10
K 1 / 10
s
1
12n
Fungsi transfer H(Z) HPF digital hasil disain :
H(z) Ha (S)
2 (1 z1 ) S . T (1 z 1 )
=........
Filter digital IIR
8
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR METODE TRANSFORMASI BILINIER,
pendekatan
filter
analog
BUTTERWORTH
BAND PASS FILTER (BPF) Magnitude Squared Response Spesifikasi digital
Transf. ke Analog
dB
LPF Normalisasi
dB
0
0
K 1
K 1
K 2
K 2
dB 0 K 1
K 2
1 L U 2
1 L U 2
r
1
r min A , B 2f i ; i i T f s
2 i tan i ; T 2
A
L U 1 U L 22 L U B 2 U L 2 1
Menghitung orde LPF analog Butterworth normalisasi : n
log[(10 K 1 / 10 1) /(10 K 2 / 10 1)]
1 r
2. log
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 ) HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2) Ha (S) HLPF (S)
s 2 L U S s U L
=......
Fungsi transfer H(Z) BPF digital hasil disain :
H(z) Ha (S)
2 (1 z1 ) S . T (1 z 1 )
=........
Filter digital IIR
9
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR METODE TRANSFORMASI BILINIER,
pendekatan
filter
analog
BUTTERWORTH
BAND STOP FILTER (BSF) Magnitude Squared Response Spesifikasi digital
Transf. ke Analog
dB
dB
0
0
K 1
K 1
K 2
K 2
i i T
dB 0 K 1
K 2
L 1 2 U
L 1 2 U
LPF Normalisasi
2f i ; f s
i
1
2 tan i ; T 2
r
r min A , B L A 1 2 U 1 L U L B 2 2 U 2 L U
Menghitung orde LPF analog Butterworth normalisasi : n
log[(10 K 1 / 10 1) /(10 K 2 / 10 1)]
1 r
2. log
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.1 ) HLPF(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BSF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2) Ha (S) HLPF (S)
S
s U L
=......
s 2 L U
Fungsi transfer H(Z) BSF digital hasil disain :
H(z) Ha (S)
2 (1 z1 ) S . T (1 z 1 )
=........
Filter digital IIR 10
FILTER ANALOG CHEBYSHEV Ada 2 tipe : a. Filter Chebyshev tipe 1 - - - - - - - - - Riple pada passband b. Filter Chebyshev tipe 2 - - - - - - - - - Riple pada stopband Filter chebyshev low pass normalisasi dengan riple pada passband mempunyai karakteristik : 2 1 H() 1 2 Tn2 () dimana : Tn() : polinomial chebyshev derajat n : parameter riple pada passband Tn( ) dapat dilihat pada tabel 3.3 pada buku : L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing",
H( )
2
H( )
1
2
1
1
1 1
1 2
2
1
1
2
A
2
A
1
r
r
1
n ganjil (n=3)
n genap (n=4)
n mentukan jumlah puncak Pada = 1 - - - - - - -
= r - - - - - -
2
H()
1
1 2 2 1 H() 2 A
Polinomial Chebyshev dapat dilihat pada tabel Tabel 3.3 pada buku : L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing", Untuk memperoleh fungsi transfer H n(s) stabil dan kausal maka harus mendapatkan pole-pole dan memilih pole-pole H n(s) pada LHP (Left Half Plane).
Filter digital IIR 11
Pole diperoleh dengan mencari akar-akar sbb : 1 + 2 Tn2(s) = 0 Jika sk = k + k merepresentasikan pole maka memenuhi :
k 2 a
2
k 2 b
2
1
dimana :
/
/
1 / n 2 1 1 a 1 1 2 / 1 1 2 2 1 / n 2 1 1 2 b 1 1 / 1 1 2 2 k aSin 2k 1 / 2n
k bCos2k 1 / 2n
1 / n
1 / n
k 1,2,3,...,2n
Dengan menggunakan hanya pole padaa LHP, maka : K K Hn ( s ) s s k Vn (s)
LHP pole
Vn (s) s n b n1 s n1 ... b1 s b 0
b 0 , n ganjil K b 0 , n genap 2 1 Dapat dilihat pada tabel 3.4 buku : L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing",
Penentuan orde filter n :
n
log g g 2 1
log r 1 2 r
1 dimana : A Hn j r
dan g
A 2 1
2
Filter digital IIR 12
Contoh : Desain Filter analog Rencanakan LPF analog Chebyshev dengan bandwidth karakteristik sbb : Ripple passband 2 dB Frekuensi cutoff 1 rad/det Atenuasi stopband 20 dB atau lebih pada 1,3 rad/det
1-rad/det
dengan
Penyelesaian : 20 logH(j1) = 20 log[1/(1 + 2)]1/2 = 10 log [1/(1 + 2)] = -2 20 logH(j1,3) = 20 log (1/A 2)1/2= 20 log (1/A) = -20 Sehingga diperoleh : A = 10 = 0,76478 maka :
g = 13,01 n = 4.3 5
Dengan melihat tabel 3.4 pada buku : L. C. Ludeman, "Fundamentals of Digital Signal Procesing", untuk n = 5 dan ripple = 2 dB diperoleh : 0,08172 H5 (s) 5 4 3 s 0,70646.s 1,4995.s 0,6934.s 2 0,45935.s 0,08172
Filter digital IIR 13
Filter digital IIR 14
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI BILINIER, pendekatan filter analog
LOW PASS FILTER (LPF), Spesifikasi digital
Magnitude Squared Response
Transf. ke Analog
dB
LPF Normalisasi Normalisasi
dB
0
0
K 1
K 1
K 2
K 2
i i T
dB 0 K 1
K 2
1 2
CHEBYSHEV
1 r
1 2 2 i t an i ; T 2
2f i ; f s
r
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi : - 10 log[1/(1 + 2)] = K 1
- 20 log (1/A) = K 2
10 K 1 /10 1 - g
( A 2
2 1
1) 2
A = 10-K2/20] K 2 / 10
1 K / 10 10 1 10
1
- n
log[g g2 1 ]
log r r2 1
Fungsi transfer transfer H(S) LPF normalisasi normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 ) dengan melihat ripple dan orde n diperoleh : Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) LPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
H a ( S ) H n ( S )
S
s
c
=.. ....
Fungsi transfer H(Z) LPF digital hasil disain : H(z) Ha (S)
2 (1 z1 ) S . T (1 z 1 )
=........
Filter digital IIR 15
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI BILINIER, pendekatan filter analog
CHEBYSHEV
HIGH PASS FILTER (HPF),
Magnitude Squared Response
Spesifikasi digital
Transf. ke Analog
dB
dB
0
0
K 1
K 1
K 2
K 2
1 2
dB 0 K 1
K 2
i i T
LPF Normalisasi Normalisasi
1 r
1 2
2f i ; f s
i
2 t an i ; T 2
2 1
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi : - 10 log[1/(1 + 2)] = K 1
- 20 log (1/A) = K 2
10 K 1 /10 1 - g
( A2
r
1) 2
A = 10-K2/20] K 2
1 K / 10 1 10 10
/ 10
- n
1
log[g g2 1 ]
log r r2 1
Fungsi transfer transfer H(S) LPF normalisasi normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 ) dengan melihat ripple dan orde n diperoleh : Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) HPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2)
H a ( S ) H n ( S )
S
c
=......
s
Fungsi transfer H(Z) HPF digital hasil disain : H(z) Ha (S)
2 (1 z1 ) S . T (1 z 1 )
=........
Filter digital IIR 16
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI BILINIER, pendekatan filter analog
CHEBYSHEV
BAND PASS FILTER (BPF),
Magnitude Squared Response Transf. ke Analog LPF Normalisasi Normalisasi
Spesifikasi digital dB
dB
dB
0
0
K 1
K 1
K 1
K 2
K 2
K 2
1 L
U 2
0
1 L
1 r
U 2
r min min A , B 2f i ; i i T f s
A
L U 1 U L 22 L U B 2 U L
2 i t an i ; T 2
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi : - 10 log[1/(1 + 2)] = K 1
- 20 log (1/A) = K 2
10 K 1 /10 1 - g
2 1
( A 2 1)
2
A = 10-K2/20]
- n
log[g g2 1 ]
log r r2 1
Fungsi transfer transfer H(S) LPF normalisasi normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 ) dengan melihat ripple dan orde n diperoleh : Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BPF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2) Ha (S) Hn (S)
s 2 L U S s U L
=......
Fungsi transfer H(Z) BPF digital hasil disain : H(z) Ha (S)
2 (1 z1 ) S . T (1 z 1 )
=........ Filter digital IIR 17
PROSEDUR DISAIN FILTER DIGITAL IIR, METODE TRANSFORMASI BILINIER, pendekatan filter analog
CHEBYSHEV
BAND STOP FILTER (BSF),
Magnitude Squared Response Transf. ke Analog LPF Normalisasi
Spesifikasi digital dB
dB
dB
0
0
0
K 1
K 1
K 1
K 2
K 2
K 2
L 1 2 U
i i T
1 r
L 1 2 U
2f i ; f s
i
r min A , B L A 1 2 U 1 L U L B 2 2 U 2 L U
2 tan i ; T 2
Menghitung orde LPF analog Chebyshev normalisasi : - 10 log[1/(1 + 2)] = K 1
- 20 log (1/A) = K 2
10 K 1 /10 1 - g
( A 2 1)
A = 10-K2/20]
- n
2
log[g g2 1 ]
log r r2 1
Fungsi transfer H(S) LPF normalisasi : (dapat dilihat pada tabel 3.4 ) dengan melihat ripple dan orde n diperoleh : Hn(S) = . . . . .
Fungsi transfer H(S) BSF analog hasil disain : (dapat dilihat pada tabel 3.2) Ha (S) Hn (S)
S
s U L
=......
s 2 L U
Fungsi transfer H(Z) BSF digital hasil disain : H(z) Ha (S)
2 (1 z1 ) S . T (1 z 1 )
=........
Filter digital IIR 18
LATIHAN Disain Filter Digital IIR 1. Disain filter digital IIR yang memenuhi spesifikasi sbb : HPF dengan redaman 3 dB pada frekuensi cutoff = 45 KHz. Redaman stopband minimal 10 dB pada frekuensi = 30 KHz. Frekuensi sampling = 120 KHz. Pendekatan ke filter Butterworth a) Tentukan H(z) b) Tentukan persamaan beda koefisien konstan linier filter tersebut. c) Gambarkan realisasi filter 2. Rencanakan filter digital IIR yang dispesifikasikan dengan H(z) bila digunakan pada Prefiltering struktur A/D-H(z)-D/A yang memenuhi spesifikasi sebagai berikut : • Filter low-pass dengan redaman 3 dB pada frekuensi cutoff 500 Hz • Redaman stop band minimal 15 dB pada frekuensi 750 Hz • Laju sampling 2000 sampel/detik • Monotonic passband (Butterworth) a. Tentukan fungsi sistem H(z) b. Tentukan persamaan beda sistem hasil desain c. Gambarkan struktur realisasi filter hasil desain saudara 3. Disain filter digital yang memenuhi spesifikasi sbb : LPF dengan redaman ripple 2 dB pada frekuensi cutoff = 15 KHz. Redaman stopband minimal 10 dB pada frekuensi = 30 KHz. Frekuensi sampling = 100 KHz. Pendekatan filter Chebyshev a) Tentukan H(z) b) Tentukan persamaan beda c) Gambarkan realisasi filter
Filter digital IIR 19
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang disain filter digital baik filter FIR maupun IIF. Filter digital biasanya digunakan pada sistem digital yang mempunyai struktur rangkaian A/D H(z) D/A dan dapat diimplementasikan dari persamaan beda koefisien konstan linier orde ke-N, yang diperoleh dari ( ) atau ( ). Persamaan beda dapat diimplementasikan dengan program komputer, rangkaian digital atau IC yang dapat diprogram, misalnya menggunakan TMS instrument . Pada bab ini menjelaskan beberapa realisasi alternatif dari filter digital atau sistem diskrit yaitu dalam bentuk langsung, serial (cascade ) dan paralel.
–
–
ℎ
Sistem diskrit paling umum dari sistem linier-time invariant (LTI) dapat dikarakterisasi dengan fungsi sistem untuk :
≤ − − =
=0
1+
(6.1)
=1
Berdasarkan fungsi sistem pada persamaan (6.1) dan sifat transformasi-z, sistem dengan input dan output digital ( ). Sistem LTI dapat dikarakterisasi dengan persamaan beda koefisien konstan linier orde-N sebagai berikut:
= − − + (−) =1
(6.2)
=0
Realisasi filter menggunakan persamaan (6.2) disebut sebagai realisasi bentuk langsung I. Output ( ) dinyatakan dengan jumlahan input ( ) saat ke-n (saat ini) yang diberi bobot, input-input sebelumnya ( ), untuk = 1,2, , dan output sebelumnya ( ), untuk = 1,2, , . Realisasi bentuk langsung I dapat dilihat pada gambar 6.1. Blok delay merepresentasikan bentuk strorage (penyimpanan) atau delay (waktu tunda), blok multiplier (pengali) merepresentasikan penguatan sinyal dan blok adder (penjumlah) merepresentasikan penjumlahan sinyal.
−
…
− …
Realisasi bentuk lain dari persamaan (6.2) dapat diperoleh dengan memecah ( ) menjadi perkalian dua fungsi transfer 1 ( ) dan 2 ( ), dimana 1 ( ) hanya mengandung penyebut atau pole-pole sedangkan 2 ( ) hanya mengandung pembilang atau zero-zero seperti berikut:
Bab V - 1
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
− − =
.
1
= ( )/ ( )
2
= 1/(1 +
1
(6.3) (6.4)
)
=1
=
2
(6.5)
)
=0
0
( )
−
( )
1
1
2
− −
−
−
1
1
1
−
−
−
1
2
−−
1
1
1
−
−
1
Gambar 6.1 Realisasi bentuk langsung I
( )
( )
1(
)
( )
2(
)
( )
Gambar 6.2 Dekomposisi untuk realisasi bentuk langsung II
Output filter ( ) diperoleh dari sistem yang diusun seri dari fungsi sub sistem 1 ( ) dengan fungsi sub sistem 2 ( ) seperti terlihat pada gambar 6.2. Output sub sistem 1 adalah ( ) sebagai input sub sistem 2 ( ) yang menghasilkan output ( ). Transformasi-z dari ( ) dan ( ) sebagai berikut
Bab V - 2
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
=
1
. ( )
(6.6)
=
2
. ( )
(6.7)
Substisusikan pers. (6.4) dan pers. (6.5) ke pers. (6.6) dan pers. (6.7) sehingga menjadi
− − 1
=
1+
. ( )
(6.8)
=1
=
(6.9)
. ( )
=0
Dengan mentransformasi-z balik pers. (6.8) dan pers. (6.9) menghasilkan pasangan persamaan beda seperti pada pers. (6.10) dan pers. (6.11). Selanjutnya realisasi sistem diskrit dari dua sub sistem 1 dan 2 tersusun serial seperti pada gambar 6.3.
− − − =
(
(6.10)
)
=1
=
(
(6.11)
)
=0
( )
( )
−
−
−
−
1
1
2
−
( )
−
1
1
1
−−
0
−
1
2
−
1
−
1
−
1
1
Gambar 6.3 Realisasi sistem diskrit menggunakan dua sub sistem Bab V - 3
Pengolahan Sinyal Digital, Bab VI :Realisasi Sistem Diskrit
Gambar 6.3 terlihat bahwa ada dua cabang elemen delay yang dapat digabung menjadi satu saja dan disebut sebagai realisasi bentuk langsung II yang ditunjukkan pada gambar 6.4. Pada realisasi bentuk langsung II, jumlah elemen blok delay sebanyak N , sesuai dengan orde persamaan beda. Rangkaian ini merupakan salah satu bentuk realisasi yang mengandung elemen delay minimum. Bentuk ini bukan berarti yang terbaik, akan tetapi merupakan pertimbangan penting dalam implementasi sistem digital dalam kaitannya dengan permasalahan kuantisasi.
( )
( )
0
−
−
−
−
1
1
1
1
2
−−
2
−
1
− −−
−
1
1
1
−
−
1
Gambar 6.4 Realisasi bentuk langsung II
Sistem diskrit dengan fungsi transfer bila diberi input ( ), maka keluaran sistem adalah ( ). Kita dapat menyatakan dalam bentuk tranformasi-z sehingga menjadi :
Bab V - 4