BAB I DRAINASE
1.1 Definisi drainase
Kata drainase (drainage (drainage)) berasal dari kata ‘to ‘to draim’ draim’ yang berarti mengeringkan atau mengalirkan air, adalah terminologi yang digunakan untuk menyatakan sistemsistem sistem yang yang berkai berkaitan tan dengan dengan penang penangana anan n masala masalah h kelebi kelebihan han air, baik baik di atas atas maup maupun un di bawa bawah h perm permuk ukaa aan n tana tanah. h. Namu Namun n seca secara ra umum umum drai draina nase se dapa dapatt didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang yang berasal berasal dari dari air hujan hujan,, rembes rembesan, an, maupun maupun kelebi kelebihan han air irigasi irigasi dari dari suatu suatu kawasan atau lahan, sehingga fungsi kawasan atau lahan tidak terganggu. Sedangkan Sedangkan drainase perkotaan perkotaan adalah ilmu drainase drainase yang mengkhususkan mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan lingkungan sosial budaya budaya yang ada dikawasan dikawasan kota tersebut. tersebut. Pengertian Pengertian darina darinase se perkot perkotaan aan tidak tidak terbat terbatas as pada pada teknik teknik pembua pembuanga ngan n air yang yang berleb berlebiha ihan n namun lebih luas lagi menyangkut keterkaitannya dengan aspek kehidupan yang berada di dalam kawasan perkotaan. 1.2 Fungsi drainase
Adapun fungsi dari saluran drainase adalah sebagai berikut: 1.
Mengendalikan limpasan air hujan yang berlebih
2.
Menurunkan tinggi permukaan air tanah
3.
Mengendalikan er e rosi da d an lo l ongsor pa p ada ta t anah di d isekitar
saluran drainase 4.
Menciptakan lingkungan yang bersih dan teratur
5.
Memelihara ag agar ja jalan ti tidak te tergenang ai air hu hujan da dalam
waktu yang cukup lama, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan konstruksi jalan. Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya pada musim hujan, hujan, mengin mengingat gat hampir hampir semua semua kota kota di Indone Indonesia sia mengal mengalami ami bencan bencanaa banjir. banjir. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini sampai saat ini belum terselesaikan bahkan cenderung makin meningkat baik frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya. Jika dirunut akar permasalahan banjir di perkotaan adalah sebagai berikut :
1. pert pertam ambah bahan an pend pendud uduk uk yang sanga sangatt cepa cepat, t, di atas atas ratarata-ra rata ta pert pertum umbu buha han n nasi nasion onal al akib akibat at urba urbani nisa sasi si,,
baik baik migr migras asii
musi musim man
maup maupun un perm perman anen en..
Pertambahan Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi diimbangi dengan dengan penyediaan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi sembrawut 2. pemanf pemanfaata aatan n lahan lahan yang yang tida tidak k terti tertib b 3. tingkat tingkat kesadaran kesadaran masyarak masyarakat at yang masih rendah rendah dan dan kurang kurang peduli peduli terhadap terhadap penting dan perlunya perlunya memecahkan permasalahan yang dihadapi kota 4. kesadaran kesadaran terhadap terhadap hukum, hukum, perunda perundangan ngan dan dan kaidah-kaid kaidah-kaidah ah yang yang berlaku. berlaku. 1.3 Jenis drainase
Jenis-jenis drainase dapat diklasifikasikan berdasarkan sejarah terbentuknya,letak bangunan, fungsi serta menurut konstruksinya. konstruksinya. 1. Menurut Sejarah Terbentuknya a) Drai Draina nase se alam alamia iah h (natural (natural drainage) drainage ) Drainase ini terbentuk secara alamiah dan tidak terdapat bangunan-bangunan penunjang seperti
(bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong
dan lain-lain) b) Drainase buatan (arficial (arficial drainage) drainage) Drainase ini dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti : (saluran pasangan batu/beton, goronggorong, pipa-pipa dan lain sebagainya. 2. Menurut Letak Bangunan a)
Drainase permukaan tanah ( surface surface drainage) drainage) Salu Saluran ran drai draina nase se yang yang bera berada da di atas atas perm permuk ukaan aan tana tanah h berfu berfung ngsi si untu untuk k mengalirkan air limpasan permukaan
b)
Drainase bawah permukaan ( subsurface subsurface drainage) drainage) bertujuan untuk mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenkan alasan tertentu, te rtentu, yaitu tuntutan artistik, tuntut tuntutan an fungsi fungsi permu permukaan kaan tanah tanah yang yang tidak tidak membol membolehk ehkan an adany adanyaa saluran saluran dipermukaan tanah seperti lapangan sepakbola, lapangan terbang, taman dll. 3. Menurut Fungsinya
a)
Single purpose
berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lain seperti limbah domestik, air limbah industri dan lain-lain b) Multi purpose berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan baik secara bercampur maupun bergantian. 4. Menurut Konstruksinya a)
Saluran terbuka yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup atau drainase air non hujan yang tidak membahayakan kesehatan atau mengganggu lingkungan
b)
Saluran tertutup yaitu saluran yang umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor (air yang mengganggu kesehatan dan lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di tengah kota. 1.4 Pola jaringan drainase
1) Siku Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada di tengah kota saluran cabang saluran utama
2) Paralel Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang (sekunder)
yang
cukup
banyak
dan
pendek-pendek,
apabila
terjadi
perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri saluran cabang saluran utama
saluran cabang saluran utama
3) Grid Iron Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluransaluran cabang dikumpulkan terlebih dahulu pada saluran pengumpul Saluran cabang
Saluran utama Saluran pengumpul 4) Alamiah Fungsinya sama seperti pola siku, hanya saja beban sungai pada pola alamiah lebih besar saluran cabang saluran utama
5) Radial Digunakan pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah
6) Jaring-jaring Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah dengan topografi datar
1.5 Sumber air buangan
Drainase melayani pembuangan kelebihan air pada suatu kota dengan cara mengalirkannya melalui permukaan tanah atau lewat di bawah permukaan tanah, untuk dibuang ke sungai, laut atau danau. Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan, air limbah domestik maupun air limbah industri. Oleh karena itu, drainase perkotaan harus terpadu dengan sanitasi, sampah, pengendalian banjir kota dan lainlain. Sumber air buangan kota dibagi menjadi: dari rumah tangga, perdagangan, industri sedang dan ringan, pendidikan, kesehatan, tempat peribadatan dan sarana rekreasi. Estimasi mengenai total aliran air buangan dibagi dalam tiga hal yaitu : 1.
Air buangan domestik (maksimum aliran air buangan
domestik untuk daerah yang dilayani pada periode waktu tertentu)
2.
Infiltrasi air permukaan dan air tanah (daerah pelayanan dan
sepanjang pipa) 3.
Air buangan industri dan komersial : tambahan aliran
maksimum dari daerah-daerah industri dan komersial. BAB II ASPEK HIDROLOGI
Hidrologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran gerakan air di alam, meliputi berbagai bentuk air yang menyangkut perubahan-perubahan antara keadaan cair, padat dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. 2.1 Intensitas curah hujan
Intensitas curah hujan adalah besarnya jumlah hujan rata-rata yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Untuk perencanaan saluran drainase jumlah data curah hujan paling sedikit dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. Dalam SNI-03-3424-1994 disebutkan bahwa intensitas curah hujan dihitung berdasarkan data-data sebagai berikut : 1.
Data curah hujan
Merupakan data curah hujan harian maksimum dalam setahun dinyatakan dalam mm/hari. Data curah hujan diperoleh dari lembaga Meteorologi dan Geofisika, jumlah data curah hujan paling sedikit dalam jangka 10 tahun. 2.
Periode ulang
Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu mempunyai periode ulang tertentu, periode ulang rencana untuk selokan samping ditentukan 5 tahun. Klasifikasi periode hujan untuk perkotaan adalah :
2 tahun untuk daerah-daerah perkotaan dan perumahan
5 tahun untuk daerah perdagangan
10 tahun untuk daerah jalur hijau dan lapangan terbuka.
3. Ditentukan
Lamanya waktu curah hujan berdasarkan
hasil
penyelidikan
Van
Breen,
bahwa
hujan
terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah hujan sebesar 90% dari jumlah hujan 24 jam.
Jika tidak ada waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau disebabkan oleh tidak adanya alat untuk mengamati, dapat ditempuh dengan cara empiris menggunakan beberapa metode, yaitu : 1.
Mononobe, I =
R 24 24 24
0 , 67
t c
Dimana: R 24 = tinggi hujan maksimum dalam 24 jam dalam mm tc
= lama waktu konsentrasi dalam jam
I
= intensitas hujan dalam mm/jam
2.
Talbot, I =
3.
Sherman,
a t + b I=
a t
Rumus ini cocok untuk curah hujan dengan jangka waktu pendek ( > 2 jam ) 4.
I=
Ishiguro
a t + b
2.2 Waktu konsentrasi (T)
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan aliran air dari titik yang apling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi: a)
Inlet time (t0) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran drainase
b)
Counduit time (td) yaitu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan dibagian hilir. Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus
2 nd t0 = x 3,28xLox S 3
0 ,167
dan td =
t c = t0 + td
L 60 xV
dimana : tc
= waktu konsentrasi (menit)
Lo = jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m) L = panjang sluran (m)
nd = koefisien hambatan (pembacaan tabel) S
= kemiringan daerah pengaliran (%)
V = kecepatn air yang diizinkan berdasarkan jenis material (m/dtk) Lama waktu mengalir di dalam saluran (td) ditentukan dengan rumus sesuai dengan kondisi saluran alami, sifat-sifat hidroliknya sukar ditentukan, maka t d dapat ditentukan dengan menggunakan perkiraan kecepatan air. Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: a)
Luas daerah pengaliran
b)
Panjang saluran drainase
c)
Kemiringan dasar saluran
d)
Debit dan kecepatan aliran Tabel 2.1Hubungan kondisi lapis permukaan dgn koefisian hambatan No
Kondisi lapis permukaan
nd
1
Lapisan semen dan aspal beton
0,013
2
Permukaan licin dan kedap air
0,02
3
Permukaan licin dan kokoh
0,10
4
Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan permukaan sedikit kasar
0,20
5
Padang rumput dan rerumputan
0,40
6
Hutan gundul
0,60
7
Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan hamparan rumput jarang sampai rapat
0,80
2.3 Koefisien pengaliran
Koefisien pengaliran adalah suatu koefisien yang menunjukkan perbandingan antara besarnya jumlah air yang dialirkan oleh suatu jenis permukaan terhadap jumlah air yang ada (SNI-03-3424-1994). Harga koefisien pengaliran suatu daerah tidaklah tetap sepanjang tahun, tetapi berubah-ubah sesuai kejenuhan tanah. Koefisien pengaliran harus didasarkan pada pertimbangan lahan yang paling mendekati dan dipertimbangkan terhadap keragaman tata guna lahan. Faktor yang mempengaruhi besarnya aliran pada saluran antara lain : 1.
Keadaan hujan.
2.
Luas dan bentuk aliran.
3.
Tingkat kejenuhan tanah.
4.
Daya tampung saluran dan sekitarnya.
5.
Kemiringan daerah aliran dan dasar saluran.
Berdasarkan tata cara perencanaan drainase SNI-03-3424-1994, luas daerah pengaliran batas-batasnya tergantung dari daerah pembebasan dan daerah sekelilingnya ditetapkan seperti pada Gambar 2.1 berikut : L1
L2
L3
Gambar 2.1 Daerah pengaliran sumber: SNI – 1994
dimana : L = batas daerah pengaliran yang diperhitungkan (L1 + L2 + L3) L1 = ditetapkan dari as jalan sampai bagian tepi perkerasan L2 = ditetapkan dari tepi perkerasan yang ada sampai tepi bahu jalan L3 = tergantung dari keadaan setempat dan panjang maksimum 100 m. Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi lahan. Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan adanya perubahan tata guna lahan dikemudian hari. Bila daerah pengaliran terdiri dari beberapa tipe kondisi permukaan yang mempunyai nilai C yang berbeda. C=
C1 x A1 + C 2 x A 2
+ C3 x A3 + .... A1 + A 2 + A 3 + .....
dimana : C = Koefisien pengaliran gabungan C1,C2,C3 = Koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi permukaan A1,A2,A3 = Luas daerah pengaliran yang diperhitungkan dengan kondisi permukaan Harga koefisien pengaliran suatu daerah tidaklah tetap sepanjang tahun, tetapi berubah sesuai dengan kejenuhan tanah. Berikut ini ada beberapa nilai hubungan antara koefisien pengaliran dengan beberapa kondisi yang disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Koefisien pengaliran berdasarkan tata guna lahan Kawasan Perdagangan
Industri
Pemukiman
Tata guna lahan
Pusat perdagangan
0,70 – 0,95
Daerah sekitarnya
0,50 – 0,70
Kurang padat
0,50 – 0,80
Padat
Daerah hijau dan lain-lain
C
0,60 – 0,90
Pemukiman dengan sedikit tanah terbuka Perumahan Pemukiman dengan tanah terbuka dan taman
0,65 – 0,80 0,50 – 0,70 0,30 – 0,50
0,10 – 0,25 Taman dan lapangan batu Lapangan atletik Lapangan golf
0,20 – 0,35 0,20 – 0,40 0,10 – 0,30
Sawah dan hutan
Tabel 2.3 Hubungan kondisi permukaan tanah dengan koefisien pengaliran (C)
No
Kondisi permukaan tanah
Koefisien pengaliran (C)
1 2 3
Jalan beton dan jalan aspal Jalan kerikil dan jalan tanah Bahu jalan : Tanah berbutir halus Tanah berbutir kasar Batuan massif keras Batuan massif lunak
0,70 – 0.95 0,40 – 0,70
Daerah perkotaan Daerah pinggiran kota Daerah industri Pemukiman padat Pemukiman tidak padat Taman dan kebun Persawahan Perbukitan Pegunungan
0,70 – 0,95 0,60 – 0,70 0,60 – 0,90 0,40 – 0,60 0,40 – 0,60 0,20 – 0,40 0,45 – 0,60 0,70 – 0,80 0,75 – 0,90
4 5 6 7 8 9 10 11 12
0,40 – 0,65 0,10 – 0,20 0,70 – 0,85 0,60 – 0,75
sumber: SNI 03 – 3424 – 1994
Tabel 2.5 Hubungan tipe daerah aliran dgn koefisien pengaliran (C) Tipe daerah aliran
Jenis daerah aliran
Harga C
Rerumputan
Tanah pasir, datar 2 % Tanah pasir, sedang 2 – 7 % Tanah pasir, curam 7 % Tanag gemuk, datar 2 % Tanah gemuk, seang 2 – 7 % Tanah gemuk, curam 7 %
0,05 – 0,10 0,10 – 0,15 0,15 – 0,20 0,13 – 0,17 0,18 – 0,22 0,25 – 0,35
Bisnis
Daerah kota lama Daerah pinggiran Daerah sederhana Multi unit, terpisah Multi unit, tertutup Sub urban Daerah rumah apartemen Daerah ringan Daerah berat
0,75 – 0,95 0,50 – 0,70 0,30 – 0,50 0,50 – 0,60 0,60 – 0,75 0,25 – 0,40 0,50 – 0,70 0,50 – 0,80 0,60 – 0,90 0,10 – 0,25 0,20 – 0,35 0,20 – 0,40 0,10 – 0,30 0,70 – 0,95 0,80 – 0,95 0,70 – 0,85 0,75 – 0,95
Perumahan
Industri Pertamanan, kuburan Tempat bermain Halaman kereta api Daerah tidak dikerjakan Jalan
Atap
Beraspal Beton batu
2.4 Frekuensi curah hujan
Curah hujan yang diperlukan untuk mengetahui profil muka air sungai dan rancangan suatu drainase adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu, curah hujan ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dan dinyatakan dalam mm. Menentukan curah hujan rerata harian maksimum daerah dilakukan berdasarkan pengamatan beberapa stasiun pencatat hujan. Analisis frekuensi curah hujan digunakan untuk menentukan debit banjir maksimum yang terjadi pada daerah aliran drainase dalam periode ulang tertentu. Analisis frekuensi adalah memilih distribusi yang mewakili sifat-sifat statistik sebaran data debit drainase atau pun data hujan tersebut. Dalam menganalisis curah hujan ada beberapa metode yang digunakan, yaitu :
Metode normal Metode ini disebut juga distribusi Gauss yang paling dikenal adalah bentuk bell, yang dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan baku. XT
= X + K T xS
dan K T
=
XT
−X S
dimana: X T = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahun X = nilai rata-rata hitung S = deviasi standar K T = faktor frekuensi (nilai reduksi Gauss) Metode log normal Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti metode log normal yang ditulis dalam bentuk rata-rata dan simpangan baku. YT
= Y + K T xS
dimana:
dan K T
=
YT
−Y S
YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahun Y = nilai rata-rata hitung S = deviasi standar K T = faktor frekuensi Metode log-Person III Tiga parameter penting dalam Log-Person III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Langkah perhitungan Log-Person III yaitu:
Hitung harga rata-rata curah hujan n
log X
=
∑ log X
i
i =1
n
Hitung harga simpangan baku(standar deviasi) 2 n ( ) − log X log X ∑ i s = i =1 n −1
Hitung koefisien kemencengan n
G
0 ,5
=
∑ (log X − log X)
3
i
i =1
( n − 1)( n − 2) s 2
Hitung logaritma hujan/banjir periode ulang T log X T
= log X + K .s
Dimana K adalah variabel standar untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G Tabel 2.6 Koefisien kemencengan (K) Waktu balik dalam tahun Koefisien
2
5
10
K
25
50
100
200
1000
Peluang (%) 50
20
10
4
2
1
0,5
0,1
3.0
-0.396
0.420
1.180
2.278
3.152
4.051
4.970
7.250
2.5
-0.360
0.518
1.250
2.262
3.048
3.845
4.652
6.600
2.2
-0.330
0.574
1.284
2.240
2.970
3.705
4.444
6.200
2.0
-0.307
0.609
0.302
2.219
2.912
3.605
4.298
5.910
1.8
-0.282
0.643
1.318
2.193
2.848
3.499
4.147
5.660
1.6
-0.254
0.675
1.329
2.163
2.780
3.388
3.990
5.390
1.4
-0.225
0.705
1.337
2.128
2.706
3.271
3.828
5.110
1.2
-0.195
0.732
1.340
2.087
2.626
3.149
3.661
4.820
1.0
-0.164
0.758
1.340
2.043
2.542
3.022
3.489
4.540
0.9
-0.148
0.769
1.339
2.018
2.498
2.957
3.401
4.395
0.8
-0.132
0.780
1.336
1.998
2.453
2.891
3.312
4.250
0.7
-0.116
0.790
1.333
1.967
2.407
2.824
3.223
4.105
0.6
-0.099
0.800
1.328
1.939
2.359
2.755
3.132
3.960
0.5
-0.083
0.808
1.323
1.910
2.311
2.686
3.041
3.815
0.4
-0.066
0.816
1.317
1.880
2.261
2.615
2.949
3.670
0.3
-0.050
0.824
1.309
1.849
2.211
2.544
2.856
3.525
0.2
-0.033
0.830
1.301
1.818
2.159
2.472
2.763
3.380
0.1
-0.017
0.836
1.292
1.785
2.107
2.400
2.670
3.235
0.0
0.000
0.842
1.282
1.751
2.054
2.326
2.576
3.090
-0.1
0.017
0.836
1.270
1.716
2.000
2.252
2.482
2.950
-0.2
0.033
0.850
1.258
1.680
1.945
2.178
2.388
2.810
-0.3
0.050
0.853
1.245
1.643
1.890
2.104
2.294
2.675
-0.4
0.066
0.855
1.231
1.606
1.834
2.029
2.201
2.540
-0.5
0.083
0.856
1.216
1.567
1.777
1.955
2.108
2.400
-0.6
0.099
0.857
1.200
1.528
1.720
1.880
2.016
2.275
-0.7
0.116
0.857
1.183
1.488
1.663
1.806
1.926
2.150
-0.8
0.132
0.856
1.166
1.448
1.606
1.733
1.837
2.035
-0.9
0.148
0.854
1.147
1.407
1.549
1.660
1.749
1.910
-1.0
0.164
0.852
1.128
1.366
1.492
1.588
1.664
1.800
-1.2
0.195
0.844
1.086
1.282
1.379
1.449
1.501
1.625
-1.4
0.225
0.832
1.041
1.198
1.270
1.318
1.351
1.465
-1.6
0.254
0.817
0.994
1.116
1.166
1.197
1.216
1.280
-1.8
0.282
0.799
0.945
1.035
1.069
1.087
1.097
1.130
-2.0
0.307
0.777
0.895
0.959
0.980
0.990
0.995
1.000
-2.2
0.330
0.752
0.844
0.888
0.900
0.905
0.907
0.910
-2.5
0.360
0.711
0.771
0.793
0.798
0.799
0.800
0.802
-3.0
0.396
0.636
0.660
0.666
0.666
0.667
0.667
0.668
Metode Gumbel. Metode Gumbel merupakan suatu cara perhitungan menurut statistik untuk menetapkan curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu. Langkahlangkah perhitungan dalam pemakaian metode Gumbel adalah : 1.
Mencari data curah hujan maksimum tahunan (Ri) sebanyak
n tahun. 2.
Mencari nilai rata-rata (mean).
3.
Mencari nilai standar deviasi.
Mencari nilai reduced mean (Yn), reduced standard deviation (Sn) dan reduced variate (Yt). 4.
5.
Mencari nilai curah hujan rancangan (Rt).
Besarnya nilai masing-masing harga Yt, Yn, dan nilai Sn dengan periode ulang tertentu dapat dilihat pada tabel berikut ini. X
Sx
=∑
Xi
n
=
XT
∑ ( Xi - X)
2
n -1
= X+
Sx Sn
( Yt − Yn )
dimana : XT = Besar curah hujan untuk periode ulang T tahun (mm) X = Curah hujan maksimum rata-rata selama tahun pengamatan (mm) Sx = Standar deviasi Σxi = Jumlah curah hujan n
= Jumlah tahun yang ditinjau
Tabel 2.7 Reduced variate (Yt) Periode ulang (T) tahun
Nilai Yt
2 5 10 20 25 50 75 100 200 250 500
0,3668 1,5004 2,2510 2,9709 3,1993 3,9028 4,3117 4,6012 5,2969 5,5206 6,2149
Tabel 2.8 Reduced mean (Yn) N 10 20 30 40 50
0 0.495 2 0.523 6 0.536 2 0.543 6 0.548 5
1 0.499 6 0.525 2 0.537 1 0.544 2 0.548 9
2 0.503 5 0.526 8 0.538 0 0.544 8 0.549 3
3 0.507 0 0.528 3 0.538 8 0.545 3 0.549 7
4 0.510 0 0.529 6 0.539 6 0.545 8 0.550 1
5 0.512 8 0.309 0 0.540 2 0.546 3 0.550 4
6 0.515 7 0.532 0 0.541 0 0.546 8 0.550 8
7 0.518 1 0.533 2 0.541 8 0.547 3 0.551 1
8 0.520 2 0.534 3 0.542 4 0.547 7 0.551 5
9 0.5520 0.5353 0.5430 0.5481 0.5518
60 70 80 90 10 0
0.552 1 0.554 8 0.556 9 0.558 6 0.560 0
0.552 4 0.555 0 0.557 0 0.558 7 0,560 2
0.552 7 0.555 2 0.557 2 0.558 9 0,560 3
0.553 0.555 5 0.557 4 0.559 1 0,560 4
0.553 3 0.555 7 0.557 6 0.559 2 0,560 6
0.553 5 0.555 9 0.557 8 0.559 3 0,560 7
0.553 8 0.556 1 0.558 0 0.559 5 0,560 8
0.554 0 0.556 3 0.558 1 0.559 6 0,560 9
0.554 3 0.556 5 0.558 3 0.559 8 0,561 0
0.5545 0.5567 0.5585 0.5599 0,5611
Tabel 2.9 Reduced standard deviation (Sn) N
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 20 30 40 50 60 70 80
0.9496 1.0628 1.1124 1.1413 1.1607 1.1747 1.1854 1.1983
0.9697 1.0696 1.1159 1.1416 11623 1.1757 1.1862 1.1945
0.9833 1.0754 1.1193 1.1458 1.1938 1.1777 1.1873 1.1955
0.9971 1.0811 1.1226 1.1480 1.1658 1.1782 1.1881 1.1958
1.0095 1.0864 1.1255 1.1499 1.1667 1.1792 1.1890 1.1967
1.0206 1.0915 1.1285 1.1519 1.1681 1.1803 1.1898 1.1973
1.0316 1.0961 1.1313 1.1538 1.1696 1.1814 1.1903 1.1980
1.0441 1.1044 1.1339 1.1557 1.1708 1.1824 1.1915 1.1987
1.0493 1.1047 1.1363 1.1574 1.1721 1.1834 1.1923 1.1994
1.0565 1.1086 1.1388 1.1590 1.1734 1.1844 1.1930 1.2001
1.200 7 1.206 5
1.201 3 1,206 9
1.202 0 1,207 3
1.202 6 1,207 7
1.203 2 1,208 1
1.203 8 1,208 4
1.204 4 1,208 7
1.204 9 1,209 0
1.205 5 1,209 3
90 10 0
1.2060 1,2096
BAB III ASPEK HIDROLIKA
3.1 Kecepatan aliran
Agar keadaan saluran terjamin terhadap adanya pengaruh dari aliran air, maka kecepatan aliran disesuaikan dengan kondisi dari tanah saluran sehingga kecepatan maksimum yang terjadi tidak merusak terhadap dinding maupun dasar saluran yang direncanakan. Untuk mendapatkan kecepatan air pada saluran dengan menggunakan persamaan rumus kecepatan aliran seragam, yaitu :
1.
Rumus Manning V
=
1,47
V
=
1
n
n
R 2 / 3 .I1 / 2 (satuan Inggris)
R 2 / 3 .I1 / 2 (satuan Metrik)
2.
Rumus Strickler,
V
= K .R 2 / 3 .I1 / 2
3.
Rumus Chezy,
V
=C
R .S
dimana: V = kec.aliran (m/dtk) R = jari-jari hidrolik(m) C = koefisien Chezy n
= koefisien kekasaran Manning
K = koefisien kekasaran Strikler I
= kemiringan saluran (%) Untuk menentukan kekasaran dinding saluran berdasarkan masing-masing
persamaan rumus yang ada, maka nilai kecepatan aliran yang diizinkan dapat dilihat berdasarkan tabel berikut.
Tabel 3.1 Koefisien kekasaran dari Manning Jenis sarana drainase
Koefisien (n)
Tidak di perkeras tanah pasir dan kerikil dasar saluran batuan 2. Dibuat di tempat a. Beton semen mortar beton b. Batu belah pasangan batu adukan basah pasangan batu adukan kering 3. Dipasang di tempat pipa beton sentrifugal pipa beton pipa bergelombang
0,020 – 0,025 0,025 – 0,040 0,025 – 0,035
0,010 – 0,013 0,013 – 0,018
0,015 – 0,030 0,025 – 0,035
0,011 – 0,014 0,012 – 0,016 0,016 – 0,025
Tabel 3.2 Koefisien kekasaran Manning untuk drainase perkotaan Jenis saluran
Koefisien (n)
1. Saluran galian Saluran tanah Saluran pada batuan, digali merata
0,022 0,035
2. Saluran dengan lapisan perkerasan Lapisan beton seluruhnya Lapisan beton pada kedua sisi saluran Lapisan blok beton pracetak Pasangan batu, diplester Pasangan batu, diplester pada kedua sisi saluran Pasangan batu, disiar Pasangan batu kosong
0,015 0,020 0,017 0,020 0,022 0,025 0,030
3. Saluran alam Berumput Semak-semak Tidak beraturan, banyak semak dan pohon, batang pohon banyak jatuh ke saluran
0,027 0,050 0,150
Tabel 3.3 Hubungan kemiringan saluran dgn kecepatan aliran Kemiringan saluran I (%) Kecepatan rata-rata V (m/detik) 0-<1 1-<2 2-<4 4-<6 6 - < 10 10 - < 15
0,40 0,60 0,90 1,20 1,50 2,40
Tabel 3.4 Kekasaran dinding saluran Dinding saluran Kayu
Pasangan batu
Batu kosong
Tanah
Kondisi Papan rata dipasang rapi Papan rata kurang rapi Papan kasar dipasang rapi Papan kasar kurang rapi Halus Dikeliling Sedikit kurang rata Plesteran semen halus Plesteran semen dan pasir Beton dilapisi kayu Batu bata, kosongan yang baik kasar Pasangan batu, keadaan jelek Beton dilapisi baja Halus dipasang rata Batu bongkar, batu pecah, batu belah, batu guling dipasang dengan semen Kerikil halus padat Rata dan dalam keadaan baik Rata dan dalam keadaan biasa Dengan batu-batu dan tumbuhan Dalam keadaan jelek Sebagian terganggu oleh batu
Bazin (m)
Kutter dan Manning (n)
0,60 0,16 0,06 0,30 0,06 0,16 0,30
0,010 0,012 0,012 0,014 0,010 0,015 0,020 0,010 0,012 0,013 0,015
0,16 0,46
0,020 0,012 0,013 0,017
0,85 1,30 1,75
0,020 0,020 0,022 0,025 0,035 0,050
Tabel 3.5 Kekasaran dinding (K) menurut Stickler Macam-macam dasar saluran
Harga (K)
Saluran lama dengan dinding sangat kasar atau tidak teratur Saluran lama dengan dinding kasar Saluran yang akan diberikan tanggul dan saluran tersier Saluran drainase baru tanpa tanggul Saluran primer dan sekunder dengan debit < 7,50 M 3 dtk Saluran terpelihara baik dengan debit > 10 M 3 dtk Saluran dengan pasangan batu kosong Saluran dengan dinding pasangan batu pecah yang baik dan beton tidak diplester atau dihalus Saluran dengan dinding halus atau dinding kayu
> 36 38 40 43,5 45 – 47,5 50 50 60 90
3.2 Debit banjir rencana
Debit banjir rencana adalah besarnya debit banjir yang direncanakan akan terjadi pada periode ulang tertentu, misalnya banjir 15 tahun adalah banjir yang akan terjadi pada tiap 10 tahun sekali. Debit banjir rencana dengan periode ulang tertentu dapat dihitung dengan menggunakan data debit sungai dan dapat pula dengan data curah
hujan. Untuk mennghitung debit banjir rencana pada daerah perkotaan pada umumnya dikehendaki pembuangan air secepatnya agar jangan ada genangan air. Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode rasional kalau daerah alirannya kurang dari 80 ha, Untuk daerah aliran yang lebih luas sampai dengan 5000 ha dapat digunakan metode rasional yang diubah. Hubungan kondisi permukaan tanah dan koefisien pengaliran
dan besarnya koefisien pengaliran
dengan berbagai macam kondisi catchment area dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.6 Koefisien pengaliran ( Run off ) No
Kondisi catchment area
Koefisien run off
1 2 3 4 5 6 7
Bergunung dan curam Pegunungan tersier Sungai dengan hutan di bagian atas dan bawahnya Tanah datar yang ditanami Sawah waktu diairi Sungai bergunung Sungai daratan
0,75-0,90 0,70-0,80 0,50-0,70 0,45-0,60 0,70-0,85 0,75-0,85 0,45-0,75
Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis debit banjir rencana. Estimasi debit banjir dapat diklasifikasikan berdasarkan pada luas DAS yang akan ditinjau sebagaimana dimuat dalam Tabel berikut. Tabel 3.7 Metode analisis debit banjir rencana dan luas DAS Luas DAS (km2)
Metode yang umum digunakan
< 2,5
Pendekatan infiltrasi, metode Rasional Metode Rasional, hidrograf satuan, analisis frekuensi, hubungan puncak banjir dan areal drainase Hidrograf satuan, analisis frekuensi, hubungan puncak banjir dan areal drainase Penelusuran banjir, hidrograf satuan, analisis frekuensi, hubugan puncak banjir dan areal drainase
< 250 250 – 5000 > 5000
Tabel 3.8 Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan Luas DAS (Ha)
Periode ulang (Tahun)
Metode perhitungan debit banjir
< 10 10 – 100 101 – 500 > 500
2 2–5 5 – 20 10 – 25
Rasional Rasional Rasional Hidrograf satuan
Persamaan rumus metode Rasional adalah: Qr =
1 3,6
xCxIxA
dimana : Qr C I A
= = = =
Debit rencana dengan masa ulang T tahun (m3/detik) Koefisien pengaliran Intensitas curah hujan (mm/jam) Luas daerah aliran dalam (ha)
3.3 Kemiringan saluran
Kemiringan tanah di tempat dibuatnya fasilitas saluran drainase ditentukan dari hasil pengukuran di lapangan, untuk menghitung kemiringan selokan samping dan gorong-gorong pembuang air.
L (m)
Gambar 3.1 Penampang kemiringan tanah
3.4 Tinggi jagaan
Tinggi jagaan adalah jarak vertikal dari permukaan air pada kondisi desain saluran yang tak tergerus. Menurut SNI 03-3424-1994 : 24 tinggi jagaan dari suatu saluran adalah jarak vertikal dari puncak tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan. Tinggi jagaan direncanakan untuk dapat mencegah peluapan air akibat gelombang serta fluktuasi permukaan air, misalnya berupa gerakan angin serta pasang surut. Besarnya tinggi jagaan bervariasi mulai dari 20 cm untuk saluran kecil sampai lebih dari 1,5 m untuk saluran besar. Sedangkan tinggi jagaan tergantung dari beberapa faktor, seperti ukuran saluran, kecepatan aliran, adanya air hujan yang masuk dan pengaruh air balik (pasang). Sebagai perkiraan awal, tinggi jagaan dapat ditentukan sebagai berikut : Tabel 3.9 Hubungan debit saluran dengan nilai tinggi jagaan Debit (Q) m 3/detik
Tinggi jagaan (m)
<1 1–2 2–5 6 – 10 11 – 15 15 – 50 50 – 150 > 150
0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,2 1,5
3.5 Debit air buangan dari pemukiman
Pada dasarnya perencanaan saluran drainase adalah untuk menampung air kotoran atau buangan penduduk suatu daerah. Untuk menghitung air untuk jumlah penduduk sama air yang dibuang kebutuhan air rata-rata tiap orang 150 liter/hari sedangkan faktor maksimum air bersih 1,75 faktor buangan maksimum dipakai 0,90. Debit air buangan adalah debit air kotor yang berasal dari buangan hasil aktifitas penduduk yang berasal dari limbah rumah tangga, bangunan umum atau instansi pemerintah, bangunan komersil dan sebagainya. Untuk menganalisis jumlah air kotor atau air buangan yang akan dialirkan kesaluran drainase harus diketahui jumlah kebutuhan air rata-rata dan jumlah penduduk pada kawasan tersebut. Untuk perhitungan jumlah kebutuhan air buangan rata-rata perhari maksimum dan debit buangan air kotor maksimum adalah : 1.
Kebutuhan air bersih maksimum : = Kebutuhan air rata-rata x faktor maksimum = 150 x 1,75 = 262,60 liter/hari/jiwa
2.
Kebutuhan air buangan maksimum : = Kebutuhan air bersih maksimum x faktor maksimum = 262,6 x 0,90 = 236,25 liter/hari/jiwa
3.
Jumlah air buangan rata-rata perhari maksimum (qm) : = Jumlah air buangan maksimum x 24 jam = 236,25 : 24 = 9,85 liter/hari/jiwa
4.
Debit air buangan maksimum (Qpeak) : Qpeak = p x qmaks Dimana :
2,5 qm
p = 1,5 +
p
= 1,5 +
9,850 2,5
= 2,297 Sehingga : Qpeak = p x qmaks
= = = =
2,297 x 9,850 22,63 liter/jam/jiwa 22,63 x 10 -6 m3 : 3600/detik/jiwa 6,286 x 10 -6 m3/detik/jiwa
Cara lain dalam menghitung kebutuhan air buangan rumah tangga yaitu dengan memperkirakan sesuai dengan lingkungan disekitar saluran, untuk tiap-tiap saluran debit air buangan rumah tangga dibagi dalam beberapa bagian, yaitu : 1.
Daerah perumahan = 90 liter/orang/hari Bangunan industri = 10 m 3/industri/hari Perkantoran = 30 liter/orang/hari Sarana umum :
2.
3. 4.
Sekolah = 20 liter/orang/hari Tempat ibadah = 3 m3/gedung/hari Tempat penginapan = 30 liter/orang/hari Pertokoan = 1 m3/toko/hari Bioskop = 5 m 3/gedung/hari Dari jumlah pemakaian air tersebut dapat diperkirakan berapa besarnya air
a. b.
c. d. e.
buangan yang harus ditampung dan dialirkan melalui riolering kota yaitu sebesar 80 % dari kebutuhan air yang ditetapkan. 3.6 Bentuk penampang drainase
Pemilihan bentuk penampang drainase didasarkan pada pertimbangan kemudahan pelaksanaan, stabilitas saluran penggunaan ruang, debit yang dialirkan dan lain-lain. Dalam merencanakan dimensi drainase harus diusahakan agar dapat memperoleh dimensi yang ekonomis. Dimensi yang ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran, dan kemiringan dasar tertentu. Bentuk penampang melintang drainase secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut ini. 1.
Bentuk trapesium Pada umumnya saluran bentuk trapesium ini terbuat dari tanah, namun dimungkinkan juga bentuk ini dari pasangan batu dan beton. Saluran ini membutuhkan ruang atau lahan yang cukup dan berfungsi untuk mengalirkan air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi. Saluran ini merupakan saluran serba guna yang sering digunakan karena mudah pekerjaannya.
Gambar 3.2 Penampang drainase trapesium
Luas (A)
= ( b + z x h ) x h
Keliling basah (P)
= b + 2 x h 1 + z 2 = A/P = b + 2 x z x h ( b + z x h ) x h = b + 2 x z x h ( b + z x h ) x h = b + 2 x z x h
Jari-jari hidrolis (R) Lebar puncak (T) Kedalaman hidrolis (D) Faktor penampang (Z) Tinggi jagaan (W) 2.
=
0,5 x h
Bentuk persegi Saluran drainase ini berbentuk persegi tidak banyak membutuhkan ruangan dan lahan, terbuat dari pasangan batu dan beton. Umumnya dalam pelaksanaan bentuk persegi panjang menggunakan pasangan beton. Saluran drainase ini berfungsi sebagai saluran air hujan, air buangan rumah tangga maupun saluran irigasi.
Gambar 3.3 penampang drainase persegi
Luas (A)
= bxh
Luas penampang basah Saluran (Fd) = Fd = Keliling basah (P) Jari-jari hidrolis (R) Lebar puncak (T) Kedalaman hidrolis (D) Faktor penampang (Z)
= = = =
Qr
V b+2xh A/P b h = b x h1,5
Kecepatan aliran (V)
1 = 1 n x R 3 x ( I ) 2
Tinggi jagaan (W)
=
2
3.
0,5 x h
Bentuk lingkaran Saluran ini berupa saluran terbuat dari pasangan bata atau kombinasi pasangan pipa beton, dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan atau limbah. Saluran drainase ini berfungsi sebagai saluran air hujan, air limbah rumah tangga dan irigasi.
Gambar 3.4 Penampang drainase ingkaran
Luas (A)
2 = 1 8 ( θ − sin θ ) d
Keliling basah (P) Jari-jari hidrolis (R) Lebar puncak (T)
= 1 2xθxd = A/P = ( sin 1 2 θ )
Kedalaman hidrolis (D)
=
θ - sin θ x d sin 1 2 θ
Faktor penampang (Z)
=
2( θ - sin θ )
1,5
32( sin1/2θ )
1,5
θ = Besarnya sudut dalam radial d = Tinggi saluran yang tergenang air (m) 4.
Saluran berbentuk segitiga Saluran berbentuk segitiga hanya dipakai pada saluran-saluran kecil, biasanya hanya untuk selokan dan laboratorium karena itu saluran ini jarang sekali digunakan.
Gambar 3.5 Penampang drainase segitiga
Luas (A)
= z.h 2
Keliling basah (P)
= 2h 1 + z 2 z.h = 2h 1 + z 2
Jari-jari hidrolis (R)
Kemiringan taludnya tergantung dari besarnya debit air(Q), dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.10 Kemiringan talud berdasarkan besar Q Debit air (m3/dtk)
Kemiringan talud
0,00-0,75
1:1
0,75-15
1 : 1,5
15-80
1 : 0,2
BAB IV DRAINASE KHUSUS
4.1 Drainase lapangan terbang
Drainase pada lapangan udara dibuat dengan tujuan yaitu: 1. Mempertahankan daya dukung tanah dengan mengurangi masuknya air 2. Menjaga agar landasan pacu (runway) dan bahu landasan pacu ( shoulder ) tidak digenangi air yang dapat membahayakan operasi penerbangan. Pada tahap perencanaan drainase untuk lapangan terbang perlu diperhatikan halhal sebagai berikut: 1. Saluran drainase harus di bawah muka tanah dan tidak memotong landasan pacu (runway) karena apabila memerlukan perawatan tidak mengganggu kelancaran aktifitas dari lapangan udara tersebut 2. Air dari luar wilayah landasan terbang tidak boleh membebani sistem drainase lapangan terbang, jadi perlu adanya drainase tersendiri dikawasan sekitarnya yang biasanya disebut hill foot drain. Perencanaan drainase lapangan udara mempunyai beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu: a)
Kemiringan runway memanjang maksimum 1%
b)
Kemiringan shoulder melintang maksimum 2,5-5%
c)
Kemiringan runway melintang maksimum 1,5%
d)
Banjir 1x dalam 10 tahun. 4.2 Drainase lapangan olah raga
Sistem draianse untuk lapangan olah raga bertujuan untuk untuk mengeringkan lapangan olah raga agar tidak terjadi genangan air apabila terjadi hujan hal ini disebabkan karena bila terjadi genangan air maka akan dapat mengganggu dan membahayakan pemakai lapangan. Oleh karena itu diusahakan agar air dapat cepat meresap ke dalam tanah(secara infiltrasi). Adapun kriteria perencanaan drainase lapangan olah raga yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
Konstruksi sistem drainase diusahakan agar dapat mengeringkan
dengan cepat, tetapi tidak mengganggu pertumbuhan rumput
Daerah yang akan ditangani cukup luas dan tidak memungkinkan
untuk dibuat suatu lobang pemasukan(inlet )
Tidak ada erosi tanah, limpasan permukaan sekecil mungkin
Infiltrasi sebesar mungkin
Pembebanan air dari luar dihilangkan dengan membuat saluran
disekeliling lapangan. 4.3 Drainase Jalan Raya
Tujuan pembuatan saluran drainase jalan raya adalah sebagai berikut:
Mencegah terkumpulnya genangan air hujan yang dapat mengganggu
transportasi
Menjaga kadar air tanah badan/pondasi jalan berumur panjang
Mencegah erosi tanah
Mencegah kelongsoran lereng
Menambah keindahan kota
Sedangkan kriteria perencanaan sistem drainase jalan yaitu:
Luas daerah yang akan dikeringkan(ROW)
Perkiraan hujan maksimum
Kemiringan dari daerah sekitarnya dan kemungkinan pengaliran serta
pembuangannya
Karakteristik tanah dasar(permeabilitas dan kecenderungan mengikis
tanah lain)
Ketinggian rata-rata dari muka air tanah
Dalam minimum dari permukaan yang dibutuhkan untuk melindungi
pipa saluran drainase dari beban lalu lintas. 4.4 Sistem banjir kanal
Banjir kanal merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi beban banjir di pusat kota. Konsep dasar banjir kanal tidak jauh berbeda dengan “jalan tol” dalam sistem transportasi jalan raya, yaitu mengurangi beban lalu lintas dalam kota yang tidak mungkin ditingkatkan kapasitasnya. Pertambahan penduduk perkotaan yang cepat mengakibatkan kepadatan penduduk di pusat kota menjadi tinggi dan perluasan kawasan permukiman tak
dapat dihindari. Sungai-sungai yang melewati kota menjadi semakin sempit akibat sampah dan sedimen, dan juga bangunan-bangunan liar di kanan kiri sungai. Sementara itu perluasan permukiman ke arah hulu kota mengakibatkan debit banjir bertambah besar. Normalisasi sungai untuk meningkatkan kapasitasnya bukan lagi menjadi cara yang ampuh dan mudah dilakukan untuk menanggulangi banjir. Dampak sosialnya sangat kompleks dan rumit, karena menyangkut pembebasan lahan dan pemindahan penduduk. Dalam kondisi yang demikian, dimungkinkan normalisasi hanya untuk mengatasi banjir yang bersifat lokal, sementara banjir kiriman dari hulu harus dialihkan ke laur atau pinggiran kota melalui saluran khusus yang disebut kanal banjir. Banjir kanal dapat direncankan lebih leluasa dengan kapasitas yang lebih besar, dan dapat berfungsi sebagai saluran bebas hambatan, karena: 1. letaknya di luar atau pinggiran kota, sehingga kemungkinan besar masih banyak lahan kosong, atau paling tidak lahan yang belum padat yang dapat dipakai, sehingga tidak diperlukan pemindahan penduduk 2. jauh dari lokasi pusat kota, permukiman dan industri, sehingga limbah yang masuk ke sungai lebih sedikit 3. merupakan saluran baru di luar kota, kapasitasnya besar, sehingga dapat melayani drainase kawasan yang lebih luas 4. operasi dan pemeliharaan kanal banjir lebih murah dan mudah dilakukan karena tersedia lahan dan jalan inspeksi yang cukup 4.5 Sistem Polder
Secara konseptual, ada 2 alternatif penyelesaian untuk pemanfaatan (reklamasi) dataran rendah, yaitu: 1.
sistem timbunan (land filing ) Sistem timbunan merupakan cara pemanfaatan dataran rendah dengan cara menimbun lahan dengan material tanah sehingga mencapai elevasi aman, di atas muka air laut pasang dan gelombang laut atau muka air sungai tertinggi. Dengan sistem ini, daerah yang ditimbun menjadi aman dari pengaruh pasang surut dan banjir, sekaligus dapat dikembangkan sistem drainase air hujan maupun air limbah secara gravitasi.
Timbunan tanah Muka air tetap
2.
Muka tanah asli
sistem polder Polder didefinisikan sebagai suatu kawasan/lahan reklamasi dengan kondisi awal mempunyai muka air tanah tinggi, yang diisolasi secara hidrologis dari daerah disekitarnya dan kondisi muka air dapat dikendalikan. Pada sistem polder, elevasi tanah dibiarkan pada ketinggian aslinya, sedangkan airnya diturunkan atau dikeringkan dengan sistem pengontrolan dengan sistem tanggul dan pompa atau manajemen lainnya. Tanggul keliling
Muka air awal Muka air diturunkan oleh sistem polder
Faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih sistem reklamasi yang akan dipakai meliputi:
penggunaan lahan baru
faktor keamanan yang disyaratkan
ketersediaan material
faktor biaya
Secara umum, sistem polder cocok untuk pengembangan lahan pertanian pada lahan yang daya dukungnya kecil. Sementara untuk pengembangan industri, sistem penimbunan lebih cocok.
DAFTAR PUSTAKA 1. Hasmar. 2002. Drainase Perkotaan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit UII. 2. Hendarsin. 2000. Perencanaan Teknik Jalan Raya. Edisi pertama. Bandung: Politeknik Negeri Bandung Jurusan Teknik Sipil. 3. Karuniadi, 2005. Teori dan Aplikasi Hidrologi. Cetakan Pertama. Semarang: UPT UNNES Press. 4. Mardjono et al . 1998. Drainase Perkotaan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit UPT Universitas Taruma Nagara. 5. SNI 03-3424. 1994. Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan. Jakarta: Penerbit Departemen Pekerjaan Umum. 6. Sudjarwadi. 1990. Teknik Drainase. Jakarta: Penerbit PAU – UGM. 7. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset