MAKALAH DIARE DAN KONSTIPASI
Dosen Pengampu : Putu Dyana Christasani, M. Sc., Apt. Penyusun : Soya Hutagalung
158112018
Kezia Grace
158114019
Johannes Sianturi
158114020
Monika Gita
158114021
Ria Nonita
158114022
Claresta Sartika
158114023
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017
A. DIARE 1. Definisi Diare Diare adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan frekuensi buang air besar sampai lebih dari tiga kali sehari disertai dengan penurunan konsistensi tinja sampai ke bentuk cairan. Diare sering dianggap gangguan penyakit yang ringan, namun penanganan yang tidak tepat dan atau terlambat dapat membuat penderita diare mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan dan bahkan menimbulkan kematian (Djunarko, 2011). 2. Klasifikasi diare Berdasarkan durasinya, diare umumnya dibedakan menjadi dua ; a. Diare Akut Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. b. Diare Kronis Diare kronis yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut. Penyebabnya diakibatkan luka oleh radang usus, tumor ganas dan sebagainya.
Diare
kronik
lebih
komplek
dan
faktor-faktor
yang
menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain (Depkes RI 2011). 3. Penyebab Diare a. Infeksi enteral Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi: Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. Infeksi virus: Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans) b. Faktor psikologis Rasa takut dan cemas yang berlebihan, walaupun faktor ini jarang dapat menimbulkan diare dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya (Depkes RI 2011). c. Gangguan
fungsi
pencernaan
dan
penyerapan
makanan
umumnya
menyebabkan diare kronis d. Faktor makanan dan minuman Alergi terhadap makanan, susu, obat-obatan, makanan basi, dapat juga karena makanan yang tercemar , umumnya diare yang ditimbulkan bersifat akut e. Pertumbuhan flora normal (bakteri yang normal berada di usus) yang tidak terkendali, umumnya menyebabkan diare kronis (Djunarko, 2011). 4. Manajemen Terapi Manajemen diare difokuskan untuk mencegah kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan, mengatasi timbulnya gejala, serta mengobati penyakit sekunder yang ditimbulkan jika ada. a. Terapi Farmakologi 1) Adsorben dan obat pembentuk massa Kerja obat : menyerap racun, mengurangi frekuensi buang air besar dan memadatkan massa tinja. Contoh obat : Norit (karbo-adsorben) Aturan pakai : Dewasa: 3-4 tablet @250mg, 2-3 x sehari. Anak : 1-2 tablet @250mg, 2-3 x sehari. Efek samping : muntah, konstipasi, feses hitam. Obat dengan kandungan bahan aktif norit yang beredar di pasaran : Bekarbon®, Norit®.
2) Rehidrasi Oral
Kerja obat : glukosa menstimulasi secara aktif transport Na dan air melalui dinding usus sehingga mencegah tubuh kekurangan cairan yang banyak keluar bersama kotoran. Contoh obat : Oralit Aturan pakai : 1 bungkus serbuk oralit dilarutkan dalam 200 mL (1 gelas) Keadaan diare Umur < 1 tahun 1-4 tahun 5-12 tahun Dewasa Tidak ada Setiap kali BAB berikan oralit dehidrasi 100 mL 200 mL 300 mL 400 mL (0,5 gelas) (mencegah (1 gelas) (1,5 gelas) (2 gelas) dehidrasi) Dengan dehidrasi 3 jam pertama berikan oralit (mengatasi 300 mL 600 mL 1200 mL 2400 mL (1,5 gelas) dehidrasi) (3 gelas) (6 gelas) (12 gelas) Setiap kali BAB berikan oralit 100 mL 200 mL 300 mL 400 mL (0,5 gelas) (1 gelas) (1,5 gelas) (2 gelas)
Efek samping : hiperkalemi dan hipernatremia. Obat di pasaran : Oralit®, Alphatrolit®, Aqualyte®, Bioralit®, Corsalit®
3) Kombinasi kaolin-pektin dan attapulgite
Kerja obat : untuk pengobatan simptomatik pada diare non-spesifik
Aturan pakai : Dewasa dan anak usia lebih dari 12 tahun : 1 tablet setiap habis BAB, maksimum 12 tablet/hari Anak 6-12 tahun : 1 tablet setiap habis BAB, maksimum 6 tablet/hari Efek samping : konstipasi, impaksi feses. Obat di pasaran : Akita®, Andikap®, Anstrep®, Neo diastop®, Neo diarex®, Neo eterodiastop®, Neo entrostop®, Entrogard®, Neo asta®, Kaolimec®, Salfaplas®, New guanistreep®
4) Antimotilitas
Kerja obat : menghambat gerak peristaltik usus dan meningkatkan penyerapan kembali cairan di usus besar. Contoh obat : Loperamid
Aturan pakai : Dewasa : 2 tablet @2 mg sekaligus disusul dengan 1 tablet setiap 2 jam sampai diare berhenti, mak 8 tablet/hari. Anak > 8 tahun : 1 tablet @2 mg, 5 x sehari. Anak < 8 tahun : sirup dengan dosis berdasarkan berat badan 3kg : 4x sehari ¼takaran, 5kg : 4x sehari ¼ - 0,5 takaran, 10kg : 4x sehari 0,5 – 1 takaran, 6x sehari 1 takaran, 15kg : 5x sehari 1,5 takaran (1 takaran = 5 mL). Efek samping : kejang perut, gangguan lambung, mulut kering, ruam kulit dan pusing Obat di pasaran : Imodium®,Alphamido®, Amerol®, Antidia®, Colidium®, Diadium®, Lexadium®, Loremid®, Motilex®, Lomodiumt®, Lodiag®, Lopamid (Djunarko, 2011)
b. Terapi Non Farmakologi
Banyak minum air putih Pada bayi, ASI boleh tetap diberikan, tetapi untuk susu formula harus dibuat lebih encer sampai dua kali lipat Hindari kopi, teh dan susu Makanan padat diganti dengan bubur, roti, atau pisang Memeriksa penyebab diare, apakah disebabkan oleh makanan, obat, susu, atau lainnya sehingga dapat mencegah terulangnya diare Memeriksa tinja, apakah terdapat lendir atau darah atau tidak Memeriksa tanda-tanda dehidrasi ringan sampai berat Cuci tangan setiap buang air untuk mencegah penularan Menjaga kebersihan diri dan lingkungan (Djunarko, 2011)
5. Penderita disarankan ke dokter apabila : a) Diare terjadi terus-menerus lebih dari 48 jam b) Terdapat darah atau lendir pada tinja c) Diare disertai demam, muntah-muntah, dan rasa sakit yang tak tertahankan pada bagian perut d) Menunjukkan tanda-tanda dehidrasi berat, seperti terus mengantuk, mata cekung, pucat, kehilangan nafsu makan dan minum, pingsan e) Diare terjadi pada wania hamil (dikhawatirkan berpengaruh pada janinnya)
B. KONSTIPASI 1. Definisi Konstipasi Konstipasi atau sembelit adalah suatu keadaan di mana proses buang air besar menjadi sulit, frekuensinya jarang, dan kadang tidak tuntas. Pada kondisi normal, biasanya pergerakan isi usus paling sedikit 3x dalam satu minggu. Sehingga apabila sudah tidak bisa BAB lebih dari 2 hari dapat dikatakan sudah mengalami kondisi konstipasi (Harrison MD et al, 2005). 2. Penyebab Konstipasi a. Kurangnya konsumsi makanan berserat, seperti sayur dan buah-buahan b. Kurangnya cairan/minum karena pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses c. Kurangnya berolahraga d. Kebiasaan mengonsumsi obat pencahar untuk membantu buang air besar karena jika tidak mengonsumsi merasa sulit buang air besar e. Gangguan psikiatrik misalnya depresi/stress, gangguan pola makan (Harrison MD et al, 2005). 3. Manajemen Terapi Manajemen konstipasi adalah untuk mengurangi gejala, mengembalikan kebiasaan defekasi yang normal, keluarnya feses yang berbentuk dan lunak setidaknya 3 kali per minggu tanpa mengejan, dan meningkatkan kualitas hidup dengan efek samping minimal
a. Terapi Farmakologi 1) Bisakodil
Kerja obat : termasuk obat pencahar (laksatif) yang bekerja langsung sebagai stimulant, merangsang dinding usus besar untuk berkontraksi sehingga mampu mendorong keluarnya tinja
Aturan pakai : Dewasa : 5-10mg sebelum tidur (apabila bentuk tablet) atau 10mg pada pagi hari apabila obat dalam bentuk suppositoria Untuk anak-anak usia 4-10 tahun : Tanyakan dosis pada dokter. Namun biasanya dosis yang direkomendasikan adalah 5 mg perhari sebelum tidur malam dalam bentuk suppositoria
Efek samping dan peringatan: kejang perut, tetapi hal ini jarang terjadi. Bisakodil tidak boleh dikunyah atau digerus, tidak boleh diminum dengan susu, dan tidak dianjurkan digunakan oleh wanita hamil
Obat dengan kandungan bisakodil yang beredar dipasaran : Dulcolax® (tablet dan suppositoria), Bicolax® (tablet), Codylax® (tablet), Prolaxan® (tablet), Laxana® (tablet dan suppositoria)
2) Laktulosa
Kerja obat : sebagai pencahar dengen membentuk asam-asam organik di dalam usus besar yang menahan air sehingga tinja menjadi lunak dan ada rangsangan untuk buang air besar
Aturan pakai : Dosisnya tergantung pada kadar laktulosa dalam setiap sediaan sirup. Dosis lazimnya untuk larutan laktulosa 50% adalah 15-30ml di pagi hari
Efek samping : perut kembung dan banyak gas. Obat ini aman digunakan untuk wanita hamil
Obat dengan kandungan laktulosa yang beredar di pasaran : Duphalac®, Lactulax®, Laxidilac®, Dulcolactol®
3) Bahan Osmotik
Bahan osmotik berfungsi untuk mengumpulkan cairan ke usus besar untuk melunakkan tinja sehingga mudah dikeluarkan. Umumnya obat ini terdiri atas beberapa kandungan bahan osmotic seperti garam-garam fosfat, magnesium, sulfat dan gula seperti sorbitol. Umumnya obat pencahar dengan kandungan bahan-bahan osmotik ini berbentuk enema (bentuk sediaan obat berupa cairan yang dimasukkan melalui anus/dubur).
Obat dengan kandungan bahan osmotik yang beredar di pasaran : Microlax®
b. Terapi non-farmakologi
Memperbaiki pola makan Meningkatkan konsumsi serat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran direkomendasikan sebagai terapi awal konstipasi
Aktivitas Fisik Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko konstipasi. Berolahraga secara teratur karena olahraga akan membantu meningkatkan fungsi pencernaan.
Konsumsi Air Konsumsi air adalah kunci penatalaksanaan, pasien harus dianjurkan minum setidaknya 8 gelas air per hari (sekitar 2 liter per hari)
Kurangi stress
Hilangkan kebiasaan mengonsumsi obat pencahar secara rutin untuk membantu buang air besar, gunakan obat pencahar hanya apabila benarbenar diperlukan (Sianipar, 2015)
4. Pasien harus ke dokter apabila : Konstipasi terjadi lebih dari seminggu maupun sangat sering kambuh, maka pasien bisa memeriksakan diri ke dokter untuk meningatkan kualitas hidupnya
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Buku Saku Diare. Edisi 2011. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Djanuarko Ipang dan Yosephine, 2011. Swamedikasi yang Baik dan Benar. Klaten : PT Intan Sejati. hal. 46-49. Harrison MD et al. 2005. Diarrhea and Constipation. Harrison's Principles of Internal Medicine 16thed. part 2 sec 6. USA: McGraw Hill. pp. 231-233. Sianipar, N.B., 2015. Konstipasi pada Pasien Geriatri. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. . .