DIAGNOSIS DEMENSIA Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta adanya penyakit lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan pemeriksaan kimia darah standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk menentukan adanya tumor, hidrosefalus atau stroke. Untuk demensia bukti adanya hendaya Terlam daya ingat jangka pendek Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara bertahap, maka diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit Alzheimer terbukti hanya jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein abnormal). Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang merupakan pemerisaan skening otak khusus.
Kriteria Diagnostik A. Terbukti adanya hendaya dalam daya ingat jangka pendek dan panjang. Hendaya dalam daya ingat jangka pendek (tak dapatmengingat informasi baru) dinyatakan dalam ketidakmampuan mengingat 3 benda setelah 5 menit. Hendaya dalam daya ingat jangka panjang (ketidakmampuan mengingat informasi yang sejak lama sudah diketahui) dinyatakan dalam ketidakmampuan mengingat informasi yang telah lampau tentang diri pribadi (contoh, apa yang terjadi kemarin, tempat lahir, pekerjaan) atau masalah tentang pengetahuan umum yang biasa (contoh, Presiden pertama , hari raya) bawah ini :
B. Sedikitnya satu hal tersebut di bawah ini: 1. Hendaya dalam berpikir abstrak, dinyatakan dalam ketidakmampuan menemukan ciri persamaan dan perbedaan antara 2 atau lebih kata , kesulitan dalam memberi batasan tantang kata dan konsep, atau tugas lain yang hamper sama.
2. Hendaya dalam daya pertimbangan , dinyatakan dalam ketidakmampuan membuat rencana yang beralasan untuk mengatasi masalah dan isu antar anggota keluarga, atau yang terkait dengan pekerjaan 3. Gangguan lain pada fungsi luhur korteks, seperti afasia (gangguan berbahasa), apraksia (ketidakmampuan melakukan kegiatan motoric walau daya pengertian dan fungsi motorik normal), agnosia (gagal untuk mengenali benda) walau fungsi sensorik intak, dan kesulitan membangun bentukan (contoh, sulit mengkopi bentukan tridimensional, membangun balok, atau menyusun batang-batang dalam desain tertentu) 4. Perubahan kepribadian (contoh, perubahan atau penonjolan dari sifat pra-morbid)
C. Gangguan pada A dan B mengganggu pada daya kerja atau kegiatan sosial yang biasaya berhubungan dengan orang lain.
D. Tidak terjadi secara ekskludif pada saat delirium
E. Salah satu dari (1) atau (2): 1. Terbuktinya dari riwayatnya, pemeriksaan fisik, atau laboratorium adanya factor organic yang spesifik (atau factor yang diperkirakan berhubugan secara etiologic dengan gangguan itu) 2. Dalam hal tak ada bukti tersebut, suatu factor etiologic organic dapat diduga bila gangguannya tidak dapat dijelaskan oleh sebab gangguan mental non-organik (contoh , depresi berat yang menyebabkan hendaya kognitif).
Kriteria untuk taraf beratnya demensia : Ringan : Meskipun kegiatan pekerjaan atau sosial secara menonjol terganggu, kemampuan untuk hidup mandiri tetap utuh, dengan hiegene diri yang cukup baik dan daya pertimbangan yang intak Sedang : Hidup mandiri kacau , dan usaha pengawasan oleh orang lain diperlukan.
Berat : Kegiatan hidup sehari-hari amat terganggu sehingga pengawasan yang terus-menerus diperlukan (contoh, tak dapat mengatur hygiene dri secara minimalpun ; kebanyakan inkoheren atau mutistk ). Untuk diagnosis gangguan aajibkan mnestic, DSM –IV-TR terdiri dari demensia tipe Alzheimer , demensia vascular, demensia akibat kondisi medis umum lain, demensia persisten terinduksi-zat , demensia akibat etiologi multiple, dan demensia yang tidak digolongkan di tempat lain. Diagnosis demensia didasarkan atas pemeriksaan klinis pasien, termasuk pemeriksaan status mental , serta berdasarkan informasi dari keluarga, teman, dan majikan pasien. Keluhan perubahan kepribadian pada pasien yang berusia di atas 40 tahun membangkan memberi kesan bahwa diagnosis demensia harus dipertimbangkan secara cermat. Klinis harus mencatat keluhan pasien mengenai hendaya intelektual dan sifat mudah lupa, juga bukti
adanya
pengelakan,
penyangkalan
atau
rasionalisasi
pasien
yang
bertujuan
menyembunyikan deficit kognitif. Keteraturan yang berlebihan, penarikan diri secara sosial , atau kecenderungan menghubung-hunbungkan kejadian hingga detail terkecil dapat bersifat karakteristik, dan ledakan kemarahan yang mendadak atau sarkasme data terjadi. Penampilan dan perilaku pasien harus diamati. Emosi yang labil, cara berpakaian yang tidak rapi, ucapan yang tidak terinhibisi, lelucon konyol, atau kelakuan dan ekspresi wajah yang kosong, apatis atau membosankan mengesankan adanya demensia, terutama bila disertai hendaya memori. Hendaya memori secara khas merupakan gambaran awal dan prominen pada demensia, khususnya pada demensia yang melibatkan korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan demensia, hendaya memori bersifat ringan dan biasanya paling jelas untuk kejadian yang baru; orang lupa mengingat nomor telepon, percakapan, dan kejadian yang berlangsung hari ini. Seiring perjalanan penyakit demensia, hendaya memori menjadi berat dan yang tertinggal hanya informasi yang paling awal dipelajari. Oleh karena memori amat penting untuk orintasi terhadap orang, tempat, waktu, orientasi dapat terpengaruh secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. Contohnya, pasien demensia mungkin lupa ke kamarnya setelah dari kamar mandi. Meski demikian, tak perduli seberapa parah disorientasi yang dialami, pasien tidak menunjukkan hendaya tingkat kesadaran.
Proses demensia yang menyerang korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan demensia vascular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. DSM-IV-TR memasukkan afasia sebagai saah satu kriteria diagnosis. Kesulitan berbahasa dapat ditandai oelh cara berkata-kata yang samar-samar streotipi, tidak cepat, atau sirkumstansial, dan pasien mungkin mengalami kesulitan menyebutkan nama benda.
Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR untuk Demensia tipe Alzheimer A. Munculnya kognitif deficit yang dimanifestasikan baik oleh: 1.
Hendaya memori (terganggunya kemampuan yang telah jari informasi baru atau
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) 2.
Satu (atau lebih) gangguan kognitif di bawah ini:
a.
Afasia (gangguan berbahasa)
b.
Apraksia (terganggunya kemampuan melakukan aktivitas motoric meski fungsi motoric
masih intak) c.
Agnosia (kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek meski fungsi sensorik masih
intak) d.
Gangguan dalam melakukan fungsi eksklusif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
merangkai, abstraksi) B. Deficit kognitif pada kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi sosial dan okupasional serta menggabarkan penurunan tingkat kemampuan berfungsi sebelumnya yang signifikan. C.
perjalanan penyakit ditandai oleh awitan yang bertahap dan penurunan kognitif yang
continue. D. Defisit kogniti pada kriteria A1 dan A2 tidak disebabkan oleh salah satu hal berikut ini : 1. Penyakit system saraf pusat lain yang menyebabkan deficit progresif memori dan kognisi (cth: penyakit serebrovaskular, peny.Parkinson, penyakit Huntington, hematoma subdural, hidrosefalus tekanan normal, tumor otak) 2. Penyakit sistemik yang diketahui menyebabkan demensia (cth: hipotiroidisme, def.Vit B12/ As.volat, def.Niasin, hyperkalemia, neurosiphilis, infeksi HIV) 3. Penyakit terinduksi zat. E. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium
F. Gangguan ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan lain pada aksis 1 (cth: gangguan depresif mayor, Schizofrenia) Kode berdasarkan ada atau tidaknya gangguan perilaku yang signifikan : Tanpa gangguan perilaku :bila gangguan kognitif tidak disertai gangguan perilaku yang signifikan secara klinis. Dengan gangguan perilaku : bila gangguan kognitif disertai suatu gangguan perilaku yang signifikan secara klinis ( cth: berkeliaran, agitasi)
Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR untuk Demensia Vaskular A. Munculnya kognitif deficit yang dimanifestasikan baik oleh: 1. Hendaya memori (terganggunya kemampuan yang telah jari informasi baru atau mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) 2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif di bawah ini: a. Afasia (gangguan berbahasa) b. Apraksia (terganggunya kemampuan melakukan aktivitas motoric meski fungsi motoric masih intak) c. Agnosia (kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek meski fungsi sensorik masih intak) d. Gangguan
dalam
melakukan
fungsi
eksklusif
(yaitu
merencanakan,
mengorganisasi, merangkai, abstraksi) B. Deficit kognitif pada kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi sosial dan okupasional serta menggabarkan penurunan tingkat kemampuan berfungsi sebelumnya yang signifikan. C. Tanda dan gejala neurologis fokal ( cth: reflex tendo dalam yang berlebihan, respons plantar fleksor, pseudobulbar palsy, abnormalitas cara berjalan , kelemahan pada satu ekstremitas)
atau
bukti
laboratrium
yang
mengindikasikan
adanya
penyakit
serebrovaskular ( cth: infark multiple yang melibatkan korteks dan substansia alba di bawahnya) yang dianggap secara etiologi berkaitan dengan gangguan tersebut. D. Deficit tidak terjadi hanya pada saat delirium Kode berdasarkan gambaran yang dominan: Dengan delirium : bila delirium terjadi bersamaan dengan demensia
Dengan waham : bila waham merupakan gambaran yang dominan Dengan mood depresif : bila mood depresif (termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala yang lengkap episode depresif mayor) merupakan gambaran yang dominan. Tidak perlu dibuat diagnosis gangguan mood akibat kondisi medis umum secara terpisah. Tanpa penyulit : bila tidak ada salah satu gambaran di atas yang mendominasi presentasi klinis saat ini. Kriteria Diagnosis DSM –IV-TR untuk Demensia Akibat Kondisi Medis umum Lain A. Munculnya kognitif deficit yang dimanifestasikan baik oleh: 1. Hendaya memori (terganggunya kemampuan yang telah jari informasi baru atau mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) 2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif di bawah ini: a. Afasia (gangguan berbahasa) b. Apraksia (terganggunya kemampuan melakukan aktivitas motoric meski fungsi motoric masih intak) c. Agnosia (kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek meski fungsi sensorik masih intak) d. Gangguan dalam melakukan fungsi eksklusif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, merangkai, abstraksi) B. Deficit kognitif pada kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi sosial dan okupasional serta menggabarkan penurunan tingkat kemampuan berfungsi sebelumnya yang signifikan. C. Terdapat bukti dari anamnesis ,PF, atau gangguan tersebut merupakan knsekuensi fisiologi langsung dari suatu kondisi medis umum selain penyakit Alzheimer atau penyakit serebrovaskular (cth : infeksi HIV, cedera kepala tarumatik, penyakit Parkison, penyakit Hutington, penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jacob , hidrosefalus tekanan normal, hipotiroidisme, tumor ptak , atau defisiensi Vitamin B12. D. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium. Kode berdasarkan ada atau tidaknya gangguan perilaku yang signifikan Tanpa gangguan perilaku : bila gangguan kognitif tidak disertai gangguan perilaku apapun yang signifikan secara klinis.
Dengan gangguan perilaku : bila gangguan kognitif disertai suatu gangguan perilaku yang signifikan secara klinis (cth, berkeliaran, agitasi).
Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk demensia Persisten Terinduksi Zat A. Munculnya kognitif deficit yang dimanifestasikan baik oleh: 1. Hendaya memori (terganggunya kemampuan yang telah jari informasi baru atau mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) 2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif di bawah ini: a. Afasia (gangguan berbahasa) b. Apraksia (terganggunya kemampuan melakukan aktivitas motoric meski fungsi motoric masih intak) c. Agnosia (kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek meski fungsi sensorik masih intak) d. Gangguan dalam melakukan fungsi eksklusif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, merangkai, abstraksi) B. Deficit kognitif pada kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi sosial dan okupasional serta menggabarkan penurunan tingkat kemampuan berfungsi sebelumnya yang signifikan. C. Terdapat bukti dari anamnesis ,PF atau temuan laboratorium bahwa gangguan tersebut memiliki lebih dari satu etiologi (cth: trauma kepala disertai penggunaan alkohol kronik , demensia tipe Alzheimer disertai munculnya demensia vascular di kemudian hari. D. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium
Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR untuk Demensia akibat etiologi multiple A. Munculnya kognitif deficit yang dimanifestasikan baik oleh: 1. Hendaya memori (terganggunya kemampuan yang telah jari informasi baru atau mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) 2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif di bawah ini: a. Afasia (gangguan berbahasa) b. Apraksia (terganggunya kemampuan melakukan aktivitas motoric meski fungsi motoric masih intak)
c. Agnosia (kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek meski fungsi sensorik masih intak) d. Gangguan dalam melakukan fungsi eksklusif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, merangkai, abstraksi) B. Deficit kognitif pada kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi sosial dan okupasional serta menggabarkan penurunan tingkat kemampuan berfungsi sebelumnya yang signifikan. C. Terdapat bukti dari anamnesis, PF, atau temuan pemeriksaan laboratorium bahwa gangguan tersebut memiliki lebih dari satu etiologi ( cth: trauma kepala disertai penggunaan alkoholm kronik, demensia tipe Alzheimer disertai munckmya demensia vascular di kemudian hari). D. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium.
Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR untuk Demensia YTT Kategori ini sebaiknya digunakan untuk mendiagnosis demensia yang tidak memenuhi salah satu kriteria tipe spesifik yang dideskripsikan di bagian ini.
DIAGNOSIS BANDING Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer dengan adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit serebrovaskuler seiring berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang bertahap tersebut tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui pada demensia vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler.
Demensia Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi neurologis fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit). Meskipun berbagai mekanisme dapat mungkin terjadi, episode TIA biasanya disebabkan oleh mikroemboli dari
lesi arteri intrakranial yang mengakibatkan terjadinya iskemia otak sementara, dan gejala tersebut biasanya menghilang tanpa perubahan patologis jaringan parenkim. Sekitar sepertiga pasien dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi mengalami infark serebri di kemudian hari, dengan demikian pengenalan adanya TIA merupakan strategi klinis penting untuk mencegah infark serebri. Dokter harus membedakan antara episode TIA yang mengenai sistem vertebrobasiler dan sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya gangguan fungsional baik pada batang otak maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi system karotis mencerminkan gejala-gejala gangguan penglihatan unilateral atau kelainan hemisferik. Terapi antikoagulan, dengan obat-obat antipletelet agregasi seperti aspirin dan bedah reksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial efektif untuk menurunkan risiko infark serebri pada pasien dengan TIA.
Delirium Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol.
kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversible Penanganan Segera Perlu tapi tak segera Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
Depresi Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang sukar dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related cognitive dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien dengan disfungsi kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang
menyolok, lebih menyadari akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta sering memiliki riwayat episode depresi.
Skizofrenia Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang didapat (acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan gejala-gejala psikosis dan gangguan pikiran seperti yang terdapat pada demensia. 2 Proses penuaan yang normal Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi kognitif yang signifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat yang ringan dapat terjadi sebagai bagian yang normal dari proses penuaan. Gejala yang normal ini terkadang dikaitkan dengan gangguan memori terkait usia, yang dibedakan dengan demensia oleh ringannya derajat gangguan memori dan karena pada proses penuaan gangguan memori tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku sosial dan okupasional pasien.
Gangguan lainnya Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan memori, terjadi pada masa kanan-kanan. Gangguan amnestik ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas dan tidak ada perburukan. Depresi berat dimana memori terganggu biasanya akan memberikan respon terhadap terapi antidepresan.