Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia MID TERM ESSAY POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA Nama
:
Erika
NPM
:
0706291243
Jurusan
:
Ilmu Hubungan Internasional
Dewan Keamanan PBB dan Permasalahannya Berbagai Opsi Rekomendasi Kebijakan Sehubungan dengan Reformasi Dewan Keamanan PBB
Sejak awal berdirinya PBB, yaitu sejak 24 Oktober 1945, PBB telah mengalami banyak permasalahan. Berbagai kritik telah dilancarkan pada PBB sehubungan dengan berbagai ketidakadilan yang dirasakan oleh anggotanya. Sejumlah kritik yang timbul pada PBB tersebut membuktikan satu hal, bahwa ada suatu masalah serius yang diderita organisasi internasional terbesar dunia tersebut, yang membuat anggota-anggota PBB merasakan krisis kepercayaan karena PBB dinilai tidak adil. Krisis kepercayaan itu umumnya datang dari negara berkembang, yang menganggap PBB lebih merupakan organisasi pro-Barat daripada organisasi skala dunia. Hal itu disebabkan karena berbagai tindakan PBB seakan lebih membela kepentingan negara Barat. Jika mau dirunut lebih lanjut, sebenarnya berbagai tindakan PBB yang membela negara Barat itu dikarenakan kekuatan besar PBB terletak pada kekuasaan negara Barat selaku negara mayoritas pemegang hak veto dalam Dewan Keamanan (DK) PBB. Mengapa DK menjadi permasalahan di sini? Jawabnya adalah karena hampir semua tindakan dan resolusi kuat yang diambil PBB bersumber dari DK, dan kesemua resolusi itu membutuhkan persetujuan dari DK sebelum dapat diimplementasikan. Permasalahan di sini adalah, seringkali DK tidak sepaham dengan aspirasi representasi seluruh negara anggota PBB, yang diwakilkan dalam Majelis Umum, namun DK
Page | 1
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia
memiliki otoritas tertinggi dalam menentukan apakah suatu resolusi layak atau tidak diimplementasikan oleh PBB sehingga persetujuan DK merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam pengimplementasian sebuah resolusi. Otoritas tertinggi dalam DK terletak pada tangan Anggota Tetap DK, yang kesemuanya memiliki hak veto, hak yang hanya dimiliki lima anggota tetap DK PBB sebagai penghargaan akan mampunya kelima negara tersebut mewujudkan perdamaian dunia, juga sebagai apresiasi pada lima negara yang dianggap sebagai kekuatan dunia pada masa awal pendirian PBB. Kehebatan dari hak veto ini adalah, hanya dengan sebuah hak veto, resolusi yang telah dirundingkan matang-matang oleh semua perwakilan negara anggota PBB dalam Majelis Umum dapat dimentahkan. Begitu saktinya hak veto tersebut, sampai-sampai pemilik hak veto seperti dapat memerintah apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan PBB. Dan karena dari lima hak veto yang diberikan, tiga pemiliknya adalah negara Barat (Amerika Serikat, Inggris, Perancis) sementara dua lainnya bukan (Cina dan Rusia), sudah barang tentu segala resolusi dan tindakan PBB berada di tangan negara Barat tersebut. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa keberadaan PBB sebenarnya hanyalah merupakan sebuah perpanjangan tangan dari negara-negara dominan saja, dalam hal ini adalah lima negara anggota tetap PBB (P5). Campur tangan P5 sangat terlihat dari besarnya pengaruh pendapat mereka sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dalam menentukan langkah apa yang akan diambil PBB dalam menghadapi suatu kasus. Pengaruh P5 sangat besar karena mereka memiliki suatu keistimewaan berupa hak veto yang tidak dimiliki negara anggota Dewan Keamanan lainnya. Dengan kepemilikan hak veto tersebut, negara-negara P-5 seakan memiliki power dan legitimasi sendiri dalam menentukan langkah PBB. Kepemilikan hak veto inilah yang lantas mengundang
Page | 2
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia
berbagai perdebatan akan perlunya dilakukan reformasi pada DK PBB yang dinilai sering tidak adil dalam bertindak, lagi-lagi karena DK PBB dinilai terlalu superior dalam PBB, di mana DK PBB hanya beranggotakan 10 anggota, dengan 5 anggota tetap dan 5 anggota non-tetap yang dipilih setiap 5 tahun sekali. Negara-negara pun menuntut dilakukannya Reformasi PBB, terutama dalam sisi DK. Tulisan ini kemudian akan berusaha memberikan rekomendasi dan berbagai opsi sehubungan dengan Reformasi DK PBB. Melanjutkan kekuatan superior hak veto untuk mementahkan resolusi yang telah dibuat matang-matang oleh Majelis Umum, di sini penulis ingin mengajukan satu opsi rekomendasi sehubungan hal tersebut. Penulis memandang, perlunya dilakukan reformasi pada kedudukan dan otoritas DK tersebut, agar jangan sampai otoritas DK berada di atas Majelis Umum, yang merupakan representasi dari semua negara anggota PBB. Penulis mengajukan opsi ini karena penulis menilai jika DK terus dibiarkan memiliki otoritas lebih tinggi dibanding Majelis Umum, sampai kapanpun keadilan yang merupakan cerminan keinginan negara anggota PBB tidak akan terwujud sebab yang akan terjadi adalah “keadilan” versi DK. Karena itulah, penulis mengajukan opsi untuk merubah struktur otoritas PBB, agar Majelis Umum, di mana setiap anggotanya memiliki hak suara yang sama, berada dalam otoritas yang lebih tinggi, dalam artian semua resolusi yang telah disetujui Majelis Umum dapat langsung dilaksanakan tanpa harus menunggu persetujuan dari DK. Penulis mengusulkan agar DK hanya menjadi badan pemberi nasihat pada Majelis Umum, karena PBB bukanlah organisasi milik beberapa negara, melainkan milik semua negara dunia yang tergabung di dalamnya. Adapun opsi kedua yang dapat penulis ajukan berhubungan dengan struktur dari DK PBB
Page | 3
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia
itu sendiri, yang terdiri dari Anggota Tetap dan Anggota Tidak Tetap. Penulis memandang, Indonesia perlu mengusulkan adanya restrukturisasi DK PBB, dengan menghilangkan status “anggota tetap” dan “anggota tidak tetap” sehingga semua negara memiliki kedudukan dan kesempatan yang sama dalam menentukan langkah PBB. Selain itu, penulis memandang status “anggota tetap” yang diberikan pada P5 sudah tidak pantas disandang beberapa anggota P5 tersebut karena telah terjadinya berbagai perubahan dalam dunia yang menyebabkan anggota tetap DK PBB itu sudah tidak mencerminan realita kekuatan dunia lagi. Faktanya, muncul berbagai kekuatan ekonomi baru yang diramalkan akan menggantikan posisi kelima negara pemegang kekuatan jaman dahulu tersebut. Karena ketidaksesuaiannya dengan realita kekuatan politik dunia itulah, penulis rasa, perlu dilakukan penghilangan status “anggota tetap” dan “anggota tidak tetap” dalam DK PBB. Penghilangan status “anggota tetap” dan “anggota tidak tetap” ini tentu saja berbuntut pada penghapusan hak veto, hak yang telah menjadi buah simalakama bagi keberadaan PBB sekarang. Hal tersebut perlu dilakukan untuk tercapainya keadaan yang adil seadil-adilnya dengan tanpa pemusatan kekuasaan pada beberapa negara di badan DK PBB. Akhirnya, penulis menyimpulkan keadaan PBB terutama DK PBB sekarang sudah terlalu banyak mencerminkan ketidakadilan. Berbagai ketidakadilan ini bila tidak disikapi dengan sigap oleh negara anggota PBB, termasuk Indonesia, akan berdampak pada semakin terkebirinya hak seluruh negara anggota PBB untuk menentukan langkah PBB dan untuk meraih kepentingan nasionalnya melalui PBB. PBB bukan organisasi milik anggota DK PBB, juga bukanlah organisasi milik Anggota Tetap DK PBB. PBB adalah organisasi dunia yang selayaknya memperhatikan dan mewujudkan kepentingan seluruh negara dunia, termasuk Indonesia. Karena itu Reformasi dalam
Page | 4
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia
DK PBB merupakan hal yang mutlak dilakukan agar tercapai keadilan bagi seluruh anggota PBB. Indonesia sebagai salah satu anggota PBB harus bertindak dan menyuarakan pendapatnya, demi kebaikan PBB dan demi kebaikan Indonesia sendiri.
Page | 5