Dampak globalisasi budaya bagi masyarakat
Dari pembahasan di atas, kita dapat mengamati bahwa adanya globalisasi di bidang budaya. Dimana dari adanya pop-culture akan mempengaruhi cara atau gaya hidup masyarakat, baik itu dampak negatif maupun positif. Menurut Plummer (1983) gaya hidup adalah cara hidup individu yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka pikirkan tentang dunia sekitarnya. Berdasarkan pengertian tersebut, kaum remaja sangatlah identik dengan apa yang mereka lakukan dalam setiap waktunya (remaja tidak terlepas dari peran media dalam kehidupan sehari-harinya). Sebagian besar waktu mereka tersita dengan menonton siaran televisi (program-program yang mereka minati yang bertemakan hiburan, musik, fashion, dll. seperti: film-film Korea, ajang reality show "Girl and Boy Band"), mendengarkan siaran radio (lagu-lagu yang sedang nge-trend), mengikuti perkembangan para idolanya dalam majalah ataupun internet, dan berbagai cara lain guna memperoleh informasi agar tidak ketinggalan zaman.
Masyarakat kita khususnya para remaja banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat. Arus globalisasi berdampak negatif pada masyarakat, misalnya gaya masyarakat sehari-hari cenderung bergaya hidup mewah. Dengan melihat tayangan-tayangan sinetron, telenovela yang ada di TV membuat orang tidak menyesuaikan dengan pendapatan rumah tangganya. Namun juga berdampak positif, misalnya orang sekarang sangat menghargai waktu. "TIME IS MONEY" Ungkapan itu secara mudah berarti waktu adalah uang. Ungkapan yang tak asing lagi bagi kita. Menghargai waktu sangat penting. Begitu pentingnya waktu, mereka menyamakan waktu dengan uang. Jadi waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Oleh karena itu, banyak di kalangan kita yang menghargai waktu. Hal ini berdampak positif bagi bangsa indonesia. karena, dengan adanya ungkapan itu, waktu tidak terbuang dengan sia-sia.
Jika kita melihat dari sisi historis, sebelum munculnya berbagai kemajuan pesat akibat pengaruh globalisasi, masyarakat kita sangat menghargai dan menerapkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku sebagai masyarakat Timur. Nilai dan norma yang ditanamkan oleh nenek moyang kita adalah nilai-nilai dan norma-norma yang luhur, seperti sopan santun, tata krama, kerukunan dan sebagainya. Oleh karena itu, kehidupan masyarakat berlangsung secara teratur, alamiah, dan damai. Setelah terjadi arus globalisasi, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku mulai bergeser. Akibat pengaruh teknologi dan budaya asing, nilai-nilai dalam kehidupan kemasyarakatan seperti nilai kerukunan, gotong royong sekarang ini sudah mulai luntur. Apalagi di kota-kota besar nilai-nilai semacam ini sudah jarang ditemui. Mereka hidup dengan sendiri-sendiri. Namun di pedesaan nilai-nilai seperti itu masih nampak. Dampak negatifnya, masyarakat cenderung lebih bersifat individual.
Sehingga hal ini mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa. Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contohnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Kemudian Tradisi yang berlangsung di masyarakat lama kelamaan luntur. Masyarakat sudah tidak begitu mengikuti tradisi yang ada. Masyarakat khususnya generasi muda cenderung menyukai adat dan tradisi asing. Misalnya, lagu pop dari Eropa atau Amerika, lebih disukai daripada lagu daerah atau lagu nasional. Demikian juga pakaian, generasi muda lebih suka memakai pakaian ala barat daripada pakaian tradisional. Upacara adat pernikahan banyak dipengaruhi budaya asing. Mereka banyak yang menyukai pakaian pengantin bergaya Eropa.
Lalu adanya perubahan pola pikir masyarakat yang menganggap bahwa dalam mencapai kenikmatan atau kesenangan semata adalah tujuan mutlak. Hal itu berkaitan dengan hedonisme yang memiliki makna bahwa pemujaan terhadap kesenangan dan kenikmatan dunia harus dikejar, dan itulah tujuan hidup yang paling hakiki bagi manusia. Hal ini menyebabkan perilaku manusia sebagai konsumen semakin menggila, yaitu Perilaku yang mengatas-namakan merk, kekuasaan, dan kenikmatan sesaat. Dampak negatifnya, muncul ideologi bahwa formalitas kini menjadi segalanya, hal terpenting bagi dirinya adalah images yang di mana mereka dapat menyalurkan hasrat. Contoh tindakan hedonisme dalam era globalisasi ini muncul dalam beragam tindakan aktivitas, mulai dari penomorsatuan sebuah merk, hingga free sex.
Sama halnya dengan hedonisme, globalisasi juga mampu menyebarkan ideologi konsumerisme. Hal ini dikarenakan perkembangan dan kemajuan teknologi yang semakin pesat sehingga segala sesuatu sangat mudah untuk didapatkan. Perkembangan teknologi, misalnya perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada. Dewasa ini Bisa kita lihat bahwa kebutuhan yang dibeli atau di konsumsi adalah barang-barang yang menurut pandangan mereka adalah barang-barang yang "mewah" misalnya kulkas, televisi, radio, tape-corder, kompor gas, bahan, alat-alat masak dan makanan-makanan (supermi dan sejenisnya, snack dan sebagainya). Pembelian–pembelian tersebut begitu meriahnya, tanpa disadari pentingnya setelah mereka membeli. Saat melakukan pembelian barang-barang tersebut memang tidak akan menjadi beban yang bersangkutan manakala yang dibeli adalah bahan-bahan makanan/ minuman atau alat-alat masak yang tidak elektromik. Akan tetapi ternyata mereka sekarang membeli peralatan dan barang-barang yang tidak primer dan yang elektronik (Kulkas, TV misalnya), tidak terpikirkan bahwa setelah membeli dan memiliki akan mengandung biaya.
Selain itu, globalisasi juga menciptakan pandangan hidup lainnya, yaitu individualisme. Dengan adanya kemajuan teknologi dan pencampuran budaya asing, telah mengubah paradigma seseorang yang menganggap bahwa mampu memiliki benda atau materi yang lebih tinggi dari orang lainnya adalah tujuan ia hidup di dunia ini. Usaha-usaha yang dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut bahkan dilakukan tanpa perlu mengandalkan orang lain atau biasa disebut dengan individualis. Orang-orang yang menganut pandangan ini menganggap bahwa dirinya sendirilah yang menjadi kunci dalam kesuksesan dirinya sendiri atau bahkan organisasi sekitarnya. Kehidupan menyendiri adalah salah satu ciri kehidupan individualis.