CLINICAL SCIENCE SESSION
KECELAKAAN LALU LINTAS
Disusun oleh : Aditya Nugraha Nurtantijo Afandi Charles Ambara Rakhmadi Shabana Annisa Fadila
Preseptor : dr. Naomi Yosiati, Sp.F
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG 2017
1.
DEFINISI KECELAKAAN LALU LINTAS
Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Yang dimaksud dengan lalu lintas menurut Undang-Undang adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedangkan jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. 2.
PENGGOLONGAN KECELAKAAN LALU LINTAS
Kecelakaan lalu lintas digolongkan menjadi kecelakaan lalu lintas ringan, sedang, dan berat menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Kecelakaan lalu lintas ringan merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang. Sedangkan, yang dimaksud kecelakaan lalu lintas sedang adalah kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan keruakan kendaraan dan/atau barang.Kecelakaan lalu lintas berat merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. Kecelakaan lalu lintas sendiri dapat disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklayakan kendaraan, serta ketidaklayakan jalan dan/atau lingkungan. 1.
DASAR HUKUM KECELAKAAN LALU LINTAS
3.1 Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1 Dalam undang-Undang ini yang dimaksud dengan: -Ayat 1 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya. -Ayat 2 Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lin tas Jalan. -Ayat 12 Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel
Pasal 229
(1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas: a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan; b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau c. Kecelakaan Lalu Lintas berat. (2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang. (3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang. (4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. (5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan. Pasal 230 Perkara Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 231 (1) Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas, wajib: a. menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya; b. memberikan pertolongan kepada korban; c. melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan d. memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
(2) Pengemudi Kendaraan Bermotor, yang karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat.
-Pasal 232 Setiap orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas wajib: a. memberikan pertolongan kepada korban Kecelakaan Lalu Lintas; b. melaporkan kecelakaan tersebut kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau
c. memberikan keterangan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 234 (1) Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.
(2) Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika: a. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi; b. disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau c. disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Pasal 235 (1) Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
(2) Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Pasal 236 (1) Pihak yang menyebabkan terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.
(2) Kewajiban mengganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat. Pasal 240
Korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak mendapatkan: a. pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah; b. ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas; dan
c. santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi. Pasal 241 Setiap korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak memperoleh pengutamaan pertolongan pertama dan perawatan pada rumah sakit terdekat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 3.2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 359 Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Pasal 360
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat lukaluka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. (2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
2.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KECELAKAAN LALU LINTAS
Membudayakan jalanan yang aman yang berkelanjutan dalam kecelakaan lalu lintas membutuhkan perhatian terus-menerus. Meskipun demikian, banyak negara memiliki undangundang yang efektif dalam jangka waktu yang relatif singkat, dilaksanakan dan ditegakkan untuk mengurangi mengebut dan mengembudi sambil mabuk, dan meningkatkan penggunaan helm sepeda motor, sabuk pengaman dan penahan sabuk pengaman anak. Mempertahankan tinggi tingkat penegakan hukum dan menjaga tinggi persepsi penegakan kalangan masyarakat yang penting untuk keberhasilan langkah-langkah legislatif tersebut.
Ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas, antara lain : a.
Faktor manusia Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu. Mengebut juga menjadi salah satu faktor utama penyebab kecelakaan lalu lintas di hampir semua negara. Mengemudi dalam kecepatan tinggi meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan dan tingkat keparahan dari kejadian kecelakaan lalu lintas. Intervensi untuk menurunkan kecepatan dapat menurunkan tingkat kecelakaan secara signifikan. Mengemudi dalam keadaan mabuk juga merupakan salah satu penyebab dari kecelakaan lalu lintas. Tingkat konsumsi alkohol berbanding lurus dengan kecelakaan lalu lintas. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi, makin besar pula risiko terjadinya kecelakaan. Meskipun di 17 negara konsumsi alkohol diperbolehkan, peraturan hukum mengenai BAC (blood alcholo concentration) kurang dari atau sama dengan 0.05 g/dl sangat direkomendasikan. Penggunaan helm pada pengguna kendaraan motor juga salah satu hal yang penting untuk dilakukan. Cedera kepala pada kecelakaan lalu lintas pengguna motor makin meningkat di beberapa negara dikarenakan penggunaan helm yang kurang. Kecelakaan motor meliputi sepertiga dari seluruh kecelakaan yang meninggal di asia tenggara, dan di pasifik bagian barat. Cedera kepala dan leher menjadi penyebab utama dari jejas yang parah, disabilitas, dan kematian pada pengendara motor. Supaya efektif, aturan legislatif mengenai penggunaan helm harus didukung oleh paksaan yang kuat dan kampanye marketing sosial. Tidak menggunakan sabuk pengaman saat berkendara merupakan risiko utama pada kecelakaan lalu lintas pada pengendara mobil. Ketika kecelakaan mobil terjadi, orang yang tidak menggunakan sabuk pengaman akan terpental keluar dari mobilnya, paling sering terjadi adalah ke bagian dashboard dari mobil pada orang yang duduk di depan atau ke kursi yang di depannya pada pengendara yang di belakang. Menggunakan sabuk pengaman dapat mengurangi kecelakaan hampir 40-50% untuk pengemudi dan penumpang depan, dan 25-75% untuk penumpang belakang.
b. Faktor kendaraan Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan sangat terkait dengan teknologi yang digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan perbaikan kendaraan diperlukan, di samping itu adanya kewajiban untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor secara teratur.
c. Faktor jalan Faktor jalan terkait dengan perencanaan jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang rusak/berlubang sangat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda motor. d. Faktor lingkungan Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan.
3.
PERLUKAAN, KEMATIAN, DAN PEMERIKSAAN FORENSIK
Kecelakaan transportasi personal dapat dibagi menjadi tiga grup, yaitu pejalan kaki, pengendara sepeda, pengendara sepeda atau sepeda motor, dan supir/penumpang kendaraan. Dari ketiga grup ini, pejalan kaki yang paling sering mengalami luka. Pengendara motor atau sepeda juga memiliki resiko lebih untuk mengalami kecelakaan. 5.1 Pejalan Kaki
Pejalan kaki dapat mengalami trauma primer dari kontak dengan kendaraan ataupun trauma sekunder setelahnya. Banyak usaha dilakukan untuk mengurangi tingkat keparahan dari kejadian kecelakaan lalu lintas. Pola dapat terlihat, contohnya saat seorang dewasa ditabrak oleh mobil, kondisi yang terjadi biasanya terdapat cedera tumpul di bagian tungkai bawah.
Pada kecepatan 20 km/jam cedera yang muncul juga bisa tampak pada bagian pelvis saat kecepatan kendaraan rendah sehingga pejalan kaki terlempar ke bagian kap dari mobilnya. Pada kecepatan 20-60 km/jam korban biasanya tertabrak lalu terlempar menghantam kap dan kaca mobil atau bagian lain dari mobil. Pada kecepatan 60-100 km/jam, korban biasanya terlempar langsung dari kendaraan. Kondisi ini yang biasanya menyebabkan fraktur.
Trauma sekunder biasanya lebih mematikan dibandingkan cedera primer. Cedera sekunder ini bisa berbentuk abrasi ringan hingga fraktur dari tulang
kranial
atau
tulang
belakang
yang
disebabkan kontak langsung dengan permukaan keras. Trauma otak sering ditemukan pada korban kecelakaan, dan dapat berakibat fatal. Trauma pada tulang belakang juga terutama bagian servikal dan thoraks dapat menyebabkan kerusakan susunan saraf pusat (SSP). Fraktur pada alat gerak sering terjadi, tetapi polanya biasanya bergantung pada trauma sekundernya. Saat seorang dewasa tertabrak mobil yang lebih besar, pola luka yang muncul biasanya lebih tinggi dan terdapat proyeksi garis yang menunjukkan korban terlindas. Kondisi ini dapat menyebabkan kulit terkuliti ( flaying ).1 5.2
Pengendara Motor dan Sepeda
Pada pengendara sepeda motor, tingkat cedera dan kematian lebih tinggi dibandingkan pengendara mobil. Kedua ekstremitas biasanya mengalami trauma pada pengendara sepeda motor. Trauma paling sering terjadi pada kepala, itu alasannya mengapa helm diwajibkan untuk dipakai. Trauam paling sering terjadi di bagian tempopariental. Komplikasi fraktur yang terjadi adalah
basal
skull
fracture.
Retakan
bentuk
transversal di dasar kranium di belakang sphenoid bones
melewati
fossa
pituitari
sering
disebut
motorcyclist’s fracture. Bentuk lainnya adalah ring fracturedi sekitar foramen magnum. Tungkai bawah biasanya mengalami trauma luar dan/atau dalam baik primer atau sekunder. Laserasi, luka bakar, dan fraktur sering terjadi karena terperangkap di bagian dari sepeda motor. Patah tulang iga serta trauma internal juga dapat terjadi, terutama ruptur dari hepar ataupun lien. Bentuk kecelakaan yang khas dari sepeda motor adalah tail-gating di mana pengendara sepeda motor menabrak bagian belakang truk sehingga motornya terlempar di bawah tetapi kepalanya menabrak truk. Trauma kepala biasanya sulit dihindari pada kejadian ini. Pada pengendara sepeda, bentuk cedera dapat mirip, tetapi tidak separah sepeda motor karena kecepatan yang rendah. Dapat disimpulkan pola cedera kecelakaan lalu lintas pada pengemudi sepeda motor antara lain adalah:
Abrasi atau lecet yang dikarenakan kontak dengan permukaan jalanan,
Cedera pada ekstremitas, dada, dan tulang belakang yang biasa ditemukan apabila pengemudi ada kontak dengan objek atau kendaraan lainn ya,
Luka karena impak primer pada tungkai,
Luka karena impak sekunder pada bagian tubuh lain sebagai akibat benturan tubuh dengan bagian lain dari kendaraan lawan,
Luka sekunder akibat benturan korban dengan jalan. Seringkali luka sekunder menyebabkan kematian pada korban, karena yang mengalami kerusakan adalah kepalanya,
Fraktur pada tengkorak sebagai akibat dari luka sekunder dapat mudah diketahui, yaitu dari sifat garis patahnya yang berupa garis linier,
Pada pembonceng kendaraan sepeda motor tidak ditemukan kelainan yang khusus.
Penyebab kematian
Kerusakan otak
Asfiksia traumatis
Ruptur aorta
Perdarahan lama
Trauma multipel
Infeksi sistemis
Infark serebral
5.3
Pengendara dan Penumpang Mobil
Pola kecelakaan yang mungkin terjadi adalah tabrakan belakang (timbul “akselerasi”), tabrakan samping, terguling, dan tubrukan dari depan. Pada kecelakaan mobil, kurang lebih sekitar 80% pola kecelakaan berupa tubrukan dari depan dengan kendaraan lain ataupun dengan benda statis. Hal ini mengakibatkan terjadinya deselerasi mobil secara cepat. Jika terjadi deselarasi secara cepat, saat hantaman terjadi tubuh penumpang depan tanpa sabuk pengaman akan terus bergerak dan menghantam struktur kendaraan di sekitar depan penumpang. Beratnya luka bergantung pada kecepatan mobil, benda yang dihantam oleh mobil, serta bagian kendaraan yang mengenai penumpang depan. Pada penumpang belakang dapat terjadi hal yang berbeda. Secara umum, luka yang didapat penumpang belakang relatif lebih ringan. Namun apabila dengan kecepatan tinggi dan tanpa sabuk pengaman, tidak menutup kemungkinan penumpang tersebut dapat menghantam kaca bahkan keluar dari kaca mobil. Sabuk Pengaman
Fungsi dari sabuk pengaman yang terpasang dengan baik antara lain: 1. Menyebarkan gaya akibat deselerasi pada seluruh area kontak, sehingga tekanan yang ditimbulkan berkurang 2. Sabuk pengaman didesain untuk dapat menahan ketika deselerasi. Sehingga penggunaan seatbelt dapat menurunkan daya yang ditimbulkan 3. Menjaga tubuh agar tidak terlalu dekat dengan kaca, stir, dan halangan lain pada depan kendaraan yang berpotensi mengakibatkan luka. 4. Mencegah terlemparnya penumpang maupun pengemudi yang merupakan penyebab umum terjadinya luka berat dan kematian. Karena itu sabuk pengaman harus dipakai secara benar. Pemakaian sabuk pengaman juga dapa pendarahan tepi menimbulkan luka, hal ini bergantung pada gaya dan mekanisme kecelakaan. Luka yang timbul dapat berupa marginal hemorrhages, yaitu pendarahan yang terdapat tepat di luar dan berbatasan dengan tubuh yang terkena sabuk pengaman tersebut. Dapat pula terjadi kerusakan organ dalam, seperti hancurnya liver dan empedu.
Ai r-bag Pemakaian kantong udara atau Airbag pada mobil layaknya pisai bermata dua. Karena di satu sisi, penggunaan airbag merupakan pengamanan tambahan dengan keluarnya kantong udara yang dapat menahan penumpang maupun pengemudi dari sisi depan dan samping. Di sisi lain, airbag dapat berbahaya apabila tinggi badan penumpang tidak sesuai ataupun pada penggunaan kursi khusus bayi. Airbag yang mengembang didesai untuk mengurangi gaya kontak dan mencegah hiperfleksi servikal dengan cara memberikan bantalan untuk memberikan kelebaman..
Pola Luka pada Kecelakaan Mobil
a. Pengemudi tanpa menggunakan sabuk pengaman
• • • • • • • •
• •
Gaya yang mengenai fascia dapat menyebakan abrasi , laserasi, dan fraktur pada daerah tertentu. Tekanan dari dasar mesin dapat mendorong dan terjadi fraktur pada ekstremitas bawah hingga panggul. Kerusakan organ dalam akibat hantaman stir. Pada ekstremitas atas jarang terjadi fraktur. Biasanya pada posisi menggenggam stir atau posisi melindungi diri, sehingga hanya terdapat beberapa luka kecil. Benturan kepala dengan kaca dapat terjadi akibat terlemparnya seseorang. Dapat ditenukan luka terbuka kecil kecil atau fraktur akibat pecahan kaca serta hantaman Benturan kepala dengan rangka pinggir kaca mobil dapat menyebabkan laserasi pada scalp, fraktur, perdarahan intracranial, bahkan kerusakan otak. Dislokasi atau fraktur akibat hiperfleksi servikal. Terutama dislokasi atalanto-occipital dan fraktur C5-C6. Pada dada, deselerasi sering mengakibatkan ruptur aorta akibat whiplash effect pada tulang vertebra torakal. Sering juga terjadi laserasi pada jantung dan paru akibat penetrasi patahan tulang ataupun whiplash effect. Pada abdomen, bisa ditemukan rupture liver ataupun jejas pada omentum. Pada mobil yang terguling, biasanya terjadi ejection-injuries. Biasanya bersifat letal.
c. Penumpang Duduk di Depan Untuk penumpang yang duduk di depan tanpa menggunakan sabuk pengaman, dapat terjadi fraktur tengkorak kepala dan kerusakan otak. Hal ini disebabkan pengemudi biasanya lebih perhatian terhadap apa yang terjadi di depannya, sehingga dapat “bersiap” terhadap kecelakaan tersebut. Berbeda dengan penumpang yang kurang siap untuk kecelakaan tersebut sehingga menimbulkan luka yang lebih serius.
d. Penumpang Duduk di Belakang Pada kecelakaan akibat deselerasi, penumpang tanpa sabuk pengaman dapat terlempar ke depan dan menghantam belakang kursi termasuk head-rest kursi. Penumpang yang terlempar ke kursi depan dan dapat menambahkan luka pada penumpang yang duduk di depan. Pada kecelakaan tereguling, luka multipel dapat terjadi akibat hantaman penumpang ke seluruh sisi mobil.
e. Penumpang Anak Posisi anak pada mobil harus sangat diperhatikan. Terkadang ditemukan anak yang duduk di pangkuan ibunya, hal ini berbahaya karena anak tidak terlindungi dengan seatbelt . Karena anak kemungkinan terlempar dan malah mengakibatkan luka yang lebih parah. Hal Lain yang Perlu Diperhatikan untuk Pemeriksaan Forensik
Kemungkinan adanya kebakaran pada setiap kecelakaan ada, dapat dicari lebih lanjut apakah mengarah kekasus pembunuhan atau tidak Trace evidence. Pecahan kaca, metal, cat, bercak darah, sobekan pakaian, fragmen tubuh pada kendaraan, dll Pemeriksaan pada tempat kejadian perkara perlu dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). Global Status Report On Road S afety 2013 2. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, dkk, editor. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi kedua. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FKUI. 1997. 3. Saukko P, Knight B, editor. Knight’s Forensic Medicine. 3rd edition. London: Hodder Arnold. 2004 4. Payne-James J, Jones R, Karch SB, Manlove J, editor. Simpson’s Forensic Medicine. 13th edition. London: Hodder Arnold. 2011