SUBDIVISI BEDAH PLASTIK BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Long Case April 2014
CLEFT LIP AND PALATE
DISUSUN OLEH Grace H Patiung Munawir Mulfa Nahdhiah Zainuddin
SUPERVISOR dr. A. J. Riewpassa, Sp.B, Sp.BP-RE
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK SUBDIVISI BEDAH PLASTIK BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama
: Grace Hertalin Patiung Munawir Mulfa Nahdhiah Zainuddin
Judul
: Cleft Lip and Palate
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Bedah subdivisi Bedah Plastik dan Rekonstruksi Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, April 2014
dr. A. J. Riewpassa, Sp.B, Sp.BP-RE
Supervisor
CASE PRESENTATION
A. Identitas Pasien -
Nama
: Agustinus G. Seng Koten
-
MR
: 656265
-
TTL
: 31 Agustus 2013 (8 bulan)
-
Jenis kelamin
: Laki - laki
-
Perawatan
: Lontara 3 AB K4B3
-
Masuk RS
: 7 April 2014
-
Jaminan
: JKN
B. Anamesis
KU : Celah pada bibir dan langit-langit
AT : Dialami sejak lahir, Riwayat sekarang: demam (-), batuk (-), muntah (-) Riwayat keluarga (+), anak dari keluarga ayahnya Riwayat kehamilan ibu: ANC tiap sekali bulan dan mendapatkan vitamin, minum obat-obatan dan jamu selama masa kehamilan disangkal, riwayat penyakit
dan trauma selama kehamilan
disangkal Riwayat persalinan: lahir pervaginum, cukup bulan, BBL:3100 A0G2P2 Ibu menikah saat usia 16 tahun
C. Pemeriksaan Fisik Status Generalis :
Sakit Ringan / Gizi Cukup / Sadar Status Vitalis :
T = 90/60 mmHg, HR = 118x/i, P = 24x/i, S = 37.1 oC Status Lokalis –
Regio labio superior •
I : tampak celah dan malformasi pada labio nasal sampai palatum durum
Post-OP Labioplasty
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 7 April 2014
E. Resume Balita laki-laki usia 8 bulan MRS dengan keluhan celah pada labia superior dan palatum, yang dialami sejak lahir . Ada riwayat. Keluarga dari ayahnya ,riwayat kontrol kehamilan (ANC) ke puskesmas tiap bulan, kelainan dan penyakit selama kehamilan disangkal, tidak mengkonsumsi obat-obatan dan jamu selama kehamilan. Pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas normal Pada status lokalis inspeksi ditemukan malformasi dan celah pada labionasal dan palatum durum
F. Diagnosis Labiognatopalatoshisis unilateral complete sinistra
G. Terapi Labioplasty
CLEFT LIP AND PALATE A. PENDAHULUAN
Labiognatopalatoschisis atau Cleft Lip and Palate (CLP) adalah kelainan bawaan yang timbul pada saat pembentukan janin sehingga ada celah antara kedua sisi bibir hingga langit-langit dan bahkan cuping hidung. Dalam bahasa Indonesia, kelainan ini sering disebut dengan bibir sumbing. Kelainan ini dapat berupa celah pada bibir (cleft lip), celah pada palatum atau langit-langit mulut (cleft palate), atau gabungan dari keduanya (cleft lip and palate). Kelainan ini disebabkan oleh kelainan genetik yang berpengaruh pada tahap pembentukan embrio, sehingga terdapat kelainan yang muncul setelah kelahiran.
1
Cleft lip atau yang dikenal sebagai cheiloschisis, labioschisis atau bibir sumbing
merupakan
suatu
keadaan
dimana
terdapat
celah
pada
bibir.
Labiognatopalatoschisis adalah suatu kelainan atau kecacatan/cacat bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Celah ini dapat bersifat komplit, tidak komplit, unilateral maupun bilateral yang terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan semester pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin sehingga terjadi ketidaksempurnaan penyambungan bibir atas, gusi dan langit-langit. Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan, trauma, dan faktor genetik. 1,2 Cleft lips and palate (CLP) adalah suatu kecacatan kongenital pada kraniofasial yang paling sering ditemui. Pasien CLP sering mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, bernafas, infeksi telinga tengah, bahkan masalah psikososial dan lain sebagainya. Penanganan CLP memerlukan
keterlibatan berbagai disiplin ilmu yang dimulai dari hari pertama dilahirkan hingga umur 20-21 tahun. Untuk penanganan yang optimal selain diperlukan suatu pengetahuan juga diperlukan keterampilan teknis dalam mendalami suatu anatomi abnormal dengan tidak menghilangkan nilai estetika didalamnya. Hal ini juga didukung dalam hal perawatan dalam hal pengawasan dan evaluasi. 1,2
B. EPIDEMIOLOGI
Insiden celah palatum muncul pada 1 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden ini meningkat pada kelompok Asia (1:500) dan menurun pada populasi Negro (1:2000). Insiden tertinggi yang dilaporkan terjadi pada celah palatum muncul pada suku-suku Indian di Montana (1:276) . Umumnya, kondisi ini lebih banyak ditemukan pada laki - laki dibanding perempuan. 5 Di Indonesia, jumlah tertinggi penderita kelainan ini terbanyak di Nusa Tenggara Timur yaitu 6 sampai 9 orang per 1000 penduduk. Jumlah ini sangat tinggi bila dibandingkan kasus di Internasional yang hanya 1 sampai 2 orang per 1000 penduduk. 5 Walaupun celah palatum adalah kelainan kongenital yang sangat beragam dan berubah-ubah, muncul beberapa subgrup berbeda, yang dinamakan celah bibir dengan/tanpa celah palatum (CL/P), celah palatum (CP) sendiri dan celah palatum submukosa ( submucous cleft palate/SMCP). 1,2
Distribusi tipikal dari tipe-tipe celah adalah: 1. Celah bibir saja 15-20% 2. Celah bibir dan palatum 45%
3. Celah palatum tersendiri 30-40% Pada pasangan
dengan
labioschisis, memiliki risiko melahirkan anak
dengan kelainan yang sama sebesar 4%. Selain itu, jika anak yang dilahirkan mempunyai labioschisis, maka risiko labioschisis pada anak selanjutnya adalah sebanyak 4%. Jika 2 anak sebelumnya lahir dengan labioschisis, risiko labioschisis pada anak selanjutnya adalah sebanyak 9%. 2
C. EMBRIOLOGI
CLP terjadi akibat dari kesalahan dalam perkembangan normal. Untuk dapat memahami pembentukan dan morfologi dari kecacatan ini, terlebih dahulu harus dipahami embriologi normal dari bibir dan langit-langit. Terdapat tiga bagian penting dalam pembentukan bibir atas yaitu; processus frontonasal yang terletak di sentral dan dua prominensia maxillaris yang terletak di lateral. Bibir atas berkembang pada minggu 4 – 6 gestasi, bermula dengan pembentukan processus
frontonasal.
Processus
frontonasal
akan berkembang
sehingga
membentuk bagian tengah bibir atas, alveolus anterior dan palatum primer. Prominensia maxillaris juga akan berkembang sehingga membentuk bagian lateral dari bibir. Prominensia maxillaris kiri dan kanan akan bertumbuh dari bagian posterolateral ke arah anteromedial dan menyatu dengan processus frontonasal. Kegagalan fusi dapat terjadi di kedua sisi ini dan karena itu cacat bibir sumbing dapat unilateral atau bilateral. 1 Istilah bibir sumbing adalah menyesatkan karena cacat mungkin melibatkan lebih dari sekedar bibir. Kegagalan lengkap fusi proses maxillary lateral dengan elevasi nasal medial menyebabkan belahan bibir atas, alveolus, ala
nasi, lantai hidung, dan palatum mole primer. Langit-langit mulut yang keras dibentuk dari langit-langit primer dan langit-langit sekunder. Pembentukan langitlangit primer berkembang dari premaxilla. Langit-langit mulut sekunder berkembang menjadi sisa dari langit-langit keras serta langit-langit lunak dan uvula. 1 Perkembangan langit-langit sekunder terjadi dari minggu 6-12 dari kehamilan. Proses dimulai dengan pembentukan tulang langit-langit proses palatine lateral yang berkembang dari proses maxillary. Awalnya, proses tulang langit-langit berorientasi secara vertikal di kedua sisi lidah yang berkembang. Akhirnya, kedua proses tulang langit-langit lateral bertemu di garis tengah dan menyatu. Langit-langit mulut yang keras menyatu dari anterior ke posterior, dimulai pada alveolar ridge dan berlanjut hingga ke ujung uvula. Oleh karena itu bentuk paling ringan dari sumbing langit-langit adalah uvula bifida. Fusi selesai dan langit-langit yang utuh diidentifikasi pada kehamilan minggu ke 12. 1
Gambar 1. Tahap pertumbuhan wajah manusia
Celah pada palatum merupakan kelemahan fusi parsial atau total dari palatal shelves. Ini dapat terjadi dengan berbagai cara : - Defek pertumbuhan dari lempeng palatum - Kegagalan lempeng palatum untuk mencapai posisi horizontal - Kelemahan sambungan antar lempeng - Rupture setelah fusi lempeng
Gambar 2. A: sketsa gambaran sagital dari kepala embrio pada akhir minggu ke-
6 menunjukkan proses palatine media, atau palatum primer. B,D,E dan H:
gambaran langit-langit mulut sejak usia ke-6 hingga 12 minggu yang menunjukkan perkembangan palatum. Garis terputus pada (D) dan (F) menunjukkan bagian yang menyatu pada proses palatina.
Tanda panah
menunjukkan proses pertumbuhan medial dan posterior dari palatina lateral. C,E dan G: gambar potongan frontal kepala menunjukkan proses penyatuan kedua palatina lateral dan septum nasal, dan sebagian besar nasal dan cavitas oral
Terdapat 3 pusat pertumbuhan fasial : 1 - Sentra prosensefalik Bertanggungjawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak, tulang frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksila dan septum nasal. - Rombensefalik Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian bawah (regio latero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang tindih (overlap) akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut diaencephalic borders. - Diasefalik Diasefalik borders pertama yaitu sela tursika, orbita dan ala nasi, selanjutnya ke arah filtrum. Filtrum merupakan petanda satu-satunya dari diasefalik border yang bertahan seumur hidup. Diasefalik border kedua adalah regio spino-kaudal dan leher.
D. ANATOMI
Bibir terdiri dari 3 bagian kutaneus, vermilion, dan mukosa.Bibir bagian atas disusun 3 unit kosmetik yaitu 2 lateral dan 1 medial. Cupid bow adalah proteksi ke bawah dari unit philtrum yang member bentuk bibir yang khas. Proyeksi linear tipis yang member batas bibir atas dan bawah secara melingkar pada batas kutaneus dan vermilion disebut white roll. Menurut The American Joints Comittee on Cancer, bibir merupakan bagian dari cavum oris, mulai dari perbatasan vermilion-kulit dan meliputi seluruh vermilion saja. Tetapi para ahli bedah menyebutkan bahwa bibir atas meliputi seluruh area di bawah hidung, kedua lipatan nasolabialis, kemudian intra oral sampai sulcus ginggivolabialis, dan bibir bawah meliputi vermilion, lipatan labiomentalis sampai sulcus ginggivolabialis intraoral.
Gambar 3. Anatomi topografik bibir. 1) Phitral column, 2) Phitral
groove, 3) Cupid’s bow 4) White roll upper lip, 5) Tuberculum, 6) Commissura, 7) Vermilion
1. Musculus elevator terdiri dari m. levator labii superior alaque nasi, m. Levator labii superior, m. zygomaticum major, m. zygomaticum minor, dan m. Levator anguli oris. 2. Musculus rektraktor bibir atas disusun oleh m. zygomaticum major, m.zygomaticum minor, dan m. levator anguli oris. 3. Musculus depressor meliputi m. depressor anguli oris dan m. depressor labii inferior. Musculus retractor bibir bawah terdiri dari m.depressor anguli oris dan m.platysma, sedangkan m. mentalis berfungsi untuk protrusi bibir
Langit-langit mulut membentuk batas dinamis antara rongga mulut dan rongga hidung. Ini terdiri dari anterior palatum durum dan posterior palatum molle. Palatum molle mulut adalah struktur dinamis yang berfungsi sebagai katup antara oropharynx dan nasofaring. Platum yang intak dapat secara berkala, selektif, dan benar-benar mengisolasi nasofaring dari oropharynx. Palatum molle yang utuh penting untuk untuk bicara dan makan yang normal. Palatum durum terdiri dari palatum bertulang dan mukosa yang melekat secara utuh kepada periosteum. Palatum durum bertulang ini terdiri dari pasangan prosesus palatina maksilla dan porsi horizontaldari tulang palatina. Bagian ujung alveolar dari maksila menunjukkan bahgian anterior dan batas lateral palatum durum. Aspek posterior dikenal sebagai ujung bebas karena tidak memiliki sebarang tulang. Dari tepi batas ini palatum molle menempel pada palatum durum. Palatum terdiri dari palatum durum dan palatum molle yang bersamasama membentuk atap mulut dan dasar hidung. Prosesus palatina dari maksila dan lamina horizontal dari tulang palatine membentuk palatum durum. Suplai darah
palatum berasal dari arteri maksilaris interna, arteri palatina yang lebih besar memperdarahi palatum durum, arteri palatina yang lebih kecil memperdarahi palatum molle
. Gambar 5. Anatomi rongga mulut dan rongga hidung, tampak s agital
E. ETIOLOGI
Penyebab labiognatopalatochisis sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa hipotesis yang dikemukanan dalam perkembangan kelainan antara lain: 1. Insuffisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh kembang organ-organ terkait selama masa embrional, seperti juga pada anomaly kongenital lainnya. Insuffisiensi ini disebabkan beberapa hal : a. Kuantitas : gangguan sirkulasi feto-maternal, termasuk stress pada masa kehamilan dan syok hipovolemik terutama pada trimester pertama kehamilan
b. Kualitas : defisiensi gizi (vitamin dan mineral khususnya asam folat, vitamin C dan zink, anemi dan kondisi hipoksik. Defisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan menyebabkan gangguan dan/atau hambatan pada pusat pertumbuhan dan rangkaian proses kompleks. c. Teori bioseluler : perkembangan palatum melibatkan interaksi mesenkhim epithelial. Proses signaling melibatkan molekul matriks dan growth factor yang mempengaruhi ekspresi genetic dari sel-sel neural crest yang mengalami migrasi dan kematian sel terprogram (dan ini dipengaruhi oleh asam retinoat, glukokortikoid); dan gen-gen yang terpengaruh ini akan mengakibatkan timbulnya gangguan fusi. Mediatormediator yang kemudian diketahui mempengaruhi gen-gen tersebut antara lain Hox B (murine hox2), Transforming Growth Factor (TGF A&B), Epidermal Growth Factor (IGF 1&2). Pola ekspresi dari gengen ini melibatkan proses replikasi mRNA dan penurunan jadar protein, sehingga sel yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan bermigrasi, proliferasi dsb. 2. Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratologik, termasuk jamu jamuan dan penggunaan kontrasepsi hormonal. 3. Infeksi khususnya infeksi viral dan khalimidial (toksoplasmosis) 4. Kelainan Genetik,dimana terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang
kromosom
non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang
kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3
untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 800010000 bayi yang lahir.
F. DIAGNOSIS
CLP memberikan tanda klinis yang spesifik sehingga mudah untuk didiagnosis. Bahkan beberapa dapat dideteksi pada waktu kehamilan.
Diagnosis Prenatal
Deteksi
prenatal
dapat
dilakukan
dengan
beragam
teknik.
Fetoskopi telah digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik ini mungkin tepat di gunakan untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada kehamilan yang kemungkinan besar akan diakhiri. Teknik lain seperti ultrasonografi intrauterine, magnetic resonance imaging , deteksi kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses CLP secara antenatal. Tetapi, pemeriksaan pemeriksaan yang tersebut di atas dibatasi pada biaya, invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan alat yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal CLP, yang memberikan keamanan dalam prosedur, ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi antenatal.
Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu kelainan/cacat. Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki CLP, belajar mengenai pemberian makanan khusus dan memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir. Sebagai pembanding, ibu yang menerima konseling pada 2 pekan awal kehidupan mungkin akan lebih merasa bingung dan kewalahan. Deteksi dini juga memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga sebelum kelahiran dalam atmosfer yang rileks dan mendiskusikan pilihan perbaikan. Dengan waktu konseling dan rencana yang tepat, dapat menjadi hal yang mungkin untuk dapat melaksanakan perbaikan dari unilateral cleft lip pada minggu pertama kehidupan.
Diagnosa Postnatal
Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle ( soft palate (submucous cleft), yang terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi oleh mouth's lining. Karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat
didiagnosa
hingga
beberapa
waktu.
Masalah-masalah
yang
ditemukan pada bayi misalnya sulit menyusui, gangguan berbicara, infeksi telinga serta gangguan gigi dan mulut dapat menambah tegaknya diagnosis.
G. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari Cleft Lip dan Palate, adalah :
CLP Unilateral Inkomplit Celah unilateral inkomplit ditandai dengan berbagai derajat pemisahan
bibir vertikal, tetapi masih memiliki nasal yang intak atau pita Simonart.
CLP Unilateral Inkomplit
CLP Unilateral Komplit Celah unilateral komplit ditandai dengan gangguan pada bibir,
batas nostril, dan alveolus (palatum komplit primer). Pada jenis ini, tidak terdapat pita simonart yang menghubungkan dasar alar ke kaki palatum di kartilago lateral bawah hidung sehingga mengakibatkan penyambungan abnormal pada muskulus orbikularis oris.
CLP Unilateral Komplit
CLP Bilateral Inkomplit
CLP bilateral komplit merupakan celah yang terjadi dikedua sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
CLP Bilateral Inkomplit
CLP Bilateral Komplit Jika celah bibir terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung. Dapat terlihat adanya penonjolan pada daerah premaxilla, yang disebabkan tidak adanya hubungan dengan daerah lateral dari palatum durum.
CLP Bilateral Komplit
Meskipun banyak para ahli bedah yang menggunakan klasifikasi deskriptif dari cacat sumbing selama pengkajian awal pasien, system klasifikasi lain sering digunakan untuk penelitian maupun pencatatan data. Kernahan dan Stark menciptakan skema klasifikasi diagram “Y” dan modifikasinya terus digunakan di banyak cleft center. Diagram ini didasarkan pada pembagian embriologi atas langit primer (bibir dan alveolus) dan langit sekunder di foramen incisivus. Sedangkan
Otto
Kriens
memperkenalkan
suatu
pengklasifikasian yang berbeda berdasarkan akronimnya. Akronim LASHAL menunjukkan anatomi bilateral dari bibir (L), alveolus (A), langit keras (H), dan langit lunak (S), dengan arah dari kanan ke kiri. Huruf kecil mewakili struktur yang tidak cacat, yang mana menunjukkan tidak ada celah. Saat ini, system ini digunakan untuk pencatatan hasil dari Asosiasi American Cleft Palate dan Craniofacial. Bila norrnal (tidak ada celah) maka urutannya dicoret, celah komplit (lengkap) dengan huruf besar, celah inkomplit (tidak lengkap) dengan huruf kecil dan huruf kecil dalam kurung untuk kelainan microform. Pemakaian sistem LAHSHAL ini juga sesuai dengan ICD (International Code Of Diagnosis).
LAHSHAL SYSTEM L=Lip; A=Alveolus; H=Hard Palate; S=SoftPalate
S selalu di tengah
Yang mendahului S adalah bagian kanan dan sesudah S adalah bagian kiri
Huruf besar menunjukkan bentuk celah total
Huruf kecil menunjukkan bentuk partial
Di dalam kurung adalah bentuk microform
Strip berarti normal atau intak.
H. PENATALAKSANAAN
Penanganan
dari
CLP
meliputi
kerjasama
multi
disiplin
untuk
mendapatkan hasil yang optimal dimulai sejak bayi hingga dewasa. Ini termasuklah kerjasama dari ahli bedah plastik, spesialis THT, orthodontist, ahli fisioterapi, speech therapist, ahli psikologis, spesialis anak maupun pekerja sosial. Penanganan CLP memerlukan rencana terapi yang lama dan panjang mengikut umur pasien dengan tujuan untuk memberikan hasil yang optimal. 3,4 Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari
keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Dalam penanganan penderita Cleft lip dipedukan kerjasama para spesialis dalam suatu tim yang akan diatur dalam sebuah protokol Cleft lip, yaitu: 1. Pasien umur 3 bulan (the over tens) a. Operasi bibir dan hidung b. Pencetakan model gigi c. Evaluasi telinga d. Pemasangan grommets bila perlu
2. Pasien umur 10 - 12bulan a. Operasi palatum b. Evaluasi pendengaran dan telinga
3. Pasien umur 1 - 4 tahun a.
Evaluasi bicara, dimulai 3 bulan pasca operasi, f ollow up dilakukan oleh speech pathologist.
b.Evaluasi pendengaran dan telinga
4. Pasien umur 4 tahun Kalau bicara tetap jelek dipertimbangkan repalatografy atau pharyngoplasty.
5. Pasien umur 6 tahun a. Evaluasi gigi dan rahang, pembuatan model. b. Melakukan nasoendoskopi bagi yang memerlukan. c. Evaluasi pendengaran 6. Pasien umur 9-10 tahun Alveolar bone graft 7. Pasien umur 12 -13 tahun a. Final touch untuk operasi-operasi yang dulu pemah dilakukan, bila masih ada kekurangannya. 8. Pasien umur 17 tahun a. Evaluasi tulang-tulang muka b. Operasi advancement osteotomy Le Fort I
I. PROGNOSIS
Tindakan operasi dan rekonstruksi yang mendetail pada umumnya menghasilkan perbaikan yang lebih baik, sehingga terlihat sebagai bibir yang normal. Pada kenyataannya banyak faktor yang berpengaruh di luar dari teknik perbaikan itu sendiri. Pada akhirnya, hasil yang dicapai tergantung dari komplikasi yang terjadi, keadaan tulang tengkorak dimana terjadi celah, dan efek pertumbuhan dan perkembangan jaringan dari masing-masing individu. 4
DAFTAR PUSTAKA
1. Hopper RA, Cutting C, Grayson B. Cleft Lip and Palate. In: Thorne CH, Beasley RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL, editors. Grabb& Smith’s Plastic Surgery 6th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 201-205. 2. Leksana, Mirzanie H. Chirurgica Re-Package Edition. Jogjakarta: Tosca Enterprise; 2005. p. IX13-5. 3. Randall S.W, Dianne C.D. Cleft lip and palate. In: Townsend C.M. editor. Sabiston Textbook of Surgery 17 th Edition. Pennsylvania: Elsevier Saunders; 2004. p. 2189-2191. 4. Saleh M.S, John W.S, Alan B., Forest S.R, Eser Y. Plastic and Reconstructive Surgery. In: Brunicardi F.C. Scwartz’s Manual 0f Disease 8th Edition. p. 1173- 1174 5.
Hongshik H, Kang N.H, Patel P.K. Craniofacial, Cleft Lip Repair; (cited on
18th
February
http://emedicine.medscape.com/article/
2010);
available
at