CITRA KAWASAN BERSEJARAH ALUN-ALUN TUGU KOTA MALANG Dian Octavia Anggraini, Antariksa, Septiana Hariyani Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan dari penelitian adalah: (1) mengidentifikasi dan menganalisis citra kawasan Alun-alun Tugu sebagai kawasan bersejarah berdasarkan persepsi masyarakat, (2) menganalisis dan mengevaluasi kualitas dan kepentingan kawasan Alun-alun Tugu berdasarkan aspek-aspek dalam diagram Place sehingga diperoleh arahan dan saran bagi kegiatan pelestarian. Penelitian dilakukan melalui pendekatan fenomenologis, yaitu mengadakan telaah deskriptif dari pengalaman pengamat (responden) dalam menghayati suatu lingkungan (kawasan) kota; dan dalam proses analisis menggunakan metode deskriptif dan evaluatif. Hasil penelitian adalah (1) citra kawasan bersejarah pada Alunalun Tugu, berdasarkan: [a] pemetaan kognitif, terdapat lima elemen kawasan yang diidentifikasi masyarakat memiliki nilai sejarah dan memberikan citra bersejarah pada kawasan, [b] pemaknaan kawasan, masyarakat memberikan nilai keterikatan terhadap tempat yang positif, baik secara emosional maupun fungsional.; (2) kualitas dan kepentingan kawasan Alun-alun Tugu sebagai kawasan bersejarah menurut masyarakat kurang memberikan kepuasan yang ditunjukkan dengan tingkat kesesuaian sebesar 82,05% dan 92,57%, sehingga terdapat aspek-aspek yang perlu ditingkatkan agar kepuasan masyarakat terpenuhi. Kata kunci: citra kawasan, kawasan bersejarah, Alun-alun Tugu
ABSTRACT This research aims: (1) to identify and analyze Alun-alun Tugu area image as historical area based on society perception, (2) to analyze and evaluate the importance and performance of Alun-alun Tugu area based to the aspect of Place diagram, is so that obtained suggestion and instruction for preservation activity. This research using the phenomenology approach, that is performing a descriptive study through the observer (respondents) experience in involving an environment (area) of a city; and in course of analyze using the descriptive and evaluate method. As the result are (1) historical area image of Alun-alun Tugu, based on: [a] cognitive mapping, there are five area element that identified by society have history value and give historic image to the area, [b] place attachment, the society assign value binding to place which are positive, for emotionally and functional; (2) importance and performance of Alun-alun Tugu area as historical area is less give satisfaction with according to level equal 82,05% and 92,57%, so there are aspects which need to be improved to fullfilled the society satisfaction. Keywords: area image, society perception, Alun-alun Tugu
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
1
Pendahuluan Sebagai kota yang berkembang dari cikal bakal kota kolonial Belanda, Kota Malang syarat akan bentukkan fisik (tata lingkungan dan bangunan) yang mempunyai nilai historis dan arsitektur yang dapat menjadi bukti pernah populernya suatu mahzab tata kota dan arsitektur tertentu (masa kolonial) yang dapat diangkat sebagai karakter spesifik kawasan Kota Malang (Wikantiyoso 2002). Pada awal perkembangannya, Kota Malang masih berupa kota kabupaten kecil di bawah Karesidenan Pasuruan. Seiring dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah Hindia-Belanda berupa Undang-undang Desentralisasi, Malang memperoleh status Gemeente (Kotamadya) pada tanggal 1 April 1914 berdasarkan Staadsblad No. 297. Pemisahan pemerintahan kota dan kabupaten tersebut mendasari munculnya Bouwplan-II, yaitu membentuk daerah pusat pemerintahan baru. Daerah ini kemudian terkenal dengan sebutan daerah Alun-alun Bunder, karena intinya berupa lapangan terbuka berbentuk bulat (bunder – dalam bahasa Jawa). Di tengah Alun-alun Bunder tersebut dibuat kolam air mancur. Pada sekitar tahun 1950-an, kolam air mancur di tengah Alun-alun Bunder itu didirikan tugu yang diresmikan oleh Presiden Soekarno. Alun-alun Bunder itu kemudian sering disebut Alun-alun Tugu. Di sekitar Alun-alun Tugu juga didirikan berbagai bangunan resmi dan monumental, seperti Gedung Balai Kota, Hotel Splendid, Sekolah HBS/AMS (sekarang SMA Negeri Malang), rumah tinggal panglima militer, dan sebagainya. Lingkungan tersebut kemudian terkenal sebagai daerah yang menjadi ciri khas Kota Malang (Handinoto 1996:66). Bangunan dan kawasan bersejarah dapat menambah citra dan identitas bagi suatu kota. Keeksistensian bangunan bersejarah mampu membentuk nilai-nilai lokalitas dalam wujud arsitektural yang memberikan citra tersendiri bagi suatu kota (Johana 2004:1). Citra dan identitas kawasan seringkali menjadi tolok ukur bagi kualitas suatu lingkungan, khususnya menyangkut cara pandang orang terhadap nilai lingkungan tersebut. Dengan kuatnya citra kawasan, identitas pun akan muncul sebagai suatu pembedaan terhadap kawasan-kawasan lainnya. Identitas ini menjadi ciri tersendiri bagi suatu kawasan (Muharam 2002:1). Apakah perbedaan antara citra dan identitas? Identitas adalah apa yang terdapat dalam kawasan, sedangkan citra adalah apa yang dipersepsikan masyarakat. Identitas dikirimkan bersamaan dengan sumber-sumber informasi yang lain dan kemudian melalui media komunikasi sinyal-sinyal ini diterima masyarakat. Sinyal-sinyal ini diperlakukan sebagai stimulus dan diserap (apperception) oleh indera dan ditafsirkan oleh masyarakat. Proses penafsiran dilakukan dengan mengasosiasikan dengan pengalaman masa lalu dan kemudian diartikan. Proses inilah yang disebut sebagai persepsi, dan berdasarkan persepsi masyarakat inilah citra kawasan terbentuk (Susanto 2006:2). Persepsi masyarakat Kota Malang sangat penting, khususnya untuk mengetahui persepsi terhadap kawasan Alun-alun Tugu, sehingga pemerintah dan pihak terkait lainnya mendapatkan masukan dalam mengendalikan perkembangan persepsi masyarakat terhadap kegiatan pelestarian bangunan dan kawasan bersejarah sebagai warisan budaya. Adapun rumusan masalah dan tujuan penelitian adalah (1) mengidentifikasi dan menganalisis citra kawasan Alun-alun Tugu sebagai kawasan bersejarah berdasarkan persepsi masyarakat; serta (2) menganalisis dan mengevaluasi kualitas dan kepentingan kawasan Alun-alun Tugu berdasarkan aspek-aspek dalam diagram Place sehingga diperoleh arahan dan saran bagi kegiatan pelestarian.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan fenomenologis, yaitu mengadakan telaah deskriptif dari pengalaman pengamat (responden) dalam menghayati suatu lingkungan (kawasan) kota. Pendekatan fenomenologi digunakan karena
2
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
kemampuan pengamat dalam memahami citra suatu kawasan selalu berbeda atau bersifat subjektif, selain itu daya kognisi sangat bergantung kepada pengalaman. Adapun penulisan penelitian menggunakan metode: o Penelitian deskriptif, yang mana menggunakan data-data hasil survei untuk menggambarkan hal-hal yang dianalisis. Termasuk dalam kegiatan ini adalah rekognisi bangunan bersejarah dalam kawasan. o Penelitian evaluatif, untuk menilai persepsi masyarakat terhadap citra kawasan Alunalun Tugu. Termasuk dalam kegiatan ini adalah evaluasi kualitas citra kawasan dan tindakan yang dapat menjadi input dalam memberikan rekomendasi tindak pelestarian. Penelitian menggunakan on-site visitor survey dengan responden berusia dewasa (usia 17 tahun keatas) yang dibedakan menjadi dua kelompok, sebagai berikut: a. Masyarakat pengguna tidak tetap Termasuk dalam kelompok ini adalah masyarakat yang berada di kawasan dengan maksud dan keinginan sendiri yang menggunakan ruang tidak secara rutin dan intensif. Misal: untuk berolahraga, untuk mencari hiburan, untuk bersantai, dan lain sebagainya. b. Masyarakat pengguna tetap Termasuk dalam kelompok ini adalah masyarakat yang menggunakan ruang secara intensif dan beraktivitas secara rutin di dalamnya, biasanya dikarenakan kewajiban menjalankan tugas dan kebutuhan mencari nafkah. Misal: masyarakat yang bekerja di bangunan dengan fungsi perkantoran atau jasa pada kawasan, seperti: satpam, tukang parkir, para pegawai negeri di Gedung Balai Kota, pegawai PT. KAI di Stasiun, Polisi, pedagang kaki lima, dan lain sebagainya.
Hasil dan Pembahasan 1. Citra kawasan alun-alun Tugu sebagai kawasan bersejarah a. Karakteristik kawasan berdasarkan pemetaan kognitif Analisis karakteristik kawasan berdasarkan peta mental atau pemetaan kognitif dilakukan untuk menggambarkan elemen-elemen yang menjadi identitas kawasan bersejarah bagi masyarakat. Adapun hasil analisis ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Pemetaan Kognitif Kawasan Alun-alun Tugu Representasi Objek
-
Berdasarkan Tinjauan Terdahulu* Stasiun Kereta Api Balaikota Komplek SMA Tugu Alun-alun Tugu
Berdasarkan Persepsi Masyarakat** Pengguna Tidak Tetap Pengguna Tetap I. Tugu Kemerdekaan I. Tugu Kemerdekaan II. Gedung Balaikota II. Gedung Balaikota III. Komplek SMA Tugu III. Stasiun Kereta Api IV. Stasiun Kereta Api IV. Komplek SMA Tugu V. Pohon
Peta Mental Kawasan
Analisis
Berdasarkan tinjauan sistem visual kawasan, secara keseluruhan orientasi bangunan mengarah pada alun-alun sebagai pusatnya dan menjadikan tugu sebagai focal point atau landmark dari segala
Berdasarkan persepsi masyarakat pengunjung tidak tetap, Tugu Kemerdekaan merupakan landmark utama dalam kawasan. Secara keseluruhan masyarakat memahami kawasan studi
Berdasarkan persepsi masyarakat pengunjung tetap, gambaran lingkungan kawasan direpresentasikan oleh Tugu Kemerdekaan sebagai landmark utama. Diikuti dengan Gedung Balaikota, Stasiun Kereta Api, dan
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
3
arah. Jaringan jalan berbentuk lingkaran mengelilingi alun-alun tugu membentuk pola jalan radial-concentric (yang terbentuk ketika path berhubungan dengan centre) dan pola jalan axial typology yang terbentuk dari arah bujur timur (Jl. Kertanegara) – barat (Jl. Kahuripan). Pola jaringan jalan tersebut menempatkan posisi alun-alun tugu sebagai node sekaligus center bagi pergerakan manusia dan kendaraan dari dan ke kawasan sekitar.
sebagai kawasan bersejarah melalui keberadaan elemen yang direpresentasikan sebagai bangunan lama dan bersejarah, yang juga dijadikan sebagai penanda bagi masyarakat dalam mendeskripsikan kawasan secara kognitif. Selain itu, masyarakat juga merasa familiar dengan kualitas visual pada kawasan melalui keberadaan pepohonan yang direpresentasi masyarakat sebagai elemen yang memberikan keteduhan pada kawasan sejak dulu hingga sekarang.
Komplek SMA Tugu sebagai representasi objek berikutnya. Sebagai masyarakat yang beraktivitas pada kawasan, keberadaan dan kebertahanan fungsi elemen-elemen tersebut merupakan informasi yang membentuk familiar pattern pada memori mereka dalam mengidentifikasikan kawasan.
Sumber: *Suryasari et al. ( 2004); Ari et al. ( 2000); **Hasil analisis
b. Karakteristik kawasan berdasarkan place attachment masyarakat Place attachment digunakan sebagai pembahasan citra kawasan oleh masyarakat terhadap kawasan Alun-alun Tugu sebagai bagian dari sejarah Kota Malang pada umumnya, dan sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri pada khususnya. Place attachment terdiri dari dua dimensi, yaitu place dependence (keterikatan fungsional) dan place identity (keterikatan emosional). i.
Place dependence (keterikatan fungsional) Dihasilkan tingkat persetujuan responden seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat Persetujuan Responden terhadap Pernyataan Place Dependence
No
Item %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Saya merasa tidak ada tempat lain yang dapat menyamai kawasan Alun-alun Tugu. Saya merasakan kepuasan ketika mengunjungi tempat ini daripada mengunjungi tempat lain. Melakukan hal yang saya lakukan di tempat ini lebih penting daripada di tempat lain. Saya tidak akan pindah ke kawasan lain untuk melakukan hal-hal yang saya sukai di sini. Tempat ini adalah tempat terbaik untuk melakukan hal-hal yang saya lakukan. Saya tidak dapat membayangkan tempat yang lebih baik daripada tempat ini. Tempat ini membuat saya merasa seperti tidak ada tempat lain yang bisa seperti ini. Kawasan Alun-alun Tugu adalah tempat favorit yang saya kunjungi di waktu senggang. Saya selalu menyempatkan diri saya untuk mengunjungi kawasan ini. Saya senang beraktivitas di kawasan Alun-alun Tugu daripada beraktivitas di tempat lain.
Pengguna Tidak Tetap Tingkat Persetujuan
Pengguna Tetap %
Tingkat Persetujuan
62,6
Setuju
72,4
Setuju
69
Setuju
72,2
Setuju
51,8
Ragu-ragu
70,6
Setuju
53,4
Ragu-ragu
55,6
Ragu-ragu
53,4
Ragu-ragu
54,8
Ragu-ragu
49
Ragu-ragu
58,4
Ragu-ragu
56,6
Ragu-ragu
57,6
Ragu-ragu
60,4
Setuju
71,6
Setuju
57,6
Ragu-ragu
64,8
Setuju
52,8
Ragu-ragu
60,8
Setuju
Sumber: Peneliti (2007)
Berdasarkan analisis, kelompok masyarakat pengguna tidak tetap ini tidak tergantung secara fungsional terhadap kawasan Alun-alun Tugu dalam menggunakannya sebagai tempat utama dalam melakukan aktivitasnya. Sedangkan kelompok masyarakat 4
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
pengguna tetap tergantung secara fungsional terhadap kawasan Alun-alun Tugu dalam menggunakannya sebagai tempat utama dalam melakukan aktivitasnya. ii. Place identity (keterikatan emosional) Dihasilkan tingkat persetujuan responden seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat Persetujuan Responden terhadap Pernyataan Place Identity Item No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Item % Kawasan Alun-alun Tugu memiliki keistimewaan bagi Kota Malang. Kawasan Alun-alun Tugu menceritakan banyak hal tentang Kota Malang. Kota Malang diidentikkan dengan kawasan Alun-alun Tugu. Saya menggunakan kawasan Alun-alun Tugu untuk menggambarkan Kota Malang. Saya merasa kawasan Alun-alun Tugu adalah bagian dari diri saya. Kawasan Alun-alun Tugu sangat berarti bagi saya Saya merasa terhubung dengan kawasan Alun-alun Tugu. Saya mengetahui sejarah kawasan Alun-alun Tugu. Cerita tentang sejarah tempat ini banyak berkembang di masyarakat Kota Malang. Saya ingin tempat ini tetap ada untuk anakcucu saya di masa mendatang.
Pengguna Tidak Tetap Tingkat Persetujuan
Pengguna Tetap %
Tingkat Persetujuan
81
Sangat Setuju
80,8
Sangat Setuju
76,4
Setuju
84
Sangat Setuju
73
Setuju
73,6
Setuju
76
Setuju
75,2
Setuju
54,6
Ragu-ragu
52,2
Ragu-ragu
62
Setuju
57,6
Ragu-ragu
60
Ragu-ragu
48
Ragu-ragu
63
Setuju
65,2
Setuju
60,2
Setuju
76
Setuju
81,4
Sangat Setuju
88
Sangat Setuju
Sumber: Peneliti ( 2007)
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa baik masyarakat pengguna tidak tetap maupun pengguna tetap, memiliki keterikatan emosional yang tinggi terhadap kawasan Alun-alun Tugu sebagai bagian dari identitas kota tempat tinggalnya. 2. Kualitas dan kepentingan kawasan alun-alun Tugu sebagai kawasan bersejarah Adapun kedudukan item penelitian pada diagram kartesius seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Kedudukan Item Pengamatan dalam Diagram Kartesius Pengguna Tidak Tetap Nilai batas objektif tingkat kualitas Nilai batas objektif tingkat kepentingan
Pengguna Tetap
X = 29,5
X
= 33,2
Y
Y
= 35,9
= 36,1
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
5
Pengguna Tidak Tetap
Pengguna Tetap
= Terdapat pihak yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan ruang; 7 = Arsitektur bangunan yang berkarya seni dan menonjol; 12 = Orang memiliki kesadaran untuk tidak merusak dan mencoret-coret bangunan. 4 = Pencahayaan malam sebagai fungsi estetika; 5 = Kondisi pohon/tanaman peneduh jalan; 6 = Kawasan dapat memberikan kesan pertama yang baik.
12 = Orang memiliki kesadaran untuk tidak merusak dan mencoret-coret bangunan.
Kedudukan item pada diagram
Kuadran A
Kuadran B
Kuadran C
Kuadran D
3
1
= Dapat digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan perayaan dan keramaian; 2 = Penggunaan (fungsi) bangunan dan kawasan; 10 = Terdapat hubungan baik antara bangunan dengan lingkungan. 8 = Ketersediaan peluang mengambil gambar (foto); 9 = Keterikatan ruang dengan sejarah lokal; 11 = Kawasan Tugu menjadi kebanggaan masyarakat kota.
3
= Terdapat pihak yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan ruang; 5 = Kondisi pohon/tanaman peneduh jalan; 4 = Pencahayaan malam sebagai fungsi estetika; 6 = Kawasan dapat memberikan kesan pertama yang baik; 7 = Arsitektur bangunan yang berkarya seni dan menonjol; 9 = Keterikatan ruang dengan sejarah lokal; 11 = Kawasan Tugu menjadi kebanggaan masyarakat kota. 2 = Penggunaan (fungsi) bangunan dan kawasan; 8 = Ketersediaan peluang mengambil gambar (foto); 10 = Terdapat hubungan baik antara bangunan dengan lingkungan. 1
= Dapat digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan perayaan dan keramaian.
Sumber: Peneliti (2007)
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas citra kawasan bersejarah pada kawasan Alun-alun Tugu berkisar antara 64,04% hingga 93,37% dengan tingkat kesesuaian sebesar 82,05% (pengguna tidak tetap); dan antara 80,70% hingga 97,99% dengan tingkat kesesuaian sebesar 92,57% (pengguna tetap). Hasil perhitungan menunjukkan tingkat kesesuaian kurang dari 100%, hal tersebut menandakan bahwa terdapat beberapa aspek/variabel yang perlu ditingkatkan sehinga kepuasan masyarakat terpenuhi. Adapun variabel yang perlu ditingkatkan meliputi variabel yang terdapat pada kuadran A.
6
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
3. Rekomendasi arahan kegiatan pelestarian Tabel 5. Rekomendasi Arahan Kegiatan Pelestarian Citra Kawasan Bersejarah Tinjauan Alun-alun Tugu Kota Malang Vitalitas Kawasan* Berdasarkan pemetaan kognitif Masyarakat mengidentifikasi -Apresiasi budaya yang kawasan melalui elemen tinggi oleh masyarakat bersejarah yang terdapat di dan suksesnya dalamnya, meliputi: pelestarian kawasan - Tugu Kemerdekaan; Tugu - Gedung Balai Kota; -Intervensi masyarakat - Komplek SMA Tugu; dan cukup tinggi, baik itu - Stasiun Kereta Api. pengguna tetap Selain itu pepohonan pada maupun tidak tetap kawasan juga diidentifikasi -Bangunan yang ada sebagai elemen pembentuk tetap menyajikan ciri kawasan karena secara fungsi khas tradisional dan mampu memberikan historis kawasan, keteduhan serta kesan “hijau” meliputi: Tugu, pada kawasan. Balaikota, Komplek SMA Tugu, dan Stasiun KA. -Lingkungan terawat dan nyaman Berdasarkan pemaknaan kawasan Masyarakat memberikan nilai -Apresiasi budaya yang keterikatan terhadap tempat tinggi oleh masyarakat yang positif, baik secara dan suksesnya emosional maupun fungsional: pelestarian kawasan - Secara emosional Tugu didasarkan pada latar -Intervensi masyarakat belakang sejarah, makna cukup tinggi, ditandai simbolis kawasan, serta dengan pemaknaan bagian dari masa lalu, masa kawasan yang positif sekarang, dan masa yang -Bangunan yang ada akan datang. tetap menyajikan ciri - Secara fungsional karena khas historis sehingga terdapat ketergantungan memberikan makna pada penggunaan simbolis kawasan bangunan bersejarah yang bersejarah masih digunakan seperti -Lingkungan terawat dan fungsi awalnya. nyaman Hal tersebut menandakan -Pelayanan infrastruktur bahwa kawasan Alun-alun baik, meliputi Tugu memiliki citra yang kuat aksesbilitas dan positif bagi masyarakat transportasi, serta Kota Malang. penataan jaringan listrik dan telepon yang rapi -Tersedia ruang publik dan pedestrian pada kawasan Tugu yang menjadi ruang aktivitas masyarakat, baik pengguna tetap maupun tidak tetap
Rekomendasi Arahan Kegiatan Pelestarian** Pemerintah: -Melestarikan dan meningkatkan pemeliharaan terhadap keempat elemen bersejarah tersebut, mengingat fungsinya sebagai identitas bagi kawasan Alun-alun Tugu. Selain itu juga sebagai bangunan publik yang masih digunakan, maka hendaknya Pemerintah meningkatkan pemeliharaan terhadap bentuk bangunannya, sehingga dapat dijadikan sebagai warisan bagi generasi mendatang. -Memelihara kenyamanan lingkungan dengan jalan merawat pepohonan pada kawasan.
Pemerintah: -Melestarikan dan meningkatkan pemeliharaan terhadap bangunan yang menyajikan ciri khas dan historis kawasan. -Mengoptimalkan infrastruktur dan aksesbilitas kawasan sebagai ruang publik sehingga masyarakat merasa nyaman ketika berada pada kawasan. Masyarakat: -Turut memelihara dan menjaga citra kawasan sebagai tindak partisipasi terhadap kegiatan pelestarian.
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
7
lanjutan Tabel 5. Rekomendasi Arahan Kegiatan Pelestarian Citra Kawasan Bersejarah Tinjauan Alun-alun Tugu Kota Malang Vitalitas Kawasan* Berdasarkan kualitas dan kepentingan kawasan Masyarakat menilai kualitas dan kepentingan kawasan Alun-alun Tugu sangat tinggi, ditandai dengan tingkat kesesuaian sebesar 82,05% dan 92,57%. Tingkat kesesuaian tersebut masih kurang dari 100%, sehingga terdapat beberapa variabel yang perlu ditingkatkan. Adapun prioritas utama perbaikan kualitas kawasan, meliputi: - Penggunaan/fungsi bangunan dan kawasan; - Kehadiran pihak yang bertanggungjawab dalam pemeliharaan kawasan; - Kelestarian arsitektur yang berkarya seni dan menonjol; - Partisipasi masyarakat dalam memelihara bangunan dan kawasan.
8
- Bangunan yang ada tetap menyajikan ciri khas tradisional dan historis kawasan, meliputi: Tugu, Balaikota, Komplek SMA Tugu, dan Stasiun KA, yang merupakan bangunan kunci pada kawasan - Lingkungan terawat dan nyaman - Intervensi masyarakat cukup tinggi, baik itu pengguna tetap maupun tidak tetap - Pelayanan infrastruktur baik, meliputi aksesbilitas transportasi, serta penataan jaringan listrik dan telepon yang rapi - Merupakan daerah kunjungan wisata dan merupakan pusat kegiatan budaya yang tetap terpelihara - Nilai properti positif, ditandai besarnya minat berinvestasi baik oleh swasta atau masyarakat, yang ditunjukkan dengan adanya peralihan fungsi perumahan menjadi fungsi perdagangan dan jasa.
Rekomendasi Arahan Kegiatan Pelestarian** Pemerintah: - Melakukan pengawasan terhadap penggunaan/fungsi bangunan dalam kawasan, terutama bangunan perumahan, mengingat perubahan fungsi bangunan yang tidak terkendali dapat memicu perubahan bentuk bangunan yang dapat mengurangi nilai historis kawasan - Menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat sebagai interfensi publik dalam aktivitas pelestarian kawasan. - Meningkatkan kebersihan dalam kawasan - Meningkatkan pemeliharaan taman - Mengusahakan kehadiran personel yang bertugas menjaga kawasan, sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman serta merasakan kehadiran pihak yang bertanggung jawab dalam kawasan - Mensosialisasikan Perda-perda yang terkait dengan pelestarian bangunan bersejarah yang dapat meningkatkan apresiasi budaya dan pelestarian kawasan - Mengusahakan agar tidak terjadi pembongkaran bangunan lama pada kawasan sehingga dapat menjadi ODTW dan pemeliharaan kebudayaan - Memberikan rancangan bangunan (guidelines) apabila ada masyarakat yang hendak membangun bangunan miliknya sehingga perubahan dapat disesuaikan dengan disain awal dan meminimalkan perubahan fasade bangunan sehingga dapat tetap menyajikan ciri khas dan historis kawasan - Mengingat nilai properti kawasan yang tinggi serta besarnya minat berinvestasi pada kawasan, hendaknya Pemerintah memberikan pelayanan yang baik dan tidak berbelit-belit dan tetap megarahkan bidang investasi yang berkontribusi terhadap pelestarian kawasan - Mensosialisasikan pentingnya menjaga dan memelihara kawasan sejak dini, seperti mengadakan penyuluhan di sekolah (SD, SMP, SMA) - Meningkatkan pemeliharaan ruang dengan menempatkan papan himbauan pada posisi yang strategis dan dengan kalimat yang persuatif dalam menghimbau masyarakat - Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan infrastruktur publik Masyarakat pemilik bangunan: - Memelihara kelestarian bangunan, terutama fasade bangunan guna berpartisipasi dalam meningkatkan citra kawasan bersejarah - Bersedia berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pemerintah apabila hendak melakukan perubahan fungsi bangunan maupun pembongkaran bangunan Masyarakat: - Menumbuhkembangkan kesadaran
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
dalam memiliki dan memelihara kawasan serta memanfaatkan fasilitas umum dengan baik dan tidak melakukan tindakan yang dapat mengurangi kualitasnya
Sumber: *Ichwan (2004:8); **Hasil analisis (2007)
Kesimpulan 1. Berdasarkan persepsi masyarakat, kawasan Alun-alun Tugu memiliki citra kawasan bersejarah yang positif, sebagai berikut: a. Berdasarkan pemetaan kognitif, masyarakat mengidentifikasi kawasan melalui elemen bersejarah yang terdapat di dalamnya, seperti: Tugu Kemerdekaan; Gedung Balai Kota; Komplek SMA Tugu; dan Stasiun Kereta Api. b. Berdasarkan place attachment, masyarakat memberikan nilai keterikatan terhadap tempat yang positif, baik secara emosional maupun fungsional. 2. Kawasan Alun-alun Tugu sebagai kawasan bersejarah memiliki kualitas dan kepentingan bernilai tinggi, ditandai dengan tingkat kesesuaian sebesar 82,05% dan 92,57% sehingga terdapat beberapa aspek kawasan yang menjadi prioritas utama yang perlu ditingkatkan agar kepuasan masyarakat terpenuhi, meliputi: a. Aspek penggunaan dan aktivitas, meliputi: penggunaan/fungsi bangunan dan kawasan; serta kehadiran pihak yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan kawasan; b. Aspek kenyamanan dan citra, meliputi: kelestarian arsitektur yang berkarya seni dan menonjol; c. Aspek keramahan, meliputi: partisipasi masyarakat dalam memelihara bangunan dan kawasan. Kawasan Alun-alun Tugu memiliki citra kawasan bersejarah yang positif. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh elemen fisik kawasan yang merupakan peninggalan kolonial yang memiliki arsitektur dan karya seni yang menonjol, selain itu hingga sekarang masih bertahan baik secara bentuk maupun fungsinya, meliputi: Tugu Kemerdekaan, Gedung Balai Kota, Komplek SMA Tugu dan Stasiun Kereta Api. Elemen-elemen tersebut mampu memberikan makna kawasan tersendiri, sehingga masyarakatnya pun memiliki keterikatan secara emosional dan fungsional terhadapnya. Daftar Pustaka Handinoto & Soehargo, P. H. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang. UK Petra, Surabaya. Andi, Yogyakarta. Ichwan, R. M. 2004. “Penataan dan Revitalisasi sebagai Upaya Meningkatkan Daya Dukung Kawasan Perkotaan”. Makalah pribadi. Bogor: Pengantar ke Falsafah Sains, Sekolah Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor. Entry from http://tumoutou.net/pps702_82034/rido_matari_ichwan.pdf Iskandar, I. 2004. “Kajian Semiotika Citra ‘Kewibawaan’ Gedung Pengadilan, Studi Kasus: Gedung Pengadilan Tinggi Jawa Barat”. Jurnal ITENAS. No. 4, Vol. 7, Desember 2003 – Februari 2004. Johana, T. 2004. Warisan Kolonial dan Studi Kolonialisme. Entry from http://www.arsitekturindis.com. 6 April 2004. Juliarso, P.K. 2001. “Revitalisasi Pusaka (Warisan) Budaya Kawasan Bersejarah”. Jurnal Tesa Arsitektur. Vol. 4, No. 11. September – Desember 2001, hal. 18 – 24. Muharam, A. 2002. “Citra dan Identitas Kawasan: Konsep Desain Elemen Fisik Kawasan Pedestrian Dago”. Thesis Tidak Diterbitkan. Bandung: Program Studi Desain, Program Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung.
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
9
Purwanto, E. 2001. “Pendekatan Pemahaman Citra Lingkungan Perkotaan (melalui kemampuan peta mental pengamat)”. Dimensi Teknik Arsitektur. Vol. 29, No. 1, Juli 2001: hal 85 – 92 Suryasari, N., Mustikawati, T. & Martiningrum, I. 2004. “Identifikasi Elemen Permanensi Kota Malang sebagai Bagian Pengenalan Identitas Kota”. Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Arsitektur FT Unibraw, 2004. Susanto, A. B. 2006. Nama dan Identitas Merek. Entry from http://jakartaconsulting.com/art-01-16.htm. Widayati, N. 2004. “Strategi Pelestarian dan Pengembangan Warisan Budaya (Sebuah Pandangan dari Sisi Arsitektur)”. Jurnal Kajian Teknologi. Vol. 6, Mei 2004, hal. 49 – 57. Widodo, D. 2006. Malang Tempo Doeloe. Malang: Bayumedia Publishing. Wulandari, L. D. 2007. “Konsep Metafora-Ruang pada Ruang Terbuka Perkotaan, Studi Kasus: Alun-alun Kota Malang”. Disertasi Tidak Diterbitkan. Surabaya: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Arsitektur, Program Pasca Sarjana, Program Doktor, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2007. Wikantiyoso, R. 2000. Perencanaan Dan Perancangan Kota Malang; Kajian Historis Kota Malang. Entry from http://www.mintakat.unmer.ac.id/edisi/4/4_1.html
Copyright © 2008 by antariksa e-Journal
10
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008