Citra kota adalah gambaran dari sebuah kota yang timbul pada benak rata-rata masyarakatnya (Lynch, 1960). Citra kawasan kota dapat terbentuk dari adanya kaitan lokasi objek yang ada pada kawasan dan pemaknaan. Kaitan yang jelas antar objek pada suatu kawasan memungkinkan manusia mengenali berbagai objek dan lokasinya karena menyadari dimana posisinya berada terhadap lingkungan disekitarnya.
Pengenalan manusia dalam memahami lingkungannya berbeda-beda pada tiap tiap individu. Menurut Purwanto (1966) dan Sudrajad (1984) perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan:
Gaya hidup, menyebabkan timbulnya selektifitas kognisi karena berpengaruh terhadap tempat yang sering dikunjungi dan diketahui
Keakraban dengan kondisi lingkungan, keakraban seseorang terhadap lingkungannya, akan sangat berpengaruh pada keleluasaan, kekayaan dan kecermatan dalam kognisi yang dimilikinya.
Keakraban sosial, semakin banyak bergaul, maka semakin banyak tampat yang dikunjungi dan semakin banyak pula informasi yang diserap, maka kognisi seseorang akan menjadi lebih baik.
Kelas sosial, berpengaruh terhadap gerakan untuk bergaulnya, sehingga semakin tinggi kelas sosial seseorang akan semakin baik kognisinya
Perbedaan jenis kelamin, laki-laki lebih baik kognisinya daripada wanita, karena adanya keterbatasan gerak kemampuan dan pengalamannya.
Tingkat kepekaan indera, semakin peka indera manusia terhadap lingkungannya akan semakin baik kognisi seseorang. Kepekaan ini dipengaruhi oleh tingkat usia seseorang.
Pengetahuan dan budaya, semakin luas pengetahuan dan budaya yang dimiliki seseorang maka akan semakin baik kognisinya terhadap lingkungan.
Citra kota mengutamakan unsur tampilan fisik kota yang menarik serta pemaknaan kota oleh warganya. Tampilan fisik suatu kota dapat menimbulkan suatu image yang cukup kuat pada benak pengamatknya. Tampilan fisik yang berkualitas akan membentuk imageability, sehingga membentuk legibility. Imageability merupakan kemampuan untuk mendatangkan kesan (pada sebuah tempat). Sedangkan legibility adalah kemudahan kota dapat dikenali dan diorganisir. Teori Lynch ini kemudianbanyak menjadi tonggak pengukuran persepsi warga terhadap kotanya.
Pentingnya sebuah kota memiliki citra kota yang baik adalah memudahkan pengguna jalan untuk berorientasi dengan mudah dan cepat yang disertai perasaan nyaman karena tidak mudah tersesat, menjadi karakteristik yang kuat pada suatu tempat serta menunjukkan keselarasan hubungan dengan tempat-tempat yang lain. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kevin Lynch citra kota berkaitan erat dengan tiga komponen, yaitu identitas, struktur dan makna.
Identitas
Identitas memiliki arti sebuah objek harus dapat dibedakan dengan objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda. Menurut Kevin Lynch (1972), identitas adalah citra mental yang terbentuk dari ritme tempat dan ruang (elemen kota) yang mencerminkan sense of time, yang ditumbuhkan dari dalam yang berasal dari aktivitas sosial, ekonomi, budaya yang mengakar pada masyarakatnya. Ciri khas/identitas yang dimiliki suatu kota, tidak hanya dilihat oleh warganya saja, tetapi lebih luas dipandang oleh masyarakat pengunjung kota yang berasal dari luar kota tersebut. Semakin banyak pengunjung kota dan semakin jauh asal pengunjung, maka akan semakin luas pengenalan kekhasan kota tersebut.
Identitas sebuah kota dapat dilihat dari aspek fisik dan non-fisik (Lynch, 1960). Aspek fisik terkait dengan hal-hal yang berwujud dan dapat diamati secara langsung. Elemen-elemen fisik sebuah kota menurut kevin Lynch (1960) adalah path, edge, district, nodes, dan landmark.Sedangkan aspek non-fisik adalahhal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial-budaya yang ada di dalam masyarakat.
Lebih lanjut, elemen-elemen fisik sebuah kota menurut kevin Lynch (1960) adalah sebagai berikut:
Path/ jalur, merupkan koridor linear yang dapat dirasakan oleh manusia pada saat berjalan mengamati kota. Path menjadi elemen fisik kota yang paling penting dalam membentuk citra kota. Path adalah elemen yang mudah dikenali oleh kebanyakan orang karena merupakan jalur sirkulasi/pergerakan utama dalam kota yang dengan mudah bisa diakses oleh siapa saja.Path dapat berupa jalan kendaraan, pedestrian, sungai atau rel kereta api. Jalan adalah elemen path yang paling mudah dikenali, karena manusia merekam kondisi lingkungannya saat ia melakukan perjalanan. Pathjugamenjadipenyusundan penghubungelemencitrakawasanlainnya. Path akan memiliki identitas yang lebih baik jika memiliki tujuan yang yang besar (ke stasiun, alun-alun ataupun tugu), memiliki penampakan yang kuat (misalnyafasad ataupun pohon) dan atau memiliki belokan yang jelas.
Kota Surakarta misalnya, memiliki beberapa path yang mudah dikenali oleh penggunanya, diantaranya adalah Jalan Slamet Riyadi, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Ronggowarsito dan Jalan Adi Sucipto. Jalan ini merupakan jalan yang paling sering dilalui oleh orang-orang yang ada di kota Surakarta yang dapat dilalui oleh kendaraan maupun pejalan kaki.
Gambar Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta sebagai elemen path.
Sumber:www.flickr.com
Edge/ batas merupakan elemen linear yang dikenali manusia yang berada diantara dua kawasan. Berbeda dengan path, fungsi edges adalah untuk mengetahui batasan area dalam suatu kota untuk menjaga identitas dan privasi kawasan. Edge dapat berupa pantai, dinding, deretan bangunan, atau jajaran pohon. Edge juga dapat berupa pembatas antara dua kawasan yang berupa pagar, tembok, atau sungai. Misalnya terdapat dinding pada area kraton untuk membatasi kawasan di dalam keraton dengan kawasan di luar kraton, dinding kraton ini dapat disebut dengan edge.
Gambar Edge/Batas Kawasan Elemen Fisik Kota
http://www.propertyandthecity.com/
District/ kawasan merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi. Sebuah kawasan memiliki ciri khas mirip (bentuk, pola dan wujudnya) dan khas pula dalam batasnya, dimana orang merasa "masuk" dan "keluar" dari kawasan. District dapat terlihat dari tampilan bangunan dan dari fungsinya yang bersifat seragam atau homogen.
Beberapa kawasan yang membangun citra kota yang pada umumnya dikenali adalah kawasan Kraton Kasunanan, Kraton Mangkunegaran, Kampung Batik Kauman, dan Kampung Batik Laweyan. Kawasan ini dikatakan membangun citra kawasan karena merupakan kawasan yang sudah lama eksis, menjadi ruang yang dikunjungi masyarakat secara umum (public space) dan berada pada jalur-jalur utamadi Kota Surakarta.
Gambar Kraton Mangkunegaran Kota Surakarta sebagai Elemen District
Sumber:
Node/ simpul merupakan titik atau lingkaran daerah strategis yang menjadi pertemuan beberapa jalur, atau aktivitas. Ciri utama sebuah nodes adalah tempat dimana bertemunya aktivitas yang mendatangkan masa/orang dalam jumlah yang besar. Nodes dapat berupa persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, dan jembatan. Node dalam skala makrodapat berupa taman, plaza, square, pasar.Node memiliki identitas yang lebih baik jika memiliki bentuk yang jelas, mudah diingat, serta memiliki tampilan berbeda dari lingkungannya baik berdasarkan fungsi maupun bentuknya.
Kota Surakarta memiliki beberapa node yang memiliki identitas berarti, diantaranya adalah Pasar Gedhe, Benteng Vastenberg, Stasiun Purwosari, Sriwedari, Balaikambang, Pasar Klewer, Kantor Balai Kota, dan Persimpangan Gladag. Tempat-tempat yang telah disebutkan tersebut merupakan tempat yang bertahan dari masa Kraton berkuasa hingga saat ini.
Gambar Pasar Gedhe Kota Surakarta sebagai Elemen Node
Sumber:http://kotawisataindonesia.com/
Landmark/ tetenger merupakan titik referensi yang berupa bentuk visual yang menonjol yang menjadi penanda yang bersifat eksternal bagi pengamat karena bisa dilihat dari luar letaknya. Landmark kota dapat berupa bangunan tinggi, penanda jalan, toko, gunung/bukit.
Landmark adalah elemen penting dari bentuk kawasan karena membantu orang untuk
mengorientasikan diri di dalam kawasan dan membantu orang mengenali suatu tempat.
Landmark mempunyai identitas yang khas karena bentuknya jelas dan unik dalam
lingkungannya, mudah diingat dan sangat familiar.
Tidak banyaklandmark yang mewakili identitas ada di kota Surakarta. Gerbang Kraton Surakarta adalah landmark yang dimiliki Kota Surakarta. Gerbang ini membuat pengamat mudah berorientasi dan mengenali kawasannya.
Gambar Gerbang Kraton Kasunanan Kota Surakarta sebagai Elemen Node
Sumber:https://nassirunpurwokartun.files.wordpress.com
Aspek non fisik terdiri dari sejarah, fungsi, makna sosial dannama. Berikut adalah keterangan lebih lanjut:
Sejarah. Sejarah adalah segalaperistiwa yang telah terjadi di masa lampau dalam kehidupan manusia. Sejarah dapat dipahami melalui dokumen atau lisan secara turun temurun.Sejarah merupakan identitas yang sangat erat dengan suatu tempat. Sebuah tempatadalah sumber memori individu dan memori kolektif. Perjalanan sejarah sebuah tempat dapat menjadi identitas yang dapat menjadi pembeda dengan tempat lain karena sejarah yang dialami sebuah tempat pasti berbeda dengan tempat lainnya. Pengenalan sejarah sebuah tempat dapat diketahui melalui tempat bersejarah yang istimewa, dan berhubungan dengan beberapa segi kehidupan dari sebuah tempat, seperti pemerintahan/ politik, perkembangan fisik, dan kehidupan masyarakat.
Fungsi. Fungsi terkait dengan aktivitas masyarakat dalam sebuah tempat. Fungsi merupakan identitas yang berdasarkankegiatanyang berkembang dari penggunaan ruang yang ada. Short (1984) mengemukakan terdapat lima fungsi kota yang dapat mencerminkan karakteristik kota, yaitu: kota sebagai pusat kegiatan ekonomi,kota sebagai tempat tinggal, pergerakan dan transportasi,kota sebagai tempat investasi,kota sebagai arena politik.
Makna Sosial. Makna sosial ini dapat diartikan sebagai budaya yang ada di masyarakat. Kebudayaan merupakan hasil peradaban manusia berupa karya, cipta, dan rasa dari sebuah masyarakat yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Kebudayaan tersebut mencakup pengetahuan, keyakinan, moral, adat istiadat, serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota dari masyarakat.
Nama. Nama adalah salah satu komponen dari identitas. Dari sebuah nama, seseorang dapat mengetahui asal usul sebuah tempat. Misalkan saja di Surakarta, terdapat sebuah tempat yang bernama Jagalan. Jagal adalah istilah bagi tukang potong, dan jagalan berarti adalah tempat penjagalan atau rumah potong hewan. Dan benar saja, dahulu di tempat ini terdapat rumah pemotongan hewan yang terbesar di Kota Surakarta.
Berdasarkan uraian diatas, maka identitas kota dapat dilihat dari:
Indikator
Penjelasan
Fisik
Path
Jalursirkulasi/pergerakan utama dalam kota yang bisa diakses dan mudah dikenali.
Edge
Batasan yang memisahkan dua kawasan sehingga nampak berbeda antar kawasannya
District
Kawasan yang memiliki ciri khas mirip
Node
Daerahyang menjadi pertemuan beberapa jalur, atau aktivitas
Landmark
Penandayang bersifat eksternal bagi pengamat karena bisa dilihat dari luar letaknya
Non Fisik
Sejarah
Peristiwa masa lampau yang terjadi pada sebuah tempat
Fungsi
Aktivitas masyarakat dalam sebuah tempat
Budaya
Hasil peradaban yang diturunkan dari waktu ke waktu
Struktur
Struktur kota merupakan susunan dari elemen-elemen fisik pembentuk suatu kota sehingga terbentuk menjadi sebuah pola spasial. Meskipun unsur pembentuk citra kota di berbagai tempat pada dasarnya relatif sama, tetapi susunannya selalu berlainan, sehingga bentuk, struktur dan pola lingkungan yang dapat dipahami dan dicerna manusia pada tiap lingkungan kota senantiasa berbeda-beda (Sudrajat dalam Purwanto, 2001).Dengan demikian, struktur kota adalah hubungan spasial yang dipahami oleh pengamat dari elemen-elemen suatu tempat.
Lynch (1960) menggaris bawahi bahwa pengenalan struktur kota yang utama adalah melalui pengenalan terhadap struktur jalan yang membentuk kota. Struktur jalan tersebut menghubungkan objek kota yang khas (tetenger) dan unsur pembentuk kota lainnya dalam sebuah pola. Sehingga membentuk pemanfaatan lahan yang diwakili dalam pemahaman distrik yang secara visual dapat dikenali karena tiap distrik memiliki karakter fisik yang berbeda.
Pengenalan hubungan spasial ini erat dengan legibility. Legibility merupakan kemampuan untuk memahami kejelasan bentuk ruang perkotaan sehingga baik masyarakat dalam kota maupun luar kota mendapatkan image atau citra tersendiri untuk kawasan tersebut.Legibility terkait dengan bentukan yang mudah diidentikasi dan membantu kemudahan orientasi.
Bentukan yang mudah diidentifikasiadalah kemudahan elemen-elemen fisik kota teridentifikasi dan dikelompokkan ke dalam pola secara keseluruhan.Kemudahan identifikasi terkait dengan kemudahan pengamat dapat membedakan dan menghubungkan elemen elemen melalui rupanya, warnanya, polanya dan sifatnya.
Kemudahan berorientasi terkait bagaimana sebuah struktur keruangan tidak membuat tersesat karena orientasi posisi subjek-objek jelas. Orang mudah mengenali dimana posisinya dalam sebuah ruang dan mengetahui posisinya terhadap objek yang ia pikirkan dan dituju. Bila seseorang tidak tersesat di sebuah daerah yang sedang dilewatinya atau daerah yang baru ditempatinya maka akan menimbulkan rasa nyaman. seorang yang sedang tersesat pasti akan mengalami perasaan tidak nyaman dan khawatir, bahkan mungkin ketakutan. Selain itu, sebuah lingkungan yang khusus dan mempunyai kejelasan bentuk tidak hanya menawarkan keamanan tetapi juga meningkatkan kedalaman dan intensitas pengalaman manusia.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka struktur kota erat kaitannya dengan:
Indikator
Penjelasan
Kemudahan mengidentifikasi tempat
Kemudahan elemen-elemen fisik kota teridentifikasi dan dikelompokkan ke dalam pola secara keseluruhan
Kemudahan berorientasi
Kemudahan orang mengenali dimana posisinya dalam sebuah ruang dan
Makna
Makna adalah pemahaman arti oleh pengamat terhadap dua komponen (identitas dan struktur kota). Makna membantu membuat elemen dalam kota dapat dikenali dan dapat digunakan bersama-sama oleh sebuah komunitas. Rapoport (1970). Pemaknaan terhadap kota juga dapat diartikan sebagai proses memahami lingkungan fisik yang dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi budaya, kelembagaan serta politik.
Menurut Sudrajad (1984) pemaknaanlingkungan kota dilakukan melalui pemahaman sebuah lingkungan dilihat dari dimensi simbolik, fungsional, emosional, historik, budaya, politik. Adapun penjelasan dimensi makna kota adalah sebagai berikut:
Makna simbolik. Simbolik memiliki arti melambangkan sesuatu. Makna simbolik adalah pemaknaan terkait dengan perlambang yang terwujud dalam sebuah tempat.
Makna fungsional. Sebuah tempat dimaknai karena fungsinya yang besar pada objek maka menimbulkan makna tersendiri terhadap masyarakat. Misalkan: sebuah pasar memiliki fungsi perdagangan, masjid memiliki fungsi peribadatan.
Makna emosional. Emosional adalah pemaknaan yang muncul akibat adanya daya rangsang emosi objek terhadap masyarakat. Misalkan: sebuah taman kota ada karena utuk mempercantik kota.
Makna historik. Suatu objek memiliki kenangan sejarah, sehingga memiliki makna bagi masyarakat. Misalkan: tugu pahlawan ada untuk memperingati kejadian perang dengan kolonial,keraton ada karena menjadi cikal bakal sebuah tempat
Budaya. Adanya kandungan budaya pada suatu objek menimbilkan makna tersendiri. Misalnya sebuah pendhapa memiliki makna budaya karena setiap hari selalu ada pagelaran seni dan budaya
Politik, adanya kepentingan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan politik pada sebuah objek. Sebuah gedung menjadi pusat pemerintahan karena didalamnya terdapat kantor urusan politik daerah.
Metode Identifikasi Citra Kawasan
Nasar, Jack L (1990) menggunakan konsepTheCity Image dari Lynch untuk menggali citra kota berdasarkan perferensi masyarakat. Metode yang digunakan Nasar (1990) adalah dengan melihat rata-rata area yang disukai dan tidak disukai secara visual oleh warga Knoxville dan Chattanooga (Amerika Serikat). Dengan menggunakan respon masyarakat ini kemudian Nasar menjadikannya sebagai pedoman untuk mengevaluasi penampilan kawasan berdasarkan hasil persepsi masyarakat yang disebut dengan metode Likebility.
Perferensi masyarakat ini sering kali sangat berbeda dari apa yang dipikirkan oleh perencana kota. Masyarakat sering bersentuhan langsung dengan kota sehingga ia mampu merasakan area mana yang berkesan dan mana yang tidak berkesan. Dengan mempelajari perferensi masyarakat tentang citra kota, maka dapat diperoleh informasi untuk mengetahui kawasan mana yang memiliki tampilan yang lebih baik dan mana kawasan yang tidak memiliki kesan sehingga perencanaan yang dilakukan dapat lebih baik. Oleh karenanya, penting untuk melihat pendapat masyarakat untuk mengetahui daya tarik suatu kawasan.
Metode yang digunakan Nasar ini timbul karena metode identifikasi citra kawasan Lynch dianggap sulit diterapkan dan tidak praktis. Nasar memfokuskan penelitiannya pada kesimpulan tentang kualitas karakter suatu tempat dan penggunaannya yang menimbulkan perasaan emosional manusia. Perasaaan emosional manusia terhadap elemen (objek) kawasan akan menentukan citra kawasan. Ketika masyarakat mengingat tempat atau bagian kawasan yang menimbulkan imajinasi atau perasaan yang kuat , maka tempat tersebut akan lebih mungkin untuk cepat diingat karena memiliki tempat tersebut berkesan bagi pengunjung (Rapoport,1970).
Penelitian telah menemukan bahwa bangunan paling paling berkesan/ mudah diingat di kawasan menimbulkan citra yang lebih kuat. Jika kebanyakan orang menyukai sebuah elemen citra kawasan, maka elemen tersebut memiliki citra yang kuat. Namun sebaliknya jika mereka banyak yang tidak menyukai sebuah elemen citra kawasan, maka kawasan akan memiliki citra yang lemah. Nasar (1990) menyebut aspek penilaian citra kawasan ini disebut Likebility.