CARA MENGHITUNG KEKUATAN GEMPA : Intensitas sebuah gempa biasanya diukur dengan sekala intensitas Mercalli. Intensitas ini terdiri dari angka I sampai dengan X dengan akselerasi dan fenomena yang berbeda-beda pada setiap tingkatan intensitasnya. Intensitas I (1) akselerasi dalam cm/det2 adalah < 1 dengan fenomena hanya dapat dirasakan oleh seismograf. Intensitas II (2) dengan akselerasi 1-2 cm/det2 dapat dirasakan hanya dalam kondisi yang sangat baik, intensitas III (3) akselerasi 2-3 cm/det2 mirip getaran angkutan, beberapa orang dapat merasakannya, intensitas IV akselerasi 3-6 cm/det2 mirip getaran jalan raya yang berat. Intensitas V dengan akselerasi 6-15 cm/det2, umumnya dapat dirasakan, benda yang tergantung bergoyang, intensitas VI dengan akselerasi 15-30 cm/det2 reaksi yang mengejutkan, benda-benda terjadi, pohon bergeser, intensitas VII akselerasinya dengan 30-60 cm/det2 banyak bangunan rusak ringan muncul gelombang di air, akselerasi VIII dengan 60-160 cm/det2 panik dan bangunan yang rapuh akan mengalami kerusakan. Intensitas IX dengan akselerasi 160-300 cm/det2 banyak bangunan rusak parah, intensitas X dengan akselerasi 300-600 banyak bangunan rubuh dan pergeseran tanah. Intensitas XI dengan akselerasi 600-1500 umumnya bangunan runtuh dan intensitas XII dengan akselerasi 1500 cm/det2 batuan terbelah, perubahan permukaan tanah, terdapat berbagai kerjadian pergeseran tanah. Magnitudo (Skala Richter ) Magnitudo gempa bumi dihitung dengan menggunakan rumus : m = 1,3 + 0,6 Io. Dalam rumus ini, m = magintudo, Io adalah intensitas yang didasarkan pada skala Mercalli. Sebagai contoh, jika Anda memiliki gempa bumi dengan intensitas XII (12), maka magnitudonya adalah m = 1,3 + 0,6 x 12 = 8,5 Skala Richter. Cara kedua menghitung magnitudo adalah dengan menggunakan rumus berikut: m = 2,2 +1,8 log ao. Dalam rumus ini m adalah magintudo dan "ao" adalah akselerasi dalam cm/det2. Sebagai contoh, jika kita memiliki gempa bumi dengan akselerasi 1400 cm/det2, magnitudonya adalah m = 2,2 + 1,8 x log 1400 = 7,8. Bagaimana dengan energi yang dilepaskan? Jika kita sudah berhasil menentukan besaran magnitudo, kita dapat menghitung besaran energi yang terbuang. Untuk menghitung energi E, kita menggunakan rumus: log E = 11,4 + 1, 5m. Sebagai contoh, jika Anda menghitung kekuatan gempa sekitar 7,6, maka rumusnya adalah: Log E= 11,4 +1,5 x 7,6 = 22. Ini adalah nilai dari logaritma energi. Cara kedua untuk menghitung besaran energi adalah dengan menggunakan
rumus log E = 16,4 + 1,5 log A / T) + 2,5 log D . Formula A ini memiliki amplitudo yang lebih baik daripada yang lain. misalnya menyebut bahwa gelombang permukaan menunjukkan akselerasi microns (1/1000 mm); T adalah periode gelombang dalam detik. D adalah jarak episentrum dalam derajat. Untuk mencari D , digunakan rumus : D=Ec/110.6 yaitu jarak dari Anda berada ke episentrum (dalam km). Sebagai contoh, jika amplitude A adalah 1070 microns, T adalah 20 detik dan D adalah 115?; Anda akan menemukan log E = 16,4 + 1,5 x log (1070 / 20) + 2,5 x log 115 = 24. Dengan inv log 24 Anda akan dapat menghitung energi yang dilepas adalah 1,4 x 1024 J.
Definisi Skala Richter [QUOTE=] Skala Richter atau SR didefinisikan sebagai logaritma (basis 10) dari amplitudo maksimum, yang diukur dalam satuan mikrometer, dari rekaman gempa oleh instrumen pengukur gempa (seismometer) Wood-Anderson, pada jarak 100 km dari pusat gempanya. Sebagai contoh, misalnya kita mempunyai rekaman gempa bumi (seismogram) dari seismometer yang terpasang sejauh 100 km dari pusat gempanya, amplitudo maksimumnya sebesar 1 mm, maka kekuatan gempa tersebut adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) sama dengan 3,0 skala Richter. Skala ini diusulkan oleh fisikawan Charles Richter. Untuk memudahkan orang dalam menentukan skala Richter ini, tanpa melakukan perhitungan matematis yang rumit, dibuatlah tabel sederhana seperti gambar di samping ini. Parameter yang harus diketahui adalah amplitudo maksimum yang terekam oleh seismometer (dalam milimeter) dan beda waktu tempuh antara gelombang-P dan gelombang-S (dalam detik) atau jarak antara seismometer dengan pusat gempa (dalam kilometer). Dalam gambar di samping ini dicontohkan sebuah seismogram mempunyai amplitudo maksimum sebesar 23 milimeter dan selisih antara gelombang P dan gelombang S adalah 24 detik maka dengan menarik garis dari titik 24 dt di sebelah kiri ke titik 23 mm di sebelah kanan maka garis tersebut akan memotong skala 5,0. Jadi skala gempa tersebut sebesar 5,0 skala Richter. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah Kalifornia Selatan saja. Namun dalam perkembangannya skala ini banyak diadopsi untuk gempa-gempa yang terjadi di tempat lainnya. Skala Richter ini hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan teknik Richter ini menjadi tidak representatif lagi. Perlu diingat bahwa perhitungan magnitudo gempa tidak hanya memakai teknik Richter seperti ini. Kadang-kadang terjadi kesalahpahaman dalam pemberitaan di media tentang magnitudo gempa ini karena metode yang dipakai kadang tidak disebutkan dalam pemberitaan di media, sehingga bisa jadi antara instansi yang satu dengan instansi yang lainnya mengeluarkan besar magnitudo yang tidak sama.[/QUOTE]
Asal Usul Skala Richter [QUOTE=]Skala yang diukur oleh alat seismograf umumnya adalah Richter. Skala Richter mengukur kuatnya gelombang kejut yang ditimbulkan gempa bumi. Skala ini diciptakan pada tahun 1935 oleh Charles F. Richter, seorang ahli ilmu gempa bumi (seismologi) asal Institut Teknologi California, Amerika. Pada waktu itu Charles Richter dibantu koleganya yang bernama Beno Guttenberg. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah California Selatan, Amerika Serikat saja. Dalam perkembangannya, skala ini kemudian digunakan secara luas setelah dimodifikasi terlebih dahulu. Skala Richter ini didasarkan pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh alat yang bernama seismograf yang diletakkan sekitar 100 km atau 62 mil dari pusat gempa (epicentre). Menurut skala Richter, kekuatan gempa bumi digambarkan dengan pecahan desimal dan ada hubungan dengan energi gempa . Sebagai contoh, gempa dengan kekuatan 2.0 atau lebih kecil dianggap gempa mikro, biasanya tidak dapat dirasakan oleh manusia dan hanya tercatat pada seismograf terdekat. Gempa bumi dengan kekuatan 4.5 dapat tercatat pada seismograf di seluruh dunia dan terjadi ribuan kali dalam setahun termasuk gempa kecil. Kekuatan 5.3 dikelompokkan sebagai gempa bumi sedang atau menengah dan kekuatan 6.3 termasuk kelas gempa bumi kuat. Karena skala Richter menggunakan kelipatan logaritma, maka setiap angka mewakili kekuatan yang 10 kali lebih kuat dibandingkan angka sebelumnya. Sebenarnya, masih banyak satuan lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur gempa bumi. Kesemuanya menyatakan seberapa besar kekuatan dan dampak yang ditimbulkan dari gempa bumi tersebut. Namun yang terpenting adalah upaya kita untuk meminimalisir kerusakan dan korban jiwa akibat dari gempa bumi.[/QUOTE]
Namun dalam postingan kali ini saya tidak ingin mDefinisi Skala Richter [QUOTE=] Skala Richter atau SR didefinisikan sebagai logaritma (basis 10) dari amplitudo maksimum, yang diukur dalam satuan mikrometer, dari rekaman gempa oleh instrumen pengukur gempa (seismometer) Wood-Anderson, pada jarak 100 km dari pusat gempanya. Sebagai contoh, misalnya kita mempunyai rekaman gempa bumi (seismogram) dari seismometer yang terpasang sejauh 100 km dari pusat gempanya, amplitudo maksimumnya sebesar 1 mm, maka kekuatan gempa tersebut adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) sama dengan 3,0 skala Richter. Skala ini diusulkan oleh fisikawan Charles Richter. Untuk memudahkan orang dalam menentukan skala Richter ini, tanpa melakukan perhitungan matematis yang rumit, dibuatlah tabel sederhana seperti gambar di samping ini. Parameter yang harus diketahui adalah amplitudo maksimum yang terekam oleh seismometer (dalam milimeter) dan beda waktu tempuh antara gelombang-P dan gelombang-S (dalam
detik) atau jarak antara seismometer dengan pusat gempa (dalam kilometer). Dalam gambar di samping ini dicontohkan sebuah seismogram mempunyai amplitudo maksimum sebesar 23 milimeter dan selisih antara gelombang P dan gelombang S adalah 24 detik maka dengan menarik garis dari titik 24 dt di sebelah kiri ke titik 23 mm di sebelah kanan maka garis tersebut akan memotong skala 5,0. Jadi skala gempa tersebut sebesar 5,0 skala Richter. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah Kalifornia Selatan saja. Namun dalam perkembangannya skala ini banyak diadopsi untuk gempa-gempa yang terjadi di tempat lainnya. Skala Richter ini hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan teknik Richter ini menjadi tidak representatif lagi. Perlu diingat bahwa perhitungan magnitudo gempa tidak hanya memakai teknik Richter seperti ini. Kadang-kadang terjadi kesalahpahaman dalam pemberitaan di media tentang magnitudo gempa ini karena metode yang dipakai kadang tidak disebutkan dalam pemberitaan di media, sehingga bisa jadi antara instansi yang satu dengan instansi yang lainnya mengeluarkan besar magnitudo yang tidak sama.[/QUOTE] Asal Usul Skala Richter [QUOTE=]Skala yang diukur oleh alat seismograf umumnya adalah Richter. Skala Richter mengukur kuatnya gelombang kejut yang ditimbulkan gempa bumi. Skala ini diciptakan pada tahun 1935 oleh Charles F. Richter, seorang ahli ilmu gempa bumi (seismologi) asal Institut Teknologi California, Amerika. Pada waktu itu Charles Richter dibantu koleganya yang bernama Beno Guttenberg. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah California Selatan, Amerika Serikat saja. Dalam perkembangannya, skala ini kemudian digunakan secara luas setelah dimodifikasi terlebih dahulu. Skala Richter ini didasarkan pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh alat yang bernama seismograf yang diletakkan sekitar 100 km atau 62 mil dari pusat gempa (epicentre). Menurut skala Richter, kekuatan gempa bumi digambarkan dengan pecahan desimal dan ada hubungan dengan energi gempa . Sebagai contoh, gempa dengan kekuatan 2.0 atau lebih kecil dianggap gempa mikro, biasanya tidak dapat dirasakan oleh manusia dan hanya tercatat pada seismograf terdekat. Gempa bumi dengan kekuatan 4.5 dapat tercatat pada seismograf di seluruh dunia dan terjadi ribuan kali dalam setahun termasuk gempa kecil. Kekuatan 5.3 dikelompokkan sebagai gempa bumi sedang atau menengah dan kekuatan 6.3 termasuk kelas gempa bumi kuat. Karena skala Richter menggunakan kelipatan logaritma, maka setiap angka mewakili kekuatan yang 10 kali lebih kuat dibandingkan angka sebelumnya. Sebenarnya, masih banyak satuan lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur gempa bumi. Kesemuanya menyatakan seberapa besar kekuatan dan dampak yang ditimbulkan dari gempa bumi tersebut. Namun yang terpenting adalah upaya kita untuk meminimalisir kerusakan dan korban jiwa akibat dari gempa bumi.[/QUOTE] Definisi Skala Richter [QUOTE=] Skala Richter atau SR didefinisikan sebagai logaritma (basis 10) dari amplitudo maksimum,
yang diukur dalam satuan mikrometer, dari rekaman gempa oleh instrumen pengukur gempa (seismometer) Wood-Anderson, pada jarak 100 km dari pusat gempanya. Sebagai contoh, misalnya kita mempunyai rekaman gempa bumi (seismogram) dari seismometer yang terpasang sejauh 100 km dari pusat gempanya, amplitudo maksimumnya sebesar 1 mm, maka kekuatan gempa tersebut adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) sama dengan 3,0 skala Richter. Skala ini diusulkan oleh fisikawan Charles Richter. Untuk memudahkan orang dalam menentukan skala Richter ini, tanpa melakukan perhitungan matematis yang rumit, dibuatlah tabel sederhana seperti gambar di samping ini. Parameter yang harus diketahui adalah amplitudo maksimum yang terekam oleh seismometer (dalam milimeter) dan beda waktu tempuh antara gelombang-P dan gelombang-S (dalam detik) atau jarak antara seismometer dengan pusat gempa (dalam kilometer). Dalam gambar di samping ini dicontohkan sebuah seismogram mempunyai amplitudo maksimum sebesar 23 milimeter dan selisih antara gelombang P dan gelombang S adalah 24 detik maka dengan menarik garis dari titik 24 dt di sebelah kiri ke titik 23 mm di sebelah kanan maka garis tersebut akan memotong skala 5,0. Jadi skala gempa tersebut sebesar 5,0 skala Richter. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah Kalifornia Selatan saja. Namun dalam perkembangannya skala ini banyak diadopsi untuk gempa-gempa yang terjadi di tempat lainnya. Skala Richter ini hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan teknik Richter ini menjadi tidak representatif lagi. Perlu diingat bahwa perhitungan magnitudo gempa tidak hanya memakai teknik Richter seperti ini. Kadang-kadang terjadi kesalahpahaman dalam pemberitaan di media tentang magnitudo gempa ini karena metode yang dipakai kadang tidak disebutkan dalam pemberitaan di media, sehingga bisa jadi antara instansi yang satu dengan instansi yang lainnya mengeluarkan besar magnitudo yang tidak sama.[/QUOTE] Asal Usul Skala Richter [QUOTE=]Skala yang diukur oleh alat seismograf umumnya adalah Richter. Skala Richter mengukur kuatnya gelombang kejut yang ditimbulkan gempa bumi. Skala ini diciptakan pada tahun 1935 oleh Charles F. Richter, seorang ahli ilmu gempa bumi (seismologi) asal Institut Teknologi California, Amerika. Pada waktu itu Charles Richter dibantu koleganya yang bernama Beno Guttenberg. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah California Selatan, Amerika Serikat saja. Dalam perkembangannya, skala ini kemudian digunakan secara luas setelah dimodifikasi terlebih dahulu. Skala Richter ini didasarkan pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh alat yang bernama seismograf yang diletakkan sekitar 100 km atau 62 mil dari pusat gempa (epicentre). Menurut skala Richter, kekuatan gempa bumi digambarkan dengan pecahan desimal dan ada hubungan dengan energi gempa . Sebagai contoh, gempa dengan kekuatan 2.0 atau lebih kecil dianggap gempa mikro, biasanya tidak dapat dirasakan oleh manusia dan hanya tercatat pada seismograf terdekat. Gempa bumi dengan kekuatan 4.5 dapat tercatat pada seismograf di
seluruh dunia dan terjadi ribuan kali dalam setahun termasuk gempa kecil. Kekuatan 5.3 dikelompokkan sebagai gempa bumi sedang atau menengah dan kekuatan 6.3 termasuk kelas gempa bumi kuat. Karena skala Richter menggunakan kelipatan logaritma, maka setiap angka mewakili kekuatan yang 10 kali lebih kuat dibandingkan angka sebelumnya. Sebenarnya, masih banyak satuan lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur gempa bumi. Kesemuanya menyatakan seberapa besar kekuatan dan dampak yang ditimbulkan dari gempa bumi tersebut. Namun yang terpenting adalah upaya kita untuk meminimalisir kerusakan dan korban jiwa akibat dari gempa bumi.[/QUOTE]enceritakan tentang gempa tersebut kepada anda melainkan saya akan membahas sedikit tentang skala Richter terutama dalam membandingkan kekuatan antar dua buah gempa dalam skala Richter. Sebenarnya artikel ini pernah saya tulis dalam bahasa Inggris di sini namun tidak ada salahnya saya tuliskan lagi dalam bahasa Indonesia dengan latar belakang yang berbeda. Skala Richter pertama kali dikembangkan oleh ahli seismografi asal Institut Teknologi California bernama Charles Richter yang dibantu koleganya Beno Guttenberg di tahun 1935. Skala Richter ini didasarkan pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh alat yang bernama seismograf yang paling idealnya (menurut salah seorang ahli geologi Jepang yang saya lihat di sebuah acara di stasiun TV NHK World lewat jaringan TV kabel) diletakkan sekitar 100 km atau 62 mil dari pusat gempa (epicentre). Skala Richter ini merupakan skala logaritmik, bukan skala aritmatik. Jadi misalnya ada dua buah gempa, yang satu berkekuatan 2 skala Richter, yang satu lagi berkekuatan 4 skala Richter, bagi mereka yang belum tahu mungkin akan mengira bahwa gempa yang berkekuatan 4 skala Richter ini berkekuatan 2 kali dari gempa yang berkekuatan 2 pada skala Richter. Perkiraan itu salah, pada kenyataannya gempa yang berkekuatan 4 pada skala Richter tersebut berkekuatan 100 kali dari gempa yang berkekuatan 2 pada skala Richter. Lha, dari mana angka 100 itu? Mudah saja, untuk mengerti skala logaritma tidak memerlukan keahlian matematika khusus, cukup hanya bekal ilmu matematika setingkat SMP saja. Sayapun bukan ahli matematika dan dapat mengerti dengan cukup baik skala Richter ini, anda tentu juga akan mudah untuk mengerti skala Richter ini. Misalkan: gempa X berkekuatan 4 skala Richter, dan gempa Y berkekuatan 2 pada skala Richter, maka: log X = 4, maka X =
= 10.000.
log Y = 2, maka Y =
= 100
maka kekuatan gempa X adalah
atau
= 100 kali kekuatan gempa Y.
Nah, sekarang coba kita bandingkan kekuatan gempa di perairan Sumatra 2004 yang mengakibatkan tsunami besar di berbagai negara Asia yang berkekuatan 9,2 skala Richter (menurut yang tercatat di salah satu stasiun gempa di AS) dengan gempa bumi San Francisco di Amerika Serikat tahun 1989 yang berkekuatan 7,1 pada skala Richter. Misalkan gempa di Sumatra kita singkat jadi Sm, dan gempa di San Francisco kita singkat jadi Sf.
Log Sm = 9,2, maka Sm = Log Sf = 7,1 maka Sf =
= =
Jadi kekuatan gempa Sm adalah
= 125,4 kali kekuatan gempa Sf.
Mudah bukan?
CARA MENGHITUNG KEKUATAN GEMPA : Intensitas sebuah gempa biasanya diukur dengan sekala intensitas Mercalli. Intensitas ini terdiri dari angka I sampai dengan X dengan akselerasi dan fenomena yang berbeda-beda pada setiap tingkatan intensitasnya. Intensitas I (1) akselerasi dalam cm/det2 adalah < 1 dengan fenomena hanya dapat dirasakan oleh seismograf. Intensitas II (2) dengan akselerasi 1-2 cm/det2 dapat dirasakan hanya dalam kondisi yang sangat baik, intensitas III (3) akselerasi 2-3 cm/det2 mirip getaran angkutan, beberapa orang dapat merasakannya, intensitas IV akselerasi 3-6 cm/det2 mirip getaran jalan raya yang berat. Intensitas V dengan akselerasi 6-15 cm/det2, umumnya dapat dirasakan, benda yang tergantung bergoyang, intensitas VI dengan akselerasi 15-30 cm/det2 reaksi yang mengejutkan, benda-benda terjadi, pohon bergeser, intensitas VII akselerasinya dengan 30-60 cm/det2 banyak bangunan rusak ringan muncul gelombang di air, akselerasi VIII dengan 60-160 cm/det2 panik dan bangunan yang rapuh akan mengalami kerusakan. Intensitas IX dengan akselerasi 160-300 cm/det2 banyak bangunan rusak parah, intensitas X dengan akselerasi 300-600 banyak bangunan rubuh dan pergeseran tanah. Intensitas XI dengan akselerasi 600-1500 umumnya bangunan runtuh dan intensitas XII dengan akselerasi 1500 cm/det2 batuan terbelah, perubahan permukaan tanah, terdapat berbagai kerjadian pergeseran tanah.
Magnitudo (Skala Richter ) Magnitudo gempa bumi dihitung dengan menggunakan rumus : m = 1,3 + 0,6 Io. Dalam rumus ini, m = magintudo, Io adalah intensitas yang didasarkan pada skala Mercalli. Sebagai contoh, jika Anda memiliki gempa bumi dengan intensitas XII (12), maka magnitudonya adalah m = 1,3 + 0,6 x 12 = 8,5 Skala Richter. Cara kedua menghitung magnitudo adalah dengan menggunakan rumus berikut: m = 2,2 +1,8 log ao. Dalam rumus ini m adalah magintudo dan "ao"
adalah akselerasi dalam cm/det2. Sebagai contoh, jika kita memiliki gempa bumi dengan akselerasi 1400 cm/det2, magnitudonya adalah m = 2,2 + 1,8 x log 1400 = 7,8. Bagaimana dengan energi yang dilepaskan? Jika kita sudah berhasil menentukan besaran magnitudo, kita dapat menghitung besaran energi yang terbuang. Untuk menghitung energi E, kita menggunakan rumus: log E = 11,4 + 1, 5m. Sebagai contoh, jika Anda menghitung kekuatan gempa sekitar 7,6, maka rumusnya adalah: Log E= 11,4 +1,5 x 7,6 = 22. Ini adalah nilai dari logaritma energi. Cara kedua untuk menghitung besaran energi adalah dengan menggunakan rumus log E = 16,4 + 1,5 log A / T) + 2,5 log D . Formula A ini memiliki amplitudo yang lebih baik daripada yang lain. misalnya menyebut bahwa gelombang permukaan menunjukkan akselerasi microns (1/1000 mm); T adalah periode gelombang dalam detik. D adalah jarak episentrum dalam derajat. Untuk mencari D , digunakan rumus : D=Ec/110.6 yaitu jarak dari Anda berada ke episentrum (dalam km). Sebagai contoh, jika amplitude A adalah 1070 microns, T adalah 20 detik dan D adalah 115?; Anda akan menemukan log E = 16,4 + 1,5 x log (1070 / 20) + 2,5 x log 115 = 24. Dengan inv log 24 Anda akan dapat menghitung energi yang dilepas adalah 1,4 x 1024 J.
Namun dalam postingan kali ini saya tidak ingin mDefinisi Skala Richter [QUOTE=] Skala Richter atau SR didefinisikan sebagai logaritma (basis 10) dari amplitudo maksimum, yang diukur dalam satuan mikrometer, dari rekaman gempa oleh instrumen pengukur gempa (seismometer) Wood-Anderson, pada jarak 100 km dari pusat gempanya. Sebagai contoh, misalnya kita mempunyai rekaman gempa bumi (seismogram) dari seismometer yang
terpasang sejauh 100 km dari pusat gempanya, amplitudo maksimumnya sebesar 1 mm, maka kekuatan gempa tersebut adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) sama dengan 3,0 skala Richter. Skala ini diusulkan oleh fisikawan Charles Richter. Untuk memudahkan orang dalam menentukan skala Richter ini, tanpa melakukan perhitungan matematis yang rumit, dibuatlah tabel sederhana seperti gambar di samping ini. Parameter yang harus diketahui adalah amplitudo maksimum yang terekam oleh seismometer (dalam milimeter) dan beda waktu tempuh antara gelombang-P dan gelombang-S (dalam detik) atau jarak antara seismometer dengan pusat gempa (dalam kilometer). Dalam gambar di samping ini dicontohkan sebuah seismogram mempunyai amplitudo maksimum sebesar 23 milimeter dan selisih antara gelombang P dan gelombang S adalah 24 detik maka dengan menarik garis dari titik 24 dt di sebelah kiri ke titik 23 mm di sebelah kanan maka garis tersebut akan memotong skala 5,0. Jadi skala gempa tersebut sebesar 5,0 skala Richter. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah Kalifornia Selatan saja. Namun dalam perkembangannya skala ini banyak diadopsi untuk gempa-gempa yang terjadi di tempat lainnya. Skala Richter ini hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan teknik Richter ini menjadi tidak representatif lagi. Perlu diingat bahwa perhitungan magnitudo gempa tidak hanya memakai teknik Richter seperti ini. Kadang-kadang terjadi kesalahpahaman dalam pemberitaan di media tentang magnitudo gempa ini karena metode yang dipakai kadang tidak disebutkan dalam pemberitaan di media, sehingga bisa jadi antara instansi yang satu dengan instansi yang lainnya mengeluarkan besar magnitudo yang tidak sama.[/QUOTE] Asal Usul Skala Richter [QUOTE=]Skala yang diukur oleh alat seismograf umumnya adalah Richter. Skala Richter mengukur kuatnya gelombang kejut yang ditimbulkan gempa bumi. Skala ini diciptakan pada tahun 1935 oleh Charles F. Richter, seorang ahli ilmu gempa bumi (seismologi) asal Institut Teknologi California, Amerika. Pada waktu itu Charles Richter dibantu koleganya yang bernama Beno Guttenberg. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah California Selatan, Amerika Serikat saja. Dalam perkembangannya, skala ini kemudian digunakan secara luas setelah dimodifikasi terlebih dahulu. Skala Richter ini didasarkan pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh alat yang bernama seismograf yang diletakkan sekitar 100 km atau 62 mil dari pusat gempa (epicentre). Menurut skala Richter, kekuatan gempa bumi digambarkan dengan pecahan desimal dan ada hubungan dengan energi gempa . Sebagai contoh, gempa dengan kekuatan 2.0 atau lebih kecil dianggap gempa mikro, biasanya tidak dapat dirasakan oleh manusia dan hanya tercatat pada seismograf terdekat. Gempa bumi dengan kekuatan 4.5 dapat tercatat pada seismograf di seluruh dunia dan terjadi ribuan kali dalam setahun termasuk gempa kecil. Kekuatan 5.3 dikelompokkan sebagai gempa bumi sedang atau menengah dan kekuatan 6.3 termasuk kelas gempa bumi kuat. Karena skala Richter menggunakan kelipatan logaritma, maka setiap angka
mewakili kekuatan yang 10 kali lebih kuat dibandingkan angka sebelumnya. Sebenarnya, masih banyak satuan lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur gempa bumi. Kesemuanya menyatakan seberapa besar kekuatan dan dampak yang ditimbulkan dari gempa bumi tersebut. Namun yang terpenting adalah upaya kita untuk meminimalisir kerusakan dan korban jiwa akibat dari gempa bumi.[/QUOTE] Definisi Skala Richter [QUOTE=] Skala Richter atau SR didefinisikan sebagai logaritma (basis 10) dari amplitudo maksimum, yang diukur dalam satuan mikrometer, dari rekaman gempa oleh instrumen pengukur gempa (seismometer) Wood-Anderson, pada jarak 100 km dari pusat gempanya. Sebagai contoh, misalnya kita mempunyai rekaman gempa bumi (seismogram) dari seismometer yang terpasang sejauh 100 km dari pusat gempanya, amplitudo maksimumnya sebesar 1 mm, maka kekuatan gempa tersebut adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) sama dengan 3,0 skala Richter. Skala ini diusulkan oleh fisikawan Charles Richter. Untuk memudahkan orang dalam menentukan skala Richter ini, tanpa melakukan perhitungan matematis yang rumit, dibuatlah tabel sederhana seperti gambar di samping ini. Parameter yang harus diketahui adalah amplitudo maksimum yang terekam oleh seismometer (dalam milimeter) dan beda waktu tempuh antara gelombang-P dan gelombang-S (dalam detik) atau jarak antara seismometer dengan pusat gempa (dalam kilometer). Dalam gambar di samping ini dicontohkan sebuah seismogram mempunyai amplitudo maksimum sebesar 23 milimeter dan selisih antara gelombang P dan gelombang S adalah 24 detik maka dengan menarik garis dari titik 24 dt di sebelah kiri ke titik 23 mm di sebelah kanan maka garis tersebut akan memotong skala 5,0. Jadi skala gempa tersebut sebesar 5,0 skala Richter. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah Kalifornia Selatan saja. Namun dalam perkembangannya skala ini banyak diadopsi untuk gempa-gempa yang terjadi di tempat lainnya. Skala Richter ini hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan teknik Richter ini menjadi tidak representatif lagi. Perlu diingat bahwa perhitungan magnitudo gempa tidak hanya memakai teknik Richter seperti ini. Kadang-kadang terjadi kesalahpahaman dalam pemberitaan di media tentang magnitudo gempa ini karena metode yang dipakai kadang tidak disebutkan dalam pemberitaan di media, sehingga bisa jadi antara instansi yang satu dengan instansi yang lainnya mengeluarkan besar magnitudo yang tidak sama.[/QUOTE] Asal Usul Skala Richter [QUOTE=]Skala yang diukur oleh alat seismograf umumnya adalah Richter. Skala Richter mengukur kuatnya gelombang kejut yang ditimbulkan gempa bumi. Skala ini diciptakan pada tahun 1935 oleh Charles F. Richter, seorang ahli ilmu gempa bumi (seismologi) asal Institut Teknologi California, Amerika. Pada waktu itu Charles Richter dibantu koleganya yang bernama Beno Guttenberg. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah
California Selatan, Amerika Serikat saja. Dalam perkembangannya, skala ini kemudian digunakan secara luas setelah dimodifikasi terlebih dahulu. Skala Richter ini didasarkan pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh alat yang bernama seismograf yang diletakkan sekitar 100 km atau 62 mil dari pusat gempa (epicentre). Menurut skala Richter, kekuatan gempa bumi digambarkan dengan pecahan desimal dan ada hubungan dengan energi gempa . Sebagai contoh, gempa dengan kekuatan 2.0 atau lebih kecil dianggap gempa mikro, biasanya tidak dapat dirasakan oleh manusia dan hanya tercatat pada seismograf terdekat. Gempa bumi dengan kekuatan 4.5 dapat tercatat pada seismograf di seluruh dunia dan terjadi ribuan kali dalam setahun termasuk gempa kecil. Kekuatan 5.3 dikelompokkan sebagai gempa bumi sedang atau menengah dan kekuatan 6.3 termasuk kelas gempa bumi kuat. Karena skala Richter menggunakan kelipatan logaritma, maka setiap angka mewakili kekuatan yang 10 kali lebih kuat dibandingkan angka sebelumnya. Sebenarnya, masih banyak satuan lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur gempa bumi. Kesemuanya menyatakan seberapa besar kekuatan dan dampak yang ditimbulkan dari gempa bumi tersebut. Namun yang terpenting adalah upaya kita untuk meminimalisir kerusakan dan korban jiwa akibat dari gempa bumi.[/QUOTE]enceritakan tentang gempa tersebut kepada anda melainkan saya akan membahas sedikit tentang skala Richter terutama dalam membandingkan kekuatan antar dua buah gempa dalam skala Richter. Sebenarnya artikel ini pernah saya tulis dalam bahasa Inggris di sini namun tidak ada salahnya saya tuliskan lagi dalam bahasa Indonesia dengan latar belakang yang berbeda. Skala Richter pertama kali dikembangkan oleh ahli seismografi asal Institut Teknologi California bernama Charles Richter yang dibantu koleganya Beno Guttenberg di tahun 1935. Skala Richter ini didasarkan pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh alat yang bernama seismograf yang paling idealnya (menurut salah seorang ahli geologi Jepang yang saya lihat di sebuah acara di stasiun TV NHK World lewat jaringan TV kabel) diletakkan sekitar 100 km atau 62 mil dari pusat gempa (epicentre). Skala Richter ini merupakan skala logaritmik, bukan skala aritmatik. Jadi misalnya ada dua buah gempa, yang satu berkekuatan 2 skala Richter, yang satu lagi berkekuatan 4 skala Richter, bagi mereka yang belum tahu mungkin akan mengira bahwa gempa yang berkekuatan 4 skala Richter ini berkekuatan 2 kali dari gempa yang berkekuatan 2 pada skala Richter. Perkiraan itu salah, pada kenyataannya gempa yang berkekuatan 4 pada skala Richter tersebut berkekuatan 100 kali dari gempa yang berkekuatan 2 pada skala Richter. Lha, dari mana angka 100 itu? Mudah saja, untuk mengerti skala logaritma tidak memerlukan keahlian matematika khusus, cukup hanya bekal ilmu matematika setingkat SMP saja. Sayapun bukan ahli matematika dan dapat mengerti dengan cukup baik skala Richter ini, anda tentu juga akan mudah untuk mengerti skala Richter ini. Misalkan: gempa X berkekuatan 4 skala Richter, dan gempa Y berkekuatan 2 pada skala Richter, maka: log X = 4, maka X =
= 10.000.
log Y = 2, maka Y =
= 100
maka kekuatan gempa X adalah
atau
= 100 kali kekuatan gempa Y.
Nah, sekarang coba kita bandingkan kekuatan gempa di perairan Sumatra 2004 yang mengakibatkan tsunami besar di berbagai negara Asia yang berkekuatan 9,2 skala Richter (menurut yang tercatat di salah satu stasiun gempa di AS) dengan gempa bumi San Francisco di Amerika Serikat tahun 1989 yang berkekuatan 7,1 pada skala Richter. Misalkan gempa di Sumatra kita singkat jadi Sm, dan gempa di San Francisco kita singkat jadi Sf. Log Sm = 9,2, maka Sm = Log Sf = 7,1 maka Sf =
= =
Jadi kekuatan gempa Sm adalah
= 125,4 kali kekuatan gempa Sf.
Mudah bukan?
CARA MENGHITUNG KEKUATAN GEMPA : Intensitas sebuah gempa biasanya diukur dengan sekala intensitas Mercalli. Intensitas ini terdiri dari angka I sampai dengan X dengan akselerasi dan fenomena yang berbeda-beda pada setiap tingkatan intensitasnya. Intensitas I (1) akselerasi dalam cm/det2 adalah < 1 dengan fenomena hanya dapat dirasakan oleh seismograf. Intensitas II (2) dengan akselerasi 1-2 cm/det2 dapat dirasakan hanya dalam kondisi yang sangat baik, intensitas III (3) akselerasi 2-3 cm/det2 mirip getaran angkutan, beberapa orang dapat merasakannya, intensitas IV akselerasi 3-6 cm/det2 mirip getaran jalan raya yang berat. Intensitas V dengan akselerasi 6-15 cm/det2, umumnya dapat dirasakan, benda yang tergantung bergoyang, intensitas VI dengan akselerasi 15-30 cm/det2 reaksi yang mengejutkan, benda-benda terjadi, pohon bergeser, intensitas VII akselerasinya dengan 30-60 cm/det2 banyak bangunan rusak ringan muncul gelombang di air, akselerasi VIII dengan 60-160 cm/det2 panik dan bangunan yang rapuh akan mengalami kerusakan. Intensitas IX dengan akselerasi 160-300 cm/det2 banyak bangunan rusak parah, intensitas X dengan akselerasi 300-600 banyak bangunan rubuh dan pergeseran tanah. Intensitas XI dengan akselerasi 600-1500 umumnya bangunan runtuh dan intensitas XII dengan akselerasi 1500 cm/det2 batuan terbelah, perubahan permukaan tanah, terdapat berbagai kerjadian pergeseran tanah.
Magnitudo (Skala Richter ) Magnitudo gempa bumi dihitung dengan menggunakan rumus : m = 1,3 + 0,6 Io. Dalam rumus ini, m = magintudo, Io adalah intensitas yang didasarkan pada skala Mercalli. Sebagai contoh, jika Anda memiliki gempa bumi dengan intensitas XII (12), maka magnitudonya adalah m = 1,3 + 0,6 x 12 = 8,5 Skala Richter. Cara kedua menghitung magnitudo adalah dengan menggunakan rumus berikut: m = 2,2 +1,8 log ao. Dalam rumus ini m adalah magintudo dan "ao" adalah akselerasi dalam cm/det2. Sebagai contoh, jika kita memiliki gempa bumi dengan akselerasi 1400 cm/det2, magnitudonya adalah m = 2,2 + 1,8 x log 1400 = 7,8. Bagaimana dengan energi yang dilepaskan? Jika kita sudah berhasil menentukan besaran magnitudo, kita dapat menghitung besaran energi yang terbuang. Untuk menghitung energi E, kita menggunakan rumus: log E = 11,4 + 1, 5m. Sebagai contoh, jika Anda menghitung kekuatan gempa sekitar 7,6, maka rumusnya adalah: Log E= 11,4 +1,5 x 7,6 = 22. Ini adalah nilai dari logaritma energi. Cara kedua untuk menghitung besaran energi adalah dengan menggunakan rumus log E = 16,4 + 1,5 log A / T) + 2,5 log D . Formula A ini memiliki amplitudo yang lebih baik daripada yang lain. misalnya menyebut bahwa gelombang permukaan menunjukkan akselerasi microns (1/1000 mm); T adalah periode gelombang dalam detik. D adalah jarak episentrum dalam derajat. Untuk mencari D , digunakan rumus : D=Ec/110.6 yaitu jarak dari Anda berada ke episentrum (dalam km). Sebagai contoh, jika amplitude A adalah 1070 microns, T adalah 20 detik dan D adalah 115?; Anda akan menemukan log E = 16,4 + 1,5 x log (1070 / 20) + 2,5 x log 115 = 24. Dengan inv log 24 Anda akan dapat menghitung energi yang dilepas adalah 1,4 x 1024 J.
SISTEM PENGUKURAN KEKUATAN GEMPA (KORELASI SKALA ) RICHTER DENGAN MODIFIED MERCALLY INTENCITY SCALA Rony Ardiansyah *)
Abstrak Besarnya kekuatan gempa yang terjadi pada Hiposentrum (pusat gempa) yang diukur dengan skala richter akan mengakibatkan tejadinya besaran getaran serta pengaruhnya yang berbeda pada daerah yang berbeda pula di permukaan bumi (Epiosentrum). Interprestasi Pengaruh yang berbeda ini oleh seorang sarjana itali bernama Guiseppe Mercalli tahun 1902, yang dikenal Modified Mercally Intencity Scale (MMI). Jumlah skala pengaruhnya ada 12 buah yang disesuaikan dengan besarnya pengaruh gempa. Skala yang biasa digunakan adalah skala Richter yang menggunakan hasil pengukuran seismograf untuk menjelaskan sekaligus membandingkan kekuatan dan luas gempa yang terjadi.
1.
PENDAHULUAN
1.1. Gempa Bumi Gempa bumi adalah getaran di tanah yang disebabkan oleh gerakan permukaan bumi. Gempa bumi yang kuat dapat menyebabkan kerusakan besar bagi gedung, jembatan dan bangunan lain, termasuk korban nyawa. Permukaan bumi terbentuk dari lapisan batuan paling luar yang disebut kerak bumi. Kerak bumi yang pecah membentuk potongan-potongan besar yang saling berpasangan, seperti kepingan puzzle yang besar. Potongan-potongan ini disebut lempeng. Lempeng ini bergerak perlahan dan mendesak bebatuan. Akibatnya, tekanan bertambah besar. Jika tekanan semakin besar, bebatuan bawah tanah akan pecah dan terangkat. Pelepasan tekanan ini merambatkan getaran yang menyebabkan gempa bumi. Setiap tahun, terjadi sekitar 11 juta gempa bumi dan 34.000-nya cukup kuat untuk kita rasakan. Di bawah kerak bumi terdapat lapisan lunak terbentuk dari batuan panas yang lumer. Kerak bumi yang terbentuk dari nikel dan besi dengan bahagian yang padat ditengahnya. Kerak tersebut bisa mencapai ketebalan 70 km di bawah barisan pengunungan terbesar di dunia. Kebanyakan gempa bumi berasal dari kerak bumi. Kadang-kadang gempa bumi juga bisa terjadi pada kedalaman 700 km di
bawah permukaan bumi. Atas dasar kedalaman dari posisi gempa, gempa dapat dikategorikan atas 3 kategori: 1. Gempa dangkal, (Hyopocenter terletak pada kedalaman 0 – 65 km) 2. Gempa sedang, (Hyopocenter terletak pada kedalaman 65 – 200 km) 3. Gempa dalam, (Hyopocenter terletak pada kedalaman > 200 km) Bagi seorang engineer yang penting adalah Gempa dangkal. 1.2. Pengukuran Kekutan dan Alat Ukur Gempa Ilmuan yang mengkhususkan diri untuk mempelajari gempa disebut seismolog. Mereka menggunakan alat pengukur yang disebut seismograf atau seismometer. Alat itu digunakan untuk mencatat pola gelombang seismik dengan memperhitungkan kekuatan sekaligus lamanya gempa. Pencatatannya dilakukan beberapa tempat yang berbeda, sehingga pusat gempa dan episentrumnya bisa diketahui secara tepat. Untuk mengukur gempa terbesar, para seismolog juga menggunakan skala getaran gempa. Skala ini didasarkan pada ukuran patahan yang tercatat, jumlah gerakan dipermukaan, dan lamanya gempa bumi. Angka tertinggi yang dihasilkan kurang lebih sama dengan skala Richter yang berkekuatan sampai tingkat ke-7. Angka tertinggi yang pernah tercatat oleh skala ini adalah 9.5 untuk gempa bumi yang menyebabkan meletusnya gunung berapi tahun 1960 di pantai Chili. Bencana ini telah menewaskan 5.700 penduduk. Sedangkan menurut skala Richter. Getarannya berkekuatan 8,3. 1.3. Skala Richter Pada tahun 1935, ahli seismologi Amerika, Charles F. Richter (1900 – 1985) mengembangkan sistem pengukuran kekutan gempa. Setiap angka pada skala Richter menggambarkan 10 kali peningkatan gerakan tanah yang tercatat oleh seimograf. Jadi pada gempa bumi dengan kekuatan 7, tanah bergerak 100 kali lebih banyak dari pada gempa berkekuatan 5 pada skala Richter.
Tabel 1. Efek kekuatan gempa KEKUATAN
KETERANGAN
0 – 1,9 2 – 2,9 3 – 3,9 4 – 4,9 5 – 5,9 6 – 6,9 7 – 7,9 8 – 8,9
KECIL RINGAN SEDANG KUAT BESAR DAHSYAT
RATARATA 700.000 300.000 40.000 6.200 800 120 18 1 dalam 10 – 20
INTENSITAS DEKAT EPISENTRUM Tercatat, tapi tidak terasa Tercatat, tapi tidak terasa Dirasakan oleh sedikit orang Dirasakan oleh banyak orang Agak merusak Merusak Sangat merusak Menghancurkan
tahun
Gambar 1. Charles F. Richter 2.
RUMUSAN KORELASI SKALA GEMPA
Dengan alat “Accelerogram” maka kita dapat mengintegrasikan hasilnya, dengan menggunakan teknik computer (metoda Simson Rule). Kesemua parameter di atas disebut parameter fisik. Masalahnya bagaimana korelasi dari MMI tersebut dengan hasil pencatatan dengan menggunakan accelerograph. Menurut Guttenberg-Richter, korelasi kedua-duanya dinyatakan dengan tabel sebagai berikut: Ada dua rumus yang tidak sama untuk Log a = I/3 – ½ Log a = I/4 + ¼ Korelasi di atas dapat dirumuskan sbb : MMI = 3 log a + 3/2 MMI = 4 log a – 1
Sehingga diperoleh tabel : Tabel 2. hubungan percepatan dengan Modified Mercally Intencity Scale (MMI) (berdasarkan rumus MMI = 3 Log a + 3/2). Percepatan Tanah a Skala MMI cm/det2 I 1.000 II 2.000 III IV
5.000
10.000 V 20.000 VI 50.000 VII 100.000 VIII 200.000 IX 500.000 X 1000.000 XI 2000.000 XII
Tabel 3. Hubungan percepatan dengan Modified Mercally Intencity Scale (MMI) (berdasarkan rumus MMI = 4 Log a - 1). Percepatan Tanah a Skala MMI cm/det2 I 4,217 II 7,499 III 13,335 IV 23,714 V 42,170 VI 74,989 VII 133,352 VIII 237,137 IX 421,697 X 749,894 XI 1333,52 1 XII
DR. Richter mengintroduce suatu skala yang dikenal dengan skala Richter. Menurutnya didefinisikan bahwa : “Magnitude adalah logaritma dari amplitudo (simpangan) maksimum dalam micron yang tercatat pada 100 km dari epysentrum dengan alat pencatat standard Wood-Anderson, dimana alat ini mempunyai priode bebas 0.8 detik dan pembesaran 2800 kali serta factor redaman 0.8”. Jadi dengan demikian janganlah dikabulkan antara pengertian intensitas gempa dan magnitude gempa. Intensitas ini bergantung pada : 1. Jarak Epicentre 2. Kedalaman Fokus (jarak dari hypocentre) 3. Magnitude Gempa
Intensitas
Episentrum
R
Hiposentru m Gambar 1. Cara menentukan pusat gempa Menurut Richter, hubungan antara parameter skala dengan parameter physik dirumuskan sbb :
Log E = 11.4 + 1.5 M Besarnya energi yang dilepas oleh suatu gempa Dimana
: E = Energi dalam erg (dyne cm) M = Magnitude (skala Richter)
Hasil penyelidikan dari Donovan, mengetengahkan suatu persamaan yang dikenal dengan persaman “Atenuasi” yang berbentuk : 0 , 58 M
A
max .
1320
e
R 25 1,52
dengan deviasi standard = 0.84 R = Jarak ke hypocentre M = Magntude gempa 3.
CONTOH HITUNGAN KORELASI SKALA GEMPA
a. Gempa ringan guncang Denpasar (kutipan harian Riau pos) Kejadian gempa pada hari Rabu 11 Maret 1998 pukul 23.33 WIB Merupakan gempa tektonik berkekutan 4.8 skala richter Episentrum gempa terletak 08.77 derajat lintang selatan & 115.01 derajat bujur timur atau 20 km di barat daya Denpasar Durasi gempa dirasakan lebih kurang 1 menit Pusat gempa hiposentrum terletak 80 km di bawah laut MMI (modified mercali intensity) berada pada skala III, artinya menurut petugas Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Kamis tanggal 12 Maret getaran dirasakan nyata dalam rumah, terasa seperti truk lewat Pembahasan : 2
2
R 20 80 82,462115 km amax . 1320
e
0 , 58 M
R 25
1 , 52
2 21362,3865 17,46391 cm/dt 1223,230134
amax . 0,84 17,46391 14,66969 cm/dt
2
MMI = 3,968566 IV b. Gempa di Sumatra Barat (kutipan harian Riau pos) Merupakan gempa tektonik berkekutan 6.5 skala Richter Episentrum gempa terletak 160 km kota Padang & 125 km dari kota Padang Panjang Pusat gempa hiposentrum terletak 40 km dibawah permukaan tanah MMI (Modified Mercali Intensity) berada pada skala IV Pembahasan : 1. Dari Kota Padang
2
2
R 160 40 164,9242 km 0 , 58 M
amax .
2 e 57261,69 1320 19,69799 cm/dt R 25 1,52 2906,981
amax . 0,84 19,69799 16,54631 cm/dt
2
MMI = 4,177688 IV 2. Dari Kota Padang Panjang 2
2
R 125 40 131,244 km 0 , 58 M
amax .
2 e 57261,69 1320 26,50226 cm/dt R 25 1,52 2160,634
a
0,84 26,50226 22,26189 cm/dt
max .
2
MMI = 4,693131 IV c. Palu, diguncangg gempa 4.9 skala Richter (kutipan harian Riau Pos, hari Sabtu 1 Juni 2002) Gempa tektonik yang menggoyang kota Palu di Sulawesi Tengah pada hari kamis malam (30/5) berkekuatan 4.9 pada Skala Richter (SR). Hasil analisa BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) Palu menyebut, gempa yang terjadi sekitar pukul 20.45 WITA berpusat pada koordinat 1.26 Lintang Selatan dan 119.43 Bujur Timur dengan kedalaman 62 kilo meter dari permukaan tanah. “Sementara jarak pusat gempa sekitar 59 kilo meter arah barat daya Palu“, kata Sofyan, petugas BMG setempat, Jumat (31/5) siang. Warga Palu sendiri merasakan getaran gempa itu cukup kuat berkisar 2-3 MMI (Modificated Mercantly Intensity) dan kota Donggala sekitar 3 MMI. Pihak Polresta Palu yang dihubungi terpisah menyatakan belum menerima laporan korban jiwa atau kerusakan bangunan akibat gempa yang berlangsung lebih dari 10 detik itu (ant). Pembahasan :
R 622 592 85,58621 km 0 , 58 M
amax .
2 e 22638,04134 1320 17,71795 cm/dt R 25 1,52 1277,6899
a
0,84 17,71795 14,883078 cm/dt
max .
2
MMI = 3,993653 IV 4. 1.
KESIMPULAN DAN SARAN Parameter Richter Magnitude tidak dapat memberitahu kita tentang besar efek-efek gempa bumi pada lokasi tertentu, karena besar efek suatu gempa tergantung pada Richter magnitude dan jarak lokasi sumbernya terhadap suatu lokasi lain tertentu.
2.
Adapun cara untuk memperoleh MMI ini adalah dengan menyebarkan petugas untuk mengadakan wawancara dengan penduduk setempat dan sekitarnya dimana gempa itu terjadi. Hasil dari beberapa wawancara dikumpulkan untuk dianalisa, yang selanjutnya ditetapkan & diklasifikasikan skala MMI-nya.
3.
Dari hasil tersebut diatas dibuat suatu peta yang menunjukan tempat-tempat dimana gempa dirasakan sama pengaruhnya. Peta yang demikian disebut PETA ISOSEISMAL DAFTAR PUSTAKA Kiyoshimoto, Analisis Perancangan Gedung Tahan Gempa, penerbit Erlangga, Jakarta, 1990. Neil Morris, Gempa Bumi, penerbit PT. Elex Media Komputindo, 2002. Dr. David L. Hutchisuni, ME, Phd. MNZIG, Design of Multistorey Earthquake Resistant Buildings, penerbit Departemen Pekerjaan Umum, 1981.
A. MAGMA Magma adalah cairan atau larutan silikat pejar yang terbentuk secara alamiah, bersifat mudah bergerak (mobile), bersuhu antara 90°-110°C dan berasal atau terbentuk pada kerak bumi bagian bawah hingga selubung bagian atas (F.F Grounts,1947; Turner&Verhoogen,1960; H.Williams,1962). Secara fisika, magma merupakan sistem berkomponen ganda (multi componen system) dengan fase cair dan sejumlah kristal yang mengapung di dalamnya sebagai komponen utama, dan pada keadaan tertentu juga berfase gas. Para ahli berpendapat bahwa panas bumi berasal dari proses “pembusukan” material-material radioaktif yang kemudian meluruh atau mengalami disintegrasi
menjadi unsur radioaktif dengan komposisi yang lebih stabil dan pada saat meluruh akan mengeluarkan sejumlah energi (panas) yang kemudian akan melelehkan batuan-batuan disekitarnya. Dimungkinkan, dari proses tersebut dan pengaruhnya terhadap gradien geothermal yang mencapai 193.600°C inilah magma dapat terbentuk. Pembentukan magma sebenarnya adalah suatu proses yang sangat rumit. Proses-proses ini berlangsung tahap demi tahap yang kemudian membentuk sebuah rangkaian khusus yang meliputi proses pemisahan atau differentiation, pencampuran atau assimilation, dan anateksis atau peleburan batuan pada kedalaman yang sangat besar. Sementara itu, faktor atau hal-hal yang selanjutnya akan menentukan komposisi suatu magma adalah bahan-bahan yang meleleh, derajat fraksinasi, dan jumlah material-material pengotor dalam magma oleh batuan samping (parent rock). 1. PROSES PEMBENTUKAN MAGMA Magma dalam kerak bumi dapat terbentuk sebagai akibat dari perbenturan antara 2 (dua) lempeng litosfir, dimana salah satu dari lempeng yang berinteraksi itu menunjam dan menyusup kedalam astenosfir. Sebagai akibat dari gesekan yang berlangsung antara kedua lempeng litosfir tersebut, maka akan terjadi peningkatan suhu dan tekanan, ditambah dengan penambahan air berasal dari sedimen-sedimen samudra akan disusul oleh proses peleburan sebagian dari litosfir (gambar berikut):
Gambar 1. Proses terjadinya magma Sumber magma yang terjadi sebagai akibat dari peleburan tersebut akan menghasilkan magma yang bersusunan asam (kandungan unsur SiO 2 lebih besar dari 55%). Magma yang bersusunan basa, adalah magma yang terjadi dan bersumber dari astenosfir. Magma seperti itu terdapat di daerah-daerah yang mengalami gejala regangan yang dilanjutkan dengan pemisahan litosfir. Syaratsyarat yang dibutuhkan bagi suatu proses pembentukan magma (Ringwood,1975) adalah : a. Bahan kerak dimana lelehan bahan kerak (magma anateknik) apabila sempurna akan membentuk magma sinteksis, jika prosesnya tidak sempurna maka hanya akan terbentuk neomorfis saja. b. Bahan selubung di mana dalam laporan ini terdapat basal peridotit dengan perbandingan 1:3. c. Sedimen cekungan. Magma pada perjalanannya dapat mengalami perubahan atau disebut dengan evolusi magma. Proses perubahan ini menyebabkan magma berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses-proses sebagai berikut : a. Hibridasi : proses pembentukan magma baru karena pencampuran 2 magma yang berlainan jenis.
b. Sintetis : Pembentukan magma baru karena adanya proses asimmilasi dengan batuan samping. c. Anateksis : proses pembentukan magma dari peleburan batu-batuan pada kedalaman yang sangat besar. Dan dari proses-proses diatas, magma akan berubah sifatnya, dari yang awalnya bersifat homogen pada akhirnya akan menjadi suatu tubuh batuan beku yang bervariasi. Diferensiasi magma (Magma Differentiation) Diferensiasi magma adalah suatu tahapan pemisahan atau pengelompokan magma dimana material-material yang memiliki kesamaan sifat fisika maupun kimia akan mengelompok dan membentuk suatu kumpulan mineral tersendiri yang nantinya akan mengubah komposisi magma sesuai penggolongannya berdasarkan kandungan magma. Proses ini dipengaruhi banyak hal. Tekanan, suhu, kandungan gas serta komposisi kimia magma itu sendiri dan kehadiran pencampuran magma lain atau batuan lain juga mempengaruhi proses diferensiasi magma ini. Secara umum, proses diferensiasi magma terbagi menjadi : a. Fraksinasi (Fractional Crystallization) Proses ini merupakan suatu proses pemisahan kristal-kristal dari larutan magma karena proses kristalisasi perjalan tidak seimbang atau kristal-kristal tersebut pada saat pendinginan tidak dapat mengubah perkembangan. Komposisi larutan magma yang baru ini terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan temperatur dan tekanan yang mencolok serta tiba-tiba. b. Crystal Settling/gravitational settling Proses ini meliputi pengendapan kristal oleh gravitasi dari kristal-kristal berat yang mengandung unsur Ca, Mg, Fe yang akan memperluas magma pada bagian dasar magma chamber. Disini, mineral-mineral silikat berat akan berada di bawah. Akibat dari pengendapan ini, akan terbentuk suatu lapisan magma yang nantinya akan menjadi tekstur kumulat atau tekstur berlapis pada batuan beku. c. Liquid Immisbility Larutan magma yang memiliki suhu rendah akan pecah menjadi larutan yang masing-masing akan membentuk suatu bahan yang heterogen. d. Crystal Flotation Pengembangan kristal ringan dari sodium dan potassium akan naik ke bagian atas magma karena memiliki densitas yang lebih rendah dari larutan kemudian akan mengambang dan membentuk lapisan pada bagian atas magma. e. Vesiculation Vesiculation merupakan suatu proses dimana magma yang mengandung komponen seperti CO2, SO2, S2, Cl2, dan H2O sewaktu-waktu naik ke permukaan sebagai gelembung-gelembung gas dan membawa komponen-komponen sodium (Na) dan potassium (K). f. Asimilasi magma
Proses ini dapat terjadi pada saat terdapat material asing dalam tubuh magma seperti adanya batuan disekitar magma yang kemudian bercampur, meleleh dan bereaksi dengan magma induk dan kemudian akan mengubah komposisi magma.
Seri Reaksi Bowen Pada proses pendinginan magma, sebenarnya pada magma tidak langsung semuanya membeku, tetap secara perlahan dan bertahap mengalami penurunan suhu, bahkan pada kasus-kasus tertentu mungkin cepat. Penurunan temperature ini disertai mulai pembentukan dan pengembangan mineral-mineral yang diakibatkan penurunan suhu pada tubuh magma. Teori ini lebih dikenal dengan Teori Bowen.
B. GUNUNG API Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus. Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya dari suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati. Pembentukan Gunungapi Gunung api terbentuk pada empat busur, yaitu busur tengah benua yang terbentuk akibat pemekaran kerak benua, busur tepi benua yang terbentuk akibat penunjaman kerak samudara ke kerak benua, busur tengah samudera yang terjadi akibat pemekaran kerak samudera, dan busur dasar samudera yang terjadi akibat terobosan magma basa pada penipisan kerak samudera.
Klasifikasi Gunungapi Gunungapi di dunia diklasifikasikan menjadi beberapa, yaitu : 1. Berdasarkan bentuknya a. Gunung Api Perisai
Berbentuk kerucut dengan lereng landai dan aliran lava panas dari saluran tengah. Daerah persebaran magma luas serta proses pendinginan dan pembekuannya pelan. Frekuensi letusan umumnya sedang dan pelan dengan jumlah cairan lava cair yang banyak. b. Gunung Api Kubah Gunung ini berbentuk kerucut cembung (konvek) dengan lereng curam. Aliran lava yang kental dari saluran pusat mengakibatkan aliran lava lambat dan membentuk lapisan yang tebal. Proses pendinginan dan pembekuan lava cepat. Banyak lava yang membeku di saluran, akibatnya saluran menjadi tertutup. Letusan yang sangat keras dapat terjadi akibat tekanan dari dalam Bumi yang tersumbat. Seluruh bagian puncak gunung api pun dapat hancur dan lenyap seketika. c. Gunung Api Strato Gunung ini mempunyai bentuk kerucut berlereng curam dan luas yang terdiri atas banyak lapisan lava yang terbentuk dari aliran lava yang berulang-ulang. Lava dapat mengalir melalui sisi kerucut. Sifat letusan keras. 2. Berdasarkan tipe letusannya a. Tipe Merapi b. Tipe Hawai c. Tipe Peele d. Tipe Peret e. Tipe Stromboli f. Tipe St. Vincent
C. GEMPA Gempa dapat diartikan sebagai bergetarnya lapisan litosfer dan permukaan bumi karena sebab-sebab tertentu. Kekuatan getaran gempa diukur oleh alat yang disebut Seismometer atau lebih dikenal dengan Seismograf, sedangkan kertas yang berisi rekaman frekuensi dan intensitas gempa dinamakan Seismogram. Cabang ilmu kebumian yang secara khusus mempelajari kegempaan dinamakan Seismologi.
Klasifikasi Gempa Gempa dapat digolongkan menjadi beberapa kategori. Menurut proses terjadinya, gempa bumi diklasifikasikan menjadi seperti berikut : 1. Gempa tektonik: terjadi akibat tumbukan lempeng-lempeng di litosfer kulit bumi oleh tenaga tektonik. Tumbukan ini akan menghasilkan getaran. Getaran ini yang merambat sampai ke permukaan bumi. 2. Gempa vulkanik: terjadi akibat aktivitas gunung api. Oleh karena itu, gempa ini hanya dapat dirasakan di sekitar gunung api menjelang letusan, pada saat letusan, dan beberapa saat setelah letusan. 3. Gempa runtuhan atau longsoran: terjadi akibat daerah kosong di bawah lahan mengalami runtuh. Getaran yang dihasilkan akibat runtuhnya lahan hanya dirasakan di sekitar daerah yang runtuh. Menurut bentuk episentrumnya, ada dua jenis gempa, yaitu 1. Gempa sentral: episentrumnya berbentuk titik. 2. Gempa linear: episentrumnya berbentuk garis. Menurut kedalaman hiposentrumnya, ada tiga jenis gempa: 1. Gempa bumi dalam: kedalaman hiposenter lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi. 2. Gempa bumi menengah: kedalaman hiposenter berada antara 60-300 km di bawah permukaan bumi. 3. Gempa bumi dangkal: kedalaman hiposenter kurang dari 60 km. Menurut jaraknya, ada tiga jenis gempa : 1. Gempa sangat jauh: jarak episentrum lebih dari 10.000 km. 2. Gempa jauh: jarak episentrum sekitar 10.000 km. 3. Gempa lokal: jarak episentrum kurang 10.000 km. Menurut lokasinya, ada dua jenis gempa. 1. Gempa daratan: episentrumnya di daratan. 2. Gempa lautan: episentrumnya di dasar laut. Gempa jenis inilah yang menimbulkan tsunami.
Skala Richter
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas "Richter" beralih ke halaman ini. Untuk fisikawan Charles Richter, lihat Charles Richter.
Untuk kegunaan lain dari SR, lihat SR (disambiguasi).
Skala Richter atau SR didefinisikan sebagai logaritma (basis 10) dari amplitudo maksimum, yang diukur dalam satuan mikrometer, dari rekaman gempa oleh instrumen pengukur gempa (seismometer) Wood-Anderson, pada jarak 100 km dari pusat gempanya. Sebagai contoh, misalnya kita mempunyai rekaman gempa bumi (seismogram) dari seismometer yang terpasang sejauh 100 km dari pusat gempanya, amplitudo maksimumnya sebesar 1 mm, maka kekuatan gempa tersebut adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) sama dengan 3,0 skala Richter. Skala ini diusulkan oleh fisikawan Charles Richter. Persamaan dasar yang digunakan adalah: Di mana A adalah ekskursi maksimum dari seismograf Wood-Anderson
Untuk memudahkan orang dalam menentukan skala Richter ini, tanpa melakukan perhitungan matematis yang rumit, dibuatlah tabel sederhana seperti gambar di samping ini. Parameter yang harus diketahui adalah amplitudo maksimum yang terekam oleh seismometer (dalam milimeter) dan beda waktu tempuh antara gelombang-P dan gelombang-S (dalam detik) atau jarak antara seismometer dengan pusat gempa (dalam kilometer). Dalam gambar di samping ini dicontohkan sebuah seismogram mempunyai amplitudo maksimum sebesar 23 milimeter dan selisih antara gelombang P dan gelombang S adalah 24 detik maka dengan menarik garis dari titik 24 dt di sebelah kiri ke titik 23 mm di sebelah kanan maka garis tersebut akan memotong skala 5,0. Jadi skala gempa tersebut sebesar 5,0 skala Richter. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah Kalifornia Selatan saja. Namun dalam perkembangannya skala ini banyak diadopsi untuk gempa-gempa yang terjadi di tempat lainnya. Skala Richter ini hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan teknik Richter ini menjadi tidak representatif lagi.
Perlu diingat bahwa perhitungan magnitudo gempa tidak hanya memakai teknik Richter seperti ini. Kadang-kadang terjadi kesalahpahaman dalam pemberitaan di media tentang magnitudo gempa ini karena metode yang dipakai kadang tidak disebutkan dalam pemberitaan di media, sehingga bisa jadi antara instansi yang satu dengan instansi yang lainnya mengeluarkan besar magnitudo yang tidak sama.
Skala Richter < 2.0
Efek gempa Gempa kecil , tidak terasa
2.0-2.9 Tidak terasa, namun terekam oleh alat 3.0-3.9 Seringkali terasa, namun jarang menimbulkan kerusakan 4.0-4.9
Dapat diketahui dari bergetarnya perabot dalam ruangan, suara gaduh bergetar. Kerusakan tidak terlalu signifikan.
Dapat menyebabkan kerusakan besar pada bangunan pada area yang 5.0-5.9 kecil. Umumya kerusakan kecil pada bangunan yang didesain dengan baik 6.0-6.9 Dapat merusak area hingga jarak sekitar 160 km 7.0-7.9 Dapat menyebabkan kerusakan serius dalam area lebih luas 8.0-8.9 Dapat menyebabkan kerusakan serius hingga dalam area ratusan mil 9.0-9.9 Menghancurkan area ribuan mil 10.010.9
Terasa dan dapat menghancurkan sebuah benua
11.011.9
Dapat terasa di separuh sisi bumi. Biasanya hanya terjadi akibat tumbukan meteorit raksasa. Biasanya disertai dengan gemuruh. Contohnya tumbukan meteorit di teluk Chesepeak.
12.012.9
Bisa terasa di seluruh dunia. Hanya terekam sekali, saat tumbukan meteorit di semenanjung Yucatan, 65 juta tahun yang lalu yang membentuk kawah Chicxulub Belum pernah terekam
> 13.0
Sejarah Bumi Sejak Superkontinen Pangaea Hingga Saat Ini 16 Jan
Sekitar 250 juta tahun yang lalu, hanya ada superkontinen yang dinamakan Pangaea. Kemudian 50 juta tahun kemudian, sekitar 200 juta tahun yang lalu, Pangaea pecah menjadi dua superkontinen, Laurasia di sebelah utara dan Gondwana di sebelah selatan. Kemudian 135 juta tahun yang lalu, Laurasia bergerak dan pecah menjadi tiga yaitu Benua Amerika Utara, Benua Eropa dan Benua Asia. Sedangkan Gondwana pecah menjadi Benua Afrika, Benua Antarktika, Benua Australia dan Benua Amerika Selatan. Sekitar 65 juta tahun yang lalu (saat terjadi kepunahan massal Dinosaurus), susunan dan posisi benua secara perlahan berangsur-angsur mirip seperti yang ada saat ini. Ditambah dengan berpisahnya Anak Benua India dari Antarktika dan Benua Australia bergerak relatif ke arah ekuator. Anak Benua India tersebut kemudian menabrak Benua Asia dan karena duaduanya tidak ada yang mau mengalah, maka dua-duanya saling berlomba menjulang ke atas membentuk Pegunungan Himalaya, pegunungan tertinggi di dunia. Lho, koq gak ada yang mau ngalah ya ? Yaa…karena dua-duanya merupakan kerak benua. Sifatnya sama-sama rigid, sama-sama berkomposisi felsik (Si-Al) dan tentunya densitasnya relatif sama. Jadi tidak ada yang mau nyungsep ke bawah seperti proses penunjaman di Palung Jawa. Lihat postingan sebelumnya di Animasi Mekanisme Penunjaman Kerak Samudra.
Uraian sejarah terbentuknya benua di atas tidaklah menunjukkan bahwa Pangaea merupakan superkontinen tertua dalam sejarah bumi. Umur bumi sendiri sekitar 4.6 milyar tahun. Sedangkan batuan tertua berumur 3.5 milyar tahun. Tentunya ada sejarah superkontinen juga sebelum Pangaea. Hanya saja, merekonstruksi kejadian geologi pada masa yang sangat lampau, seperti Zaman Pra-Kambrium, sangatlah sulit. Data-data geologi lampau tersebut tentunya sudah tertutupi atau terganggu proses geologi yang datang kemudian. Sehingga periode sebelum Pangaea kebanyakan masih berupa hipotesa yang terbuka bagi banyak penafsiran. Ada Superkontinen Laurussia, Laurentia dan Baltika yang berumur Kambrium. Lebih tua lagi ada Superkontinen Pannotia dan Rodinia yang berumur Pra-Kambrium. Namun untuk merekonstruksi detail semua superkontinen tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah. Tentunya rekonstruksi detail minimal meliputi bentuk, batas-batas pinggirnya, posisi, arah pergerakannya dan umurnya. Hal seperti ini yang sulit. Dan tentunya akan banyak perdebatan mengenai detail tersebut. Rekonstruksi yang dimulai dari Pangaea pada saat ini relatif sudah diterima luas oleh masyarakat ilmiah.