keberhasilannya dipertanyakan. Begitu pula ada keraguan mengenai pemberian aspirin per oral sebagai anti agregasi platelet, karena efek anti koagulasi obat ini dapat meningkatkan perdarahan di telinga bagian dalam yang sudah rusak oleh gelembung (barotrauma aural).
(3)
Penderita secepat mungkin diangkut ke fasilitas RUBT. Pada pengangkutan, baik melalui darat maupun udara, ketinggian yang dilintasi jangan melebih 300 meter. Tiba di RUBT maka rekompresi dengan oksigen 100% dengan tekanan paling sedikit 18 meter (2,8 ATA) adalah pilihan utama pada banyak kasus caisson disease. Bila sesudah 10 menit penderita belum sembuh sempurna maka terapi diperpanjang sampai 100 menit dengan diselingi tiap 20 menit bernafas selama 5 menit dengan udara biasa. Setelah ini dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 9 meter selama 30 menit dan mengobservasi penderita kemungkinan terjadinya deteriorasi. Selanjutnya penderita dinaikkan ke permukaan selama 30 menit. Seluruh waktu pengobatan dapat berlangsung selama kurang dari 5 jam. Rekompresi mengurangi diameter gelembung sesuai hukum Boyle dan ini akan menghilangkan rasa sakit dan mengurangi kerusakan jaringan. Selanjutnya gelembung larut kembali dalam plasma sesuai hukum Henry. Oksigen yang digunakan dalam terapi mempercepat sampai 10 kali pelarutan gelembung dan membantu oksigenasi jaringan yang rusak dan iskemik. Dalam kasus darurat yang jauh dari fasilitas RUBT dapat dilakukan rekompresi di dalam air untuk mengobati caisson disease langsung di tempat. Walaupun dapat dan telah dilakukan, mengenakan kembali alat selam dan menurunkan penyelam di dalam
16
air untuk rekompresi, namun cara ini tidak dapat dibenarkan. Kesukaran yang dihadapi adalah penderita tidak dapat menolong dirinya sendiri, tidak dapat dilakukan intervensi medik bila ia memburuk dan terbatasnya suplai gas. Oleh karenanya usaha untuk mengatasi PD seringkali tidak berhasil dan malahan beberapa penderita lebih memburuk keadaannya. Cara rekompresi di bawah air dikembangkan di Australia oleh Edmunds. Penderita selalu didampingi oleh seorang pengawas medis, dilangkapi pakaian pelindung. Full face mask dan helm dengan suplai oksigen murni yang cukup banyak untuk penderita dan suplai udara untuk pengawas yang disalurkan dari permukaan, sehingga memungkinkan rekompresi pada kedalaman maksimum 9 meter selama 30-60 menit. Kecepatan naik adalah 1 meter tiap 12 menit, dan bila gejalanya kambuh, tetaplah berada di kedalaman tersebut selama 30 menit sebelum meneruskan naik ke permukaan, penderita diberi O2 selama 1 jam, kemudian bernafas dengan udara selama 1 jam, demikian seterusnya hingga 12 jam.
(1)
Kontraindiksi terapi oksigen hiperbarik 1. Kontraindikasi absolut a. Pneumothoraks b. Keganasan
2. Kontraidikasi relative Antara lain : Infeksi saluran napas atas, sinusitis kronis, kejang, emfisema yang disertai retensi karbondioksida, demam tinggi, riwayat pneumotoraks spontan, riwayat operasi dada, riwayat operasi telinga, kerusakan paru
17
asimtomatik, infeksi virus, spherositosis congenital, dan riwayat neuritis optik. VIII.
(3)
Pencegahan Sebelum menyelam lakukan persiapan seperti : persiapan kondisi fisik
peselam, persiapan kondisi alat, memahami dan menaati prosedur penyelaman, dan pemeriksaan kesehatan secara berkala Taati standard prosedur yang tertuang pada Recreational Dive Planner (RDP) atau dive computer, anda akan mempelajari hal tersebut pada training selam anda. Naik ke permukaan secara perlahan-lahan sehabis menyelam dengan kecepatan 18 meter dalam 1 menit.
(8)
18
DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan,
joseph.
Barotrauma
in
emergency
medicine.
http://emedicine.medscape.com/article/768618.2011. [diakses tanggal 4 Februari 2013]. 2. Butler, WP. Caisson disease during the construction of the Eads and Brooklyn Bridges: A review.2004. Vol.21. No.34. UHM. Maryland. 3. Rijadi S, R. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL. 4. Hall, et Guyton. 2007. Fisiologi Kedokteran. Ed. 11. Elsevier. 5. Decompression sickness.2013. http://medicaldictionary.thefreedictionary.com/Caisson%27s+disease . [diakses tanggal 4 Februari 2013]. nd
6. Becker, Walter et al. 1994. Ear, Nose, and Throat Disease. 2 edition. Thieme. NewYork. 7. Marx, John . 2010. Rosen's emergency medicine: concepts and clinical practice (7th ed.). Philadelphia, PA: Mosby/Elsevier. P.1913 8. Wilson, Williams C. 2007. Trauma – Critical Care Volume 2. USA: Informa.Healthcare USA, Inc. p.1267-1268 9. Penyakit
dekompresi.
Diving
artikel.
http://www.belajardiving.com/dekompresi.php. [diakses tanggal 4 Februari 2013].
19