BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pleura terdiri atas pleura parietal dan pleura viseral. Pada keadaan normal, terdapat sedikit cairan diantara permukaan serosa kedua pleura, yang selalu mengalami pergantian. Selain berfungsi sebagai lapisan dalam rongga pleura agar tidak menimbulkan friksi, membran ini juga berhubungan dengan transportasi cairan. Dalam keadaan normal, pembentukan lapisan tipis cairan antara pleura parietal dan pleura viseral (disebut cairan pleura) merupakan ultrafiltrasi plasma. Kedua pleura bekerja seperti membran semipermiabel, sehingga kadar molekul kecil (misalnya glukosa) sama dengan plasma, sedangkan kadar molekul besar (seperti albumin) kadarnya sangat rendah bila dibandingkan dengan kadar dalam plasma. Jumlah cairan pleura dalam dal am keadaan normal hampir tidak dapat diukur karena sangat sedikit. Jumlah itu mungkin bertambah pada beberapa keadaan dan akan berupa transudat atau eksudat. Fungsi dari transudat dan eksudat adalah sebagai respon tubuh terhadap adanya gangguan sirkulasi dengan kongesti pasif dan oedema (transudat), serta adanya inflamasi akibat infeksi bakteri (eksudat).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengertian pleura 2. Untuk mengetahui pengertian cairan pleura 3. Untuk mengetahui pemeriksaan yang berkaitan dengan cairan pleura
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Cairan Pleura
Cairan pleura adalah cairan dalam rongga pleura dalam paru – paru. paru. Fungsiya sebagai pelumas. Normalnya cairan pleura sangat sedikit jumlahnya hampir tidak bisa diukur volumenya. Karena kondisi patologis, caiaran jumlahnya meningkat sehingga dapat dianalisa dan akan berupa transudat atau eksudat (Regina, 2011). Cairan pleura normal tampak seperti air jernih dan tidak berbau. Cairan normal ini mengandung sekitar 1000 sel per mililiter, sebagian besar sel mesotelial kemudian sel-sel lainnya adalah monosit dan limfosit. Abnormalitas cairan pleura, dengan dukungan pemeriksaan lain, biasanya berhasil untuk menentukan atau konfirmasi penyebab efusi pleura. Rongga-rongga
serosa
dalam
badan
normal
mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan itu terdapat umpama dalam rongga perikardium, rongga pleura, rongga perut dan berfungsi sebagai pelumas agar membran-membran yang dilapisi mesotel dapat bergerak tanpa geseran. Jumlah cairan itu dalam keadaan normal hampir tidak dapat diukur karena sangat sedikit. Jumlah itu mungkin bertambah pada beberapa keadaan dan akan berupa transudat atau eksudat. Pleura terdiri atas pleura parietal dan pleura viseral. Pada keadaan normal, terdapat sedikit cairan diantara permukaan serosa kedua pleura, yang selalu mengalami pergantian. Selain berfungsi sebagai lapisan dalam rongga pleura agar tidak menimbulkan friksi, membran ini juga berhubungan dengan transportasi cairan. Komposisi normal cairan pleura sebagai berikut: Struktur Pleura : Volume
:0,1-0,2 ml/kgBB
Jumlah sel / mm3
: 1000-5000 2
sel mesotelial
: 3-70%
monosit
:30-75%
limfosit
: 2-30%
granulosit
: 10%
Protein
: 1-2 g/dl
% albumin
: 50-70%
Glukosa
: ~ kadar dalam plasma
LDH
:< 50% kadar dalam plasma
pH
: > plasma Jarak antara pleura viseral dan parietal dalam rongga pleura sebesar 5-10 mm, berisi
cairan dan sel bebas.Cairan tersebut mengandung glikosaminoglikan, terutama hialuronat, yang berfungsi sebagai pelicin. Tekanan hidrostatik dalam kapiler serosa mendorong cairan dalam aliran darah menembus dinding kaliper dan masuk ke rongga pleura, sebaliknya tekanan osmotik kapiler akan menarik cairan dari rongga pleura masuk ke dalam aliran darah. Tekanan hidrostatik normal dalam kapiler pleura parietal serupa dengan kapiler sistemik lainnya (sekitar 25 mmHg), sedang tekanan dalam rongga pleura sedikit subatmosfer, rata-rata sekitar -3 mmHg. Perbedaan tekanan hidrostatik tersebut menyebabkan filtrasi cairan dari kapiler pleura parietal menuju rongga pleura. Berlawanan dengan tekanan hidrostatik, perbedaan tekanan onkotik akibat kadar protein plasma lebih tinggi dibanding cairan pleura sehingga terjadi reabsorbsi cairan dalam rongga pleura menuju ke kapiler pleura parietal. Karena perbedaan tekanan hidrostatik (25 + 3 = 28 mmHg) lebih besar daripada perbedaan tekanan onkotik (21 mmHg) maka terjadi filtrasi cairan dari kapiler menuju rongga pleura. Dalam kapiler pleura viseral, keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik hasilnya sebaliknya, meskipun tekanan onkotik besarnya sama dengan kapiler parietal, tekanan hidrostatik kapiler pleura viseral lebih rendah dan lebih dekat dengan tekanan arteri pulmonar (sekitar 10 mmHg). Akhirnya, keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik menyebabkan 3
reasorbsi cairan dari rongga pleura menembus permukaan pleura viseral. Mesotelium juga berperan dalam reasorbsi cairan pleura. Sistem limfa pada pleura parietal berfungsi menjaga kelebihan cairan dalam rongga pleura dan mengembalikan protein dalam rongga pleura ke dalam sirkulasi plasma. Kadar protein dalam kapiler pleura parietal dan viseral lebih tinggi daripada dalam rongga pleura, sehingga sejumlah kecil protein secara terus menerus akan masuk ke rongga pleura. Jika tidak ada mekanisme yang mampu mengeluarkan protein dari rongga pleura maka tekanan onkotik rongga pleura meningkat dan menarik cairan sehingga terjadi akumulasi cairan dalam rongga pleura. Sistem limfa dalam pleura mengeluarkan protein dari rongga pleura dalam jumlah tertentu sehingga terjadi perbedaan kadar protein dalam plasma dan rongga pleura, hasilnya adalah volume cairan pleura relatif konstan.
2.2 Kelainan Pada Cairan Pleura
2.2.1 Definisi
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam jiwa penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena tuberkulosis,
neo
plasma
atau
karsinoma,
gagal
jantung,
pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003) 2.2.2 Klasifikasi 1. Efusi pleura transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang meningkat (atelektaksis akut). Ciri-ciri cairan:
4
a.
Serosa jernih
b. Berat jenis rendah (dibawah 1.012) c.
Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
d. Protein < 3% Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax, penyebabnya: a.
Payah jantung
b. Penyakiy ginjal (SN) c.
Penyakit hati (SH)
d. Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi) 2. Efusi pleura eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau drainase limfatik yang berkurang (missal obstruksi aliran limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat: a. Berat jenis > 1.015 % b. Kadar protein > 3% atau 30 g/dl c. Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6 d. LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal e. Warna cairan keruh Penyebab dari efusi eksudat ini adalah: a. Kanker
: karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic ke paru atau
permukaan pleura. b. Infark paru c. Pneumonia d. Pleuritis virus 5
2.2.3 Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior 2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. DiIndonesia 80% karena tuberculosis. 3. Penyebab lain dari efusi pleura adalah gagal jantung, kadar protein yang rendah, Sirosis, Pneumonia, Tuberculosis, Emboli paru, Tumor, Cidera di dada, Obat-obatan (hidralazin,
prokainamid,
isoniazid,
fenitoin
klorpromazin,
nitrofurantoin,
bromokriptin, dantrolen, prokarbazin, Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik. 2.2.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H 2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru. Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan 6
pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis. Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun. PATHWAY
7
2.2.5 Tanda dan Gejala
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderitaakan sesak napas 2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeridada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak. 3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi mpenumpukan cairan pleural yang signifikan. 4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karenacairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung(garis Ellis Damoiseu) 5. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesi kuler melemah dengan ronki. 6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura 2.2.6 Pemeriksaan Penunjang 1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. 2. CT Scan Dada CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor 3. USG Dada USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan. 4.Torakosentesis Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan 8
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis ( pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal). 5.
Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana
contoh
lapisan
pleura
sebelah
luar
diambil
untuk
dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. 6.
Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul. 7.
Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti: a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan glucose b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi infeksi bakteri c. Pemeriksaan hitung sel 8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan 9
penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan
2.3 Pemeriksaan Terkait Cairan Pleura
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa cairan pleura adalah cairan dalam rongga pleura dalam paru – paru. Fungsiya sebagai pelumas. Normalnya cairan pleura sangat sedikit jumlahnya hampir tidak bisa diukur volumenya. Karena kondisi patologis, caiaran jumlahnya meningkat sehingga dapat dianalisa dan akan berupa transudat atau eksudat (Regina, 2011). Ruang-ruang tubuh yang tertutup adalah rongga pleura, rongga pericardium dan rongga peritonium. Dalam keadaan normal, sejumlah kecil cairan serosa terdapat di dalam rongga-rongga ini untuk mempermudah pelumasan antara membra rongga tubuh (parietal) dan membran visceral yang membungkus organ tubuh. Cairan dapat tertimbun di salah satu rongga akibat berbagai rangsangan. Ciran ini diperiksa untuk membedakan berbagai penyebab yang mungkin yaitu infeksi, peradangan, trauma atau akibat keganasan primer atau sekunder. Gejala bergantung pada penyebab primer serta volume dan kecepatan penimbunan cairan. Penimbunan cairan dapat bersifat pasif atau bagian dari proses neoplastik atau peradangan aktif. Penimbunan pasif sebenarnya adalah kebocoran cairan keluar dari pembuluh darah. Penimbunan ini biasan noninflamatorik. Perbedaan antara cairan yang pasif dan aktif yang tertimbun di ruang-ruang serosa ini penting dalam diagnosis banding penyakit. Penimbunan cairan pasif disebut transudat, sedangkan mekanisme aktif menghasilkan eksudat. Tabel 2.1 Perbedaan Transudat Eksudat
TRANSUDAT
EKSUDAT
Bukan proses radang
Merupakan proses radang
Bakteri (-)
Bakteri (+)
Warna kuning muda
Warna sesuai penyebabnya
Jernih dan encer
Keruh dan kental
10
Tidak menyusun bekuan
Menyusun bekuan
Fibrinogen (-)
Fibrinogen (+)
Jumlah leukosit <500 sel/µl
Jumlah leukosit >500 sel/µl
Kadar protein < 2,5g/dl
Kadar protein > 2,5g/dl
Kadar glukosa sama dengan plasma darah
Kadar glukosa lebih kecil dari plasma darah
Zat lemak (-)
Zat lemak (+)
Bj 1006 – 1015
Bj 1018 – 1030
Pemeriksaan terkait cairan pleura adalah : Makroskopik - Warna - Kejernihan - Bekuan - BJ - pH Mikroskopik - Hitung Jumlah Sel - Hitung Jenis Sel (Diff.Count) Kimiawi - Rivalta - Protein - Glukosa
11
Teknik Pengambilan Cairan Pleura
1. Penderita duduk dengan posisi tegak atau bahunya disandarkan pada bantal atau duduk memeluk bantal. 2. Tentukan tinggi cairan pleura dengan tindakan perkusi dinding toraks. 3. Tentukan tempat pungsi, yaitu ruang interkostal/ICS 6, 7, atau 8 pada linea aksilaris posterior (ICS 8 biasanya terletak setinggi ujung skapula). 4. Pakailah sarung tangan steril, lalu lakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah tempat akan dipungsi dengan larutan bethadine dan alkohol 70%. 5. Tutup daerah yang akan dipungsi dengan doeck steril. 6. Tusuk dinding toraks dengan jarum ( abbocath) no 16 lalu pungsi cairan pleura dengan menggunakan syringe sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke dalam botol-botol steril (pengambilan cairan pleura tidak boleh lebih dari 1000 ml tiap kali aspirasi).
2.3.1 Pemeriksaan Makroskopis
Metode : Visual (Manual) Tujuan : Untuk mengetahui cairan transudat eksudat secara makroskopik meliputi : warna, kejernihan, bekuan, pH dan BJ.
12
Alat dan Bahan : - Tabung reaksi - Beaker gelas - Kertas indikator pH universal - Refraktometer abbe Spesimen : Cairan Pleura Cara Kerja :
Cairan Pleura dimasukkan dalam tabung bersih dan kering.
Diamati warna, kejernihan, adanya bekuan pada cahaya terang.
Dicelupkan indikator pH universal pada Transudat Eksudat dan diukur pH dengan membandingkan deret standar pH.
Cairan Transudat Eksudat diteteskan 1-2 tetes pada refraktometer dan diperiksa pada eye piece BJ.
Nilai Normal :
Warna => Tidak berwarna, Kuning muda, Kuning, Kuning tua, Kuning coklat, merah, hitam coklat, serupa susu, merah jambu, biru kehijauan, kuning campur hijau.
Kejernihan => Jernih, agak keruh, keruh, sangat keruh, keruh kemerahan, keruh putih serupa susu.
Bekuan => Tidak ada bekuan / ada bekuan pH => 7,3 atau setara dengan pH plasma/serum BJ => 1.000 � 1.010
2.2.3 Pemeriksaan Mikroskopis
Metode : Bilik Hitung
13
Tujuan
:
Untuk
mengetahui
jumlah
sel
dalam
cairan
Pleura.
Prinsip : Transudat Eksudat diencerkan dengan larutan Turk akan ada sel leukosit dan dihitung
selnya
dalam
kamar
hitung
di
bawah
mikroskop.
Alat dan Reagensia : - Mikroskop - Hemaocytometer : Bilik hitung Improved neubauer, kaca penutup, pipet thoma leukosit - Tissue - Larutan Turk atau NaCl 0,9% Spesimen : Cairan Rongga Perut / Pleura
Cara Kerja :
Larutan Turk/NaCl 0,9% diisap sampai tanda 1 tepat
Larutan Transudat Eksudat diisap sampai tanda 11 tepat.
Dikocok perlahan dan dibuang cairan beberapa tetes.
Diteteskan pada bilik hitung dan dihitung sel dalam kamar hitung pada semua kotak leukosit di mikroskop lensa objektif 10x/40x.
Nilai Normal : Jumlah sel Transudat 500 sel/mm3 sedangkan Eksudat > 500 sel/mm3. Catatan :
Pengencer NaCl 0,9% digunakan apabila pada pemeriksaan makroskopik ditemukan adanya cairan ke arah eksudat dan terdapat bekuan yang banyak. Namun sebaiknya digunakan larutan NaCl 0,9% bila ragu membedakanya.
Larutan Turk mengandung asam asetat yang dapat menyebabkan protein menjadi denaturasi sehingga terjadi bekuan.
14
Hitung Jenis Sel
Metode : Giemsa Stain Tujuan : Untuk menghitung jenis sel mononuklear dan polinuklear dalam cairan diduga Transudat atau Eksudat.
Alat dan Reagensia : - Objek Gelas - Kaca Penghapus - Sentrifuge - Tabung reaksi - Metanol absolut - Giemsa - Timer
Spesimen : Cairan Rongga Perut / Pleura
Cara Kerja :
Apabila cairan jernih maka cairan dilakukan sentrifugasi 5 menit 3000 rpm dibuat hapusan tebal, namun bila cairan sudah keruh dan berkeping-keping maka dapat langsung dibuat sediaan hapus tipis/tebal.
Diteteskan pada objek gelas dan dibuat preparat hapusan tebal
Di keringkan dan difiksasi selama 2 menit dengan metanol absolut.
Diwarnai dengan Giemsa selama 15-20 menit.
Dicuci dan diperiksa dimikroskop lensa objektif 100x dengan oil emersi. 15
2.3.3 Pemeriksaan Kimiawi Uji Rivalta (Protein Kualitatif)
Metode : Rivalta Tujuan : Untuk mengetahui adanya protein dalam cairan untuk membedakan antara transudat dan eksudat. Prinsip : seromusin dalam suasana asam akan mengalami denaturasi hingga terjadi kekeruhan. Alat dan Reagensia : - Beaker gelas - Pipet tetes - Asam asetat glasial (100%) Spesimen : Cairan Rongga Perut /Asites Cara Kerja :
Dimasukkan 100 mL aqudest ke dalam beaker gelas dan ditambah 1 tetes asam asetat glasial. Atau dimodifikasi dengan asam asetat 1-2% dimasukkan dalam tabung reaksi sebanyak 3 mL.
Ditambah 1 tetes cairan transudat eksudat.
Amati adanya kekeruhan pada larutan tersebut.
Nilai Normal :
Negatif : tidak terbentuk kekeruhan putih
Positif : terbentuk kekeruhan putih.
16
Uji Protein
Metode : Biuret Tujuan : Untuk menetapkan kadar protein dalam Transudat Eksudat.
Prinsip : Protein dalam sampel bereaksi dengan ion cupri (II) dalam medium alkali membentuk komplek warna yang dapat diukur dengan spektrofotometer
Alat : - Tabung reaksi - Mikropipet 20 �Ldan 1000 �L. - Tip kuning dan biru. - Fotometer
Reagensia : - Reagen Kerja: Cupri (II) asetat 6 mmol/L, Kalium Iodida 12 mmol/L, NaOH 1,15 mol/L, deterjen. - Reagen standard : 8,0 g/dL - Stabilitas : Reagensia stabil setelah dibuka sampai kadaluarsa bila disimpan pada suhu ruang. Spesimen : Cairan Rongga Perut / Pleura Cara Kerja metode carik celup :
masukkan kertas carik celup ke dalam tabung yang telah berisi cair an Pleura
lalu angkat dan diamkan sebentar
kemudian baca hasil dengan meliat pada standar 17
Perhitungan : Total Protein = Absorben sampel Absorben standard x konsentrasi standar (8,0 g/dL) = ..............g/dL Nilai Normal :
Protein Transudat < 2,5 g/dL
Protein Eksudat > 2,5 g/dL
Uji Glukosa
Metode : Carik Celup Tujuan : Untuk menentukan kadar glukosa dalam cairan Pleura
Prinsip : Glukosa dioksidasi oleh glukosa oksidase menghasilkan hidrogen peroksida yang bereaksi
dengn
4-aminoantipirin
dan
fenol
dengan
pengaruh
katalis
peroksidase
menghasilkan quinoneimine yang berwarna merah.
Reaksi : 18
Glukosa + O2 + 2 H2O glukosa oxidase Glukonate + H2O2.
2 H2O2 + 4-Aminoantipyrine + Phenol POD Quinoneimine + 4 H2O
Alat : - Tabung reaksi kecil - Timer - Mikropipet 10 dan 1000 l - Tissue - Tip kuning dan biru - Rak Tabung - Fotometer
Spesimen : Transudat Eksudat
Cara kerja:
masukkan kertas carik celup ke dalam tabung yang telah berisi cair an Pleura
lalu angkat dan diamkan sebentar
kemudian baca hasil dengan meliat pada standar
Uji Rivalta
19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cairan pleura adalah cairan dalam rongga pleura dalam paru – paru. Fungsiya sebagai pelumas. Normalnya cairan pleura sangat sedikit jumlahnya hampir tidak bisa diukur volumenya. Karena kondisi patologis, caiaran jumlahnya meningkat sehingga dapat dianalisa dan akan berupa transudat atau eksudat. Pemeriksaan terkait cairan pleura adalah Makroskopik (Warna, Kejernihan, Bekuan, BJ, pH), Mikroskopik (Hitung Jumlah Sel dan Hitung Jenis Sel (Diff.Count) dan Kimiawi (Rivalta, Protein dan Glukosa)
20