JUKNIS PERENCANAAN TATA RUANG LAUT
DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN
i
KATA PENGANTAR
ii
…….…………………………………………………………………………………….
iii
DAFTAR TABEL . …………………………………………………………………………………….
iv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………………….
v
……………………………………………………………….
1
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang……………………………………… Belakang……………………………………………………………. …………………….
1
1.2
Tujuan dan sasaran ……………………………….……….…………
2
1.3
Ruang Lingkup Petunjuk Teknis………………………………… Teknis…………………………………..
2
GAMBARAN RUANG LAUT .…………………………………………………
4
2.1
Pengertian Ruang Laut ……………………………………………..
4
2.2
Karakteristik Karakt eristik Ruang Laut……………………………………………. Laut…………………………………………….
5
2.2.1 Dimensi Ruang Laut…………….……………………….…. Laut…………….……………………….….
5
2.2.2 Geomorfologi Laut ……………….……………………….….
6
2.2.3 Geologi Laut …........……………..……………………….… ........……………..……………………….…
8
2.2.4 Karakteristik Ruang Laut Ditinjau Dari Hukum Internasional ………………………………………………….…
12
2.2.5 Ekosistem Laut …………………………………………………
14
2.2.6 Organisme Laut Laut…………………………………………….… …………………………………………….…
18
2.2.7 Hydrooceanografi ……………….……………………………
22
2.2.8 Konservasi dan Heritage Laut …………………………
23
Daya Tarik Wilayah Laut ……………….…………………………
23
2.3.1 Potensi ……………………………….……………………………
23
2.3.2 Permasalahan …………………………………………….….…
25
PROSES PERENCANAAN RUANG LAUT .………………………….
27
3.1
Pendekatan Teknis Perencanaan.………………………………. Perencanaan .……………………………….
27
3.1.1 Penetapan Batas Wilayah Perencanaan …………
27
3.1.2 Data dan Peta Dasar………………………………………… Dasar …………………………………………
36
3.1.3 Pendekatan Metoda Analisis ……………………………
42
3.1.4 Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut ………
44
3.1.5 Perencanaan Tata Ruang Laut …………………………
51
3.1.6 Peraturan Zonasi ………………………………………………
61
2.3
BAB III
DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN
i
KATA PENGANTAR
ii
…….…………………………………………………………………………………….
iii
DAFTAR TABEL . …………………………………………………………………………………….
iv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………………….
v
……………………………………………………………….
1
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang……………………………………… Belakang……………………………………………………………. …………………….
1
1.2
Tujuan dan sasaran ……………………………….……….…………
2
1.3
Ruang Lingkup Petunjuk Teknis………………………………… Teknis…………………………………..
2
GAMBARAN RUANG LAUT .…………………………………………………
4
2.1
Pengertian Ruang Laut ……………………………………………..
4
2.2
Karakteristik Karakt eristik Ruang Laut……………………………………………. Laut…………………………………………….
5
2.2.1 Dimensi Ruang Laut…………….……………………….…. Laut…………….……………………….….
5
2.2.2 Geomorfologi Laut ……………….……………………….….
6
2.2.3 Geologi Laut …........……………..……………………….… ........……………..……………………….…
8
2.2.4 Karakteristik Ruang Laut Ditinjau Dari Hukum Internasional ………………………………………………….…
12
2.2.5 Ekosistem Laut …………………………………………………
14
2.2.6 Organisme Laut Laut…………………………………………….… …………………………………………….…
18
2.2.7 Hydrooceanografi ……………….……………………………
22
2.2.8 Konservasi dan Heritage Laut …………………………
23
Daya Tarik Wilayah Laut ……………….…………………………
23
2.3.1 Potensi ……………………………….……………………………
23
2.3.2 Permasalahan …………………………………………….….…
25
PROSES PERENCANAAN RUANG LAUT .………………………….
27
3.1
Pendekatan Teknis Perencanaan.………………………………. Perencanaan .……………………………….
27
3.1.1 Penetapan Batas Wilayah Perencanaan …………
27
3.1.2 Data dan Peta Dasar………………………………………… Dasar …………………………………………
36
3.1.3 Pendekatan Metoda Analisis ……………………………
42
3.1.4 Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut ………
44
3.1.5 Perencanaan Tata Ruang Laut …………………………
51
3.1.6 Peraturan Zonasi ………………………………………………
61
2.3
BAB III
3.1.7 Kelengkapan Muatarn Rencana Ruang Laut ……
62
3.2
Kelembagaan ………………………………………………………………
63
3.3
Legalisasi dan Skala Peta …………………………………………
64
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Design Kebutuhan Data Perencanaan ………………………………………
37
Tabel 2
Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan Lautan …………………………………………………………………………………………
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia …………………………
9
Gambar 2
Peta Tektonik Kepulauan Indonesia …………………………………….
11
Gambar 3
Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia ……………………………
12
Gambar 4
Ilustrasi Zona Maritim Indonesia Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 ……………………………………………….……………..
14
Titik Awal dan Garis Pantai sebagai Acuan Penarikan Garis Dasar ……………………………………………………………………………………
28
Gambar 6
Contoh Penentuan Titik Awal dan Garis Dasar ……………………
31
Gambar 7
Contoh Penarikan Garis Batas Bagi Daerah Yang Berbatasan Dengan Laut Lepas atau Perairan Kepulauan …
31
Contoh Penarikan Garis Batas Dengan Metode Garis Tengah (Median Line) pada Dua Daerah Yang Berhadapan
32
Contoh Penarikan Garis Tengah dengan Metode Ekuidistan Pada Daerah yang Berdampingan ………………………………………
32
Gambar 5
Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10
Contoh Penarikan Garis Batas pada Pulau Kecil Yang Berjarak lebih dari 2 kali 12 mil Namun Berada dalam Satu Propinsi …………………………………………………………………………………
33
Gambar 11
Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang Berjarak Kurang dari 2 Kali 12 Mil Namun Berada dalam Satu Propinsi ………………………………………………………………………
34
Gambar 12
Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau-pulau Kecil Yang Berada Dalam Satu Propinsi ………………………………………………
35
Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang Berjarak Kurang dari 2 kali 12 Mil dan berada pada provinsi yang berbeda ………………………………………………………………………
36
Gambar 14
Proses Kompilasi Data …………………………………………………………
41
Gambar 15
Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut Yang 47 Akan Melibatkan Multi Sektor ……………………………………………
Gambar 16
Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut Untuk Satu Sektor Tertentu ………………………………………………… 50
Gambar 17
Identifikasi Fungsi/kegiatan pada Ketiga Dimensi Ruang Laut ………………………………………………………………………………………
50
Gambar 18
Matriks Hubungan Fungsional ……………………………………………
51
Gambar 19
Prinsip Dasar Perencanaan Ruang Laut ………………………………
53
Gambar 20
Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Sektor Perikanan ……
56
Gambar 21
Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Multi sektor ……………
56
Gambar 22
Contoh Rencana Pola Ruang Satu Sektor ……………………………
58
Gambar 13
Gambar 23
Contoh Rencana Pola Ruang Layer Permukaan …………………
59
Gambar 24
Contoh Rencana Pola Ruang Layer Kolom/Badan Laut ………
59
Gambar 25
Contoh Rencana Pola Ruang Layer Dasar Laut ……………………
60
Gambar 26
Contoh Rencana Pola Ruang Overlay …………………………………
60
Gambar 27
Konsep Rencana Tata Ruang Laut (Sektor Perikanan) ………
69
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola ruang. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang; diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota, lingkungan; prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, lokal, dan sebagainya. Sementara pola ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam; diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri, dan pertanian, serta pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan. Konsep Perencanaan tata ruang/Perencanaan Zonasi di Laut tidak dapat mengikuti sepenuhnya konsep daratan, karena karakteristik ekobiologis dan prinsip dasar yang berbeda. Pada Kawasan Laut pola perencanaan akan sangat dipengaruhi oleh pembagian area perlindungan yang sangat ketat, hal ini disebabkan karakter wilayah tersebut sangat rentan dan dinamik. Hasil perencanaan tata ruang Laut /Perencanaan Zonasi laut adalah rencana tata ruang/rencana zonasi Laut, yang memuat
peruntukkan ruang laut
(permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut beserta isinya) yang merupakan arahan dan pedoman pemanfaatan ruang laut. Peruntukan ruang sebagaimana dimaksud meliputi: Daerah Lindung, Pemanfaatan Terbatas, Kawasan Budidaya, Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
1
Rekreasi / Wisata, Pelabuhan / Perhubungan, Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya dan lain-lain. Selain ini banyaknya pihak yang ingin memanfaatkan ruang laut dan melakukan kegiatan di laut, kaidah mediasi konflik perlu terakomodasi dalam menyusun rencana tata ruang laut. Rencana tata ruang/rencana zonasi laut hendaknya dapat diimplementasikan dan berfungsi sebagai pijakan bagi investor dan pihak-pihak terkait, sehingga perlu dirumuskan petunjuk teknis dalam pengaturan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan kajian tata ruang.
1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang Laut/Perencanaan Zonasi Laut ini adalah agar tersedia arahan bagi pemerintah daerah khususnya yang memiliki kewenangan dalam perencanaan ruang laut untuk melaksanakan pembangunan serta arahan bagi para stakeholder yang berkompeten dalam melakukan aktivitas pembangunan di ruang laut. Adapun Sasaran dari Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang Laut/Perencaan Zonasi Laut ini adalah : 1. Adanya rumusan pengaturan perencanaan pembangunan di ruang laut; 2. Pengaturan perencanaan pembangunan sesuai dengan arahan rencana tata ruang terpadu.
1.3 Ruang Lingkup Petunjuk Teknis A. Lingkup Materi Kajian 1. Pengkajian kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut; 2. Telahaan landasan teoritis terkait dengan pengelolaan pemanfaatan ruang laut; 3. Perumusan petunjuk teknis perencanaan ruang laut.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
2
B. Lingkup Pelaksanaan Kegiatan 1. Studi literatur (tinjauan teori dan data/informasi sekunder, termasuk berbagai produk RTR Laut dan kebijakan/peraturan perundangan terkait); 2. Identifikasi materi/substansi perencanaan ruang laut; 3. Penyusunan Draft awal konsep petunjuk teknis pengaturan perencanaan ruang laut/Perencaan Zonasi Laut; 4. Pembahasan draft awal konsep petunjuk teknis; 5. Penyusunan draft kemajuan konsep petunjuk teknis; 6. Konsultasi stakeholder dalam rangka penyempurnaan draft petunjuk teknis; 7. Diseminasi draft konsep petunjuk teknis kepada stakeholder terkait; 8. Penyusunan draft akhir petunjuk teknis.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
3
BAB II
GAMBARAN RUANG LAUT
2.1 Pengertian Ruang Laut Ruang laut merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Ruang laut berdasarkan aspek administrasi dapat dibedakan menjadi ruang laut nasional, ruang laut propinsi dan ruang laut kabupaten/kota yang merupakan satu kesatuan yang utuh baik visi, misi, kebijakan makronya. Berdasarkan UU No. 26 / 2007, Pasal 6 ayat (3) penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. Ruang laut ditinjau dari Wilayah yuridiksi dan wilayah kedaulatan nasional meliputi perairan pedalaman, laut kepulauan dan laut teritorial. Laut teritorial adalah Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu nengara kepulauan berada di sebelah luar garis pangkal lurus kepulauannya, dan lebarnya maksimum
sampai 12 mil laut. Ruang laut dalam konstelasi kedaulatan nasional
dapat meliputi juga wilayah ZEE dan Landas Kontinen (UNCLOS 1982). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah telah menyerahkan kewenangan-kewenangan tertentu dalam pengelolaan wilayah pesisir, termasuk perairan pantai sampai sejauh 12 mil dari garis pantai, menjadi kewenangan otonom pemerintah daerah. Selanjutnya untuk mengimplementasikan kewenangan baru atas ruang lautan ini pemerintah daerah perlu merumuskan kebijakan pengaturan atas pemanfaatan bagian laut yang berbatasan dengan pantainya (Suparman, 2007). Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
4
Aspek fungsional dalam penataan ruang laut misalnya adalah melalui pendekatan fungsi ekosistem / unit geografis tertentu. Pendekatan penataan ruang menggunakan metode Sel sedimen merupakan salah satu contohya. Disamping itu menggunakan metode yang lain untuk penataan ruang wilayah dengan kharakteristik tertentu misalnya pengelolaan kawasan DAS, Teluk, Estuaria, dll.
2.2 Karakteristik Ruang Laut 2.2.1 Dimensi Ruang Laut Kharakteristik ruang laut berdasarkan dimensi ruang laut dibedakan menjadi 3 (tiga) layer, yaitu permukaan laut, kolom air sampai dengan permukaan dasar laut.
Menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP (2006) pengertian wilayah selat dan teluk yaitu : a. Selat ; celah air yang relative sempit yang menghubungkan dua tubuh perairan yang lebih besar dan secara geografi suatu lintas (passage) sempit diantara dua masssa daratan atau pulau-pulau tau gugusan pulau yang menghubungkan dua kawasan laut yang lebih luas. Hanya selat-selat yang diklasifikasi sebagai “selat internasional”
b. Teluk ; Bagian laut yang sebagian dikelilingi daratan atau bentuk garis pantai erosional yang disebabkan oleh aktifitas gelombang laut sehingga laut menjorok kearah daratan Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
5
c. Laut lepas ; Bagian dari laut yang tidak termasuk ZEE. Laut territorial Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia. d. Laut dalam, Istilah umum yang digunakan untuk wilayah lautan di luar paparan benua dan dibawah zona yang menerima cahaya e. Laut bebas pertuatan antara laut dan lautan yang berada di sebelah luar dari batas 200 mill ZEE
2.2.2 Geomorfologi Laut Umumnya kondisi geomorfologi Indonesia dapat dibedakan menjadi bentuk lahan denudasional, bentuk lahan asal volkanik, bentuk lahan asal struktural, dan bentuk lahan asal pengendapan. Bentuk lahan denudasional terdiri dari 6 (enam) satuan unit geomorfologi, yaitu : 1. Dataran landas kontinen Asia yang saat ini merupakan perairan Laut Jawa, Selat Karimata, sampai Laut Cina Selatan dan daratan landas kontinen Australia yang pada saat ini merupakan perairan Laut Arafuru dan Laut Aru; 2. Dataran Sunda Tua yang mengalami penenggelaman sebagai dasar laut. Penyebarannya meliputi Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Pulau Bangka, Belitung, Kalimantan Barat, dan sebagian kecil Kalimantan Tengah. (3) Perbukitan sisa yang terisolasi dengan penyebaran di Kalimantan Barat; 3. Perbukitan sisa yang komplek terdapat di Kalimantan Barat dan sebagian kecil di Kalimantan Tengah, Bangka, Belitung, Lingga, Singkep, dan P. Timor; 4. Bentuk lahan tua/lanjut yang terangkat dan berubah pada zona collison terdapat di Irian Jaya dan P. Timor. 5. Bentuk lahan dataran lengkung yang terkikis pada lajur bukan vulkanik, penyebarannya meliputi kepulauan di dekat Sumatera, pulau-pulau di Sulawesi Tenggara, dan pulau-pulau di Laut Banda. Bentuk lahan asal vulkanik terdiri atas 4 (empat) satuan unit geomorfologi, yaitu :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
6
1. Vulkanik dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Sulawesi Utara, Kepulauan Sangihe, dan Halmahera; 2. Vulkanik tua yang terkikis dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Sulawesi Utara, dan Halmahera; 3. Endapan lapisan tuf ignimbrit, terdapat di Sumatera Utara sekitar Danau Toba. 4. Kipas fluvial vulkanik, dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, dan Lombok. Bentuk lahan struktural terdiri atas 5 (lima) satuan unit geomorfologi, yaitu : 1. Dataran plato, baik tinggi maupun rendah, dengan penyebaran di P. Sumba, Kepulauan Aru, P. Biak, dan P. Morotai. 2. Pegunungan struktural yang terkikis kuat dengan sisa bentuk pengelupasan pada tempat-tempat tertentu/lokal, baik rendah maupun tinggi, dengan penyebaran di P. Sulawesi, P. Bacan, P. Halmahera, P. Waigeo, dan P. Flores. 3. Blok pegunungan menunjam yang terkikis pada jalur busur vulkanik, terdapat di P. Sumatera, P. Jawa, P. Nusa Penida, P. Lombok, P. Sulawesi, bagian Selatan P. Halmahera, dan P. Waigeo. 4. Bentuk lahan perbukitan dan pegunungan lipatan, baik rendah maupun tinggi, dengan penyebaran utama di P. Sumatera bagian Timur, P. Jawa bagian Utara (terutama Jawa Timur), P. Madura, Banjarmasin hingga Tarakan di P. Kalimantan, daerah kepala burung Irian Jaya, dan sebelah Utara pegunungan Jaya-Wijaya. 5. Bentuk lahan pegunungan struktural yang komplek dengan penyebaran di Kalimantan berbatasan dengan Malaysia, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Banggai, Sula, Obi, Irian Jaya, serta Timor. Bentuk lahan asal pengendapan terdiri atas 7 (tujuh) satuan unit geomorfologi, yaitu: 1. Endapan lereng pada kaki rangkaian pegunungan dan kaki pegunungan lipatan cekungan dan teras pleistosene dengan penyebaran di Sumatera Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
7
dan Jawa, serta endapan lereng pada kaki perbukitan sisa yang terisolasi terdapat di Kalimantan dan Irian Jaya. 2. Dataran aluvial dengan rawa belakang yang kering pada musim kemarau, terdapat di Irian Jaya. 3. Dataran aluvial dengan tanggul alam sungai dan rawa belakang terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. 4. Dataran aluvial dengan materi gambut pada rawa belakang terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. 5. Bentuk lahan rawa dengan vegetasi bakau dan berair payau terdapat di pantai Sumatera Timur, Kalimantan, Irian Jaya, dan sebagian kecil di Jawa dan Sulawesi. 6. Bentuk lahan terumbu yang masih hidup dengan kenampakan tubir karang dan sejenisnya, serta karang penghalang/atol terdapat di pantai kepulauan di sebelah Barat Sumatera. 7. Bentuk lahan terumbu karang yang muncul ke permukaan dan menjadi pulau karang, terdapat di P. Sumba, P. Flores, P. Buton, dan Kepulauan Tukangbesi.
2.2.3 Geologi Laut Secara geologi, perairan Indonesia mempunyai genesis yang berbeda-beda, karena merupakan hasil darat besar, proses interaksi pergerakan lempeng tektonik yang sangat besar yaitu Lempeng Samudera Hindia, Lempeng Benua Australia, Lempeng Samudera Fasifik, maupun lempeng lain yang lebih kecil. Tumbukan frontal antara samudera dengan lempeng benua, misalnya di sepanjang selatan Pulau Jawa hingga Pulau Timor dan sebelah barat Sumatera, secara alami membentuk jajaran pulau dan perairan sekitarnya, dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : -
Cekungan Busur Muka (fore arc basin) seperti wilayah Pulau Nias dan perairan di sekitarnya.
-
Busur Vulkanik (vulcanic arc) mencakup wilayah Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Krakatau, dan pulau lainnya.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
8
-
Cekungan busur belakang (back arc basin) meliputi Pulau Karimunjawa, Pulau Bawean, Kepulauan Seribu dan pulau pulau lainnya.
-
Kawasan yang terbentuk akibat pemekaran lempeng samudera (sea floor spreading) misalnya pulau pulau kecil di perairan Selat Makasar.
-
Ciri khas tepi benua (continental margin), misalnya pulau di kawasan Pulau Bangka, Belitung, Batam, Bintan, dan pulau lainnya di kepulauan Riau.
Indonesia mempunyai kondisi geologi khususnya di kawasan perairan laut yang sangat khas. Sebagai tempat pertemuan tiga lempeng tektonik (Triple Junction Plate Convergence) yaitu lempeng tektonik Eurasia, Indo-Australia dan pasifik) Indonesia memiliki potensi kandungan bahan tambang di kawasan laut diantaranya mineral dan minyak bumi. Pada beberapa lokasi, sudah dilakukan upaya dalam memanfaatkan sumberdaya energi dan mineral di wilayah laut, baik itu yang sudah dieksploitasi maupun yang masih dalam tahap eksporasi. Berikut ini contoh peta yang menggambarkan potensi cekungan migas dan cekungan migas yang sudah berproduksi di perairan laut Indonesia.
Gambar 1 Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
9
Selain kekayaan alamnya, Indonesia juga tidak luput sebagai negeri kepulauan yang rentan bencana gempa terkait karena kondisi lempeng tentunya. Menurut teori tektonik lempeng, permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan besar yang disebut lempeng. Ketebalannya sekitar 70 km. Ketebalan lempeng kira-kira hampir sama dengan litosfer yang merupakan kulit terluar bumi yang padat. Litosfer terdiri dari kerak dan selubung atas. Lempengnya kaku dan lempenglempeng itu bergerak diatas astenosfer yang lebih cair. Model-model untuk menggambarkan keadaan tektonik Indonesia telah dibuat oleh para ahli, diantaranya oleh Hamilton(1989), dan Katili (1989). Berdasarkan karakteristik dari kegempaan, tektonik dan ditunjang data-data Geofisika lainnya, Puspito (1993) membagi wilayah kepulauan Indonesia menjadi 3 (tiga) wilayah zona tetonik besar, yaitu : -
Busur kepulauan Sunda, yaitu terbagi Sunda barat dan timur
-
Busur kepulauan Banda
-
Zona tumbukkan laut Maluku
Sistem busur Sunda memanjang ± 3000 Km, dimulai dari sebelah barat laut Andaman sampai sebelah Selatan pulau Sumba. Pada busur kepulauan Sunda bagian barat (Sumatera), tercatat aktivitas gempa mencapai kedalaman ± 300 Km. Studi Tomografi Seismik (Puspito et al., 1993) menunjukkan bahwa kedalaman penunjaman lempeng samudera India mencapai ± 500 Km. Sedangkan di Pulau Jawa (busur kepulauan Sunda bagian timur yang paling barat) kedalaman aktivitas gempa tercatat ± 650 Km. Pada busur kepualauan Sunda bagian timur (Nusa Tenggara), Zona subduksi ditandai dengan penunjaman lempeng samudera India sepanjang palung Jawa yang terletak di selatan. Busur kepulauan Banda ini memanjang dimulai dari selatan pulau Sumba melengkung sampai ke pulau Seram, sebelah selatan Halmahera. Zona subduksi yang terjadi merupakan interaksi antara busur kepulauan Banda
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
10
dengan lempeng benua Austrlalia yang bergerak relatif kea rah utara (Hamilton, 1989).
Gambar 2 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan. Indonesia terletak pada sabuk gunung berapi yang terbentuk oleh pertemuan lempenglempeng bumi. Sabuk gunung berapi aktif ini dibentuk oleh tumbukan lempeng Indian-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di sebelah utara barat, lempeng laut Filipina dan lempeng Pasifik di sebelah utara timur. Pergerakan ketiga lempeng ini menyebabkan Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam yang diakibatkan aktivitas di dalam bumi seperti gempa bumi dan gunung meletus. Berikut ini digambarkan peta pola-pola gempa bumi yang terjadi di Indonesia.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
11
Peta 2
Gambar 3 Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia (sumber: http://neic.usgs.gov/neis/world/indonesia)
Gempa tektonik yeng terjadi di sekitar zona subduksi atau penunjaman lempeng adakalanya menyebabkan terjadinya tsunami. Gelombang tsunami terjadi karena adanya gaya impulsif yang bersifat transient. Gempa tektonik yang terjadi di sekitar zona subduksi antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia merupakan contoh penyebab musibah tsunami di Aceh dan Pesisir Selatan Pulau Jawa. 2.2.4. Karakteristik Ruang Laut Ditinjau dari Hukum Internasional. Kawasan Laut Indonesia berdasarkan pada aspek hukum laut Internasional terdiri atas : a. Perairan Pedalaman (Internal Waters), yaitu : -
Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal laut teritorial (pada negara pantai biasa)
-
Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis-garis penutup pada mulut sungai, teluk atau pelabuhan yang terletak di perairan kepulauan (pada negara kepulauan).
b. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters), yaitu : Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
12
Perairan kepulauan (archipelagic waters) adalah perairan yang terletak di
-
sebelah dalam dari garis pangkal lurus kepulauan. c. Laut Teritorial (Territorial Waters), yaitu : Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu
-
nengara
kepulauan
berada
di
sebelah
luar
garis
pangkal
lurus
kepulauannya, dan lebarnya maksimum sampai 12 mil laut. d. Zona Tambahan (Contiguous Zone), yaitu : a. Suatu Zona yang berbatasan dengan Laut Teritorial yang lebarnya tidak dapat melebihi 24 mil laut diukur dari Garis Pangkal. e. Landas Kontinen (Continental Shelf), yaitu : -
Dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di luar teritorial sampai batas terluar yang ditetapkan berdasarkan kriteria antara lain jarak, kedalaman dan ketebalan endapan, batas tersebut kawasan ini ditetapkan dengan ukuran jarak sebagai berikut: -
Maksimal 200 Mil laut dari garis pangkal negara yang pantainya curam;
-
Maksimal 350 Mil laut dari garis pangkal atau 100 Mil dari kedalaman 2500 meter bagi negara yang pantainya landai.
f. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone), yaitu : -
Jalur
di
Luar
dan
Berbatasan
Dengan
Sebagaimana Ditetapkan Berdasarkan
Laut
Wilayah
Indonesia
Undang-undang Yang Berlaku
Tentang Perairan Indonesia Yang Meliputi Dasar Laut, Tanah di Bawahnya, dan Air di Atasnya Dengan Batas Terluar 200 Mil Laut Diukur dari Garis Pangkal Laut Wilayah Indonesia. g. Laut Lepas (High Seas), yaitu : -
Perairan yang tidak termasuk ke dalam zee, laut teritorial, perairan kepulauan & perairan pedalaman suatu negara, dimana semua negara dapat menikmati segala kebebasan, kecuali hak-hak yang dimiliki negara pantai di zee-nya.
h. Kawasan Dasar Laut Internasional (International Seabed Area), yaitu :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
13
-
Dasar laut dan dasar samudera di bawahnya yang terletak di luar batas terluar landas kontinen, atau batas terluar yurisdiksi nasional.
Gambar 4 Ilustrasi Zona Maritim Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982
2.2.5 Ekosistem Laut Tipe Ekosistem Laut meliputi Ekosistem Pantai Berpasir, Ekosistem Mangrove, Ekosistem Estuaria, Ekosistem Terumbu Karang ( Coral Reef ) dan Ekosistem Padang Lamun A. Ekosistem Pantai Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem ini dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di dalamnya memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
14
Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi, dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai.
Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah, dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.
Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut, Daerah dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
B. Ekosistem Mangrove Mangrove, merupakan ekosistem utama di wilayah pesisir, terutama pada wilayah tropis. Ekosistem tersebut merupakan salah satu ekosistem alamiah penting yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Beberapa jenis mangrove yang sering dijumpai di pesisir Indonesia antara lain : Avicennia, Sonneratia,
Rhizophora,
Bruguiera,
Ceriops,
Xylocarpus,
Lumnitzera,
Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus .
Beberapa karakteristik fisik antara lain :
Vegetasi hutan mangrove hanya dapat dijumpai pada daerah intertidal, dengan substrat didominasi oleh tanah lempung atau lumpur berpasir.
Hidup pada daerah yang tergenang air (payau) secara berkala, dimana frekuensi genangan tersebut sangat menentukan jenis dan komposisi hutan mangrove.
Hidup pada perairan payau dengan salinitas berkisar antara 2 – 22 ppm sampai 38 ppm, dimana pasokan air tawar jauh lebih banyak dari air laut, sehingga hanya dapat dijumpai pada muara-muara sungai, delta, pada perairan dangkal.
Ekosistem hutan mangrove biasanya hanya dapat dijumpai pada daerah yang terlindung dari pengaruh alam yang keras : arus dan ombak/gelombang kuat, sehingga hanya dapat dijumpai pada daerah teluk, estuaria, delta dan laguna.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
15
Beberapa fungsi dan manfaat penting dari hutan mangrove antara lain :
Sebagai alat proteksi penting bagi wilayah pantai (sebagai peredam gelombang dan angin badai, memperlambat kecepatan arus, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen);
Penghasil detritus yang berasal dari dedaunan dan dahan mangrove;
Daerah pemijahan (spawning ground ), penyedia makanan (nutrient), tempat mencari makan (feeding ground ), tempat berlindung dan tempat pengasuhan (nursery ground ) terutama pada tingkat juvenail bagi berbagai jenis biota yang hidup didalamnya;
Penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas (pulp );
Pemasok larva ikan, udang dan biota lainnya;
Sebagai tempat pariwisata.
C. Ekosistem Estuaria Estuaria merupakan salah satu bentuk atau tipe yang terjadi di pantai, dan merupakan suatu tempat yang spesifik, dimana terdapat 2 (dua) faktor prinsipal yang mempengaruhi suatu keadaan hidroninamisme dari estuaria : aliran air sungai dan arus pasang surut, dimana pada saat pasang, air laut akan masuk dan mempengaruhi kadar salinitas serta kualitas air yang ada didalam estuaria tersebut. Biasanya, daerah hilir sungai atau estuaria selalu dihubungkan dengan substrat berlumpur dan biota atau organisme yang hidup di air payau. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
16
D. Terumbu Karang Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat bervariasi, kompleks dan produktif. Terumbu karang yang biasa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem
laut
terdiri
dari
karang-karang
yang
terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut yang bernama polip yang bersimbiosis dengan organisme mikroskopis yang bernama zooxanthellae . Ekosistem ini umumnya terdapat di laut dangkal (daerah litoral & neritik) yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Ada beberapa karakteristik lokasi tempat ekosistem ini tumbuh antara lain :
Umumnya tumbuh di dekat pantai di daerah tropis dengan jarak maksimal 2 mil dari garis pantai dan dengan kedalaman 10 meter
Wilayah perairan yang selalu hangat sepanjang tahun merupakan tempat sangat ideal bagi pertumbuhan karang. Syarat kecerahan perairan tempat tumbuhnya karang yaitu berkisar 18 – 340C, dan salinitas antara 30 – 38 0 / 0.
Terumbu karang memiliki banyak fungsi ekologis dan biologis bagi perbagai jenis biota laut yang hidup bersimbiosa dengan karang, antara lain :
sebagai daerah ikan mencari makan; tempat memijah; tempat pembesaran dan
sebagai tempat perlindungan bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk sponge, ikan (kerapu, hiu karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur, binatang laut, udang-udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau gurita, termasuk juga burung-burung laut yang sumber makanannya berada di sekitar ekosistem terumbu karang
sebagai penahan ombak sehingga dapat melindungi wilayah pantai dari erosi pantai.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
17
sebagai sumber mata pencaharian dengan mengambil ikan dan biota laut lainnya;
sebagai bahan pembuat obat-obatan, sebagai bahan bangunan, sebagai bahan pupuk, kawasan pariwisata, laboratorium alam dan
sebagai pelindung pantai dari ancaman ombak dan gelombang besar.
E. Ekosistem Padang Lamun Padang Lamun (Seagrass ( Seagrass ), ), biasanya dijumpai pada perairan dangkal dan jernih atau pada daerah litoral (antara 2 – 12 m) dengan subtrat berpasir. Pada kondisi fisik yang sama sering dijumpai ekosistem padang
lamun
Terumbu
berasosiasi
Karang.
Secara
dengan
ekosistem
umum,
kehidupan
ekosistem padang lamun adalah saling berinteraksi dengan ekosistem lain, yaitu ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ada beberapa peran penting yang dimiliki oleh ekosistem ini, antara lain : 1. Dalam bidang perikanan; sebagai tempat pembesaran, mencari makan, daerah perlindungan dan memijah bagi berbagai jenis ikan penting. Pada ekosistem ini sering dijumpai jenis biota laut yang saat ini menjadi jenis biota laut yang dilindungi, yaitu dugong dan kuda laut (Hypocampus kuda). 2. Untuk kegiatan manusia : budidaya, rekreasi dan dapat digunakan sebagai bahan makanan dan bahan baku pupuk hijau.
2.2.6 Organisme Laut Jenis Organisme laut terdiri dari : 2.2.5.1 Ikan Potensi perikanan dikelompokkan berdasarkan habitatnya yakni :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
18
A. Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang umumnya berenang mendekati permukaan perairan hingga kedalaman 200 m baik di daerah luat neritik maupun di laut lepas (oceanic). Ikan pelagis pada umumnya berenang berkelompok dalam jumlah yang sangat besar. Jenis ikan pelagis terdiri dari ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar. Berikut jenis-jenis ikan yang termasuk kedalam kedua jenis ikan tersebut :
Ikan Pelagis Besar Tuna (Tuna (Tuna ), ), Cakalang (Skipjack ( Skipjack ), ), Marlin (Marlin (Marlin ), ), Tongkol (Little ( Little tuna ), ), Tenggiri (Spanish ( Spanish mackerel ), ), Cucut (Shark ( Shark ), ), Lemadang, Pelagis Besar Lainnya (Other Big Pelagic Fish ). ). Neritik, laut lepas (oceanic)
Ikan Pelagis Kecil : Layang, Benggol (Scad ( Scad mackerel ), ), Selar kuning (Yellowstripe ( Yellowstripe trevally ), trevally ), Daun Bambu (Queen (Queen Fish/Slender leatherskin ), leatherskin ), Talang-talang (Deep ( Deep leatherskin ), ), Teri (Anchovies (Anchovies ), ), Tembang (Fringescale (Fringescale sardinella ), sardinella ), Lemuru (Indonesian (Indonesian oil sardinella ), ),
Siro/Sardin/Sembulak
( Spotted (Spotted
sardine ), ),
Terubuk
(Tolishad ( Tolishad
(Chinese herrings), herrings) , Kembung Perempuan (Short-bodied ( Short-bodied mackerel ), mackerel ), Kembung lelaki (Striped (Striped mackerel ), ), Julung-julung (Barred ( Barred garfish ), ), Ikan Terbang/Torani (Spotted flyingfish ), ), dan Alu-alu/Barakuda (Barracuda ( Barracuda ). ). Neritik, laut dangkal B. Ikan Demersal : Yaitu ikan yang sebagian besar dari masa hidupnya berada atau dekat dengan dasar perairan, ikan damersal umumnya berenang tidak berkelompok (soliter). Sumberdaya ikan damersal terbagi dua berdasarkan ukuran yaitu ikan damersal besar sepertin kelompok kerapu (grouper), kakap (snaper) dan ikan damersal kecil seperti kelompok siganid (baronang) Upenid (Upeneus spp). Berikut adalah jenis-jenis ikan damersal : Manyung (Marine (Marine catfish ), ), Kuro/Senangin (Giant ( Giant threadfish ), ), Bawal Hitam (Black ( Black Pomfret ), ), Bawal Putih (Silver ( Silver Pomfret ), ), Gulamah/Samgeh (Croackers/Drums ( Croackers/Drums ), ), Swanggi/Mata besar (Big ( Big eyes ), ), Tigawaja/Gulamah (Bearded ( Bearded croaker ), ), Layur (Hairtail/Cuttlass fishes ), ), Ikan Sebelah (Langkau) ( Indian halibut ), ), Beloso Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
19
(Lizardfish ), ), Kuniran/Biji Nangka (Yellow ( Yellow goatfish ), ), Kurisi (Treadfin (Treadfin bream ), ), Ikan Lidah (Lidah pasir) (Flat ( Flat fishes/long tongue-sole ), tongue-sole ), Ikan Belanak (Mullet ( Mullet ), ), Pari kembang (Spotted (Spotted stingray ), ), Pari kelapa (Cawtail ( Cawtail ray ), ), Pari burung (Eagle ( Eagle ray ), ), Sembilang (Canine (Canine catfish eet ), ), dan Ikan Sidat (Eel ( Eel ) (batial), laut dangkal, laut oceanic C. Ikan Karang : Yaitu ikan yang kehidupannya terkait dengan perairan terumbu karang Kerapu (Groupers (Groupers ), ), Kakap (Perch (Perch ), ), Lencam (Emperor (Emperor ), ), Napoleon (Napoleon ( Napoleon ), ), Beronang (Rabbitfishes (Rabbitfishes ), ), Ekor kuning (Yellow ( Yellow tail travelly ), travelly ), Ikan Karang Konsumsi Lainnya (Other ( Other Coral Fish Consumption ), Consumption ), neritik laut dangkal 2.2.5.2 Crustacea : Yaitu sumberdaya perikanan yang termasuk ke dalam hewan invertebrata. Jenis crustacea memiliki ciri bercangkang keras yang biasa disebut sebagai karapas yang terdapat pada udang dan kepiting. Berikut jenis-jenis sumberdaya crustacea : Udang Penaeid (Shrimps ( Shrimps ), ), Lobster (Lobster (Lobster ), ), Udang Kipas (Spanish ( Spanish Lobster ), ), Udang Laut Dalam (Deep ( Deep Sea Shrimps ), ), Udang Ronggeng (Matis ( Matis Shrimps ), ), Udang Rebon (Mysid ( Mysid ), ), Kepiting (Swimming ( Swimming crabs ), ), dan Krustacea Lainnya (Other Crustacea ). ). Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas 2.2.5.3 Molusca : Molusca adalah sumberdaya perikanan yang termasuk hewan invertebrata yang memiliki tubuh yang lunak, beberapa memiliki cangkang yang berfungsi sebagai pelindung seperti kerang-lerangan dan kelompok squids, cumi-cumi, sotong dan gurita Ada beberapa tipe dalam Molusca antara lain A. Kerang-kerangan ( Oyster ) :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
20
Tiram
(Rock (Rock
edible
oyster ), oyster ),
Simping
(Common (Common
windowpen
shell ), ),
Remis/Kepah (Hard ( Hard clam ), ), Kerang darah (Cockle ( Cockle shell ), ), Kerang bulu (Ark ( Ark (cockle) shell ), ), Kerang hijau/Serindit Hijau ( Green Edible Oyster ), ), Kerang mutiara/Tapis-tapis (Block ( Block peark oyster ), oyster ), Kima raksasa/Kima raja ( Giant clam ), ), dan Kima kuning (Scaled ( Scaled clam ). ). B. Cepalopoda ( Cepalopoda ) :
Cumi-cumi, Enus (Squid ( Squid ), ), Sotong, Blekutak (Cuttlefish ( Cuttlefish ), ), Gurita (Octopus (Octopus ), ), dan Notilus (Chambered (Chambered nautilus ). ). C. Siput/Keong :
Mata kucing (Blue ( Blue green cat eye ), ), Lola, Susubunder (Top ( Top shell ), ), Kepala kambing (Fimbriate (Fimbriate helmet ), ), Taburik, kepala kambing ( Horned helmet ), ), Keong terompet, Onem (False ( False trumpet shell ), shell ), Concong raja, lolonggok, Serobong batik (Triton ( Triton shell ), ), Nang-punangan (Noble ( Noble voluta ), ), dan Keong pepaya, Taburi (Aethiopian ( Aethiopian melon ). ). Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas D. Binatang air lainnya : Penyu (Turtle (Turtle ), ), Mamalia Air (Mammals ( Mammals ), ), Lumba-lumba (Dolphin ), ), Duyung (Mere ( Mere ), ), Ubur-ubur (Jelly ( Jelly Fish ), ), Tripang, dan Bulu babi. 2.2.5.4 Rumput Laut Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosisitem terumbu karang. Hidupnya bersifat bentik di daerah perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur, daerah pasut jernih dapat hidup di atas substrat pasir atau menempel pada karang mati, potongan kerang dan subtrat yang keras lainnya, baik terbentuk secara alamiah atau buatan (artificial ( artificial ). ). Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp., sp. , Gelidium sp., dan Gracilaria sp . Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti agar-agar, jelly food dan campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
21
laut adalah juga sebagai bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas, keramik, fotografi, dan insektisida. Mengingat manfaatnya yang luas, maka komoditas rumput laut ini mempunyai peluang pasar yang bagus dengan potensi yang cukup besar.
2.2.7 Hidro oseanografi Faktor oseanografi seperti pasang surut, gelombang, dan arus laut memegang peran penting dalam pembentukan morfologi pantai di Indonesia. Gelombang merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan pantai Indonesia. Gelombang yang terjadi di laut dalam pada umumya tidak berpengaruh terhadap bentuk dasar laut dan sedimen di dasar laut. Sebaliknya, gelombang di dekat pantai, terutama di daerah pecahan gelombang mempunyai peran besar dalam pembentukan morfologi pantai, seperti mengangkut sedimen dari dasar laut untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Badai laut ( storm ) dan tsunami yang membentuk gelombang sangat tinggi bahkan dapat memindahkan fragmen sedimen berukuran lebih besar dari dasar laut ke daratan. Arus laut di Indonesia, terutama yang mengalir di sepanjang (sejajar) pantai (longshore current ) atau arus litoral merupakan penyebab utama lainnya dalam pembentukan morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang waktu yang lama, sedang longshore current dapat pula terjadi karena gelombang yang membentur pantai dalam arah miring. Gelombang dapat menyebabkan angkutan sedimen pada arah tegak lurus pantai dan longshore current dapat membawa sedimen sejajar garis pantai. Bentuk morfologi seperti spits , tombolo , beach ridges , atau akumulasi sedimen di sekitar jetty dan tanggul pantai menunjukkan adanya longshore current . Pasang surut merupakan perubahan muka air laut yang hampir periodik. Pengaruh pasang surut laut terhadap pembentukan morfologi pantai umumnya tidak terlalu besar dibandingkan pengaruh gelombang dan arus laut. Pasang surut sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri suatu kawasan. Pada daerah tertentu, pasang surut dapat berpengaruh hingga jauh ke arah daratan, sedang Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
22
pada daerah lainnya pasang surut dapat mencapai perbedaan yang besar. Pada saat pasang air tawar mengalir ke arah laut di atas massa air asin yang bergerak ke arah darat. Pergerakan air asin ke arah darat akan mengangkat massa air tawar lebih tinggi dan memungkinkan terjadinya luapan melampaui tanggul sungai. Bersamaan dengan melimpahnya air tersebut, suspensi sedimen akan terbawa serta dan mengendap di luar lembahnya. Sebaliknya pada waktu surut massa air asin bergerak ke arah laut serta memperlancar aliran air tawar di atasnya. Untuk daerah pantai rata seperti rawa pantai, lagoon atau dataran pasang surut, perubahan morfologi tersebut tidak berkembang secara cepat, kecuali bila terdapat suplai sedimen cukup besar dari sungai di sekitarnya.
2.2.8 Konservasi dan Heritage laut 2.3. Daya Tarik Wilayah laut 2.3.1 Potensi Besarnya sumberdaya laut dan karakteristik laut merupakan value yang besar untuk dimanfaatkan. Terdapat berbagai kegiatan yang dapat dikelola dengan memanfaatkan potensi keanekaragaman sumberdaya dan karakteristik laut. Berikut adalah gambaran karakteristik laut beserta potensi pemanfaatan yang dapat dilakukan :
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
23
MATRIK KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG LAUT Pelaku No I
II
III
Kegiatan Konservasi;
Perikanan;
Pariwisata;
IV Pertambangan;
V
VI
Riset
Pelayaran
VII Permukiman
Jenis Kegiatan
Mobilitas
Suaka Perikanan TN Laut Adat Pemijahan Migrasi Sejarah
Statis Statis Statis Statis Statis Statis
Aquakultur/Budidaya Laut RL KJA Penangkapan ikan Nalayan Kecil Bagan Apung Rumpon Bagan Tancap
Statis Statis
Home Stay Apung Ski Air Snorkling/Menyelam Pantai Umum
Statis
Rig/Migas Pipa Pasir
Statis Statis Statis
Pendidikan dan pelatihan; Penelitian dan pengembangan;
Statis
Alur pelayaran
Statis
Lokasi Kegiatan Publik/Pem Permukaan Kolom Dasar erintah x x x
x Dinamis Dinamis
Statis Statis
Dinamis Dinamis
x x x x x x x
x x x
x x x
x x x x
x
x
x x
x
x
x
x
x
x x x
x x
x x
x x
x x
x
x x x x x
x
x x
x
x
x
Dinamis
Dinamis
x x
Statis Statis Statis
Dinamis
Masyarakat Adat
Statis
Dinamis
x
x x x x x x
x x x
Dinamis
x x
x x x x x x
x
x
Pelabuhan Ujicoba Kapal Labuh Peneggelaman Kapal Rusak
V II I P er ta ha na n K ea ma n A re a P emb ua ng an A mu ni si Patroli Daerah Latihan Perang
Badan Usaha
x x
Di nami s Dinamis
Statis Statis
Besar Kecil
Perorangan/K elompok
x x x
x x x x
x
S ta ti s
x x x
Dinamis Statis
x x x x x x
x
x x x
x
IX Telekomunikasi/Listri Kabel
Statis
x
x
x
X
BMKT
Statis
x
x
x
XI
Energi
Statis
x
x
Kapal Tenggelam
x
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
2.3.2.1 Ketidakterpaduan pemanfaatan ruang Belum adanya pengaturan dan pemanfaatan dan ketidakpaduan antar kegiatan berpotensi menjadi sumber terjadinya konflik penggunaan ruang di laut. Berbagai konflik di lapangan sering terjadi, misalnya antara kegiatan nelayan tradisional nelayan
x
24
2.3.2 Permasalahan
dengan
x
modern,
perikanan
budidaya
laut
dengan
pelayaran,
kepentingan konservasi dengan pembangunan pemukiman atau pemanfaatan kegiatan budidaya lain seperti pariwisata, perikanan dan lain sebagainya.
2.3.2.2 Degradasi lingkungan
2.3.2 Permasalahan 2.3.2.1 Ketidakterpaduan pemanfaatan ruang Belum adanya pengaturan dan pemanfaatan dan ketidakpaduan antar kegiatan berpotensi menjadi sumber terjadinya konflik penggunaan ruang di laut. Berbagai konflik di lapangan sering terjadi, misalnya antara kegiatan nelayan tradisional dengan
nelayan
modern,
perikanan
budidaya
laut
dengan
pelayaran,
kepentingan konservasi dengan pembangunan pemukiman atau pemanfaatan kegiatan budidaya lain seperti pariwisata, perikanan dan lain sebagainya.
2.3.2.2 Degradasi lingkungan Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut yang tanpa arah dan berlebihan seringkali menimbulkan dampak kerusakan lingkungan pesisir dan laut, seperti :
Pencemaran lingkungan. Pencemaran ini terjadi akibat pembuangan yang kurang terkontrol dari berbagai kegiatan budidaya yang berkembang di darat, seperti pembuangan dari kegiatan industri, permukiman, pariwisata, perkantoran, atau kegiatan budidaya perikanan di wilayah bantaran sungai dan pesisir. Pencemaran yang dihasilkan dapat menggangu keseimbangan bahkan dapat merusak ekosistem di wilayah pesisir dan laut.
Kerusakan ekosistem laut Selain diakibatkan oleh pencemaran lingkungan, seringkali kerusakan ekosistem laut juga diakibatkan oleh aktivitas pembangunan yang kurang memperhatikan keberadaan dan keberlangsungan ekosistem itu sendiri. Salah satu contoh terjadi pada ekosistem hutan mangrove, luasannya saat ini sudah banyak berkurang. Keberadaan mangrove saat ini bahkan sudah punah di beberapa wilayah pesisir yang memiliki aktivitas tinggi, hal ini dipicu oleh alih fungsi lahan yang tinggi untuk mengakomodasi berbagai kepentingan kegiatan budidaya.
Kerusakan fisik, habitat ekosistem pesisir dan laut. Ekosistem yang umumnya mengalami kerusakan terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang, rumput laut. Kerusakan terumbu karang
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
25
umumnya disebabkan oleh kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan peledak, bahan beracun (cyanida), dan juga aktivitas penambangan
2.3.2.3 Over Eksploitasi Sumberdaya Laut Banyak sumberdaya akan di wilayah pesisir dan lautan telah mengalami overeksploitasi, sebagai contoh adalah sumberdaya perikanan laut. Meskipun secara agregat (nasional) sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan 58.8% dari total potensi lestari (MSY, Maximum Sustainable Yield). Kondisi overfishing ini bukan hanya disebabkan oleh penangkapan yang melampaui potensi sumberdaya perikanan, tetapi juga disebabkan karena kualitas lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan mengalami penurunan atau kerusakan oleh pencemaran dan degradasi fisik hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang yang merupakan tempat pemijahan, asuhan dan mencari makan bagi biota sebagian besar biota laut tropis. Overeskploitasi
terhadap
sumberdaya
perikanan
juga
dipengaruhi
oleh
modernisasi yang tidak terkendali. Kondisi ini ternyata membawa dampak yang significan terhadap penurunan hasil tangkapan nelayan tradisional
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
26
PROSES
BAB III
PERENCANAAN RUANG LAUT
3.1 Pendekatan Teknis Perencanaan Proses perencanaan tata ruang/Perencanaan zonasi laut identik dengan proses perencanaan tata ruang darat, mulai dari penyusunan kerangka acuan (Term of Reference), identifikasi dan kompilasi data, studi lapangan, analisa data primer dan sekunder sampai pada penyusunan rencana tata ruang. Hal-hal pokok yang dijabarkan pada buku petunjuk teknis ini memprioritaskan muatan perencanaan tata
ruang/Perencanaan
perencanaan
tata
Zonasi
ruang
darat.
laut
yang
Beberapa
memiliki muatan
perbedaan
dengan
perencanaan
tata
ruang/perencanaan zonasi laut yang akan dijabarkan yaitu: batas wilayah perencanaan (administratif dan fungsional), Data dan Peta Dasar, Pendekatan Metoda Analisa, Proses Analisa, Penyusunan Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut, Indikasi Program, Peraturan Zonasi dan Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang Laut. 3.1.1. Penetapan Batas Wilayah Perencanaan Penetapan batas wilayah perencanaan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut, mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Penetapan
batas
wilayah
perencanaan
ditentukan
berdasarkan
batas
administratif dan atau batas fungsional. Penetapan batas wilayah perencanaan ini mempertimbangkan pula cakupan wilayah pengamatan secara fungsional.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
27
Penetapan Batas Wilayah Perencanaan berdasarkan batas administratif A. Definisi Teknis
1. Titik Awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai untuk menentukan garis dasar (lihat gambar 5) Garis Pantai pada Peta Laut
Garis Pantai pada UU no 32/2004
Garis Pantai pada Peta Topografi
Garis Air Tinggi
Garis Air Rata-rata Biasa digunakan sebagai Datum Vertikal Peta Topografi
Garis Air Rendah Acuan Penarikan Garis Dasar Titik Awal pada UU No 32/2004
Gambar 5 Titik Awal dan Garis Pantai sebagai acuan penarikan garis dasar
2. Garis Dasar adalah garis yang menghubungkan antara dua titik awal dan terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar normal. 3. Garis dasar lurus adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik awal berdekatan dan berjarak tidak lebih dari 12 mil. (Lihat gambar 2) 4. Garis dasar normal adalah garis antara dua titik awal yang berhimpit dengan garis pantai. 5. Mil laut adalah jarak satuan panjang yang sama dengan 1.852 meter. 6. Pulau adalah daratan yang terbentuk secara alamiah dan senantiasa berada di atas permukaan laut pada saat air pasang.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
28
7. Titik batas sekutu adalah tanda batas yang terletak di darat pada koordinat batas antar daerah provinsi, kabupaten dan kota yang digunakan sebagai titik acuan untuk penegasan batas di laut. B. Penetapan Batas Daerah di Laut (Secara Kartometrik)
1. Menyiapkan Peta-peta Laut, Peta Lingkungan Laut Nasional (Peta LLN) dan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (Peta LPI). 2. Untuk Batas Provinsi menggunakan peta laut dan peta Lingkungan Laut Nasional, untuk batas daerah kabupaten dan daerah kota gunakan peta laut dan peta Lingkungan Pantai Indonesia. 3. Menelusuri secara cermat cakupan daerah yang akan ditentukan batasnya. Perhatikan garis pantai yang ada, pelajari kemungkinan penerapan
garis
dasar
lurus
dan
garis
dasar
normal
dengan
memperhatikan panjang maksimum yakni 12 mil laut. 4. Memberi tanda rencana titik awal yang akan digunakan. 5. Melihat peta laut dengan skala terbesar yang terdapat pada daerah tersebut. Baca dan catat titik awal dengan melihat angka lintang dan bujur yang terdapat pada sisi kiri dan atas atau sisi kanan dan bawah dari peta yang digunakan. 6. Mengeplot dalam peta titik-titik awal yang diperoleh dan menghubungkan titik-titik dimaksud untuk mendapatkan garis dasar lurus yang tidak lebih dari 12 mil laut. 7. Menarik garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau sepertiganya. 8. Batas daerah di wilayah laut sudah tergambar beserta daftar koordinat. 9. Membuat peta batas daerah di laut lengkap dengan daftar koordinatnya yang akan ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri C. Penegasan Batas Daerah di Laut (melalui pengukuran di lapangan)
1. Penelitian dokumen batas Kegiatan penelitian dokumen yang dimaksud pada tahapan ini adalah mengumpulkan semua dokumen yang terkait dengan penentuan batas Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
29
daerah di laut seperti : peta administrasi daerah yang telah ada; peta batas daerah di laut yang pernah ada; dokumen sejarah dll.
2. Pelacakan batas Pelacakan batas dimaksud pada tahapan ini adalah kegiatan secara fisik di lapangan untuk menyiapkan rencana titik acuan yang akan digunakan sebagai titik referensi. Sebagai hasil kegiatan pelacakan ini dapat ditandai dengan dipasangnya titik referensi atau pilar sementara yang belum ditentukan titik koordinatnya.
3. Pemasangan pilar di titik acuan Kegiatan pelacakan batas dapat dilakukan secara simultan dengan tidak memasang pilar sementara tetapi pilar yang permanen. Untuk menjaga tetap posisi pilar ini, juga dibangun 3 (tiga) pilar bantu. Setelah pilar dibangun, maka selanjutnya dilakukan pengukuran posisi dengan alat penentu posisi satelit (GPS) yang kelompok titiknya diikatkan pada jaringan Titik Geodesi Nasional.
4. Penentuan titik awal dan garis dasar Tahap ini merupakan inti dari kegiatan pengukuran lapangan dimana di dalamnya terdapat kegiatan untuk mendapatkan garis pantai melalui survei batimetri dan pengukuran pasang surut. Apabila sudah diperoleh garis pantai pada lokasi yang diperkirakan akan dapat ditentukan titik awal, maka selanjutnya menentukan titik awal yang tepat. Contoh penentuan titik awal dapat dilihat pada gambar 2. Dari beberapa titik awal yang telah diperoleh ditentukanlah garis dasar yang akan digunakan sebagai awal perhitungan 12 mil laut. Garis dasar tersebut dapat berupa garis dasar lurus yang berjarak tidak boleh lebih dari 12 mil laut atau garis dasar normal yang berhimpit dengan garis kontur nol yang biasanya berbentuk kurva. Contoh penentuan titik awal dan penarikan garis dasar dapat dilihat pada gambar 6. Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
30
Garis Dasar Normal Titik Awal Garis Dasar Lurus
Gambar 6 Contoh penentuan titik awal dan garis dasar (garis dasar lurus dan garis dasar normal) 5. Pengukuran batas Dalam pengukuran batas terdapat tiga kondisi yang berbeda yakni pantai yang
bebas,
pantai
yang
saling
berhadapan
dan
pantai
saling
berdampingan. Untuk pantai yang bebas pengukuran batas sejauh 12 mil laut dari garis dasar (baik garis dasar lurus dan atau garis dasar normal). Atau dengan kata lain membuat garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau sesuai dengan kondisi yang ada. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 7.
12 mil
Garis Pantai pada Peta Laut Garis Dasar Titik Acuan Titik Awal Titik Batas Zone Pasang Surut
Gambar 7 Contoh penarikan garis batas bagi daerah yang berbatasan dengan laut lepas atau perairan kepulauan . Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
31
Untuk pantai yang saling berhadapan dilakukan dengan menggunakan prinsip garis tengah (median line). Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 8. DAERAH A
DAERAH B
Gambar 8 Contoh penarikan garis batas dengan metode garis tengah (median line) pada dua daerah yang berhadapan Untuk pantai yang saling berdampingan dilakukan dengan menggunakan prinsip sama jarak. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar9.
DAERAH B
Gambar 9 Contoh penarikan garis tengah dengan metode Ekuidistan pada dua daerah yang berdampingan
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
32
Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 10.
12 mil Pulau Kecil
4 mil
> 24 mil
12 mil 4 mil
Gambar 10 Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.
Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 11.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
33
12 mil Pulau Kecil
4 mil
< 24 mil
12 mil 4 mil
Gambar 11 Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.
Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau-pulau kecil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 12.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
34
< 8 mil
12 mil < 24 mil > 24 mil
Pulau Kecil
4 mil
> 24 mil 12 mil 4 mil
Gambar 12 Contoh penarikan garis batas pada pulau-pulau kecil yang berada dalam satu provinsi.
Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berada dalam daerah provinsi yang berbeda dan berjarak kurang dari 2 kali 12 mil, diukur menggunakan prinsip garis tengah
(median line).
Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 13.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
35
12 mil Prov.A 4 mil < 24 mil 12 mil 4 mil Prov. B
Gambar 13 Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil dan berada pada provinsi yang berbeda = laut provinsi = laut kabupaten dan kota = daratan
Penetapan batas wilayah perencanaan pengamatan secara fungsional
maupun
cakupan
wilayah
Penyusunan rencana tata ruang, sebaiknya dilakukan berdasarkan kesatuan fungsi ekosistem laut , seperti mangrove, terumbu karang, yang biasanya
digunakan sebagai dasar penentuan kawasan konservasi laut, kesatuan fungsi ekologis laut , seperti, teluk, selat, delta, dan kesatuan unit-unit geografi ,
seperti sel sedimen.
3.1.2. Data dan Peta Dasar Penyusunan keakuratan
rencana data
yang
tata
ruang
sangat
laut/rencana
signifikan.
zonasi
Ketersediaan
laut
memerlukan
data
mengenai
sumberdaya kelautan dan perikanan memang dirasakan masih sangat terbatas sekali. Data primer mutlak diperlukan, khususnya dalam rangka ground cek data Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
36
dilapangan berdasarkan interpretasi data sekunder, seperti citra landsat, dll. Peta dasar yang digunakan untuk menata ruang laut adalah peta laut dari janhidros. Berikut adalah rincian data dan peta dasar yang diperlukan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut. Tabel 1 Design Kebutuhan Data Perencanaan
NO.
1.
DATA
Karakteristik fisik : a. Iklim Temperatur, angin, curah hujan
b.Hidro- oseanografi - Bathimetri
- Suhu, Kecerahan
- Salinitas, Arus, Pasang-surut, Gelombang
METODE PENGUMPULAN
FUNGSI
Data primer
Data primer diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan (menggunakan termometer, barometer, atau pengamatan di stasiun pengukuran)
Data sekunder : Data iklim (BMG),
Data sekunder minimal berupa data 1 tahun terakhir
Data Primer : Pengukuran di lapangan
Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran di lapangan melalui alat Echo Sounder/LIDAR. Kegunaan melakukan survey langsung dapat diketahui kondisi bathimetri secara realtime.
Data sekunder : Peta Hidro-oceanografi (Dishidros TNI AL), interpretasi citra,
Data sekunder : Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh informasi kedalaman secara kualitatif
Data primer : pengukuran di lapangan
Data primer dilakukan dengan melakukan survey langsung ke lapangan dengan melakukan pengukuran suhu dengan alat bantu termometer.
Data sekunder : Interpretasi citra
Data sekunder : Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh informasi suhu permukaan dan kecerahan secara kualitatif
Data primer : pengukuran di lapangan
Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran melalui alat pengukuran : SCT (Salinity Conductivity Temperatur ) meter & CTD (Conductivity Temperature Depth) probe
Ristek, Navigasi/Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & energi, Wisata
Data sekunder : Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal geologi/geomorfologi pantai
Pertambangan & Energi, Ristek
Data Sekunder : data salinitas (LIPI)
b. Geologi/ geomorfologi pantai
KETERANGAN
Data sekunder : Peta Geologi (PPGL), Peta Geomorfologi (Bakosurtanal), Peta Geologi Pantai
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
Navigasi / Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & Energi
Navigasi / Pelayaran, Pertambangan & Energi
Ristek, Perikanan, Wisata
37
(Bakosurtanal),Interpret asi citra
c. Ekosistem pesisir
4.
Spesies/Biota (Biota darat dan biota perairan)
Data primer : observasi lapangan
Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil interpretasi citra.
Data sekunder : Interpretasi citra, Peta Geoekologi (Bakosurtanal), kajian literatur
Data sekunder : Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal sebaran ekosistem (mangrove, padang lamun, terumbu karang)
Data primer : pengamatan di lapangan
Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan seperti dengan diving
Ristek, Perikanan, Wisata
Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal daerah rawan bencana, misalnya rawan banjir dapat dideteksi dengan pendekatan nilai wetness, rawan abrasi & sedimentasi dari analisa garis pantai dari citra sequen (temporal) Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil interpretasi citra.
Navigasi / Pelayaran, Perhubungan, Pertambangan & Energi
Data sekunder : Peta Vegetasi (Bakosurtanal), Peta Ekosistem (Bakosurtanal), Peta Sumberdaya Perikanan (Bakosurtanal), Kajian literatur (WWF, TNC,dsb) Data sekunder : interpretasi citra, Peta Rawan Bencana, Peta Jalur Tsunami & Gempa (Bakosurtanal)
5.
Daerah rawan bencana (Banjir, sedimentasi, Erosi/abrasi, Subsiden/longsoran tanah, Tsunami, Gempa)
6.
Masalah lingkungan dan pencemaran (Intrusi air laut, Polusi dan pencemaran, Kerusakan ekosistem pesisir)
Data primer : pengamatan di lapangan
Daerah konservasi a. Kawasan lindung nasional b. Kawasan konservasi yang diusulkan daerah c. Kawasan perlindungan laut lokal
Data primer : pengamatan di lapangan
7.
Data sekunder : interpretasi citra
Data sekunder : (Bakosurtanal, DKP)
Data sekunder : Kerusakan ekosistem pesisir dapat dideteksi dengan interpretasi citra secara temporal Data primer : diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil peta-peta sekunder yang telah diperoleh
Perikanan, Wisata
Perikanan, Ristek
Perikanan, Wisata
Data sekunder : Peta Lingkungan Laut Nasional (Bakosurtanal) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (Bakosurtanal) Peta Ekosistem (Bakosurtanal) Hasil penelitian (WWF, TNC, CI, dsb) Peta Kawasan Konservasi Laut Nasional (DKP) Data Kawasan Konservasi Laut Daerah (DKP), yang •
•
•
•
•
•
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
38
sudah ditetapkan maupun dalam bentuk usulan 8.
9.
10.
11.
12.
13.
Pola pemanfaatan ruang (eksisting) a. Kawasan pantai ke arah darat b. Kawasan budidaya c. Kawasan pertahanan dan keamanan d. Kawasan tertentu e. Alur tertentu Potensi pulau-pulau kecil a. Jumlah pulau & luas b. Kondisi geografis c. Demografi d. Ekosistem e. Kondisi fisik perairan f. Ketersediaan air g. Pemanfaatan ruang h. Sarana/prasarana Identifikasi kegiatan daratan yang berpengaruh terhadap kegiatan perairan
Data primer : pengamatan di lapangan
Data sekunder : interpretasi citra
Perhubungan, Perikanan, Wisata, Ristek
Data sekunder : Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal pemanfaatan lahan eksisting
Data primer : pengamatan di lapangan, wawancara, questioner
Wisata, Perikanan, Hankam
Data sekunder : Data jumlah pulau (DKP, depdagri, lapan)
Data primer : pengamatan di lapangan
Data primer : Data jenis ini dapat diperoleh dengan melakukan kegiatan survey lapangan baik melalui pengamatan di lapangan maupun dari hasil questioner atau wawancara.
Data sekunder : BPS time series 5 tahun terakhir, Interpretasi citra time series 5 tahun terakhir
Data sekunder : Data sekunder berupa data numerik secara time series untuk mengetahui perkembangan masing-masing pemanfaatan ruang Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan di lapangan, sifatnya hanya menilai kualitas dari sarana/prasarana
Sarana dan prasarana a. Sistem Transportasi b. Sarana/prasarana perikanan c. Sarana/prasarana pariwisata d. Sarana/prasarana utilitas
Data primer : pengamatan di lapangan
Perekonomian a. kegiatan perekonomian masyarakat b. kegiatan investasi dunia usaha c. potensi investasi sektor kelautan
Data primer : Pengamatan di lapangan
Keadaan sosial budaya a. Kependudukan b. Adat istiadat
Data primer : pengamatan di lapangan, questioner atau wawancara
Data sekunder : Bappeda, DLLAJ, DPU, BPS, TELKOM, PLN, dsb
Data sekunder : BPS
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
Data sekunder : Data sekunder berupa data numerik secara time series untuk mengetahui gambaran ketersediaan sarana prasarana Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan di lapangan, sifatnya untuk mengetahui gambaran secara umum ekonomi wilayah Data perekonomian dari hasil survey primer dapat didukung dengan ketersediaan data secara numerik yang disajikan secara time series sehingga dapat diketehui gambaran kondisi dan perkembangan kegiatan ekonomi wilayah Data primer dilakukan untuk mengetahui gambaran kependudukan melalui pengamatan di lapangan baik
Ristek, Perikanan, Wisata
Perikanan, Wisata, Perhubungan
Perikanan, Ristek
Perikanan, Ristek, Wisata
39
c. Proses partisipasi dan aspirasi masyarakat d. Permukiman
dengan kegiatan survey lapangan, penyebaran questioner atau melakukan wawancara. Data sekunder : BPS, bappeda,
Data sekunder dilakukan untuk mengetahui gambaran perkembangan kependudukan secara numerik maupun visual dalam bentuk peta penyebaran penduduk dengan data kepadatannya
Tabel 2 Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan Lautan Sektor
Konservasi
Wilayah Pesisir
Lahan basah, Rawa pesisir, Mangrove
Laut Dangkal
Laut Dalam
Terumbu karang/Atol
Taman Suaka Alam Laut
Satwa liar yang dilindungi, gua pantai
Rekreasi/Wisata
Landscape Pesisir/ Laut Turis Resort
Renang, Selam, Olahraga, Mancing, Selancar Air Jalur Pelayaran (Yachting)
Kapal Wisata
Pelayaran
Pelabuhan
Pelayaran Internasional,
Pelayaran Internasional
Navigasi
Rambu Navigasi
Pelayaran Antar Pulau Dan Pantai
Transportasi
Feri Penumpang
Perikanan
Budidaya Tambak, Pembenihan Udang/Ikan, Pengolahan Pasca Panen
Budidaya Laut, Penanaman Rumput Laut, Pemancingan, Penangkapan Ikan Demersal dan Pelagis
Perikanan Pelagis Kecil Dan Besar
Industri
Pertambangan
Pengerukan Jalur Pipa
Jalur Pipa, Penambangan Pasir dan Karang, Penambangan Timah, Penambangani Minyak Dan Gas
Penambangan Minyak Lepas Pantai
Tumpahan Minyak Pencemaran
Limbah Kapal, Pembuangan
Pengerukan Pasir/Kerikil, Pengambilan Karang, Penambangan Timah,
Paus Lumba-lumba
Penambangan Minyak Dan Gas
Pencemaran Lingkungan
Limbah domestik, Limbah Pertanian
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
40
Penelitian Kelautan Meteorologi
dan Budidaya Tambak, Limbah Industri, Erosi Pantai, Sedimentasi
Industri
Limbah
Ekosistem Pantai, Ekosistem Mangrove Geologi/Morfologi Pantai, Daerah Pasang Surut
Ekosistem Terumbu Karang, Ekosistem Rumput Laut dan padang Lamun, Geologi Laut, Eksplorasi Mineral, Eksplorasi Minyak dan Gas
Eksplorasi Mineral Di Dasar Samudera, Arus Samudera, Prakiraan Cuaca
Sumber : Robertson Group dan PT Agriconsult (1992)
Kebutuhan informasi data yang diperlukan untuk proses penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi dipengaruhi oleh beberapa langkah proses. Proses tersebut melalui beberapa tahapan antara lain indentifikasi data mentah, pengumpulan data, analisis data sampai mengeluarkan informasi yang diperlukan untuk penyusunan rencana. Berikut digambarkan dalam bagan bagaimana
tahapan
pengumpulan
data
untuk
kebutuhan
rencana
tata
ruang/rencana zonasi : Gambar 14 Proses Kompilasi Data Identifikasi kebutuhan data, sumber data dan metoda pengumpulan data :
Proses Pengumpulan/koleksi Data Metode pengumpulan data Data sekunder survey sekunder
Metode pengumpulan data Data primer survey primer 1. Questioner 2. Observasi Lapangan 3. Ground check 4. Wawancara
Proses Analisis Data
Informasi Peta, grafik, diagram, table, gambar, diskripsi Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
41
3.1.3. Pendekatan Metoda Analisa Metoda Analisa yang digunakan dalam merencanakan wilayah laut harus memperhatikan sifat-sifat unik laut. Metoda analisa mencakup analisa kebijakan, fisik, serta sosial ekonomi dan budaya.
Analisa Kebijakan Kebijakan dan peraturan perundangan yang ada harus dijadikan sebagai dasar perencanaan yang dilakukan. Kebijakan dan peraturan perundangan yang dimaksud dalam hal ini meliputi kebijakan dan peraturan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau bahkan kebijakan internasional, khususnya bagi daerah yang berbatasan dengan negara lain.
Analisa Fisik Data-data dasar yang diperoleh, baik dari hasil survey primer maupun sekunder, dapat dianalisa menggunakan metoda overlay dengan Geographical Information System (GIS), atau metoda pendekatan lain yang sejenis. Analisa fisik ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi fisik wilayah yang akan direncanakan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang bisa digunakan atau tidak bisa digunakan untuk pengembangan suatu kegiatan. Lokasi ini mencakup 3 (tiga) dimensi yaitu permukaan, badan/kolom dan dasar laut.
Analisa Ekonomi Sifat unik wilayah laut yang ditandai dari sifat dinamis sumberdaya-nya, menuntut para perencana untuk melakukan analisa yang signifikan terhadap potensi ekonomi yang dapat diperoleh suatu wilayah dari sumberdaya laut yang ada. Keterbatasan ketersediaan data sekunder mengenai sumberdaya laut, boleh menjadi suatu kendala untuk memperoleh hasil analisa yang akurat. Survey primer merupakan hal prioritas yang perlu dilakukan untuk memperoleh hasil analisa ekonomi yang akurat. Salah satu pendekatan metoda analisa
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
42
ekonomi yang bisa digunakan dalam merencanakan wilayah laut yaitu Maksimum Economy Yield (MEY) dan atau Maksimum Sustainable Yield (MSY). Metoda analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai potensipotensi sumberdaya laut apa yang masih berpotensi tinggi untuk dikembangkan atau sudah pada batas ambang untuk dilestarikan. Analisa ini dilakukan untuk memperkirakan potensi yang terdapat pada 3 (tiga) dimensi laut yaitu permukaan, badan/kolom dan dasar laut.
Analisa Sosial Budaya Mengacu kepada UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan wilayah dilakukan secara terpadu antara ruang darat, laut dan udara. Metoda analisis sosial budaya untuk merencanakan wilayah laut didasarkan pada data Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
43
dasar dari unit analisis terkecil dari wilayah perencanaannya (desa/kecamatan pesisir). Analisa sosial budaya meliputi analisa kondisi kependudukan (jumlah penduduk, tingkat pendapatan, kesejahteraan penduduk,dll). Kendala dalam mengidentifikasikan batas-batas wilayah di laut biasanya memicu konflik pemanfaatan ruang laut antar daerah. Selain metoda analisa kependudukan di atas, mediasi konflik merupakan satu pendekatan analisa sosial budaya yang perlu dilakukan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut.
3.1.4. Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut
Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut dilakukan melalui dua pendekatan : 1. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut yang akan melibatkan multi sektor 2. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut untuk satu sektor tertentu
Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut yang akan melibatkan multi sektor meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) pada ketiga dimensi ruang laut, meliputi kegiatan yang bersifat dinamis dan statis (Mobile-Statis). 2. Memproyeksi kegiatan eksisting yang dinamis pada ketiga dimensi ruang laut (Mobile 1), 2), 3)) 3. Mengidentifikasi kegiatan eksisting pada point 2 dengan jangka waktu (Keg(1,2)/Wkt) serta frekwensi kegiatannya. 4. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) yang statis pada ketiga dimensi ruang laut (Statis 1), 2), 3)) 5. Memetakan kegiatan eksisting yang statis pada ketiga dimensi ruang laut dan mndeliniasi pula luasan area yang diperlukan (1), 2), 3)
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
44
6. Melakukan analisa sosial ekonomi (Sosek) dari seluruh kegiatan yang ada, Contoh untuk sektor perikanan, salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu MSY, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)MSY-TK); untuk sektor pariwisata salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu SupplyDemand dan menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)Sp/D-TK); untuk sektor pertambangan dan energi salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu metoda analisa kandungan sumberdaya, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja. (1) S Dy-TK) 7. Berdasarkan hasil analisa pada point 6, masing-masing sektor dapat memprediksi potensi produksinya, yaitu rupiah (Rp), produksi (prod/org) serta serapan tenaga kerjanya (TK) 8. Hasil pada point 7, digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan jangka waktu suatu kegiatan yang dilakukan (Waktu) 9. Melakukan analisa fisik (Fisik) dari seluruh kegiatan yang ada, yaitu dengan mengoverlay seluruh data informasi yang berkenaan dengan suatu kegiatan tertentu (1), 2), 3)), misalnya, suhu, kedalaman, hidrooceanografi, dll. 10. Hasil pada point 9, merupakan dasar pertimbangan apakah suatu kegiatan eksisting yang ada sesuai (Sesuai) secara fisik untuk terus dipertahankan. 11. Hasil pada point 7, 8 dan 9 merupakan dasar perhitungan kebutuhan luasan area yang diperlukan berdasarkan hasil prediksi masing-masing kegiatan yang ada. 12. Hasil pada point 5 dan point 11, digunakan sebagai dasar untuk memprediksi luasan area perencanaan berdasarkan kondisi eksisting dan hasil proyeksi yang dilakukan (1) Zona, 2) Zona, 3) Zona) serta prediksi jangka waktu pelaksanaan masing-masing kegiatan yang dilakukan (Waktu) 13. Mengidentifikasi kegiatan dari masing-masing sektor yang ada berdasarkan analisa pada point 12 dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt) 14. Selain menganalisa kegiatan eksisting, dilakukan pula analisa (need assesment) untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan pada masa yang akan datang (Future Keg.)
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
45
15. Proses analisa untuk point 14, mengikuti tahapan proses analisa pada point 6 sampai point 13 dan menghasilkan identifikasi kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt). 16. Hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat menyusun rencana tata ruang laut adalah keberadaan ekosistem (Eksisting Ekosistem). Oleh karena itu pada tahapan ini perlu mengidentifikasi lokasilokasi ekosistem yang ada diperairan suatu wilayah perencanaan. 17. Kebijakan mulai dari tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal harus tetap diperhatikan dan digunakan sebagai salah satu dasar merencanakan ruang laut (Policy: Inter, Nas, Regional, Lokal). Oleh karena itu tahapan ini adalah menidentifikasi kebijakan-kebijakan yang berlaku pada suatu wilayah perencanaan tertentu 18. Melakukan analisa hubungan fungsional (Hub. Fungsional) dari hasil point 3, 13, 15, 16 dan 17. 19. Hasil pada point 18 merupakan hasil yang digunakan untuk perencanaan ruang laut. Perencanaan ruang laut tersebut dapat digambarkan dalam bentuk-bentuk peta zonasi dari ketiga dimensi ruang laut.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
46
Keterangan: 1) sektor perikanan 2) sektor pariwisata 3) sektor pertambangan dan energi Gambar 15 Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut yang akan melibatkan multi sektor Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut untuk satu sektor tertentu meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) pada ketiga dimensi ruang laut, meliputi kegiatan yang bersifat dinamis dan statis (Mobile-Statis). 2. Memproyeksi kegiatan eksisting yang dinamis pada ketiga dimensi ruang laut (Mobile 1), 2), 3)) 3. Mengidentifikasi kegiatan eksisting pada point 2 dengan jangka waktu (Keg(1,2)/Wkt) serta frekwensi kegiatannya. Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
47
4. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) yang statis pada ketiga dimensi ruang laut (Statis 1), 2), 3)) 5. Memetakan kegiatan eksisting yang statis pada ketiga dimensi ruang laut dan mndeliniasi pula luasan area yang diperlukan (1)) 6. Melakukan analisa sosial ekonomi (Sosek) dari seluruh kegiatan yang ada, Contoh untuk sektor perikanan, salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu MSY, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)MSY-TK); 7. Berdasarkan hasil analisa pada point 6, maka dapat memprediksi potensi produksinya, yaitu rupiah (Rp), produksi (prod/org) serta serapan tenaga kerjanya (TK) 8. Hasil pada point 7, digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan jangka waktu suatu kegiatan yang dilakukan (Waktu) 9. Melakukan analisa fisik (Fisik) dari seluruh kegiatan yang ada, yaitu dengan mengoverlay seluruh data informasi yang berkenaan dengan suatu kegiatan tertentu (1)), misalnya, suhu, kedalaman, hidrooceanografi, dll. 10. Hasil pada point 9, merupakan dasar pertimbangan apakah suatu kegiatan eksisting yang ada sesuai (Sesuai) secara fisik untuk terus dipertahankan. 11. Hasil pada point 7, 8 dan 9 merupakan dasar perhitungan kebutuhan luasan area yang diperlukan berdasarkan hasil prediksi masing-masing kegiatan yang ada. 12. Hasil pada point 5 dan point 11, digunakan sebagai dasar untuk memprediksi luasan area perencanaan berdasarkan kondisi eksisting dan hasil proyeksi yang dilakukan (1) Zona, 2) Zona, 3) Zona) serta prediksi jangka waktu pelaksanaan masing-masing kegiatan yang dilakukan (Waktu) 13. Mengidentifikasi kegiatan yang ada berdasarkan analisa pada point 12 dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt) 14. Selain menganalisa kegiatan eksisting, dilakukan pula analisa (need assesment) untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan pada masa yang akan datang (Future Keg.) 15. Proses analisa untuk point 14, mengikuti tahapan proses analisa pada point 6 sampai point 13 dan menghasilkan identifikasi kegiatan yang berpotensi Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
48
untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt). 16. Hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat menyusun rencana tata ruang laut adalah keberadaan ekosistem (Eksisting Ekosistem). Oleh karena itu pada tahapan ini perlu mengidentifikasi lokasilokasi ekosistem yang ada diperairan suatu wilayah perencanaan. 17. Kebijakan mulai dari tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal harus tetap diperhatikan dan digunakan sebagai salah satu dasar merencanakan ruang laut (Policy: Inter, Nas, Regional, Lokal). Oleh karena itu tahapan ini adalah menidentifikasi kebijakan-kebijakan yang berlaku pada suatu wilayah perencanaan tertentu 18. Melakukan analisa hubungan fungsional (Hub. Fungsional) dari hasil point 3, 13, 15, 16 dan 17. Hubungan fungsional yang dilakukan mempertimbangkan eksisting kegiatan yang ada di sekitar lokasi kegiatan sektor yang bersangkutan. 19. Hasil pada point 18 merupakan hasil yang digunakan untuk perencanaan ruang laut. Perencanaan ruang laut tersebut dapat digambarkan dalam bentuk-bentuk peta zonasi dari ketiga dimensi ruang laut.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
49
Gambar 16 Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut untuk satu sektor tertentu
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
50
Gambar 17 Identifikasi fungsi/kegiatan pada ketiga dimensi ruang laut Permukaan Laut A B C D
E
Kolom Laut A B C D
E
Dasar Laut A B C
D
Permukaan Laut A B C dst Kolom Laut A B C dst Dasar Laut A B C dst
Gambar 18 Matriks Hubungan Fungsional Proses analisis tersebut diatas, yaitu proses analisis tata ruang laut/rencana zonasi laut yang multi sektor maupun proses analisis tata ruang laut/zonasi laut yang satu sektor, harus memperhatikan konstelasi suatu area perencanaan terhadap wilayah yang lebih luas. Untuk daerah yang memiliki laut berbatasan dengan negara atau daerah lain, maka proses analisis yang dilakukan mempertimbangkan keberadaan negara atau daerah lain yang berbatasan langsung, maupun negara atau daerah lain yang memiliki keterkaitan secara tidak langsung dengan daerah atau area yang direncanakan.
3.1.5 Perencanaan Tata Ruang/Zonasi Laut Hasil analisis yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai dasar penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut. Penyusunan rencana tata ruang laut mencakup skenario rencana tata ruang/rencana zonasi laut, konsep rencana tata Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
51
E
ruang/rencana zonasi laut, strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut, rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang terdiri dari rencana struktur dan pola ruang, jangka waktu perencanaan dan skala peta rencana, indikasi program,
peraturan
zonasi,
dan
kelengkapan
muatan
rencana
tata
ruang/rencana zonasi laut.
Skenario Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut Skenario rencana tata ruang/rencana zonasi laut ditentukan dalam rangka memprediksi rencana pengembangan kegiatan yang akan dilakukan, terutama arahan kegiatan yang bukan berdasarkan proyeksi kegiatan eksisting. Selain ini, skenario rencana juga dilakukan dalam rangka menjustifikasi penentuan arahan kegiatan berdasarkan proyeksi kegiatan eksisting. Contoh uraian mengenai skenario rencana tata ruang/rencana zonasi untuk sektor perikanan terdapat pada lampiran buku ini.
Konsep Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut Hasil analisa yang diperoleh menjadi dasar pertimbangan penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut. Konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut menggambarkan potret awal rencana tata ruang/rencana zonasi yang dihasilkan dari hasil analisa tersebut. Konsep ini mendeliniasi pola ruang dari ketiga dimensi ruang laut serta keterkaitan sistem antar kegiatan yang ada dan penentuan
pusat-pusat
kegiatannya.
Konsep
tersebut
dijabarkan
untuk
mendukung pencapaian tujuan dan sasaran yang diharapkan dalam rangka penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi yang dilakukan. Konsep ini kemudian akan dijabarkan dalam rencana struktur ruang laut dan rencana pola ruang laut. Contoh mengenai konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut kawasan Teluk Jakarta untuk penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau, sebagai contoh penyusunan konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut sektor perikanan terdapat pada lampiran buku ini.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
52
Strategi Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut Penentuan strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut identik dengan penentuan
strategi
rencana
tata
ruang
darat.
Strategi
rencana
tata
ruang/rencana zonasi laut menjabarkan pendekatan pencapaian tujuan dan sasaran yang kemudian akan diterjemahkan dalam konsep rencana tata ruang/rencana zonasi yang disusun. Contoh uraian mengenai strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut kawasan Teluk Jakarta untuk penempatan
bagan tancap dan rakit kerang hijau, sebagai contoh penyusunan strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut sektor perikanan diuraikan pada lampiran buku ini.
Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut Berdasarkan kepada UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana tata ruang wilayah meliputi ruang darat, laut dan udara serta isi dalam bumi. Oleh karena itu rencana tata ruang laut merupakan komplementer untuk rencana tata ruang wilayah yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Rencana Tata Ruang Laut dapat pula merupakan rencana kawasan strategis yang domain wilayahnya adalah laut.
Gambar 19 Prinsip Dasar Perencanaan Ruang Laut Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
53
Merencanakan ruang laut sedikit berbeda dengan merencanakan ruang darat. Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana tata ruang/rencana zonasi laut adalah:
1. Kegiatan yang berlangsung pada ruang laut bersifat dinamis dan statis . Contoh konkrit aktivitas di laut yang bersifat dinamis adalah kegiatan pelayaran, alur migrasi ikan dan aktivitas wisata bahari, seperti snorkling, diving, selancar. Sementara itu contoh aktivitas di laut yang bersifat statis adalah, permukiman atas air, Rig pertambangan, bagan tancap, bagan apung, dll. 2. Ruang laut memiliki tiga dimensi yaitu permukaan, kolom dan dasar laut. Pada masing-masing dimensi dapat dilakukan aktivitas yang berbeda dalam suatu zona yang sama, dan bisa dalam waktu yang sama pula. Contoh konkrit adalah penggunaan dasar laut untuk kabel pipa bawah laut, kolomnya untuk daerah migrasi ikan dan permukaannya untuk alur pelayaran, dan masih banyak kombinasi kegiatan yang lain, baik antara kegiatan yang statis, antara kegiatan yang dinamis atau kombinasi kegiatan statis dan dinamis. 3. Penetapan jangka waktu perencanaan, prediksi jangka waktu perencanaan ruang laut dipengaruhi oleh sumberdaya (resources) yang dikembangkan oleh masing-masing kegiatan. Generalisasi jangka waktu perencanaan, seperti yang dilakukan dalam merencanakan ruang darat, menjadi suatu kendala dalam menyusun rencana tata ruang laut apabila kegiatan yang dikembangkan pada suatu lokasi tertentu berdasar pada sumberdaya (resources) yang ada di lokasi tersebut.
Rencana Struktur Ruang Struktur Ruang diwujudkan sebagai pusat-pusat permukiman yang merupakan sentra aktivitas kegiatan atau pusat kegiatan dalam jangkauan pelayanan tertentu. Struktur ruang dalam suatu wilayah perencanaan memiliki hirarki berdasarkan jangkauan pelayanannya, mulai dari hirarki paling tinggi yang
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
54
memiliki jangkauan pelayanan lebih jauh sampai pada hirarki terendah yang memiliki jangkauan pelayanan lebih dekat. Pusat kegiatan yang berkembang pada ruang laut diwujudkan dalam berbagai aktivitas diantaranya permukiman, perikanan tangkap dan budidaya, pelabuhan perikanan, pelabuhan umum, wisata bahari, pertambangan, dan jasa kelautan. Dalam lingkup perencanaan wilayah, pusat kegiatan ini berfungsi sebagai pusat permukiman, pada kedudukan hirarki tertinggi, menengah atau terendah, berdasarkan kajian dalam suatu unit wilayah perencanaan (Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota). Untuk lingkup ruang laut, pusat permukiman ini hirarkinya di posisikan sesuai dengan kajian unit analisis pada cakupan ruang laut yang direncanakan. Struktur ruang dalam penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut untuk multi sektor, yaitu rencana tata ruang/rencana zonasi laut wilayah nasional (RTRWN), rencana tata ruang/rencana zonasi wilayah propinsi (RTRWP), rencana tata ruang/rencana zonasi wilayah kabupaten/kota (RTRWK), harus dilakukan secara terpadu antara ruang darat-laut-udara. Unit analisa yang digunakan
dalam
menyusun
rencana
struktur
ruang
laut
sebaiknya
mempertimbangkan dan memperhitungkan keterkaitan unit analisa tersebut untuk perencanaan wilayah darat maupun udara. Pada sisi yang lain, penyusunan rencana struktur ruang untuk suatu sektor tertentu, misalnya sektor perikanan, berimplikasi pada penentuan lokasi pusat kegiatan. Lokasi ini pada akhirnya
dapat
berfungsi
sebagai
lokasi
pusat
kegiatan
atau
pusat
pengembangan (pusat pemukiman) dalam kontelasi wilayah yang lebih luas, yaitu
kabupaten/kota,
provinsi
atau
nasional,
atau
sebagai
titik
pusat
pengembangan yang mendukung fungsi salah satu pusat pengembangan (pusat pemukiman) pada konstelasi perencanaan regionalnya (wilayah kabupaten/kota, privinsi, atau nasional). Metoda analisa yang digunakan untuk menentukan pusat-pusat permukiman ini dapat
menggunakan
contoh
metoda
analisa
penentuan
pusat-pusat
pertumbuhan untuk perencanaan wilayah pesisir dan laut yang terdapat pada Panduan Teknis Perencanaan Wilayah Pesisir dan Laut, Buku 2, Direktorat Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen KP3K, DKP, 2005 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
55
Gambar 20 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Sektor Perikanan Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP, 2004 Sumber:
GAMBAR :
RENCANA STRUKTUR TATA RUANG DAN ALOKASI PUSAT- PUSAT KEGIATAN DI WILAYAH PERENCANAAN 12445’BT
12515’BT
12500’BT
Fungsi : -Pusat Perikanan/Pelabuhan/ PPI -Pariw isata Pantai -Ek osistem Mangrove -KawasanLindung -Perik anan Tradisional -PermukimanTerbata s
Laut
35 92
200
Bango
Serey
72
KETERANGAN : Fungsi: -Pariwisata Pantai -WisataBahari -KawasanLindung -PerikananTradisional
Lihunu
18
S e 6 l t 408 a L i k 137 u p a n g
BatasKabupaten/ Kota BatasKecamatan BatasDesa JalanNasional(Arteri Primer)
9
5
Munte
19
PPSRLikupang
Fungsi: -PelabuhanPerikanan -Pariwisata Pantai(Resordan EkosistemMangrove) -KawasanLindung -PermukimanTerbatas 1315 -Perikanan Tradisional
JalanProvinsi (Arteri Sekunder) Jalan Kabupaten (Kolektor Primer)
KotaUtama
PPR KEC. LIKUPANGTIMUR
220
70
Wori o n a d M a K e
o d a n a M e K
KEC. TALAWAAN
46
PPL PusatPengembangan Lokal Orientasi Kegiatan
RENCANAJALANTOLMANADO-BITUNG 107
KOTAMANADO
50
Dimembe
Kawangkoan
h e b m e L
K e B i t u n g
Fungsi: -Perkebunan -Sawah -Perumahan
KABUPATEN MINAHASAINDUK
t a l e S
G.Klabat
KEC. KALAWAT
KEC. AIRMADIDI
AIRMADIDI
PPR
32
PPL Kauditan 5
KEC. KAUDITAN
63
Kema 29
9
PPL
K e T o n d a n o
Kabupaten Minahasa Selatan
34
PPSR
PPL
115
50
KEC. KEMA
59
Fungsi: -TerminalRegional (AngkutanDarat) -Perdagangan danJasa(Regional) -Perumahan -PerkantoranPemerintahan 65
INDEKS PETA
(ALTERN ATIFIII :MANADO-SUKU R-AIRMADIDI-KAUD ITAN-BITUN G) Fungsi: -Perkebunan 157 106-Sawah C 124 -Perumahan (
Laut
KABUPATEN MINAHASAINDUK 140000mU
50
700000
720000
TTD
DIPERIKSA DISETUJUI
- Interpretasi CitraLandsat ETM 7+ Path/ Row 112/59Tanggal 2 Juni2005 - RTRW Kabupaten MinahasaUtara,2003
Fungsi: -Pertambakan -Perumahan -Perdagangan & Jasa(Lokal)
0
2,5
10
15 KM
200 129
DEPARTEMEN KELAUTAN DANPERIKANAN
73
680000mT
NAMA DIGAMBAR
Sumber: - Peta Rupabumi Indonesia Skala 1 : 50.000, BAKOSURTANAL,1991. -Review RTRW Kabupaten Minahasa Tahun 1996.
531
Maluku
129
68
KOTA TOMOHON
Kabupaten Minahasa Induk
Kabupaten B o l a n gM o n g o n d o w
RENCANAJALANTOLMANADO-BITUNG
2 ) 1 0 153 s 1 7 m 1 2 M
Kota Bitung
Kota Tomohon
69
KOTABITUNG
KEC. DIMEMBE
160000mU
Kota Manado
(ALTERNATIF I :MANADO-K AWANGKOAN-AIRMADIDI-KA UDITAN-BITUNG) Talawaan
130’ LU
Kabupaten Minahasa Utara
RENCANAJALANTOLMANADO-BI TUNG (ALTERNA TIFI :MANADO-DIMEMB E-BITUNG) 115 49
BANDARA SAMRATULANGI
PusatPengembangan Regional
PPSR PusatPengembangan Sub Regional
Fungsi: -PerkebunanRakyat -Sawah -Pemukiman 642 -Agroindustri
25
KEC.
PPSRWORI
RencanaJalanTOLManado-Bitung Alternatif II RencanaJalanTOLManado-Bitung Alternatif I Rencana Jalan TOLManado-Bitung AlternatifIII
Jalan Lokal
61
PPSR
470
Ibukota Kecamatan
29
KEC. LIKUPANGBARAT
200
IbukotaKabupaten
86
8
8
60
687
180000mU
50
Gangga1
1112
Fungsi: -Pariwisata Pantai -Wisata Bahari -KawasanLindung 675 -Perikanan Tradisional
Gambar : 6.2. Rencana Struktur Tata Ruang dan Alokasi Pusat Pusat Kegiatan Kabupaten Minahasa Utara
43
56
1344
Fungsi: -PelabuhanPenyeberangandan PelelanganIkan -Pariwisata Pantai(Resordan EkosistemMangrove) -KawasanLindung -PermukimanTerbatas -PerikananTradisional
Fungsi: -Pariwisata Pantai -KawasanLindung -PerikananTradisional 37 -BudidayaKerang Mutiara
Talise
Fungsi: -Pariwisata Pantai -Wisata Bahari -KawasanLindung -PerikananTradisional
Tampi
1 45 ’L U
1040
C5s108m24M
Sul awesi
200000mU
RENCANA TATA RUANG PESISIR DAN LAUT KABUPATEN MINAHASA UTARA
903
740000
760000mT
DIREKTORA T JENDERALPESISIRDAN PULAU-PULAUKECIL DIREKTORA TTATARUANGPESISIRDANPULAU-PULAUKECIL
13
Gambar 21 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Multi Sektor Sumber: Buku Rencana Tata Ruang Pesisir dan Laut Kabupaten Minahasa Utara, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP, 2005
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
56
Rencana Pola Ruang Rencana Pola Ruang Laut perlu memperhatikan keberadaan kegiatan pada ketiga
dimensi
ruang
laut
(permukaan,
kolom
dan
dasar
laut)
serta
memperhitungkan kemungkinan keberadaan suatu kegiatan pada ketiga dimensi ruang tersebut berdasarkan prediksi potensi yang masih tersedia. Penyusunan rencana pola ruang laut sedikit berbeda dengan penyusunan rencana pola ruang darat. Kegiatan-kegiatan yang berlangsung pada ruang darat dan laut samasama ada yang bersifat statis dan dinamis, tetapi alokasi pola ruang darat dan pola ruang laut harus dibedakan. Pada ruang darat, pola ruang untuk jalan sifatnya statis dan rigid, sehingga tidak dapat digunakan untuk fungsi kegiatan lain, misalnya jalan umum tidak dapat digunakan sebagai taman. Sementara itu alur pelayaran pada ruang laut sifatnya dinamis, artinya zona alur pelayaran dapat diperuntukkan juga untuk kegiatan lain misalnya alur kapal perikanan. Pada sisi yang lain, rencana pola ruang darat dengan pola ruang laut harus dibedakan berdasarkan dimensinya. Pada ruang darat kita mengenal 1 (satu) dimensi ruang, sementara itu pada ruang laut kita mengenal 3 (tiga) dimensi ruang. Hal ini sangat mempengaruhi proses penyusunan rencana pola ruang yang dilakukan. Oleh karena itu, rencana pola ruang disusun untuk ketiga dimensi ruang yang ada, yaitu permukaan, kolom dan dasar laut.
Rencana pola ruang laut disusun berdasarkan analisis hubungan fungsional kegiatan dan kesesuaian lahan/ruang seperti halnya yang diterapkan pada penetapan pola ruang darat. Perbedaan yang perlu diperhatikan untuk menyusun rencana pola ruang laut adalah dimensi ruangnya. Pola ruang laut yang ditetapkan adalah pola ruang untuk ketiga dimensi ruang laut. Peta rencana pola ruang laut mengakomodasi 3 (tiga) layer penetapan pola ruang dari masingmasing dimensi (permukaan, kolom dan dasar laut). Pada masing-masing dimensi, pola ruang laut dapat mengakomodasi kegiatan yang multi fungsi sehingga alokasi ruangnyapun bisa overlaping pada satu zona tertentu. Pola ruang laut yang mengakomodasi lebih dari satu kegiatan pada suatu zona yang Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
57
sama pada waktu tertentu yang sama pula harus di lengkapi dengan peraturan zonasi yang akan mengatur mekanisme sistem pelaksanaan kegiatannya termasuk manajemen waktu pemanfaatan dari masing-masing pola untuk setiap kegiatan, selain peraturan zonasi yang mengatur ketentuan-ketentuan masingmasing pola ruang yang ditetapkan. Satu hal lagi yang berbeda pada saat menyusun rencana pola ruang darat dengan pola ruang laut adalah pada saat menetapkan zona peruntukan dalam satu wilayah perencanaan. Rencana pola ruang laut akan mengakomodasi zona-zona peruntukan kegiatan yang direncanakan. Wilayah perencanaan ruang laut yang direncanakan tidak selalu terbagi habis atas zona-zona peruntukan yang teridentifikasi. Berikut contoh rencana pola ruang laut untuk satu sektor di Indonesia dan contoh rencana pola ruang laut multi sektor di negara lain. Rencana pola ruang laut yang diterapkan di Indonesia masih belum mempertimbangkan pemanfaatan ruang yang multi use, yaitu pemanfaatan ruang pada satu area tertentu yang bisa dimanfaatkan oleh lebih dari satu sektor pada waktu yang bersamaan. Untuk masa yang akan datang, kegiatan pembangunan yang menggunakan ruang laut akan semakin marak, kompleks dan dapat memicu konflik kepentingan antar sektor/pihak. Oleh karena itu pendekatan perencanaan yang dilakukan pada ruang laut harus memperkatikan pemanfaatan ruang yang multi use tersebut.
Gambar 22 Contoh Rencana Pola Ruang satu sektor Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
58
Berikut ini beberapa ilustrasi pola ruang laut yang diterapkan di negara lain, dengan mempertimbangkan pemanfaatan ruang laut yang bersifat multi use .
Gambar 23 Contoh rencana pola ruang layer permukaan laut Rencana pola ruang pada layer permukaan laut tersebut mendeliniasi batasan area lisensi yang diperoleh suatu perusahaan untuk mengeksplorasi sumberdaya kelautan dan batasan area rekreasi pelayaran, serta jaringan alur (rute) kapal wisata, juga area aktif ekplorasi.
Gambar 24 Contoh rencana pola ruang layer kolom/badan laut
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
59
Rencana pola ruang pada layer kolom laut tersebut mendeliniasi batasan area penangkapan ikan, berdasarkan jenis ikan yang terdapat pada area kolom laut tersebut
Gambar 25 Contoh rencana pola ruang layer dasar laut Rencana pola ruang pada layer dasar laut tersebut mendeliniasi lokasi konservasi dan lokasi cagar alam laut dan cagar budaya laut.
Gambar 26 Contoh rencana pola ruang laut overlay
Jangka Waktu Perencanaan dan Skala Peta Rencana Jangka Waktu Perencanaan Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa penetapan jangka waktu perencanaan, prediksi jangka waktu perencanaan ruang laut dipengaruhi oleh Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
60
sumberdaya (resources) yang dikembangkan oleh masing-masing kegiatan. Generalisasi jangka waktu perencanaan, seperti yang dilakukan dalam merencanakan ruang darat, menjadi suatu kendala dalam menyusun rencana tata ruang/rencana zonasi laut apabila kegiatan yang dikembangkan pada suatu lokasi tertentu berdasar pada sumberdaya (resources) yang ada di lokasi tersebut. Hal ini menuntut kearifan para penyusun rencana tata ruang/rencana zonasi laut untuk melakukan justifikasi-justifikasi terhadap jangka waktu perencanaan yang disusun, menyesuaikan pada jangka waktu perencanaan yang dilakukan di wilayah darat sebagai satu kesatuan produk rencana tata ruang/rencana
zonasi
wilayah
propinsi/kabupaten/kota.
Justifikasi-justifikasi
tersebut dapat dituangkan dalam peraturan zonasi yang disusun.
Skala Peta Rencana Mengacu pada keterbatasan data dan peta yang ada, bahwa rencana tata ruang laut menggunakan peta batimetri sebagai peta dasar, maka skala yang dipakai sebaiknya adalah skala regional. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 mengamanatkan bahwa skala peta akan ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Oleh karena itu skala peta rencana yang dibuat mengacu pada peraturan tersebut.
Indikasi Program Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut yang telah selesai disusun, perlu dilengkapi dengan indikasi program. Proses penentuan indikasi program untuk rencana tata ruang/rencana zonasi laut similar dengan penentuan indikasi program rencana tata ruang darat. Indikasi program merupakan tahapan proses pelaksanaan perencanaan yang telah disusun.
3.1.6 Peraturan Zonasi Rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang disusun perlu dilengkapi dengan aturan-aturan pemanfaatan zona yang dibuat (peraturan zonasi). Serupa halnya pada saat menyusun rencana tata ruang darat, peraturan zonasi meliputi hal-hal Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
61
yang terkait dengan standard-standard kebutuhan pengembangan, seperti kepadatan, standard konstruksi, dll. Keunikan sifat ruang laut menuntut adanya penambahan aturan dalam peraturan zonasi yang dibuat, yaitu aturan mengenai kemungkinan beragamnya pemanfaatan ruang ( multi use/multi fungsi) dan mediasi konflik akibat beragamnya kegiatan yang ada tersebut, sebagaimana diuraikan berikut ini.
3.1.7 Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang Laut.
Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut merupakan prasarat minimum kajian dan arahan yang diperlukan dalam rangka melengkapi hasil rencana tata ruang laut yang disusun. Kelengkapan ini yaitu: diversifikasi ekonomi sumberdaya, multi fungsi penggunaan ruang laut dan mediasi konflik, sebagaimana diuraikan berikut ini.
Diversifikasi Ekonomi Sumberdaya Salah satu variabel analisa ekonomi yang digunakan untuk menyusun rencana tata ruang/rencana zonasi laut adalah sumberdaya ( resources ). Pada uraian sebelumnya disampaikan bahwa hal ini akan mempengaruhi variasi jangka waktu dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan, khususnya bagi kegiatan-kegiatan yang berdasarkan pada sumberdaya ( resources ). Oleh karena itu deskripsi mengenai pengalihan fungsi suatu kegiatan pasca produksi dari suatu sumberdaya perlu termuat pula dalam dokumen rencana tata ruang/rencana zonasi laut.
Multi Fungsi Penggunaan Ruang Laut Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat tinggi mengakibatkan semakin banyaknya sektor-sektor yang akan mengembangkan kegiatannya dan memanfaatkan ruang laut. Kesempatan multi fungsi penggunaan ruang laut perlu mencapai situasi kesepakatan ( win-win solutions ) multi-sektor yang terlibat berdasarkan kompatibilitinya. Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
62
Mediasi Konflik Kebutuhan pengembangan ruang laut pada masa yang akan datang biasanya bertujuan
untuk
memenuhi
kebutuhan
sosial-ekonomi
dan
kelestarian
lingkungan. Oleh karena itu, penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut dapat mengakomodasi kepentingan multi-sektor pada satu area yang sama. Konflik kepentingan antar sektor mungkin saja muncul saat rencana tata ruang/rencana zonasi laut diimplementasikan pada waktu yang akan datang. Sebagai ilustrasi, konflik yang mungkin muncul antara sektor perikanan dan sektor pertambangan dan energi. Langkah awal adalah mendeskripsikan tujuan utama dari pengembangan kegiatan masing-masing sektor tersebut.
3.2. Kelembagaan Mengacu pada UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana tata ruang/rencana zonasi laut disusun secara terintegrasi antara ruang darat, ruang udara dan ruang dalam bumi untuk menghasilkan suatu Rencana Tata Ruang (RTRW)
Provinsi/Kabupaten/Kota.
Bappeda
bertangung
jawab
untuk
mengintegrasikan penyusunan RTRW ini. Fokus untuk substansi rencana tata ruang/rencana
zonasi
laut,
Dinas
Perikanan
dan
Kelautan
Provinsi/Kabupaten/Kota mengemban tugas untuk menjabarkan rencana tata ruang/rencana zonasi laut dan bertanggungjawab untuk menyampaikan muatan rencana tata ruang/rencana laut ini kepada Bappeda yang selanjutnya berkoordinasi dengan sektor terkait lain. Kementerian Kelautan dan Perikanan memfasilitasi Dinas Perikanan dan Kelautan untuk menyusun substansi materi rencana tata ruang/rencana zonasi laut. Kelembagaan yang bertugas untuk mengimplementasikan rencana tata ruang/rencana zonasi laut mutlak perlu ada. Struktur kelembagaan diperlukan untuk mengimpementasikan rencana tata ruang/rencana zonasi laut berdasarkan indikasi program yang dikeluarkan melalui rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang dibuat. Contoh struktur kelembagaan dalam rangka implementasi rencana tata ruang/rencana zonasi diuraikan pada lampiran buku ini.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
63
Mekanisme dan sistem kelembagaan yang disusun bisa melibatkan institusi di luar daerah perencanaan, khususnya untuk mengembangkan program-program kerjasama antar daerah/negara yang diperlukan untuk mengimplementasi rencana tata ruang laut yang memiliki keterkaitan dengan daerah/negara lain.
3.3. Legalisasi dan Skala Peta. UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa Rencana Tata Ruang/Rencana zonasi Wilayah disusun secara terpadu, oleh karena itu rencana tata ruang/rencana zonasi laut adalah komplementer terhadap rencana tata ruang darat, dan disusun sebagai bagian muatan Rencana Tata Ruang/rencana zonasi Wilayah. Rencana Tata Ruang/rencana zonasi Laut disahkan dengan
Peraturan Daerah (Perda) mengenai Rencana
Tata Ruang/Rencana Zonasi Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota. Rencana tata ruang laut/Rencana Zonasi yang disusun untuk pengembangan satu sektor tertentu merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Wilayah (Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota), khususnya deliniasi arahan pengembangan pada ruang lautnya.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
64
DAFTAR PUSTAKA
-
Tsunami, Subandono diposaptono – budiman, penerbit buku ilmiah popular, 2006
-
Menata ruang laut, Rokhmin Dahuri, penerbit, 2006
-
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Dit. TRLP3K – DKP, 2004
-
Pengenalan gempa bumi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, www.vsi.esdm.go.id;
-
A Planning System for Our Seas, LINK
-
Marine Spatial Planning in UK coastal and offshore waters, MSPP Consortium, February 2006
-
UNCLOS
-
Menata Ruang Terpadu Darat-Laut, Prof. Yakob Rais.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
65
LAMPIRAN PETUNJUK TEKNIS PERENCANAAN TATA RUANG/ZONASI LAUT
A. Contoh Uraian Skenario Tata Ruang/Zonasi Laut sektor Perikanan :
(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP, 2004 ) “ Skenario pengembangan Teluk Jakarta dalam rangka penyusunan rencana tata ruang untuk kegiatan perikanan budidaya kerang hijau dan bagan tancap menyangkut : skenario peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, skenario penanganan konflik pemanfaatan ruang dan skenario pengaturan pemanfaatan ruang perairan.
Peningkatan Kesejahteraan Nelayan
Tingkat kesejahteraan para nelayan sebagai pelaku produksi, berdasarkan telaahan terhadap kondisi yang ada, pada hakekatnya perlu ditingkatkan secara signifikan. Para nelayan tradisional yang ada, sebagai operator dalam usaha penangkapan ikan ternyata belum berorientasi pada pemenuhan produktivitas hasil penangkapan yang dapat dipasarkan secara lebih meluas, tetapi lebih banyak berorientasi pada pemenuhan kebutuhan konsumsinya saja dan sekedar untuk kebutuhan lokal. Demikian pula dengan stakeholder lainnya, misalnya para cukong, ternyata masih mempunyai persepsi/orientasi yang sama. Oleh karena itu, pengembangan proses produksi, melalui pemanfaatan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan harus segera dilakukan. Hal ini juga merupakan dukungan pada orientasi pembangunan berkelanjutan. Selain itu, hal tersebut perlu didukung pula melalui pemanfaatan sumberdaya yang ada, disertai dengan peningkatan dan penguatan potensi sumberdaya manusia yang berorientasi pada pengembangan produksi perikanan. Kondisi kualitas maupun kuantitas sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan nelayan. Semakin lengkap dan baiknya keberadaan sarana dan prasarana akan mempengaruhi percepatan jaringan pemasaran hasil produksi para nelayan untuk menjangkau cakupan pasar yang lebih luas.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
66
Penanganan Konflik Pemanfaatan Ruang
Banyaknya kasus konflik yang terjadi di wilayah studi, khususnya antara keinginan para nelayan dengan kebijakan pemerintah daerah memerlukan suatu pemecahan yang bijaksana melalui penyusunan strategi-strategi pemecahan konflik. Prinsip dasar yang harus dipegang dalam penanganan konflik tersebut adalah pemenuhan kepentingan universal yang tidak condong pada salah satu keinginan pihak tertentu saja. Hal ini merupakan suatu pendekatan pemecahan permasalahan yang cukup kompleks. Oleh karena itu pemerintah daerah hendaknya dapat menawarkan suatu solusi pemecahan konflik melalui pendekatan-pendekatan yang mengedepankan kepentingan bersama. Salah satu strategi yang dapat dilakukan guna menangani konflik ini adalah penyelengaraan forum-forum atau pertemuan untuk menyatukan persepsi tentang pemanfaatan ruang laut. Sela]in ini tindakan aksi dalam rangka memecahkan konflik yang terjadi dapat dibangun melalui penyelenggaraan kerjasama ekonomi . Pengaturan Pemanfaatan Ruang Perairan
Pengembangan kegiatan pemanfaatan sumberdaya laut harus diwadahi melalui pengelolaan ruang laut yang baik agar pembangunan yang dilakukan dapat berkelanjutan. Hal ini merupakan landasan perencanaan yang penting. Kerusakan lingkungan yang terjadi biasanya disebabkan karena pengelolaan pemanfaatan ruang pada daerah tersebut tidak dilakukan dengan baik. Berkaitan dengan pemanfaatan ruang untuk bagan tancap dan rakit kerang hijau, serta menanggapi konflik yang banyak terjadi, maka hal pokok yang perlu dilakukan adalah melakukan pengaturan terhadap pemanfaatan ruang perairan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dalam menunjang kegiatan ini adalah relokasi nelayan . Pengaturan pemanfaatan ini harus disusun dengan melibatkan semua pihak yang terkait, yaitu pemerintah daerah, para nelayan, serta pihak-pihak yang terkait dengan pemanfaatan ruang di perairan tersebut, seperti pelindo, dll. Selanjutnya konsistensi pemanfaatan ini harus diikuti dengan upaya pengawasan yang tertib dan kontinu melalui implementasi hukum yang mengedepankan konsistensi dan konsekuensi penegakan sangsi hokum ”.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
67
B. Contoh Konsep Rencana Tata Ruang sektor Perikanan:
(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP, 2004 )
“ Berdasarkan telaahan terhadap permasalahan yang muncul di kawasan Teluk Jakarta serta peluang pengembangan yang ada khususnya yang terkait dengan penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau, maka yang menjadi prinsip dasar bagi rencana pengembangan kawasan Teluk Jakarta adalah mengoptimalisasikan pengelolaan dan pemanfaatan ruang lautnya sehingga dapat mempengaruhi peningkatan hasil produksi serta mendeliniasi konflik- konflik pemanfaatan yang terjadi.
Pengembangan Kawasan Teluk Jakarta ini di titik beratkan pada upaya penataan bagan tancap dan rakit kerang hijau yang berorientasi pada konsep pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Oleh karena itu pemanfaatan ruang yang dilakukan harus berpengaruh pada upaya peningkatan hasil produksi yang diharapkan serta dapat mendeliniasi konflik-konflik pemanfaatan yang terjadi. Hasil produksi yang tinggi dari penggunaan bagan tancap dan rakit kerang hijau dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: 1. Daerah fishing ground memiliki kadar clorofil yang cukup tinggi, sehingga hal ini akan mempengaruhi jumlah produksi yang tinggi pula; 2. Pencahayaan, artinya bahwa cahaya bulan yang ada akan berpengaruh pada peredaran ikan yang ada, semakin banyak cahaya, maka posisi ikan akan semakin terpencar, tetapi jika pencahayaan terfokus pada satu titik (lampu petromak), maka ikan biasanya akan mengumpul; 3. Kerapatan jarak antar bagan dan rakit kerang hijau ternyata akan berpengaruh pada hasil produksi, dimana ada jarak optimal yang harus diterapkan untuk memperolah hasil produksi yang tinggi. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan ruang yang dilakukan, maka telaahannya akan lebih dipengaruhi oleh point 1 (satu) dan 3 (tiga) diatas. Selain ini, menanggapi masalah konflik pemanfaatan yang terjadi di kawasan Teluk Jakarta, maka penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau perlu ditata seoptimal mungkin, sehingga dapat terintegrasi dengan pemanfaatan ruang laut lainnya khususnya pemanfaatan untuk alur pelayaran ”.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
68
Gambar 26 Konsep Rencana Tata Ruang Laut (sektor perikanan) C. Contoh Konsep Rencana Tata Ruang Laut multi sektor: “KONSEP DASAR DALAM PENYUSUNAN KABUPATEN MINAHASA UTARA.
TATA
RUANG
LAUT
DI
Proses 1 : Proses yang dibangun atas dasar ekosistem laut yang ada dengan prioritas karakteristik masing - masingnya . Proses ini melihat apakah aktivitas maupun saat ini sudah sesuai dengan daya dukung ekologis.
Proses 2: Merupakan proses yang dibangun atas dasar data kesesuaian dengan pemanfaatannya dari ruang laut yang dijadikan wilayah penelitian dalam ini adalah ruang laut Kabupaten Minahasa Utara. Proses 3: Proses pada kebijakan penataan ruang (RTRW Kabupaten Minahasa Utara). Rencana penataan ruang yang sudah dibuat dijadikan dasar untuk analisis terhadap fungsi masing – masing kawasan. Proses 4: Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
69
Aktivitas masyarakat yang ada di wilayah perencanaan akan mempengaruhi pada kondisi ekosistem yang ada di laut. KONSEP RENCANA TATA RUANG LAUT Konsep Perencanaan Tata Ruang Laut Penataan Ruang laut Pengembangan Ruang Laut Penegakan Hukum di Wilayah Pengembangan Laut Pengendalian Lingkungan Hidup Ruang Laut Pemberdayaan masyarakat Pesisir Pencegahan Akibat Bencana Alam ” D. Contoh penetuan Strategi Rencana Tata Ruang sektor Perikanan :
(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP, 2004 )
Penetapan strategi pengembangan yang dapat diterapkan di kawasan Teluk Jakarta, dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Ada beberapa strategi pokok yang dapat dikembangkan dan akan berpengaruh pada rencana tata ruang kawasan yang dilakukan, yaitu : peningkatan produktivitas nelayan bagan tancap dan rakit kerang hijau melalui pemanfaatan teknologi tepat guna, peningkatan sumberdaya manusia, pengaturan/penyediaan sarana dan prasarana, penyelenggaraan forum pertemuan, penyelenggaraan kerjasama ekonomi, relokasi wilayah kerja nelayan, serta implementasi hukum. “
Peningkatan Produktivitas Nelayan Bagan Tancap dan Rakit Kerang Hijau melalui Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna
Produksi perikanan yang rendah, pada dasarnya disebabkan karena penggunaan peralatan penangkapan ikan yang masih tradisional. Untuk meningkatkan produksi perikanan, maka diperlukan peningkatan kualitas peralatan penangkapan ikan yang lebih baik. Dalam memilih peralatan yang akan digunakan yang perlu dipertimbangkan adalah implikasi dari peralatan terhadap kualitas lingkungan. Untuk itu perlu dipersyaratkan teknologi peralatan yang akan dikembangkan dan digunakan harus teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi perikanan dan kelautan terhadap PDRB. Untuk meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap perekonomian wilayah, maka perlu dilakukan peningkatan kapasitas penangkapan atau pengusahaan budidaya. Bila hanya pada upaya peningkatan kapasitas tetapi Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
70
tidak didukung dengan peningkatan usaha pengolahan pasca panen maka akan mengakibatkan ketidakstabilan harga ikan karena hanya bergantung pada pasar ikan segar. Oleh karena itu maka orientasi para stakeholder terhadap usaha perikanan perlu diubah kearah pemikiran pengembangan usaha produksi agar tercipta demand yang kontinu dimana akan mendorong kontinuitas supply yang menjadi tantangan para nelayan. Selain ini produksi kerang hijau hanya berorientasi pada pasar-pasar tradisional yang hanya memanfaatkan kerangnya saja, padahal kulit kerang yang ada dapat dikembangkan menjadi suatu komoditi kerajinan yang dapat dipasarkan pula baik untuk konsumsi lokal atau bahkan dapat dikembangkan menjadi komoditi ekspor. Oleh karena itu pengembangan hasil produksi khususnya untuk kerang hijau perlu dilakukan diversifikasi usaha yang didukung dengan pengadaan pasar-pasar alternatif. Menanggapi upaya peningkatan produktivitas melalui pengolahan pasca panen maka hasil produksi ikan maupun kerang hijau yang dihasilkan selain dipasarkan untuk konsumsi lokal, seyogyanya dapat dikembangkan menjadi komoditi yang dapat dipasarkan lebih luas, bahkan diupayakan untuk bisa berorientasi pada pasar ekspor pula. Oleh karena itu perlu ada industri-industri pengolahan hasil produksi yang dikelola secara lebih modern dan profesional. Peningkatan Sumberdaya Manusia Melalui pembangunan dan pengembangan orientasi usaha ke arah usaha produktif maka akan berkembang penghayatan masyarakat akan peluang- peluang bisnis yang dapat dikembangkan bedasarkan potensi yang ada. Proses perubahan yang terjadi akan menjadi suatu bola salju yang semakin berkembang dalam rangka mendinamisasikan kegiatan ekonomi masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan menjadi asset yang besar dalam mengembangkan ekonomi wilayah secara keseluruhan.
Untuk itu maka perlu dilakukan upaya bersama dari semua stakeholder dalam merubah orientasi usaha dengan melakukan pendidikan dan juga pelatihan dan mengembangkan wadah-wadah percontohan yang dapat ditiru oleh para stakeholder maupun nelayan pada tahap selanjutnya. Peningkatan skala usaha masyarakat ini harus dilihat dalam sudut pandang yang luas, yaitu dalam arti masyarakat keseluruhan baik dalam peran individu atau kelompok atau perusahaan. Ada berbagai cara untuk meningkatkan skala usaha masyarakat seperti peningkatan kapasitas usaha nelayan secara individu, dalam kelompok nelayan atau perusahaan. Oleh karena itu sumberdaya manusia yang ada perlu ditingkatkan kualitasnya, sehingga dapat mengembangkan usahanya menjadi lebih modern dan profesional. Pengaturan/Penyediaan Sarana dan Prasarana
Untuk mendorong dan mempercepat peningkatan peran sektor perikanan dalam perekonomian wilayah, maka perlu penguatan usaha perikanan, salah satunya melalui/mendorong investor mengembangkan armada perikanan dan juga Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
71
pengembangan sentra perikanan yang mendukung usaha perikanan lepas pantai dengan pembangunan infrastruktur pendukungnya. Menanggapi hal ini, di kawasan Teluk Jakarta, sarana dan prasarana yang ada khususnya untuk menunjang produktivitas bagan tancap dan rakit kerang hijau masih belum memadai. Oleh karena itu beberapa upaya yang perlu dikembangkan diantaranya meliputi pengembangan pasar-pasar alternatif, peningkatan kualitas dan kuantitas armada, serta pengaturan alur-alur pelayaran di wilayah studi. Penyelenggaraan Forum-Forum Pertemuan Konflik yang muncul biasanya akibat ada perbedaan persepsi mendasar terhadap suatu kebutuhan yang dipertahankan oleh masing-masing pihak secara mutlak. Ada metode-metode dan proses-proses praktis yang dapat diterapkan untuk memecahkan suatu konflik tertentu. Prinsip dasar yang harus dianut dalam pemecahan suatu konflik adalah menyelesaikan konflik dalam situasi yang tidak mengancam, tidak menekan, dan tidak konfrontasional. Konflik pemanfaatan ruang yang terjadi di kawasan Teluk Jakarta pada dasarnya terjadi akibat adanya kepentingan para nelayan untuk menempatkan bagan tancap dan rakit kerang hijaunya di lokasi-lokasi alur pelayaran kapal-kapal besar. Oleh karena itu pihak- pihak yang terlibat dalam konflik pemanfaatan ruang ini harus saling berinteraksi untuk mengatasi konflik yang terjadi.
Salah satu bentuk upaya pemecahan konflik biasanya diawali melalui penyelenggaraan serangkaian forum pertemuan untuk menyelesaikan masalah. Forum ini dirancang untuk membawa orang-orang berpengaruh dari kelompok- kelompok yang sedang konflik, tetapi bukan para pengambil keputusan utama, bersama-sama mencari cara-cara alternatif yang bisa menghilangkan konfliknya. Tujuannya adalah untuk merubah persepsi mereka mencapai suatu solusi yang menge depankan kepentingan bersama:„sama - sama menang‟ (win -win). Hal ini bisa dicapai melalui proses pertemuan yang difasilitasi oleh fasilitator . Para fasilitator tidak boleh memaksakan atau bahkan menawarkan solusi untuk (mengakhiri) konflik, namun tujuannya sekedar untuk memudahkan komunikasi dan secara halus membimbing para peserta kearah perubahan sikap (attitude) dan persepsinya. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa konflik yang muncul biasanya akibat mempertahankan kebutuhan (needs) masing-masing bukan mengedepankan suatu kepentingan (interests). Komunikasi masa merupakan kegiatan lanjutan sebagai pelengkap penyelenggaraan forum pertemuan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mempengaruhi pendapat umum dan merubah sikap dan persepsi kelompok-kelompok pendukung. Hal ini sama sekali bukan proses yang sederhana, tetapi proses yang memakan waktu lama, memerlukan ketegaran dan kesabaran yang luar biasa. Persepsi baru yang ditemukan dari hasil pertemuan itu, akan tertransformasi kepada masyarakat yang lebih luas. Media massa, jurnal-jurnal akademik, konferensi-konferensi serta acara-acara khusus dapat membantu perubahan persepsi.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
72
Penyelenggaraan Kerjasama Ekonomi
Pembangunan kerjasama ekonomi dilakukan sebagai sarana untuk memperkuat/meningkatkannya tujuan penyelesaian konflik yang terjadi. Pembangunan kerjasama ekonomi ini merupakan suatu usaha kerjasama yang tujuannya adalah untuk meringankan penderitaan material dari kelompok- kelompok yang bermusuhan terutama diarahkan kepada kelompok yang biasanya menjadi korban dan tidak berkembang . Selanjutnya, pemenuhan kebutuhan dasar pihak yang menjadi korban, baik melalui jalur komunal atau sebagai bagian dari strategi nasional, harus menjadi prioritas utama kebijaksanaan pembangunan pemerintah. Hanya dengan demikian kita dapat bergerak ke arah penanganan konflik sosial yang berlarut-larut. Kasus yang terjadi di Kawasan Teluk Jakarta menggambarkan bahwa para nelayan seringkali mempertahankan keberadaan bagan tancap dan rakit kerang hijaunya di alur-alur pelayaran kapal-kapal besar, sehingga sering terjadi tabrakan. Secara fisik, memang daerah tersebut dianggap dapat memberikan hasil produksi yang cukup tinggi, tetapi efisiensi penataan secara terintegrasi kurang diperhitungkan. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat pula dilakukan adalah pengembangan-pengembangan kerjasama ekonomi antar pihak-pihak yang terkait di wilayah studi. Bentuk kerjasama yang dikembangkan pada prinsipnya dapat memenuhi kebutuhan dasar bagi para pihak terkait tersebut, khususnya bagi para nelayan. Untuk kawasan Teluk Jakarta, keberadaan Pulau Untung Jawa yang berdekatan dengan kawasan pariwisata dapat dikembangkan untuk mendukung kerjasama ekonomi antar pihak-pihak terkait di wilayah studi. Kerjasama ekonomi yang dikembangkan dititikberatkan pada diversifikasi usaha hasil produksi dari bagan tancap maupun rakit kerang hijau, seperti pengembangan industri kerajinan kulit kerang hijau, peningkatan kualitas pengolahan hasil perikanan untuk konsumsi wisatawan (seafood), serta pengembangan industri-industri pengolahan hasil produksi perikanan. Relokasi Wilayah Kerja Nelayan
Pelaksanaan relokasi diarahkan pada upaya pemanfaatan ruang perairan secara optimal. Berdasarkan analisis kesesuaian ruang yang dilakukan, maka penempatan-penempatan bagan tancap maupun rakit kerang hijau yang ada di kawasan yang kurang sesuai perlu di relokasi ke kawasan-kawasan yang dikategorikan sangat sesuai. Upaya relokasi ini dapat pula didukung melalui pengembangan pemanfaatan bagan apung sebagai salah satu alternatif peningkatan kegiatan budidaya perikanan selain dengan menggunakan bagan tancap. Pola pengaturan yang dapat dilakukan adalah menempatkan setiap bagan apung untuk dikelola oleh tiga orang nelayan secara bersama-bersama baik kepemilikannya maupun pemanfaatannya.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
73
Implementasi Hukum
Penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang di wilayah laut yang direncanakan dapat terwujud dan terjaga. Kegiatan penertiban merupakan upaya pengembalian tindakan berupa pengenaan sanksi baik berupa sanksi administrasi (pembatalan ijin, pencabutan hak), sanksi perdata (pengenaan denda, ganti rugi dan lain-lain) dan sanksi pidana (penahanan/kurungan). Penertiban harus didukung oleh aparat yang benar-benar memahami aturan- aturan yang diterapkan. Di lapangan, aparat diarahkan untuk dapat menciptakan suatu sinergi yang baik dengan masyarakat. Secara jangka panjang, upaya penertiban sebaiknya diiringi dengan upaya komunikasi yang terbuka serta edukasi/pendidikan yang berkesinabungan demi terciptanya suatu kesadaran publik (publik awareness) ”. E. Contoh Strategi Rencana Tata Ruang Laut Kabupaten Minahasa Utara
1) Strategi Perencanaan Tata Ruang Laut
Strategi Pengembangan Kawasan Lindung
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
Strategi Ekologi
Strategi Penataan Kawasan Budidaya Perairan dan Perikanan Tangkap
Strategi Pengembangan Sarana dan Prasarana
Strategi Penataan Kegiatan Sosial, Ekonomi dan Budaya
2) Strategi Pengembangan Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Minahasa Utara
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Kapasitas Sarana dan Prasarana
Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelauatan Secara Optimal
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
74
TABEL :
STRATEGI PENGEMBANGAN SERTA IMPLIKASI SEBAB AKIBAT PRASARANA DAN SARANA
No.
Strategi
Faktor Penentu
1
Peningkatankualitas dan kuantitas sarana dan prasarana dasar
1. Penambahan sarana listrik dan air bersih. 2. Penambahan sarana komuni-kasi.
1. Peningkatan kualitas produksi hasil perikanan 2. Memperlancar pemasaran hasil produksi 3. Peningkatan efektifitas operasi penangkapan
Dampak
2
Peningkatan aksesibilitas
1. Perbaikan dan penambahan sarana dan prasrana transportasi darat. 2. Perbaikan dan penambahan sarana transportasi laut. 3. Perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana transportasi udara
1. Memperlancar pema-saran hasil produksi 2. Memperlancar distribusi hasil produksi dan sarana produksi/ operasi penangkapan ikan 3. Menekan biaya produksi dan biaya pemasaran serta meningkatkan nilai hasil produksi
3
Optimalisasi Fungsi PPI/ TPI
1. Peningkatan produksi perikanan. 2. Pembangunan PPI di Likupang Barat 3. Penambahan dan perbaikan fasilitas TPI 4. Penambahan sarana komunikasi 5. Penambahan cold storage 6. Pengadaan pabrik es 7. Penambahan industri pengolahan
1. Peningkatan volume dan kualitas hasil produksi perikanan 2. Memperlancar pemasaran hasil produksi 3. Memperlancar distribusi hasil produksi dan sarana produksi/ operasi penangkapan ikan 4. Menekan biaya produksi dan biaya pemasaran serta meningkatkan nilai hasil produksi
4
Peningkatankualitas dan kuantitas sarana /prasarana produksi.
1. Penambahan dan perbaikan unit penangkapan 2. Peningkatan sarana/prasarana budidaya 3. Pengadaan lembaga permodalan
1. Peningkatan volume dan ku-alitas hasil produksi perikanan 2. Pembangunan dan pengembangan sarana prasarana 3. Peningkatan produksi perikanan 4. Penambahancold storage 5. Pengadaanpabrik es 6. Penambahanindustri pengolahan.
Sumber : Hasil Rencana.
TABEL :
10
STRATEGI PENGEMBANGAN SERTA IMPLIKASI SEBAB AKIBAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
No.
Strategi
1.
Pemanfaatan Perikanan dan Kelautan secara optimal.
1. Pemetaanpola migrasi ikan 2. Pemetaanpotensi sumberdaya perikanandan kelautan 3. Pelestarain dan rehabilitasi mangrove 4. Pembatasan pembukaanhutan mangrove 5. Pelestarian dan rehabilitasi terumbu karang 6. Penggunaanalat tangkap yang ramah lingkungan 7. Pengelolaan limbah 8. Zonasi wilayah pesisir 9. Resolusikonflikpemanfaatan lahan
Faktor Penentu
2.
Zonasi wilayah pesisir d an la ut sec ar a p ar tisipatif
1. Pemetaanpotensi sumberdaya perikanandan kelautan 2.Pemetaanmigrasi ikan
1. Resolusi konflik pemanfaatan lahan 2. Pengelolaan limbah 3 . Pe nge mb an ga n a la t ta ng ka p ra ma h lingkungan 4. Pembatasan pembukaan hutan mangrove.
3.
Penegakan dan ketaatan hukum dalam pengelolaan sumberd ay a p er ik ana n da n kelautan
1. Pengembangan alattangkap ramah lingkungan 2. Pengelolaan limbah
1. Pelestarian dan RehabilitasiMangrove 2. Pembatasan pembukaan hutan mangrove 3. Pelestarian dan Rehabilitasi Terumbu Karang 4. Zonasiwilayah pesisir danlautan
4.
Pengelolaan sumberd ay a p er ik ana n da n k ela ut an s ec ar a t er padu
1. Pengembangan alattangkap yang ramah lingkungan 2. Resolusikonflikpemanfaatan daerah penangkapan 3. Pemetaanmigrasiikan
Pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan secara berkelanjutan
Sumber : Hasil Rencana.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
Dampak
11
75
F. Contoh Indikasi Program Rencana Tata Ruang satu sektor tertentu : No.
Program
1 Peningkatan SDM Nelayan
Proyek
Tahun 1
Sosialisasi Rencana
*
Pelatihan budidaya
*
Pengenalan Program
*
2
3
4
5
Relokasi Wilayah Kerja 2 Relokasi Wilayah Kerja Nelayan
3 Bantuan Kredit Usaha Nelayan
4 Pengembangan Pasca Panen
Pemilihan nelayan
*
Pelaksanaan
*
Monitoring
*
Kredit pembangunan bagan
*
Kredit pengelolaan bagan
*
Kredit usaha kerajinan
*
Kredit pemilikan kapal
*
Peningkatan kemampuan
*
managemen Pelatihan
*
pengelolaan/budidaya Pelatihan usaha kerajinan
*
Penyuluhan Pemasaran
*
Pendampingan masyarakat
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
*
76
G. Contoh Indikasi Program Rencana Tata Ruang Multi Sektor: TABEL :
INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN PER ZONA PENGEMBANGAN DI WILAYAH PERENCANAAN TAHUN 2006 – 2016 Rencana Program Tahapan Pembangunan
Zona Pengembangan
Jenis Kegiatan Tahap I Th.2006 -2011 1. Rencana penyebaran jumlah penduduk
I. Kawasan Wori
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan perumahan. 3. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas Pemerintah. 4. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas : pendidikan, kesehatan, keagamaan,dll. 5. Konsulidasi tanah dan pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan). 6. Konsulidasi tanah dan pembangunan tempat pendaratan ikan (TPI) 7. Konsulidasi tanah dan pembangunan pelabuhan penyeberangan 8. Pengembangan sektor pertanian pangan lahan kering (perkebunan/ kebun ladang)
Sumber Pembiayaan
IntsansiPenanggung Jawab
APBD I/II
Dinas Tata Pemerintahandan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
Tahap II Th.2011 -2016
APBD/Pemda Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kab. Minahasa Utara
APBD/Pemda Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD/Pemda Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kab. Minahasa Utara
APBD/Pemda Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kab. Minahasa Utara
APBD/Pemda Swasta
Dinas PU, DKP, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD/Pemda Swasta
Dinas PU, Bappeda, dan Dinas Perhub. Kab. Minahasa Utara
APBN/APBD Swasta
Dinas Pertanian Kab. Minahasa Utara
25
Sambungan Hal 56
9.
Konservasi hutan lindung.
APBN/APBD
Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa Utara
10. Lindung preservasi (resapan air, sempadan pantai, dan sungai).
A PB DI /I I
Di na s P U, Ba pp ed a, da n DKP Kabupaten Minahasa Utara
11. Konservasi hutan mangrove.
APBD I/II
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
12. Konservasi terumbu karang.
APBD I/II
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
13. Prasarana dasar : air bersih, listrik, dan telekomunikasi
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
14. Pembangunan dermaga
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
15. Pembangunan Kantor TPI
16. Pembangunan Ice Storage
17. Pembangunan kedai pesisir
18. Jasa pariwisata (Hotel, resort, dan sarana pendukungnya lainnya
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
26
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
77
Sambungan Hal 57
1. Rencana penyebaran jumlah penduduk
II. Kawasan Likupang Barat
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan perumahan. 3. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas Pemerintah. 4. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas : pendidikan, kesehatan, keagamaan,dll. 5. Konsulidasi tanah dan pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan). 6. Konsulidasi tanah dan pembangunan Pelabuhan Perikanan (PPi) 7. Konsulidasi tanah dan pembangunan dermaga 8. Pembangunan break water
APBD I/II
Dinas Tata Pemerintahan dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, DKP, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBN/APBD/ Swasta
Dinas Pertanian Kabupaten Minahasa Utara
9. Pembangunan kolam pelabuhan
APBN/APBD
Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa Utara
10. Pembangunan TPI
APBD I/II
Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
11. Pembangunan kantor TPI
APBD I/II
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
27
Sambungan Hal 58 12. Pembangunan pasar ikan
APBD I/II
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
13. Pembangunan Pabrik es
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
14. Pembangunan Ice Storage
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
15. Pembangunan Cold Storage
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
16. Pembangunan Cool Room
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
17. Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
18. Pembangunan jasa dan pariwisata (hotel, resort, dll)
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
19. Konservasi hutan lindung
APBD I/II
Dinas Tata Pemerintahan dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
20. Lindung preservasi (resapan air, sempadan pantai, dan sungai
APBD/ Pemda/ Swasta
Dinas PU, DKP, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
21. Konservasi hutan mangrove
APBD/ Pemda/ Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
22. Konservasi terumbu karang
APBD/ Pemda/ Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
28
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
78
Sambungan Hal 59
III. Kawasan Likupang Timur
1. Rencana penyebaran jumlah penduduk
A PB DI /I I
D in as T at a Pe me ri nt ah an , dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan perumahan.
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
3. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas Pemerintah.
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
4. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas : pendidikan, kesehatan, keagamaan, dll.
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
5. Konsulidasi tanah dan pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan).
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, DKP, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, Bappeda, dan Dinas Perhub. Kabupaten Minahasa Utara
8. Pembangunan Ice Storage
APBN/APBD/ Swasta
Dinas Pertanian Kabupaten Minahasa Utara
9. Pembangunan kantor TPI
APBN/APBD
Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa Utara
10. Pembangunan pasar ikan
APBD I/II
Dinas PU dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
6. Konsulidasi tanah dan pembangunan tempat pendaratan ikan (TPI) 7. Konsulidasi tanah dan pembangunan pelabuhan penyeberangan (dermaga)
29
Sambungan Hal 60
VI Kawasan Kema
11. Pembangunan Ice Storage
APBD I/II
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
12. Pembangunan kedai pesisir
APBD I/II
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
13. Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
14. Pembangunan jasa dan pariwisata (hotel, resort, dll)
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
15. Konservasi hutan lindung
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
16. Lindung preservasi (resapan air, sempadan pantai, dan sungai
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
17. Konservasi hutan mangrove
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
18. Konservasi terumbu karang
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
1.
APBD I/II
Dinas Tata Pemerintahan, dan, Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan perumahan.
APBD/ Pemda/ Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
3. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas Pemerintah.
APBD/ Pemda/ Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
Rencana penyebaran jumlah penduduk
30
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
79
Sambungan Hal 61
4. Konsulidasi tanah dan pembangunan fasilitas : pendidikan, kesehatan, keagamaan, dll.
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
5. Konsulidasi tanah dan pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan).
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
6. Pen ingkatan kualitas tempat pelelangan ikan (TPI)
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, dan Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
7. Peningkatan kualitas dermaga
APBD/Pemda/ Swasta
Dinas PU, Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
8. Pembangunan kedai pesisir
APBN/APBD/ Swasta
Dinas Pertanian Kabupaten Minahasa Utara
9. Pembangunan Ice Storage
APBN/APBD
Dinas Kehutanan Kab. Minahasa Utara
10 Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll
APBD I/II
Dinas PU & Bappeda Kabupaten Minahasa Utara
11. Pembangunan jasa dan pariwisata (hotel, resort, dll)
APBD I/II
Dinas PU, DKP & Bappeda Kab.Minahasa Utara
12. Pengembangan tanaman pangan lahan kering
APBD I/II
Dinas PU, DKP & Bappeda Kab.Minahasa Utara
14. Lindung preservasi (resapan air, sempadan pantai, dan sungai
APBD I/II/ Swasta
Dinas PU, DKP & Bappeda Kab.Minahasa Utara
Sumber : Hasil Rencana Tim RTR Pesisir dan Laut Kabupaten Minahasa Utara tahun 2006
31
H. Contoh Mekanisme Kelembagaan Rencana Tata Ruang Multi Sektor KERANGKA KERJA SISTEM KELEMBAGAAN
PemPUS
Pemberdayaan Dinas Terkait Untuk Pengembangan Kegiatan Perikanan Dan Wisata Di Wilayah Perenca naan
PemPROV
Konsorsium : Pemda BUMD Swasta Koperasi Masy Lokal
Fasilitas Koordinasi Bantek
Pemkab. Minahasa Utara
MOU Pranata Pendukung Promosi Gagasan
Pembentukan Otoritas Pengembangan Periikanan Terpa du dan kegiatan Wisata Daerah
Elemen: Pemprov Pemkab. Minahasa Utara
Action Plan Pengembangan Fisik & Aktivitas Penggalangan Investasi Bussiness Plan Pelaksanaan Pengembangan Pengelolaan Dampak
Penggalangan Stakeholder Kebijakan Pengembangan Fasili tasiKerjasama & Promo Subsidi PSDStrategis
Pengembangan & Pengelolaan Berkelanjutan meliputi : Fisik, Kegiatan, Kerjasama danPromosi
PERSIAPAN
PEMANTAPAN
PELAKSANAAN
33
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
80
STRUKTUR SISTEM KELEMBAGAAN
DEPARTEMEN PARIWISATA & SENI BUDAYA
FORUM KERJASAMA PEMPROV SULAWESI UTARA – PEMKAB MINAHASA UTARA
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Penugasan Monitoring dan Supervisi
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
Fasilitasi Bantek
SISTEM MANAJEMEN PENGEMBANGAN DAERAH
Fasilitasi Bantek
ELEMEN PROV Sul: Dinas KP, Dinpar, Dinas PU, BKPMD, sesuai kebutuhan ELEMEN PEMKAB Minut : Dinpar, Dinas PU, BKPMD, Dinperindag, Dinkop-UKM, Din-Kelautan Perikanan, Dinnaker dll sesuai kebutuhan. Penggalangan Stakeholder Kebijakan Pengembangan Fasilitasi Kerjasama dan Promosi Subsidi PSD Strategis Ket :
Fasilitasi dan Bantuan Koordinasi Penugasan, Monitoring & Supervisi Pelaporan dan Pertanggung Jawaban
PEMBERDAYAAN DINAS TERKAIT DALAM PENGEMBANGAN KEGIATAN PERIKANAN DAN WISATA Di MINAHASA UTARA DAN SEKITARNYA
ACTION PLAN PENGEMBANGAN FISIK & AKTIVITAS PENGGALANGANINVESTASI BUSSINESS PLAN PELAKSANAANPEMBANGUNAN PENGELOLAANDAMPAK PENGEMBANGAN & PENGELOLAAN BERKELANJUTAN MELIPUTI: Fisik Kegiatan Kerjasama dan Promosi
DEVISI PENGEMBANGAN ZONA I
DEVISI PENGEMBANGAN ZONA II
DEVISI PENGEMBANGAN ZONA III
DIVISI PENGEMBANGAN ZONA IV
34
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
81
Masukan dari Konsinyasi : Pak Pandu 1. Pendekatan ruang laut meliputi permukaan, kolom, dasar; 2. Pendekatan horizontal; 3. Pendekatan waktu; 4. Valuasi ekonomi; 5. Multifungsi wilayah laut; Pak Sigit 1. Istilah zonasi dan ruang (jangan dipertentangkan..) RTR dituangkan dalam peta 2D, shg zonasi merupakan cara penuangan / menyederhanakan ruang 3D menjadi ruang / peta 2D; zonasi merupakan terjemahan/proyeksi dari layer-layer mulai permukaan, kolom sd dasar laut; 2. Pada pendahuluan atau latar belakang disebutkan bahwa sebelum penyusunan juknis, belum muncul PR dan UUPWP3K. Sehingga dimungkinkan adanya penyesuaian di kemudian hari. Pada UU PWP muncul zonasi yang komplemen dg RTR yang bisa dipaduserasikan. Ada semacam tinjauan secara keseluruhan antara wilayah darat dan laut dalam penyusunan RTR; 3. Batas kawasan perencanaan sesuai dengan bts adm, karena akan dilegalkan. Perlu analisis wilayah perencanaan yang bersifat lebih detail, yang mungkin sifatnya lintas batas adm. Btas kawasan sesuai administrasi tidak berlaku pada RTR detail, yang bisa adm maupun fungsional,dll. 4. Mengenai pendekatan analisis, perlukah analisis seperti menyusun RTR darat (analisis ekonomi,fisik, sosbud, dll)??. Penyusunan RTR di laut lain obyeknya, sebaiknya pendekatan sifatnya riil, sederhana tapi logis. Misalnya dg melihat wilayah perencanaan dari wil geografis. Contoh laut jawa, dilihat ada kepentingan apa yang bermain disitu, contoh pelayaran, perikanan tangkap, dll.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut
82