PANDUAN PELAKSANAAN PROSES SKRINING PENERIMAAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
RUMAH SAKIT ARUN LHOKSEUMAWE Jl. Plaju Komplek Perumahan PT.Arun NGL Batuphat, Lhokseumawe 24353 Telp : 0645 65 3165 – 0645 0645 65 3111 Fax : 0645 59922 E-Mail : pt.rsarunlhokseumawe@gm
[email protected] ail.com LHOKSEUMAWE – INDONESIA INDONESIA TAHUN 2018
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional dibidang pelayanan kesehatan. Tingkat pelayanan yang dilaksanakan sesuai dengan kontinuitas kontinuitas pelayanan. Kontinuitas pelayanan harus menyelaraskan kebutuhan pasien dibidang pelayanan kesehatan dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Rumah sakit yang memiliki kemampuan untuk menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dan konsisten dengan misinya untuk menerima pasien rawat jalan, rawat inap dan rujukan kepelayanan kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas yang memadai sesuai kebutuhan pasien. Pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien harus menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit tergantung pada keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pada kontak pertama yang berupa riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, psikososial, ekonomi, spiritual, pengkajian resiko jatuh dan nyeri serta laboratorium klinik dan pemeriksaan diagnostik imaging. Informasi dari pasien atau keluarga diperlukan untuk membuat keputusan yang benar tentang kebutuhan pasien yang dapat dilayani oleh rumah sakit. Skrining dan evaluasi hasil skrining merupakan hal yang sangat penting pada proses penerimaan pasien di Rumah Sakit untuk mengambil suatu keputusan terhadap pasien untuk mengobati, memulangkan atau me rujuk.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pelaksanaan proses skrining penerimaan pasien di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe
1
2. Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui pelaksanaan proses skrining penerimaan pasien rawat inap di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe 2) Untuk mengetahui pelaksanaan proses skrining penerimaan pasien rawat jalan ri Rumah Sakit Arun Lhokseumawe. C. Manfaat
Panduan ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan proses skrining penerimaan pasien bagi para profesional pemberi asuhan di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Skrining Skrining adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas dengan menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi sesunguhnya menderita suatu kelainan. Test skrining dapat dilakukan dengan :
1. Pengkajian (Anamnese) berupa riwayat penyakit, pemeriksaan psikososial, ekonomi, spiritual, pengkajian pengkajian resiko jatuh dan nyeri. 2. Pemeriksaan Laboratorium Klinik 3. Pemeriksaan Diagnostik Imaging
fisik,
Skrining bertujuan untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus yang ditemukan. Program diagnosis dan pengobatan dini hampir selalu diarahkan kepada penyakit yang tidak menular seperti kanker, diabetes mellitus, glaucoma, dan lain-lain. Persyaratan skrining antara lain : 1. 2. 3.
Masalah kesehatan atau penyakit yang diskrining harus merupakan masalah kesehatan yang penting. Harus tersedia pengobatan bagi pasien yang terdiagnosa setelah proses skrining. Tersedia fasilitas diagnosa dan pengobatan.
B. Pelayanan Rawat Inap Rawat inap merupakan bentuk perawatan, dimana pasien dirawat dan tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Selama pasien dirawat, rumah sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi rehabilitasi medis dan atau pelayanan medis lainnya.
1. Proses Skrining Pelayanan Rawat Inap Skrining pasien rawat inap dimulai dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang melaksanakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam dan melaksanakan proses skrining pasien yang diawali dengan proses triage minimal 3 menit sebagai penilaian awal kegawatdaruratan (emergency case) dan case) dan maximal 10 menit pada pasien yang tidak dinilai sebagai suatu kegawatdaruratan (false emergency case). case). Setiap pasien yang masuk dari instalasi gawat darurat harus melalui prosedur sebagai berikut : 1) Dokter dan Perawat IGD melakukan penilaian triage.
3
2) Dokter dan Perawat IGD melakukan penilaian kesadaran dengan menggunakan kriteria Glascow Coma Score (GCS) 3) Dokter dan Perawat IGD melakukan penilaian jalan nafas pasien (Airway), pernafasan (Breathing), sirkulasi darah (Circulation). 4) Dokter IGD melakukan anamnese berupa keluhan utama, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik. 5) Dokter IGD dapat meminta kepada penunjang medis untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dan diagnostik imaging jika diperlukan. 6) Perawat IGD melakukan pengkajian berupa pemeriksaan fisik, riwayat penyakit, pengkajian resiko jatuh, skrinning nyeri dan riwayat psikososial, spiritual dan ekonomi. 7) Dokter dan Perawat IGD melakukan evaluasi hasil skrining yang dicatat dalam lembar observasi. 8) Dokter IGD menetapkan pasien tersebut dirawat inap sesuai dari evaluasi hasil skrinning. 9) Dokter IGD menetapkan pasien tersebut dirawat inap diperawatan biasa atau diperawatan intensif. 2. Kriteria Pasien Dirawat Inap No 1
Bagian Anak/Pediatrik
Indikasi
Anemia sedang/berat
Apnea/gasping
Bayi/anak dengan ikterus
Bayi kecil/prematur
Cardiac arrest / payah maksudnya henti jantung)
jantung
Cyanotic Spell (tanda penyakit jantung) Diare profus (lebih banyak dari 10x sehari BAB cair) baik dengan dehidrasi maupun tidak
Difteri
Murmur/bising jantung, Aritmia
Edema/bengkak seluruh badan
(mungkin
Epitaksis (mimisan), dengan tanda perdarahan lain disertai dengan demam/febris Gagal ginjal akut Gangguan kesadaran dengan fungsi vital yang masih baik
Hematuria
Hipertensi berat
Hipotensi atau syok ringan hingga sedang
Intoksikasi atau keracunan (misal: minyak tanah, atau obat serangga) dengan keadaan umum masih baik
4
Intoksikasi disertai gangguan fungsi vital
Kejang dengan penurunan kesadaran
2
Bedah
Muntah profus (lebih banyak dari 6x dalam satu hari) baik dengan dehidrasi maupun tidak Panas/demam tinggi yang sudah di atas 40°C Sangat sesak, gelisah, kesadaran menurun, sianosis dengan retraksi hebat dinding dada/otototot pernapasan Sesak tapi dengan kesadaran dan kondisi umum yang baik Syok berat, dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur, termasuk di dalamnya sindrom rejatan dengue
Tetanus
Tidak BAK/kencing lebih dari 8 jam
Tifus abdominalis dengan komplikasi
Abses serebri
Abses submandibula
Amputasi penis
Anuria
Appendiksitis akut
Atresia Ani
BPH dengan retensi urin
Cedera kepala berat
Cedera kepala sedang
Cedera vertebra/tulang belakang
Cedera wajah dengan gangguan jalan napas
Cedera wajah tanpa gangguan jalan napas namun termasuk: {a} patah tulang hidung terbuka/tertutup; {b} Patah tulang pipi (os zygoma) terbuka dan tertutup; {c} patah tulang rahang (os maksila dan mandibula) terbuka dan tertutup; {d} luka terbuka di wajah
Selulitis
Kolesistitis akut
Korpus alienum pada: {a] intra kranial; {b} leher; {c} dada/toraks; {d} abdomen; {e} anggota gerak; {e} genital
Cardiovascular accident tipe perdarahan
Dislokasi persendian
Tenggelam (drowning )
Flail chest 5
Fraktur kranium (patah tulang kepala/tengkorak)
Gastroskisis
Gigitan hewan/manusia
Hanging (terjerat leher?)
Hematotoraks dan pneumotoraks
Hematuria
Hemoroid tingkat IV (dengan tanda strangulasi)
Hernia inkarserata
Hidrosefalus intrakranial
dengan
peningkatan
Penyakit Hirschprung
Ileus Obstruksi
Perdaraha Internal
Luka Bakar
Luka terbuka daerah abdomen/perut
Luka terbuka daerah kepala
Luka terbuka daerah toraks/dada
Meningokel/myelokel pecah
Trauma jamak (multiple trauma)
Omfalokel pecah
Pankreatitis akut
tekanan
Patah tulang dengan dugaan cedera pembuluh darah
Patah tulang iga jamak
Patah tulang leher
Patah tulang terbuka
Patah tulang tertutup
Infiltrat periapendikuler
Peritonitis generalisata
Phlegmon pada dasar mulut
Priapismus
Perdarahan raktal
Ruptur tendon dan otot
Strangulasi penis
Tension pneumotoraks
Tetanus generalisata
Torsio testis
Fistula trakeoesofagus
Trauma tajam dan tumpul di daerah leher
Trauma tumpul abdomen
Traumatik amputasi 6
3
Cardiovaskuler
Tumor otak dengan penurunan kesadaran
Unstable pelvis
Urosepsi
Aritmia
Aritmia dan rejatan/syok
Korpulmonale dekompensata akut
Edema paru akut
Henti jantung
Miokardititis dengan syok
Mata
Nyeri dada (angina pektoris) Sesak napas karena payah jantung Pingsan yang dilatari oleh penyakit/kelainan jantung
Abortus
Distosia
Eklampsia
Kehamilan ektopik terganggu (KET)
Perdarahan antepartum
Perdaragan postpartum
Inversio uteri
Febris puerperalis
Hiperemesis gravidarum dengan dehidrasi
5
Kelainan jantung bawaan dengan gangguan ABC Krisis hipertensi
Obgyn
Infark Miokard dengan kompikasi (misal: syok)
4
Hipertensi berat dengan komplikasi (misal: enselofati hipertensi, CVA)
Persalinan kehamilan risiko tinggi daa/atau persalinan dengan penyulit
Benda asing di kornea mata/kelopak mata
Blenorrhoe/ Gonoblenorrhoe
Dakriosistisis akut
Endoftalmitis/panoftalmitis
Glaukoma akut dan sekunder
Penurunan tajam penglihatan mendadak (misal: ablasio retina, CRAO, perdarahan vitreous) Selulitis orbita 7
6
Paru
Penyakit Dalam
Semua trauma mata (misal: trauma tumpul, trauma fotoelektrik/radiasi, trauma tajam/tembus)
Trombosis sinus kavernosus
Tumor orbita dengan perdarahan
Uveitis/skleritis/iritasi
Asma bronkiale sedang – parah
Aspirasi pneumonia
Emboli paru
Gagal napas
Cedera paru (lung injury)
Hemoptisis dalam jumlah banyak (massive)
Hemoptoe berulang
Efusi plura dalam jumlah banyak (massive)
Edema paru non kardiogenik
Pneumotoraks tertutup/terbuka
7
Semua kelainan kornea mata (misal: erosi, ulkus/abses, descematolisis)
Penyakit Paru Obstruktif Menahun dengan eksaserbasi akut
Pneumonia sepsis
Pneumotorak ventil
Status asmatikus
Tenggelam
Asma bronkiale sedang – parah
Aspirasi pneumonia
Emboli paru
Gagal napas
Cedera paru (lung injury)
Hemoptisis dalam jumlah banyak (massive)
Hemoptoe berulang
Efusi plura dalam jumlah banyak (massive)
Edema paru non kardiogenik
Pneumotoraks tertutup/terbuka
Penyakit Paru Obstruktif Menahun dengan eksaserbasi akut
Pneumonia sepsis
Pneumotorak ventil
Status asmatikus 8
8
9
THT (Telinga Hidung Tenggorokan)
Saraf
Tenggelam
Abses di bidang THT-KL
Benda asing di laring, trakea, bronkus dan/atau benda asing tenggorokan
Benda asing di telinga dan hidung
Disfagia
Obstruksi jalan napas atas grade II/III Jackson
Obstruksi jalan napas atas grade IV Jackson
Otalgia akut
Parese fasialis akut
Perdarahan di bidang THT
Syok karena kelainan di bidang THT
Trauma akut di bidang THT-KL
Tuli mendadak
Vertigo (berat)
Kejang
Stroke
Meningoensefalitis
9
1. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah seorang dokter, sesuai kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat j alan atau rawat inap. 2. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan implementasi rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan pasien. 3. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP sesuai kewenangan klinisnya, maka asuhan medis tersebut dilakukan secara terintergrasi dan secara tim diketuai oleh seorang DPJP Utama. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien yang bersangkutan (“Ketua Tim”), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis yang komprehensif – terpadu – efektif, demi keselamatan pasien melalui komunikasi efektif dengan membangun sinergisme dan mencegah duplikasi serta mendorong penyesuaian pendapat (adjustment ) antar anggota / DPJP, mengarahkan agar tindakan masing-masing DPJP bersifat kontributif (bukan intervensi). 4. Dokter yang memberikan pelayanan interperatif , misalnya memberikan uraian / data tentang hasil laboratorium atau radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena tidak memberikan asuhan medis yang lengkap. 5. Profesional Pemberi Asuhan – PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung memberikan asuhan kepada pasien, antara lain. Dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker, psikolog klinis, penata anestesi, terapis fisik dan sebagainya. 6. Asuhan Pasien Terintegrasi dan Pelayanan Yang Berfokus Pada Pasien (Patient Centered Care – PPC) adalah istilah yang saling terkait, yang
mengandung aspek pasien merupakan pusat pelayanan, PPA memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin / klinis dengan DPJP sebagai ketua tim klinis – Clinical Leader , PPA dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang antara lain terdiri dari dokter, perawat, bidan, nutrisionis / dietisien, apoteker, penata anestesi, terapis fisik dan sebagainya. 7. Case Manager / Manajer Pelayanan Pasien : adalah profesional di rumah sakit melaksanakan manajemen pelayanan pasien, berkoordinasi dan kolaborasi dengan DPJP serta PPA lainnya, manajemen rumah sakit, pasien dan keluarganya, pembayarannya, mengenai asesmen, perencanaan, fasilitasi, koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi dan pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keluarganya yang komprehensif, melalui komunikasi dan sumber daya yang 10
tersedia sehingga memberikan hasil (outcome) yang bermutu dengan biaya-efektif selama dan pasca rawat inap.
BAB IV RUANG LINGKUP
11
A. Ruang Lingkup DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) 1. Pelayanan Berfokus Pada Pasien ( patient centered care) dan Asuhan Terintegrasi.
Asuhan pasien
dilaksanakan berdasarkan pola pelayanan berfokus pada
pasien ( Patient Centered Care), asuhan diberikan berbasis kebutuhan pelayanan pasien. Pasien adalah pusat pelayanan, dan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) diposisikan mengelilingi pasien.
DPJP Perawat / Bidan
Apoteker
Psikologi
Pasien
Nutrisionis/
Klinis
Keluarga
Dietisien
Terapis Fisik
Penata Anestesi Lainnya
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah tenaga kesehatan yang secara langsung memberikan asuhan kepada pasien, dokter, perawat, bidan, nutrisionis / dietisien, apoteker, penata anestesi, terapis fisik dan sebagainya, dengan kompetensi yang memadai, sama pentingnya pada konstribusi profesinya, masing-masing menjalankan tugas mandiri, kolaboratif dan delegatif. PPA memberikan asuhan yang terintegrasi dalam satu kesatuan sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi inter-profesional. Asuhan pasien terintegrasi “dimotori” oleh DPJP dalam tim berfungsi sebagai ketua tim klinis (Clinical Leader ), melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis, review dan mengintegrasikan asuhan pasien. Proses review dilakukan oleh DPJP dengan membaca rencana para PPA dan memberikan catatan / notasi pada CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi). 12
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) melaksanakan asuhan pasien dalam 2 (dua) proses:
A. Asesmen Pasien Asesmen Pasien terdiri dari 3 (tiga) langkah (IAR) yaitu : 1. I Informasi dikumpulkan, antara lain Anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lain / penunjang, dsb 2. A Analisis informasi menghasilkan kesimpulan antara lain Masalah, Kondisi, Diagnosis, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien. 3. R Rencana Pelayanan / Care Plan
dirumuskan untuk memenuhi Kebutuhan
pelayanan Pasien.
adalah pemberian Pencatatannya dilakukan dengan metode SOAP pada CPPT.
pelayanannya.
Masing-masing Profesional Pemberi Asuhan (PPA) memberikan asuhan melalui tugas mandiri, delegatif dengan pola IAR (informasi, analisis informasi dan rencana pelayanan). Menggunakan pola IAR dan penulisan SOAP / ADIME (untuk GIZI), berkolaborasi interprofesional dan meningkatkan kompetensi untuk praktik kolaborasi interprofesional dalam 4 (empat) ranah yaitu : nilai dan praktik
profesional,
P A
B. Implementasi Rencana Serta Monitoring Implementasi Rencana Serta Monitoring
etika
P
peran
dan
tanggung
jawab,
komunikasi
interprofesional, kerjasama dalam tim klinis / interdisiplin, selanjutnya edukasi untuk kolaborasi interprofesional.
2. Asuhan Medis
Pengertian Asuhan medis dalam Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik oleh KKI tahun 2006 adalah memberikan pelayanan berdasarkan tanggung jawab profesi dapat berupa pemeriksaan atau terapi. 13
Asuhan medis di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe diberikan oleh dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter sub spesialis disebut sebagai DPJP. Di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Arun Lhokseumawe dokter jaga IGD yang bersertifikat kegawat-daruratan, antara lain ATLS, ACLS, PPGD, General Emergency Life Support (GELS) menjadi DPJP pada saat asuhan awal pasien gawat-darurat. Pasien selanjutnya dapat diteruskan perawatannya oleh dokter jaga IGD yang mengelola pasien pada awal perawatan dan dapat juga dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai dengan sistem rujukan dapat bersifat advis, rawat bersama atau alih rawat. Rujukan dilakukan dengan adanya kesepakakan pasien / keluarga pasien dengan dokter yang pertama kali mengelola pasien mengingat segi efektifitas dan efisiensi biaya perawatan. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dan memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis menjadi DPJP pasien tersebut menggantikan DPJP sebelumnya, yaitu dokter jaga IGD. Di Unit Rawat Inap, pasien kiriman dokter umum yang memiliki STR dan SIP di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe dapat merawat pasien di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe dan melakukan konsultasi ke teman sejawat dokter spesialis dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai mengingat Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia. Untuk pasien kiriman dokter umum yang menunjuk dokter umum tertentu yang memiliki STR dan SIP di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe sebagai penggantinya maka dokter tersebut harus memastikan bahwa dokter pengganti mempunyai kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan keahlian untuk mengerjakan tugasnya sebagai dokter pengganti. Dokter pengganti harus tetap bertanggung jawab kepada dokter yang digantikan atau ketua tim dalam asuhan medis. Hal ini berlaku juga untuk dokter spesialis dan dokter sub spesialis. Pemberian asuhan medis di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe senantiasa mengacu kepada Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik Di Indonesia (Keputusan Konsil Nomor 18 / KKI / KEP / IX / 2006). Penerapan dasar hukum ini selain menjaga mutu asuhan dan keselamatan pasien, juga dapat menghindari pelanggaran disiplin. Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya adalah sebagai berikut : 14
Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien
Kaidah dasar moral : o
Menghormati martabat manusia (respect for person)
o
Berbuat baik (beneficence)
o
Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)
o
Keadilan ( justice)
Tujuan : o
Memberikan perlindungan pada pasien
o
Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medik
o
Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.
Tumpuan dasar kompetensi dokter yang mengacu kepada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) (Perkonsil No. 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia) adalah : a. Profesionalitas yang luhur b. Mawas Diri dan Pengembangan Diri c. Komunikasi Efektif d. Pengelolaan Informasi e. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran f. Keterampilan Klinis g. Pengelolaan Masalah Kesehatan
3. Asuhan Medis Terintegrasi dan patient centered care
Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan / asuhan berfokus pada pasien ( Patient Centered Care) adalah elemen penting dan sentral dalam asuhan pasien di rumah sakit. Konsep inti ( Core Concept ) asuhan berfokus pada pasien terbagi dalam 2 perspektif :
a. Perspektif Pasien :
1) Martabat dan Respek. o
Profesional
Pemberi
Asuhan
mendengarkan,
menghormati
menghargai pandangan serta pilihan pasien – keluarga.
15
dan
o
Pengetahuan, nilai – nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien – keluarga dimasukkan dalam perencanaan pelayanan dan pemberian pelayanan kesehatan.
2) Berbagi Informasi. o
Profesional Pemberi Asuhan mengkomunikasikan dan berbagi informasi secara lengkap kepada pasien – keluarga.
o
Pasien – keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat.
3) Partisipasi. o
Pasien – keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam asuhan, pengambilan keputusan dan pilihan mereka.
4) Kolaborasi / Kerjasama. o
Rumah
sakit
bekerjasama
dengan
pasien – keluarga
dalam
pengembangan, implementasi dan evaluasi kebijakan dan program. Pasien – keluarga adalah mitra PPA. b. Perspektif PPA :
1) Tim Interdisiplin
Profesional Pemberi Asuhan diposisikan mengelilingi pasien
Kompetensi yang memadai
Berkontribusi setara dalam fungsi profesinya
Tugas mandiri, kolaboratif, delegatif, bekerja sebagai satu kesatuan memberikan asuhan yang terintegrasi
2) Interprofesionalitas
Kolaborasi interprofesional
Kompetensi pada praktik kolaborasi interprofesional
Termasuk bermitra dengan pasien
3) DPJP adalah ketua tim klinis / clinical leader
DPJP melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis, review dan mengintegrasikan asuhan pasien
4) Personalized care
Keputusan klinis selalu diproses berdasarkan juga nilai – nilai pasien
Setiap dokter memperlakukan pasiennya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan 16
Dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, konteks asuhan medis terintegrasi dan patient centered care terdiri dari unsur – unsur inti antara lain :
Pasien dan keluarganya adalah pusat pelayanan / asuhan
DPJP – Dokter Penanggung jawab Pelayanan sebagai clinical leader / ketua tim klinis mengintegrasikan asuhan.
PPA – Profesional Pemberi Asuhan diposisikan mengelilingi pasien, memberikan asuhan secara tim interdisiplin, dengan tugas mandiri dalam pola IAR, juga tugas kolaboratif dan tugas delegatif, dengan motto asuhan : BPIS – bila pasien itu (adalah) saya.
Kolaborasi interprofesional dalam tim dengan kompetensi untuk praktek kolaborasi.
Case Manager / MPP – Manajer Pelayanan Pasien berperan dalam menjaga kontinuitas pelayanan dan asuhan.
Rekam Medis terintegrasi dalam bentuk CPPT – Catatan Perkembangan pasien Terintegrasi diisi oleh semua tenaga kesehatan yang memberikan asuhan pasien - PPA, dengan pola IAR.
CPPT – Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi dalam rekam medis tempat PPA mendokumentasikan perkembangan pasien dalam proses pemberian asuhan.
Hak Pasien dan Keluarga antara lain tentang rumah sakit termasuk PPA bertanggung jawab untuk memberikan proses yang mendukung hak pasien dan keluarganya selama dalam pelayanan, pelayanan yang dilaksanakan dengan penuh perhatian dan menghormati nilai – nilai pribadi dan kepercayaan pasien, menghormati kebutuhan privasi pasien, mendukung hak pasien dan keluarga untuk berpartisipasi dalam proses pelayanan termasuk dalam keputusan pelayanan, memberitahu pasien dan keluarganya tentang bagaimana mereka akan dijelaskan tentang hasil pelayanan dan pengobatan, termasuk hasil yang tidak diharapkan dan siapa yang akan memberitahukan, dsb.
Discharge planning / Rencana Pemulangan Pasien yang terintegrasi, dilakukan secara multidisiplin sejak awal rawat inap dengan tujuan menjaga keberhasilan asuhan dan pelayanan selama rawat inap maupun pasca rawat inap / dirumah. 17
B. Ruang Lingkup Case Manager / Manager Pelayanan Pasien 1. Kontinuitas Pelayanan Menjaga kontinuitas
pelayanan
dalam
pola
asuhan terintegrasi dan
pelayanan berfokus pada pasien. 2. Koordinasi dan Kolaborasi MPP berkoordinasi dan kolaborasi dengan DPJP dan PPA lainnya, serta manajemen rumah sakit. 3. Hubungan dengan Pasien Penting bagi MPP untuk membangun dan memiliki
relasi yang kondusif
dengan pasien - keluarga agar proses pelayanan dapat memenuhi kebutuhan mereka.
MPP merupakan "Laison" pasien - keluarga
dengan
PPA,
manajemen rumah sakit. 4. Skrining pasien Untuk penanganan
pasien, MPP melakukan skrining pasien, kelompok :
anak, usia lanjut, pasien dengan
penyakit
kronis, risiko tinggi, kasus
kompleks dengan hasil asuhan yang tidak mudah.
Case Manager / MPP Manajer Pelayanan Pasien
DPJP Perawat / Bidan
18
Apoteker
Psikologi
Pasien
Nutrisionis/
Klinis
Keluarga
Dietisien
Terapis Fisik
Penata Anestesi Lainnya
Yan Kes / RS Lain
Case Manager MPP
Dokter Keluarga
Yan Keuangan /
Asuransi BPJS
Perusahaan / employer
BAB V DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit 19
Billing
Pasal 5: Rumah Sakit mempunyai fungsi : huruf
b.
pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. Penjelasan pasal 5 huruf b , disebutkan : yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan paripurna tingkat kedua adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik. Dengan demikian asuhan medis di rumah sakit kepada pasien diberikan oleh dokter spesialis.
Pasal 29 (1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban : huruf r. menyusun dan
melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws).
Penjelasan Pasal 29 huruf r : Yang dimaksud dengan peraturan internal Rumah
Sakit (hospital by laws) adalah peraturan organisasi Rumah Sakit (corporate by laws) dan peraturan staf rnedis Rumah Sakit (medical staff by law) yang disusun dalam rangka menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance). Dalam peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff" by law) antara lain diatur kewenangan klinis
(Clinical Privilege).
Pasal 43 menyatakan Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
2. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pasal 3 Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk;
1. memberikan perlindungan kepada pasien; 2. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan 3. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Pasal 7 : 20
(1) Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien. (2) Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Hak pasien; b. Mendidik pasien dan keluarga; c. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan; d. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien f. mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Lampiran : pengaturan tentang Standar Standar
I. Hak
pasien, adalah sebagai berikut :
: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden. Kriteria : 1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan. 1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan. 1.3.Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya insiden. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755 tahun 2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis, termasuk pelayanan interpretatif harus memiliki SK dari Direktur / Kepala Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis / SPK (Clinical Appointment ), dengan lampiran rincian kewenangan klinis / RKK ( Delineation Of Clinical
Previlege). Penerbitan SPK dan RKK tersebut harus melalui proses kredensial dan rekredensial untuk evaluasi kinerja profesional DPJP (Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan). 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
21
6. Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.02.04/I/2790/11 tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit. 7. Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, Komisi Akreditasi Rumah Sakit 8. Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan Case Manager, Edisi 1 April 2015, KARS. 9. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21A / KKI / KEP / IX / 2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter. 10. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 23 / KKI / KEP / XI 2006 tentang pengesahan Standar Kompetensi Dokter Gigi. 11. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 19 / KKI / KEP / IX / 2006 tentang Buku Kemitraan Dalam Hubungan Dokter – Pasien. 12. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 18 / KKI / KEP / IX / 2006 tentang Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia. 13. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia. 14. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi. 15. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 48 / KKI / PER / XII / 2010 tentang Kewenangan Tambahan Dokter dan Dokter Gigi. 16. Konsil Kedokteran Indonesia : Komunikasi Efektif Dokter – Pasien, 2006 17. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 111 / PB / A.4 / 02 / 2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. 18. Kode Etik Kedokteran Indonesia, PB IDI, 2012
BAB VI TATA LAKSANA
22
A. Tata Laksana Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
1.
Setiap
pasien
yang
mendapat
asuhan
medis
di
Rumah
Sakit
Arun
Lhokseumawe baik rawat jalan maupun rawat inap harus memiliki DPJP. 2.
Rumah Sakit Arun Lhokseumawe memberlakukan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dari dokter umum selaku pengirim pasien untuk dirawat di rumah sakit, disamping keberadaan dokter spesialis dan dokter sub spesialis.
3.
Penentuan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe berdasarkan : a. Permintaan pasien dan keluarga b. Jadwal praktek dokter spesialis c. Jadwal jaga d. Surat rujukan langsung kepada salah satu dokter spesialis / sub spesialis.
4.
Pergantian / Pengalihan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe berdasarkan : a. Permintaan pasien dan keluarga b. Rekomendasi dokter pengirim pasien. c. Adanya indikasi pelanggaran prosedur penatalaksanaan penyakit yang dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP). d. Adanya tanda-tanda komunikasi antara Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan pasien / keluarga tidak terjalin dengan baik. e. Adanya penolakan dokter untuk menjadi Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) pasien tertentu dan meminta untuk dialihkan ke Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) lain. f. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang diminta, tidak dapat dihubungi (berhalangan mungkin karena cuti atau tugas luar) mengingat response time yang adekuat dan demi keselamatan pasien.
5.
Perselisihan antar Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) diselesaikan melalui diskusi kasus yang diselenggarakan oleh Komite Medik dan Direktur Rumah Sakit Arun Lhokseumawe dengan keputusan penyelesaian perselisihan bermuara pada kepentingan pasien. Apabila terjadi lebih dari satu rencana pelayanan, pasien berhak memilih rencana pelayanan yang dikehendaki, setelah pasien mendapat penjelasan lengkap mengenai seluruh rencana pelayanan yang akan diberikan.
23
6.
Untuk pasien Rumah Sakit Arun Lhokseumawe di Instalasi Gawat
Darurat,
dokter gawat darurat, dokter jaga IGD (dengan sertifikat kegawatdaruratan, antara lain PPGD, ATLS, ACLS, GELS) menjadi DPJP pada pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawat-daruratan. Kemudian selanjutnya
saat dilakukan konsultasi / rujuk ditempat (on site ) atau konsultasi lisan kepada dokter spesialis, dan dokter spesialis tersebut memberikan asuhan medis (termasuk instruksi secara lisan) maka dokter spesialis tersebut telah menjadi DPJP pasien yang bersangkutan, sehingga saat itulah DPJP telah berganti dari dokter gawat darurat / dokter jaga IGD kepada dokter spesialis tersebut.
7.
Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka
harus
ditunjuk DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tersebut bekerja secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif, berinteraksi dan berkoordinasi. (dibedakan dengan
bekerja
sendiri-
sendiri). 8.
Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien yang bersangkutan (sebagai "Ketua Tim"), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis komprehensif - terpadu - efektif, demi keselamatan pasien melalui komunikasi yang efektif dan membangun sinergisme dengan mendorong penyesuaian pendapat (adjustment) antar
anggota / DPJP, mengarahkan agar tindakan masing-masing DPJP bersifat kontributif (bukan intervensi), dan juga mencegah duplikasi serta interaksi obat. 9.
Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk keinginan DPJP mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain agar dikoordinasikan melalui
DPJP Utama. Kepatuhan DPJP terhadap jadwal kegiatan dan ketepatan waktu misalnya antara lain kehadiran atau menjanjikan waktu kehadiran, adalah sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pasien serta untuk kepentingan
koordinasi sehari-hari. 10. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) sudah harus melihat pasien dalam
tempo 1x24 jam sejak ditetapkan sebagai Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) pasien tersebut. Dalam waktu tersebut, Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) sudah melengkapi data rekam medis pasien meliputi asesmen awal, pengobatan dan rencana asuhan medis selanjutnya.
24
11. Dibawah koordinasi DPJP Utama, sekurang-kurangnya ada rapat Tim yang melibatkan sesuai
semua DPJP yang bersangkutan beserta profesi terkait lainnya
kebutuhan pasien;
untuk rapat Tim di
rumah sakit
diharapkan menyediakan ruangan
tempat-tempat pelayanan, misalnya
di Rawat
Inap,
ICU, IGD, dan lain-lain. DPJP Utama juga bertugas untuk menghimpun komunikasi / data tentang pasien. 12. Setiap Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) harus melakukan visite pasiennya. Bila karena sesuatu hal, Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) berhalangan untuk visite, maka visite dapat dialihkan kepada Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) pengganti. 13. Bila menurut pengamatan pengganti Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) saat itu perlu menambahkan atau mengurangi rencana asuhan medis, maka
pengganti
Dokter
Penanggung
Jawab
Pelayanan
(DPJP)
harus
menuliskannya di dalam rekam medis sebagai usul (beserta alasannya) atau mengkomunikasikannya langsung dengan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) melalui telepon atau sarana lain. 14. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan keluarga, dan pasien
/ keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya. Rumah sakit
berwenang mengubah DPJP bila terjadi pelanggaran prosedur. 15. Satu pasien hanya memiliki satu Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama. 16. Bila Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama mengkonsulkan pasiennya kepada dokter lain diluar kompetensi Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama tersebut, maka : a. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama tidak berganti : Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama tetap melaksanakan asuhan medis terhadap pasien dengan mempertimbangkan hasil dari konsultasi Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) lain. b. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama berganti : Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama tidak lagi melaksanakan asuhan medis kepada pasien, melainkan mengalihkan kepada Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) lain sesuai dengan kompetensinya, proses pengalihan ini harus didokumentasikan secara tertulis di rekam medis.
25
17. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis sesuai
kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam
medis
jelas tentang alih tanggung jawabnya, dan menggunakan
harus
Formulir Daftar DPJP. a. Koordinasi antar DPJP tentang rencana dan pengelolaan pasien harus dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan efektif dengan berpedoman kepada Panduan Praktek Klinik, Standar Prosedur Operasional, Standar Pelayanan Minimal, Standar Keselamatan Pasien serta standar lainnya yang berlaku di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe. b. Koordinasi dan transfer informasi (komunikasi dan konsultasi) antar DPJP harus dilaksanakan secara tertulis dengan menyampaikan beberapa aspek antara lain diagnosis, hasil pemeriksaan, pemberian terapi, permasalahan dan keperluan konsultasi yang diperlukan. c. Bila secara tertulis baik dengan formulir maupun dalam berkas rekam medis belum optimal maka harus dilakukan koordinasi langsung baik dalam komunikasi pribadi (langsung atau telepon) maupun pertemuan
formal
dalam penatalaksanaan kasus tersebut. d. Koordinasi dan transfer informasi DPJP dibuat tertulis dalam catatan terintegrasi rekam medis dengan membubuhkan paraf / tanda tangan, dan menggunakan formulir khusus/lembar konsultasi. e. Konsultasi yang dituju bisa secara khusus kepada disiplin ilmu ataupun kepada konsultan secara perorangan. f. Konsultasi bisa bersifat biasa maupun segera atau emergency (cito). g. Penyampaian adanya konsultasi bisa dengan menyampaikan / membawa berkas rekam medis dan formulir dengan atau tanpa pasien (pada kasus tertentu) atau per telepon untuk kasus emergency seperti di IGD atau kasus di atas meja operasi. h. Proses konsultasi di IGD dan kamar operasi sesuai standar prosedur operasional yang berlaku di IGD dan Unit Kamar Operasi di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe. i. Dalam hal konsultan pribadi yang dituju sedang berhalangan / tidak ditempat, maka DPJP dapat dialihkan kepada konsultan lain dengan disiplin ilmu / kompetensi yang sama dengan melaporkan terlebih dahulu kepada DPJP yang mengkonsulkan. 26
j. Konsultasi yang dibuat oleh dokter IGD / dokter jaga ruangan kepada disipl in ilmu yang lain, harus sepengetahuan konsulen DPJP yang bertanggung jawab. k. Konsultasi dari dokter jaga IGD kepada konsulen bisa dilakukan dengan lisan per telepon dalam melakukan pengobatan emergency kepada pasien di bidang disiplin ilmu terkait. Jawaban konsulen harus ditulis di dalam berkas rekam medis pasien setelah dilakukan klarifikasi ulang sesuai kaidah patient safety / keselamatan pasien oleh dokter jaga IGD. l. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dengan bagian profesi kesehatan lain (Unit Gizi, Rehabilitasi Medis, Radiologi, Farmasi, Laboratorium) dilakukan secara lisan dan tertulis. 18. Pada unit pelayanan
intensif
DPJP
Utama adalah dokter intensifis.
Koordinasi dan tingkatan keikut-sertaan para DPJP terkait, oleh rumah sakit memakai sistem
terbuka, dengan kriteria penunjukan DPJP Utama untuk
seorang pasien berupa : a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola pasien pada awal perawatan. b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan penyakit dalam kondisi (relatif) menonjol atau terparah. c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP terkait. d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien. e. Pada pelayanan ICU maka DPJP Utama adalah Intensivis. 19. Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan saat
di kamar
pada
operasi tersebut. Dokter anastesi yang melakukan tindakan
pembiusan merupakan DPJP anastesi pasien tersebut dan bertanggung jawab terhadap permasalahan yang berkaitan dengan tindakan anastesi, 24 (dua puluh empat) jam pasca operasi bahkan sampai pasien kembali ke ruangan rawatan atau ICU. Untuk pasien post operasi yang di ICU, DPJP sesuai aturan yang ditetapkan oleh ICU. Sebelum operasi dilaksanakan dokter operator dan dokter anastesi harus melaksanakan pre visit pasien di ruangan rawatan. Dalam proses penandaan / pemberian tanda digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien. Dokter bedah dan dokter anastesi harus ikut melakukan prosedur Sign In, Time Out, Sign Out sesuai
27
kaidah keselamatan pasien dan menandatangani formulir panduan Time Out sesuai dengan SPO Time Out di kamar operasi. a. Sign In, pembacaan dan pengisian formulir sign in yang dilakukan sebelum pasien di anastesi di holding area. b. Time Out, dilakukan di ruang operasi / tindakan invasif sesaat sebelum incisi pasien operasi/sebelum tindakan invasif. c. Sign Out, setelah operasi / tindakan invasif dilakukan pengecekan kembali. d. Proses Sign In, Time Out, Sign out dipandu oleh perawat sirkuler dan diikuti oleh operator, dokter anastesi, perawat. Dokumentasi prosedur ini disimpan dalam format checklist keselamatan pasien operasi / tindakan invasif. 20. Pada keadaan khusus misalnya seperti sedang
konsul saat diatas
meja operasi /
dioperasi, dokter yang dirujuk tersebut melakukan tindakan /
memberikan
instruksi,
maka otomatis
menjadi
DPJP juga bagi pasien
tersebut. 21. DPJP Utama di HDU adalah DPJP yang merawat sebelumnya. 22. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu oleh dokter lain (seperti dokter ruangan ) dimana yang bersangkutan boleh menulis / mencatat di rekam
medis, maka tanggung jawab adalah tetap ada pada
DPJP, sehingga DPJP yang
bersangkutan harus memberikan supervisi klinis
medis untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap asuhan pelayanan klinis yang dilaksanakan. Selanjutnya melakukan validasi berupa pemberian paraf / tanda tangan pada setiap catatan kegiatan tersebut di rekam medis setiap hari. 23. Asuhan pasien dilaksanakan oleh para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang bekerja secara tim ("Tim Interdisiplin") sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien ( Patient Centered Care), DPJP sebagai Leader ) harus proaktif
ketua tim (Clinical / Team
melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan
pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim. Termasuk dalam kegiatan ini adalah dilakukan pada awal
perencanaan pulang masuk
rawat inap
(discharge plan) atau pada akhir
yang
dapat
rawat inap.
Menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan dan melibatkan keluarga pasien dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.
28
24. DPJP harus aktif kepada
dan
intensif
dalam pemberian edukasi / informasi
pasien dan keluarganya, menggunakan dan mengembangkan tehnik
komunikasi yang berempati. Komunikasi merupakan elemen yang
penting
dalam konteks Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan kompetensi dokter dalam area kompetensi Kompetensi
Dokter
Indonesia,
KKI
2012;
ke-3 (Standar
Penyelenggaraan
Praktik
Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006). 25. Komunikasi efektif oleh DPJP dapat dilakukan dengan menerapkan : a. Teknik SBAR ( situation, background, assessment, recommendation) yang dilakukan ketika melaporkan atau serah terima pasien kritis/ bermasalah, pada saat pergantian shift jaga atau menitipkan pasien. b. Teknik Tbak ((baca “tebak”), Tulis, Baca, Konfirmasi)) digunakan saat dokter / perawat mendapat instruksi verbal per telepon dan pelaporan hasil kritis, dimana DPJP pemberi instruksi menuliskan instruksi di catatan terintegrasi (rekam medis pasien). Setiap pemberian instruksi verbal tentang Obat LASA ( Look Alike Sound Alike) / NORUM (Nama Obat Rupa Mirip), maka penerima pesan harus melakukan Read Back nama obat dengan mengeja huruf obat tersebut satu persatu dengan ejaan Alphabeth Fonetik : A
:
Alpha
N :
November
B
:
Bravo
O :
Oscar
C
:
Charlie
P
Papa
D
:
Delta
Q :
Queen
E
:
Echo
R :
Romeo
F
:
Fanta
S
:
Sierra
G
:
Golf
T
:
Tango
H
:
Hotel
U :
Ultra
I
:
India
V :
Victor
J
:
Juliet
W :
Whiskey
K
:
Kilo
X :
X - Ray
L
:
Lima
Y :
Yankee
:Mama
Z
Zebra
M
29
:
:
Instruksi dengan cara meninggalkan pesan dikotak suara / voice mail tidak dapat diperkenankan. Pemberian instruksi verbal per telepon tidak diperkenankan pada : 1. Pemberian obat-obatan epidural 2. Pemberian produk darah kecuali pada kondisi emergensi di OK atau IGD 3. Pemberian obat kemoterapi 4. Pemberian obat pada gagal ginjal berat 5. Pemberian obat pada anak bayi c. Instruksi verbal per telepon dapat dilakukan apabila DPJP tidak berada di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe atau tidak dapat menemui pasien dalam waktu > 30 menit. 26. Pendokumentasian
yang
dilakukan
oleh
DPJP
di
rekam
medis
harus
mencantumkan nama dan paraf / tanda tangan. Pendokumentasian tersebut dilakukan antara
lain di form
asesmen awal
pasien terintegrasi / CPPT (Integrated
medis, catatan perkembangan
note), form asesmen
instruksi pasca bedah, form edukasi / informasi
pra anestesi sedasi,
ke pasien dan sebagainya.
Termasuk juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil
ronde bersama multi kelompok staf medis, dan sebagainya. 27. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Manager), agar
Case
terjaga kontinuitas pelayanan baik waktu ravvat inap, rencana
pemulangan, tindak lanjut asuhan mandiri dirumah, control dan sebagainya. 28. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila lebih dari satu) tentang
DPJP, dalam bentuk satu formulir yang diisi secara periodik sesuai
kebutuhan / penambahan
/ pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar
setiap DPJP , tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama dan gelar, tanggal
mulai
dan akhir
sebagai
DPJP Utama. Menggunakan
formulir Daftar DPJP dan tidak berfungsi sebagai daftar hadir. 29. Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis /Clinical Pathway, setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan proses asuhan pasien (baik asuhan medis
maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainnya) yang
diberikan kepada pasien patuh pada Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway yang
telah
30
ditetapkan oleh
Rumah Sakit.Tingkat
kepatuhan pada Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis /Clinical Pathway ini akan menjadi objek Audit Klinis dan Audit Medis. 30. Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis/ Clinical Pathway/ Panduan
Praktek Klinis maka harus memberi penjelasan tertulis dan dicatat di rekam medis.
B. Tata Laksana Case Manager / Manajer Pelayanan Pasien
1. Melakukan skrining pasien yang membutuhkan MPP, pada waktu admisi, atau bila dibutuhkan pada waktu di ruang rawat inap, berdasarkan pasien yang meliputi : a) Risiko tinggi b) Biaya tinggi c) Potensi komplain tinggi d) Kasus dengan penyakit kronis e) Kemungkinan sistem pembiayaan yang komplek f) Kasus yang melebihi rata-rata lama dirawat g) Kasus yang diidentifikasi rencana pemulangannya kritis atau yang membutuhkan kontinuitas pelayanan h) Kasus komplek / rumit 2. Setelah pasien ditentukan sebagai klien MPP, maka dilakukan asesmen utilitas dengan mengumpulkan berbagai informasi klinis, psiko-sosial, sosioekonomis, maupun sistem pembayaran yang dimiliki pasien. 3. Menyusun rencana manajemen pelayanan pasien tersebut, berkolaborasi dengan DPJP serta para anggota tim klinis lainnya, yang mencerminkan kelayakan / kepatutan dan efektivitas-biaya dari pengobatan medis dan klinis serta kebutuhan pasien untuk mengambil keputusan. 4. Melakukan fasilitasi yang mencakup interaksi antara MPP dan DPJP serta para anggota tim PPA lainnya, berbagai unit pelayanan, pelayanan administrasi, perwakilan pembayar. Fasilitasi untuk koordinasi, komunikasi dan kolaborasi antara pasien dan pemangku kepentingan, serta menjaga kontinuitas pelayanan. 5. Memfasilitasi untuk kemungkinan pembebasan dari hambatan yang tidak mempengaruhi kinerja/hasil. 6. Memfasilitasi dan memberikan advokasi agar pasien memperoleh pelayanan yang optimal sesuai dengan sistem pembiayaan dan kemampuan financial 31
dengan berkonsultasi dengan DPJP, memperoleh edukasi yang adekuat, termasuk rencana pemulangan yang memperhatikan kontinuitas pelayanan dan yang aman. 7. Melakukan monitoring dan evaluasi proses-proses pelayanan dan asuhan pasien.
32
BAB VII DOKUMENTASI
Ada bukti dokumentasi kegiatan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan Case Manager / Manager Pelayanan Pasien (MPP), dalam rekam medis seperti pencatatan yang terlihat dari formulir daftar DPJP.
FORMULIR DAFTAR DPJP
No. Rekam Medis
:
Nama
:
Tgl. Lahir / Umur
: ...........................................................................( Lk / Pr )
Diagnosa
: DPJP
Diagnosa
Nama Dokter
Tanggal Mulai
DPJP UTAMA Tanggal Akhir
33
Nama Dokter
Tanggal Mulai
Tanggal Akhir
Ket
CATATAN PERKEMBANGAN TERINTEGRASI RAWAT JALAN
Tanggal
Jam
Profesi
No. RM Nama Tgl. Lahir / Umur Alamat/ No HP
: : : :
( Lk/Pr )
Hasil Pemeriksaan, Analisa dan Tindak Lanjut (Tulis dengan format SOAP, cantumkan Nama Jelas dan Tanda Tangan Pada Setiap Akhir Catatan )
Keterangan : S (Subjektif) : Keluhan Pasien O (Objektif) : Pemeriksaan dan Hasil Penunjang lainnya A (Assessment) : Penilaian Terkini P (Planning) : Rencana Tindakan / tindakan dan target yang diharapkan 34
CATATAN PERKEMBANGAN TERINTEGRASI RAWAT INAP
Tanggal
Jam
Profesi
No. RM : Nama : Tgl. Lahir / Umur :
( Lk/Pr )
Hasil Pemeriksaan, Analisa dan Tindak Lanjut (Tulis dengan format SOAP, cantumkan Nama Jelas dan Tanda Tangan Pada Setiap Akhir Catatan )
Keterangan : S (Subjektif) : Keluhan Pasien O (Objektif) : Pemeriksaan dan Hasil Penunjang lainnya A (Assessment) : Penilaian Terkini P (Planning) : Rencana Tindakan / tindakan dan target yang diharapkan 35
FORMULIR MANAJEMEN PELAYANAN PASIEN
No. Rekam Medis
:
Nama
:
Tgl. Lahir / Umur
:
Alamat
:
Dokter yang merawat ( DPJP )
:
Dokter lain
:
Diagnosis
:
Kelompok resiko *
: Anak / Lanjut usia / Menular / Biaya tinggi / Kendala bahasa / Kendala fisik /
Tgl/Jam
Masalah
( Lk / Pr )
Tindak Lanjut
* Lingkari pada jawaban yang benar
36
Evaluasi
Tanda tangan dan nama Case Manager
Contoh pengisian formulir daftar DPJP
FORMULIR DAFTAR DPJP
37
Contoh pengisian formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
38
BAB VIII PENUTUP
Institusi Rumah Sakit Arun Lhokseumawe yang ada di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh memiliki keunikan budaya, situasi, kondisi, dan keunikan budaya tenaga medis tersendiri. Tenaga medis dokter umum masih menjadi pilihan dari pasien / keluarga didalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dari data rawat inap pasien di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe rata-rata dokter pengirimnya adalah tenaga medis dokter umum. Dengan demikian walaupun tenaga medis dokter umum bukan termasuk dalam pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua dan tingkat ketiga di rumah sakit, masih menjadi pilihan dan pemberian asuhan medisnya ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Arun Lhokseumawe. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) baik dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter sub spesialis harus mengikuti regulasi tentang Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan Case Manager dalam pelaksanaan asuhan medis yang mencerminkan pengelolaan resiko klinis dan pelayanan berfokus pada pasien ( patient centered care) sehingga terwujud asuhan pasien yang bermutu dan aman.
39
KEPUSTAKAAN
KARS, 2015, Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan Case Manager : Edisi 1 April Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.02.04/I/2790/11 tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia, Nomor 21A / KKI / KEP / IX / 2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia, Nomor 23 / KKI / KEP / XI 2006 tentang pengesahan Standar Kompetensi Dokter Gigi. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia, Nomor 19 / KKI / KEP / IX / 2006 tentang Buku Kemitraan Dalam Hubungan Dokter – Pasien. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia, Nomor 18 / KKI / KEP / IX / 2006 tentang Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012, PB IDI Konsil Kedokteran Indonesia, 2006, Komunikasi Efektif Dokter – Pasien Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia, 2012, Nomor 11, Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia, 2011, Nomor 4, Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia, Nomor 48 / KKI / PER / XII / 2010 tentang Kewenangan Tambahan Dokter dan Dokter Gigi. Republik Indonesia, 2009 Undang-Undang Nomor 44 tentang Rumah Sakit : Pasal 5, pasal 5 huruf b, Pasal 29 (1), Pasal 29 huruf r, Pasal 43 Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang Nomor 29 tentang Praktik Kedokteran : Pasal 3, Pasal 7 Republik Indonesia, 2011 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755 tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
40