BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Wilayah laut dan pesisir di Indonesia dikenal mempunyai keanekaragaman keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar di dunia karena memiliki ekosistem mangrove, terumbu karang, dan padang lamun. Semakin tingginya pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan di wilayah pesisir untuk berbagai kepentingan, mengakibatkan tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya laut pesisir dan pulau-pulau kecil semakin meningkat pula. Hal ini tentunya dapat mengancam kelangsungan ekosistem pesisir serta biota – biota pesisir yang tinggal di dalamnya. Adanya sedimentasi dan pencemaran, pembukaan lahan di upland untuk berbagai kepentingan merupakan sumber sedimen dan pencemaran ekosistem di wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Wilayah laut dan pesisir di Indonesia dikenal mempunyai keanekaragaman keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar di dunia karena memiliki ekosistem mangrove, terumbu karang, dan padang lamun. Semakin tingginya pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan di wilayah pesisir untuk berbagai kepentingan, mengakibatkan tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya laut pesisir dan pulau-pulau kecil semakin meningkat pula. Hal ini tentunya dapat mengancam kelangsungan ekosistem pesisir serta biota – biota pesisir yang tinggal di dalamnya. Adanya sedimentasi dan pencemaran, pembukaan lahan di upland untuk berbagai kepentingan merupakan sumber sedimen dan pencemaran ekosistem di wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.
pemberdayaan masyarakat pesisir, maka diperlukan penaatan ruang kawasan pesisir untuk memilah antara area yang harus dilindungi (kawasan lindung) dan area yang dapat dikembangkan secara lestari dan berkelanjutan (kawasan budidaya). Penyusunan ruang kawasan lindung baik di wilayah laut, pesisir maupun pulau-pulau kecil yang berguna untuk melindungi habitat-habitat kritis, mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumberdaya, melindungi keanekaragaman hayati dan melindungi proses-proses ekologi. Dalam UU No. 27 Tahun 2007 dan PP PP No. 26 Tahun Tahun 2008 adalah “Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang wilayah pada kawasan lindung dan kawasan budidaya”. Merujuk pada pernyataan ini maka kawasan lindung mempunyai peran yang sangat penting sehingga diamanatkan untuk mengatur pemanfaatan ruangnya. 1.2. Tujuan dan Sasaran 1.2.1 Tujuan
4. 5. 6. 7. 8.
Prinsip Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Kawasan Lindung Kebutuhan data dan metode pengumpulan data Model Struktur Ruang Kawasan Lindung Model Rencana Detail Kawasan Lindung Prinsip Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung
Gambar 1 Ruang Lingkup Pedoman Penataan Ruang Kawasan Lindung
BAB II KONSEP DASAR KAWASAN LINDUNG WILAYAH PESISIR
2.1 Kategori Kawasan Lindung Kawasan lindung yang dimaksud dalam bahasan ini adalah suatu kawasan di wilayah laut dan pesisir yang mencakup daerah intertidal, subtidal, dan kolom air di atasnya, dengan beragam flora dan fauna yang berasosiasi di dalamnya yang memiliki nilai ekologis, ekonomis, sosial dan budaya. Menurut Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 dan IUCN, tentang Kawasan Lindung, terdapat 4 (empat) kategori kawasan lindung, yaitu : 1. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahnya
meresapkan air dan bentuk geomofologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. 2. Kawasan Perlindungan Setempat a. Sempadan Pantai Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya propesional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai (oseanografi, geologi dan geomorfologi pantai) minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat . b. Sempadan Sungai Kriteria sempadan sungai adalah : Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter.
Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satusatunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan upaya konservasi; (2) Kriteria kawasan suaka margasatwa adalah : Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya: Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi; Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis saitwa yang bersangkutan.
(3) Kriteria hutan wisata adalah :
Kawasan yang ditunjuk memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alamiah maupun buatan manusia; Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan
(5) Kriteria daerah pengungsian satwa adalah:
Areal yang ditunjuk merupakan wilayah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut; Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa tersebut.
b. Kawasan Suaka Alam laut dan Perairan lainnya Kriteria kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya adalah kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem. c. Kawasan Pantai Berhutan Mangrove (Bakau) Kriteria kawasan pantai berhutan mangrove adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang
bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. 4. Kawasan Rawan Bencana Alam Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung, gempa bumi, dan tanah longsor. 5. Kawasan Lindung Lain Didasarkan Atas Kategori IUCN a. Kawasan Monumen Alam ( Natural Monument ) Kawasan yang dilindungi untuk konservasi komponen alami tertentu yang khas dan unik karena kelangkaan wilayah dan jenis biotanya, kualitas ekstetikanya atau kepentingan budaya. b. Kawasan Pengelolaan Habitat/Spesies tertentu Merupakan kawasan lindung yang dikelola untuk kegiatan konservasi. Pada kawasan ini terdapat unsur
Morfologi wilayah pesisir yang di jadikan kawasan lindung adalah jenis morfologi yang khusus (khas) serta morfologi yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan dinamika pesisir jika unit morfologi tersebut hilang / rusak. Morfologi tersebut antara lain : 1. Pantai tebing; merupakan kawasan marginal yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang bersifat permanen karena sifatnya yang labil. 2. Gumuk pasir; merupakan unit morfologi yang langka 3. Mata air Situs sejarah di kawasan pesisir juga dapat di kategorikan sebagai kawasan yang harus dilindungi antara lain: 1. Bangunan bersejarah 2. Pelabuhan – pelabuhan bersejarah 3. Kapal karam bersejarah 2.2.1. Ekosistem Mangrove Hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis penting,
berkapur serta organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat. Untuk dapat membentuk terumbu, karang memerlukan persyaratan hidup tertentu, diantaranya adalah faktor cahaya, suhu, salinitas, kejernihan air, arus, dan substrat. Terdapat hubungan fungsional (fisika, kimiawi, dan biologis) antara ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Hubungan Fungsional Ekosistem Terumbu Karang, Padang Lamun, dan Hutan Mangrove
Fungsi Fisika
Terumbu karang Memecah gelombang/ombak dari laut terbuka
Padang lamun Meredam gelombang/ombak sebelum sampai
Hutan mangrove Meredam pengaruh erosi daratan dan gelombang/ombak
2.2.3. Ekosistem Estuaria Estuaria adalah suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat lumpur yang berasal dari endapan yang dibawa oleh air tawar maupun air laut. Karena partikel yang dibawa bersifat organik, biasanya substrat dasar estuaria kaya akan bahan organik yang menjadi cadangan makanan utama bagi organisme estuaria. Parameter lingkungan utama untuk ekosistem estuaria adalah (1) sirkulasi air, yang dipengaruhi oleh pasang surut dan aliran sungai (2) partikel tersuspensi dan (3) kandungan polutan. 2.3. Konsep Penataan Tata Ruang/Rencana Zonasi Kawasan Lindung Salah satu tujuan penataan ruang dalam UU No. 27 Tahun
Kawasan perlindungan setempat yang terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar waduk/danau dan kawasan sekitar mata air. Kawasan suaka alam dan cagar budaya yang mencakup kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Adapun kedudukan kawasan lindung dalam penataan ruang dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2 Posisi Kawasan Lindung dalam Penataan Ruang
ASPEK PRODUK
ASPEK LEGAL
RTRW Nasional
Kawasan Lindung Nasional
RTRW Provinsi
Kawasan Lindung Propinsi
Keppres No. 47 Tahun 1997
Perda Provinsi ttg RTRW
2. Meningkatkan hasil perikanan, kawasan lindung dapat melindungi daerah pemijahan, pembesaran, dan mencari makanan; meningkatkan kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan; 3. Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata (Eco tourism), kawasan lindung dapat menyediakan tempat untuk kegiatan rekreasi dan pariwisata alam yang bernilai ekologis dan estetika. Perlindungan terhadap tempattempat khusus bagi kepentingan rekreasi dan pariwisata (seperti pengaturan dermaga perahu/kapal, tempat jangkar dan jalur pelayaran) akan membantu mengamankan kekayaan dan kergaman daerah rekreasi dan pariwisata yang tersedia di sepanjang pesisir, laut dan pulau-pulau kecil; 4. Memeperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem, kawasan lindung dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap ekosistem laut, pesisir dan pulau-pulau kecil; menyediakan tempat yang relatif tidak terganggu untuk
BAB III RENCANA TATA RUANG/RENCANA ZONASI KAWASAN LINDUNG WILAYAH PESISIR 3.1. Prinsip Penyusunan Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Kawasan Lindung Prinsip-prinsip penataan ruang untuk kawasan lindung adalah: 1. Mengenali Tipe/Klasifikasi Calon Kawasan Lindung; o Tidak berpenghuni dan jarang dikunjungi o Tidak berpenghuni dan dikunjungi secara reguler o Berpenghuni dengan kegiatan ekonomi subsisten o Berpenghuni dengan kegiatan ekonomi perdagangan dan tercipta aktivitas ekspor/import kebutuhan pokok 2. Menetapkan desain dan strategi pengelolaan berdasarkan klasifikasi pulau / lokasi; 3. Mengenali ancaman terhadap habitat pulau dari aktivitas manusia/lingkungan; 4. Penetapan Calon Kawasan Lindung
9. Kawasan rawan bencana alam Kawasan – kawasan lindung ini akan dapat di detailkan dalam suatu Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)/Rencana Zonasi Rinci (RZR) Kawasan Lindung, dimana mempunyai skala perencanaan yang lebih besar. Alur berfikir penyusunan tata ruang suatu kawasan lindung sehingga menjadi suatu rencana detail adalah sebagai berikut Gambar 3 Alur Berfikir Penataan Ruang Kawasan Lindung
Penyusunan RTRW Pesisir Propinsi / Kota
Penilaian Kawasan Lindung
R E T E M A R A P
Keterwakilan ekosistem Keaslian (originality ) Keunikan (uniquiness ) Kelangkaan (rarity ) Laju Kepunahan Keberadaan/Keutuhan Ekosistem Keutuhan Kawasan Luasan Keindahan alam Kenyamanan alam (nature amenites ) Aksesibilitas Nilai sejarah Tekanan penduduk Aspirasi masyrakat
2. Keperwakilan Parameter ini dinilai dengan mempertimbangkan apakah ekosistem/habitat yang bersangkutan sudah termasuk kedalam jaringan kawasan yang dilindungi (konservasi) di suatu wilayah biogeografi atau pulau. Jika sudah termasuk, maka untuk menghitung keperwakilan ini dapat menggunakan rumus : Pr
=
{ 1 – (Eec/Ees)} x 100 %.
Dimana : Pr = Keperwakilan dalam persen Eec
=
Ees
=
Jumlah ekosistem yang dinilai dan sudah tercakup kawasan konservasi Jumlah sebaran ekosistem yang dinilai di suatu wilayah atau pulau.
Dimana : Or = Am = An =
dalam proses luasan ekosistem binaan/buatan luasan ekosistem yang dinilai
Apabila persen keaslian telah didapat, maka dinilai sebagai berikut : > 80 % 60 – 79 % 40 – 59 % 20 – 39 % < 20 %
= sangat asli =5 = lebih dari asli = 4 = asli = kurang asli = tidak asli
=3 =2 =1
4. Keunikan/Kekhasan ( uniquiness ) Parameter ini dinilai dengan melihat keberadaan atau kekayaan jenis satwa dan atau tumbuhan pada suatu kawasan/habitat yang dinilai atau ekosistem di dalam suatu
Perhitungan kelangkaan dilakukan dengan menggunakan rumus : Section 1.01 Dimana : La = Ee = Eat =
La
= Ee/Eat x 100 %
kelangkaan dalam proses jumlah ekosistem yang dinilai jumlah seluruh ekosistem wilayah/pulau.
dalam
suatu
Nilai yang diberikan terhadap hasil perhitungan keperwakilan di atas adalah : > 80 % = sangat langkai =5 60 – 79 % = lebih dari langka =4 40 – 59 % = langka =3 20 – 39 % = kurang langka = 2 < 20 % = tidak langka =1
Selain itu, diperlukan pengetahuan mengenai keberadaan jenis satwa atau tumbuhan atau ekosistem/habitat yang sama di wilayah biogeografi yang bersangkutan. 7. Keberadaan/Keutuhan integrity )
Ekosistem
( ecosystem
Parameter ini dinilai dengan melihat kelengkapan rantai/siklus makanan (food cycle), yaitu dengan melihat mangsa/makanan dan pemangsa dari suatu jenis satwa sebagai komponen penyusun suatu ekosistem. Oleh karena itu nilai keutuhan ekosistem merupakan nilai relatif yang harus dikaitkan dengan tujuan utama penetapan kawasan yang bersangkutan. Nilai yang diberikan untuk parameter ini adalah : sangat lengkap =5 lebih dari lengkap =4 lengkap =3 kurang lengkap =2 tidak lengkap =1
40 – 59 % 20 – 39 % < 20 %
= utuh = lebih dari utuh = 2 = sangat utuh
=3 =1
9. Luasan (size of area ) Parameter ini dinilai dengan mempertimbangkan wilayah jelajah (home range) dari satu atau beberapa jenis satwa yang menjadi target perlindungan atau dengan melihat luasan asosiasi/habitat jenis tumbuhan atau ekosistem dimaksud. Nilai yang diberikan didasarkan pada persen peliputan dari wilayah jelajah dan atau ekosistem/habitat. Rumus yang digunakan adalah :
L Dimana : L = Ele
= (Ele/Elk) x 100 %
nilai luasan dalam persen luasan wil;ayah jelajah/ekosistem/habitat
Ka Dimana : Ka = Ers = Ero
=
= (Ers/Ero) x 100 %
nilai keindahan alam dalam persen jumlah responden yang sepakat mengatakan indah jumlah seluruh responden
Keindahan yang dipertimbangkan/dinilai adalah keindahan alami, tidak termasuk buatan manusia/binaan. Nilai yang diberikan untuk hasil perhitungan di atas adalah : > 80 % = sangat indah =5 60 – 79 % = lebih dari indah =4 40 – 59 % = indah =3 20 – 39 % = kurang indah =2 < 20 % = tidak indah =1
Ketergantungan didasarkan pada tingkat ketergantungan spesies pada lokasi, atau tingkat dimana ekosistem tergantung pada proses-proses ekologis yang berlangsung di lokasi. Keterwakilan didasarkan pada tingkat dimana satu lokasi mewakili suatu tipe habitat, komunitas biologi, ciri biologi dengan proses ekologisnya atau karakteristik alam lainnya. Keunikan didasarkan keberadaan suatu spesies endemik atau yang hampir punah. Integritas didasarkan pada tingkat dimana satu lokasi merupakan suatu unit fungsional dari entitas ekologi. Produktivitas : didasarkan pada tingkat dimana proses-proses produktif di lokasi memberikan manfaat atau keuntungan bagi jenis-jenis biota tertentu dan manusia. Kerentanan : didasarkan pada kepekaan lokasi terhadap degredasi lingkungan yang berasal dari pengaruh alam atau akibat aktivitas manusia.
karang arus yang deras dan gelombang besar, sedangkan untuk hutan mangrove berlaku sebaliknya. Tabel 2 Parameter Utama Baku Mutu Pemilihan Lokasi Perairan Untuk Kawasan Lindung
dampak polusi atau faktor penyakit yang dapat mengancam kesehatan masyarakat. Rekreasi, yaitu sejauh mana kawasan lindung dapat digunakan sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat. Budaya, yaitu nilai-nilai religi, sejarah, seni dan budaya yang dimiliki oleh kawasan tertentu. Estetika, yaitu nilai keindahan yang dimiliki oleh kondisi alam kawasan tersebut. Konflik kepentingan, yaitu sejauh mana kawasan lindung mempengaruhi kegiatan masyarakat lokal. Keamanan, yaitu tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan dan dapat membahayakan masyarakat (akibat arus kuat, ombak, longsoran tanah dan bahaya lainnya). Aksesibilitas, yaitu tingkat kemudahan akses baik melalui daratan dan lautan. Penelitian dan Pendidikan, yaitu sejauh mana suatu daerah dengan kekayaan karakteristik ekologis dapat digunakan sebagai sumber penelitian dan ilmu pengetahuan.
5. Kriteria Regional Tingkat Kepentingan Regional Mewakili karakteristik regional setempat, baik itu alam, proses ekologis, maupun budaya. Merupakan daerah migrasi beberapa spesies, serta dapat memberikan kontribusi untuk pemeliharaan berbagai spesies. Tingkat Kepentingan Sub-Regional Memiliki dampak posistif terhadap sub regional lainnya yang tidak dijadikan kawasan lindung.
3.5. Analisis Penentuan Zonasi Kawasan Lindung Dalam menentukan lokasi mana yang sesuai (suitable ) untuk dijadikan sebagai kawasan konservasi pesisir dan laut digunakan pendekatan spasial, dengan memasukkan kriteria – kriteria kesesuaian ruang untuk kawasan konservasi pesisir dan laut.
Untuk penentuan zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan terbatas, disesuaikan dengan kriteria masing – masing tipe kawasan lindung. 3.6 Rencana Detail Tata Ruang/Rencana Zonasi Rinci Kawasan Lindung 3.6.1. Struktur Ruang Kawasan Lindung Struktur Ruang Kawasan Lindung secara umum dibagi dalam 3 (tiga) zona yaitu : Zona Inti : Zona inti merupakan area yang memiliki nilai konservasi tinggi yang sangat rentan terhadap gangguan dari luar sehingga diupayakan intervensi manusia di dalamnya seminimal mungkin. Dalam pengelolaannya, zona ini harus mendapat perlindungan yangmaksimum. Kegiatan yang dapat dilakukan pada zona ini antara lain penelitian dan •
Sumber : Modifikasi dari Salm dan Clark Vide Satria et.al (2002)
Adapun model struktur ruang dijelaskan dalam gambar berikut :
kawasan
lindung
Gambar 5 Model Struktur Ruang Kawasan Lindung
dapat
Tabel 3 Hubungan Antar Komponen Konservasi
Terumbu karang sangat terkait dengan proses dinamis perairan (arus, sungai, pergerakan spesies, perubahan suhu, perubahan kualitas air) Zona inti sebaiknya dapat melindungi seluruh terumbu karang Pengguna terumbu karang tradisional hendaknya ikut berpartisipasi dan terintegrasi dalam manajemen pengelolaan terumbu karang.
Dalam menyusun RDTR Kawasan Lindung Terumbu Karang langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan batas luar suatu kawasan lindung yang nantinya akan menghasilkan luas keseluruhan suatu kawasan lindung. Pendekatan yang digunakan dalam menentukan luas optimum dapat melalui kedua pendekatan berikut : Pendekatan keanekaragam biologi Ukuran optimal adalah wilayah dimana seluruh spesies terumbu karang dapat memperbarui dirinya sendiri. Dengan menggunakan pendekatan ini maka wilayah batas perencanaan meliputi ekosistem ekosistem yang
5. Jika kedua terumbu karang tersebut tidak mencapai 95 % tutupan, maka kedua terumbu karang tersebut dilakukan langkah 1, 2 & 3 6. Jika kedua terumbu karang tersebut mencapai 95 % tutupan, maka pilih terumbu karang ketiga dan ulangi langkah 1, 2 & 3 7. Jika ketiga terumbu karang tersebut tidak mencapai 95 % tutupan, maka perluas wilayah, sampai mencapai tutupan 95 %. Rata – rata luas dari ketiga terumbu karang tersebut adalah luas zona inti. Setelah ditentukan batas zona inti maka zona penyangga dan pemanfaatan terbatas ditentukan berdasarkan tingkat keterpengaruhan terhadap zona inti. Zona inti difokuskan untuk menjaga keseimbangan biota, zona inti merupakan yang bebas dari kegiatan manusia, kecuali untuk penelitian dengan izin dan pengawasan khusus. Untuk kegiatan diving spot di kawasan terumbu karang, perlu diatur
Untuk kegiatan perikanan tradisional di zona ini harus diatur mengenai alat tangkap yang digunakan. Jaring pukat sebaiknya tidak diizinkan digunakan di zona ini, begitu juga dengan jaring dengan pemberat besi yang akan menyapu dasar laut. Penangkapan dengan pengeboman atau dengan meracun ikan sangat terlarang. Penangkapan ikan hias juga harus dibatasi dengan kuota. Kegiatan perikanan budidaya dapat dilakukan selama tidak menghasilkan limbah. Tambak tidak diperbolehkan di zona penyangga. Kegiatan perikanan tangkap yang dapat dikembangkan di wilayah perairan yang termasuk zona konservasi atau zona pemanfaatan di kawasan lindung bersifat terbatas dengan menggunakan teknologi penangkapan spesifik sesuai dengan karakteristik sumberdaya ikan dan kondisi perairannya, sehingga tidak menimbulkan gangguan yang berarti terhadap ekosistem perairan tersebut. Untuk pengembangan dan alokasi aktivitas pennagkapan di kawasan lindung, diperlukan data potensi sumberdaya ikan atau stok ikan yang ada di suatu perairan termasuk
4. 5. 6. 7.
Budidaya perikanan Pertanian non intensif Industri rumah tangga Pengaturan limbah Gambar 6. Model Rencana Pengaturan Ruang Kawasan Lindung Terumbu Karang
tinggi seperti pelabuhan, industri dan permukiman maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan institusi Wilayah perencanaan kawasan estuari memungkinkan kawasan diluar estuaria sebagai kawasan pengaruh. Pendekatan ZOI (Zone of Influence) atau wilayah pengaruh dapat diterapkan. Wilayah ZOI bisa sangat luas tergantung sejauh mana wilayah hulu memberikan pengaruh terhadap estuaria. Dalam Jaringan ZOI terdiri dari institusi – institusi yang memiliki kewenangan di daerah yang mempengaruhi estuaria dan juga kewenangan di laut. Pendekatan ini memungkinkan pengelola kawasan lindung untuk bernegosiasi dalam mengontrol kegiatan diluar kawasan estuari
Adapun prinsip – prinsip dalam menyusun Rencana Detail Kawasan Lindung Estuaria adalah : Aktivitas diluar estuary yang dapat mempengaruhi keseimbangan air (kualitas & kuantitas) harus dikelola dengan baik Tidak semua laguna dan estuaria mempunyai nilai untuk
Zona Inti pada kawasan lindung estuari terdiri dari wilayah – wilayah : 1. Wetland 2. Mangrove 3. Rumput dan alang – alang 4. Spesies khusus 5. Wilayah yang menghadap ke laut Zona inti merupakan kawasan bebas kegiatan manusia kecuali untuk penelitian dan pendidikan. Zona penyangga merupakan zona yang mendukung keberadaan kawasan lindung, yang terdiri dari habitat – habitat sekitar estuaria, yaitu : 1. Padang lamun 2. Algae 3. Terumbu Karang 4. Gumuk pasir 5. Pulau penghalang 6. Pantai
Wilayah pengaruh dapat meliputi daerah yang sangat luas. Penarikan batas wilayah pengaruh didasarkan pada prinsip bahwa suplai air adalah sangat vital bagi kelangsungan kawasan estuari. Sumber air bagi kawasan estuari adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Daerah resapan sungai badan air air tanah air permukaan (run off) hujan air laut
Wilayah pengaruh secara legal tidak termasuk kawasan lindung estuari, tetapi perlu ada pengaturan karena pengaruhnya yang besar terhadap kelangsungan kawasan estuari. Pendekatan ZOI dapat diterapkan dalam wilayah pengaruh ini. Gambar 7
DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 1998. Small Island Enviromental Management . UNEP Earthwatch, Geneva Dahuri R, 2003. Keanekaragaman Hayati Laut . Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu . PT. Pradnya Paramita, Jakarta John Clark, 1996, Coastal Zone Management Handbook . CRC Press Inc. Florida. Salm R V, John Clark and Erkki Sirilia, 2000. Marine and Coastal Protected Areas . IUCN, Washington DC Tomascik T, Janice Mah M, Nontji A, Kasim Moosa, 1997.The Ecology of The Indonesian Seas Part Two . Periplus