LAPORAN PRAKTIKUM PENCOKLATAN ENZIMATIS
I. Teori
Browning reactions are some of the most important phenomena
“
occurring in food during processing and storage. They represent an interesting research for the implications in food stability and technology as well as in nutrition and health. The major groups of reactions leading to browning are enzymatic phenol oxidation and so-called nonenzymatic browning (Manzocco et al. 2001).
”
Dijelaskan diatas diatas
bahwa reaksi pencoklatan pencoklatan merupakan fenomena
yang penting yang terjadi pada makanan hingga proses dan penyimpanan. Reaksi pencoklatan dapat dialami oleh buah-buahan dan sayur-sayuran yang tidak berwarna. Reaksi ini disebut reaksi pencoklatan karena menyebabkan warna makanan berubah menjadi coklat. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan, salah satunya adalah keberadaan enzim. Reaksi pencoklatan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu reaksi pencoklatan enzimatis dan reaksi pencoklatan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan pigmen warna coklat (melanin). Proses pencoklatan enzimatis memerlukan enzim polifenol oksidase dan oksigen untuk berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim
yang
dikenal
yaitu
fenol
oksidase,
polifenol
oksidase,
fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu (Winarno, 1995). Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas, dan karena kerusakan secara mekanis. Reaksi ini banyak terjadi pada buah-buahan atau sayuran yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik seperti catechin dan turunannya yaitu tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin. Reaksi pencoklatan enzimatis pada bahan pangan ini memiliki dua macam dampak yaitu dampak yang menguntungkan dan juga dampak yang merugikan. Dampak yang menguntungkan misalnya saja pada teh hitam, teh oolong dan teh
hijau. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan flavor yang terbentuk.(Fennema, 1996). Begitu juga yang terjadi pada produk pangan lain seperti misalnya kopi. Polifenol oksidase juga bertanggung jawab pada karakteristik warna coklat keemasan pada buah-buahan yang telah dikeringkan seperti kismis, buah prem, dan buah ara.
II. Tujuan
Dalam percobaan ini bertujuan untuk mengamati faktor-faktor yang dapat mempercepat
dan
menghambat
terjadinya
pencoklatan
enzimatis
serta
membandingkan pengaruh masing-masing faktor tersebut berdasarkan warna yang tampak pada buah dan sayuran tersebut.
III.Alat dan Bahan
Alat: a. Pisau besi b. Pisau steinless c. Tatakan d. 3 buah gelas e. Baskom f. Sendok g. Stopwatch Bahan: a. Buah pisang, kentang, apel granny, salak, apel fuji, dan pir b. Air c. Asam Sitrat d. Sulfit
IV.Prosedur atau Langkah Kerja a. Prosedur pengujian dengan pisau steinless
1. Buatlah larutan sulfit dan larutan asam sitrat. Lalu tuangkan larutan tersebut kedalam sebuah gelas yang masing-masing telah diberi labelling .
2. Selanjutnya, masukan air kedalam gelas yang tersisa. 3. Kupas buah dengan menggunakan tangan, lalu kupas juga bagian selaput tipis yang ada pada buah tersebut. 4. Potong buah tersebut dengan menggunakan pisau steinless. Bagi potongan buah tersebut dalam 4 bagian. 5. Bagian buah yang pertama, simpan pada udara yang terbuka di atas tatakan
kemudian amati perubahan warna yang terjadi selama buah
tersebut disimpan. Catat waktu berapa lama perubahan warnanya! 6. Sisa dari 3 bagian buah tersebut masukan kedalam gelas yang masingmasing air yang telah disediakan, lakukan perendaman selama 10 menit. 7. Setelah perendaman selesai, simpan masing masing potongan buah tersebut diatas tatakan. Kemudian amati berapa lama perubahan potongan buah itu menjadi berubah warna. Catat waktunya!
b. Prosedur pengujian dengan pisau besi
1. Selanjutnya, Kupas buah yang lainya dengan menggunakan tangan, lalu kupas juga bagian selaput tipis yang ada pada buah tersebut. 2. Potong buah tersebut dengan menggunakan pisau besi. Bagi potongan buah tersebut dalam 4 bagian. 3. Lakukan kegiatan seperti pada no5a, 6a, dan 7a.
V. Hasil Pengamatan a.
Kelompok 1 (Pisang)
1. Dengan Pisau Besi Waktu
2
‘
Tanpa
Rendaman
Rendaman
Rendaman
Perlakuan
Air
As. Sitrat
Sulfit
+
-
+
+
12
‘
+
+
+++
+++
23
‘
++
+
+++
+++
2. Dengan Pisau Stainles Waktu
4
Tanpa
Rendaman
Rendaman
Rendaman
Perlakuan
Air
As. Sitrat
Sulfit
-
-
-
-
‘
15
‘
+
+
++
+
23
‘
++
++
++
++
Keterangan: +
Muncul bintik Coklat
++
Pencoklatan bertambah
+++
Pencoklatan Semakin banyak
b. Kelompok 2 (Kentang)
1. Dengan Pisau Besi Di udara
10 Menit
Air
18 Menit
Sulfat
20 Menit
Sitrat
25 Menit
2. Dengan Pisau Stainles Di udara
10 Menit
Air
13 Menit
Sulfat
23 Menit
Sitrat
Warna berubah
Keterangan: Lama Waktu Kentang Mengalami Pencoklatan
c. Kelompok 3 (apel granny)
Perlakuan
Stainless
Besi
Suhu Ruang
19 menit mencoklat
25 menit mencoklat
Air
22 menit mencoklat
19 menit mencoklat
Asam sitrat
27 menit mencoklat
25 menit mencoklat
Sulfit
21 menit mencoklat
20 menit mencoklat
tak
d. Kelompok 4 (Salak)
Perlakuan
Menggunakan pisau
Menggunakan pisau besi
steinless Tanpa perendaman
6 menit mulai mencoklat
3 menit mulai mencoklat
Rendam di air
10 menit mulai mencoklat
9 menit mulai mencoklat
12 menit mulai mencoklat
10menit mulai mencoklat
14 menit mulai mencoklat
11menit mulai mencoklat
Rendam
di
asam
sitrat Rendam di sulfit
e. Kelompok 5 (Apel Fuji)
Mengupas Direndam dengan (10') dengan Asam Sitrat Air Sulfit Suhu kamar Pisau ++ (6 menit) + (6 menit) +++ (6 menit) ++++ (6 menit ) Besi ++ (3 menit) +++ (3 menit) + (3 menit) +++++ (3 menit) Stainless Keterangan: semakin banyak “+” maka semakin banyak pencoklatannya.
f.
Kelompok 6 (Pear )
10 Menit Pertama JenisPisau
Pisau Besi
Pisau Stainles
Tanpa perlakuan
1
2
Air
3
4
As. Sitrat
7
8
Sulfit
5
6
Piasu Besi
Pisau Stainles
1
2
Pengamatan
10 MenitKedua JenisPisau Pengamatan
Tanpa perlakuan
Air
3
4
As. Sitrat
7
8
Sulfit
5
6
Keterangan: angka pada table menunjukkan tingkat kecoklatan pada hasil pengamatan. Dimana semakin kecil angka menunjukkan bahwa buah pir semakin coklat.
Nama
: Mufti Ghaffar
NIM
: 1002311
Judul Praktikum : Pencoklatan Enzimatis
VI.
Pembahasan
Reaksi pencoklatan (browning ) dapat terjadi pada sayur dan buah, juga umbi-umbian. Reaksi ini disebut reaksi pencoklatan, karena memang merubah warna asal bahan menjadi warna coklat. Reaksi pencoklatan ini bisa terjadi karena bantuan enzim (browning enzimatic) atau tanpa bantuan enzim (browning nonenzimatic). Browning enzymatic atau reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan pigmen warna coklat (melanin). Proses pencoklatan enzimatis memerlukan enzim polifenol oksidase dan oksigen untuk berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dikenal yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu (Winarno, 1995). Reaksi ini dapat terjadi jika jaringan tanaman terpotong, terbelah, tergigit, atau cara apapun yang dapat menyebabkan luka pada tanaman. Pemotongan menggunakan pisau yang berbeda, akan menyebabkan perbedaan waktu pencoklatan yang berbeda pula, pisau stainless steel terbuat dari baja yang cenderung tidak bereaksi dengan bahan yang dipotongnya, sedangkan pisau yang terbuat dari bahan selain stainless steel, misalkan pisau besi akan cepat bereaksi/ mudah teroksidasi dibandingkan dengan pisau stainless steel. Ukuran potongan dari suatu buah juga mempengaruhi kecepatan reaksi pencoklatan, semakin kecil potongan maka semakin cepat reaksi pencoklatan berlangsung, begitupun sebaliknya jika semakin besar. Kecepatan perubahan pencoklatan enzimatis dapat dihambat oleh beberapa inhibitor, biasanya cara yang dilakukan adalah perlakuan perendaman diantaranya adalah dengan cara perendaman air, perendaman asam sitrat dan perendaman
sulfit. Perlakuan-perlakuan tersebut memiliki perbedaan kekuatan penghambatan reaksi pencoklatan. Berikut akan dijelaskan sedikit tentang sulfit dan sitrat: 1) Sulfit Senyawa sulfit sejak lama digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Sejarah mencatat bahwa bangsa Mesir kuno dan bangsa Romawi telah menggunakan asap hasil pembakaran belerang untuk sanitasi dalam pembuatan anggur. Ada dua tujuan yang diinginkan dari penggunaan sulfit, yaitu: (1) untuk mengawetkan (sebagai senyawa anti mikroba), dan (2) untuk mencegah perubahan warna bahan makanan menjadi kecoklatan (Muchtadi 1989). Sulfit dapat mencegah timbulnya reaksi pencoklatan baik yang enzimatis ataupun non enzimatis. Keampuhan sulfit dalam hal mencegah reaksi pencoklatan dan sekaligus mengawetkan belum dapat disaingi oleh bahan kimia lain. Itulah sebabnya mengapa sulfit luas sekali pemakaiannya. Misalnya untuk sayuran dan buah-buahan kering, beku, asinan, manisan, sari buah, konsentrat, pure, sirup, anggur minuman dan bahkan untuk produk-produk daging serta ikan yang dikeringkan (Muchtadi 1989). Gas belerang dioksida dan sulfit dalam tubuh akan dioksidasi menjadi senyawa sulfat yang tidak berbahaya, yang kemudian akan dikeluarkan melalui urin. Mekanisme detoksifikasi ini cukup mampu untuk menangani jumlah sulfit yang termakan. Itulah sebabnya dalam daftar bahan aditif makanan, sulfit digolongkan sebagai senyawa GRAS ( generally recognized as safe) yang berarti aman untuk dikonsumsi (Muchtadi 1989). Namun demikian, dosis penggunaannya dibatasi, karena pada konsentrasi lebih besar dari 500 ppm (bagian per sejuta), rasa makanan akan terpengaruhi. Selain itu, pada dosis tinggi sulfit dapat menyebabkan muntah-muntah. Dan juga senyawa ini dapat menghancurkan vitamin B1. Itulah sebabnya sulfit tidak boleh digunakan pada bahan makanan yang berfungsi sebagai sumber vitamin B1 (Muchtadi 1989). 2) Sitrat Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih. Sifat-sifat asam sitrat antara lain: mudah larut
dalam air, spiritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat merupakan agen pengkelat. Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH seperti halnya pada asam asetat sehingga enzim PPO menjadi inaktif (Winarno, 1997).
Berikut akan dibahas kecepatan reaksi pencoklatan pada beberapa buah dan umbi yang kami jadikan bahan percobaan yaitu: pisang, kentang, apel granny, salak, apel fuji, dan pir. Keenam bahan itu diberi perlakuan dengan pemotongan dengan pisau stainless steel bagus dan pisau stainless steel biasa, yang selanjutnya dilakukan perendaman dengan air dan air campuran yang telah disebutkan diatas.
1) Pisang Pisang mengandung senyawa polifenol oleh karena itu mudah mengalami reaksi pencoklatan apabila kontak dengan udara. Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah pisang yang disebabkan oksidasi substrat fenolik oleh O2 udara dan dikatalisis polifenol oksidase (Retno dkk. 2008). Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 1(pisang), potongan pisang yang dipotong dengan pisau stainless biasa pencoklatannya relatif cukup cepat dibandingkan dengan yang menggunakan pisau stainless bagus. Rendaman asam sitrat dan sulfit yang seharusnya dapat menjadi inhibitor bagi reaksi pencoklatan, nyatanya pada pengamatan kelompok 1 malah terjadi peningkatan kecepatan reaksi pencoklatan dibandingkan yang tidak diberi perlakuan apa-apa (langsung terkena oksigen) 2) Kentang Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 2 (kentang), saya lihat tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara kentang yang dipotong dengan pisau stainless bagus dengan yang dipotong pisau stainless biasa,
hal ini mungkin dikarenakan pisau yang digunakan kualitasnya hampir sama,
jadi
tidak
berpengaruh
banyak
terhadap
kecepatan
reaksi
pencoklatannya. 3) Apel Granny Pencoklatan pada buah apel dan buah lain setelah di kupas disebabkan oleh aktifitas enzim polypenol oxidase, yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjudnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat (Riwan 2008). Kelompok 3 melakukan percobaan terhadap Apel
Granny,
berdasarkan pengamatannya, pada apel yang dipotong dengan pisau besi kecepatan reaksi pencoklatan berlangsung lebih lama daripada pisau stainless,
yang lazimnya pisau besi mengalami kecepatan reaksi
pencoklatan lebih cepat dibandingkan pisau stainless. 4) Salak Kelompok 4 melakukan percobaan tentang salak, Dari data dapat terlihat bahwa potongan salak yang langsung disimpan di udara terbuka lebih cepat mengalami reaksi pencoklatan dibandingkan yang diberi inhibitor (perendaman), mulanya potongan salak ini lama sekali berubah warna. Tapi sejak volume potongannya lebih diperkecil lagi, kecepatan pencoklatannya semakin meningkat. 5) Apel Fuji Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 5 (apel fuji) potongan apel yang disimpan di tempat terbuka sangat cepat mengalami pencoklatan, tetapi ada hal yang cukup mengganjal yaitu: biasanya pisau stainless lama lebih lama mengalami pencoklatan dibanding pisau besi, tapi disini sebaliknya. Hal ini belum dapat saya temukan penyebabnya. 6) Pir Hasil pengamatan kelompok 6 (pir) secara umum sama dengan buah-buah yang lain, yaitu penggunaan pisau besi lebih mempercepat reaksi pencoklatan dibandingkan pisau stainless.
VII.
Kesimpulan
Reaksi pencoklatan dalam bahan pangan dapat dihambat oleh beberapa perlakuan, yaitu : perendaman air, perendaman pada larutan asam sitrat, dan pada larutan sulfit. Pada percobaan ini takaran larutan tidak ditentukan jelas, tapi Insya Allah tidak terlalu berpengaruh terhadap penelitian. Berdasarkan hasil penelitian beberapa kelompok, inhibitor pencoklatan enzimatis yang paling baik adalah sulfit atau asam sitrat , lalu perendaman air, dan yang paling cepat mengalami pencoklatan adalah yang langsung terkena udara luar. Tapi dengan yang saya temukan di internet larutan sulfitlah yang paling baik dalam mencegah pencoklatan. Faktor-faktor yang dapat pengaruhi kecepatan pencoklatan, yaitu: 1) penggunaan jenis pisau untuk memotong, 2) jenis larutan perendaman, 3) ukuran potongan bahan, 4) sterilnya alat yang digunakan, dan 5) higinitas operator. Penggunaan
perendaman
dengan
suatu
memang
dapat
mencegah
pencoklatan, tapi kita harus mengetahui dulu apakah layak dimakan atau tidak, penggunaan dosis larutannya, sebab keamanan pangan adalah hal yang paling penting dalam mengkonsumsi suatu makanan.
Daftar Pustaka
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta Puri , Desi Retno. 2008. Pengaruh Vitamin C Terhadap Aktivitas Polifenol Oksidase Buah Pisang (Musa paradisiaca Linn. Var sapientum) Secara In Vitro. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Muchtadi, D. 1989. Sulfit Dipermasalahkan dan Nitrit Dikurangi?. Tersedia: http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_sulfit.php . [2 November 2011] Kusmiadi, R. 2008. Mengapa Apel Berwarna Coklat Setelah Dikupas. Tersedia: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Apel%20Berwarna% 20Coklat%20Setelah%20diKupas&&nomorurut_artikel=150. [2 November 2011]