BISSU DI TANAH TANAH BUGIS BUGIS Di Desa Bontomaten Bontomatene, e, Kecama Kecamatan tan Segeri, Segeri, hidup hidup sekelom sekelompok pok komunita komunitass Bissu. Bissu. Di Desa Bontomaten Bontomatenee juga juga terdapat sebuah rumah untuk menyimpan Arajang yang dipercayai sebagai benda pusaka pada masa kejayaan Kerajaan Bugis. Arajang yang disimpan adalah berupa alat tradisional untuk membajak padi. Komunitas Bissu hidup di tengah-tengah masyarakat pada umumnya, meskipun masyarakat tidak sepenuh hati menerima keberadaan komunitas
Bissu tersebut. Atas dasar keyakinan dan kepercayaan masyarakat tentang upacara ritual yang harus dilakukan sebelum tanam padi, maka komunitas Bissu menjadi tetap harus ada. Di dalam upacara ritual yang disebut Mappalili yang dipimpin dipimpin oleh seorang seorang Puang Puang Matoa Matoa yang yang berasal berasal dari komunit komunitas as Bissu. Bissu. !pacara !pacara Mappalili Mappalili ini menjadi menjadi daya tarik tarik pariisata. Keunikan Keunikan dan daya daya tariknya adalah adalah adanya adanya tarian Maggiri, yaitu yaitu atraksi yang menunjukk menunjukkan an kekebalan kekebalan para Bissu terhadap senjata tajam, yaitu dengan menggunakan keris. !pacara ritual Mappalili ini dilakukan setahun sekali, biasanya jatuh sekitar sekitar bulan September September.. "radisi trans#estities di tanah Bugis, yaitu lelaki yang berperan sebagai perempuan, sudah diungkap dalam naskahnaskah klasik Bugis sejak ratusan tahun yang lalu. Mereka dikenal sebagai pendeta agama Bugis kuno pra $slam dengan julukan Bissu. Keberadaan mereka sebagai benang merah kesinambungan kesinambungan tradisi lisan Bugis kuno. Kata Bissu berasal dari kata mabessi dalam bahasa Bugis, yang berarti bersih atau suci, karena tidak memiliki payudara dan tidak haid. Sebagai implementasi ta%sir suci tersebut, mereka tidak boleh berpacaran, menikah, dan menyingkirkan keinginan seksualitasnya.
Secara %isik Bissu adalah laki-laki, tetapi lemah lembut dalam bertutur dan memiliki kemampuan-kemampuan lebih, seperti meramal, mengobati, dan kebal terhadap senjata tajam. Sementara sebagian orang mengatakan baha Bissu sama dengan aria&banci. Di dalam bahasa Bugis disebut calabai atau kae-kae yang berarti aria 'anita-pria, adam(. !ntuk menjadi Bissu para calabai tersebut harus meleati seleksi dan upacara khusus. "idak semua aria bisa menjadi Bissu, tetapi semua aria punya peluang untuk menjadi Bissu, dengan mempunyai bakat dan anugerah atau panggilan hati dari deata. Pada dasarnya semua Bissu adalah aria 'calabai dalam bahasa Bugis(. Seorang Bissu dalam pengertiannya sebagai orang )suci) karena berkaitan dengan tugas yang diembannya sebagai penjaga dan pemelihara Arajang, yaitu benda benda pusaka yang diariskan diariskan para raja yang memerintah dalam suatu suatu negeri atau kerajaan di Bugis dahulu. Seorang Bissu bukan calabai biasa, karena ada tirakat serta peraturan yang harus dijalani sebelum menjadi Bissu. Selain itu Bissu juga diharuskan berpakaian sopan dan anggun, tidak berpenampilan yang mengundang birahi orang seperti para banci&aria pada umumnya. "ugas Bissu pada intinya adalah sebagai pemimpin spiritual bagi masyarakat maupun kerajaan pada masa lalu. Di dalam kontekss kekinian mereka menerima konsultasi tentang hajatan, pertolongan, bahkan pengobatan. Di dalam setiap upacara ritual, tugas mereka memimpin dan menjaga Arajang, yaitu benda pusaka keramat peninggalan kerajaan(. "epa "epatny tnyaa di Desa Desa Bontom Bontomate atene ne,, Kecam Kecamata atan n Seger Segeri, i, Kabup Kabupate aten n Pangk Pangkep ep,, Propin Propinsi si Sula Sulaesi esi Selata Selatan, n, masyarakatnya masih melakukan upacara sebelum tanam padi, menumbuk padi, dan upacara syukur pada saat panen padi. !nik dan menarik karena tradisi masyarakat agraris di sini sebagai pelaku utama ritual harus dilakukan& dipimpin oleh seorang Puang Matoa, yang dibantu oleh seorang akil yang bergelar Puang *olo, dan keduanya dilantik oleh raja atau penguasa. penguasa. Puang Matoa Matoa adalah pimpinan dari dari komunitas komunitas Bissu, yang yang sebenarnya sebenarnya adalah+ adalah+ . Penjaga raja dan penjaga pusaka kerajaan pada aman kerajaan di Sulaesi Selatan /. 0rang yang mengurus sistem rumah tangga raja 1. 0rang yang menyerupai perempuan tetapi kebal dengan senjata tajam 2. 0rang yang dipercayai mampu mengobati orang sakit yang disebut sebagai tabib 3. "ermasuk komunitas calabai 'komunitas yang memiliki kepribadian ganda(, tetapi bukan calabai biasa, yaitu sebagai kaum trans#estities 4. Berperan penting di dalam kerajaan yaitu sebagai perantara dunia atas dan dunia baah yang disebut sebagai Bissu Deata. Komunitas Bissu di Propinsi Sulaesi Selatan masih ada terdapat di Kabupaten Pangkep, Bonne, Soppeng, dan 5ajo. Pada mulanya Bissu berasal dari Kabupaten *uu, namun kini sudah tidak ada lagi. "ugas Bissu pada intinya sebagai pemimpin spritual bagi masyarakat masyarakat maupun kerajaan pada aktu itu. Di dalam setiap upacara ritual, tugas Bissu adalah memimpin. Di dalam pelaksanaan upacara Bissu kerap kali melantunkan pujian-pujian, mantera, untuk mencapai tahap %ana al %ana atau intrance yang ditandai dengan menusuk keris ke tubuh mereka yang telah kebal. Di dalam naskah *a 6aligo disebutkan baha Bissu telah ada sebelum masuknya $slam. Di naskah tersebut dikatakan baha Bissu yang pertama kali diturunkan dari langit. Bahasa dalam naskah *a 6aligo tidak sama dengan bahasa yang yang digunak digunakan an Bissu. Bissu. Salah Salah satu syarat untuk menjadi menjadi Bissu adalah adalah mengeta mengetahui hui bahasa Bissu. Bahasa Bahasa Bissu Bissu adalah adalah lambang dari bahasa langit, sehingga disebut juga bahasa "orilangi, yang berarti bahasa orang dari langit. 7orma-norma, konsep-konsep kehidupan, bahkan silsilah dea-dea dan kosmologi orang Bugis dalam kitab *a 6aligo, mereka peroleh secara lisan atau tertulis dari guru-guru pendahulu mereka yang telah a%at. Pengetahuan-pengetah Pengetahuan-pengetahuan uan arisan Bugis kuno itu mereka pertahankan dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan atau upacara orang Bugis, baik sebagai indi#idu maupun sebagai anggota masyarakat. Bissu memiliki bahasa sendiri untuk berkomunikasi dengan para deata dan untuk berkomunikasi berkomunikasi antara sesama Bissu. Bahasa tersebut disebut bahasa suci, bahasa orang langit yang disebut juga bahasA "orilangi atau bahasa Deata. Para Bissu beranggapan baha bahasa tersebut diturunkan dari surga melalui Deata.
"arian Bissu yang masih dapat disaksikan pada aktu-aktu tertentu, sekarang dapat disaksikan di Desa Bontometene, Kecamatan Segeri, Kabupaten Pangkep, Sulaesi Selatan. Pada hakekatnya pada jaman kejayaan Kerajaan Bugis, tari-tarian istana banyak dilakukan oleh penari pria yang menyerupai anita, atau yang juga disebut kaum Bissu. 8al ini dilakukan sebagai sebuah %enomena dari politik raja yang menjaga putrinya dari gangguan para pria yang tidak diinginkan masuk dalam istana. Meski pada dasarnya semua Bissu adalah calabai, namun tidak semua calabai adalah Bissu, karena ada tirakat dan peraturan yang harus dijalani. Mereka juga diharuskan meninggalkan pribadi genit dan patut berpakaian sopan dan anggun. Seorang yang telah bergelar Bissu, tidak boleh berpacaran, tidak menikah, dan menyingkirkan keinginan seksual. 7amun karena populasi Bissu semakin berkurang, diperoleh data baha beberapa di antara mereka kini berkeluarga untuk memperoleh keturunan. Di Bone ada Bissu yang disebut Bissu Mamatra, yaitu Bissu yang belum sempurna. Pada masa pemerintahan Kerajaan Bugis, seluruh pembiayaan upacara dan keperluan hidup komunitas Bissu diperoleh dari hasil saah kerajaan. Para Bissu juga memperoleh sumbangan dari dermaan yang berupa pedagang, kaum tani, bangsaan yang datang sendiri atau secara rutin memberikan sedekahnya. Selain itu mendapatkan tanah seluas satu petak atau dua petak tanah persaahan dari kerajaan untuk diolah oleh Puang Matoa bersama komunitasnya. Saah yang merupakan tempat upacara Mappalili tersebut, hasilnya untuk biaya upacara-upacara dan kebutuhan hidup komunitas Bissu selama setahun. Adat istiadat yang dijalankan oleh pemerintah Kerajaan Bugis dahulu mengandung makna malebbi dan malempu, yaitu kemuliaan dan kejujuran. Moral menjadi sasaran utama aturan, sehingga seluruh tata aturan tersebut harus ditaati dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. 0leh karena itu apa yang menjadi tujuan dan sasaran upacara akan tercapai dengan baik. Di dalam sebuah upacara Bissu ada yang disebut dengan matemmu tang, yaitu persembahan beberapa bahan sesaji untuk para dea yang dianggap telah memberikan rahmat kepada masyarakat setempat selama satu tahun sebelumnya. 9adi pada dasarnya upacara ini merupakan upacara tahunan yang hingga kini masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya. Ada sebuah bagian di dalam rangkaian upacara yang disebut dengan mappasabbi arajang, upacara ini dilakukan di dalam sebuah kamar arajang, di mana terdapat benda-benda pusaka. Selain itu dilakukan pembacaan mantramantra terhadap sesaji yang telah diletakkan di depan arajang tersebut oleh Puang Matoa sebagai pemimpin upacara. Di dalam upacara disajikan apa yang disebut makemmo sokko patan rupa 'meremas nasi ketan yang diberi arna merah, kuning, putih, dan hitam, yang diletakkan dalam piring-piring kecil. Adapun artinya arna merah adalah api, arna kuning adalah angin, arna putih adalah air, dan arna hitam adalah tanah. Ketika aturan-aturan lisan bermuatan moral tersebut digantikan dengan aturan-aturan tertulis yang konon lebih modern, maka masyarakat tradisional mulai kehilangan kekuatannya. Bissu adalah seorang laki-laki yang berpenampilan dan berkepribadian seperti anita. "idak semua manusia tran#estitisme dapat menjadi Bissu, karena harus menjalankan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Adapun untuk menjadi seorang Bissu harus melakukan beberapa syarat yang telah ditentukan dengan aturan-aturan yang ada dalam komunitas Bissu, yang dipimpin oleh P uang Matoa. Aal mula seorang aria yang hendak menjadi Bissu harus mempunyai moti#asi yang kuat untuk berhasil menjadi Bissu. Moti#asi tersebut antara lain ingin menjadi Bissu secara sungguh-sungguh, karena jika hanya main-main maka akan menerima resikonya. Pernah terjadi seorang aria yang bertekad menjadi Bissu, namun gagal. Kegagalan ini dikarenakan adanya aturan yang dilanggar, yaitu Bissu tidak boleh melakukan hubungan suami istri, sehingga Bissu dilarang
menikah, tidak boleh berdandan terlalu mencolok atau menor, yang dapat mengundang birahi lorang lain, dan sebagainya. Bissu yang melanggar aturan akan mati, demikianlah mitos yang populer terdengar oleh masyarakat di Kecamatan Segeri. 7amun untuk perkembangan di masa sekarang banyak Bissu yang menikah, agar supaya terjadi regenerasi 3 keturunan Bissu tetap ada. 0leh karena itu syarat-syarat untuk menjadi Bissu atau proses untuk menjadi Bissu 'irreba( adalah+ . 7iat /. Puasa 1. Mattinjak 'mempunyai naar( 2. 5uju 3. "aat pada aturan-aturannya. 7iat adalah sebuah janji yang dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh seorang aria untuk menjadi bagian dalam komunitas Bissu. 7iat ini harus muncul dari lubuk hati yang paling dalam, karena akan menjadi berat menjalankan dan kegagalan yang terjadi untuk menjadi Bissu. 7iat yang tulus dibarengi dengan menjalankan puasa, biasanya para aria yang hendak menjadi Bissu, harus melakukan puasa selama 2: hari 2: malam secara terus-menerus. Kemudian selesai berpuasa calon Bissu melakukan sebuah naar sebelum benar-benar menjadi Bissu. Biasanya naar dilakukan selama tiga hari berturut-turut, dengan melakukan apa yang disebut dengan 5uju. ;alon Bissu menjalankan uju, yaitu dengan dibungkus kain ka%an putih dan dimandikan layaknya seperti mayat oleh para Bissu senior yang dipimpin oleh Puang Matoa. Setelah dimandikan dan dika%ani, calon Bissu ditidurkan di rumah di lantai atas dengan beratapkan langit-langit, sambil bernaar seperti orang bertapa, tidak makan dan minum selama satu hari satu malam. Demikianlah upacara pelantikan Bissu menjadi bertingkat-tingkat, dan bagian terbesar dalam upacara pelantikan Bissu harus ada 2: orang Bissu senior 'Bissu Pattappuloe(, serta salah satunya adalah Bissu anita. Bissu anita biasanya adalah seorang anita yang telah menopause dan mendapat manase 'angsit&panggilan hati(. 7amun sekarang pelantikan dengan cara seperti ini tidak dilakukan lagi karena calon Bissu beresiko jatuh pingsan, gila, atau bahkan meninggal. 0leh karena itu syarat-syarat untuk menjadi Bissu, pada saat ini tidak lagi serumit dan selama pada aktu Bissu senior masih berjumlah 2: orang, karena Bissu yang tersisa saat ini hanya tinggal 4 orang. Syarat terakhir dan harus selamanya dilakukan oleh calon Bissu adalah harus taat dan patuh terhadap peraturan peraturan yang diberlakukan dalam komunitas Bissu, layaknya seorang laki-laki berpenampilan perempuan tetapi bukan aria biasa. Seperti dikatakan oleh 8alilintar *atie% dalam bukunya berjudul Bissu, Pergulatan dan Peranannya di Masyarakat Bugis, baha+
ulaeka(, dan Bissu Ponco 'ada 2 orang(. Menurut Andi 8alilintar *atie% dalam bukunya berjudul Bissu, Pergulatan dan Peranannya di Masyarakat Bugis disebutkan baha Bissu yang terdapat di Segeri mempunyai perbedaan dengan Bissu yang berada di Bone. Perbedaan Bissu dari kedua daerah tersebut adalah sebagai berikut. Para bissu dahulu mengenal tradisi tulisan pada lontar, namun tradisi ini sudah semakin ditinggalkan, dan berubah menjadi tradisi tutur. Di dalam upacara yang dipimpin oleh Bissu terdapat perpaduan dari berbagai aspek kesenian. Kesenian pada komunitas Bissu sebenarnya merupakan bagian dari akti#itas upacara&ritual sebelum menanam padi yang meliputi pembacaan mantra-mantra, sastra, nyanyian, musik, dan tarian. Semua bentuk seni tersebut sebagai media upacara dalam berkomunikasi dengan ?ang Maha Kuasa untuk mohon ijin dan berkahnya. Salah satu media upacara yang menjadi puncaknya adalah tarian Maggiri. 6erakan tarian Bissu bukan sekedar gerakan tari semata-mata, tetapi ada akti%itas kesenian lain, seperti pantun, iringan alat musik, dan adanya atraksi kekebalan senjata yang disebut Maggiri.
Maggiri adalah disebut juga upacara magrangeng-rangeng, yaitu Bissu telah berpakaian lengkap dan berdandan sedemikian rupa, berjalan sambil menari mengelilingi alasuji dipimpin oleh Puang Matoa. Kemudian Puang Matoa memperlihatkan kesaktiannya dengan menusukkan keris ke arah tenggorokannya itulah yang disebut maggiri, lalu diikuti oleh ke enam Bissu yang lain. "arian Maggiri merupakan tarian yang unik dengan mempergunakan sebilah keris pusaka yang mengandung unsur mistis di dalamnya. "ari spiritual kaum Bissu yang sudah berusia ratusan tahun. Maggiri merupakan rangkaian dari prosesi upacara dalam tradisi Bugis kuno yang dilaksanakan para Bissu, dan sampai hari ini masih bertahan meski jumlah Bissu sudah tidak banyak lagi, yaitu hanya ada 4 orang Bissu yang berada di Kecamatan Segeri, Kabupaten Pangkep. Atraksi ini sambil menghentak-hentakan kakinya ke lantai diiringi dengan musik yang ritmis semakin lama semakin cepat, sehingga mampu membuat penonton berdebar melihatnya. Di dalam Maggiri inilah Bissu mempertunjukan kesaktiannya kebal akan benda tajam, yaitu keris 'http+&&.kompas.com&kompas-cetak&:3:=&1&humaniora&@/@1.htm( Alat-alat yang digunakan dalam tarian Bissu meliputi dua buah keris 'lambang pria dan anita(, lalosu 'bambu anyaman berbentuk kepala ayam dan berbadan ular, lambang dunia atas dan dunia baah(, kostum yang menggambarkan perujudan dea-dea, dan sebagainya. Biasanya kaum Bissu pandai menari dan menyanyi dengan membaakan mantra. 7amun ada kaum Bissu dari kalangan bangsaan yang tidak bisa menari, yang disebut dengan Pargundang. Ketika mencari pengertian kesenian Bissu, memang sedikit bingung apakah tradisi itu dapat dikategorisasi sebagai suatu bentuk kesenian, atau karena tarian dengan nama )mabissu) yang sudah dapat disaksikan sekarang adalah salah satu bagian dalam upacaraupacara ritual pada masa dahulu 'kerajaan( yang dilakukan sebagai bentuk persembahan dan komunikasi kepada Sang Deata, agar maksud dari hajatan tersebut diperkenankan dan berjalan lancar. Pada masa jayanya kerajaan-kerajaan Bugis, seperti Kerajaan *uu dan Kerajaan Bone, seni tari dipelajari hanya di lingkungan istana. "ari dalam bahasa Bugis 'Basa !gi( disebut Sere 'mondar-mandir( atau jaga 'berjaga tidak tidur semalaman( dan juga diberi nama 9oge yang diberi aalan ma menjadi Majoge yang berarti berjoget dan Pajoge berarti penarinya. Dilihat dari %ungsinya, tari-tarian suku Bugis mempunyai %ungsi sebagai+ . tari untuk upacara /. tari untuk bergembira 1. tari untuk tontonan atau atraksi. Sere yang berarti tari pada umumnya untuk menyebut tari-tarian yang bersi%at sakral, sedangkan 9oge pada umumnya dipergunakan untuk menyambut tari-tarian yang bersi%at bergembira, tari-tarian bersi%at tontonan, atau tari-tarian atraksi. Misalnya tarian Bissu yang mempunyai %ungsi untuk upacara kelahiran, upacara perkainan, dan upacara turun saah, yaitu adanya tarian Maggiri. Di masa sekarang pertunjukan Maggiri yang telah dipentaskan dan diperkenalkan pada kesempatan atau pergelaran budaya, bahkan telah dipertontonkan secara luas di sejumlah negara Asia hingga ropa, maka budaya dan tradisi Bugis kuno yang dimiliki komunitas Bissu dapat diartikan sebagai suatu bentuk kesenian tradisional dalam bentuk tarian. "arian unik dengan mempergunakan sebilah keris pusaka dengan unsur mistis di dalamnya. Dari keteranganketerangan yang diperoleh dapat diketahui adanya beberapa tahapan yang dibagi atas enam sesi dalam tarian Bissu tersebut. Apabila disistematiskan maka tari Bissu yang dikenal dengan Maggiri dibagi dalam enam tahapan, yaitu+ . "ette Sompe+ Pembukaan 'persembahan( dengan dimulai dengan bunyi gendang, suling tiup 'pui-pui(, dan iringan gong /. Balisumange 'Bangkit(+ para Bissu mulai keluar beriring lalu keliling dengan %ormasi melingkar dan pimpinan Puang Matoa duduk di belakang 5alasuji+ berbentuk persegi empat dari rangkaian bambu yang berisi sejumlah benda-benda pusaka yang melambangkan
saah dengan bajak saah 'pusaka( yang sudah dimandikan. Selesai upacara tersebut pusaka dibungkus kembali dengan kain putih dan dikembalikan pada tempatnya. Adapun properti-properti atau kelengkapan alat-alat yang dipergunakan, menurut 8alilintar seperti yang ditulis dalam bukunya yang berjudul Bissu dan Peralatannya, properti yang dipergunakan dalam menari Bissu mempergunakan+ . Alosu, yaitu seperti tongkat kayu yang pendek, bentuknya seperti kepala burung, yang dianyam dengan indah dengan daun lontar 'untuk saat ini dihias dengan kertas arna(, dan diberi ekor-ekoran. Ada satu lagi yang dibungkus dengan kain arna merah, dan ekor-ekoran juga disebut dengan Arumpigi /. "eddung Buburu 'payung Buburu(, yaitu payung berarna kuning atau oranye ini biasanya terbuat dari kain sutra dan bergagang dari kayu atau bambu. Pinggiran pada payung dihiasi dengan renda-renda yang indah. Kemudian ada juga yang menggunakan bendera sebagai pelengkap properti yang disebut dengan Bendera Arajang 1. Besi Banrangga adalah seperti sebuah tombak yang diletakkan pada tempatnya berdampingan dengan payung 2. 0iye adalah seperti irisan bambu kecil dan panjang yang dibalut dengan daun lontar '*atie% 8alilintar A+@+/=-1:( 3. *ellu adalah seperti tenda berarna kuning dan hanya bagian atasnya, samping kanan dan kiri tanpa kain, disangga dengan kayu membentuk persegi lima. 4. Paccoda adalah perlengkapan untuk menari, yaitu sebuah kotak kayu persegi delapan yang dibungkus kain berarna kuning '*atie% 8alilintar A+/::2+2(. Selain alat-alat yang dipergunakan, sesaji-sesaji juga disiapkan. Metemmu "ang adalah persembahan beberapa bahan sesaji untuk "uhan yang dianggap telah memberikan kekuatan. Sesaji tersebut di antaranya adalah makanan dari beras ketan 'yang diberi arna putih, kuning, merah, dan hitam(, telur, kelapa muda, pisang, jagung putih yang disangrai, ayam panggang, opor ayam kering. Semuanya diatur sedemikian rupa untuk disajikan sebagai persembahan dan rasa syukur kepada "uhan ?ang Maha sa. Selain itu ada juga dupa dengan minyak yang dinyalakan sebagai media untuk berkomunikasi dengan dunia atas dengan dunia baah yang dilakukan oleh Puang Matoa. Kemudian barulah mereka menari berputar dan akhirnya sampai kepada atraksi Maggiri dengan menggunakan kerisnya, yang dipimpin oleh Puang Matoa. Pergantian gerakan dari satu gerakan kepada gerakan yang lain ditandai oleh suara gendangnya. Atraksi kekebalan terhadap senjata tajam ini dilakukan secara bergantian, kemudian puncak intrance para Bissu secara bersamaan dan sambil menghentakkan kakinya dengan keras ke lantai dengan menusuk-nusuk tubuhnya memakai kerisnya. Pertunjukan ini berlangsung sampai para Bissu berhenti dari intrance masing-masing, kurang lebih setengah jam lamanya. Pada saat upacara ritual pada jaman dahulu para Bissu memakai kostum berarna kuning dan merah, sedangkan Puang Matoa memakai arna putih. 7amun perkembangan jaman sekarang selain sebagai upacara ritual, atraksi Bissu juga sebagai sebuah pertunjukan. Sehingga untuk kostum dan asesoris yang dipergunakan semakin menarik, indah, dan lengkap. 5arna kostum yang dipakai pun makin mencolok, alaupun itu untuk pakaian yang dikenakan oleh Puang Matoa, sehingga tidak hanya arna putih saja. Adapun pakaian yang dipergunakan Bissu pada saat menari adalah sebagai berikut+ . Baju Bella Dada atau sosok dan celana /. *ipa Aik atau sarung 1. Passapu atau destar 'ikat kepala( dan kembangnya 2. Pakambang 'selendang&selempang( 3. Kain ;inde 'khas Bone( 4. "ali Benang 'seperti sabuk pinggang panjang(. Pada jaman dahulu di setiap desa mempunyai komunitas Bissu, namun sekarang tidak lagi karena keberadaannya ditolak dengan alasan agama, khususnya agama $slam. Pada masa pemerintahan Kerajaan Bugis, seluruh pembiayaan upacara dan keperluan hidup komunitas Bissu diperoleh dari hasil saah miliki kerajaan. Para Bissu juga memperoleh sumbangan dari dermaan yang terdiri dari kaum pedagang, petani, dan bangsaan yang sesekali atau secara rutin memberikan sedekahnya. Selain itu mereka diberi sepetak atau dua petak tanah persaahan dari kerajaan, yang diserahkan pengolahannya kepada Puang Matoa beserta para Bissu lainnya. Saah pemberian dari raja tersebut digunakan untuk tempat upacara Mappalili. 8asil dari saah ini digunakan untuk membiayai pelaksanaan upacara-upacara dan kebutuhan hidup komunitas Bissu selama setahun. Adat istiadat yang dijalankan oleh pemerintah Kerajaan Bugis dahulu mengandung makna malebbi dan malemppu, yang berarti kemuliaan dan kejujuran. 0leh karena itu seluruh tata aturannya ditaati dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Moral menjadi sasaran utama aturan, sehingga apa yang menjadi tujuan dan sasaran upacara akan tercapai dengan baik. Ketika aturan-aturan lisan bermuatan moral tersebut digantikan dengan aturan-aturan tertulis yang lebih modern, maka aturan-aturan lisan yang bersi%at tradisional dalam masyarakat mulai kehilangan kekuatannya. Keberadaan Bissu di desa Bontomatene, Kecamatan Segeri, Kabupaten Pangkep diperkirakan sudah ada sejak tahun @/3an. Ketika itu ada seorang putra Kerajaan Bonne yang bernama Pajunglolo Peta "olae yang melarikan diri sampai ke Segeri, namun tidak diketahui alasan yang menjadi penyebabnya pelariannya. Secara misterius pusaka Kerajaan Bone, yang disebut Arajang mengikuti pelarian putra raja tersebut. Pusaka arajang ini berupa alat bajak, sehingga sejak saat itu mulai ada upacara Mapalili. !pacara ini untuk mengaali masa tanam padi dengan harapan kelak mendapatkan hasil panen yang memuaskan. !pacara Mapalili merupakan rangkaian upacara yang panjang, yang meliputi+ . Mateddu Arajang 'mempersiapkan Arajang( /. Mapalesso Arajang 'menurunkan bajak saah( 1. Majori Arajang 'mempersiapkan Arajang( 2. Maggiri 'menampilkan atraksi tarian dengan memperlihatkan kekebalan Bissu terhadap senjata tajam( Dahulu upacara Mapalili berlangsung selama hari, kemudian dikurangi menjadi = hari, dan pada saat ini hanya dilakukan selama / hari. Ketika datang ke Segeri, Pajunglolo Peta "olae membangun sebuah istana di Baruga. $stana itu kemudian dipindah ke Desa Bontomatene, Kecamatan Segeri. $stana yang dibangun tersebut sering dipergunakan untuk pertemuan para Bissu. Bissu di Kabupaten Pangkep masih akti% dalam melaksanakan kegiatan upacara ritual Mappalili yang diselenggarakan setahun sekali sebagai tanda dimulainya pengerjaan saah untuk bertanam padi. Bissu juga
dikatakan sebagai penasehat raja beserta seluruh keluarganya, sekaligus mengabdi dan menjaga Arajang yang merupakan benda pusaka keramat. Benda pusaka ini dipelihara dalam tempat khusus di ruang istana, yaitu di tempat persembahan. Cungsi Bissu dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai penghubung antara manusia dengan "uhan ?ang Maha sa atau dea, melalui upacara ritual. Bissu mengatur semua pelaksanaan upacara tradisional, seperti upacara kehamilan, kelahiran, perkainan, kematian, pelepasan naar, persembahan tolak bala, dan lain-lain. Di Bone Bissu mencari na%kah melalui masyarakat yang menggunakan jasa mereka untuk memimpin upacara, misalnya sebagai perias pengantin atau dukun yang disebut Sanro 'dukun&tabib(. Keberadaan mereka memang sedang terancam punah. 9umlah mereka menurun drastis pada masa pemberontakan D$&"$$. Ketika itu gerombolan Kahar Muakar melalui gerakan D$&"$$-nya menganggap mereka kaum penyembah berhala dan menentang ajaran agama $slam. Banyak Sanro 'dukun( dan Bissu yang dibunuh atau dipaksa menjadi pria dengan menggunduli rambut mereka dan bekerja layaknya laki-laki. Kemudian tindakan pemusnahan para Bissu dan tradisinya terus berlanjut ketika 0rde Baru berkuasa. Bissu dituduh sebagai anggota Partai Komunis $ndonesia 'PK$(. Mereka ditangkap dan diharuskan memilih antara mati dibunuh atau memeluk agama $slam serta menjadi lelaki normal. Bahkan beberapa pihak pada masa 0rde Baru menyebarkan doktrin menyesatkan. terutama kepada anak-anak, baha jika mereka melihat Bissu, maka akan bernasib sial selama 2: hari 2: malam. Doktrin ini membuat mereka kerap dilempari batu, bahkan diusir dari desa. Pada saat ini Bissu yang tersisa adalah generasi terakhir yang mearisi tradisi Bugis Klasik. Mereka tetap berusaha bertahan meski di tengah kondisi yang tak mendukung. 8alilintar *atie%, seorang peneliti Bissu, mengatakan baha+ Bahkan sekarang saya melihat para aria yang bukan Bissu, dibina oleh Dinas Pariisata untuk sekadar sebuah pertunjukan isata. 8arapan baru mulai muncul atas nasib para Bissu Segeri dengan adanya penggalangan dan penyatuan gagasan pelestarian oleh masyarakat dengan membentuk lembaga adat. Sebelumnya keberadaan lembaga adat ini tidak didukung oleh pemerintah kabupaten. 7amun setelah terjadi pergantian pucuk pimpinan pemerintahan kabupaten pada tahun /::, bupati yang baru memberikan dukungan terhadap lembaga adat tersebut. Pendampingan terhadap kehidupan para Bissu yang dilakukan atas kerjasama pemerintah kabupaten dan lembaga adat tersebut, telah membuahkan hasil dengan adanya rumah Arajang, alau masih status pinjaman. Eumah Arajang ini adalah bekas kantor BKKB7 Kecamatan Segeri. Bantuan %isik lainnya berupa pembangunan pagar keliling seluas / ha, yang saat ini sedang berjalan. 8al ini atas prakarsa Andi Benyamin 'Andi Benny( selaku anggota DPED Kabupaten Pangkep. Eumah adat tempat tinggal Bissu yang berada di desa Bontomatene, Kecamatan Segeri, Kabupaten Pangkep telah lama telah rusak. 0leh karena itu kemudian dibangun rumah adat yang baru dan pusaka-pusaka yang ada dipindahkan ke rumah adat yang baru tersebut, kemudian rumah yang lama dirobohkan. Pembangunan ini rumah adat tersebut dimaksudkan untuk menghimpun para Bissu dan meadahi kegiatankegiatan budaya yang dimilikinya, sehingga pada saatnya kaasan tersebut nantinya dapat ber%ungsi sebagai lokasi aktualisasi para Bissu dalam berkesenian. Proyek ini tampaknya lebih bernuansa pada pengembangan pariisata dari pada suatu kesadaran budaya. Keberadaan komunitas Bissu dalam kehidupan bermasyarakat sudah jauh berbeda dengan semasa kaum Bissu hidup di masa kerajaan. Salah satu contohnya+ mereka dahulu sebagai orang yang terhormat dan mempunyai jaminan dalam hidup karena diberikan sebidang tanah saah sebagai sumber kehidupan. 7amun kini sumber penghidupan tersebut menjadi hilang karena pemerintah memberlakukan undang-undang agraria. !ntuk saat ini tidak ada yang memikirkan kebutuhan hidup sehari-hari para kaum Bissu. Akhirnya mereka terpaksa mencari na%kah di luar tugasnya sebagai Bissu. Kondisi inilah yang menjadikan kaum Bissu tidak sepenting perannya pada jaman dahulu. Saat ini mereka harus menentukan sikap dengan memberi patokan harga untuk biaya penyelenggaraan upacara. Sampai saat inipun belum ada donatur, baik dari masyarakat, pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat untuk kaum Bissu tersebut. Akhirnya karena berbagai hal martabat Bissu lambat laun bergeser menurun, baik keberadaannya maupun %ungsinya. Penyebabnya, mulai dari dominasi aturan dari agama tertentu yang tidak menghendaki keberadaan Bissu, hilangnya mitos-mitos yang mendukung keberadaan Bissu, dan hilangnya kerajaan-kerajaan tradisional, diganti dengan pemerintahan 7KE$. Dahulu pernah ada upaya-upaya untuk menghilangkan keberadaan mereka, antara lain dari D$-"$$. Pemberontakan D$&"$$ pada sekitar tahun 3:-an menggunakan simbol-simbol $slam untuk menghancurkan pusaka dan perlengkapan kerajaan yang dianggap musyrik. Ketika itu banyak Bissu yang dibunuh atau dipaksa untuk menjadi laki-laki sesuai kodratnya. Bissu yang tersisa bersembunyi, tidak berani mempraktikkan akti%itas ritualnya. Bahkan pada peristia Pemberontakan PK$ pada tahun 43, kaum Bissu masih dianggap komunis.
Ada pula yang disebut organisasi pemuda Anshor yang pernah melakukan gerakan )tobat), banyak kaum Bissu yang ditangkap dan dipancung. Sisanya yang selamat takut untuk melakukan upacara lagi. Baru sekarang ini para Bissu yang selamat mengupayakan untuk menghidupkan kembali tradisi yang ada dalam komunitas Bissu. Salah satu upacara yang dilakukan kaum Bissu adalah upacara kering, yaitu upacara komunitas Bissu tanpa musik. 8al ini sebagai akibat dari gencarnya gerakan D$-"$$ dan pemuda Anshor yang membuat para Bissu takut untuk melakukan upacara secara terbuka. 7amun setelah terbentuknya Dinas Kebudayaan di pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten&kota, kaum Bissu berlindung di balik )kebudayaan). Dengan demikian tradisi komunitas Bissu tidak dimasukkan dalam agama, tetapi dimasukkan dalam kebudayaan, sehingga dapat secara terang-terangan untuk melakukan upacara tradisional komunitas Bissu tersebut. Kondisi saat ini cukup memprihatinkan. Komunitas Bissu menjadi semakin sedikit, regenerasi seakan terhenti, sehingga komunitas ini hampir punah. "rans%ormasi pengetahuan kaum Bissu masih belum sepenuhnya dapat diketahui orang aam, karena masih terikat kepercayaan yang sangat kuat. Salah satu tradisi kesenian komunitas Bissu ada pada tarian Maggiri yang merupakan bagian dari rangkaian upacara sebelum tanam padi yang disebut Mappalili. 8al inilah yang menjadi %okus penelitian dan hanya di desa Bontomatene komunitas Bissu yang masih tersisa, yang tegolong sebagai Bissu Deata dan masih terdapat rumah pusaka tempat menyimpan Arajang. Konon ceritanya Arajang tersebut datang secara gaib di Kecamatan Segeri tersebut, yang akhirnya pusaka tersebut tersimpan dengan aman dan diraat oleh komunitas Bissu hingga saat ini, pusaka tersbut berupa
Apa itu Bissu?
Menurut Carid Makkulau, seorang sejaraan muda asal Pangkep dalam tulisan-tulisannya mengemukakan Bissu merupakan jejak budaya Bugis pra $slam yang masih tersisa hingga kini. Cungsi Bissu pada aman kerajaan adalah sebagai pendeta agama bugis kuno pra-$slam. Kata
spiritual menjadi bissu yang kemudian mengangkat status sosial dan derajat mereka, paling tidak dalam konteks kekinian mereka
Bissu Saidi dalam tari Maggiri, kini telah a%at '%oto-%oto Carid Makkulau( Sebagai seorang Bissu dengan tradisi male transvestite-nya 'lelaki yang berperan sebagai perempuan(, bagi banyak orang aam biasanya sukar untuk percaya baha penampilan laki H laki dengan muka kasar dan berjanggut ini menjadi begitu lebay dan gemulai saat maggiri, mengiringi alunan musik palappasa. "ampak lembut sekaligus mengerikan menyaksikannya menusukkan keris ke lengan, badan, dan lehernya. ?ang khas dari Puang Matoa ini adalah Gpamoro-moronyaG 'suka marah(, dia sama sekali tidak memberi ruang toleransi untuk dibantah oleh bissu lainnya, apalagi jika itu menyangkut kelengkapan upacara adat, seperti mattemmu taung, mappalili, dan lain sebagainya. Di luar itu, Saidi tampaknya seorang laki H laki yang sopan, santun, murah senyum, dan sangat menghargai orang. Salah satu kelebihan komunitas bissu adalah kenyataan baha mereka memiliki bahasa sendiri untuk berkomunikasi dengan para deata, leluhurnya dan sesamanya. Bahasa itu kadang disebutnya sebagai Basa !gi 6aligo atau Basa torilangiG'Bahasa orang langit(. Bahasa inilah yang kadang bercampur dengan bahasa bugis pasaran dalam komunikasi sehari H hari. Memang, keberadaan bissu sebagai benang merah kesinambungan adat dan tradisi bugis kuno yang masih eksis di tanah bugis hingga deasa ini. Bissu dalam upacara adat tidaklah berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian dari budaya atau tradisi yang berlaku bagi masyarakat pendukungnya. $tulah sebabnya, Bissu kadang juga memosisikan diri sebagai sanroG atau pinati, perias pengantin, peramal 'membaca tanda H tanda kehidupan seseorang yang datang kepadanya(, atau sebagai traditional e#ent organier bagi kegiatan seni budaya pemerintah atau masyarakat yang punya hajatan. Meski hidup bersahaja dengan keari%an lokal masa lalu, Saidi yang boleh dikatakan Gmakhluk langkaG ini telah melanglang buana bersentuhan dengan dunia teater kontemporer arahan Eobert 5ilson. Sebagai seorang bissu yang bisa membaca *a
6aligo, Saidi terlibat sebagai pembaca sureG 6aligo dalam pementasan teater 6aligo keliling dunia di Belanda, $talia, Amerika, Singapura, Perancis dan negara dunia lainnya. Disetiap pementasan teater tersebut, selalu mendapatkan standing aplaus sebagai bentuk apresiasi luar biasa dari masyarakat seni internasional. Sementara di dalam negeri sendiri, khususnya di kampungnya sendiri, lebih diposisikan sebagai sanroG jika tidak ada kesibukan atau undangan pertunjukan dari pemerintah setempat. Perbedaan bissu dengan aria kebanyakan adalah ilmu, bahasa dan kesaktian yang dimilikinya, selain cara berpenampilan dan berpakaian tentunya. Setiap aria yang telah menjadi bissu diyakini memiliki kemampuan untuk melakukan kontak dengan masa lalu dan juga masa ke depan. Menurut Saidi, untuk menjadi bissu harus ada panggilan spiritual dan hal ini tidak bisa direkayasa, apalagi sampai berbohong. Sebagai Puang Matoa, dirinya akan mendapat isyarat akan adanya aria yang akan datang magang ke rumahnya. Sesama bissu juga mendapat semacam anugerah untuk dapat mengetahui basa torilangi, meski tidak ada yang mengajarkannya kepada mereka. Puang *olo Bissu, Puang !pe mengaku mendapatkan tuntunan menjadi bissu sejak berusia 1 tahun. Sejak aal dia sudah menyadari kelainan yang dialaminya, dan dia mencoba untuk masuk seutuhnya ke ilayah itu. Makanya Puang !pe datang berguru kepada bissu - bissu senior ketika itu, termasuk diantaranya Puang Matoa Sanro SekeG. 5aria yang akan dilantik menjadi Bissu, kata Saidi, diajibkan berpuasa 'appuasa( selama sepekan hingga empat puluh hari, setelah itu bernaar 'mattinjaG( untuk menjalani prosesi irebba. Seorang aria baru dikategorikan layak menjadi bissu sepenuhnya berdasarkan penilaian puang matoa atau puang lolo. 7amun, sebelum benar-benar diterima sebagai bissu, ia harus menjalani prosesi irebba 'dibaringkan( yang dilakukan di loteng bagian depan pada
BISSU
Bissu atau kamunitas bissu yang ada di P angkep. Mereka masih memegang teguh tradisi dan peran sebagai pemelihara dan pelestari nilai-nilai budaya bugis klasik dan digambarkan sebagai manusia setengah dea yang memiliki kekuatan Supranatural.Mereka mendayagunakan hubungan dengan dunia roh dan bertindak sebagai media roh yang memasukinya. Setelah kerasukan barulah mereka dapat melaksanakan upacara ritual, seperti Maggiri sebuah ritual menikam diri sendiri. Bissu dengan tradisi trans#estite-nya' lelaki yang berperan sebagai perempuan( juga dikatakan sebagai pendeta agama Bugis kuno pra $slam. Mereka memiliki bahasa sendiri untuk berkomunikasi dengan para deata dan para sesamanya.Keberadaan Bissu sebagai benang merah kesinambungan adat dan tradisi Bugis kuno yang masih eksis ditanah Bugis hingga deasa ini. Selain untuk acara kerajaan, peran bissu juga sangat dominan pada acara mappalili atau turun saah. !pacara dilakukan selama tujuh hari tujuh malam dengan membaca mantera yang disebut dengan Mattesu Arajang yakni semacam ritual memohon restu Deata dilangit. Menurut para bissu, hanya dengan restu Deata para petani dan masyarakat dapat memperoleh hasil tanam yang baik. 0leh karena itu, acara mattedu Arajang dipandang sakral oleh masyarakat tradisional Bugis. !ntuk diketahui baha komunitas Bissu pangkep tergolong Bissu Deatae yang amat dihormati oleh komunitas bissu lainnya di tanah bugis. Deasa ini Komunitas Bissu pangkep di pimpin oleh Puang Matoa SA$D$ yang berkedudukan di FistanaG Arajang Segeri Pangkep.
Bagi masyarakat Sulaesi Selatan, istilah Bissu merupakan istilah yang tidak asing di telinga mereka. Akan tetapi, apabila istilah Bissu itu di hadapkan pada arga berdarah 9aa, Kalimantan, Sumatra, dan daerah H daerah lain di luar Sulaesi Selatan, pastilah iistilah tersebut merupakan sesuatu yang sangat asing bagi mereka. Para peneliti antropolog ' persebaran budaya ( di makssar mengambil suatu kesepakatan baha di daerh Sulaesi Selatan terdapat lima macam gender. Menurut penelitian anthropolog Australia, Sharyn 6raham dalam research reportnya SeJ, 6ender and Priests in South Sulaesi, $ndonesia, $$AS7esletter/ 7o#ember /::/ /= , budaya Bugis mengenal empat jenis gender dan satu para-gender laki-laki ' oroane (, perempuan ' makunrai (, perempuan yang berpenampilan seperti layaknya laki-laki ' calalai (, laki-laki yang berpenampilan seperti layaknya perempuan ' calabai ( dan para-gender bissu. 9enis Bissu ini sering disalah artikan oleh sebagian besar masyarakat. Mereka dianggap identik sebagai calabai yaitu seorang laki H laki yang berpenampilan layaknya seorang perempuan alau peran dan kedudukan Bissu ini dalam kebudaan bugis sebenarnya tidak demikian. Ada juga yang mempertautkan keunikan yang dimiliki oleh kaum Bissu ini dengan dengan kepercayaan lokal yang disebut "olotang, 8al yang mana dibantah secara nyata oleh komunitas Amparita Sidrap yang menjadi representasi penganut "olotang dalam suku Bugis. Keunikan lain dari para Bissu itu sendiri bisa dilihat pada setiap musim tanam, kelompok Bissu selalu jadi penentu yang lebih baik, dibanding para pakar pertanian. Eitual ini di namakan mappasili atau ritual mencuci benda bersejerah Bissu. Kemudian dilanjutkan dengan arga untuk turun ke saah. Seolah menjadi kepercayaan arga, mereka tidak boleh turun ke saah sebelum para bissu ini menggelar ritual mappasili. 9uga pada saat menangani orang yang sakit. Bissu berperan menjadi sandro 'pengobat(. Kita juga mengenal, mereka itu adalah orang yang kebal dan tak mempan dengan tusukan keris atau benda tajam lainnya. Ditambahkan peneliti lainnya, 7asruddin, Bissu atau calabai 'Bugis + banci( dimaknai masyarakat Bugis-Makassar, sebagai sebuah kesenian. Ada dikenal upacara Mappalili. Peristia itu adalah upacara sebelum memulai menanam padi. Puncak dari upacara disebut disebut MaLgiri atau menusuk tubuh dengan keris. Bagi orang asing yang ingin melihat dan ingin mengabadikan momen upacara adat itu, maka mereka di ajibkan untuk meminta iin terlebih dahulu. 7amun meminta iin tersebut bukan ditujukan untuk orang atau atasan di tempat itu. 7amun, meminta iin itu harus di pandu oleh ketua & pemimpin Bissu. 0rang yang ingin meminta iin itu harus masuk ke dalam suatu ruangan dengan didampingi oleh Puang Matoa atau pimpinan Bissu. Di dalam ruangan berukuran satu kali empat meter itu, hanya terlihat kain berarna merah yang membalut dinding ruangan tersebut. Di dalam ruangan terlihat asap dari dupa H dupa yang terbakar. Setelah Puang Matoa membaca mantra H mantra maka selesailah prosesi permintaan iin untuk mengabadikan Bissu sendiri memahami, pembaaan mereka yang terkesan sakti itu, adalah keajaiban yang diturunkan deata. Makanya, mereka harus suci dan tidak kain. Semua mereka adalah kaum aria, dalam artian mereka itu harus menjaga kesuciannya. Dalam kitab *a 6aligo, Bissu dianggap sebagai manusia suci atau keturunan para Dea. Dalam struktur kerajaan di Sulaesi Selatan, Bissu adalah penasihat spiritual dan rohani para raja. Begitu pentingnya %igur Bissu bagi masyarakat ini, sehingga dalam upacara ritual yang mereka laksanakan Bissu dijadikan sebagai pemimpinnya. Diantara bentuk upacara yang kini masih tersisa adalah Mapeca Sure dan Masongka Bala, yakni upacara memohon keselamatan bagi seluruh arga masyarakat dan para pemimpin kerajaan. Eitual Massongka Bala adalah ritual yang sudah lama sekali. Sejak adanya manusia, sejak itu pula Massongka Bala diadakan dan yang memimpin acara Massongka Bala itu adalah golongan Bissu. Dalam sejarahnya, Bissu menentukan aktu upacara yang dilihami ahyu dari "uhan yang disebut istilah eppa sulapa ipasabbi pole yaa pole yase. Disini Bissu menjadi perantara antara manusia dengan "uhan. Asal Usul Kehadiran Bissu
"idak ada yang bisa menjelaskan secara akurat tentang asal usul kehadiran Bissu di Sulaesi Selatan. Kita hanya dapat meramalkannya dari legenda H legenda masyarakat. Menurut seorang Bissu Saidi Puang Matoa Karaeng Sigeri, kedatangan Bissu dapat di ketahui dari kitab SureG *a 6aligo. Di dalam kitab ini dikatakan baha keberadaan Bissu dalam sejarah manusia Bugis dianggap seaman dengan kelahiran suku Bugis itu sendiri. Ketika Batara 6uru sebagai cikal bakal manusia Bugis dalam sureG*a 6aligo, turun ke bumi dari dunia atas ' botinglangik( dan bertemu dengan permaisurinya 5e 7yili "imo yang berasal dari dunia baah 'borikliung(, bersamaan dengan itu turun pula seorang Bissu pertama bernama *ae-lae sebagai penyempurna kehadiran leluhur orang Bugis tersebut. Keberadaan Bissu dalam sejarah manusia Bugis dianggap seaman dengan kelahiran suku Bugis itu sendiri. Ketika Batara 6uru sebagai cikal bakal manusia Bugis dalam sureG*a 6aligo, turun ke bumi dari dunia atas ' botinglangik( dan bertemu dengan permaisurinya 5e 7yili "imo yang berasal dari dunia baah 'borikliung(, bersamaan dengan itu turun pula seorang Bissu pertama bernama *ae-lae sebagai penyempurna kehadiran leluhur orang Bugis tersebut. Melalui perantara bissu inilah, para manusia biasa dapat berkomunikasi dengan para deata yang bersemayam di khayangan. Bissu adalah pendeta agama Bugis kuno pra-$slam. Bissu dianggap menampung dua elemen gender manusia, yaitu laki - laki dan perempuan ' hermaphroditic beings ho embody %emale and male elements(. Selain itu Bissu juga mampu mengalami dua alam alam makhluk dan alam roh 'Spirit(. Alam makhluk yaitu keberadaan Bissu yang ada di dunia nyata. Sedangkan
alam roh ' Spirit ( yaitu keberadaan Bissu yang bisa berkomunikasi dengan para dea. $ni dilakukan oleh para Bissu hanya pada saat ritual H ritual dilakukan. Ketua para Bissu adalah seorang yang bergelar Puang Matoa atau Puang "oa. Secara biologis, sekarang, bissu kebanyakan diperankan oleh laki-laki yang memiliki si%at-si%at perempuan 'adam( alau ada juga yang asli perempuan, yang biasanya berasal dari kalangan bangsaan tingkat tinggi, alau tidak mudah membedakan mana bissu yang laki-laki dan mana bissu yang perempuan. Dalam kesehariannya, bissu berpenampilan layaknya perempuan dengan pakaian dan tata rias %eminim, namun juga tetap membaa atribut maskulin, dengan membaa badik misalnya. Dalam pengertian bahasa, bissu berasal dari kata bugis bessi, yang bermakna bersih. Mereka disebut Bissu karena tidak berdarah, suci 'tidak kotor(, dan tidak haid. Ada juga yang menyatakan baha kata Bissu berasal dari kata Bhiksu atau Pendeta Buddha, sebagaimana diungkapkan oleh ; Pelras dalam Manusia Bugis, hal 4@, sebagai salah satu bentuk pengaruh bahasa Sansekerta dalam bahasa Bugis. < "entang agama Buddha sendiri, beberapa sanak-saudara saya yang tinggal di Sengkang mengaku masih menganut agama Buddha ini, yang dikatakan sebagai agama mula-mula orang Bugis. Mereka masih melakukan ritual keagamaan tersendiri, alau saya belum melakukan perbandingan dengan ritual agama Buddha yang dilakukan oleh umumnya masyarakat Buddha di $ndonesia< . 9uga ada bukti sejarah yang memperkuat %enomena ini, misalnya penemuan Arca Buddha bercorak Amaraati di Sempaga di pantai Sulaesi Selatan yang berasal dari abad $$ Masehi. Ditengarai baha para pendeta Buddha, Biksu ini FmenumpangG kapal-kapal dagang $ndia menuju perairan 7usantara. Dalam struktur budaya bugis, peran Bissu tergolong istimea karena dalam kehidupan sehari-hari dianggap sebagai satusatunya operator komunikasi antara manusia dan dea melalui upacara ritual tradisionalnya dengan menggunakan bahasa dea&langit ' basa "orilangi(, karenanya Bissu juga berperan sebagai penjaga tradisi tutur lisan sastra Bugis Kuno sureG *a 6aligo. Apabila sureG ini hendak dibacakan, maka sebelum dikeluarkan dari tempat penyimpanannya, orang menabuh gendang dengan irama tertentu dan membakar kemenyan. Setelah tabuhan gendang berhenti, tampillah Bissu mengucapkan pujaan dan meminta ampunan kepada dea-dea yang namanya akan disebut dalam pembacaan sureG itu. Bissu juga berperan mengatur semua pelaksanaan upacara tradisional, seperti upacara kehamilan, kelahiran, perkainan ' indoG botting(, kematian, pelepasan naar, persembahan, tolak bala, dan lain-lain. Prosesi Ajarang.
Di dalam ruangan sempit tempat penyimpanan benda H benda bersejarah, diadakan ritual dengan diaali pembacaan sejumlah mantra dari pimpinan bissu. *alu bergumpalah asap berarna putih mengitari ruangan tersebut. Dua buah parang lalu diberikan oleh salah seorang bissu kepada pimpinannnya. Suara yang melengking keluar. Selain suaranya yang sangat melengking itu, Bissu itu juga penggunaan bahasa bugis yang artinya juga kurang bisa di mengerti.kemungkinan bahasa yang diucapkan oleh Bissu itu adalah bahasa bugis kuno. Sambil teerdengar suara iringan musik gendak, kecapi dan seruling dari sejumlah pemangku adat. Sementara bissu lainnya yang terlibat dalam ritual ini bertugas memukul-mukul sejumlah peralatan yang bisa mengeluarkan bunyi. "api anehnya, suara tersebut mengikuti irama mantra-mantra yang diucapkan pimpinan bissu. !sai membuka ritual ini, para bissu kemudian masuk ke dalam ruangan dan seolah-olah bertapa. Di dalam ruangan itu terdapat sebuah benda yang tergantung di langit H langit ruangan itu. Di dalam ruangan itu, pimpinan Bissu mengambil posisi duduk paling depan. Posisinya duduk bertungku satu kaki. Sementara tangan kirinya memegang sebuah parang. Kalimat-kalimat atau bahasa yang yang tidak jelas artinya di ucapkan kembali oleh Bissu itu. *alu diikuti suara bissu lainnya. Suaranya pun, diaali suara kecil dan lama ke lamaan besar lalu mengeluarkan suara lengkingan. Kegiatan tersebut oleh kalangan Bissu dikatakan sebagai salah satu ritual meminta iin kepada leluhur agar benda yang dianggap bersejarah itu dapat diturunkan. Katanya, pamali jika tidak dilakukan ritual seperti ini. Dan akhirnya, benda yang terbungkus kain putih dan tergantung di langit H langit ruangan itu pun lalu diturunkan. "ujuh pemangku adat bersama sejumlah bissu terlihat sangat sibuk membopong benda yang dibungkus kain putih tersebut. Panjangnya sekitar tiga meter. "ak lama kemudian kain putih pun disibakan. *alu terlihatlah oleh sebuah kayu tua yang cukup besar. "ernyata benda yang dibopong keluar itu adalah bajak saah. Bajak yang dipakai oleh orang H orang saat akan turun ke saah. 0rang bugis mengistilahkan "ekko. Benda ini katanya sudah berumur ratusan tahun atau sekitar tahun ==:an silam. Dan setiap tahun selalu diadakan ritual pencucian benda bersejarah ini. Setelah kain dilepas, satu persatu para bissu memandikan alat pembajak saah ini atau orang bissu mengatakan Arajang. Puncak acara ini adalah mengarak keliling arajang ke kampung-kampung. $tulah mengapa disebut ritual mappasili atau sebagai tanda petani sudah harus mulai turun ke saahnya untuk membajak saah. Pantas saja, saat setelah alat bajak yang terbuat dari kayu ini dimandikan-lalu dibungku daun pisang dan dikelilingi tumpukan padi yang dalam berbagai ikatan. 0rang Bugis menyebutnya balesse. Sakti? Dari surek *a 6aligo sendiri sebagai re%erensi utama sejarah purba suku Bugis, membuktikan baha justru kehadiran Bissu dianggap sebagai pengiring lestarinya tradisi keilahian&religiusitas nenek moyang. Di masa lalu berdasarkan sastra klasik Bugis epos *a 6aligo, sejak aman Saerigading, peran Bissu sangat sentral, bahkan dikatakan sebagai mahluk suci yang memberi stimulus Fperahu cintaG bagi Saerigading dalam upayanya mencari pasangan jianya 5e ;udai. Di tengah kegundahan Saerigading yang alau sakti mandraguna tapi tak mampu menebang satu pohon pun untuk membuat kapal raksasa 5ellerrengge, Bissu 5e Saammegga tampil dengan kekuatan sucinya yang diperoleh karena ambi#alensinya lelaki sekaligus perempuan, manusia sekaligus Dea 'Sharyn 6raham, /::/(.
Kisah kesaktian Bissu ini dapat juga kita temukan dalam kisah Arung Palakka ketika pada tahun 44= melakukan penyerbuan bersama tentara Soppeng terhadap *amatti, sebuah distrik di Bone Selatan, sebanyak seratus Bissu *amatti tampil dengan senjata alida 'pemukul tenun( sambil mendendangkan memmang 'nyanyian(. Anehnya, tak satupun senjata prajurit Bone dan Soppeng yang mampu melukai para bissu sakti tersebut '*? Andaya, /::4, hal :4(. Dalam ritual yang masih bisa ditemui sampai sekarang, tradisi maggiriG merupakan salah satu pameran kesaktian Bissu. "radisi menusuk diri dengan badik ini dimaksudkan untuk menguji apakah roh leluhur&deata yang sakti sudah merasuk ke dalam diri bissu dalam sebuah upacara, sehingga apabila sang Bissu kebal dari tusukan badik itu, ia dan roh yang merasukinya dipercaya dapat memberikan berkat kepada yang meminta nya. 7amun, apabila badik tersebut menembus dan melukai sang Bissu, maka yang merasukinya adalah roh lemah atau bahkan tidak ada roh leluhur sama sekali yang menghinggapi 'Sharyn 6raham(. Menjadi Bissu
Menjadi Bissu dipercaya merupakan anugerah dari deata. "idak semua orang, bahkan jenis calabai, bisa menjadi bissu atas kehendak sendiri. 5alaupun sebahagian besar Bissu pada mulanya memiliki kecenderungan sebagai calabai. Seperti halnya yang dialami oleh Muharrom menjadi bagian dari Komunitas Bissu Deata sejak Maret /::1, setelah ia bermimpi bertemu dengan seorang kakek yang memintanya menjadi bissu. $a yakin, itu bukan mimpi biasa. "api, merupakan petunjuk dari Deata, yang akan merubah perjalanan hidupnya. Metamor%osis menjadi seorang Bissu biasanya dimulai sejak kanak-kanak, ketika seorang anak mengidap ambiguitas orientasi seksual dan di saat yang sama menampakkan FketerkaitanG dengan dunia gaib. Anak-anak dengan keunikan ganda ini kemudian akan dipersiapkan menjadi bissu. !ntuk menjadi bissu diperlukan banyak persyaratan untuk membuktikan baha dia menerima Fberkat Fitu diantaranya berbaring dalam sebuah rakit bambu di tengah danau selama tiga hari tiga malam tanpa makan, minum dan bergerak. 9ika berhasil, maka dia kemudian akan ditahbiskan menjadi Bissu sejati 'Sharyn 6raham(. Puang matoa atau pemimpin Komunitas Bissu Deata di kaasan Segeri, begitu bersemangat untuk mendidik calon H calon Bissu baru. Dalam berbagai kesempatan, mereka diajarkan mengenal bahasa Dea 'basa bissu atau basa to ri langi( dan juga bahasa *a 6aligo, yang biasa dipakai dalam setiap upacara adat. Bahasa Bissu 'basa to ri langi( adalah bahasa yang digunakan para Bissu untuk berdialog dengan dea. Mereka sangat merahasiakan bahasa ini. Puang Matoa hanya bisa menggambarkan baha bahasa Bissu berisi puji - pujian terhadap Dea dan permohonan untuk mendapatkan berkah. Selain mempelajari berbagai masalah kependetaan dan adat, 8asna juga mendapat ilmu lain dari Puang Matoa, yakni menjadi indo botting ' ibu dari mempelai dalam sebuah pesta pernikahan (. $a bertugas menangani tata rias pengantin, dekorasi pelaminan, hingga makanan para tamu. Bahkan, ia pun kerap memimpin ritual adat. Selain itu, menangani pesta pernikahan memang merupakan satu-satu lahan na%kah bagi para Bissu. Mereka memang dikenal trampil merias pengantin, menata kostum kedua mempelai, juga menata tempat pelaminannya. Kemampuan supranuturalnya pun diyakini bisa membuat kedua mempelai bersinar, saat mereka berada di kursi pelaminannnya. 8asna mengaku, ia pun memiliki kemampuan seperti itu. Ancaman Kepada Bissu
Dalam sejarah panjang perjalanan bangsa $ndonesia agama lokal atau kepercayaan asli masyarakat setempat, budaya dan masyarakat adat yang telah berakar sejak ribuan tahun yang lalu berkali-kali mengalami ancaman terkait dengan eksistensi kebendaannya baik dalam pelaksanaan ritual budayanya maupun dalam hal perampasan hak-hak ulayatnya Secara garis besar ancaman-ancaman yang menimpa komuniatas adat dimulai pada saat masuknya agama-agama luar seperti agama islam yang dibaa para pedagang-pedagang 6ujarat, Persia dan lain-lain maupun agama Kristen yang dibaa oleh Misionaris-misionaris. Ancaman lain adalah adanya kecenderungan negara untuk tidak mengakui baha menghilangkan budaya-budaya atau aliranaliran kepercayaan lokal yang dapat dilihat dengan diakuinya 4 agama-agama yang notabene bukan berasal dari masyarakat $ndonesia. 8al lain yang menjadi anacaman serius bagi keberadaan masyarakat adat adalah kepentingan global yang didorong oleh korporasi-korporasi raksasa melalui sebuah skenario liberalisasi untuk menguasai sumberdaya alam $ndonesia yang mana sangat meminggirkan hak ulayat masyarakat adat yang notabene adalah adalah pemilik sah sumber daya alam tersebut jauh sebelum $ndonesia dicetuskan pada tanggal =-:@-23. Demikian halnya yang dialami oleh komunitas Bissu yang berada di Kabupaten Bone, Kabupaten 5ajo, Kabupaten Sopeng dan Kabupaten Pangkep. Ditengah terpaan ancaman-ancaman yang ada di komunitas ini berusaha kuat untuk tetap eksis di baah kepemimpianan Puang Matoa Bissu untuk tetap mempertahankan dan menjalankan kemurnian ajaran $lagaligo sebuah kepercayaan yang diariskan secara turun temururn yang tertuang dalam sebuah kitab
seperti upacara
7amun di saat yang bersamaan, karena proses konstruksi politik dan agama, Bissu dianggap sebagai satu celah yang tercela dalam masyarakat Bugis modern yang $slami karena dianggap menentang sunnatullah yang hanya mengenal jenis gender laki-laki dan perempuan, selain peran sinkretisme yang dibaanya. Bahkan salah satu doktrin yang memojokkan status mereka adalah adanya pemeo baha bila menyentuh Bissu atau calabai maka konon akan membaa sial selama 2: hari H 2: malam. $ronisN Menjadi bissu tidak lagi dianggap dapat menaikkan derajat sosial sebagaimana yang berlaku di masa lampau, malah mendatangkan petaka keterasingan dalam masyarakat 'agamis( Bugis modern. Dalam beberapa diskursus, eksistensi Bissu cenderung %enomenal mengingat keberadaannya yang kontro#ersial dalam masyarakat Bugis modern yang $slami. Karena keberadaannya yang ambi#alen, bissu dianggap tidak menerima sunnatullah, karena secara %isik mereka adalah laki-laki tapi berpenampilan seperti perempuan ' tran#estities(. Bissu juga dianggap menyimpang dari agama karena kecenderungannya menganggap arajang dan mustika arajang memiliki kekuatan gaib dari leluhur 'dinamisme(. Padahal, menurut para bissu itu, mereka justru melakukan pemujaan terhadap "uhan alau dengan tata cara ritual yang mereka yakini. Dan juga, mereka tidak menolak sunnatullah, melainkan menerima dan menjalankan sunnatullah. Di tahun 3:-an saat pecah pemberontakan D$&"$$ Kahar Muakar, Bissu merupakan salah satu pihak yang paling menderita. Kahar Muakkar menganggap kegiatan para Bissu ini adalah menyembah berhala, tidak sesuai dengan ajaran $slam dan membangkitkan %eodalisme. Karena itu kegiatan, alat-alat upacara, serta para pelakunya diberantas. Eatusan perlengkapan upacara dibakar atau di tenggelamkan ke laut. Banyak sanro 'dukun( dan Bissu di bunuh atau dipaksa menjadi pria yang harus bekerja keras. Penderitaan para Sanro dan Bissu masih berlanjut ketika 0rde *ama '0rla( ditumbangkan oleh rejim 0rde Baru '0rba( pada tahun 43. Keributan yang menyoroti arajang dan pelaksanaan upacara mappalili terjadi di Segeri. Arajang hampir diganyang oleh salah satu ormas pemuda yang berkuasa ketika itu. Para Bissu dan mereka yang percaya akan kesaktian arajang menjadi tertuduh penganut komunis atau anggota Partai Komunis $ndonesia 'PK$(. Mereka dianggap tidak beragama, melakukan perbuatan siri, dianggap menganut ajaran anisme. Barang siapa masih menganggap arajang sebagai benda kramat berarti menduakan "uhan. Di antara mereka yang tertangkap harus memilih antara mati di bunuh atau memilih masuk agama $slam serta menjadi manusia normal 'pria(. Muncul doktrin dalam masyarakat, baha bila melihat Bissu atau 5andu maka konon mereka yang melihatnya akan sial tidak mendapatkan rejeki selama 2: hari H 2: malam. Demikian pula seluruh amal baik yang diperbuatnya selama 2: hari tersebut tidak diterima pahalanya oleh "uhan ?M. Karena itu, jika melihat Bissu atau 5andu maka dia harus diusir jauh-jauh. Banyak di antara sanro dan Bissu yang sebelumnya sangat dihormati oleh masyarakat, kini menjadi sasaran lemparan dan olok-olokan bocah di jalanan. 6erakan pemurnian ajaran $slam tersebut mereka sebut <0perasi "oba) '0perasi "aubat( yang gencar-gencarnya terjadi pada tahun 44. Sejak itu, upacara Mappalili mengalami kemunduran, upacara-upacara Bissu tidak lagi diselenggarakan secara besar besaran. Para Bissu bersembunyi dari ancaman maut yang memburunya. Masyarakat tidak lagi peduli akan nasib mereka, karena sebagian dari mereka memang mendukung gerakan <0perasi "oba) tersebut. Sebagian masyarakat yang bersimpati kepada para Bissu, hanya tinggal diam tanpa bisa berbuat apa-apa. 7amun ketika masyarakat menuai padinya, ternyata hasilnya memang kurang memuaskan sehingga beberapa masyarakat beranggapan hal tersebut terjadi karena tidak melakukan upacara Mappalili . Dengan kesadaran itulah beberapa di antara mereka menyembunyikan Bissu yang tersisa agar tidak di bunuh dan agar upacara mappalili dapat dilaksanakan lagi. Bissu-bissu yang selamat itulah yang masih ada sekarang ini. Kini jumlah mereka yang tersisa di seluruh ilayah adat Sulaesi Selatan tidak lebih dari empatpuluh orang saja. Padahal untuk melakukan sebuah upacara Mappalili yang besar, jumlah Bissu minimal harus berjumlah empatpuluh orang 'Bissu Pattappulo( dalam sebuah ilayah adat. Di antaranya sudah ada yang telah menunaikan ibadah haji ke Mekkah, bahkan dalam lagu bissu-nya yang didapati di dalam naskah tua, sudah ada yang mencantumkan nama Allah, malaikat, dan nabi. Pada umumnya bissu asli di Sulaesi Selatan yang jumlahnya saat ini diduga tinggal empat puluh-an itu secara statistik kependudukan menganut agama $slam. Keperca!aan Bissu
Komunitas Bissu di Pangkep tetap eksis dengan segala akti#itas yang menjadi ciri khasnya. Keberadaan mereka bahkan menjadi salah satu arna tersendiri di Pangkep yang belakangan selalu mengisi salah satu keberagaman kebudayaan Pangkep dengan pertunjukan seni "ari Maggiri. "api, apa sebetulnya agama dan kepercayaan yang dianut komunitas iniO 8al
itu menjadi sororan masyarakat Pangkep saat ini. Komunitas Bissu percaya terhadap Deata Seuae 'kepercayaan turiolo Bugis Makassar Pra $slam(. 8al itu kemudian menuai sorotan berbagai pihak mengenai kepercayaan yang dianut komunitas ini. Anggota DPED Pangkep dari PKS, M ?usu% 8alid, mengungkapkan, bagaimanapun kepercayaan yang dianut oleh Bissu itu menyimpang dari aidah $slam yang murni. Meski demikian, Pemerintah Kabupaten harus bertindak ari% menanganinya. Menurut Drs Ahmad, Kasubdin Promosi 5isata Disbudpar Pangkep, saat ini masyarakat Bugis Makassar pada umumnya menganut Agama $slam. 7amun demikian, upacara-upacara pemujaan kepada deata dan leluhur yang tentu saja di luar ajaran $slam masih diapresiasi baik oleh masyarakat yang menggantungkan hidupnya terutama sebagai petani dan nelayan. !pacara-upacara ritual yang kini lebih mengarah kepada tradisi dan kebudayaan ini merupakan kelanjutan dari kepercayaan Bugis Kuno yang masih tersisa. Dengan kekuatan yang dipercaya sebagai kekuatan supranatural, LBissu DeataeL---sebutan bagi komunitas Bissu di Pangkep dahulu merupakan penasehat kerajaan yang sangat dihormati dan disegani. LBissu DeataeL digambarkan sebagai manusia setengah dea dan dianggap sebagai media untuk berkomunikasi dengan dunia spiritual. Komunitas Bissu Deatae hidup dalam suatu aturan serta disiplin tinggi yang tampaknya sulit untuk dijalankan oleh mereka yang tidak mampu melihat gaya hidup semacam ini sebagai suatu panggilan suci. Seorang calon bissu akan membutuhkan pendidikan serta pelatihan yang tidak mudah selama bertahun-tahun untuk dapat menjadi bagian dari komunitas ini. Selain mempelajari etika kebissuan, yakni sebuah bahasa arti%isial yang mereka gunakan dalam mantera dan saat berkomunitas dengan para deata. Saat melakukan upacara ritual, Bissu Deatae berada dalam keadaan kerasukan dan saat itu tubuh mereka menjadi kebal terhadap segala bentuk benda tajam. Kehebatan mereka dapat disaksikan saat mereka melakukan "arian Maggiri, sebuah tarian ritual dimana mereka menusuk diri mereka dengan benda-benda tajam tanpa terluka. 5isataan dapat menyaksikan atraksi-atraksi mereka pada saat Mappalili, yaitu upacara turun saah yang biasanya dilaksanakan pada bulan 7o#ember. !pacara ini merupakan upacara tahunan yang paling spektakuler di Pangkep yang berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Puang Matoa Bissu di Pangkep, Saidi, kepada !peks mengurai, kata LBissuL berasal dari kata LBessiL atau LMabessiL yang artinya bersih atau suci. 8al ini mengacu kepada kondisi jasmani seorang bissu yang tidak berpayudara dan tidak mengalami menstruasi. !mumnya kalangan bissu aalnya adalah adam 'anita adam(, calabai atau kae-kae. Kata ;alabai akronim dari sala bai atau sala baine karena mereka adalah aria, setengah lelaki dan setengah perempuan si%atnya. Mereka adalah komunitas pria %eminim. 7amun ada pula Bissu perempuan, yaitu mereka yang menjadi bissu setelah mengalami masa menopause 'tidak subur(. Satu-satunya Bissu perempuan di Sulsel sekarang bernama Mak "emmi 'Puang "emmi( tinggal di Kanaungan-*abakkang, Pangkep. Sementara itu, dalam Makkulau 'Disbudpar, /::=(, pemerhati budaya di Pangkep ini menganggap, tidak ada sesuatu yang mengkhaatirkan dalam ajaran dan kepercayaan yang dianut oleh Bissu. Meskipun mereka menganut kepercayaan tu-riolo terhadap Deata SeuaeL namun ajaran dan kepercayaan mereka hanya untuk komunitasnya, tidak mereka sebarkan atau dakahkan sebagai dakah islamiyah. Komunitas ini hanya komunitas kecil, jumlahnya hanya sekitar /: orang di Pangkep, dan untung ada penambahan bissu dalam 3 tahun, jelasnya. Dia mengungkapkan, untuk menjadi seorang bissu seseorang itu harus memenuhi syarat+ %aktor keturunan 'ada neneknya yang pernah menjadi bissu(, aria 'calabai(, ada panggilan spiritual 'biasanya leat mimpi( terhadapnya, dan menjalani masa magang. Syarat tersebut harus lengkap, tidak boleh hanya ada salah satunya. Meskipun ada juga Bissu perempuanmereka yang menjadi Bissu setelah tidak subur lagi 'menopause(namun itu tidak dominan, sudah langka. Bissu umumnya berangkat dari status aria yang mendapatkan semacam Fpanggilan spiritualG untuk menjalani takdirnya sebagai Bissu. Pemimpin Bissu digelari FPuang MatoaG, sedang akilnya disebut FPuang *oloG. Kalau melihat sepintas Bissu, mungkin kita akan tertipu karena mereka rata - rata berajah keras dan berjanggut, padahal intinya mereka gemulai. ?ang membedakan Bissu dengan aria pada umumnya dapat kita saksikan saat mereka melakukan seni tari maggiri. Para Bissu itu menusukkan keris ke beberapa anggota anggota tubuhnya seperti tangan, pinggang, perut, atau leher, sambil menari diiringi musik palappasa. Mereka tidak menpan senjata tajam. Mereka adalah aria sakti dari peradaban bugis masa lampau. Pada masa keemasan kerajaan di "anah Bugis, tidak satupun upacara atau sidang yang lengkap tanpa keterlibatan mereka. Bissu adalah pemelihara benda pusaka kebesaran kerajaan dan keagamaan pada masa itu. Sebenarnya Bissu itu apa sich O Pertanyaan pertama Mbak Meisya kepadaku saat "alk Sho. Spontan saya jaab baha Bissu itu mirip - mirip dengan Biksu, soal peran. Kalo Biksu adalah pendeta 8indu sedang Bissu adalah Pendeta Bugis pada masa pra $slam. Sebelum $slam datang ke Sulaesi Selatan, masyarakat Bugis Makassar itu sudah mengenal suatu kepercayaan animisme yang disebut Kepercayaan terhadap Deata Seua. Secara sederhana, dapat dikatakan baha Bissu itu FpendetaG masa lampau yang hidup di masa kini. Dalam Sure 6aligo, komunitas bissu yang merupakan anita adam 'adam( banyak disebut-sebut, termasuk perannya dalam kerajaan maupun dalam masyarakat adat. Bissu juga menjadi penghubung manusia dan Sang Pencipta, sekaligus menjadi penghubung masa lalu dan masa akan datang. Di kekinian, bissu boleh dikata menjadi benteng terakhir yang melindungi peradaban atau tradisi Bugis kuno. Di antara bissu yang tenaganya banyak digunakan untuk keperluan ritual itu adalah >aidi Puang Matoa. Dialah sesepuh atau pimpinan bissu yang tinggal di komunitasnya di Segeri, Kabupaten Pangkep.
Sebut saja upacara pernikahan putri 6ubernur Sulsel M Amin Syam beberapa aktu lalu yang disebut-sebut salah satu prosesi pernikahan adat lengkap. "ak hanya putri gubernur, pernikahan putra-putri pembesar lainnya, termasuk keturunan raja, di sejumlah kabupaten&kota di Sulsel juga melibatkan >aidi. Selain itu, di acara adat lain seperti syukuran, bernaar, naik rumah, memulai tanam padi, menebar benih ikan di tambak, >aidi juga terlibat. "ak jarang >aidi juga terbang ke 9akarta dan kota-kota lain, setiap ada panggilan, terutama dari orang-orang Bugis yang berdiam di luar Sulsel, untuk urusan serupa. Selain yang terkait soal adat, >aidi juga punya kelebihan mengobati orang dan melihat masa depan atau kejadian-kejadian penting yang akan terjadi. Karena ke-bissu-an dan pengetahuannya itu, termasuk pemahamannya akan bahasa torilangi 'bahasa deata( yang banyak terdapat dalam naskah $ *a 6aligo, sejak tahun /::1-/::3, >aidi menjadi satu-satunya bissu yang terlibat dalam pementasan teater keliling dunia, yang mengangkat cerita dari naskah kuno Sure 6aligo. Pementasan yang disutradarai Eobert 5ilson, salah satu sutradara teater terbaik di dunia, dibaa berkeliling di antaranya ke Singapura, $talia, Perancis, Spanyol, Belanda, Amerika Serikat. Masih terkait dengan naskah $ *a 6aligo, >aidi pun dilibatkan oleh sejumlah guru besar dari !ni#ersitas 8asanuddin untuk menerjemahkan sebagian naskah itu. QR Karena memang ada bahasa dalam naskah $ *a 6aligo yang sama sekali tidak bisa dipahami oleh siapa pun kecuali oleh bissu, karena memang itu adalah bahasa deata atau bahasa torilangi,QR ujar bissu kelahiran 1 Desember 41 ini. Kepedulian >aidi pada tradisi Bugis kuno bukan hanya ditunjukkan dengan mau terlibat dan memberi masukan di sejumlah perhelatan adat, tetapi juga kerap berkeliling kabupaten atau tempat lain untuk mencari benda-benda kuno yang dia percayai masih merupakan peninggalan pendahulunya dan sudah ada sejak aman Saerigading 'tokoh sentral dalam cerita $ *a 6aligo(. "iusir orangtua
Bagi >aidi, menjadi bissu bukanlah cita-cita atau pengaruh, apalagi ikut-ikutan, melainkan panggilan dan takdir. Panggilan ini bahkan sudah dirasakan >aidi sejak masih berusia sembilan tahun. "ak heran di antara komunitas bissu yang ada di Pangkep dan daerah lain seperti Bone, *uu, Soppeng, dan 5ajo, >aidi cukup dikenal. Seangkatannya, >aidi-lah satu-satunya bissu. Angkatan lain jauh di atas maupun di baah >aidi. Perbedaan yang cukup jauh ini disebabkan adanya pemberantasan bissu tahun @:-an yang menyebabkan komunitas itu jadi berkurang. Dia masih sangat kecil saat tertarik menjadi bissu, sementara kami boleh dikata sudah tua. 5aktu itu kami heran, soalnya, selain masih sangat kecil, tidak ada di antara kami yang pernah mengajak dia untuk ikut menjadi bissu. Kalau ada acara maQRbissu atau acara adat lain yang melibatkan bissu, biasanya dia yang datang paling duluan. Sering pula kami dapati dia main bissu-bissu-an dengan teman-temannya. Makanya kami heran, kisah Puang *olo, akil Puang Matoa di komunitas bissu di Pangkep. Menurut >aidi, begitu kedua orangtuanya mengetahui minatnya menjadi bissu, mereka pun murka. "iap hari saya dipukuli dan disiksa sampai badan saya luka-luka, bengkak, dan berdarah. Saya bahkan beberapa kali dilarikan ke !6D rumah sakit akibat pukulan orangtua saya. "api anehnya hal itu tidak mematikan keinginan saya menjadi bissu, katanya. Bahkan, ketika orangtuanya memberikan pilihan angkat kaki dari rumah dan dikucilkan keluarga atau tidak menjadi bissu, >aidi memilih meninggalkan rumah. Bukan hanya dari keluarga, tantangan juga datang dari masyarakat dan pemuka agama. >aidi akhirnya bukan hanya meninggalkan rumah, tetapi juga meninggalkan kampungnya hingga situasi masyarakat membaik. 0rangtuanya akhirnya mau menerimanya kembali setelah seorang tokoh masyarakat menemui orangtuanya dan memintanya untuk menerima >aidi apa adanya. 0rang tua itu bilang kepada orangtua saya baha suatu saat saya akan jadi orang penting dan dicari oleh orang-orang penting. Dia juga bilang baha bissu sudah menjadi takdir saya dan karena itu orangtua saya harus ikhlas menerima apa adanya, katanya. Kini, bersama rekan-rekannya sesama bissu di Pangkep yang jumlahnya tinggal sekitar : orang, >aidi terus menjaga adat dan peradaban Bugis. >aidi pun tak jemu-jemunya mengajarkan kepada siapa pun, terutama bissu-bissu baru yang jumlahnya kian berkurang kian hari, tentang adat dan kebijakan para pendahulu.
Adat masih ada saja tatanan kehidupan sudah kacau seperti sekarang. Pemimpin dan pembesar sudah banyak yang bertindak tidak benar. Peradilan sudah tidak adil, banyak orang kaya yang melupakan orang miskin dan tidak peduli lagi sekitarnya, alam dirusak sedemikian rupa. Bagaimana jadinya kalau adat dan kebijakan atau %alsa%ah hidup orang dulu sudah hilang
sama sekali. Karena itu, saya sangat berharap akan semakin banyak orang mau mendalami budaya dan adat istiadat pendahulu kita, katanya.
Puang !pe, salah satu bissu dari Segeri Mandalle, Kabupaten Pangkep, Sulaesi Selatan, telihat risau ketika menceritakan regenerasi para bissu di masa mendatang. Masyarakat lokal di daerahnya terlihat enggan untuk memesan mereka lagi dalam ritual-ritual adat. Puang !pe pun bertanya-tanya, apakah masyarakat di era ini sudah lupa pada deata yang sudah memberi hidupO $tulah ungkapan Puang !pe, usai mementaskan "arian Mabissu, tarian penghormatan pada deata, Minggu malam '@&=(, di $nstitut Seni $ndonesia '$S$(, Daerah $stimea ?ogyakarta. Dengan bahasa bugis, Puang !pe menceritakan tentang keberadaan komunitas bissu di daerah Segeri Mandalle yang kian menyusut. Dari sebelumnya sekitar 2: orang, kini hanya menjadi / orang saja. Katanya, sebagian bissu dibunuh dan sebagian lagi melepaskan atribut bissu untuk berpindah ke pro%esi lain seperti petani atau perias pengantin. aman pra $slam, bissu memiliki peranan istimea karena merupakan operator komunikasi antara manusia dan dea melalui upacara tradisional. !ntuk itulah, bissu harus menjauhi halHhal yang bersi%at duniai. Bissu memiliki dua elemen gender manusia yakni laki-laki dan perempuan. Artinya, bissu diperankan oleh laki-laki yang memiliki si%at perempuan. Mereka akan berpenampilan layaknya perempuan dengan pakaian dan tata rias %eminin, namun tetap memakai atribut maskulin. <"idak semua orang bisa menjadi bissu. Biasanya yang menjadi bissu akan mendapatkan panggilan gaib leat mimpi. Setelah mendapat bisikan ini, orang tersebut harus melapor pada pemimpin bissu atau puwang matowa untuk ditahbiskan,) kata Puang !pe. Bissu memiliki kedudukan lebih tinggi dari raja karena menjadi penasehat raja dan dean adat. 0leh karenanya kebutuhan bissu mendapat tunjangan hidup raja dari sumbangan masyarakat. Sebelum ajaran $slam ke Sulaesi pada aal abad TU$$, bissu berperan penting dalam upacara adat seperti upacara pelantikan raja, kelahiran, kematian, pertanian. Dalam upacara adat itu, mereka akan menarikan "ari Mabbisu atau tarian mistis dengan memutari benda yang dikeramatkan yang diyakini sebagai tampat roh leluhur beristirahat. Puncak dari "arian Mabbisu adalah gerakan maggiri yakni menusukkan keris ke bagian tubuh seperti perut, telapak tangan, perut, dan tenggorokan. Masyarakat Sulaesi percaya, ketika bagian tubuh bissu yang ditusuk keris tidak berdarah, maka roh leluhur sudah merasuki bissu. Dengan demikian masyarakat percaya permohonan mereka didengar oleh leluhur dan harapannya deata memberikan berkat kepada mereka. Pesatnya agama $slam di Sulaesi membuat peranan bissu mulai ditinggalkan. Mereka tidak lagi menetap di kerajaan, melainkan berkumpul dengan masyarakat sekitar. Bahkan, saat pemberontakan D$&"$$ yang dipimpin Kahar Mudakar, bissuHbissu ini dibunuh serta dipaksa untuk menjadi laki-laki sejati sesuai ajaran agama.
Ariyanti Sultan, Pencipta "ari dari $nstitut Seni $ndonesia yang juga mendalami kehidupan bissu di Sulaesi ini mengatakan baha kehidupan bissu di masa sekarang dan mendatang akan terancam. Menurutnya, ada dua %aktor yang berpengaruh yakni perubahan sistem pemerintah dari sistem kerajaan menjadi kesatuan, serta sulitnya bissu beradaptasi di era teknologi komunikasi saat ini. !ntuk itulah, persoalan yang muncul adalah regenerasi dan kepemimpinan baru para bissu. Bissu perlu diberikan ruang tersendiri untuk hidup karena merupakan bagian dari budaya. Peranan mereka dalam upacaraupacara adat seharusnya bisa didayagunakan kembali untuk meningkatkan daya tarik isata di sana.
Masa suram bagi komunitas bissu adalah ketika perubahan sistem pemerintahan dari kerajaan menjadi republik, dan diperparah lagi dengan masuknya ajaran $slam pada abad ke TU$$. Agama $slam menganggap baha kepercayaan yang dianut oleh komunitas bissu adalah sebuah bentuk kemusrykan. !pacar-upacar adat, seperti Mappalili dianggap sebagai bentuk pemujaan yang tak boleh dilaksanakan. Dari aspek kaidah tidak, agama $slam tidak pernah memberikan toleransi untuk mengadakan campur baur 'pembauran( antara satu kepercayaan dengan kepercayaan lainnya. $slam tidak pernah menyisakan ruang kosong untuk mengisi ruang ketauhidan selain bertauhid kepada Allah S5". Akti#itas dan pemikiran bissu tersebut, seperti adat Mappalili dengan pemikiran baha panen hanya akan berhasil jika dilakukan mappalili, upacara adat lainnya yang m emosisikan diri bissu sebagai perantar doa atau mantra dengan orang yang sakit, punya naar, hajatan,penyebutan Deata Seuae sebagai pangganti nama Allah merupakan beberapa tindakan yang tidak dapat ditolerir dalam agama $slam. Dalam pandangan masyarakat, khususnya para ulama menganggap baha bissu yang ada sekarang hanyalah masa lalu yang tersisa yang tak perlu untuk dilestarikan, apalagi kepercayaan yang dianutnya adalah kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid $slam. "etapi adapula yang berpendapat lain, baha Bissu dengan segala akti#itasnya adalah kebudayaan khas Bugis Makassar pada masa lampau yang perlu mendapat perhatian dan disikapi dengan ari%., khususnya dari Pemerintah Kabupaten untuk kepentingan pariisata daerah. Apabila pemerintah memberi ruang untuk bissu maka secara otomatis akan ada respon dari masyarakat untuk member ruang untuk hidup pula bagi komunitas bissu ini.terlebih kegiatan, ajaran dan keyakinan bissu tidak bisa diajarkan sebagaiman agama didakakan, jadi tidak perlu khaatir baha bissu akan menyebarkan kemusrykan, karena ajaran, keyakinan, dan akti#itas bissu hanya bisa diturunkan kepada seseorang yang memenuhi syarat, yaitu+ %aktor keturunan, ada panggilan deata, dan menjalani proses-proses menjadi bissu. Komunitas bissu mengalami prahara yang memorak-porandakan seluruh pranata kebissuannya pada masa gerombolan Kahar Musakkar melancarkan operasi "oba , yaitu operasi penumpasan bissu. Eibuan perlengkapan upacara ritual bissu dibakar atau ditenggelamkanke laut. "idak sedikit bissu yang dibunuh, yang dibiarkan hidup digunduli dan dipaksa menjadi lelaki tulen. Sisa-sisa dari operasi tersebut kemungkinan itulah bissu-bissu tua yang ada sekarang. Di tahun 3:-an saat pecah pemberontakan D$&"$$ Kahar Muakar, Bissu merupakan salah satu pihak yang paling menderita. Kahar Muakkar menganggap kegiatan para Bissu ini adalah menyembah berhala, tidak sesuai dengan ajaran $slam dan membangkitkan %eodalisme. Karena itu kegiatan, alat-alat upacara, serta para pelakunya diberantas. Eatusan perlengkapan upacara dibakar atau di tenggelamkan ke laut. Banyak sanro 'dukun( dan Bissu di bunuh atau dipaksa menjadi pria yang harus bekerja keras. Penderitaan para Sanro dan Bissu masih berlanjut ketika 0rde *ama '0rla( ditumbangkan oleh rejim 0rde Baru '0rba( pada tahun 43. Keributan yang menyoroti arajang dan pelaksanaan upacara mappalili terjadi di Segeri. Arajang hampir diganyang oleh salah satu ormas pemuda yang berkuasa ketika itu. Para Bissu dan mereka yang percaya akan kesaktian arajang menjadi tertuduh penganut komunis atau anggota Partai Komunis $ndonesia 'PK$(. Mereka dianggap tidak beragama, melakukan perbuatan siri, dianggap menganut ajaran anisme. Barang siapa masih menganggap arajang sebagai benda kramat berarti menduakan "uhan. Di antara mereka yang tertangkap harus memilih antara mati di bunuh atau memilih masuk agama $slam serta menjadi manusia normal 'pria(. Muncul doktrin dalam masyarakat, baha bila melihat Bissu atau 5andu maka konon mereka yang melihatnya akan sial tidak mendapatkan rejeki selama 2: hari H 2: malam. Demikian pula seluruh amal baik yang diperbuatnya selama 2: hari tersebut tidak diterima pahalanya oleh "uhan ?M. Karena itu, jika melihat Bissu atau 5andu maka dia harus diusir jauh-jauh. Banyak di antara sanro dan Bissu yang sebelumnya sangat dihormati oleh masyarakat, kini menjadi sasaran lemparan dan olok-olokan bocah di jalanan. 6erakan pemurnian ajaran $slam tersebut mereka sebut <0perasi "oba) '0perasi "aubat( yang gencar-gencarnya terjadi pada tahun 44. Sejak itu, upacara Mappalili mengalami kemunduran, upacara-upacara Bissu tidak lagi diselenggarakan secara besar-besaran. Para Bissu bersembunyi dari ancaman maut yang memburunya. Masyarakat tidak lagi peduli akan nasib mereka, karena sebagian dari mereka memang mendukung gerakan <0perasi "oba) tersebut. Sebagian masyarakat yang bersimpati kepada para Bissu, hanya tinggal diam tanpa bisa berbuat apa-apa. 7amun ketika masyarakat menuai padinya,
ternyata hasilnya memang kurang memuaskan sehingga beberapa masyarakat beranggapan hal tersebut terjadi karena tidak melakukan upacara Mappalili . Dengan kesadaran itulah beberapa di antara mereka menyembunyikan Bissu yang tersisa agar tidak di bunuh dan agar upacara mappalili dapat dilaksanakan lagi. Bissu-bissu yang selamat itulah yang masih ada sekarang ini. Kini jumlah mereka yang tersisa di seluruh ilayah adat Sulaesi Selatan tidak lebih dari empatpuluh orang saja. Padahal untuk melakukan sebuah upacara Mappalili yang besar, jumlah Bissu minimal harus berjumlah empatpuluh orang 'Bissu Pattappulo( dalam sebuah ilayah adat. Bissu bisa eksis sampai sekarang ini karena %ungsi sosial yang dimiliki oleh bissu tersebut. Kalau dahulu, komunitas bissu ini dikejar-kejar pada saat operasi "oba,kini masyarakat dan pemerintah kabupaten Pangkep malahan memberi tempat dan ruang untuk hidup bagi komunitas bissu. ataspersetujuan DPED Pangkep komunitas bissu ini dibuatkan sebuah tempat yaitu Bola Arajang. Kini komunitas yang makin berkurang ini berada dalam ambang antara ada dan tiada. Dikatakan ada karena sesekali komunitasnya masih menghendaki dan memandang perlu untuk mengedepakannya bagi kepentingan yang bertalian dengan upacara. Dapat menjadi tiada ketika masyarakat yang semula menopang keberadaannya kemudian meninggalkannya karena berbagai sebab. Berbagai peristia yang berusaha melenyapkan eksistensi mereka telah dialami oleh komunitas Bissu di Sulaesi Selatan. Mereka telah meleati jaman di mana mereka harus diburu bahkan dibunuh untuk dilenyapkan. Saat itu, nyaa seekor anjing lebih berharga dibanding nyaa mereka. Masyarakat Bugis sebagai pemilik tradisi ini, kini sebagian besar bahkan menyudutkan komunitas Bissu ini. Berbagai tekanan menjadikan mereka sebagai suatu komunitas yang terasing, alau beberapa di antaranya masih dapat tegar bertahan dengan berkompromi dengan perubahan. Komunitas Bissu bercerai berai, jumlah dan kualitasnya semakin menyusut dari hari ke hari. Melihat pola regenerasi dan dukungan mayoritas masyarakat Bugis masa kini, maka dapat dipastikan baha Bissu-bissu yang tersisa sekarang adalah generasi terakhir pearis tradisi Bugis klasik ini.