PENDAHULUAN Sejarah ilmu tanah di indonesia Klasifikasi tanah di indonesia yang paling kerap digunakan adalah sistem Dudal-Soepraptohardjo (1957-1961): Dudal, R., and M. Soepraptohardjo. 1957. Soil Classification in Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Namun belakangan ini diganti dengan sistem USDA Soil Taxonomy. Dalam penggunaannya, sistem USDA ini memberikan penjelasan yang jauh lebih mudah dibandingkan sistem klasifikasi lain, sehingga sistem USDA ini biasa disertakan dalam pengklasifikasian tanah selain sistem FAO dan PPT (Pusat Penelitian Tanah). Nama jenis tanah pada klasifikasi ini adalah : 1.Entisol 2.Inceptisol 3.Alfisol 4.Ultisol 5.Oxisol 6.Vertisol 7.Mollisol 8.Spodosol 9.Histosol 10.Andosol 11.Aridisol 12. Gleisol Ilmu tanah di Indonesia Pertama diajarkan di Fakultas pertanian Universitas Indonesia (merupakan kelanjutan dari Lanbouw Hogeschool yang didirikan 1940) oleh staf pengajar dari Belanda Prof. Dr. Ir. F.A. van Baren (pakar agrogeologi dan mineralogi) dan Prof. Dr. H.J. Hardon (pakar ilmu tanah dan kesuburan tanah). Kemudian digantikan oleh Drs. F.F.F.E. van Rummelen dan Dr. J. van Schuylenborgh. Akibat nasionalisasi, sejak tahun 1957 digantikan oleh Drs. Manus dan Dr. Ir. Tan Kim Hong. Penelitian tanah di Indonesia mulai saat Indonesia masih dalam kekuasaan kolonial Belanda oleh Dr. E.C.Jul. Mohr (1873–1970). Dr. Mohr yang bertugas
di Indonesia sebagai kepala Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Laboratorium Voor Agrogeologie en Grond Onderzoek di Bogor telah menjalankan survai di Indonesia sejak tahun 1920. Beliau menerbitkan bukunya tahun 1933: Mohr, E.C.J., 1933. De Bodem der Tropen in het Algemeen, en die van Nederlandsch-Indie in het Bijzonder. (Tanah-tanah di Daerah Tropis, dengan rujukan khusus di Hindia Belanda). Buku tersebut memaparkan iklim dan komposisi tanah di berbagai tempat di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Timor, Papua, Maluku, Halmahera, Kalimantan dan Sulawesi, disempurnakan dan diedarkan kembali: Mohr, E.J.C., van Baren, F.A. and van Schuylenborgh, J., 1972. Tropical soils: a comprehensive study of their genesis. 3rd edition. Mouton – Ichtiar baru – van Hoeve, The Hague. Buku ini masih menjadi rujukan bagi pakar tanah di daerah tropis sampai sekarang. 1. Pedologi Pedologi adalah cabang ilmu tanah yang mempelajari sifat dan ciri tanah serta proses pembentukan tanah. Pedologi berasal dari bahasa Rusia pedologiya, yang dalam bahasa Yunani pedon = tanah. Dalam pedologi dipelajari genesa tanah, morfologi tanah, dan klasifikasi tanah. 2. Fisika tanah Fisika tanah adalah cabang dari ilmu tanah yang membahas sifat-sifat fisik tanah, pengukuran dan prediksi serta kontrol (pengaturan) proses fisika yang terjadi dalam tanah. Karena pengertian fisika meliputi materi dan energi, maka fisika tanah membahas pula status dan pergerakan material serta aliran dan transformasi energi dalam tanah. Tujuan Fisika tanah dapat dilihat dari 2 sisi: 1) Dalam satu sisi, tujuan kajian fisika tanah adalah untuk memberikan pemahaman dasar tentang mekanisme pengaturan perilaku (fisika dan kimiawi) tanah, serta perannya dalam
biosfer, termasuk proses saling hubungan dalam pertukaran energi di dalam tanah, serta siklus air dan material yang dapat diangkutnya. 2) Pada sisi lainnya, pemahaman fisika tanah dapat digunakan sebagai asas untuk manajemen sumberdaya tanah dan air, termasuk kegiatan irigasi, drainasi, konservasi tanah dan air, pengolahan tanah dan konstruksi. Oleh karena itu fisika tanah dapat dipandang sebagai ilmu dasar sekaligus terapan dengan melibatkan berbagai cabang ilmu yang lain termasuk ilmu tanah, hidrologi, klimatolologi, ekologi, geologi, sedimentologi, botani dan agronomi. 3. Kimia Tanah 1) Komponen Aktif Tanah Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu dan liat. Ketiga komponen tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang berbeda. Partikel pasir berukuran antara 200 mikrometer sampai dengan 2000 mikrometer. Partikel debu berukuran antara 2 mikrometer sampai dengan kurang dari 200 mikrometer. Partikel liat berukuran kurang dari 2 mikrometer. Makin halus ukuran partikel penyusun tanah tersebut akan memiliki luas permukaan partikel per satuan bobot makin luas. Partikel tanah yang memiliki permukaan yang lebih luas memberi kesempatan yang lebih banyak terhadap terjadinya reaksi kimia. Partikel liat persatuan bobot memiliki luas permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan kedua partikel penyusun tekstur tanah lain (seperti: debu dan pasir). Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada permukaan patikel liat lebih banyak daripada yang terjadi pada permukaan partikel debu dan pasir persatuan bobot yang sama. Dengan demikian, partikel liat adalah komponen tanah yang paling aktif terhadap reaksi kimia, sehingga sangat menentukan sifat kimia tanah dan mempengaruhi kesuburan tanah. 2) Beberapa Sifat Kimia Tanah Beberapa sifat kimia tanah yang penting untuk diketahui dan dipahami, meliputi: (1) pH tanah, (2) kandungan karbon organik, (3) kandungan nitrogen, (4) rasio karbon dan nitrogen (C/N), (5) kandungan fosfor tanah, terdiri dari: P-tersedia dan P-total tanah, (6) kandungan kation basa
dapat dipertukarkan, (7) kandungan kation asam, (8) kejenuhan basa (KB), dan (9) kapasitas tukar kation (KTK), mencakup: KTK liat, KTK tanah, KTK efektif, KTK muatan permanen dan KTK muatan tergantung pH tanah, serta (10) kejenuhan aluminium. 4. Biologi Tanah Definisi dan lingkup kajian Biologi Tanah, perkembangan studi biologi tanah, tanah sebagai habitat organisme tanah, mikroflora dan fauna tanah, sumber energi dan nutrisi organisme tanah, akar tanaman dan rhizosfer, interaksi organisme tanah, hubungan sifat tanah dengan organisme tanah, mikoriza, transformasi karbon, transformasi nitrogen, fiksasi nitrogen, transformasi sulfur, fosfor dan unsur lain, bioremediasi, pengomposan, gas global, bioindikator, kualitas tanah, intensifikasi pertanian dan organisme tanah. 5. Konservasi Tanah Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang cukup mampu menanggulangi masalah diatas. Dengan menerapkan sisitem konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi, menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi. ada 3 metode dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta metode kimia yaitu memanfaatkan bahan2 kimia untuk mengaawetkan tanah. Menurut Sitanala Arsyad (1989), Konservasi Tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi Air menurut Deptan (2006) adalah upaya penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi air. 6. Mekanika tanah
Mekanika tanah adalah bagian dari geoteknik yang merupakan salah satu cabang dari ilmu teknik sipil, dalam bahasa Inggris mekanika tanah berarti soil mechanics atau soil engineering dan Bodenmechanik dalam bahasa Jerman. Istilah mekanika tanah diberikan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1925 melalui bukunya “Erdbaumechanik auf bodenphysikalicher Grundlage” (Mekanika Tanah berdasar pada SifatSifat Dasar Fisik Tanah), yang membahas prinsip-prinsip dasar dari ilmu mekanika tanah modern, dan menjadi dasar studi-studi lanjutan ilmu ini, sehingga Terzaghi disebut sebagai “Bapak Mekanika Tanah”. 7. Pemetaan Tanah Digital Pemetaan Tanah Digital (disingkat PTD) atau Digital soil mapping adalah cabang baru yang merupakan Ilmu tanah terapan. PTD dapat didefenisikan sebagai penciptaan dan pengisian sistem informasi tanah dengan menggunakan metode-metode observasi lapangan dan laboratorium yang digabungkan dengan pengolahan data secara spatial ataupun non-spatial. Metode PTD menggunakan variabel-variable pembentuk tanah yang dapat diperoleh secara digital (misalnya remote sensing, digital elevation model, peta-peta tanah) untuk mengoptimasi survai tanah di lapangan. Tujuan PTD adalah menggunakan variabel-variable pembentuk tanah untuk menprediksi sifat dan ciri tanah keseluruhan area survai dalam Sistem Informasi Geografis. Dengan kata lain PTD adalah proses kartografi tanah secara digital. Namun PTD bukan berarti mentransformasikan peta-peta tanah konvensionil menjadi digital. Proses PTD menggunakan informasi-informasi dari survai tanah lapangan digabungkan dengan informasi tanah secara digital, seperti citra (image) remote sensing dan digital elevation model. Dinandingkan dengan peta tanah konmvensional, dimana batas-batas tanah digambar secara manual berdasarkan pengalaman surveyor yang subyektif. Namun dalam PTD teknik-teknik automatis dalam Sistem Informasi Geografis digunakan untuk menproses informasi-informasi tanah dengan lingkungannya.
Fisika tanah juga erat kaitannya dengan mekanika tanah, dinamika tanah dan teknik sipil. Area penelitian fisika tanah dapat mencakup: *Pengukuran
dan
*Transportasi
materi
kuantifikasi dan
energi
sifat (berupa
fisik air,
udara,
tanah panas)
di di
lapangan dalam
tanah
*Manajemen air untuk irigasi 8. Pedometrika Pedometrika atau Pedometri adalah aplikasi metode matematika dan statistika dalam mempelajari genesa dan distribusi tanah. kata Pedometri diberikan oleh Prof. Alex. McBratney dari University of Sydney sebagai cabang baru dalam Ilmu tanah. Pedometrika berasal dari kata Yunani pedon (tanah) dan metron (pengukuran) dan digunakan sebagai analogi dengan ilmu-ilmu biometri, ekonometri dan ilmu yang paling awal geometri. Jadi Pedometri menggabungkan dua cabang ilmu pedologi dan matematika-statistika. Pedometri dapat juga dijelaskan sebagai ilmu tanah dalam ketidak-pastian. Pedometri membahas masalah-masalah dalam ilmu tanah di mana terdapat ketidakpastian akibat kurangnya pengetahuan mengenai sifat, ciri, dan proses tanah. Dari defenisi ini kita melihat bahwa topik pedometri dapat membahas masalah klasifikasi tanah dengan mengunakan sistem komputer atau klasifikasi numerik. Tetapi model simulasi sendiri tidak bisa dikatakan sebagai pedometri, namun model simulasi proses pembentukan tanah dapat dianggap sebagai disiplin pedometri. Pedometri dapat dilihat sebagai refleksi dari aplikasi ilmu-ilmu baru seperti Sistem Informasi Geografis, wavelet, Teori chaos, fraktal, geostatistika, Logika Fuzzy dan data mining dalam studi model proses tanah. Pedometri juga sebagai jawaban dari penemuan teknologi baru dan komputer seperti GPS, sensor tanah, pengindraan jarak-jauh (remote sensing) dan pengindraan jarak-dekat (proximal sensing). Salah satu cabang baru yang muncul dari pedometri adalah Digital Soil Mapping, atau Pemetaan Tanah Digital.
TANAH ALFISOL (2) Pada tanah Alfisol memilki kandungan P dan K sangat tergantung denagn umur dan macam tuff. Tanah-tanah yang berkembang dari batuan kapur tidak memperlihatkan bercak-bercak besi dan mangan, tekstur dengan bercak-bercak gloy, pH dan kejenuhan basa yang tingi serta kandungan P dan K yang rendah. Biasanya pada tanah Alfisol terdapat konkresi di bawah pada bajak dan mempunyai liat pada pod surfaces (Hakim, dkk, 1986). Bentuk dan sifat pergerakan serta redistribusi fosfor telah menjadi bahan pada banyak penelitian dalam Alfisol dan tanah-tanah lainnya. Hal ini utamanya diakibatkan oleh peranan fosfor dalam hara tanaman. Translokasi fosfor dalam Albaqualfs dan menemukan adanya penimbunan P dari tanah-tanah sekitarnya yang tergolong Aquoll. Dengan meningkatnya perkembangan profil kalsium-P berkurang dalam profil yang terlapuk sementara Fe-P meningkat. Horison-horison dengan liat maksimum umumnya mengandung total P yang minimal yang menunjukkan bahwa liat tidak efektif dalam mengikat P (Lopulisa, 2004). Jenis tanah Alfisol memiliki lapisan solum tanah yang cukup tebal yaitu antara 90-200 cm, tetapi batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna tanah adalah coklat sampai merah. Tekstur agak bervariasi dari lempung sampai liat, dengan struktur gumpal bersusut. Kandungan unsure hara tanaman seperti N, P, K dan Ca umumnya rendah dan reaksi tanahnya (pH) sangat tinggi (Sarief, 1985). Kapasitas Tukar Kation tanah adalah jumlah muatan negatif tanah baik yang bersumber dari permukaan koloid anorganik (liat) muatan koloid organik (humus) yang merupakan situs pertukaran kation-kation. Baha organik tanah Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, H+, Al3+ dan sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut dalam air tanah atau dijerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekuivalen) yang dapat diserap oleh tanah persatuan berat tanah (biasanya per 100 gram) dinamakan Kapasitas Tukar Kation (KTK). Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation lain yang terdapat di dalam larutan tanah (Foth, 1991).
Kapasitas tukar kation menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut. Kapasitas tukar kation penting untuk kesuburan tanah maupun untuk genesis tanah. Beberapa pengukuran KTK tanah telah dilaksanakan dengan hasil yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena 1. KTK bervariasi sesuai dengan pH. Oleh karena itu dalam menentukan KTK di laboratorium harus dijelaskan pada pH berapa KTK tersebut ditentukan. Beberapa tanah menunjukkan KTK rendah pada pH lapang (pH rendah) tetapi tinggi pada pH tinggi, misalnya pada pH 8,2. Hal ini disebabkan karena perbedaan daya reaksi kation-kation dengan koloid tanah yang ada apakah kolid-koloid tersebut berupa mineral liat kristalin, hidroksida, senyawa amorf atau bahan organic. Penentuan KTK pada pH 7 banyak dilakukan. 2. Hasil analisis KTK dapat berbeda karena kation yang dipergunakan untuk mengganti kationkation dalam koloid tanah (bahan pengekstrak) berbeda (Hardjowigeno, 1985). Tanah Alfisol Menyangkut Kesuburan Tanah Tanah-tanah yang mempunyai kandungan liat tinggi di horison B (Horison argilik) dibedakan menjadi Afisol (pelapukan belum lanjut) dan Ultisol (pelapukan lanjut). Alfisol kebanyakan ditemukan di daerah beriklim sedang, tetapi dapat pula ditemukan di daerah tropika dan subtropika terutama di tempat-tempa dengan tingkat pelapukan sedang (Hardjowigeno, 1993). Alfisol ditemukan di daerah-daerah datar sampai berbukit. Proses pembentukan Alfisol di Iowa memerlukan waktu 5000 tahun karena lambatnya proses akumulasi liat untuk membentuk horison argilik. Alfisol terbentuk di bawah tegakan hutan berdaun lebar (Hardjowigeno, 1993). Alfisol terbentuk dari bahan induk yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari pleistosin. Di daerah dingin hampir semuanya berasal dari bahan induk berkapur yang masih muda. Di daerah basah bahan induk biasanya lebih tua daripada di daerah dingin (Munir, 1984). Alfisol merupakan tanah yang subur, banyak digunakan untuk pertanian, rumput ternak, atau hutan. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi, cadangan unsur hara tinggi (Hardjowigeno, 1993).
LITERATUR TANAH ALFISOL Alfisol dicirikan oleh horizon elluviasi dan illuviasi yang jelas. Pada tanah Alfisol, pH tanah rendah yaitu < 5,0 dimana pengaruh kemasaman lebih dominant. Kehadiran karbonat utamanya kalsium dan magnesium, kehadiran karbonat bebas ini akan mempertahankan pH dalam kisaran 7,5-8,0 yang mana berada di atas kelarutan sebagian besar mineral-mineral primer (Lopulisa, 2004). Tanah Alfisol adalah tanah yang berkembang di daerah hutan humid, di mana perpindahan lempung menghasilkan horizon Bt, yang mengandung 20% atau lebih daripada horizon A, dan tanahnya cukup mengalami pencucian dalam pelapukan. Akumulasi liat dalam horizon organic b (Bt) dapat menyebabkan kapasitas tukar kation horizon B maksimum pada sejumlah tanah. Reaksi tanah bervariasi antara masam hingga netral (Foth, 1998). Tanah Alfisol memiliki pH yang berubah dengan meningkatnya kedalaman den cenderung lebih tinggi pada bagian bawah profil dan pada sejumlah bahan-bahan glacial sampai ke suatu zona karbonat bebas dengan pH 8,0 atau lebih tinggi. Hal ini menyebabkan berubahnya mobilitas elektroporetik koloid-koloid hasil pelapukan. Koloid ini akan bergerak lambat pada pH yang lebih tinggi dibanding di bagian atas horizon B yang secara umum mempunyai pH sangat rendah (Lopulisa, 2004). Bahan organik yang terdapat pada permukaan tanah Alfisol dicampur dengan bahan mineral oleh cacing atau hewan-hewan lain, pada kedalaman 2-10 cm, sehingga terbentuk lapisan mull (horizon A1). Proses bioscling unsur hara dan basa-basa dari subsoil ke horizon O dan A1 merupakan proses yang penting untuk tanah Udalf, hal ini dapat menyebabkan reaksi tanah dipermukaan menjadi hamper netral (pH 6,5-7,0), sedangkan reaksi tanah di subsoil menjadi lebih masam (Munir, 1996). Tanah alfisol merupakan tanah yang lembab, tidak mempunyai epipedomn mollik atau horizon spodik atau oksik. Dicirikan oleh tanah yang dulunya dinmakan podsolik kelabu coklat menurut klasifikasi lama. Alfisol mempunyai horizon permukaan berwarna kelabu hingga coklat, kadar
basa medium sampai tinggi dan horizon iluvial dimana terjadi penimbunan liat silikat. Horison liat umunnya mempunyai kejenuhan basa lebih dari 30%. Horizon ini dinamakan argilik bila hanya dijumpai liat silikat dan natrik bila disanping liat, dijenuhi dari 15% Na dan bertekstur prismatic kolumnar (Soepardi. G. 1983). Alfisol yang memiliki kondisi akuatik (berbeda dengan kondisi antarkuik ) selama sebagian waktu dalam satu tahun, tahun normal (atau telah di drainase). Pada satu horizon atau lebih di diantara kedalaman 50cm dan permukaan tanah mineral serta mempunyai satu kedalaman sifat berikut : 1. Gejala redisimorfik pada semua lapisan diantara batas bawah lapisan horizon Ap atau kedalaman 25cm di bawah permukaan tanah mineral, mana saja yang lebih dalam dan kedalaman 40cm, dan pada 12,5cm bagian atas horizon argilik, natrik glosik atau kandik dan memiliki salasatu sifat berikut : 1. Sebesar 50% atau lebih deplesi redoks berkoma dua atau kurang pada permukaan ped atau terdapat konsentrasi redoks di dalam ped; atau. 2. Konsentrasi redoks dan 50% atau lebih deplesi redoks berkoma dua atau kurang di dalam matrik, atau 3. Sabesar 50% atau lebih deplesi redoks berkoma satu atau kurang pada permukaan ped atau didalam matrik, atau keduanya. 4. Pada horizon-horizon yang mempunyai kondisi akuik, mengandung cukup besi fero aktif untuk dapat memberikan reaksi positif terhadap alpha-alpha dypindil ketika tanah tidak sedang diirigasi (Tim ahli bahasa kunci taksonomi, 1999). Alfisol kelihatanya mengalami kehancuran yang lebih kuat dari pada inceptisol tetapi kurang dari spodosol. Tanah ini pada umumnya, alfisol merupakan tanah yang cukup produktif. Status basa dan letaknya (tercuci untuk beberap xeralf) di daerah basah dan hamper basa menunjang hasil tanaman yang baik (Soepardi. G, 1983). Alfisol merupakan tanah-tanah yang mengandung liat yang tinggi di Horisaon B (argilik) dibedakan menjadi alfisol (pelapukan belum lanjut) dan Ultisol. Tanah-tanah Alfisol banyak
ditemukan didaerah beriklim sedang, tetapi terdapat pula didaerah tropika dan subtropika terutama yang memiliki tingkat pelapukan sedang (Hardjowigeno, 2003). Tanah Alfisol merupakan tempat penimbunan liat horizon bawah dan memiliki kejenuhan basa berdasarkan jumlah kation yang b erlebih dari 35 % pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun dihorison diatasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air (Hardjowigeno, 2003). Alfisol terbentuk dari bahan induk yang mengandung karbonat dan tidak lebih dari pleistosin. Didaerah dingin hamper semuanya berasal dari bahan induk berkapur yang sangat muda. Didaerah basah biasanya bahan induk lebih tua dibandingkan didaerah dingin (Munir, 1984). Pada tanah Alfisol berasosiasi dengan tanah latosol coklat kemerahan ke grumosol. Bentuk dari tanah ini tuff vulkan biasanya mempunyai tekstur yang ringan, gumpal membulat, teguh (kering) atau agak gembur (lembab), mempunyai bercak-bercak dari besi dan mangan yang biasanya terdapat konkresi dibawah pada bajak dan mempunyai selaput liat pad ped surface. pH bervariasi sekitar 6,5-7,0, KTK 25-35 me/100 g tanah, kejenuhan basa lebih dari 50 persen (Hakim,dkk,1986). Tanah-tanah ini berkembang pada hutan hujan tropic baik dari bahan-bahan angkutan maupun dari bahan induk residu dimana pelapukan telah berlangsung lama dan intensif. Solum tebal 1,510 meter, berwarna merah himgga kuning, kandungan liat pada seluruh bagian sangat seragam sehingga tidak terdapat horizon B yang jelas. Liat terdiri dariseskuieksida dengan kandungan liat tipe 1:1 seperti kaolinit, tipe liat ini menyebabkan kapasitas tukar kation rendah, kandungan basa-basa total yang dapat ditukarkan dan unsure-unsur dalam larutan tanah rendah. Kejenuhan basa rendah hingga sedang 20-65 %, dan agak masam hingga netral pH 6,0-7,5, struktur tanah cenderung menjadi mantap. Jumlah bahan organik dalam tanah mineral ini kurang tinggi namun cukup berperan dalam memberikan warna untuk menghasilkan horizon dan juga kesuburannya yang sangat rendah (Pairunan, dkk.,1997). Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organic rendah atau tanah-tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga menentukan besarnya KTK tanah. Alfisol terbentuk dari
bahan induk yang mengandung karbonat dan tidak lebih dari pleistosin. Di daerah dingin hamper semuanya berasal dari bahan induk berkapur yang sangat muda. Di daerah basah biasanya bahan induk lebih tua dibandingkan di daerah dingin (Munir, 1984).
TANAH ULTISOL Tanah Ultisol memiliki kemasaman kurang dari 5,5 sesuai dengan sifat kimia, komponen kimia tanah yang berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya pada kesuburan tanah. Nilai pH yang mendekati minimun dapat ditemui sampai pada kedalaman beberapa cm dari dari batuan yang utuh (belum melapuk). Tanah-tanah ini kurang lapuk atau pada daerahdaerah yang kaya akan basa-basa dari air tanah pH meningkat pada dan di bagian lebih bawah solum (Hakim,dkk. 1986). Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala (constrain) yang ada pada Ultisol ternyata dapat merupakan lahan potensial apabila iklimnya mendukung. Tanah Ultisol memiliki tingkat kemasaman sekitar 5,5 (Munir, 1996). Untuk meningkatkan produktivitas Ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman tanah adaptif, penerapan tekhnik budidaya tanaman lorong (atau tumpang sari), terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin. Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah. Pengapuran pada Ultisol di daerah beriklim humid basah seperti di Indonesia tidak perlu mencapai pH tanah 6,5 (netral), tetapi sampai pada pH 5,5 sudah dianggap baik sebab yang terpenting adalah bagaimana meniadakan pengaruh meracun dari aluminium dan penyediaan hara kalsium bagi pertumbuhan tanaman (Hakim,dkk, 1986). Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk pertanian. Problem tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsure hara rendah, diperlukan tindakan pengapuran dan pemupukan, keadaan tanah yang sangat masam sangat menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif. (Hardjowigeno,1993).
Senyawa-senyawa Al monomerik dan Al –hidroksi merupakan sumber utama kemasaman dapat tukar dan kemasaman tertitrasi pada Ultisol. Sumber-sumber lain adalah kation-kation ampoter dapat tukar atau senyawa-senyawa hidroksinya, bahan organik dan hidrogen dapat tukar (Lopulisa,2004). Sifat-sifat penting pada tanah Ultisol berkaitan dengan jumlah fosfor dan mineral-mineral resisten dalam bahan induk, komponen-komponen ini umumya terdapat dalam jumlah yang tidak seimbang, walupun tidak terdapat beberapa pengecualian. Ultisol yang berkembang pada bahan induk dengan kandungan fosfor yang lebih tinggi. Translokasi/pengangkutan liat yang ekstensif berlangsung meninggalkan residu yang cukup untuk membentuk horizon-horison permukaan bertekstur kasar atau sedang (Lopulisa, 2004). Selain bahan organic melalui proses dekomposisi dapat menyediakan nutrisi tanaman. Dekomposisi bahan organic oleh berbagai mikroorganisme tanah berlangsung lamban akan tetapi terus berlangsung secara beransur-ansur, keadaan demikian menyebabkan terbebasnya fosfor dan elemen-elemen lainnya yang esensial bagi pertumbuhan tanaman (Munir, 1996). Cara konvensional dengan system tebang bebas dan bakar ternyata menyebabkan pH tanah basabasa dapat tukar dan fosfor tersedia dalam tanah akan meningkat pada awalnya, tetapi setelah 1,5 tahun kemudian akan mengalami penurunan, sehingga ditanami dua atau tida tahun produktivitasnya akan menurun secara tajam (Soepardi, 1979). Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses pelapukan lanjut melalui proses Luxiviasi dan Podsolisasi. Ditandai oleh kejenuhan basa rendah (kurang dari 35% pada kedalaman 1,8 m), Kapasitas Tukat Kation kurang dari 24 me per 100 gram liat, bahan organic rendah sampai sedang, nutrisi rendah dan pH rendah (kurang dari 5,5) (Munir, 1996). Tingkat pelapukan dan pembentukan Ultisol berjalan lebih cepat, daerah-daerah yang beriklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan tinggi menyebabkan Ultisol mempunyai kejenuhan basa-basa rendah. Selain itu Ultisol juga mempunyai kemasaman tanah, kejenuhan Aldd tinggi, Kapasitas Tukar Kation rendah (kurang dari 24 me per 100 gram tanah), kandungan nitrogen rendah,
kandungan
fosfat
erosi(Soepraptoharjo, 1979).
dan
kalium
tanah
rendah
serta
sangat
peka
terhadap
Pengaruh pemupukan lebih lanjut pada tanah Podsolik merah kuning untuk menambah jumlah dan tingkat ketersediaan unsure hara makro, karena telah diketahui bahwa Ultisol miskin akan basa-basa (yang ditandai dengan kejenuhan basa kurang dari 35%) dan KTK rendah (kurang dari 24 me per 100 gram liat) (Munir, 1996). KTK dan jumlah kemasaman terukur pada Ultisol sanagt tergantung pada pH larutan yang digunakan dalam penetapan, misalnya nilai terbesar dari KTK dan kemasaman umumnya diperoleh bila penetapan dilakukan pH 8,2 sedang pada pH 7,0 dan terendah bila ditetapkan pada pH tanah. Sumber utama KTK bergantung pH dan kemasaman mencakup hidrolisis senyawasenyawa Al hidroksi antar lapisan (Soepardi, 1979). TANAH ULTISOL PART 2 VEGETASI Ultisol dijumpai di bawah pengaruh berbagai vegetasi alami namun hutan merupakan ciri penggunaan lahan dari kebanyakan bentang lahan ultisol. di bagian tenggara amerika serikat ultisol mendukung tanaman-tanaman berdaun panjang, loblolly dan slash pine dan oak-hickory forest. dekat pantai barat amerika serikat tanah ini mendukung douglasfir, yellow, ponderosa, dan sugar pine, spruce, incensen cedar, manzanita, dan oak biru dan hitam. ultisol di hawaii sebagian besar terbentuk di bawah vegetasi hutan tropis yang meliputi pakis-pakisan. ultisol terbentuk di bawah vegetasi savana di beberapa daerah tropika di afrika dan amerika serikat. tidak diketahui dengan pasti apakah ultisol tersebut berkembang di bawah vegetasi seperti yang terdapat sekarang atau di bawah vegetasi hutan yang secara bertahap telah digantikan oleh savana. sebagian dari savana ini dianggap sebagai anthropik dimana pembakaran tang terlalu sering telah merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan dan pelestariannya (talbot dan Kesel, 1975). tidak terdapat alasan yang mendasar bahwa ultisol tidak dapat terbentuk di bawah vegetasi savana atau bahkan pada prairi sepanjang faktor-faktor pembentuk tanah lainnya memungkinkan. RELIEF
Agihan geomorfik Ultisol mempunyai beberapa batasan. ultisol dapat menempati lereng bukit, teras sungai atau marin atau daerah-daerah datar di pegunungan. posisi yang di tempatinya akan ditentukan oleh hubungan geomorfologi dan faktor-faktor pembentuk tanah lainnya dan tingkat kenampakan proses-proses pedogenesis yang dihasilkan (daniels et.al., 1975). pola umum diperlihatkan oleh posisi ultisol di wilayah sedimen di mana suksesi pedogenesis Alfisol – Ultisol – Oxisol dominan. Ultisol yang berasosiasi dengan oxisol, secara khas menempati posisi bentang lahan yang diduduki oleh oxisol. sementara ultisol yang berasosiasi dengan alfisol, umumnya menempati posisi yang lebih stabil dari bentang lahan dengan usia yang sama atau permukaan bentang lahan yang tua. pH TANAH Reakasi Tanah umumnya masam dan agak seragam di seluruh bagian solum. Horizon permukaan jarang mempunyai nilai pH krang dari 5,0 atau lebih besar dari 5,8 pH umumnya menurun dengan meningkatnya kedalaman dan mencapai nilai minimum 4,0 sampai 5,5 pada bagian atas atau tengah horizon argilik, tetapi pada ultisol yang sangat terlapuk dan tercuci, nampak terjadi sedikit penurunan pada seluruh solum. Nilai pH yang mendekati minimum dapat dapat ditemui sampai pada kedalaman beberapa cm dari batuan yang utuh (belum melapuk). Tanah-tanah yang kurang melapuk atau pada daerah-daerah yang kaya dengan basa-basa dari air tanah pH meningkat pada dan di bagian lebih bawah solum. Aridisol: Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain. Padanan dengan klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil.
Entisol: Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Kata Ent berarti recent atau baru. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial atau Regosol. Entisol terjadi di daerah dengan bahan induk dari pengendapan material baru atau di daerahdaerah tempat laju erosi atau pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukan tanah; seperti daerah bukit pasir, daerah dengan kemiringan lahan yang curam, dan daerah dataran banjir. Pertanian yang dikembangkan di tanah ini umumnya adalah padi sawah secara monokultur atau digilir dengan sayuran/palawija. Entisol diperkirakan terdapat sekitar 16% dari permukaan daratan bumi, di luar daratan es.
Histosol: Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata Histos berarti jaringan tanaman. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Organik atau
Organosol.Histosol (gambut) merupakan tanah yang mengandung bahan organik tinggi
dan tidak mengalami permafrost. Kebanyakan selalu dalam keadaan tergenang sepanjang tahun, atau telah didrainase oleh manusia. Histosol biasa disebut sebagai gambut. Terbentuk dari sisasisa tumbuhan, sampah hutan, atau lumut yang cepat membusuk yang terdekomposisi dan terendapkan dalam air. Penggunaan Histosol paling ekstensif adalah sebagai lahan pertanian, terutama untuk tanaman sayur-sayuran seperti buncis, kacang panjang, bayam, dan lain-lain. Histosol
.
menyusun
sekitar
1%
dari
daratan
dunia.
Inceptisol: Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol,Regosol,Gleihumus,dll. Inceptisol adalah tanah – tanah yang dapat memiliki epipedon okhrik dan horison albik seperti yang dimiliki tanah entisol juga yang menpunyai beberapa sifat penciri lain ( misalnya horison kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah yang lain. Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno,1993) Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut dalam musim – musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir geluhan dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan manahan kation fraksi lempung ke dalam tanah tidak dapat di ukur. Kisaran kadar C organik dan Kpk dalam tanah inceptisol sangat lebar dan demikian juga kejenuhan basa. Inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tempat kecuali daerah kering mulai dari kutup sampai tropika.
Mollisol: Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina,dll.adalah tanah yang mempunyai horison (lapisan) permukaan berwarna gelap yang mengandung bahan organik yang tinggi. Tanah ini kaya akan kation-kation basa, oleh karena itu tanah ini juga tergolong sangat subur. Mollisol secara karakter terbentuk di bawah rumput dalam iklim yang sedang. Tanah ini tersebar luas di daerahdaerah stepa di Eropa, Asia, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.Walaupun dikatakan subur (dengan kondisi yang dijelaskan di atas), namun intensitas pengelolaan dan pemanfaatannya relatif masih rendah. Mollisol diperkirakan meliputi luasan sekitar 7% dari tanah dunia.
Oxisol: Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol
Merah
Kuning),
Lateritik,
atau
Podzolik
Merah
Kuning.
Oxisol adalah tanah yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut di daerah-daerah subtropis dan tropis. Kandungan tanah ini didominasi oleh mineral-mineral dengan aktivitas rendah, seperti kwarsa, kaolin, dan besi oksida. Tanah ini memiliki kesuburan alami yang rendah. Reaksi jenis tanah ini adalah masam, kandungan Al yang tinggi, unsur hara rendah, sehingga diperlukan pengapuran dan pemupukan serta pengelolaan yang baik agar tanah dapat menjadi produktif dan tidak rusak. Oxisol meliputi sekitar 8% dari daratan dunia. Adapun di Indonesia, banyak dijumpai di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Spodosol: Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horison bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang, dilapisan atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic). Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzol. Spodosol merupakan tanah yang terbentuk dari proses-proses pelapukan yang di dalamnya terdapat lapisan iluviasi (penumpukan) bahan organik berkombinasi dengan aluminium (dengan atau tanpa besi). Tanah ini cenderung tidak subur (kurus unsur hara) dengn pH masam. Sebaiknya tanah Spodosol tidak dijadikan lahan pertanian, tetapi tetap dibiarkan sebagai hutan. Selain kesuburannya rendah, tanah ini juga peka terhadap erosi karena teksturnya berpasir sehingga cenderung gembur (remah). Spodosol menyusun sekitar 4% lahan-lahan di dunia.
Ultisol: Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf Kelabu.
TANAH VERTISOL Tanah Vertisol memiliki kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang tinggi. Reaksi tanah bervariasi dari asam lemah hingga alkaline lemah; nilai pH antara 6,0 sampai 8,0. pH tinggi (8,09,0) terjadi pada Vertisol dengan ESP yang tinggi (Munir, 1996). Vertisol menggambarkan penyebaran tanah-tanah dengan tekstur liat dan mempunyai warna gelap, pH yang relatif tinggi serta kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang juga relatif tinggi. Vertisol tersebar luas pada daratan dengan iklim tropis dan subtropis (Munir, 1996). Dalam perkembangan klasifikasi ordo Vertisol, pH tanah dan pengaruhnya tidak cukup mendapat perhatian. Walaupun hampir semua tanah dalam ordo ini mempunyai pH yang tinggi, pada daerah-daerah tropis dan subtropis umumnya dijumpai Vertisol dengan pH yang rendah. Dalam menilai potensi Vertisol untuk pertanian hendaknya diketahui bahwa hubungan pH dengan Al terakstraksi berbeda disbanding dengan ordo lainnya. pH dapat tukar nampaknya lebih tepat digunakan dalam menentukan nilai pH Vertisol masam dibanding dengan kelompok masam dari ordo-ordo lainnya. Perbedaan tersebut akan mempunyai implikasi dalam penggunaan tanah ini untuk pertumbuhan tanaman. Batas-batas antara antara kelompok masam dan tidak masam berkisar pada pH 4,5 dan sekitar 5 dalam air (Lopulisa, 2004). Proses pembentukan tanah ini telah menghasilkan suatu bentuk mikrotopografi yang khusus yang terdiri dari cekungan dan gundukan kecil yang biasa disebut topografi gilgai. Kadangkadang disebut juga topografi polygonal (Hardjowigeno, 1993). Koloid tanah yang memiliki muatan negetif besar akan dapat menjerap sejumlah besar kation. Jumlah kation yang dapat dijerap koloid dalam bentuk dapat tukar pH tertentu disebut kapasitas tukar kation. KTK merupakn jumlah muatan negatif persatuan berat koloid yang dinetralisasi oleh kation yang muda diganti(Pairunan,dkk,1997). Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga menentuka besarnya KTK tanah (Hakim,dkk,1986).
Pada umumnya Vertisol juga defisiensi P. Setelah N, unsure P merupakan pembatas hara terbesar pada Vertisol. Kekurangan unsure P jika kandungan P kurang dari 5 ppm. Ini berpengaruh pada pemupukan P yang cukup kecil jika produksi tanaman pada musim berikutnya rendah. P menjadi nyata jika tanaman yang tumbuh pada kondisi irigasi yang baik, jika produksinya tinggi maka dianjurkan untuk mencoba menambah pemakaian pupuk N (Munir, 1996). Kadar fosfor Vertisol ditentukn oleh banyak atau sedikitnya cadangan mineral yang megandung fosfor dan tingkat pelapukannya. Permasalahan fosfor ini meliputi beberapa hal yaitu peredaran fosfor di dalam tanah, bentuk-bentuk fosfor tanah, dan ketersediaan fosfor (Pairunan, dkk, 1997). Pada tanah Vertisol P tersedia adalah sangat tinggi pada Vertisol yang berkembang dari batuan basik tetapi rendah pada tanah yang berkembang dari bahan vulkanis. Pada segi lain vertisol yang berkembang dari bahan induk marl atau napal, kandungan P total tersedia adalah rendah (Soepardi, 1979). Vertisol adalah tanah yang memiliki KTK dan kejenuhan hara yang tinggi. Rekasi tanah bervariasi dengan asam lemah hingga alkaline lemah, nilai pH antara 6,0 sampai 8,0, pH tinggi (8,0 – 9,0) terjadi pada Vertisol dengan ESP yang tinggi dan Vertisol masam (pH 5,0 – 6,2) (Munir, 1996). KTK tanah-tanah Vertisol umumnya sangat tinggi disbanding dengan tanah-tanah mineral lainnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan liat yang terbungkus mineral Montmorillonit dengan muatan tetap yang tinggi. Kandungan bahan organik sungguhpun tidak selalu harus tinggi mempunyai KTK yang sangat tinggi. Katio-kation dapat tukar yang dominant adalah Ca dan Mg sdan pengaruhnya satu sama lain sangat berkaitan dengan asal tanah (Lopulisa, 2004). Kejenuhan basa ynag tinggi, KTK yang tinggi, tekstur yang relative halus, permeabilitas yang rendah dan pH yang relative tinggi dan status hara yang tidak seimbang merupaka karakteristik Vertisol (Hardjowigeno, 1985).
Vertisol: Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit
Gelisol adalah tanah yang terbentuk dalam lingkungan permafrost (lingkungan yang sangat dingin). Dinamakan Gelisol, karena terbentuknya dari material Gelic (campuran bahan mineral dan organik tanah yang tersegregasi es pada lapisan yang aktif). Belum banyak penelitian yang dilakukan terhadap jenis tanah ini, dan sehubungan dengan kondisinya yang berada pada iklim yang ekstrim, diperkirakan tidak ada Gelisol yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanaman. Diperkirakan penyebarannya meliputi sekitar 9% daratan permukaan bumi.