Nama NIM
: Siti Nurhalizah : 150341607130 ETIKA BIOTEKNOLOGI
Bioteknologi dari Sudut Sosial Di tengah perkembangan dan kemajuan teknologi, teknologi rekayasa genetika, berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan penciptaan dan penemuan teknologi tersebut muncul ke permukaan. Dalam kasus ini, penerapan bioteknologi mengakibatkan berbagai pandangan baik pro maupun kontra. Salah satu kasus yang marak di masyarakat adalah adanya tumbuhan transgenik, yang mana dimensi etika dan religius merupakan dua aspek yang sangat dominan di banyak negara di mana agama tetap menjadi kekuatan sosial. Contohnya, apakah transgenik dapat dipertimbangkan halal atau haram akan mewarnai perdebatan penerimaan publik dalam komunitas Muslim (Safian dan Hanani, dalam Dano, 2007). Berkaitan hal-hal tersebut, Adiwibowo et al . (dalam Syam, 2001) mengemukakan bahwa pengaruh mendasar dari produk produk transgenik dalam aspek sosial ekonomi adalah: 1. Kesenjangan penguasaan bioteknologi modern semakin jauh antara negara maju dan negara berkembang; 2. Terjadi arus dana yang besar dari negara berkembang ke negara maju (sektor swasta multinasional) sebagai implikasi dari pengakuan terhadap HAKI yang disyaratkan oleh perjanjian dagang internasional yaitu WTO. 3. Kesenjangan pendapatan antara masyarakat lapisan atas dan lapisan bawah di negara berkembang semakin besar karena paket input hasil bioteknologi modern yang relatif mahal hanya dapat diserap oleh lapisan yang memiliki modal besar. 4. Kesenjangan ini dapat semakin besar dan sulit diatasi saat terjadi kolusi antara elit penguasa dan perusahaan transnasional untuk melegitimasi produk atau proses bioteknologi modern.
Banyak para peneliti dan pemerhati bioteknologi yang mengembangkan perangkat pengkajian yang dapat digunakan oleh para pembuat peraturan dan masyarakat sipil guna meminimalkan atau menghapus dampak sosial transgenik yang berpotensi merusak (Dano, 2007). Berikut beberapa kebutuhan menurut Dano (2007), untuk mengkaji potensi dampak sosial-ekonomi produk bioteknologi terutama transgenik terkait dengan sejumlah alasan/nilai-nilai penting, yaitu: 1. Tanggung Jawab Sosial: Para ilmuwan yang mengembangkan dan memperkenalkan teknologi ke masyarakat perlu memperhatikan tanggung jawab moral dan etika akan dampak-dampak yang ditimbulkan dari inovasi mereka di masyarakat. 2. Tanggung Jawab Antar Generasi: Tujuan sebuah teknologi harus menyumbang kepada pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, tujuan ini terkait dengan tanggung jawab antar generasi dari para pengembang teknologi tersebut dan para pembuatan kebijakan pemerintah.
3.
Penerimaan Masyarakat: Dengan memberikan pertimbangan yang serius akan potensi dampak sosial-ekonomi transgenik, para pengembang dan pembuat kebijakan akan memiliki kepekaan lebih baik atas penerimaan masyarakat akan teknologi dan/atau produk-produknya. 4. Mengurangi Biaya Jangka Panjang: Keprihatinan utama dalam pengkajian sosialekonomi transgenik adalah biaya yang terkait proses-proses dari luasnya partisipasi para pihak, pelaku, serta kurun waktu yang diperlukan untuk melalui proses-proses tersebut. 5. Para pengembang dan pembuat kebijakan tidak dapat lolos dari dimensi etika dari penerapan transgenik tanpa mengkaji dengan hati-hati potensi dampak sosialekonominya. Berbeda dengan laboratorium dan rumah kaca di mana semua faktor dan kondisi berada dalam kendali para ilmuwan yang melakukan penelitian, kekuatan sosial dan ekonomi berada di luar kendali siapapun. Sehingga tanggung jawab etika sangat penting untuk memperkuat kebutuhan kajian mendalam mengenai pertimbangan sosial-ekonomi sebelum transgenik dilepas ke masyarakat. A. Bioteknologi dari Sudut Budaya/ Etika Berdasarkan Keputusan Menteri Riset dan Teknologi No.112 Tahun 2009, menyatakan bahwa bioetika adalah ilmu hubungan timbal balik sosial ( Quasi Social Science) yang menawarkan pemecahan terhadap konflik moral yang muncul dalam penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya hayati. Diperlukan ramburambu berperilaku (etika) bagi para pengelola ilmu pengetahuan, ilmuwan dan ahli teknologi yang bergerak di bidang biologi molekuler dan teknologi rekayasa genetika. Bioetika akan dapat berfungsi sebagai pemanduan, pengawalan, dan pemantauan dan pengawasan. Bahaya bioteknologi misalnya digunakan untuk senjata biologis dan memunculkan organisme strain jahat. Bakteri dan virus berbahaya dapat dikembangbiakkan dalam medium tertentu yang selanjutnya digunakan untuk senjata biologis. Sedangkan munculnya organisme strain jahat berasal dari fenotipe suatu organisme yang diubah menjadi organisme yang berbahaya dengan menyisipkan gen jahat melalui rekayasa genetika. Selain itu, bioteknologi juga mengganggu keseimbangan lingkungan. Hal ini dikarenakan banyaknya organisme yang dimanipulasi genetiknya sehingga mempengaruhi kehidupan organisme lain. Berikut beberapa etika dalam Bioteknologi di bidang Rekayasa Genetika: 1. Tanaman Transgenik Banyak pertanyaan yang timbul ketika rekayasa genetika digunakan pada keseluruhan organisme dibandingkan sel tunggal. Salah satu manfaat dari adanya rekayasa genetika dan juga yang menyebabkan kontroversi terbesar adalah adanya produksi dari organisme yang secara genetik dimodifikasi (GM organism), terutama hasil panen tanaman GM. Tujuan dari diciptakannya tanaman transgenik adalah untuk mendapat tanaman yang tahan terhadap pestisida, penyakit, iklim yang buruk, dan produksi panen yang lebih baik.
Banyak hal yang perlu diperhatikan dengan adanya tanaman yang dimodifikasi secara genetik. Menurut Myhr and Traavik (1999), beberapa risiko ekologis tanaman transgenik yang dikhawatirkan berupa: a. Potensi perpindahan gen ke tanaman kerabat b. Potensi perpindahan gen ke organisme lain bukan kerabat c. Pengaruh tanaman transgenik terhadap organisme bukan sasaran d. Pengurangan keanekaragaman hayati ekosistem dan e. Perkembangan resistensi serangga terhadap tanaman transgenik. Dalam melaksanakan rekayasa genetik, manusia harus menentukan apakah modifikasi genetik pada suatu organisme, dalam kasus ini tanaman, akan melanggar kode etik atau tidak. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apakah dengan adanya tanaman transgenik tersebut akan mempengaruhi ekosistem dan keseluruhan biodiversitas. Secara keseluruhan, dalam pemanfaatan produk hasil bioteknologi juga harus meninjau dari segi dampak yang diakibatkan. 2. Stem Cell Stem cell merupakan suatu sel prekursor yang berpotensi untuk berkembang menjadi berbagai macam sel yang berbeda. Sel stem dapat dibedakan menjadi sel stem embrionik dan sel stem dewasa. Sel stem embrionik adalah sel yang diambil dari inner cell mass yaitu suatu kumpulan sel yang terletak di satu sisi blastocyst yang berumur 5 hari dan terdiri dari 100 sel. Sel stem ini mempunyai sifat dapat berkembang biak secara terus menerus dalam media kultur optimal dan pada keadaan tertentu dapat diarahkan untuk berdiferensiasi menjadi berbagai sel yang terdiferensiasi seperti sel jantung, sel kulit, neuron, hepatosit dan sebagainya. Sel stem dewasa (Adult stem cells) adalah sel stem yang terdapat di semua organ tubuh, terutama di dalam sumsum tulang dan berfungsi melakukan regenerasi untuk mengatasi berbagai kerusakan yang selalu terjadi dalam kehidupan. Sel stem dewasa dapat diambil dari fetus (fetal stem cells), sumsum tulang (bone marrow stem cells), darah perifer atau tali pusat (umbilical cord blood stem cells, UCB). Sel stem embrionik sangat plastis dan mudah dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel, seperti neuron, kardiomiosit, osteoblast, fibroblast dan sebagainya., sehingga dapat dipakai untuk transplantasi jaringan yang rusak. Lagipula immunogenicity nya rendah, selama belum mengalami diferensiasi. Sel stem dewasa juga bisa dipakai untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, tetapi plastisitasnya sudah berkurang. Mengingat masalah etik, maka banyak negara lebih mengutamakan penelitian pemanfaatan sel stem dewasa pada berbagai penyakit degeneratif, sehingga tidak dihadapkan pada masalah dan kontroversi etika (Setiawan, 2006). Embrio memiliki status sama dengan anak atau manusia karena memiliki genom manusia secara lengkap, dan berpotensi untuk berkembang menjadi manusia (Darmanto, 2009). Menurut Thieman (2004) sel stem embrio secara teoritis dapat digunakan untuk membentuk jaringan lain, dengan transplantasi untuk memperbaiki atau mengganti jaringan yang rusak atau sakit. Hal ini memberi kesan menggunakan sel
stem embrio manusia untuk penelitian, jika dari proses tersebut memungkinkan untuk melakukan penelitian yang potensial dapat mengobati penyakit pasien. 3. Penerapan Bioteknologi Kloning Klon embrio dihasilkan dengan mentransfer embrio ke uterus, dianjutkan proses implantasi dan penyempurnaan tubuh dengan resiko dan faktor keamanan dalam perkembangan dan pertumbuhan, baik sebelum maupun sesudah kelahiran. Tingkat keberhasilan hidup saat lahir dan ketahanan hidup organisme hasil kloning rendah dan tengah diperdebatkan apakah hasil kloning manusia secara nyata dapat hidup secara sehat dan normal. Pertanyaan masyarakat tentang penelitian kelahiran kloning manusia juga harus dipikirkan. Sebagai contoh, jika suatu pasangan memutuskan untuk mendapatkan anak dengan teknik kloning, dengan menggunakan sel donor dari istri, klonnya secara genetik tidak akan menjadi anak perempuan melainkan menjadi saudar dari istri, seperti saudara kembar yang lahirnya terlambat, dan bukan keluarga dari suami. Pemikiran secara etis tentang hubungan keluarga dari hasil klon berisi tentang bagaimana dengan adanya ketiadaan hubungan keluarga dengan orang tua mungkin akan mengubah hubungan keluarga. Bagi pihak yang pro akan adanya kloning, kloning dianggap menguntungkan karena bagi manusia yang ingin punya keturunan, tapi karena satu dan lain hal tidak bisa mendapat anak dengan cara yang biasa. Memungut anak adalah suatu solusi, tapi anak itu secara biologis adalah anak orang lain. Dengan kloning, bisa dipastikan sang anak secara biologis berasal dari ayah atau ibunya, yaitu orang yang menyumbangkan sel DNA-nya. Alasan kedua adalah dengan kloning merupakan suatu cara sempurna untuk mendapatkan anak, sebab mereka tidak harus menikahi seorang lain dari lawan jenis. Alasan ketiga adalah merupakan suatu anugrah besar bagi masyarakat bila diciptakan kloning diri sendiri jika diri mereka begitu cerdas dan hebat. 4. E. coli sebagai sel inang Penggunaan bakteri E coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan diekspresikan produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini karena E coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga pada umumnya diisolasi dari tinja manusia (Wulandari, et al., 2014). B. Undang- Undang Etika Penelitian Bioteknologi di Indonesia Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, dapat diketahui bahwa etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi, serta penerapannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan destruktif bagi kemanusiaan dapat dihindarkan. Penting pula perlu diterapkan aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada mekanisme pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi (Ranika, 2012). Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan UndangUndang terkait dengan etika penelitian dalam bioteknologi (Muchtadi, 2007): 1. Perubahan Keempat UUD 1945 Pasal 31 ayat (5) yang menyatakan bahwa “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia” 2. Undang-Undang No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK pada pasal 22 yang mengamanatkan bahwa Pemerintah menjamin kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara serta keseimbangan tata kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup 3. Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan; pasal 13 yang mengantisipasi produk pangan yang dihasilkan melalui rekayasa genetika 4. Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman yang memberikan batasan-batasan perlindungan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (Menristek, 2009). 6. Keputusan Bersama Menristek, MenKes dan Mentan Tahun 2004 tentang Pembentukan Komisi Bioetika Nasional Sebagaimana dinyatakan oleh Darmanto (2009), Komisi Bioetik Nasional memiliki tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 7 antara lain: a. memajukan telaah masalah yang terkait dengan prinsip-prinsip bioetika, b. memberi pertimbangan kepada Pemerintah mengenai aspek bioetika dalam penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek yang berbasis pada ilmu pengetahuan hayati, c. menyebarluaskan pemahaman umum mengenai bioetika d. penelaahan prinsip-prinsip bioetika dalam memajukan iptek serta mengkaji dampaknya pada masyarakat e. peninjauan etika terhadap arah perkembangan iptek, khususnya ilmu-ilmu hayati. PERTANYAAN 1. Berikan contoh fenomena tanaman transgenik dan bagaimana ia perlu banyak dipertimbangkan? Jawab : Contoh yang dapat dikemukakan di sini adalah adanya tanaman transgenik Roundup-ready soybean yang tahan terhadap herbisida. Contoh lain adalah tanaman jagung Bt yang dimodifikasi untuk memproduksi racun dari bakteri Bacillus thuringiensis sehingga dengan kemampuan memproduksi racun itu tanaman tersebut dapat membunuh larva corn borer yang sangat merusak bagi tanaman jagung. Tanaman-tanaman transgenik tersebut berinteraksi dengan ekosistem dan interaksi tersebut harus diperhatikan. Dalam kasus jagung Bt tersebut, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa tanaman jagung Bt juga memproduksi pollen yang beracun bagi kupu-kupu Monarch. Di samping organisme target yaitu larva corn borer, racun tanaman ini juga berdampak pada serangga non target yaitu kupu-kupu Monarch. Efek yang dapat ditimbulkan oleh tanaman transgenik terhadap lingkungan juga harus diperhatikan, yaitu kemungkinan terjadinya penyerbukan silang tanaman transgenik dengan tanaman lain, sehingga gen penghasil racun dimiliki oleh tanaman yang baru dan
membunuh lebih banyak serangga. Terkait dengan sifatnya yang beracun bagi serangga, hal lain yang harus diperhatikan dengan adanya tanaman transgenik adalah apakah tanaman tersebut berbahaya bagi hewan dan manusia. 2. Apa yang menyebabkan stem cell menjadi kurang etis menurut pandangan agama? Jawab: Dilihat dari manfaatnya, sel stem memang sangat menjanjikan sebuah solusi bagi kesehatan manusia. Namun, melihat dua proses stem sel tadi yaitu stem sel embrionik dan stem sel dewasa. Stem sel embrioniklah yang sampai saat ini masih menjadi kontroversi karena stem sel embrionik mengambil bagian sel dari embrio, dimana embrio merupakan calon makhluk hidup. Pada penggunaan sel stem embrionik terdapat beberapa isu moral yaitu pandangan agama yang menyatakan bahwa embrio dianggap sebagai kehidupan baru yang harus dihormati. Penggunaan embrio untuk sel stem dapat disamakan dengan tindakan membunuh atau aborsi. DAFTAR RUJUKAN
Dano, Elenita C. 2007. Dampak Potensial Transgenik terhadap Sosial-Ekonomi, Budaya dan Etika: Prospek Kajian Dampak Sosial-Ekonomi. Malaysia: Third World Network Karmana, Wayan I. 2009. Adopsi Tanaman Transgenik dan Beberapa Aspek Pertimbangannya. Ganec Swara Vol. 3 (2) Menteri Negara Riset dan Teknologi. 2009. Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Tentang Pedoman Umum Bioetika Sumber Daya Hayati . Indonesia Myhr, A.I., dan Traavik, T. 1999. The Precantionary Principle to Deliberate Release of Genetically Modified Organisme (GMOs). Microbial Ecology in Health and Disease Vol.11, 1999. Syam, A., Rusastra, W., Sudaryanto, T. 2001. Keragaan dan Perspektif Sosial Ekonomi Pengembangan Teknologi Transgenik. FAE Vol. 19 (2) Thieman, Willian J, dan Michael A. Palladino. 2004. Introduction to Biotechnology. San Fransisco: Pearson Education, Inc. Wulandari, K., Dewi, S. N. R., Nisak, N. Z. 2014. Etika dalam Rekayasa Genetika dan Kontroversi Organisme Transgenik . Jakarta: Universitas Negeri Jakarta