BIOGRAFI PAHLAWAN DAN PERANNYA DALAM PROKLAMASI 1. Ir. SOEKARNO
Dr.(HC) Ir. H. Soekarno (nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia
dari
penjajahan
Belanda. Ia
adalah Proklamator
Kemerdekaan Indonesia
(bersama
dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya
Masa kecil dan remaja Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, RadenHardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur. Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Beberapa peran Bung Karno di antaranya adalah sebagai berikut. a. Bung Karno menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda bersama Bung Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo. b. Bung Karno menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama Bung Hatta. c. Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediamannya di jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
2. Drs. MOH. HATTA
Dr.(HC) Drs. H. Mohammad Hatta (lahir dengan nama Muhammad Athar, populer sebagai Bung Hatta; lahir di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat),Hindia Belanda, 12 Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, ekonom, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia bersama Soekarno memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda sekaligus memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945. Ia juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Latar belakang Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang keturunan aceh yang lama menetap di Sumatera Barat. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Ia lahir dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12 Agustus 1902. Namanya, Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti "harum". Ia merupakan anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam.
Pendidikan dan pergaulan Mohammad Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta. Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. Ia lalu pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913, kemudian melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917. Selain pengetahuan umum, ia telah ditempa ilmu-ilmu agama sejak kecil. Ia pernah belajar agama kepadaMuhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya. Beberapa peran Bung Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai berikut. a.
Bung Hatta menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda bersama Bung Karno dan Mr. Achmad Soebardjo.
b. Bung Hatta menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama Bung Karno.
3. ACHMAD SOEBARJO
Mr. Raden
Achmad
Soebardjo
Djojoadisoerjo (lahir
di Karawang, Jawa
Barat, 23
Maret 1896 – meninggal 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, dan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Achmad Soebardjo memiliki gelar Meester in de Rechten, yang diperoleh di Universitas Leiden Belanda pada tahun 1933.
Awal mula Achmad Soebardjo dilahirkan di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, tanggal 23 Maret 1896. Ayahnya bernama Teuku Muhammad Yusuf, masih keturunan bangsawan Aceh dari Pidie. Kakek Achmad Soebardjo dari pihak ayah adalah Ulee Balang dan ulama di wilayah Lueng Putu, sedangkan Teuku Yusuf adalah pegawai pemerintahan dengan jabatan Mantri Polisi di wilayah Teluk Jambe, Kerawang. Ibu Achmad Soebardjo bernama Wardinah. Ia keturunan Jawa-Bugis, dan merupakan anak dari Camat di Telukagung, Cirebon. Ayahnya mulanya memberinya nama Teuku Abdul Manaf, sedangkan ibunya memberinya nama Achmad Soebardjo. Nama Djojoadisoerjo ditambahkannya sendiri setelah dewasa, saat ia ditahan di penjara Ponorogo karena "Peristiwa 3 Juli 1946". Ia bersekolah di Hogere Burger School, Jakarta (saat ini setara dengan Sekolah Menengah Atas) pada tahun 1917. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya diUniversitas Leiden, Belanda dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Sarjana Hukum) di bidang undang-undang pada tahun 1933. Adapun peranan Mr. Achmad Soebardjo adalah sebagai berikut. Mr. Achmad Soebardjo menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda bersama Bung Karno dan Bung Hatta.
4. SUTAN SJAHRIR
Sutan
Syahrir (ejaan
lama:Soetan
Maret 1909 – meninggal
di Zürich, Swiss, 9
seorang politikus dan perdana sebagai Perdana
Menteri
Sjahrir)
(lahir
di Padang
April 1966 pada
umur
menteri pertama Indonesia Keturunan Indonesia dari 14
Panjang, Sumatera 57 bugis.
November 1945hingga 20
tahun) Ia
Juni 1947.
Barat, 5 adalah menjabat Syahrir
mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1948. Ia meninggal dalam pengasingan sebagai tawanan politik dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Sutan Syahrir ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 April 1966 melalui Keppres nomor 76 tahun 1966 . Syahrir lahir dari pasangan Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar Soetan Palindih dan Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto Gadang,Agam, Sumatera Barat [2] Ayahnya menjabat sebagai penasehat sultan Deli dan kepala jaksa (landraad) di Medan. Syahrir bersaudara seayah dengan Rohana Kudus, aktivis serta wartawan wanita yang terkemuka. Sekolah MULO di Medan (sekitar tahun 1925)
Syahrir mengenyam sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO) terbaik di Medan, dan membetahkannya bergaul dengan berbagai buku-buku asing dan ratusan novel Belanda. Malamnya dia mengamen di Hotel De Boer(kini Hotel Natour Dharma Deli), hotel khusus untuk tamu-tamu kulit putih. Pada 1926, ia selesai dari MULO, masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung, sekolah termahal di Hindia Belanda saat itu. Di sekolah itu, dia bergabung dalam Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai sutradara, penulis skenario, dan juga aktor. Hasil mentas itu dia gunakan untuk membiayai sekolah yang ia dirikan,Tjahja Volksuniversiteit, Cahaya Universitas Rakyat. Adapun peran Sutan Sjahrir sebagai berikut. a. Peran sutan syahrir yaitu sebagai pemimpin perlawanan bawah tanah tuk menyerang atau melawan jepang b. Peran Dr. Radjiman wedyaningrat yaitu sebagai ketua dari bpupki ( badan persiapan usaha kemerdekaan Indonesia)
5. SAYUTI MELIK
Mohamad Ibnu Sayuti atau yang lebih dikenal sebagai Sayuti Melik (lahir di Sleman, Yogyakarta, 22 November 1908 – meninggal di Jakarta, 27 Februari 1989 pada umur 80 tahun), dicatat dalam sejarah Indonesia sebagai pengetik naskah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Dia adalah suami dari Soerastri Karma Trimurti, seorang wartawati dan aktifis perempuan di zaman pergerakan dan zaman setelah kemerdekaan.
Masa Muda Dilahirkan pada tanggal 22 November 1908, anak dari Abdul Mu'in alias Partoprawito, seorang bekel jajar atau kepala desa di Sleman, Yogyakarta. Sedangkan ibunya bernama Sumilah. Pendidikan dimulai dari Sekolah Ongko Loro (Setingkat SD) di desa Srowolan, sampai kelas IV dan diteruskan sampai mendapat Ijazah di Yogyakarta. Nasionalisme sudah sejak kecil ditanamkan oleh ayahnya kepada Sayuti kecil. Ketika itu ayahnya menentang kebijaksanaan pemerintah Belanda yang menggunakan sawahnya untuk ditanami tembakau. Ketika belajar di sekolah guru di Solo, 1920, ia belajar nasionalisme dari guru sejarahnya yang berkebangsaan Belanda, H.A. Zurink. Pada usia belasan tahun itu, ia sudah tertarik membaca majalah Islam Bergerak pimpinan K.H. Misbach di Kauman, Solo, ulama yang berhaluan kiri. Ketika itu banyak orang, termasuk tokoh Islam, memandang Marxisme sebagai ideologi perjuangan untuk menentang penjajahan. Dari Kiai Misbach ia belajar Marxisme. Perkenalannya yang pertama dengan Bung Karno terjadi di Bandung pada 1926. Tulisan-tulisannya mengenai politik menyebabkan ia ditahan berkali-kali oleh Belanda. Pada tahun 1926 ditangkap Belanda karena dituduh membantu PKI dan selanjutnya dibuang ke Boven Digul (1927-1933). Tahun 1936 ditangkap Inggris, dipenjara di Singapura selama setahun. Setelah diusir dari wilayah Inggris ditangkap kembali oleh Belanda dan dibawa ke Jakarta, dimasukkan sel di Gang Tengah (1937-1938). Peran Sayuti Melik adalah sebagai berikut. Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi setelah ia sempurnakan dari tulisan tangan Bung Karno.
6. SUKARNI KARTODIWIRJO
Soekarni (EYD: Sukarni;
lahir
di Blitar, Jawa
Timur, 14
Juli 1916 – meninggal
di Jakarta, 7
Mei 1971 pada umur 54 tahun), yang nama lengkapnya adalah Soekarni Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang kemerdekaan dan Pahlawan Nasional Indonesia. Gelar Pahlawan Nasional Indonesia disematkan oleh Presiden Joko Widodo, pada 7 November 2014 kepada perwakilan keluarga di Istana Negara Jakarta.
Kelahiran dan masa kecil Sukarni lahir hari Kamis Wage di desa Sumberdiran, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Namanya
jika
dijabarkan
berarti
"Su"
artinya lebih sedangkan
"Karni"
artinya
banyak memperhatikan dengan tujuan oleh orangtuanya agar Sukarni lebih memperhatikan nasib bangsanya yang kala itu masih dijajah Belanda. Sukarni merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara. Ayahnya adalah Kartodiwirjo, keturunan dari Eyang Onggo, juru masak Pangeran Diponegoro. Ibunya bernama Supiah, gadis asal Kediri. Keluarga Sukarni bisa dikatakan berkecukupan jika dibanding penduduk yang lain. Ayahnya membuka toko daging di pasar Garum dan usahanya sangat laris. Sukarni masuk sekolah di Mardisiswo di Blitar (semacam Taman Siswa yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara). Di sekolah ini Sukarni belajar mengenai nasionalismemelalui Moh. Anwar yang berasal dari Banyumas, pendiri Mardidiswo sekaligus tokoh pergerakan Indonesia. Sebagai anak muda, Sukarni terkenal kenakalannya karena sering berbuat onar. Dia sering berkelahi dan hobi menantang orang Belanda. Dia pernah mengumpulkan 30-50 orang teman-temannya dan mengirim surat tantangan ke anak muda Belanda untuk berkelahi. Lokasinya di kebun raya Blitar, dekat sebuah kolam. Anak-anak Belanda menerima tantangan itu dan terjadilah tawuran. Kelompok Sukarni memenangkan perkelahian itu dan anak Belanda yang kalah dicemplungkan ke kolam. Peran Sukarni antara lain sebagai berikut. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks Proklamasi adalah Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia.
7. B.M. DIAH
Burhanuddin Mohammad Diah (lahir di Kutaraja, yang kini dikenal sebagai Banda Aceh, 7 April 1917 – meninggal di Jakarta, 10 Juni 1996 pada umur 79 tahun) adalah seorang tokoh pers, pejuang kemerdekaan, diplomat, dan pengusaha Indonesia.
Masa kecil Nama asli B.M. Diah yang sesungguhnya hanyalah Burhanuddin. Nama ayahnya adalah Mohammad Diah, yang berasal dari Barus, Sumatera Utara. Ayahnya adalah seorang pegawai pabean di Aceh Barat yang kemudian menjadi penerjemah. Burhanuddin kemudian menambahkan nama ayahnya kepada namanya sendiri. Ibunya, Siti Sa'idah (istri pertama Diah) adalah wanita Aceh yang menjadi ibu rumah tangga. Burhanuddin, anak bungsu dari 8 bersaudara, juga mempunyai dua orang saudara tiri dari istri kedua ayahnya.
Melanjutkan sekolah Pada usia 17 tahun, Burhanuddin berangkat ke Jakarta dan belajar di Ksatriaan Instituut (sekarang Sekolah Ksatrian) yang dipimpin oleh Dr. E.E. Douwes Dekker. Burhanuddin memilih jurusan jurnalistik, namun ia banyak belajar tentang dunia kewartawanan dari pribadi Douwes Dekker. Burhanuddin sesungguhnya tidak mampu membayar biaya sekolah. Namun melihat tekadnya untuk belajar, Dekker mengizinkannya terus belajar dan bahkan memberikan kesempatan kepadanya menjadi sekretaris di sekolah itu. Peran B.M. Diah sebagai berikut. Beliau merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar berita Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.
8.
Biografi Jusuf Kunto
Jusuf Kunto lahir di Salatiga pada tanggal 1921. Jusuf Kunto sebenarnya bernama asli Kunto, namanya berubah menjadi Jusuf Kunto sejak tahun 1937, diambil dari nama kakak sepupunya, Mr. Jusuf Suondo. Ayah Jusuf Kunto bekerja sebagai mantri kesehatan di tambang timah Bangka, dan Jusuf Kunto menempuh pendidikan formalnya di Hollandsch Chinesche Scuool, sekolah khusus untuk orang keturunan china. Sebelum menjadi tokoh perjuangan kemerdekaan RI, Jusuf Kunto pernah menjadi seorang tentara Jepang. Ia menyelesaikan studinya di Politeknik Waseda University, Tokyo. Ia merupakan rombongan terakhir pemudaJepang yang di rekrut menjadi pilot pesawat tempur Jepang di California, America Serikat. Ia juga pernah terlibat dalam tugas pengintaian dan pemboman Morsby, Papua Nugini. Karir militernya bersama pasukan militer Jepang harus terhenti ketika pesawat yang ditumpanginya tertembak saat terjadinya pertempuran udara di Morotai dan Halmahera, Maluku. Jusuf Kunto dibawa ke Jakarta untuk dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo. Ia menjalani hubungan baik dengan seorang mahasiswi fakultas kedokteran di Jakarta dan Jusuf Kunto akhirnya menikah. Jusuf Kunto akhirnya diakui sebagai tentara Jepang, tetapi membantu perjuangan Indonesia secara sembunyi-sembunyi. Setelah Indonesia merdeka, Jusuf Kunto bergabung bersama badan keamanan rakyat. Pada tanggal 16 Agustus 1945, saat itu dua tokoh senior Indonesia Bung Karno dan Bung Hatta diculik sekawanan pemuda di Rengas Dengklok 20 KM arah utara Karawang, Jawa Barat. Di antara mereka ada Jusuf Kunto, Sukarni dan anggota PETA (Pembela Tanah Air, pasukan tempur bentukan Jepang di Indonesia). Jusuf Kunto dalam peristiwa berkesan tersebut menyejajarkan dirinya dengan tokoh pemuda dan PETAlainnya. Padahal, sebelumnya ia adalah orang Indonesia yang menjadi anggota bala tentara Jepang dalam perang dunia II di kawasan Pasifik.
9. LATIEF HENDRANINGRAT
Latief Hendraningrat Pengibar Bendera Pusaka Sewaktu Proklamasi - lahir di Jakarta, 15 Februari 1911 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1983 pada umur 72 tahun) adalah seorang prajurit PETA berpangkat Sudanco pengerek bendera Sang Saka Merah Putih tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56. Beliau mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Hukum. Saat menjadi mahasiswa itu ia sekaligus mengajar bahasa Inggris di beberapa sekolah menengah swasta, seperti yang dikelola oleh Muhammadiyah dan Perguruan Rakyat. Ia pernah dikirim oleh pemerintah Hindia Belanda ke World Fair) di New York, sebagai ketua rombongan tari. Dalam masa pendudukan Jepang ia giat dalam Pusat Latihan Pemuda (Seinen Kunrenshoo), kemudian menjadi anggota pasukan Pembela Tanah Air (Peta). Dalam masa setelah Proklamasi Kemerdekaan, beliau terlibat dalam berbagai pertempuran. Kemudian menjabat komandan Komando Kota ketika Belanda menyerbu Yogyakarta (1948). Setelah berhasil keluar dari Yogyakarta yang sudah terkepung, beliau melakukan gerilya. Setelah penyerahan kedaulatan, beliau mula-mula ditugaskan di Markas Besar Angkatan Darat, kemudian ditunjuk sebagai atase militer Rl untuk Filipina (1952), lalu dipindahkan ke Washington hingga tahun 1956. Sekembalinya di Indonesia beliau ditugaskan memimpin Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD, yang kini menjadi Seskoad). Jabatannya setelah itu antara lain rektor IKIP Negeri Jakarta (1964-1965). Pada tahun 1967 Hendraningrat memasuki masa pensiun dengan pangkat brigadir jenderal. Sejak itu beliau menjadi seorang wiraswastawan dan aktif di Yayasan Perguruan Rakyat, organisasi Indonesia Muda dan ASITA (Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies).[gs] Peran Latief Hendraningrat sebagai berikut. Pengibar sang bendera merah putih
10. SUHUD
S. Suhud Pengibar Bendera Pusaka Sewaktu Proklamasi S. Suhud atau lengkapnya Suhud Sastro Kusumo, Beliau adalah salah seorang pengibar bendera pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Tepatnya sebagai pendamping Pak latif Hendraningrat. Bagaimana ceritanya soal peristiwa Proklamasi ini ? Soediro (Mantan Walikota Jakarta tahun 50-an), saat tahun 1945 menjabat wakil kepala barisan Pelopor, bercerita. Sejak tanggal 14 Agustus 1945, dia menugaskan Soehoed (Foto diatas, tampak dalam proklamasi foto sebagai seorang pemuda bercelana pendek) dan beberapa orang pelopor istimewa untuk menjaga keluarga Soekarno. Pada tanggal 16 Agustus 1945 subuh, Soehoed melaporkan bahwa telah datang Soekarni dan Chaerul Saleh dan kawan-kawannya. Demikian juga ketika Soekarno sekeluarga dibawa pergi tidak ada kecurigaan sebagai peristiwa penculikan. Pada mereka timbul semangat lagi ketika Soekarno kembali pada tanggal 16 Agustus 1945 malam hari. Berkaitan dengan perintah Dr Muwardi (pimpinan barisan Pelopor Jakarta) untuk melakukan persiapan upacara 17 Agustus 1945, Soediro memanggil para pembantunya untuk turut menyebarkan akan adanya acara sangat penting pada tanggal 17 Agustus 1945. Misalnya K.Gunadi diserahkan tugas untuk menyampaikan instruksi tertulis yang ditujukan pada para anggota barisan pelopor istimewa dan eksponen barisan pelopor lainnya. Sedangkan Daitai-daitai (pimpinan di kawedanaan) dan Cutai-cutai (pimpinan dikecamatan) banyak yang sudah dihubungi sendiri, secara pertilpun atau perkurir. Instruksinya antara lain, berkumpul dilapangan Ikada tanpa membawa panji pelopor pada jam 11.00 untuk keperluan menghadiri upacara penting. Mereka tidak tahu terjadinya perubahan tempat, sehingga ketinggalan acara. Namun menuntut terus agar Soekarno membacakan lagi Proklamasi. Akhirnya Soekarno yang sudah masuk kamar, keluar lagi dan menjelaskan melalui mikrofon bahwa pembacaan Proklamasi tidak dapat diulang. Karena masih kurang puas mereka minta kepada Hatta untuk memberikan amanat singkat. Hatta kemudian meluluskannya . Yang juga terlambat adalah Dr Radjiman Wedjodiningrat dan beberapa anggota PPKI. Setelah acara selesai, Soediro dan Dr Muwardi memilih 6 orang anggota barisan pelopor istimewa, pelatih pencak silat menjadi pengawal Soekarno-Hatta Kelompok ini dipimpin oleh Soemartojo. Sampai selesainya proklamasi fihak Jepang tidak menyadari apa yang telah terjadi. Mereka baru datang setelah Hatta pulang kerumahnya. Tiga orang perwira Jepang yang datang ini mengaku diutus Gunseikanbu (kepala pemerintahan militer Jepang) untuk melarang Proklamasi. Tapi Soekarno yang menghadapinya dengan tenang, menjawab bahwa Proklamasi sudah dilaksanakan Peran Suhud sebagai berikut. Pengibar sang bendera merah putih
11. SUWIRJO
Pada masa mudanya Suwiryo aktif dalam perhimpunan pemuda Jong Java dan kemudian PNI. Setelah PNI bubar tahun 1931, Suwiryo turut mendirikanPartindo. Pada zaman kependudukan Jepang, Suwiryo aktif di Jawa Hokokaidan Putera. Setelah proklamasi kemerdekaan Ketika kedua pemimpin bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan, Suwiryo-lah salah seorang yang bertanggungjawab atas terselenggaranya proklamasi di kediaman Bung Karno. Semula akan diselenggarakan di Lapangan Ikada (kini Monas) tetapi karena balatentara Jepang masih gentayangan dengan senjata lengkap, dipilih di kediaman Bung Karno. Setelah Perang Kemerdekaan Pada 17 Februari 1950 Presiden RIS, Sukarno mengangkatnya kembali sebagai Walikota Jakarta Raya. Pada 2 Mei 1951, Suwiryo diangkat jadi Wakil PM dalam Kabinet SukimanSuwirjo (April 1951 - April 1952). Jabatan wali kota diganti oleh Syamsurizal (Masyumi). Setelah berhenti menjadi Wakil PM, kemudian Suwiryo diperbantukan beberapa saat di Kementrian Dalam Negri. Setelah itu Suwiryo menjabat sebagai Presiden Direktur Bank Umum merangkap Presiden Komisaris Bank Industri Negara (BIN) yang kemudian dikenal dengan Bapindo. Suwiryo meninggalkan dunia perbankan setelah terpilih menjadi Ketua Umum PNI. Lepas dari kegiatan partai, Suwiryo menjadi anggota MPRS dan kemudian menjadi anggota DPA.[3][4] Pendidikan dan pekerjaan Suwiryo menamatkan AMS dan kuliah di Rechtshogeschool namun tidak tamat. Suwiryo sempat bekerja sebentar di Centraal Kantoor voor de Statistik. Kemudia ia bergiat di bidang partikelir, menjadi guru Perguruan Rakyat, kemudian memimpin majalah Kemudi. Menjadi pegawai pusat Bowkas "Beringin" sebuah kantor asuransi. Pernah juga menjadi pengusaha obat di Cepu. Peran Suwirjo sebagai berikut. Beliau adalah Gubernur Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara proklamasi dan pembacaan proklamasi berjalan aman dan lancar.
12. FRANS SUMARTO MENDUR
Frans Sumarto Mendur Tokoh Pemotret Peristiwa Proklamasi mendengar kabar dari sumber di harian Asia Raya bahwa ada peristiwa penting di kediaman Soekarno. Alexius Impurung Mendur, abangnya yang menjabat kepala bagian fotografi kantor berita Jepang Domei, mendengar kabar serupa. Kedua Mendur bersaudara ini lantas membawa kamera mereka dan mengambil rute terpisah menuju kediaman Soekarno. Kendati Jepang telah mengaku kalah pada sekutu beberapa hari sebelumnya, kabar tersebut belum diketahui luas di Indonesia. Radio masih disegel Jepang dan bendera Hinomaru masih berkibar di mana-mana. Patroli tentara Jepang masih berkeliaran dan bersenjata lengkap. Dengan mengendap-endap, Mendur bersaudara berhasil merapat ke rumah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini, Jakarta, tatkala jam masih menunjukkan pukul 05.00 pagi. Pukul 08.00, Soekarno masih tidur di kediamannya lantaran gejala malaria. Soekarno juga masih lelah sepulang begadang merumuskan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda, Jalan Imam Bonjol Nomor 1. Dibangunkan dokternya untuk minum obat, Soekarno lantas tidur lagi dan bangun pukul 09.00. Di Jakarta, pukul 10.00 pada hari Jumat pagi itu Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Upacara proklamasi kemerdekaan berlangsung sederhana, tanpa protokol. Satu contoh ironi yang selalu dilupakan orang dalam “mengingat” peristiwa kemerdekaan adalah foto peristiwa proklamasi. Salah satu karya foto yang monumental dalam sejarah kemerdekaan Indonesia adalah foto yang dijepret oleh Frans Soemarto Mendur, seorang wartawan IPPHOS (Indonesia Press Photo Services). Foto tersebut memuat adegan pembacaan teks proklamasi dan pengibaran bendera merah putih sebagaimana yang kita saksikan di dalam buku-buku sejarah perjuangan. Itu adalah satu-satunya foto yang menjadi dokumentasi terpenting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Sangat disayangkan dan sungguh ironis, tidak ada dokumentasi lain yang kita miliki seputar pemotretan proklamasi kemerdekaan selain jepretan Frans itu. Bayangkan kalau Frans luput menjepret. Janganjangan proklamasi kemerdekaan kita hanya berlalu dari mulut ke mulut.[gs] Peran Frans S. Mendur sebagai berikut. Beliau seorang wartawan yang menjadi perekam sejarah melalui gambar-gambar hasil bidikannya pada peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia bersama kawan-kawannya di Ipphos (Indonesia Press Photo Service).
13. SYAHRUDDIN
Syahruddin adalah seorang telegraphis pada kantor berita Jepang (DOMEI) yang mengabarkan berita proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia secara sembunyi-sembunyi ketika personil jepang istirahat pada tanggal 17 agustus 1945 jam 4 sore. Tanpa jasa syahruddin, maka niscaya berita proklamasi tidak akan cepat disebarluaskan.
Jumat, 17 Agustus 1945, sekitar jam 17:30 WIB. Saat itu Pak Jusuf sedang berada di kantornya, Hoso Kyoku (Radio Militer Jepang di Jakarta). Tiba-tiba muncullah Syahruddin, seorang pewarta dari kantor berita Jepang Domei dengan tergesa-gesa. (Catatan: Pak Jusuf sempat meralat kebenaran berita bahwa yang datang itu adalah sejarawan Des Alwi). Syahruddin yang masuk ke kantor Hoso Kyoku dengan melompati pagar itu menyerahkan selembar kertas dari Adam Malik yang isinya “Harap berita terlampir disiarkan”. Berita yang dimaksud adalah Naskah Proklamasi yang telah dibacakan Bung Karno jam 10 pagi. Masalahnya, semua studio radio Hoso Kyoku sudah di jaga ketat sejak beberapa hari sebelumnya, tepatnya sehari setelah Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh Amerika. Jusuf kemudian berunding dengan rekan-rekannya, diantaranya Bachtiar Lubis (kakak dari Sastrawan dan tokoh pers Indonesia Mochtar Lubis) dan Joe Saragih, seorang teknisi radio. Beruntung, studio siaran luar negeri tidak dijaga. Saat itu juga dengan bantuan Joe, kabel di studio siaran dalam negeri di lepas dan disambungkan ke studio siaran luar negeri. Tepat pukul 19:00 WIB selama kurang lebh 15 menit Jusuf pun membacakan kabar tentang proklamasi di udara, sementara di studio siaran dalam negeri tetap berlangsung siaran seperti biasa untuk mengecoh perhatian tentang Jepang. Belakangan tentara Jepang mengetahui akal bulus Jusuf dan kawan-kawannya. Mereka pun sempat disiksa. Beruntung mereka selamat. Malam itu pun radio Hoso Kyoku resmi dinyatakan bubar, tetapi dunia saat itu juga sudah mengetahui kabar tentang proklamasi langsung dari mulut Jusuf Ronodipuro. Sayang rekaman suara ini tidak diketahui lagi keberadaannya, atau jangan-jangan sudah tidak ada mengingat malam itu juga radio tersebut ditutup oleh Jepang.[gs] Peran Syahruddin sebagai berikut. Mengabarkan berita proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia secara sembunyisembunyi ketika personil jepang istirahat pada tanggal 17 agustus 1945 jam 4 sore.
14. JUSUF PONODIPURO
Moehammad Joesoef Ronodipoero atau hanya Yusuf Ronodipuro (lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 30 September 1919 – meninggal di Jakarta Selatan, 27 Januari 2008 pada umur 88 tahun) adalah duta besar Indonesia. Pada awalnya ia dikenal sebagai penyiar kemerdekaan Republik Indonesia secara luas. Selain itu ia pernah menjadi Duta Besar luar biasa Indonesia di Uruguay, Argentina, dan Chili. Yusuf Ronodipuro dianggap sebagai salah satu tokoh pahlawan Indonesia karena perannya dalam menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia saat dia bekerja di Radio Hoso Kyoku. Dia juga adalah salah satu pendiri dari Radio Republik Indonesia pada tanggal 11 September 1945, yang berdiri sampai sekarang, dan kemudian hari jadinya diperingati setiap tanggal 11 September.
Latar belakang Yusuf Ronodipuro lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 30 September 1919. Pasangannya bernama Siti Fatima Rassat, dan mempunyai tiga anak: Dharmawan, Irawan, dan Fatmi. Dia meninggal dunia di RSAD Gatot Soebroto tanggal 27 Januari 2008 karena penyakit komplikasi stroke dan kanker paruparu yang disebabkan kebiasaannya sebagai perokok berat. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta tanggal 28 Januari. Namun, pemakamannya tidak dihadiri banyak orang karena berbarengan dengan peristiwa kematian dan pemakaman Soeharto, Presiden ke-2 Indonesia. Peran Jusuf Ponodipuro sebagai berikut. Menyiarkan berita proklamasi Indonesia ke seluruh dunia dan rakyat Indonesia.
15. WIKANA
Wikana (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 18 Oktober 1914 - meninggal di ?, 1966) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Bersama Chaerul Saleh, Sukarnidan pemuda-pemuda lainnya dari Menteng 31, mereka menculik Soekarno dan Hatta dalam Peristiwa Rengasdengklok dengan tujuan agar kedua tokoh ini segera membacakan Proklamasi Kemerdekaan setelah kekalahan Jepang dari Sekutu pada tahun 1945. Wikana termasuk dalam daftar orang yang menghilang dan diduga meninggal dibunuh dalam lembaran hitam tragedi Pembantaian di Indonesia 1965–1966 pasca peristiwa G30S.
Keluarga Wikana terlahir dari keluarga menak Sumedang. Ayahnya, Raden Haji Soelaiman, pendatang dari Demak, Jawa Tengah. Kendati menak merupakan golongan yang mendapatkan previlese semasa penjajahan, tidak demikian halnya dengan keluarga Wikana. Bahkan salah seorang kakanya, Winanta adalah seorang Digulis.
Pendidikan Boleh dibilang Wikana punya otak encer. Sebagai anak priayi, dia punya hak untuk mengenyam pendidikan. Tapi untuk masuk ELS (Europeesch Lagere School), sekolah dasar yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar, tidak cukup bermodal anak raden saja. Kemampuan bahasa Belanda dan kepintaran si anak menjadi standar utama. Wikana kecil memenuhi syarat itu dan berhasil lulus dari ELS. Lepas dari ELS Wikana melanjutkan sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Semasa muda itulah Wikana sempat menjadi salah satu dari sekian pemuda satelit Bung Karno di Bandung. Peran Wikana sebagai berikut. Utusan yang menyampaikan putusan golongan muda kepada Soekarno-Hatta.