Bahan Kultur Ovul 3. Kultur bakal buah (Ovule culture) Pada tahun 1920 telah ditemukan terjadinya partenokarpi spontan di dalam sel telur. Penemuan ini memacu para peneliti untuk mengembangkan kultur ovul pada tahun 1950-1960, akan tetapi hasilnya belum memuaskan.Pada tahun 1970-an, beberapa hasil penelitian tentanbg kultur ovul muda yang belum dibuahi, dipublikasikan, antara lain: a. Kultur ovul Solanum melongena (Uchimiya et al, 1971 dalam Yang et al, 198 6). b. Zea mays (Uchimiya et al, 1971 dalam Yang et al,1986). c. Gossypium hirsutum (Jenson et al, 1977). Pada dekade berikutnya tahun 1980-an, terdapat beberapa penelitian lagi: a. Gerbera jamesomii (Sitpon, 1980; 1981). b. Nicotiana tabacum (Ran, 1980 dalam Yang et al, 1986). c. Helianthus annus (Yang et al, 1986). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur ovul. Sebagian faktor-faktor yang ditemukan, merupakan faktor-faktor yang juga mempengaruhi keberhasilan kultur polen; tetapi ada juga yang tidak serupa. Faktor-faktor tersebut adalah: a. Genotipe Tanaman Donor. Dari 19 varietas padi, terdiri dari 15 varietas japonica dan 4 varietas dari Indica. Dari kelompok japonica, frekuensi gynogenesis berkisar antara 1,1-2,8%. Frekuensi keberhasilan japonika dan Indica dalam gynogenesis ini menunjukkan kecenderungan yang sama dengan k emampuan androgenesis dari kelompok varietas tersebut. b. Tingkat Perkembangan Kantong Embrio. Tingkat perkembangan embrio yang optimal adalah pada saat akhir uninukleat sampai awal tetranukleat. Keadaan ini sukar siamati, tetapi dapat disejajarkan dengan tingkat akhir uninukleat dan awal binukleat dalam pollen. c. Perlakuan Temperatur Rendah Perlakuan suhu 12-13oC selama 6 hari sesudah ovari/ovul ditanam, meningkatkan frekuensi gynogenesis. Akan tetapi perlakuan temperatur rendah bukan m erupakan faktor kritis. d. Bagian-bagian Bunga. Bagian-bagian bunga berperan dalam mengirimkan bahan-bahan nutrisi dan bahan aktif lain ke bagian ovul. Hal ini terbukti bahwa bagian-bagian bunga seperti pedicle, calyx atau glume memegang peranan penting. Inokulasi bunga utuh (dengan pistil, stamen, receptacle) menunjukkan hasil terbaik, bila stamen dibuang juga masih menunjukkan hasil yang baik, sedangkan bila hanya bagian pilstil saja yang ditanam maka tidak ada respon yang diperoleh. e. Bentuk Fisik Media Media cair lebih mendukung gynogenesis dalam kultur ovul dibandingkan dengan media padat. Hasil ini serupa dengan hasil yang diperoleh dalam kultur anther. f. Zat Pengatur Tumbuh Untuk kultur ovul padi media induksi :Media dasar + 0,125-0,5 mg/l MCPA (2-methyl-4-
chlorophenoxy acetid acid + 0,125-0,5 mg/l Picloram (4-amino-3,5,6-tricloropicolinic acid + 3-6% sukrosa. Media diferensiasi: Media dasar + 2 mg/l kinetin + 0,5 mg/l IAA atau + 0,25 mg/l NAA + 3-6%. Media perakaran: Media dasar + 0,5 mg/l IAA + 1,5% sukrosa + 0,1% ar ang aktif - Salah Satu Metode Kultur ovule yaitu dengan eliminasi kromosom
Produksi tanaman haploid lewat penyelamatan embrio hasil persilangan antar jenis tertentu. Salah satu cara yang dilakukan untuk memperoleh tanaman haploid adalah silangan antar spesies tertentu. Contohnya adalah persilangan antara Hordeum vulgare dengan H. bulbosum. Setelah penyilangan yang kemudian diikuti oleh pembuahan, kromosom H. bulbosum tereliminasi sehingga hanya kromosom H. bulbosum yang terekspresi, sehingga dapat dihasilkan biji haploid dari silangan ini. Sayangnya persilangan ini mengakibatkan embrio gugur (buah gugur) sebelum buah tersebut dewasa. Hasil silangan ini (buah haploid) tidak akan dapat diperoleh apabila buah muda tersebut tidak diselamatkan dengan cara memanennya sebelum gugur lalu mengecambahkan embrio muda (teknik embryo rescue) ini secara in-vitro. 3. Penyerbukan bakal biji (Ovular Pollination) Yaitu penyerbukan secara artifisial dengan cara menaburkan pollen pada langsung pada bakal biji (ovule) dengan cara mengeluarkan mengeluarkan ovule dari ovarium (bakal buah) terlebih dahulu. Keberhasilan dari teknik polinasi in vitro sangat tergantung pada: a. Eksplan butir pollen dan ovule pada fase perkembangan yang tepat b. Pemilihan media yang tepat yang dapat memacu perkecambahan tabung pollen dan perkembangan embrio. Untuk mendapatkan tanaman haploid Tanaman haploid dapat diperoleh melalui kultur ovule, anther atau mikrospora. Mikrospora adalah singgel sel haploid, totipoten dan tersedia dalam jumlah yang hampir tidak terbatas. Dengan teknik kultur mikrospora dapat dihasilkan tanaman haploid, penggandaan kromosom dapat dilakukan dengan agensia pengganda kromosom, sehingga dapat dihasilkan tanaman dobel haploid yang homozigot. Tanaman haploid dan dobel haploid mempunyai nilai yang sangat berharga bagi pemulia tanaman. Pada beberapa tanaman serealia, penggandaan kromosom terjadi secara spontan, sehingga dapat langsung digunakan pada program pemuliaan tanaman. Varietas-varietas komersial telah diproduksi pada pemuliaan dengan menggunakan dobel haploid, misalnya gandum varietas Florin di Perancis (Henry dan De Buyser, 1990). Keunggulan utama dari tanaman dobel haploid t ampak pada cepatnya homczygosity diperoleh, tanaman yang dihasilkan mencerminkan sampel acak dari rekombinasi gamet y ang terjadi pada meiosis, dan ekspresi dari gen-gen resesif. Untuk pengembangan varietas pada kebanyakan tanaman, tahapan kritis adalah penetapan galur murni. Tanaman homozygot yang stabil adalah galur murni, tanaman seperti itu digunakan sebagai varietas akhir atau sebagai induk untuk memproduksi biji hibrida. Secara tradisional, para pemulia mendapat tanaman homozygot dengan cara self-fertilization atau back cross, proses yang memakan banyak waktu. Dengan teknik kultur mikrospora, sel-sel gamet jantan diinduksi menjadi embriogenik, sehingga tanaman dobel haploid dapat dihasilkan dalam satu generasi saja. Efisiensi seleksi juga
dapat ditingkatkan dengan produksi tanaman haploid, karena fenotip dari tanaman tidak tertutupi oleh efek dominan, sifat resesif dan dominan sama-sama terekspresi dan karenanya lebih mudah diseleksi. B. Teknik Embryo Rescue Hibrid yang dapat hidup (viable) dihasilkan dari hasil persilangan seksual antara dua varietas suatu spesies. Jika persilangan seksual dilakukan antar spesies dalam satu genus atau bahkan antar genus, maka biasanya sukar untuk dihasilkan hibrid karena adanya beberapa hambatan selama penyerbukan, pembuahan, atau embriogenesis. Dalam keadaan semacam ini biasanya embrio yang dihasilkan tidak berkembang. Untuk menyelamatkan embrio semacam itu maka dapat dilakukan pengambilan embrio ya ng belum matang dari biji dan menumbuhkannya dalam medium buatan untuk menghasilkan planlet. Teknik untuk menumbuhkan embrio yang belum matang semacam ini disebut embryo rescue. Dengan teknik ini dapat dilakukan persilangan antar dua varietas liar dan varietas yang dikultivasi. Persilangan semacam ini mempunyai potensi yang besar dalam pemuliaan tanaman karena pada umumnya varietas liar mempunyai ketahanan yang lebih tinggi terhadap hama dan penyakit dibanding varietas yang sudah dikultivar. 6.5 Kultur Anter/Ovul A. Metode Kultur Anter/Ovul Anter adalah kepala sari, pada kultur anter atau kultur tepung sari pada hakekatnya sama yang diharapkan adalah kultur tepung sarinya. Pada anter anggrek, tepung sari masih terdapat di dalam operculum. Kunci keberhasilan kultur anter adalah memacu tahap pertama untuk terjadi pembentukkan kalus, setelah itu dilanjutkan pada tahap untuk menumbuhkan plantet diantaranya yaitu dengan beberapa metode, yaitu: 1. Metode pertama adalah metode dimana media t ersebut sanggup menumbuhkan eksplan melalui kalus terus menjadi plantula, contohnya pada medium VW untuk kultur jaringan anggrek. 2. Metode kedua adalah metode yang digunakan untuk menumbuhkan plantet menjadi plantula dengan pindah media, karena pada media pertama hanya terbentuk kalus, 99 kemudian tidak berkembang menjadi tunas atau akar. S etelah terbentuk kalus, kalus dipindahkan ke media baru dengan tujuan agar tejadi pertumbuhan yang sempurna. Harus diperhatikan dalam kultur anther adalah zat-zat tambahan y ang dibutuhkan pada media induksi kalus dan media diferensiasi (menumbuhkan kalus menjadi plantula) adalah berbeda. Zat tambahan atau hormon untuk induksi kalus adalah 2,4-D atau NAA pengganti 2,4-D. Sedangkan untuk media diferensiasi adalah kombinasi sitokinin dan auksin, 2,4-D tidak digunakan dan kadar sukrosanya dikurangi. Pada pelaksanaannya seringkali anthernya diikutkan untuk dikulturkan agar pertumbuhan serbuk sarinya lebih baik. Hanya harus hati-hati karena setelah tumbuh membentuk kallus maka kita harus dapat memastikan sel mana yang merupakan sel kalus yang berasal dari sel gamet jantan (serbuk sari) dan mana yang merupakan sel somatik/anther. Setelah didapatkan tanaman anggrek yang dapat tumbuh dengan baik maka tanaman tersebut dapat kita perbanyak dengan multiplikasi biasa atau dengan teknik klon. B. Prosedur Inisiasi Kultur Anter Berikut ini adalah contoh prosedur inisiasi kultur anther asparagus. 1. Alat-alat yang digunakan : a) Peralatan gelas (botol kultur, gelas piala, cawan Petri 100 x 15 mm, gelas ukur), b) Laminar Air Flow (LAF) yang dilengkapi dengan lampu UV, c) Ruang inkubasi dengan AC, d) Peralatan diseksi seperti pinset, pisau dan skalpel, e) Kertas ti sue, kertas steril, lampu spiritus, botol sprayer, rak kultur dengan lampu 40 watt 2. Bahan yang digunakan : a) Antera padi dan
asparagus, b) Aquades steril, c) Bahan sterilan (Alkohol 70%, bayclin/Sunclin 20%), d) Kertas saring steril, e) Media induksi: MS + 2,4-D 1 mg/l + BAP 0,1 mg/l + NAA 0,5 mg/l + sukrosa 50 g/l + agar swallow 8g/l, pH media 5,8. 3. Langkah Kerja 1. Siapkan peralatan dan bahan untuk sterilisasi antera padi dan asparagus di dalam laminar air flow. Bahan tanaman berupa malai padi dan bunga asparagus sebelumnya sudah dilakukan ”pretreatmen” dengan suhu dingin 5-10o C selama 5 hari. 2. Buka batang padi yang berisi malai dengan menggunakan pisau. Potong tangkai malai dan masukan dalam botol steril. Begitu pula dengan bunga asparagus, pisahkan bunga yang masih kuncup dan masukkan dalam botol steril. 3. Secara terpisah, sterilkan kedua bunga tersebut dengan merendam secara berurutan dalam alkohol 70% selama 2 menit. Kemudian dilanjutkan dengan bayclin/Sunclin 20% selama 20 menit. Setelah itu bilas dengan aquades steril sebanyak 3-5 kali. 4. Setelah dibilas pindahkan bunga pada cawan Petri steril yang beralas kertas kering. 5. Untuk memudahkan isolasi/penanaman antera padi pada media. Potong kurang lebih1/3 bagian bulir bunga padi dari bagian pangkal bulir. Demikian pula dengan bunga asparagus. 6. Jepit bagian ujung bulir/bunga yang tidak dipotong dengan menggunakan pinset. Arahkan bagian bulir/bunga yang telah dipotong pada permukaan media, kemudian ketukkan pinset pada bibit cawan sehingga antera jatuh pada permukaan media. 7. Satu cawan Petri ukuran 100 x 15 mm sebaiknya berisi 100-120 anther. 8. Tutup cawan Petri dan rekatkan dengan menggunakan parafilm. 9. Inkubasi biakan antera pada suhu ruang dalam keadaan gelap. Setelah dua minggu, amati pembentukan kalus setiap minggu. Kultur anther tanaman asparagus dilakukan untuk menghasilkan tanaman homosigot yang penting untuk menghasilkan hibrida terkendali karena tanaman asparagus nerupakan tanaman dioecious yang menghasilkan bunga betina dan bunga jantan pada tanaman yang berlainan. Tanaman jantan lebih disukai, karena produksi rebungnya lebih tinggi dan kwalitas rebungnya lebih baik. Sebelum melakukan penanaman anther asparagus, bunga asparagus dipilih yang masih kuncup dan belum mekar. Bunga yang masih kuncup dipetik dan dimasukkan ke dalam botol kemudian disterilkan dengan merendam dalam 70% alkohol dan 20% Bayclin. Setelah itu bilas dengan aquades steril. Kuncup yang sudah steril dipotong kurang lebih1/3 bagian kuncup asparagus dan dikumpulkan dalam cawan Petri steril. Kemudian diambil anther dalam putik menggunakan skalpel. Setelah itu, ditanam di cawan Petri yang sudah berisi media. Demikian juga terhadap eksplan anther padi, malai diseleksi untuk mendapatkan anther yang berisi butir sari/mikrospora uninukleat. Malai terpilih kemudian disterilkan dengan merendam dalam 70% alkohol dan 20% Bayclin. Spikelet yang sudah steril dipotong sepertiga bagian dari pangkalnya dan dikumpulkan pada cawan Petri steril. Masing-masing spikelet kemudian dijepit dengan pinset dan diketukkan pada tepi cawan Petri yang berisi 20 ml media induksi kalus, sampai antera keluar dan jatuh ke atas media. Selanjutnya kultur diinkubasi dalam ruang gelap (25 +/- 2oC) untuk menginduksi kalus dari butir sari di dalam
anther. Keberhasilan kultur anther dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu genotipe tanaman, komposisi media kultur, kondisi tanaman donor, ta hap perkembangan pollen dan pra perlakuan sebelum anther diinisiasi. Pra perlakuan yang diberikan pada eksplan anther padi dan a sparagus adalah ”preatreatmen” yaitu penyimpanan eksplan malai padi dan kuncup bunga asparagus pada
suhu dingin 5-10°C selama 5 hari. Beberapa kelemahan kultur anther adalah k ecilnya persentase regenerasi, albino, dan tidak semua g enotipe responsif terhadap kultur anter.