BAB II LANDASAN TEORI
A. Laba dan Pertumbuhan Laba 1. Pengertian dan Karakteristik Laba
Tiap
perusahaan
memiliki
tujuan
untuk
memaksimumkan
penerimaan laba. Laba merupakan hasil kelebihan dari pendapatan yang diperoleh selama tahun berjalan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan yang berkaitan dengan menghasikan pendapatan tersebut. Menurut Sofyan S. Harahap (2008:241), laba merupakan kelebihan (defisit) penghasilan di atas biaya selama satu periode akuntansi. FASB Statement (Harahap, 2008:241) menyatakan bahwa laba akuntansi sebagai perubahan dalam ekuitas dari suatu entitas selama satu periode tertentu yang diakibatkan oleh transaksi dan kejadian atau peristiwa yang berasal bukan dari pemilik. Menurut Harahap (2008:296), laba merupakan suatu informasi penting yang disajikan dengan angka dalam suatu laporan keuangan karena: sebagai dasar pengenaan pajak yang akan diterima negara, menghitung deviden yang akan dibagikan kepada pemilik dan yang akan ditahan di dalam perusahaan,
menjadi
pedoman
9
dalam
mempertimbangkan
kebijakan
10
investasi, menjadi dasar peramalan laba dan kejadian ekonomi di masa mendatang, menjadi dasar perhitungan dan penilaian efisiensi, menilai prestasi atau kinerja perusahaan, serta sebagai perhitungan untuk membayar zakat. Laba yang stabil lebih diminati oleh para investor, karena pada saat laba
stabil
pendapatan
menandakan dan
bahwa
melakukan
perusahaan
efisiensi biaya
dapat
memaksimumkan
yang dikeluarkan
untuk
memperoleh pendapatan. Karakteristik laba menurut Belkauli (dalam buku Harahap, 2008:305) adalah sebagai berikut: a. Laba didasarkan pada transaksi-transaksi yang benar-benar terjadi, yang timbul dari hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil tersebut. b. Laba didasarkan pada postulat periodisasi yang merupakan prestasi perusahaan di periode tertentu. c.
Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan batasan tersendiri mengenai definisi, pengukuran, serta pengakuan pendapatan.
d. Laba memerlukan perhitungan terhadap biaya,dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan untuk mendapatkan hasil tertentu. e. Laba didasarkan pada prinsip perbandingan antara pendapatan dan biaya.
11
2. Pertumbuhan Laba
Bagi tiap perusahaan, kenikan tingkat laba yang stabil sangat diinginkan oleh manajemen karena merupakan suatu indikator dalam menentukan baik tidaknya suatu perusahaan dalam memaksimalkan faktor produksinya. Para pemegang saham pun menyukai kenaikan laba yang stabil daripada laba yang berfluktuasi. Perbandingan antara pendapatan dan biaya tergambar di dalam laporan laba komprehensif. Perusahaan akan memaksimumkan pendapatan dan mengefisiensi pengeluaran biaya agar dapat menghasilkan laba yang maksimal karena penilaian perusahaan dinilai dari kinerja perusahaan yang menghasilkan laba yang terus dapat tumbuh tiap periodenya. Pertumbuhan laba dihitung dari laba periode sekarang dikurang dengan laba tahun sebelumnya dibagi dengan laba tahun sebelumnya. Di mana :
ΔYit = pertumbuhan laba pada periode tertentu Yit = laba perusahaan i pada periode t Yit-1 = laba perusahaan i pada periode t-1
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan laba menurut Angkoso (2006), antara lain:
12
a. Besarnya perusahaan Semakin besar suatu perusahaan, maka semakin tinggi tingkat pertumbuhan laba yang diharapkan. b. Umur perusahaan Perusahaan yang baru berdiri masih kurang memiliki pengalaman dalam meningkatkan laba sehingga ketepatannya masih rendah. c. Tingkat leverage Apabila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka manajemen cenderung untuk memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi tingkat ketepatan pertumbuhan laba. d. Tingkat penjualan Tingkat penjualan di masa lalu yang tinggi memicu peningkatan penjualan yang tinggi di tahun berikutnya maka semakin tinggi pula pertumbuhan laba yang diharapkan. e. Perubahan laba masa lalu Semakin besar perubahan laba di masa lalu maka semakin tidak pasti laba yang akan diperoleh di masa mendatang. Tiap perusahaan menginginkan pertumbuhan laba yang stabil. Kenaikan pada margin laba akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh dana internal. Menurut Stephan A. Ross, Radolph W. Westerfield, dan Bradford
13
D.Jordan
(2009:152)
salah
satu
faktor
kemampuan
perusahaan
untuk
mempertahankan pertumbuhan secara eksplisit yaitu kebijakan deviden karena penurunan persentase laba bersih yang dibayarkan sebagai deviden akan meningkatkan rasio retensi. Hal ini dapat meningkatkan ekuitas yang dihasilkan secara internal sehingga mengakibatkan pertumbuhan laba meningkat.
B. Ruang Lingkup Deviden Perusahaan
Kebijakan deviden yang optimal sebuah perusahaan harus mencapai sebuah keseimbangan di antara deviden saat ini dan pertumbuhan di masa depan sehingga dapat memaksimalkan harga saham. Salah satu alasan investor lebih menyukai pembayaran deviden rendah daripada pembayaran deviden yang tinggi pada teori preferensi pajak adalah pertumbuhan laba mungkin akan mengarah pada kenaikan harga saham, da n pada akhirnya keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan deviden yang pajaknya lebih tinggi.
1.
Pengertian Kebijakan Deviden
Kebijakan deviden bagi seorang manajer di sebuah perusahaan merupakan salah satu fungsi utama dalam membuat suatu kebijakan
14
mengenai keputusan keuangan perusahaan. Berikut ini adalah beberapa definisi dari kebijakan deviden menurut para ahli, yaitu: Menurut Sheridan Titman, Arthur J. Keown, dan Jhon D. Martin (2011:537): “ A firm’s dividend policy determines how much cash it will distribute to it’s shareholders and when these distribution will be made”. (Kebijakan dividen suatu perusahaan menentukan berapa banyak kas yang akan dibagikan kepada pemegang saham itu dan ketika pembagian ini akan diberikan). Menurut Weston dan Copeland (1997:657): “ Dividend policy determines the divisions of earning between payment to stockholder and reinvestment in the firm. Retained earning are one of the most significant sources of funds for financing cooperate growth, but dividend constitute the cash flows thatoccure to stockholder ”. (Kebijakan deviden menentukan pembagian laba antara pembayaran kepada pemegang saham dan investasi kembali perusahaan. Saldo laba merupakan salah satu sumber dana paling penting untuk membiayai pertumbuhan sebuah perusahaan, tetapi deviden merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang saham). Dalam kamus istilah Pasar Modal ditulis bahwa :
15
“Deviden adalah bagian keuntungan perusahaan yang diberikan kepada pemegang saham” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan deviden merupakan suatu kebijakan yang menetapkan bagian dari laba bersih yang akan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai deviden dan seberapa besar dari laba bersih yang akan ditanamkan kembali untuk reinvestasi dalam bentuk laba.
2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Deviden
Terdapat beberapa faktor kebijakan deviden untuk menentukan seberapa besar deviden yang dibagikan kepada para investor . Menurut Weston dan Copeland, faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Undang-undang menetapkan bahwa deviden harus dibayar dari laba, baik laba tahun berjalan maupun laba tahun lalu laba ditahan di dalam neraca. b. Proses Likuiditas Perusahaan dalam menjalankan usaha, laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam bentuk aktiva untuk memaksimalkan faktor
16
produksinya, namun tidak disimpan dalam bentuk kas. Kondisi tersebut membuat perusahaan mungkin tidak dapat membayar tunai deviden meskipun memiliki catatan atas laba yang diperoleh. c. Kebutuhan untuk Melunasi Hutang Perusahaan yang memilih hutang untuk membiayai ekspansi berkeputusan untuk membayar hutang tersebut, maka akan dilakukan penahanan laba sehingga deviden yang dibagikan men jadi lebih kecil.
d. Pembatasan dalam Perjanjian Hutang Perjanjian hutang, khususnya apabila merupakan hutang jangka panjang seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar deviden tunai. Larangan yang dibuat untuk melindungi kedudukan pemberi pinjaman menyatakan bahwa : (1) Deviden di masa yang akan datang hanya dapat dibayarkan dari laba yang diperoleh sesudah penandatanganan perjanjian hutang, sehingga tidak dapat dibayarkan dari laba tahun sebelumnya. (2) Deviden tidak dapat dibayarkan apabila modal bersih berada di suatu jumlah yang telah ditentukan. e. Tingkat ekspansi Aktiva
17
Semakin cepat pertumbuhan suatu perusahaan berkembang, maka semakin besar kebutuhan untuk membiayai ekspansi aktivanya, sehingga perusahaan akan cenderung untuk menahan laba daripada membayarkannya. f.
Tingkat laba dan Stabilitasi Laba Tingkat hasil pengembalian yang diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk membayar laba tersebut dalam bentuk deviden kepada pemegang saham atau digunakan di dalam perusahaan tersebut. Suatu perusahaan yang memiliki laba stabil seringkali dapat memperkirakan berapa besar laba di masa yang akan datang sehingga cenderung
membayar
deviden
dengan
persentase
lebih
tinggi
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki laba stabil. g. Peluang ke Pasar Modal Kemampuan perusahaan untuk menaikkan modal atau dana pinjaman
dari pasar modal akan terbatas, dan perusahaan seperti ini
akan lebih banyak menahan laba untuk membiayai operasionalnya. h. Posisi Pemegang Saham Sebagai Pembayar Pajak Posisi pemilik perusahaan sebagai pembayar pajak sangat mempengaruhi keinginan untuk memperoleh deviden. i.
Pajak atas Laba yang Diakumulasi Secara Salah
18
Untuk
mencegah
pemegang
saham
hanya
menggunakan
perusahaan sebagai suatu “perusahaan penyimpan uang” yang dapat digunakan untuk menghindari tarif penghasilan pribadi yang tinggi, peraturan perpajakan perusahaan menentukan suatu pajak tambahan khusus terhadap penghasilan yang diakumulasikan secara tidak benar.
3.
Jenis-Jenis Kebijakan Deviden
Secara umum ada tiga dasar dari kebijakan deviden (Dewi Astuti, 2004:146), yaitu: a. Kebijakan deviden dengan presentase tetap pembayaran deviden tunai Kebijkan ini dikenal dengan nama constan – payout – ratio dividend policy. Rumus dividend – payout – ratio policy atau DPR yaitu:
Dengan kebijakan ini, perusahaan akan tergantung kepada laba per lembar saham dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas untuk dibagikan berupa deviden. Oleh karena iu, perusahaan kurang dapat memperkirakan pembagian deviden yang akan dilakukan tiap periode. Jumlah pembayaran deviden dengan persentase tetap EPS akan mempengaruhi besarnya posisi harga saham. b. Kebijakan deviden biasa ( Regular Dividend Policy)
19
Perusahaan membayar deviden per lembar saham dalam jumlah rupiah yang tetap tiap periode. Kebijakan ini meniadakan keraguan pemegang saham sekaligus menginformasikan bahwa perusahaan masih dalam keadaan yang baik dan lancar. c. Kebijakan deviden rendah plus ekstra ( Low Regular and Extra Dividend Policy) Pada kebijakan ini, perusahaan membayar rutin deviden tunai tiap periode dalam jumlah yang tetap dan rendah. Jika perusahaan dalam keadaan baik, maka perusahaan dapat membayarkan deviden ekstra kepada pemegang saham. Hal ini akan menentramkan perusahaan karena laba yang akan dibagikan rendah dan memberi rasa aman kepada pemegang saham karena akan merasakan kepastian dalam pembayaran deviden.
4.
Kebijakan Deviden pada Perusahaan BUMN
Perusahaan milik negara atau yang disebut dengan BUMN dimiliki dan dikelola oleh pemerintah untuk memberikan sumbangan kepada perekonomian nasional pada umumnya dan memperoleh keuntungan sebagai salah satu pendapatan negara pada khususnya sesuai dengan UU no 19 tahun 2003 tentang BUMN. Pendapatan utama negara berasal dari pajak dan
20
pendapatan lain selain pajak. Sumbangan BUMN kepada negara salah satunya dalam bentuk deviden dan masuk ke dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pembayaran deviden dilakukan jika perusahaan tidak memiliki kerugian, dan atau memiliki akumulasi rugi tahun sebelumnya. Pembagian deviden kepada negara cukup memberatkan perusahaan BUMN karena akan memperkecil laba ditahan, sehingga perusahaan kurang berinovasi dan menghambat pertumbuhan laba. Pertimbangan utama pemerintah dan DPR adalah untuk optimalisasi PNBP terkadang kurang sejalan dengan upaya BUMN dalam menciptakan pertumbuhan laba. Penetapan pembayaran deviden dalam penerimaan APBN ditetapkan oleh pemerintah dan DPR tidak hanya melihat besar kecilnya deviden, melainkan juga memperhitungkan besarnya modal ditahan untuk
pertumbuhan
perusahaan.
C. Gambaran Umum Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari proses pencatatan dan transaksi-transaksi yang terjadi selama satu periode akuntansi atau selama satu tahun buku. Menurut Standar Akuntansi Keuangan No.1 (revisi 2009), laporan keuangan merupakan laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan.
21
Tujuan dari laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan no.1 (revisi 2009) adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan dapat dinilai baik jika dapat memenuhi beberapa karakterisik kualitatif laporan keuangan. Karakteristik kualitatif ini yang merupakan ciri khas yang dapat menjadikan laporan keuangan berguna bagi pemakai. Gambar 2.1 Tujuan dan Karakteristik Laporan Keuangan Laporan Keuangan
Tujuan Laporan Keuangan APBN No.4
Tujuan Khusus Menyajikan Laporan a. Posisi Keuangan b. Hasil usaha c. Perubahan posisi keuangan secarawajar
Tujuan Umum Memberikan informasi a. Sumber Ekonomi b. Kewajiban c. Kekayaan bersih d. Proyeksi laba e. Perubahan harta dan kewajiban f. Informasi relevan
Karakteristik Kualitatif a. Relevance b. Understandability c. Verifiability d. Neutrality e. Timeliness f. Comparability g. completeness
22
Diolah dari Sumber: Sofyan S. Harahap, Teori Akuntansi Ed. Revisi
Laporan keuangan perusahaan menggambarkan hasil aktivitas manajemen sebuah perusahaan dalam mengelola sumber daya yang ada. Menurut Standar Akuntansi Keuangan No.1 (revisi 2009) Laporan keuangan yang lengkap adalah laporan yang terdiri dari: a. Laporan Posisi Keuangan Laporan ini mengambarkan posisi keuangan pada suatu tanggal tertentu. b. Laba Komprehensif Laporan laba komprehensif menggambarkan kinerja perusahaan dalam bentuk pendapatan dan beban perusahaan pada p eriode tertentu. c. Laporan Perubahan Ekuitas Laporan ini menunjukkan penyebab perubahan modal pada awal tahun menjadi modal pada akhir tahun. d. Laporan Perubahan Posisi Keuangan Arus Kas Laporan ini menujukkan arus kas dana dan perubhan posisi keuangan selama periode tertentu. e. Laporan posisi Keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos dalam laporan keuangannya.
23
Laporan keuangan berguna bagi pemakai laporan keuangan dalam mengambil sebuah keputusan. Pengguna laporan keuangan terdiri dari pengguna internal dan eksternal. Pengguna internal perusahaan yaitu pemilik perusahaan atau pemegang saham, manajemen perusahaan, dan karyawan. Sedangkan pengguna laporan keuangan dari eksternal yaitu kreditur, pemerintah, analis, akademis, dan pusat data bisnis.
D. Karakteristik Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI
Kata manufaktur berasal dari bahasa latin manus factus yang artinya dibuat dengan tangan. Manufaktur merupakan proses mengubah bahan baku menjadi barang jadi yang siap digunakan atau dijual kepada masyarakat. Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang kegiatannya membeli bahan baku dan diolah menjadi barang jadi yang dijual di perusahaan.
Karakteristik dari perusahaan manufaktur adalah sebagai be rikut: 1.
Produk yang dihasilkan berwujud dan dapat dilihat dengan kasat mata.
2.
Konsumen tidak memiliki peran dalam proses produksi sebuah perusahaan manufaktur.
3.
Konsumen dapat menilai suatu produk saat belum menggunakan produk tersebut atau setelah menggunakan produk tersebut.
24
4.
Proses penyampaian kepada konsumen bisa dilakukan tanpa memerlukan kontak fisik.
5.
Produsen memiliki kewenangan mutlak untuk menyediakan jumlah barang di pasaran.
E. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dapat dihubungkan dengan variabel-variabel independen. Diantaranya penelitian Ou (1990) yang berjudul “The Information Content of Nonearnings Accounting Numbers as arnings Predictors” dengan metode penelitian Logit Model yang menyertakan sampel 637 perusahaan di Amerika sejak tahun 1978-1983. Variabel penelitian yang digunakan adalah inventory to total assets (GWINVN), net sales to total assets (GWSALE), dividend per share (CHGDPS), depresiation expense (GWDEP), capital expenditure to total asset (GWCPX1), GWCPX1: with one year lag (GWCPX2), income before extraordinary item (ROR), relative to the previous year's ROR (ROR). Variabel dependennya merupakan pertumbuhan laba. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hanya
ROR
& GWSALE yang
berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba, dan variabel lainnya berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba, salah satunya adalah CHGDPS (dividend per share).
25
Asyik dan Soelistyo (2000) meneliti tentang “Kemampuan Rasio Keuangan dalam Memprediksi Laba” selama periode 1995-1996 pada 50 perusahaan manufaktur yang terdaftardi BEJ. Variabel independen yang digunakan di dalam penelitian ini berjumlah 21 rasio keuangan dan variabel dependennya pertumbuhan laba. Dari hasil discriminant analysis ini menyatakan bahwa hanya terdapat lima rasio yang signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Sales to Total Asset (S/TA), Long Term Debt to Total Asset (LTD/TA), Net Income to Sales (NI/S) yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
laba.
Sedangkan Dividend
to
Net
Income (DIV/NI) dan
Plant&Equipment to Total Uses (INPPE/TU) berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan. Pada penelitian Epri (2007) yang berjudul “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Pertumbuhan Laba” pada 42 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2001-2005 dengan menggunakan metode Analisis Regresi Berganda. Variabel yang digunakan yaitu Working Capital to Total Asset (WCTA), Current Liabilities to Inventory (CLI), Operating Income to Total Asset (OITL), Total Asset Turnover (TAT) ,Net profit margin (NPM) ,dan Gross profit margin (GPM). Serta variabel dependennya adalah pertumbuhan laba. Dari hasil analisis regresi berganda yang memiliki pengaruh positif signifikan terhadap
26
pertumbuhan laba yaitu TAT, NPM, dan GPM. Sedangkan WCTA, CLI, OITL tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba tahun berikutnya. Mahfoedz (1994) meneliti tentang “ Financial Ratio Analysis and The Prediction of Earnings Change in Indonesia”. Sampel yang digunakan sebanyak 68 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ selama periode 1989-1992. Variabel yang digunakan berjumlah 47 rasio keuangan untuk memprediksi pertumbuhan laba perusahaan. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa Cash Flow to Current Liabilities (CFCL), Net Worth and Long Term Debt to Fixed Assets (NWTLFA), Gross Profit to Sales (GPS), Operating Income to Sales (OIS), Net Income to Sales (NIS), Net Income to Net Worth (NINW), Quick Assets to Inventory (QAI) , dan Operating income to total liabilities (OITL) berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba yaitu Net Worth to Sales (NWS), Current Liabilities to Inventory (CLI), Net Income to Total Liabilities (NITL), Current Liabilities to Net Worth (CLNW), dan Net Worth to Total Liabilities (NWTL). Penelitian Juliana & Sulardi (2003) mengenai “Manfaat Rasio Keuangan dalam Mem prediksi Perubahan Laba” selama periode 1998-2000 pada 52 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ. Variabel independen yang digunakan untuk meneliti perubahan laba adalah CR, GPM, NPM, TAT, ROI,
27
ROE, (Operating Profit Margin) OPM, ( Leverage Ratio) LR. Hasil dari analisis regresi berganda menunjukkan bahwa GPM dan OPM berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba, sedangkan TAT dan NPM tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba. Penelitian Ediningsih (2004) yang berjudul “Rasio Keuangan dan Prediksi Pertumbuhan Laba: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEJ” periode 1993-1999 mengambil sampel sebanyak 30 perusahaan. Variabel independennya adalah Operating Income To Sales (OIS), Operating Income to net Income Before Tax (OINBT), Earnings Before Tax, (EBTS), Quick Asset To Inventory (QAI), Sales To Total Asset (STA), Current Asset To Total Asset (CATA), Operating income to total liabilities (OITL), Current Liabilities To Current Assets (TLCA), Current Assets To Sales (CAS), Net Worth To Sales (NWS) dan Sales To Fixed Assets (SFA). Hasil dari analisis regresi berganda ini menyatakan bahwa yang berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba adalah OIS, EBTS, dan OITL. Sedangkan CLI, TLCA, dan NWS berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan laba. Tabel 2.1 Penelitian terdahulu Peneliti
Ou (1994)
Judul Penelitian
The Information Content of Nonearnings Accounting Numbers as arnings Predictors
Metode Analisis Logit Model
Hasil Analisis ROR
& GWSALE berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba, dan
28
Epri (2007)
Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Pertumbuhan Laba
Regresi Berganda
Asyik & Soelistyo (2000)
Kemampuan Rasio Keuangan dalam Memprediksi Laba
Discriminant Analysis
Ediningsih (2004)
Rasio Keuangan dan Prediksi Pertumbuhan Laba: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEJ
Regresi Linier Berganda
Juliana & Sulardi (2003)
Manfaat Rasio Keuangan dalam Memprediksi Perubahan Laba
Regresi Linier Berganda
CHGDPS (dividend per share) dan variabel lainnya berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba. TAT, NPM, dan GPM memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan WCTA, CLI, OITL tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba tahun berikutnya Dividend to Net Income (DIV/NI) dan Plant&Equipment to Total Uses (INPPE/TU) berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan OIS, EBTS, dan OITL berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba adalah. Sedangkan CLI, TLCA, dan NWS berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan laba GPM dan OPM berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba, sedangkan TAT dan NPM tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba.
29
Mahfoedz (1994)
F.
Financial Ratio Analysis and The Prediction of Earnings Change in Indonesia
Analisis Regresi
CFCL, NWTLFA, GPS, OIS, NIS, NINW, QAI , dan OITL berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba yaitu NWS, CLI, NITL, CLNW, NWTL.
Hubungan antar Variabel Independen terhadap Variabel Dependen 1. Hubungan Kebijakan Deviden terhadap Pertumbuhan Laba
Kebijakan deviden menjadi variabel utama yang akan dibahas di dalam penelitian ini. Apabila jumlah deviden yang dibagikan oleh perusahaan semakin besar, berarti bahwa semakin kecil laba yang ditahan, sehingga dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan. Sebaliknya, apabila perusahaan ingin menahan sebagian besar laba bersih yang dihasilkan untuk pertumbuhan, maka deviden yang dibagikan akan sedikit, sehingga tujuan perusahaan untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham tidak dapat terwujud. Merton Miller dan Franco Modigliani berpendapat bahwa kenaikan deviden yang lebih tinggi daripada yang diharapkan menandakan bahwa manajemen perusahaan meramalkan laba masa depan yang baik, begitu pula sebaliknya (Brigham & Houston, 2006). Asyik dan Soelistyo (2000) dan Ou
30
(1990) di dalam penelitiannya menyatakan bahwa deviden berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan. Dari pemikiran di atas dapat diambil hipotesis sebagai berikut: Ha1 : terdapat pengaruh negatif kebijakan deviden terhadap pertumbuhan laba
2. Hubungan Leverage terhadap Pertumbuhan Laba
Selain variabel utama, terdapat beberapa variabel moderator yang juga mempengaruhi pertumbuhan laba perusahaan. Salah satunya adalah tingkat leverage. Operating income to total liabilities (OITL) merupakan rasio solvabilitas/leverage. Kenaikan OITL menyebabkan adanya kenaikan laba yang diperoleh dari kegiatan penjualan sehingga pendapatan perusahaan meningkat dan mampu membayar hutang-hutangnya karena kegiatan operasionalnya lancar. Hal ini didukung oleh penelitian Ediningsih (2004) yang menyatakan OITL berpengaruh positif dalam memprediksi pertumbuhan laba. Sedangkan menurut Epri (2007), OITL tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan laba. Dari pemikiran diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
31
Ha2 : terdapat pengaruh positif OITL sebagai variabel moderator terhadap pertimbuhan laba
3. Hubungan Tingkat Penjualan terhadap Pertumbuhan Laba
Variabel moderator lain dalam penelitian ini adalah tingkat penjualan. Kegiatan utama perusahaan manufaktur adalah penjualan untuk menghasikan pendapatan dan menutupi biaya operasionalnya. Beberapa rasio profitabilitas yang mengindikasikan tingkat penjualan adalah Gross Profi Margin (GPM) dan Net profit margin (NPM). GPM adalah tingkat pengembalian laba kotor terhadap penjualan bersih. Saat pendapatan yang diperoleh meningkat dan merupakan suatu sinyal bahwa perusahaan dalam keadaan sehat. Pada penelitian Juliana dan Sulardi (2003) serta Epri (2007) menghasilkan GPM berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba perusahaan. Sedangkan
NPM
mengukur
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan pendapatan bersih terhadap total penjualan bersihnya. Semakin besar NPM yang dihasilkan maka semakin pula laba bersih yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mahfoedz (1994), Asyik & Soelistyo (2000), dan Epri (2007). Mereka sepakat menyatakan bahwa NPM berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba. Oleh karena itu dapat diambil hipotesis sebagai berikut :
32
Ha3 : NPM berpengaruh positif sebagai variabel moderator terhadap pertumbuhan laba Ha4 : GPM berpengaruh positif sebagai variabel moderator terhadap pertumbuhan laba
4. Hubungan Jenis Perusahaan Terhadap Pertumbuhan Laba
Perusahaan yang dikelola oleh negara memiliki peraturan pengelolaannya
menurut
undang-undang
mengenai
BUMN
dalam sehingga
ketentuan-ketentuan dalam mengelola laba bersih antara perusahaan BUMN dengan perusahaan swasta berbeda, sehingga dapat menimbulkan pengaruh yang berbeda pula antara BUMN dan swasta terhadap pertumbuhan laba perusahaan. Oleh karena itu dapat diambil hipotesis sebagai berikut: Ha5 : Jenis perusahaan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba
33
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
X : Deviden
M1 : OITL Y : Pertumbuhan
M2 : NPM
Laba (Laba)
M3 : GPM
DJP3 : DJP