BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Respon Imun Non Spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respons langsung terhadap antigen, sedang sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Sistem tersebut disebut non spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir yang berupa permukaan tubuh dan berbagai komponen dalam tubuh Pertahanan
nonspesifik
yang
bereaksi
terhadap
benda
asing
atau
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh adalah sebagai berikut : 1. Peradangan Proses peradangan merupakan respon nonspesifik terhadap adanya invasi benda asing atau adanya kerusakan jaringan. Reaksi radang timbul akibat adanya mikroorganisme dan kerusakan pada jaringan sehingga menimbulkan dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler. Hal ini dapat memacu aktivitas sel-sel leukosit polimorf dan makrofag serta sel-sel imun lainnya.
Tujuan
reaksi
peradangan
adalah
untuk
mengisolasi
dan
menghancurkan senyawa asing dan mempersiapkan jaringan dalam proses penyembuhan. Proses peradangan secara umum sangat mirip walaupun bahan pencetusnya berbeda, misalnya invasi mikroorganisme, cedera kimiawi atau trauma mekanis. Respon peradangan terdiri dari : a. Pertahanan oleh makrofag setempat sebelum mekanisme lain dapat dimobilisasi b. Vasodilatasi lokal yang dapat menginduksi sekresi histamine dari sel mastosit
1
c. Peningkatan aliran darah lokal untuk lebih banyak menyalurkan leukosit dan protein plasma misalnya protein dari sistem dari sistem pembekuan dan protein komplemen ke tempat peradangan d. Edema lokal yang terjadi akibat peningkatan tekanan osmotic koloid dalam cairan intestitium yang disebabkan oleh kebocoran protein plasma dan peningkatan tekanan darah kapiler akibat peningkatan aliran darah lokal. e. Pengisolasian daerah radang oleh pembentukan bekuan cairan interstitium yang mengelilingi lokasi peradangan yang diaktifkan oleh tromboplastin jaringan. f. Proliferasi sel leukosit, monosit, dan makrofag. g. Destruksi mikroorganisme pencetus oleh sel leukosit. h. Sekresi mediator peradangan oleh fagosit. i. Perbaikan jaringan yang dilakukan dengan menggenati sel-sel yang mati melalui replikasi sel-sel spesifik organ yang sehat disekitarnya atau pembentukan jaringan parut oleh fibroblast jaringan ikat. 2. Interferon Interferon adalah golongan protein yang secara nonspesifik mampu mempertahankan tubuh terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus yang sama atau virus sejenis lainnya di sekitar sel yang terinfeksi. Pada saat virus menginfeksi sebuah sel, keberadaan asam nukleat virus dapat menginduksi perangkat genetik sel untuk memebentuk interferon yang kemudian dikeluarkan kedalam cairan ekstra seluler. Setelah dilepaskan, interferon berikatan dengan reseptor di membran plasma sel-sel sekitar atau bahkan selsel yang berjauhan yang dapat dicapai melalui peredaran darah dan memberi sinyal agar sel-sel tersebut mempersiapkan diri terhadap kemungkinan serangan virus. Interferon tidak memliki efek anti virus secara langsung, namun interferon dapat memicu pembentukan enzim-enzim yang penghambat virus oleh sel hospes. Interferon dapat menginduksi sel lain mengeluarkan enzim yang dapat merusak messenger RNA virus dan menghambat sintesis protein, sehingga dapat menghambat replikasi virus.
2
3.
Sel pemusnah alami (Natural Killer Cells) Natural killer cells (NKC) adalah sel yang secara spontan mampu melisiskan dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus atau sel-sel kanker secara langsung pada saat pertama kali dikenali sebagai bahan asing. NKC adalah pembunuh alamiah yang merupakan limfosit besar dan disebut juga dengan limfosit non-T dan limfosit non-B. Cara kerja dan sasaran utama sel ini serupa dengan sel T sitotoksik, bedanya sel T sitotoksik hanya dapat mematikan selsel yang terinfeksi virus yang sejenis atau sel kanker jenis tertentu yang sudah pernah dikenali terlebih dahulu. Selain itu setelah terpapar, sel T sitotoksik memerlukan periode pematangan sebelum mampu melisiskan sel. NKC membentuk lini pertahanan yang berisfat nonspesifik dan segera terhadap sel yang terinfeksi virus atau sel kanker sebelum sel T sitotoksik yang lebih spesifik dapat berfungsi.
4. Sistem makrofag dan sel fagosit lainnya Respon kekebalan nonspesifik pertama kali dilakukan oleh makrofag dan selsel fagosit lainnya dalam sistem retikuloendotelial, termasuk monosit dan sel netrofil polimorfonuklear dalam darah, makrofag dalam jaringan limfoid, sel kuffer dalam hati, sel langerhans dalam kulit dan makrofag dalam paru-paru. Fungsi utama sel-sel tersebut adalah memfagositosis senyawa asing atau zat yang berasal dari diri sendiri yang sudah tua atau mata, namun juga berperan dalam reaksi peradangan. Beberapa jenis sel sepeerti makrofag dalam kelenjar getah bening juga berfungsi dalam mempresentasikan antigen kepada limfosit sebagai permulaan dari reskpon kekebalan. Makrofag berasal dari sel induk dalam sumsum tulang yang melalui monosit sebagai sel antara, sel tersebut menjadi dewasa dan akhirnya menjadi makrofag jaringan. Selama berlangsungnya proses perubahan sel induk menjadi monosit dan kemudian menjadi makrofag, sel tersebut mengalami perubahan morfologi dan biokimia, terutama dalam sekresi enzim lisozim yang akhirnya mampu menghancurkan bahan dan senyawa asing melalui proses endositosis, pembentukan fagolizosom dan pelepasan enzim.
3
2.2 Komponen Respon Imun Non Spesifik Komponen-komponen sistem imun nonspesifik dapat dibagi sebagai berikut : 1. Pertahanan fisik dan Mekanik 2. Pertahanan Biokimiawi (bahan larut) 3. Pertahanan Humoral (bahan larut) 4. Pertahanan selular
Pembagian leukosit yang berperann dalam sistem imun
2.2.1
Pertahanan Fisik dan Mekanik Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput lendir, silia
saluran nafas, batuk dan bersin, akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen ke dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh asap rokok, akan meninggikan risiko infeksi. 2.2.2
Pertahanan Biokimiawi Kebanyakan mikroorganisme tidak dapat menembus kulit yang sehat.
Beberapa mikroorganisme dapat masuk melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. pH asam dari keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak dan enzim yang mempunyai efek antimikrobial, akan mengurangi kemungkinan infeksi melalui kulit. Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas dan telinga berperanan pula dalam petahanan tubuh secara biokimiawi. Lisozim dalam keringat, ludah, air mata, dan air susu, melindungi tubuh terhadap berbagai kuman Gram positif oleh karena dapat menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu juga
4
mengandung laktoferin dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap E.coli dan staphylococcus. Asam klorida/HCl dalam lambung, enzim proteolitik dan empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi banyak (tidak semua) mikroorganisme. Demikian pula pH yang rendah dari vagina,
spermin
dalam
semen
dapat
mencegah
tumbuhnya
beberapa
mikroorganisme. Berbagai bahan yang dilepas leukosit. Lisozim yang dilepas makrofag dapat menghancurkan kuman gram negatif. Laktoferin dan Transferin dalam serum dapat mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk hidup kuman Pseudomonas. 2.2.3 Pertahanan Humoral Berbagai bahan dalam sirkulasi berperanan pada pertahanan humoral. Bahan-bahan tersebut ialah : 1.
Komplemen Komplemen
berperan
meningkatkan
fagositosis
(opsonisasi)
dan
mempermudah destruksi bakteri dan parasit karena: a. Komplemen dapat menghancurkan sel membran banyak bakteri. b. Komplemen dapat melepas bahan kemotaktik yang mengerahkan makrofag ke tempat bakteri. c. Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri memudahkan
makrofag
untuk
mengenal
(opsonisasi)
dan
memakannya. Kejadian-kejadian tersebut diatas merupakan fungsi imun nonspesifik, tetapi dapat pula terjadi atas pengaruh respon imun spesifik. 2. Interferon Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfektir virus sehingga menjadi resisten terhadap virus. Disamping itu, interferon juga dapat mengaktifkan Natural Killer cell (sel NK).
5
Sel yang diinfektir virus atau menjadi ganas akan menunjukan perubahan pada permukaannya. Perubahan tersebut akan dikenal oleh sel NK yang kemudian membunuhnya. Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah. 3. Sistem koagulasi Sistem koagulasi dapat diaktifkan atau tidak sangat tergantung pada keparahan dari kerusakan jaringan yang terinfeksi. Beberapa produk dari sistem koagulasi ini dapat berperan pada pertahanan nonspesifik karena kemampuannya dalam meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan bekerja sebagai zat kemotaksis untuk merangsang sel-sel fagosit. Di samping itu, beberapa produk sistem koagulasi bersifat sebagai antimikroba, misalnya beta-lisin, yaitu suatu protein yang diproduksi oleh sel platelet selama proses koagulasi yang mampu melisiskan beberapa bakteri gram positif. 4. C-Reactive protein (CRP) CRP dibentuk oleh badan pada saat infeksi. Peranannya ialah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen. CRP merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat (100x atau lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut. CRP berperanan pada imunitas nonspesifik, karena dengan bantuan Ca2+ dapat mengikatber bagai molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur. 5. Lisozim, suatu enzim yang dapat merusak dinding sel bakteri. 6. Interleukin-1, selain bersifat sebagai antimikroba juga dapat menginduksi demam dan merangsang produksi berbagai protein pada fase akut. 7. Laktoferin dan transferin. Protein ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri. 2.2.4
Pertahanan Seluler Fagosit, makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun nonspesifik
seluler. 1. Fagosit Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperanan dalam pertahanan nonspesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear atau granulosit. Kedua sel tersebut tergolong fagosit dan berasal dari sel asal hemopoetik. Granulosit hidup pendek, mengandung granul yang berisikan 6
enzim hidrolitik. Beberapa granul berisikan pula laktoferin yangbersifat bakterisidal. Fagositosis yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah timbulnya penyakit. Dalam kerjanya, sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkatsebagai berikut, yaitu : kemotaksis, menangkap, memakan (fagositosis), membunuh dan mencerna. Sel fagosit bergerak ketempat mikroorganisme, kemudian mengikatnya melalui reseptor non spesifik. Bila mikroorganisme diikat dahulu oleh C3b (opsonin), selanjutnya akan lebih mudah mengikat fagosit melalui reseptor C3b. Bila mikroorganisme sudah berada didalam sel lisosom bergabung dengan fagosom membentuk fagolisosom dan selanjutnya mikroorganisme dapat dibunuh dengan mekanisme mikrobisidal. Kemotaksis adalah gerakan fagosit ditempat infeksi sebagai respon terhadap berbagai faktor seperti produk bakteri dan faktor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Jaringan yang rusak atau mati dapat pula melepaskan faktor kemotaktik. Sel polimorfonuklear bergerak cepat dan sudah berada ditempat infeksi dalam 2-4 jam, sedang monosit bergerak lebih lambat dan memerlukan waktu 7-8 jam unutk sampai ditempat tujuan. Antibodi seperti halnya dengan komplemen (C3b) dapat meningkatkan fagositosis (opsonisasi). Antigen yang diikan antibodi akan lebih mudah dikenal oleh fagosit unutk kemudian dihancurkan. Hal tersebut dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc dari imunoglbulin pada permukaan fagosit. Destruksi mikroorganisme intraseluler terjadi oleh karena didalam sel fagosit, monosit dan polimorfonuklear, terdpata berbagai bahan anti mikrobial
seperti
lisosom,
hidrogenperoksida
(H2O2)
dan
mielo
peroksidase. Tingkat akhir fagositosis adalah pencernaan protein, polisakarida, lipid, dan asam nukleat didalam sel oleh enzim lisosom. Sel
7
poli morfonuklear lebih sering ditemukan pada inflamasi akut, sedang monosit pada inflamasi kronik. 2. Makrofag Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepaskan berbagai bahan, antara lain lisozim, komplemen dan interferon, yang semuanya memberikan konstribusi dalampertahanan nonspesifik. 3
Sel NK Didalam badan ditemukan populasi limfosit yang digolongkan sebagai sel NK dan antibody dependent killer cell yang berfungsi dalam pengawasan tumor tertentu dan infeksi virus. Kebanyakan sel NK merupakan large granular lymphocyte (LGL). Membran sel tersebut menunjukan ciri-ciri antara sel limfosit dan monosit. Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma dan interferon mempunyai pengaruh dalam mempercepat pematangan dan efek sitolitik sel NK.
2.3 Mekanisme Kerja Respon Imun Non Spesifik Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu. Berikut ini dijelaskan mengenai mekanisme kerjannya. 2.3.1 Mekanisme Pertahanan Fisik dan Mekanik Lapisan luar dan lapisan epitel internal kulit dari tubuh kita, pergerakan intestinal dan silia yang terdapat pada saluran pernapasan merupakan barier fisik yang sulit untuk ditembus oleh sebagian besar zat yang dapat menginfeksi tubuh. Permukaan tubuh yang terpapar dengan lingkungan luar balik kulit maupun lapisan dalam rongga-rongga tubuh yang berhubungan dengan lingkungan luar berfungsi sebagai sawar untuk menghalangi masuknya mikroorganisme patogen dan senyawa asing yang tidak diinginkan oleh tubuh.
8
Kulit merupakan pertahanan lini pertama terhadap mikroorganisme yang menyerang tubuh. Kulit terdiri dari dua lapisan, yang pertama adalah epidermis yang mengalami keratinisasi dan tidak memiliki pembuluh darah di bagian luar dan yang kedua adalah lapisan dermis yang merupakan jaringan ikat di sebelah dalam. Epidermis mengandung empat jenis sel yaitu melanosit, keratinosid, sel langerhans, dan sel granstein. Melanosit menghasilkan pigmen coklat yakni melanin yang jumlahnya menentukan corak warna kulit coklat. Melanin melindungi kulit dengan menyerap sinar ultra violet yang merugikan. Sel yang paling banyak adalah keratinosid, penghasil keratin kuat yang membentuk lapisan protektif kulit di lapisan sebelah luar. Sawar fisik ini menghalangi masuknya mikroorganisme dan bahan atau senyawa lain yang merugikan ke dalam tubuh dan sekaligus mencegah keluarnya cairan dan zat-zat penting dari bagian tubuh lainnya. Keratinoid juga memiliki fungsi imunologik yang mengeluarkan interleukin-1, yang dapat meningkatkan pematangan sel T pasca timus di dalam kulit. Sel langerhans dan sel granstein juga berfungsi dalam imunitas spesifik masing-masing dengan menyajikan antigen ke sel T penolong dan sel T penekan. Lapisan dermis mengandung pembuluh darah yang memberikan nutrisi kulit dan berperan penting dalam mengatur suhu tubuh, ujung saraf sensorik yang memberi informasi mengenai lingkungan eksternal dan beberapa kelenjar eksokrin dan folikel rambut yang terbentuk oleh invaginasi khusus epitel di atasnya. Kelenjar eksokrin kulit terdiri dari kelenjar sebasea yang menghasilkan sebum, suatu bahan berminyak yang melunakkan dan membual kulit kedap air dan kelenjar keringat. Deskuamasi dari lapisan epitel kulit juga membantu menghalau bakteri dan parasit lainnya yang dapat menempel pada lapisan epitel kulit. 2.3.2 Mekanisme Pertahanan Biokimia Selain kulit, pintu utama lainnya yang dapat dilalui oleh mikroorganisme patogen untuk masuk ke dalam tubuh adalah: 1. Sistem pencernaan, di mana berbagai jenis enzim yang terdapat di air liur, sekresi lambung yang bersifat asam, gut associated lymphoid tissue
9
(GALT) dan flora normal pada saluran pencernaan yang dapat mempertahankan diri dari invasi mikroorganisme patogen. 2. Sistem urogenitalia yang dilindungi oleh sekresi mukus penangkap partikel dan sekresi asam yang bersifat destruktif bagi mikroorganisme patogen. 3. Sistem pernapasan yang pertahanannya bergantung pada aktivitas makrofag alveolus dan pada sekresi mukus yang lengket dapat menjerat senyawa asing yang masuk, kemudian disapu keluar oleh pergerakan silia. Pertahanan saluran pernapasan lainnya adalah bulu hidung yang dapat menyaring partikel ukuran besar, mekanisme refleks batuk dan bersin, masing-masing mampu mengeluarkan iritan dari trakea dan hidung. Faktor kimia, antara lain lisozim dan fosfolipase yang terdapat pada air mata, saliva, dan sekret hidung mampu melisiskan dinding sel bakteri dan merusak membran sel bakteri. Asam lemak yang terdapat dalam keringat dan pH yang rendah dalam lambung dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa defensin yang terdapat pada paru-paru dan gastrointestinal bersifat antimikroba. Demikian pula senyawa surfaktan dalam paru-paru bekerja sebagai opsonin yang merupakan senyawa mampu memacu sel-sel fagositosis untuk menelan partikelpartikel yang tidak diinginkan. Cairan lambung yag terdiri atas asam klorida, enzim dan lendir bersifat asam dengan pH yang sangat rendah (pH 1,2 – 3,0) dapat merusak sebagian besar bakteri dan toksin bakteri kecuali Clostridium botulinum dan Staphylococcus aueus. Sedangkan bakteri Helicobacter pylori dapat menetralkan asam lambung sehingga bakteri ini dapat berkembang di dalam gastrointestinal. Cairan vagina juga bersifat asam sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Demikian pula darah juga mengandung zat yang berifat sebagai antimikroba yaitu ironbinding protein tau transferin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengurangi ketersediaan zat besi yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan bakteri. Sedangkan air mata dan saliva juga dapat mencegah adanya infeksi pada mata dan mulut.
10
Faktor biologis, yaitu adanya flora normal pada kulit dan saluran pencernaan dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen dengan cara mensekresi senyawa toksik ataupun secara bersaing dengan bakteri patogen dalam memanfaatkan nutrisi yang ada dan perlekatannya pada lapisan sel. Sebagai contoh misalnya keberadaan flora normal dalam vagina dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Demikian pula keberadaan Echerichia coli dalam lambung yang dapat memproduksi bakteriosin mampu menghambat pertumbuhan Salmonella dan Shigella. 2.3.3 Aktivasi Komplemen Jalur Alternatif Mikroba di dalam darah mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur alternatif. Pada aktivasi komplemen, diproduksi C3d yang akan berikatan dengan mikroba. Pada saat limfosit B mengenali antigen mikroba melalui reseptornya, sel B juga mengenali C3d yang terikat pada mikroba melalui reseptor terhadap C3d. Kombinasi pengenalan ini mengakibatkan diferensiasi sel B menjadi sel plasma. Dalam hal ini, produk komplemen berfungsi sebagai “sinyal kedua” pada respons imun humoral. Sistem komplemen dapat diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur klasik dan jalur alternatif. Secara garis besar aktivasi komplemen baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif terdiri atas tiga mekanisme, yaitu; a) pengenalan dan pencetusan, b) penguatan (amplifikasi), dan c) pengakhiran kerja berantai dan terjadinya lisis serta penghancuran membran sel (mekanisme terakhir ini seringkali juga disebut kompleks serangan membran) .
11
Peranan komplemen
Jalur aktivasi komplemen
12
Aktivasi komplemen jalur alternatif Aktivasi jalur alternatif atau disebut pula jalur properdin, terjadi tanpa melalui tiga reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak memerlukan antibodi IgG dan IgM. Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan terus menerus dalam jumlah yang sedikit baik melalui reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa enzim proteolitik yang terdapat sedikit di dalam plasma. Komplemen C3 dipecah menjadi frclgmen C3a dan C3b. Fragmen C3b bersama dengan ion Mg+2 dan faktor B membentuk C3bB. Fragmen C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi C3bBb yang aktif (C3 konvertase). Pada keadaan normal reaksi ini berjalan terus dalam jumlah kecil sehingga tidak terjadi aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula C3b dapat diinaktivasi oleh faktor H dan faktor I menjadi iC3b, dan selanjutnya dengan pengaruh tripsin zat yang sudah tidak aktif ini dapat dilarutkan dalam plasma. Tetapi bila pada suatu saat ada bahan atau zat yang dapat mengikat dan melindurlgi C3b dan menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya menjadi banyak, maka C3b yang terbentuk dari pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan terjadilah aktivasi komplemen selanjutnya. Bahan atau zat tersebut dapat berupa mikroorganisme, polisakarida (endotoksin, zimosan), dan bisa ular. Aktivasi komplemen melalui cara ini dinamakan aktivasi jalur alternatif. Antibodi yang tidak dapat mengaktivasi jalur klasik misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif. Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel pada sel sasaran. Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran tersebut, maka aktivasi jalur alternatif dimulai; enzim pada permukaan C3Bb akan lebih diaktifkan, untuk selanjutnya akan mengaktifkan C3 dalam jumlah yang besar dan akan menghasilkan C3a dan C3b dalam jumlah yang besar pula. Pada reaksi awal ini suatu protein lain, properdin dapat ikut beraksi menstabilkan C3Bb; oleh karena itu seringkali jalur ini juga disebut sebagai jalur properdin. Juga oleh proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses penghancuran oleh faktor H dan faktor I.
13
Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah lingkaran aktivasi C3. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada permukaan membran sel. Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang berada pada permukaan membran sel dan selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang aktif akan dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi selanjutnya seperti yang terjadi pada jalur altematif (kompleks serangan membran).
2.3.4 Mekanisme Kerja Sel Natural Killer (NK) Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin untuk mengaktivasi makrofag yaitu IFN-γ. Sel NK berjumlah 10% dari total limfosit di darah dan organ limfoid perifer. Sel NK mengandung banyak granula sitoplasma dan mempunyai penanda permukaan (surface marker) yang khas. Sel ini tidak mengekspresikan imunoglobulin atau reseptor sel T. Sel NK dapat mengenali sel pejamu yang sudah berubah akibat terinfeksi mikroba. Mekanisme pengenalan ini belum sepenuhnya diketahui. Sel NK mempunyai berbagai reseptor untuk molekul sel pejamu (host cell), sebagian reseptor akan mengaktivasi sel NK dan sebagian yang lain menghambatnya. Reseptor pengaktivasi bertugas untuk mengenali molekul di permukaan sel pejamu yang terinfeksi virus, serta mengenali fagosit yang mengandung virus dan bakteri. Reseptor pengaktivasi sel NK yang lain bertugas untuk mengenali molekul permukaan sel pejamu yang normal (tidak terinfeksi). Secara teoritis keadaan ini menunjukkan bahwa sel NK membunuh sel normal, akan tetapi hal ini jarang terjadi karena sel NK juga mempunyai reseptor inhibisi yang akan mengenali sel normal kemudian menghambat aktivasi sel NK. Reseptor inhibisi ini spesifik terhadap berbagai alel dari molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I. Terdapat 2 golongan reseptor inhibisi sel NK yaitu killer cell immunoglobulin-like receptor (KIR), serta reseptor yang mengandung protein CD94 dan subunit lektin yang disebut NKG2. Reseptor KIR mempunyai struktur yang homolog dengan imunoglobulin. Kedua jenis reseptor inhibisi ini
14
mengandung domain struktural motif di sitoplasmanya yang dinamakan immunoreceptor tyrosine-based inhibitory motif (ITIM) yang akan mengalami fosforilasi ke residu tirosin ketika reseptor berikatan dengan MHC kelas I, kemudian ITIM tersebut mengaktivasi protein dalam sitoplasma yaitu tyrosine phosphatase. Fosfatase ini akan menghilangkan fosfat dari residu tirosin dalam molekul sinyal (signaling molecules), akibatnya aktivasi sel NK terhambat. Oleh sebab itu, ketika reseptor inhibisi sel NK bertemu dengan MHC, sel NK menjadi tidak aktif.
Mekanisme kerja Sel NK Mengenali Sel Normal dan Sel Abnormal
15
Berbagai virus mempunyai mekanisme untuk menghambat ekspresi MHC kelas I pada sel yang terinfeksi, sehingga virus tersebut terhindar dari pemusnahan oleh sel T sitotoksik CD8+. Jika hal ini terjadi, reseptor inhibisi sel NK tidak teraktivasi sehingga sel NK akan membunuh sel yang terinfeksi virus. Kemampuan sel NK untuk mengatasi infeksi ditingkatkan oleh sitokin yang diproduksi makrofag, diantaranya interleukin-12 (IL-12). Sel NK juga mengekspresikan reseptor untuk fragmen Fc dari berbagai antibodi IgG. Guna reseptor ini adalah untuk berikatan dengan sel yang telah diselubungi antibodi (antibody-mediated humoral immunity). Setelah sel NK teraktivasi, sel ini bekerja dengan 2 cara. Pertama, protein dalam granula sitoplasma sel NK dilepaskan menuju sel yang terinfeksi, yang mengakibatkan timbulnya lubang di membran plasma sel terinfeksi dan menyebabkan apoptosis. Mekanisme sitolitik oleh sel NK serupa dengan mekanisme yang digunakan oleh sel T sitotoksik. Hasil akhir dari reaksi ini adalah sel NK membunuh sel pejamu yang terinfeksi. Cara kerja yang kedua yaitu sel NK mensintesis dan mensekresi interferon-γ (IFN-γ) yang akan mengaktivasi makrofag. Sel NK dan makrofag bekerja sama dalam memusnahkan mikroba intraselular: makrofag memakan mikroba dan mensekresi IL-12, kemudian IL-12 mengaktivasi sel NK untuk mensekresi IFN-γ, dan IFN-γ akan mengaktivasi makrofag untuk membunuh mikroba yang sudah dimakan tersebut. Tubuh menggunakan sel T sitotoksik untuk mengenali antigen virus yang ditunjukkan oleh MHC, virus menghambat ekspresi MHC, dan sel NK akan berespons pada keadaan dimana tidak ada MHC. Pihak mana yang lebih unggul akan menentukan hasil akhir dari infeksi.
2.3.5 Mekanisme Pertahanan Seluler (Fagositosis) Pada umumnya ketika tubuh terinfeksi oleh mikroorganisme, jumlah sel darah putih yang terdapat dalam darah akan meningkat dari biasanya. Hal ini disebabkan oleh karena sel darah putih yang biasanya tinggal di dalam kelenjar getah bening masuk kedalam sistem peredaran darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi tersebut. Sel darah putih ini akan berada
16
dalam darah untuk beberapa saat. Sebagian besar sel darah putih akan keluar dari pembuluh darah dan akan masuk ke dalam jaringan tubuh. Akibatnya sel sistem imun ini akan tersebar luas di seluruh tubuh dan mampu bertahan di berbagai jaringan tubuh. Dalam sistem imun nonspesifik, terjadi respon selular yang kemudian mengaktifkan sistem fagosit (granulosit dan makrofag). Semua granulosit mengandung enzim mieleperoksidase yang membantu membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh bersama makanan. Bila bakteri menyerang tubuh, sumsum tulang dirangsang untuk menghasilkan dan mengeluarkan netrofil dalam jumlah besar. Neutrofil akan membunuh dan menelan bakteri tersebut. Namun, bila antigen terlalu besar atau terlalu banyak terdapat antigen di sekitar sel, maka fagositosis oleh makrofag akan diaktifkan. Fagositosis merupakan mekanisme perlawanan sel kekebalan terhadap invasi mikroorganisme di luar sel. Sel yang berperan adalah makrofag dan leukosit polimurfonuklear (PMN). Kedua jenis sel ini berasal dari sel primitif sumsum tulang. Setelah dilepas dari sumsum tulang akan masuk ke dalam peredaran darah, PMN bertahan selama 6-7 jam, kemudian akan masuk ke dalam jaringan dan bertahan selama 4-5 hari. Monosit dalam sirkulasi darah bertahan 1-3 hari sebelum masuk ke dalam jaringan. Di dalam jaringan, makrofag dapat hidup beberapa bulan yang dapat bergerak bebas atau tidak bergerak seperti sel kuffer dalam hati dan sel langerhans dalam kulit. Baik monosit maupun PMB setelah dilepas dari sumsum tulang umumnya tidak lagi mengalami mitosis, sehingga jika kebutuhan meningkat akan diproduksi oleh sumsum tulang. Proliferasi dari sel induk dan pelepasan kedua jenis sel tersebut diatur oleh mekanisme saraf dan faktor lainnya yang terjadi di dalam serum misalnya terjadinya proses invasi dan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Proses fagositosis dan penghancuran mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh terdiri dari : a. Kematoksis, yaitu suatu rangsangan kimiawi yang mendorong sel fagosit bergerak kea rah mikrooraganisme yang masuk ke dalam tubuh.
17
b. Penempelan sel fagosit dengan mikroorganisme atau bahan asing lainnya. Proses ini bisa berlangsung dengan lebih mudah apabila mikroorganisme terlebih dahulu diselubungi oleh protein serum tertentu yang disebut opsonisasi. Protein yang dapat bertindak sebagai opsonin antara lain komponen protein dari sistem komplemen dan molekul antibodi.
18
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan 1. Sistem imun non spesifik adalah pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme. Sistem tersebut disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir yang berupa permukaan tubuh dan berbagai komponen dalam tubuh. 2. Komponen respon imun non spesifik meliputi pertahanan fisik dan mekanik, pertahanan biokimiawi (bahan larut), pertahanan humoral (bahan larut), pertahanan selular. 3. Mekanisme respon imun non spesifik meliputi mekanisme pertahanan fisik dan mekanik, mekanisme pertahanan biokimia, mekanisme aktivasi komplemen jalur alternatif, mekanisme kerja sel NK, serta mekanisme fagositosis oleh makrofag dan granulosit.
3.2 Saran Untuk memahami lebih lanjut mengenai sistem imun maka sebaiknya dilakukan kajian pustaka yang lebih mendalam dengan menggali pada referensireferensi yang lebih banyak dan sumber yang valid.
19
DAFTAR PUSTAKA Handayani, Trimar. 2009. Respon Imun Non spesifik. [Online] http://arifwr.wordpress.com/2009/06/09/respon-imun-non-spesifik/ diunduh pada tanggal 23 Mei 2013. Judarwanto, Widodo. 2012. Imunitas Non Spesifik. [online]. http://allergyclinic.wordpress.com/2012/02/01/imunitas-non-spesifik/. Diunduh pada, 25 Mei 2013. Radji, Maksum. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta : PT ISFI Penerbitan. Viera ’Stvrtinová, et.al. 2006. Central cells in acute inflammation”. [online]. Faculty of Medicine, Comenius University. Diunduh pada, 25 Mei 2013
20