BAB II KARAKTERISTIK RESERVOIR
2.1.
Karakteristik Batuan Reservoir
Reservoir merupakan suatu tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon (minyak dan gas bumi) dan air dibawah permukaan tanah yang porous dan permeable dan memiliki suatu sistem tekanan alamiah yang tunggal. Proses
akumulasi minyak bumi dibawah permukaan harus memenuhi beberapa syarat yang disebut petroleum system dimana merupakan unsur-unsur suatu reservoir minyak dan gas bumi. Unsur-unsur yang menyusun reservoir tersebut, yaitu: Batuan Induk, adalah batuan dimana pada awalnya minyak dan gas bumi terbentuk, umumnya berbutir halus, banyak mengandung fosil/jasad renik, seperti serpih (shale). Napal (marl), batu gamping (limestone/carbonate) yang mempunyai kandungan organik tinggi. Migrasi, adalah suatu proses perpindahan minyak dan gas bumi dari batuan induk kedalam batuan reservoir, dimana terdapat dua migrasi yaitu migrasi lateral dan migrasi vertical. Migrasi lateral adalah proses perpindahan minyak dan gas bumi ari batuan batuan induk ke batuan reservoir secara lateral dalam satu lapisan sedankan migrasi vertical adalah proses perpindahan minyak dan gas bumi dar i batuan induk ke batuan reservoir secara vertical biasanya melalui jalur-jalur patahan. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gas bumi. Batuan reservoir berupa lapisan batuan yang porous (berongga-rongga ataupun berpori-pori) dan permeable (mudah meluluskan fluida). Lapisan penutup ( cap rock ), ), yaitu suatu lapisan yang non-permeable, terdapat diatas suatu reservoir dan merupakan penghalang minyak dan gas bumi agar tidak keluar dari reservoir. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur penyekat yang terbentuk sedemikian rupa akibat proses geologi sehingga dapat menjadi tempat berkumpulnya hidrokarbon dalam suatu s uatu keadaan sehingga hidrokarbon tidak bisa keluar dari reservoir.
3
4
Kondisi reservoir (tekanan dan temperatur) sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik minyak dan gas serta kemampuan minyak dan gas tersebut untuk dapat diproduksikan ke permukaan. 2.1.1. Karakteristik Batuan Shale Shale adalah jenis batuan sedimen yang merupakan hasil pengendapan mud clay dengan ukuran butir kurang dari 1/256 mm dan silt dengan dengan ukuran butir 1/256
– 1/16 1/16 mm (Gambar 2.1). Namun secara umum, shale merupakan kombinasi dari beberapa mineral diantaraya : clay, silika (kuarsa), karbonat (kalsit atau dolomit) dan material organik. Mineral-mineral pembentuk batuan shale memiliki tingkat kekerasan relatif yang berbeda-beda (Gambar 2.2). Sebagian besar batuan shale mengandung kerogen yang tersusun dari senyawa-senyawa organik.
Gambar 2.1. Skala Wenworth Frederick K. Lutgens, “Essentials of Geology 11th Edition”, 2012) ( Frederick
5
Gambar 2.2. Skala Mohs (Kekerasan Relatif) Frederick K. Lutgens, “Essentials of Geology 11th Edition”, 2012) ( Frederick
A
B
C
Gambar 2.3. Perbedaan Warna pada Batuan Shale , “Shale Oil and Shale Shale Gas Han d book”,2016) book”,2016) (Sohrab Zendehboudi ,
Efek dari perbedaan komposisi penyusun batuan shale akan mempengaruhi warna dari batuan, ada yang berwarna gelap dan terang ( Gambar 2.3). Dark shale (C) merupakan batuan shale yang berwarna hitam gelap yang mengindikasikan
memiliki kandunngan kerogen lebih banyak daripada light shale (warna terang) (A dan B). Sebagai tambahan, dark shale memlilki lingkungan pengendapan lebih
6
dalam daripada light shale dengan kondisi tanpa adanya oksigen. Oleh karena itu untuk tingkat thermal maturity dari dark shale lebih tinggi daripada light shale. Shale gas yang sedang dikembangkan di Amerika merupakan hasil dari formasi dark shale. 2.1.1.1.Reservoir Shale Berdasarkan Kandungan Mineral yang Dominan Reservoir shale Reservoir shale adalah batuan yang berlapis dan kompak yang berasal dari
pengendapan sedimen berbutir halus yang mengandung kerogen yang merupakan sumber dari terbentuknya minyak dan gas non konvensional setelah mengalami proses kimia pirolisis atau pemanasan (Dyni, 2010 ). Kebanyakan dari batuan penyusun reservoir shale reservoir shale tidak seluruhnya shale melainkan terdapat mineral lain. reservoir shale dibagi menjadi 3 Berdasarkan kandungan mineral yang dominan reservoir shale
yaitu (1) Carbonate-rich Carbonate-rich shale yang terdiri dari calcite dan dolomite, (2) Silliceous dan (3) Cannel shale. shale yang banyak mengandung kuarsa, clay, opal atau chert dan 1. Carbonate-Rich Shale Reservoir shale Reservoir shale ini memiliki kandungan yang kaya akan karbonat dengan
akumulasi minyak yang cukup besar. Kebanyakan batuan karbonat mengalami waktu pengendapan yang bersamaan dengan batuan shale, namun ada juga yang terbentuk sebagai hasil perubahan dari serpihan material organik . Reservoir shale yang kaya akan karbonat biasanya Reservoir shale shale jenis ini terbentuk pada lingkungan pengendapan lakustrin. Reservoir
biasanya cukup keras, dan tahan terhadap pelapukan (T. F. Yen, 1976). Dengan akumulasi minyak yang cukup besar dan kandungan karbonat yang banyak, shale jenis ini memiliki kandungan minyak yang cukup besar. 2.
Siliceous Shale Reservoir shale Reservoir shale ini biasanya terdiri atas mineral kuarsa, feldspar , dan atau clay sebagai penyusun utama batuan tersebut dan ter dapat sebagian opal dan chert . Batuan shale jenis ini memiliki warna coklat tua atau hitam dan tidak
cukup tahan terhadap pelapukan daripada carbonate-rich carbonate-rich shale. Kandungan minyak yang terkandung dalam reservoir jenis ini biasanya lebih sedikit dari carbonate-rich shale. Efek dari adanya kompaksi, deformasi, dan
7
metamorfisme secara tidak langsung membuat konstituen yang volatil dan mobil bermigrasi dari reservoir tersebut tersebut (T. F. Yen, 1976). 3. Cannel Shale Cannel
shale adalah
reservoir shale yang
memiliki
lingkungan
pengendapan dekat dengan batubara seperti cannel coal, torbanite, dan marine coals. Cannel shale terdiri dari sebagian besar sisa-sisa alga dan
banyak mengandung impuritis im puritis yang terbentuk dari bahan-bahan penyusun batubara. Kandungan minyak dalam cannel shale tidak tergantung oleh aktivitas kompaksi dan deformasi batuan (T. F. Yen, 1976). 2.1.2. Komposisi Kimia Batuan Shale Shale adalah batuan yang kaya akan kandungan clay sehingga memiliki
porositas rendah (umumnya (umumnya < 10%), permeabilitasnya sangat rendah (< 1 mD) dan Immobile hydrocarbon hydrocarbon (gelembung-gelembung hidrokarbon dikelilingi oleh phase
air). Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58% silicon dioxide (SiO2), 15% alumunium oxide (Al2O3), 6% iron oxide (FeO) dan
Fe2O3, 2% magnesium oxide (MgO), 3% calcium oxide (CaO), 3% potasium oxide (K 2), 1% sodium oxid e (Na2), dan 5% air (H 2O). Sisanya adalah metal oxide dan anion seperti terlihat pada Tabel II-1.
8
Tabel II-1. Komposisi Kimia Shale (Pettijohn, F.J., “Sedimentary Rock 2nd Edition”, 1975) Unsur Mineral
Jumlah Kandungan (%)
SiO2
58,10
TiO2
0,65
Al2O3
15,40
Fe2O3
4,02
FeO
2,45
MgO
2,44
CaO
3,11
Na2O
1,30
K 2O
3,24
H2O+
5,00
P2O3
0,17
CO2
2,63
SO3
0,64
BaO
0,05
C
0,8
Total
100,00
Sifat-sifat fisik shale ditentukan oleh sifat-sifat mi neral yang dikandungnya. Shale yang banyak mengandung mineral nonmorillonite atau illite cenderung
tersaturasi oleh air, sehingga lebih lunak dan li cin daripada shale yang mengandung kuarsa dan silt .
9
Batuan shale dapat bertindak sebagai batuan reservoir disebabkan adanya rekahan-rekahan atau fracturing, pencucian dan pelapukan. Tetapi pori-pori yang terisi fluida hidrokarbon tersebut bukanlah merupakan porositas primer, melainkan terbentuk setelah batuan tersebut terendapkan atau merupakan porositas sekunder. Selain shale atau clay dalam bentuk batuan, sering kali juga ditemukan jenis mineral tersebut sebagai sisipan dari jenis batuan lain. Dan distribusi shale atau clay pada suatu batuan ada tiga jenis (Gambar 2.4), yaitu : a. Structural shale adalah distribusi shale sebagai butiran pada suatu jenis batuan. Jenis distribusi ini umumnya tidak berpengaruh terhadap porositas efektif (volume shale <25 %), namun berpengaruh terhadap respon r espon log yaitu log sinar gamma. b. Laminar shale adalah distribusi shale yang berbentuk perlapisan, sebagai matrik (pada umumnya < 1 cm). Jenis shale ini berpengaruh terhadap porositas efektif dan respon log sinar gamma. c. Dispersed shale adalah jenis distribusi shale yang terdapat di dalam pori pori batuan (sebagai semen, pore linings). Jenis shale ini berpengaruh terhadap porositas efektif dan respon log sinar gamma, log resistivitas serta log sonic.
Gambar 2.4. Bentuk Distribusi Shale / Clay pada Batu Sedimen (C.R, Smith, et.al., “Applied Reservoir Engineering”, 1992)
10
2.1.3. Lingkungan Pengendapan Reservoir Shale
Kandungan mineral pada batuan shale sangat dipengaruhi oleh lingkungan pengendapan dari reservoir shale li ngkungan pengendapan reservoir shale itu sendiri. Yang mana lingkungan itu terbagi menjadi 3 menurut Yen (1976) yaitu : a.
Cekungan Pada Danau Besar
Beberapa reservoir shale yang mempunyai kandungan hidrokarbon yang cukup banyak yaitu pada large lake basins . Lingkungan pengendapan ini merupakan cekungan tektonik yang terbentuk sebagai hasil pelengkungan lempeng saat pembentukan pegunungan yang ditunjukkan pada peta paleographic Gambar 2.5. Sedimen tufa-an vulkanik, sedimen klastik, dan batuan karbonat akan menjadi
sisipan pada batuan shale yang akan menjadi sumber yang dibutuhkan oleh sebagian besar mahluk hidup di dalam air yang mana merupakan syarat terbentuknya hidrokarbon dalam batuan shale. Keberadaan mineral garam pada pengendapan di cekungan danau besar ini atau pada lingkungan lacustrine lainnya menunjukan adanya kekeringan pada sejarah pembentukan danau, namun bukti juga menunjukan menunjukan adanya adanya lokasi yang yang memiliki iklim tropis dan subtropis subtropis sepanjang reservoir shale pada lacustrine. Kandungan minyak pada lingkungan pengendapan reservoir shale
pengendapan ini dapat dapat mencapai 40 gal/ton batuan atau bisa lebih (T. F. Yen, 1976). 1976).
Gambar 2.5. Lingkungan Pengendapan Lakustrin (Teh Fu Yen, “Oil Shale”, 1976)
11
Secara keseluruhan, reservoir shale reservoir shale yang terendapkan pada zona lacustrine merupakan jenis calcareous ( carbonate-rich ). Sedimen yang menyusunnya antara lain tufa, batuan sedimen klastik dan batuan karbonat. Reservoir shale yang terendapkan pada lingkungan ini terbukti memiliki
kandungan hidrokarbon paling besar karena memiliki ketebalan reservoir sampai sampai 2000 ft dan tersebar secara lateral sejauh 100-1000 mil 2 dan memiliki kurang dari 40 gal/ton batuan. b. Laut Dangkal Reservoir shale yang terbentuk pada lingkungan laut biasanya memiliki
ketebalan kurang dari 100 ft dan kandungan minyak kurang dari 30 gal/ton batuan yang terdapat pada cekungan sub-geosyncline (Gambar 2.6), reservoir pada lingkungan pengendapan ini memiliki persebaran lateral yang cukup besar yakni sampai 100-1000 mil 2. Reservoir jenis jenis ini merupakan tipe silliceous shale. Batuan shale pada lingkungan pengendapan ini berasosiasi dengan kuarsa, f eldspar, chert , cherty limestone.
Gambar 2.6. Lingkungan Pengendapan Laut Dangkal (Teh Fu Yen, “Oil Shale”, 1976) c. Danau Kecil Asosiasi Dengan Rawa Pembentuk Batubara
Pengendapan reservoir shale berasosiasi dengan lapisan batubara cukup jarang ditemukan. Pada lingkungan pengendapan ini biasanya memiliki ketebalan yang kecil dan tidak tersebar luas, namun memiliki yield oil yaing cukup reservoir yang
12
besar yaitu yaitu sampai 42 gal/ton gal/ton batuan. Biasanya jenis shale yang dominan yaitu jenis cannel shale pada lingkungan pengendapan ini. 2.1.4. Sifat Fisik Batuan Reservoir 2.1.4.1.Porositas
Porositas ( () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :
Vb Vg
Vp
−
=
Vb
=
Vb
x 100% …………………………..…….................. …………………………..……... ............... (2-1)
Dimana : Vb
= Volume batuan total (bulk volume), volume), cm 3
Vg
= Volume butiran (volume grain), cm3
Vp
= Volume ruang pori-pori batuan, cm 3
Φ
= Porositas, % Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua dilihat dari
segi teknik reservoir, yaitu: 1. Porositas absolut, adalah adalah persen volume pori-pori pori-pori total terhadap volume batuan total (bulk volume). volume). abs
=
Volume seluruh pori total Volume batuan total
..................................... (2-2) 100% ......................................
2. Porositas efektif, adalah persen volume pori-pori pori-pori yang saling berhubungan berhubungan terhadap volume batuan total ( bulk volume). volume). eff
=
Volume pori yang berhubungan Volume batuan total
.......................... (2-3) 100% ...........................
Untuk selanjutnya porositas efektif digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai fraksi volume yang yang produktif. Disamping itu menurut waktu dan cara terjadinya,maka porositas dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1. Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen diendapkan.
13
2. Porositas sekunder, adalah porositas porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan sedimen terendapkan. Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses pelarutan batuan. 2. Rekahan yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan, sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi karena bentuknya tidak teratur. 3. Dolomitisasi, dalam proses ini batugamping (CaCO 3) ditransformasikan menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia : 2CaCO3 + MgCl 2
→
…...……………………. (2-4) CaMg(CO3)2 + CaCl2 …...……………………. (2-4)
Porositas merupakan fungsi dari sortasi / pemilahan. Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir (susunan butir berbentuk kubus
mempunyai
porositas
lebih
baik
(47,6%)
dibandingkan
bentuk
rhombohedral mempunyai porositas (25,96%), kompaksi dan sementasi (kompaksi
batuan akan mengakibatkan mengecilnya porositas, karena penekanan batuan diatasnya, sehingga batuan menjadi rapat, sementasi yang kuat akan memperkecil porositas). 2.1.4.2.Permeabilitas
Permeabilitas batuan merupakan nilai yang menunjukkan kemampuan suatu batuan porous untuk mengalirkan fluida. Henry Darcy (1856), dalam percobaan dengan menggunakan sampel batuan. Dalam percobaan Henry Darcy menggunakan batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batupasir silindris s ilindris yang porous ini 100% dijenuhi cairan dengan viskositas
(cp),
dengan luas penampang A (cm 2), dan
panjangnya L (cm). Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 (atm) pada salah satu ujungnya maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q (cm3/sec), sedangkan
14
P2 (atm) adalah tekanan keluar. Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q.
.L/A.(P1-P2) adalah konstan dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga permeabilitas absolut batuan. Definisi batuan mempunyai permeabilitas 1 darcy menurut hasil percobaan ini adalah apabila batuan mampu mengalirkan fluida dengan laju 1 cm 3/s berviskositas 1 cp, sepanjang 1 cm dan mempunyai penampang 1 cm 2, perbedaan tekanan sebesar 1 atm. Sehingga persamaannya dapat ditulis sebagai berikut : K =
Q. ............................................... ..................................................................... ........................................ .................. (2-5) P
A.(
)
Dimana : k
= Permeabilitas media berpori, darcy
q
= Debit aliran, cm3/s
µ
= Viskositas fluida yang menjenuhi,cp
A
= Luas penampang media, cm2
ΔP
= Beda tekanan masuk dengan tekanan keluar, atm
Δℓ
= Panjang media berpori, cm Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan (2-5)
adalah: 1. Alirannya mantap (steady state) 2. Fluida yang mengalir satu fasa 3. Viskositas fluida yang mengalir konstan 4. Kondisi aliran isothermal 5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal 6. Fluidanya incompressible. Berdasarkan atas jumlah fasa cairan c airan yang mengalir di dalam media berpori, maka pada dasarnya permeabilitas batuan dibedakan menjadi :
15
a. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas saja. K =
Q. . A.( P1 − P2 )
............................................ .................................................................. ...................................... ................ .. (2-6)
b. Permeabilitas efektif , adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan minyak atau ketiga-tiganya. K o
=
Qo . o . A.( P1 − P2 )
K w =
Qw . w . A.( P1 − P2 )
……………………………….…..………...……….. (2-7) ……………………………….…..………...………
………………………………………………........... (2-8) ………………………………………………........... (2-8)
c. Permeabilitas relatif , adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan permeabilitas absolut. K ro
K o =
K
, K rg
K g =
K
, K rw
K w =
K
.......................................... ........................................................ .............. (2-9)
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga permeabilitas efektif dinyatakan sebagai K o, K g, K w, dimana masing-masing untuk minyak, gas, dan air. Keterkaitan antara harga permeabilitas relatif minyak dan air terhadap harga saturasinya digambarkan oleh suatu kurva grafik yang ditunjukkan Gambar 2.7.
16
Gambar 2.7. Kurva Permeabilitas Relatif untuk Sistem Minyak dan Air (Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada kurva permeabilitas relatif untuk sistem minyak dan air, yaitu : 1. Pada region A turunnya k ro ro dengan cepat sebagai akibat naiknya S w, menunjukkan bahwa adanya sedikit air akan mempersulit aliran minyak dalam batuan tersebut, demikian pula sebaliknya. 2. Pada region B terdapat aliran 2 fasa hingga sampai waktu te rtentu karena hal ini terbentuk disebabkan oleh produksi mengalami penurunan sampai batas S wc dan Soc. 3. Pada region C turunnya k ro ro tidak sampai batas nol, dimana sementara masih terdapat saturasi minyak dalam batuan, dengan kata lain di bawah saturasi minimum tertentu minyak dalam batuan tidak akan bergerak lagi. Saturasi minimum ini disebut dengan Residual Oil Saturation (Sor ), ), demikian juga untuk air yaitu Swr (region (region A).
17
2.1.4.3.Saturasi Fluida
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori total pada suatu batuan berpori. a. Saturasi minyak (So) adalah : S o
volume pori pori yang diisi min min yak −
=
volume pori pori total
…………….....….......... …………….....….......... (2-10)
−
b. Saturasi air (Sw) adalah : S w
volume pori pori yang diisi air −
=
volume pori pori total
............……………….....…... (2-11) ............……………….....…... (2-11)
−
c. Saturasi gas (Sg) adalah : Sg
volum volumee pori pori =
−
pori pori yang yang diisi diisi ole oleh h gas
volum volumee pori pori
−
pori pori total total
……………………..... (2-12) ……………………..... (2-12)
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan : Sg + So + Sw = 1 ........................................... ................................................................. ....................................... ................. (2-13) Jika diisi oleh minyak dan air saja maka : So + Sw = 1 ......................................... ............................................................... ............................................ ........................ (2-14) Sebagian fluida masih tertinggal di dalam reservoir res ervoir ketika diproduksikan ke permukaan, akibat adanya adanya volume volume fluida yang yang terdapat dalam dalam pori-pori batuan tidak dapat bergerak lagi. Saturasi fluida (minyak) yang sudah tidak mampu lagi mengalir kepermukaan disebut oil residual saturation (saturasi sisa minyak). 2.1.4.4. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur dimana keduanya dalam keadaan statis di dalam sistem kapiler. Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida “ non-wetting phase” (Pnw) dengan fluida “ wetting phase” (Pw). Berdasarkan Gambar 2.8. sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara antara air dan dinding pipa pipa yang arah resultannya ke atas. Gaya – Gaya – gaya gaya yang bekerja pada sistem tersebut yaitu :
18
1. Besar gaya tarik keatas adalah 2 2 rAT, dimana r adalah jari-jari pipa kapiler. kapiler . 2. Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah r 2 h g ( (w-o). Di reservoir biasanya air sebagai fasa yang membasahi (wetting fasa), sedangkan minyak dan gas sebagai non-wetting phase non-wetting phase atau tidak membasahi. Pc = Po - Pw………………………………………….…...... ………………………………………….…...................... ................ (2-15) Perbedaan tekanan permukaan antara minyak dengan air berhubungan dengan perbedaan densitas dan ketinggian dari kenaikan air. Pc = (ρw – ρ – ρo) g h ……………………………….. ………………………………..................... ............................... ............ (2-16) Dimana : Po = Tekanan fasa non-wetting (oil = minyak), dyne/cm 2 Pw = Tekanan fasa wetting (water = = air), dyne/cm 2 Pc = Tekanan Tekanan kapiler, dyne/cm dyne/cm 2 ρw = densitas air, gr/cm gr/cm3 ρo = densitas minyak, gr/cm3 h
= ketinggian kenaikan air pada pipa kapiler, cm
Gambar 2.8. Hubungan Tekanan dalam Pipa Kapiler (Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr., Whitting,R.L: “ Petroleum Reservoir Engineering Physical Properties”,1960)
Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya keatas akan sama dengan gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
19
2 π r A T = π r 2 Δρ g h ....................................................................... h ....................................................................... (2-17) dan,
Pc = Δρ g h , AT =
maka, Pc
=
2 cos
r
cos
=
…………………………………….......….. .. (2-18) g h …………………………………….......…
dimana : σ
= Tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm
cos = Sudut Sudut kontak permukaan antara dua fluida , dyne/cm r
= Jari-jari lengkung pori-pori, cm
= Perbedaan densitas dua fluida, gr/cm3
g
= Percepatan gravitasi, cm/dt2
h
= Tinggi kolom, cm Tekanan kapiler mempunyai dua pengaruh penting dalam reservoir minyak
atau gas, yaitu mengontrol distribusi fluida di dalam reservoir dan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau mengalir melalui ruang pori-pori reservoir sampai mencapai batuan yang impermeabel. Pada Gambar 2.9. menyatakan bahwa h akan bertambah jika perbedaan densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap.
Gambar 2.9. Variasi Pc terhadap Sw (Mc. Cain, JR, William D., "The Properties of Petroleum fluid”, 1973)
20
Untuk reservoir minyak yang mempunyai API gravity API gravity rendah maka kontak minyak-air akan mempunyai zona transisi yang panjang. Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran permeabilitas. Batuan reservoir dengan permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir dengan permeabilitas yang rendah. 2.1.4.5.Wetabilitas
Wetabilitas didefinisikan sebagai kecenderungan fluida untuk melekat pada permukaan batuan. Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat, maka salah satu fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini disebabkan adanya gaya adhesi yaitu gaya tarik-menarik partikel yang berlainan. Besaran wettabilitas dapat dilihat pada Gambar 2.10. dimana sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Jenis mineral yang terkandung dalam batuan reservoir. 2. Ukuran butir batuan, semakin halus ukuran butir batuan maka semakin besar gaya adhesi yang terjadi. 3.
Jenis kandungan hidrokarbon yang terdapat di dalam minyak mentah (crude oil) Dalam sistem minyak-air benda padat, gaya adhesi A T yang menimbulkan
sifat air membasahi benda padat adalah: AT = so - sw = wo. cos wo ........................................................... (2-19) dimana : AT
= Gaya adhesi, dyne/cm
so
= Tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
sw
= Tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm
wo
= Tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm
wo
= Sudut kontak minyak-air. Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya positif
( < 90o), yang berarti batuan bersifat water wet (Kejadian (Kejadian ini sebagai akibat dari gaya adhesi yang lebih besar pada sudut lancip yang dibentuk antara air dengan
21
batuan dibandingkan gaya adhesi pada sudut yang tumpul yang dibentuk antara minyak dengan batuan). Sedangkan bila air tidak membasahi zat padat maka tegangan adhesinya negatif ( ( > 90o), berarti batuan bersifat oil wet . Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak di antara fasa air. Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih mudah mengalir.
Gambar 2.10. Ilustrasi Wetabilitas (Rubiandini, Rudi. , Interaksi Fluida dan Batuan”. 2010) , “ RESR-007 Interaksi
2.1.4.6. Kompressibilitas Batuan
Kompressibilitas batuan didefinisikan sebagai perubahan volume batuan yang disebabkan karena adanya perubahan tekanan batuan. Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan mengakibatkan perubahan tekanan dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan pada batuan juga akan mengalami perubahan. Adanya perubahan tekanan ini akan mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total (bulk) batuan reservoir. Menurut Geerstma (1957) ada tiga konsep tentang kompressibilitas batuan, antara lain : a. Kompressibilitas matriks batuan, cr Didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume material padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan. Secara matematis persamaan koefisien kompressibilitas sebagai berikut : cr = −
Vr ................................................................ .................................. ............ (2-20) .......................................... Vr P T 1
22
Dimana : Cr
= Koefisien kompressibilitas matrik batuan, psi-1
Vr
= Volume material padatan (grains), cm3
Simbol T pada persamaan tersebut mengindikasikan bahwa temperature konstan. b. Kompressibilitas bulk, CB Didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume dari batuan terhadap satuan perubahan
tekanan.
Secara
matematika
dirumuskan
koefisien
kompressibilitas sebagai :
CB−=
1
V B
V P
.......................................... ................................................................ ..................................... ............... (2-21)
B
T
Dimana : CB
= Koefisien kompresibilitas batuan, psi-1
Vr
= Volume bulk, cm3
c. Kompressibilitas pori-pori batuan, cP Didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume pori dari batuan terhadap satuan perubahan tekanan. Secara matematika dirumuskan koefisien kompressibilitas sebagai : Cp = −
V P ............................................................... .................................... .............. (2-22) ......................................... VP P T 1
Dimana : C p
= Koefisien kompresibilitas pori batuan, psi-1
Vr
= Volume pori batuan, cm3
P
= Tekanan pori, psi
Di antara konsep diatas, kompressibilitas pori – – pori batuan dianggap yang paling penting dalam teknik reservoir khususnya. Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam tekanan, yaitu : a. Internal stress, yang berasal dari desakan fluida yang terkandung di dalam pori-pori batuan (tekanan fluida formasi).
23
b. Eksternal stress, yang berasal dari pembebanan batuan yang ada di atasnya (tekanan overburden). 2.2.
Karakteristik Fluida Reservoir
Fluida reservoir terdiri dari hidrokarbon dan air formasi. Dalam pembahasannya akan dibicarakan mengenai sifat-sifat kimia dan fisika kedua jenis fluida reservoir tersebut. 2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir 2.2.1.1.Komposisi Kimia Hidrokarbon
Hidrokarbon merupakan suatu persenyawaan yang terdiri dari atom hidrogen (H) dan atom karbon (C). Berdasarkan struktur molekulnya, senyawa hidrokarbon dapat dibagi menjadi dua golongan utama yaitu Golongan Alifatik dan Golongan Aromatik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Pembagian Golongan Hidrokarbon ( Mc.Cain, Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990) 1. Golongan Alifatik a. Famili Alkana ( Alkanes)
Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum C nH2n+2 dan mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan masing-masing atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap valensi
24
dari satu atom C berhubungan dengan atom C di sebelahnya. Seri homolog hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris : alkanes). Senyawa dari golongan ini (alkana) disebut juga sebagai hidrokarbon golongan parafin. Pada Tabel II-2 menunjukkan contoh-contoh nama-nama anggota alkana ses uai dengan
jumlah atom karbonnya. karbonnya. Tabel II-2. Alkana (CnH2n+2) Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990 1990 ) ( Mc.Cain,
Pada tekanan dan temperatur normal empat alkana yang pertama merupakan gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih ( boiling point ) karena penambahan jumlah atom karbon maka mulai pentana (C5H12) sampai hepta-dekana (C17H36) merupakan cairan. Sedangkan alkana yang mengandung 18 atom karbon atau lebih merupakan padatan ( solid ). ). Alkana dengan rantai bercabang memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan dengan n-alkana, di mana untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik yang kurang beraturan. Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan dalam gaya antar molekul ( inter molecular force) yang menghasilkan perbedaan pada titik lebur dan titik didih di antara isomerisomer alkana. Seri n-alkana yang ditunjukkan pada Tabel II-3, memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang tidak begitu tajam.
25
Tabel II-3. Sifat – sifat sifat Fisik n-Alkana ( Mc.Cain, Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990 1990 )
b. Famili Alkena ( Alkenes)
Famili hidrokarbon yang disebut alkena sering disebut sebagai “hidrokarbon tak jenuh” dan kadangkadang-kadang disebut juga “ olefin”. Rumus umum untuk keluarga alkena adalah CnH2n. Struktur alkena dicirikan oleh adanya ikatan rangkap dua (double bond) antara atom karbon dengan atom karbon lain. Penamaan famili alkena dilakukan dengan cara memberikan nama awal yang sama dengan famili alkana, yang menunjukkan jumlah atom karbon di dalam senyawa tersebut, kemudian diberi akhiran “ena”. Akhiran “ena” ini menunjukkan bahwa senyawa yang bersangkutan merupakan famili alkena. Sama halnya seperti alkana, maka penambahan satu atom karbon menyebabkan kenaikan titik didih sekitar 20 -30 oC. Secara kimiawi, karena ikatan rangkap dua tidak stabil dan mudah dipisahkan dengan bahan kimia lain, maka alkena lebih reaktif bila dibandingkan dengan alkana. Senyawa hidrokarbon tak jenuh yang telah dijelaskan di atas hanya mempunyai satu ikatan rangkap yang lebih dikenal dengan deretan olefin, sedangkan senyawa hidrokarbon yang mengandung dua atau lebih ikatan ganda
26
(double bond ) biasanya dikenal dengan nama alkadiena, alkatriena, serta alkatetraena. Tabel II-4. Sifat-sifat Fisik Alkena edition, 1990 ) (Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition,
c. Famili Alkuna ( Alkynes)
Famili hidrokarbon yang disebut alkuna alku na sering disebut sebagai “hidrokarbon tak jenuh”. Rumus umum untuk keluarga alk una alk una adalah C nH2n-2. Struktur alkuna dicirikan oleh adanya ikatan rangkap tiga ( triple bond ) antara atom karbon dengan atom karbon lain. Penamaan famili alkuna dilakukan dengan cara memberikan nama awal yang sama dengan famili alkana, yang menunjukkan jumlah atom karbon di dalam senyawa tersebut, te rsebut, kemudian diberi akhiran “una”. Akhiran “una” ini menunjukkan bahwa senyawa yang bersangkutan merupakan famili alkuna. Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkuna ini hampir sama dengan alkana dan alkena, sedang sifat-sifat kimianya hampir sama dengan alkena, dimana keduanya lebih reaktif dari alkana. Ikatan rangkap tiga menunjukkan kondisi yang lebih lemah dibanding ikatan rangkap dua, tetapi ikatan rangkap tiga kurang reaktif dibanding ikatan rangkap dua terhadap beberapa reaktan tertentu. Sebagian besar reaksi yang dialami alkuna menyebabkan perubahan ikatan rengkap ti ga menjadi 1 ikatan rangkap dua dan 1 ikatan tunggal.
27
Tabel II-5. Sifat-sifat Fisik Alkuna ( Mc.Cain, Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990 1990 )
d. Famili Hidrokarbon Alifatik Siklik (Cyclic Aliphatic)
Senyawa golongan ini dimana susunan atom karbonnya berbentuk cincin. Golongan ini termasuk hidrokarbon jenuh tetapi rantai karbonnya merupakan rantai tertutup. Yang umum dari golongan ini adalah sikloalkana atau dikenal juga sebagai naftena, sikloparafin atau hidrokarbon alisiklik. Disebut sikloparafin karena sifatsifatnya mirip dengan parafin, sebagaimana terlihat pada Tabel II-6. Apabila dalam keadaan tidak mengikat gugus lain, maka rumus golongan naftena atau sikloparafin ini adalah CnH2n. Rumus ini sama dengan rumus untuk seri alkena, tetapi sifat fisik keduanya jauh berbeda karena strukturnya yang sangat berbeda.
28
Tabel II-6. Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Alifatik Siklik (Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Second edition, 1990 )
B. Golongan Aromatik
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa hidrokarbon lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini adalah C nH2n6,
dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga ikatan tunggal
dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-seling. Jadi deretan benzena tidak menunjukkan sifat reaktif yang tinggi seperti olefin. Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam minyak mentah yang merupakan sumber utamanya. Pada suatu suhu dan tekanan standard, hidrokarbon aromatik ini dapat berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak berwarna dan mendidih pada temperatur 176 oF, dimana dapat dilihat pada Tabel II-7. Nama hidrokarbon aromatik diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum.
29
Tabel II-7. Sifat-sifat Fisik Dari Golongan Aromatik ( Mc.Cain, Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990 )
2.2.1.2.Komposisi Kimia Air Formasi
Analisa kimia pada air formasi perlu dilakukan untuk menentukan jenis dan sifat-sifatnya karena rata-rata memiliki kadar garam yang lebih tinggi, sehingga studi mengenai ion-ion air formasi dan sifat-sifat fisiknya ini menjadi penting karena sangat berhubungan dengan terjadinya plugging (penyumbat) pada formasi dan korosi pada peralatan di bawah dan di atas permukaan. Air formasi tersebut terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya kombinasi metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi, dan aluminium serta bahan-bahan organis seperti asam nafta dan asam gemuk. Air formasi mempunyai kation dan anion dengan jumlah
30
tertentu dinyatakan dalam satuan part per million (ppm) seperti yang ditunjukkan pada Tabel II-8. merupakan hasil analisa dari air asin/formasi. Kation-kation air formasi antara lain adalah : Sodium (Na+), Calcium (Ca++), Magnesium (Mg++), Iron (Fe+), dan Barium (Ba++). Sedangkan yang termasuk anion-anion air formasi
adalah Chloride (Cl-), Bicarbonate (HCO3-), Sulfat (SO (SO4--), dan Carbonate (CO3-) dengan total kandungan padatan sebesar 68.030 ppm.
Tabel II-8. Komposisi Kimia Air Formasi Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition,1990 Edition,1990 ) ( Mc.Cain,
2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir
Beberapa sifat fisik fluida yang perlu diketahui adalah : densitas, viskositas, faktor volume formasi, dan kompresibilitas. 2.2.2.1. Sifat Fisik Minyak a. Densitas Minyak
Densitas minyak (ρo) didefinisikan sebagai perbandingan berat minyak (lb) terhadap volume minyak (cuft). Metode dalam pengukuran densitas adalah dengan memperkirakan densitas berdasarkan pada komposisi minyaknya. Persamaan yang digunakan adalah : ρ oSC
=
X M (X M ρ i
i
i
i
oSCi
)
.......................................... ................................................................. ......................... (2-23)
Dimana : oSC
= Densitas minyak (14,7 psia; 60 oF)
oSCi
= Densitas komponen minyak ke-i (14,7 psia; 60 oF)
31
Xi
= Fraksi mol komponen minyak ke-i
Mi
= Berat mol komponen minyak ke-i. Biasanya specific gravity minyak (SG = γ o), dikaitkan dengan sebagai
perbandingan densitas minyak (ρo) terhadap densitas air (ρw) , dengan persamaan : SG = γ o
=
ρo
.......................................... ................................................................ .......................................... ....................(2-24)
ρw
Beberapa densitas lainnya dapat dihitung yaitu densitas dari air dapat dihitung dari persamaan :
0,0602+(0,00002)
........................................... .................................................................. ......................... (2-25)
Dimana : ρw
= Densitas air, (lb/ft3)
G
= -6,6 + 0,0325 x T + 0,000657 x T
T
= Temperatur, (0F). Peningkatan
0
2
API dari sebuah minyak mentah dengan meningkatnya
temperatur. Sebelum spesifik gravity dapat diukur, minyak harus bebas dari air. Gravity API pada ruang temperatur ditentukan pada persamaan :
˚
4,
− 131, 131,5 5 .......................................... ................................................................. ............................... ........(2-26)
Jenis minyak mentah berdasarkan API gravity adalah : 1. Tar atau Bitumen : < 10 oAPI 2. Minyak berat
: 10 – 10 – 20 20 oAPI
3. Minyak sedang
: 20 – 20 – 30 30 oAPI
4. Minyak ringan
: > 30 oAPI.
b. Kelarutan Gas dalam Minyak
Kelarutan gas dalam minyak (R s) didefinisikan sebagai banyaknya volume gas yang terlarut dari suatu minyak mentah pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir, yang dipermukaan volumenya sebesar satu stock tank barrel, faktor yang mempengaruhi kelarutan gas dalam reservoir minyak adalah : a. Tekanan : Pada suhu tetap kelarutan gas dalam sejumlah zat cair tertentu berbanding lurus dengan tekanan.
32
b. Komposisi minyak dalam gas : Kelarutan gas dal am minyak semakin besar dengan menurunnya specific gravity minyak. c. Temperatur : R s akan berkurang dengan naiknya temperatur. Hubungan harga R s terhadap tekanan dapat dilihat pada Gambar 2.12. dimana: a. Tekanan dibawah Pb (P < Pb), R s akan turun sebagai akibat gas yang terlarut pada tekanan tertentu akan mulai melepaskan diri dari larutannya. b. Tekanan antara Pi dan Pb, R s konstan sebagai akibat belum ada gas yang terbebaskan sebelum mencapai Pb.
Gambar 2.12. Rs sebagai Fungsi Tekanan (Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
Dua jenis uji penentuan kinerja dari karakteristik mi nyak dan gas yaitu : 1. Uji flash liberation. Merupakan proses pembebasan gas dimana tekanan diberikan dalam jumlah tertentu lalu perlahan-lahan tekanan dikurangi sehingga terbentuk kesetimbangan yang dicapai antara gas, minyak dan mercury (air raksa). 2. Uji differential liberation.
33
Uji ini dirancang untuk memperkirakan kondisi dalam reservoir ketika gas yang dilepaskan dari minyak akibat adanya penurunan tekanan, ini sebagai hasil dari gravity segregation.
Dari penjelasan diatas dapat ditunjukkan pada Gambar 2.13. dibawah ini :
Gambar 2.13. Skematik PVT Test dari Flash dan Differential Liberation Liberation (Pinczewski, W. Val ” Applied Reservoir Engineering”, 2004) c. Faktor Volume Formasi Minyak
Faktor volume formasi minyak didefinisikan perbandingan relatif antara volume minyak awal (kondisi reservoir) termasuk gas yang terlarut
terhadap
volume minyak akhir (kondisi standar dalam tangki pengumpul), dapat ditulis sebagai berikut (satuan yang digunakan bbl/stb) :
Bo
=
volume min min yak + gas terlarut ( P & T RES ) volume min min yak ( P & T std )
,bbl/stb ................... (2-27)
34
Gambar 2.14. Faktor Volume Formasi Minyak (Bo) Sebagai Fungsi Dari Tekanan (Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
Hubungan besaran Bo terhadap tekanan dapat ditunjukkan pada Gambar 2.14. dimana :
1. Tekanan di bawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagian gas terbebaskan. 2. Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb < P < Pi), Bo akan naik karena terjadinya pengembangan minyak. Apabila kondisi reservoir berada di atas P b, maka Bo akan naik sampai dengan Bob sesuai dengan turunnya tekanan sampai mencapai P b, sehingga sistem cairan bertambah akibat pengembangan minyak. Setelah mencapai P b, Bo akan turun dengan berkurangnya tekanan selama proses produksi berlangsung. Hal ini disebabkan makin banyaknya gas yang terbebaskan selama proses penurunan tekanan. Pada faktor volume formasi minyak dikenal istilah faktor penyusutan (shrinkage factor) bo, yang didefinisikan sebagai kebalikan dari B o : bo
=
1 Bo
......................................... ............................................................... ............................................. ............................ ..... (2-28)
Penyusutan volume minyak disebabkan oleh keluarnya gas dari larutan minyak. Faktor penyusutan berbanding lurus dengan daya larut gas (Rs), dimana
35
semakin banyak gas yang terlarut maka akan semakin besar harga faktor penyusutan. d. Viskositas Minyak
Viskositas minyak adalah ukuran ketahanan minyak terhadap aliran, atau dengan kata lain viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besarnya keengganan minyak untuk mengalir, dengan satuan centi poise (cp) atau gram/100 detik/1 cm dan dinotasikan dengan ( ). Viskositas minyak ada dua macam yaitu : 1. Viskositas dinamik atau absolut (Va) Viskositas dinamik adalah kekentalan suatu fluida yang mempunyai nilai dimensi gram/cm.dtk. Unit dari viskositas dinamis adalah poise. 2. Viskositas kinematik (Vk) Viskositas kinematik adalah viskositas dinamik dibagi dengan densitas, dimana keduanya diukur pada temperatur yang sama. Unit dari viskositas kinematik adalah stoke yang mempunyai nilai dimensi cm 2/dtk. Viskositas minyak sangat dipengaruhi oleh : 1. Temperatur : semakin tinggi temperatur maka semakin kecil viskositas minyaknya karena minyak akan semakin encer. 2. Tekanan : semakin besar tekanan maka semakin besar pula viskositasnya sebab dengan tekanan yang besar minyak akan termampatkan. 3. Komposisi : bila komposisinya kompleks maka viskositas minyak akan semakin besar karena minyak menjadi semakin berat. Hubungan antara viskositas minyak ( ( o) terhadap tekanan (P) dapat dilihat pada Gambar 2.15. Viskositas minyak sangat dipengaruhi oleh tekanan tek anan dan jumlah gas yang terlarut dalam minyak tersebut, hal ini dijelaskan bahwa : a. Di bawah tekanan bubble point (P b) viskositas minyak akan turun dengan naiknya tekanan. b. Di atas tekanan bubble point (P b) viskositas minyak akan naik seiring dengan naiknya tekanan.
36
Gambar 2.15. Pengaruh Viskositas Minyak terhadap Tekanan Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition,1990 Edition,1990 ) ( Mc.Cain, e. Kompressibilitas Minyak
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: C o
1 V .......................................... = − ................................................................ ...................................... ................ (2-29) V P
Persamaan (2-39) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami, sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu : C o
=
C pr P pc
dimana P = P pr . . P pc .......................................... .......................................................... ................ (2-30)
Sehingga persamaan diatas dapat berubah menjadi : C pr . . P pr = Co . P ........................................... ................................................................. ...................................... ................ (2-31) Co =
C pr . P pr P
............................................ .................................................................. .......................................... .................... (2-32)
Dimana : C pr
= Kompresibilitas pseudoreduced pseudoreduced , (psia-1)
P pr
pseudoreduced , (psia) = Tekanan pseudoreduced
P
= Tekanan reservoir, (psia)
37
Co
= Kompresibilitas minyak, (psi-1). pseudoreduced cukup dengan Untuk memperkirakan harga kompresibilitas pseudoreduced
melakukan korelasi pada Gambar 2.16, sebelumnya harus menentukan tekanan dari hidrokarbon (Ppr) dan temperatur pseudoreduce pseudoreduced pseudoreduced dari pseudoreduce (Tpr), dimana harga P pr dan dan T pr dapat dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: pseudo reduced pressure, P pr −
=
pseudo reduced temperatur e, T pr −
Pres (tekanan absolut ) P p c (tekanan kritik ) =
............ (2-33)
T res (temperatur absolut ) T p c (temperatur kritik )
..... (2-34)
Untuk menentukan tekanan kritikal dan temperatur kritikal didapat dari korelasi pada Gambar 2.17, dimana awalnya telah diketahui terlebih dahulu melalui perhitungan spesifik gravity dari reservoir.
Gambar 2.16. Variasi Dari Kompresibilitas Pseudoreduced Pseudoreduced dengan Tekanan Pseudoreduced Pseudoreduced Pada Temperatur Pseudoreduced Pseudoreduced Mc.Cain,W. D. Jr., “The Properties Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990 1990 ) ( Mc.Cain,W.
38
Gambar 2.17. Variasi Dari Tekanan dan Temperatur Pseudocritical Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties Properties of Petroleum Fluid”,Second Edition, 1990 1990 ) ( Mc.Cain, 2.2.2.2. Sifat Fisik Gas
a. Densitas Gas Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal ini massa dapat diganti oleh berat gas, (m). Sesuai dengan persamaan gas ideal, maka rumus densitas untuk gas ideal adalah :
g
m =
P M =
V
RT
,lb/cuft .......................................... ................................................................. ........................... .... (2-35)
Dimana : m
= Berat gas, (lb)
V
= Volume gas, (cuft)
M
= Berat molekul gas, (lb/lb-mole)
P
= Tekanan reservoir, (psia)
T
= Temperatur, (or)
R
= Konstanta gas = 10,73 psia cuft/lb-mole (or). Specific gravity dari gas diartikan sebagai perbandingan dari densitas pada
gas dengan udara kering pada P&T sama dirumuskan :
39
SGg = γg =
g
.......................................... ................................................................ ................................... ............. (2-36)
udara
dalam asumsi tingkah laku gas dan udara pada hukum gas ideal, specific gravity diberikan sebagai berikut : γg =
M g M udara
M g =
29
......................................... ............................................................... ................................... ............. (2-37)
Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal. Sedangkan untuk gas campuran digunakan rumus sebagai berikut : g =
P Ma zRT
........................................... ................................................................. .......................................... .................... (2-38)
Dimana : z
= Faktor kompresibilitas gas (didapat pada Gambar 2.18)
Ma
= Berat molekul tampak, sma.
yi
= Komponen ke-i dalam suatu campuran gas, fraksi mol.
Mi
= Berat molekul komponen ke-i dalam suatu campuran gas, lb/lb mole.
Gambar 2.18. Faktor Kompressibilitas untuk Gas Alam ( Mc.Cain, Mc.Cain, W. D. Jr., “The “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990 )
40
b. Viskositas Gas
Viskositas gas merupakan ukuran tahanan gas terhadap aliran. Kekentalan gas tergantung dari tekanan dan temperatur serta komposisi gas. Untuk menentukan kekentalan dari gas, digunakan metode korelasi (grafik) kar ena dengan pengukuran di laboratorium dianggap terlalu susah. Jika didalam gas terdapat komponen non hidrokarbon, maka harus diadakan korelasi. Sebelumnya adanya penentuan berat molekul tampak dari komponen gas yang dirumuskan sebagai berikut :
Ma ∑ yi . Mi .......................................... ................................................................ ............................................ ......................... ... (2-39) Dimana : Ma
= Berat molekul gas, lb/lb mole.
yi
= Fraksi mol komponen i.
Mi
= Berat molekul komponen i, lb/lb mole. Setelah itu menentukan viskositas didapat dari grafik pada Gambar 2.19.
yang memperlihatkan suatu hubungan campuran kekentalan gas hidrokarbon pada tekanan 1 atm terhadap temperatur dan specific gravity gas.
Gambar 2.19. Hubungan Kekentalan Gas Campuran Dengan Berat Molekul dan Gravity Gas Serta Koreksinya Mc.Cain, W. D. Jr., “The “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990 ) ( Mc.Cain,
41
Dalam plot tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.19. koreksi untuk nilai viskositas gas hidrokarbon yang diterapkan (pada tekanan 1 atm). Dalam plot ini menunjukkan nilai koreksi dimana hadirnya efek konsentrasi yang rendah dari hidrogen sulfida, nitrogen, dan karbondioksida. Gambar 2.20. menunjukkan perbandingan antara tekanan pseudoreduced pseudoreduced (Ppr) terhadap sifat temperatur (Tpr), untuk memperoleh kekentalan µ / µ 1 jika komposisi dari gas pseudoreduced pseudoreduced (Tpr) campuran diketahui, dengan menggunakan persamaan 2-37 dan 2-38. Tekanan kritikal didapat dari grafik pada Gambar 2.22. kemudian untuk menentukan viskositas gas (µ adalah kekentalan gas pada Tr dan Pr) didapat dari hasil perkalian antara µ 1 (kekentalan gas pada Tr dan tekanan 1 atm) te rhadap hasil yang didapat.
Gambar 2.20. Perbandingan Viskositas µg / µg1 terhadap Pseudoreduced Pseudoreduced Temperature Mc.Cain, W. D. Jr., “The “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990 ) ( Mc.Cain, c. Faktor Volume Formasi Gas
Faktor volume formasi gas (Bg) adalah perbandingan volume dari sejumlah gas pada reservoir dengan kondisi standar, dapat dituliskan : B g =
atau
V res V sc
Z .n . R .T
=
P Z sc .n. R .T sc Psc
=
Z .T .Psc Z sc .T sc .P
.......................................... ............................................ .. (2-40)
42
=
,8
,/
......................................... ............................................................... ......................... ... (2-41)
atau jika dalam suatu lapangan ( 1 bbl = 5,615 cuft)
=
,
............................................ ............................................................. ................. (2-42)
, /
Dimana : Vres
= Volume gas pada kondisi reservoir, (cuft)
Vsc
= Volume gas pada kondisi standar, (SCF)
Zres
= Faktor kompressibilitas gas
Tres
= Temperatur reservoir, (°R)
Pres
= Tekanan reservoir, (psi).
d. Kompressibilitas Gas
Kompressibilitas isothermal dari gas diukur dari perubahan volume per unit volume dengan perubahan tekanan pada temperatur konstan atau dalam pers amaan dapat ditulis menjadi : C = −
V ................................................................. ....................................... ................. (2-43) ........................................... V P T 1
c. Untuk gas ideal, V
n. R.T =
P
maka (
V P
)T = -
n. R.T p
2
.......................................... .................................................. ........ (2-44)
Sehingga didapat : C g = −
n. R.T 1 ............................................ ............................................................. ................. (2-45) − = n. R.T P 2 P P
d. Untuk gas nyata, V
z.n. R.T =
P
............................................. ................................................................... ......................................... ................... (2-46)
Sehingga didapat : C g
1 =
1 −
P
(
Z
Z P
) dimana : (
Dimana P = P pc . P pr harga harga (
Z P
Z P
)= (
Ppr P
).(
Z Ppr
) .................... (2-47)
) dapat ditentukan secara analitis, yaitu :
43
C g
1 =
1
P pc .P pr
−
(
Z
Z .P pc P pr
) ........................................... .................................................................. ................................ ......... (2-48)
atau Cg . P pc =
1
P pr
−
Z ............................................ .................................................................. .................................. ............ (2-49) Z P pr 1
Persamaan (2-59) dapat diubah menjadi : C pr = Cg . P pc ............................................ .................................................................. ................................... ............. ....... (2-50) Dimana: Cpr
= Isothermal pseudoreduce pseudoreduced d compressibility compressibility
Cg
= Isothermal gas gas compressibility, psi-1
Ppc
= Pseudoreduced pressure , psi. Untuk menentukan harga T pr dan dan P pr didapat didapat dari persamaan (2-33) dan (2-
34) yang kemudian digunakan untuk menentukan harga C pr dari grafik pada Gambar 2.21. dan untuk menentukan tekanan kritikal dan temperatur kritikal
didapat dari korelasi grafik pada Gambar 2.22. dimana awalnya telah diketahui terlebih dahulu melalui perhitungan gas gravity.
Gambar 2.21. Koefisien Dari Kompressibilitas Untuk Natural Gas Natural Gas (Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
44
Gambar 2.22. Temperatur dan Tekanan Kritikal fungsi dari Gas Gravity Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, ( Mc.Cain, 1990) 2.2.2.3.Sifat Fisik Air Formasi a. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per volume. Pada Gambar 2.23. menunjukkan densitas air formasi pada kondisi standar yang merupakan
fungsi total padatan. Densitas air formasi ( ( w) pada reservoir dapat ditentukan dengan membagi w pada kondisi standar dengan faktor volume formasi (B w). Grafik pada Gambar 2.23. ini, jika adanya air formasi yang dijenuhi dengan gas didalam reservoir. Beberapa satuan yang umum digunakan untuk menyatakan sifatsifat air murni pada kondisi standar adalah sebagai berikut: 0,999010 gr/cc; 8,334 lb/gal; 62,34 lb/cuft; 350 lb/bbl (US); 0,01604 cuft/lb, dari besaran-besaran satuan tersebut dapat dibuat suatu hubungan sebagai berikut : SG =
w =
62,34
1 =
62,34V w
=
0,01604 w
0,01604 =
V w
...................... ...................... (2-51)
45
Dimana : γ
= Specific gravity
w
= Densitas, lb/cuft
Vw
= Specific volume, cuft/lb. Untuk melakukan pengamatan terhadap air formasi dapat dihubungkan
dengan densitas air murni pada kondisi sebagai berikut :
wb
V w V wb
=
w
=
Bw
............................................ .................................................................. .....................................(2-52) ...............(2-52)
Dimana : Vwb
= Specific volume air pada kondisi dasar, (lb/cuft)
wb
= Densitas dari air pada kondisi 14.7 psia dan 60 oF, (lb/cuft)
Bw
= Faktor volume formasi air, res cuft/stb cuft (dari persamaan 2-80). Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi standar dan faktor
volume formasi dari air ada harganya (dari pengukuran langsung), maka densitas dari air formasi dapat ditentukan. Faktor yang sangat mempengaruhi terhadap densitas air formasi adalah kadar garam dan temperatur reservoir.
Gambar 2.23. Densitas Dari Air Formasi Sebagai Fungsi Dari Jumlah Padatan ( Mc.Cain, Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973 )
46
b. Viskositas Air Formasi
Viskositas dari air sebagai fungsi dari temperatur. Viskositas air formasi akan bervariasi terhadap tekanan, temperatur dan salinitas. Harga μ w semakin turun dengan semakin naiknya tekanan dan temperatur, sedangkan dengan semakin besarnya pengaruh salinitas salinitas dalam air formasi, maka harga μw akan semakin tinggi. Hubungan ini ditunjukkan pada Gambar 2.24.
Gambar 2.24. Viskositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973 ) ( Mc.Cain, c. Faktor Volume Formasi Air Formasi
Faktor volume formasi air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume air formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume formasi air formasi ini dipengaruhi oleh : 1). Pengembangan air dan gas dengan turunnya tekanan, dan 2). Penyusutan air dengan turunnya suhu. Faktor volume formasi air formasi bisa ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Bw = (1 + Vwp)(1 + Vwt) ............................................ ................................................................ .................... (2-53) Dimana : Bw
= Faktor volume formasi air formasi, bbl/bbl
47
Vwt
= Penurunan Penurunan volume sebagai akibat penurunan suhu, faktor ini ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.25.
Vwp = Penurunan volume selama penurunan tekanan, faktor ini ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.26. Pada Gambar 2.25. dan Gambar 2.26. memberikan nilai dari ΔVwt dan ΔVwp sebagai fungsi dari tekanan dan temperatur reservoir.
Gambar 2.25. Vwt Sebagai Fungsi Temperatur Reservoir Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973 ) ( Mc.Cain,
Gambar 2.26. Vwp Sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur Reservoir Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973 ) ( Mc.Cain,
48
d. Kelarutan Gas dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi didefinisikan sebagai volume gas yang terlarut dalam air formasi dengan volume air formasi itu sendiri. Kelarutan gas dalam air formasi tergantung pada tekanan, temperatur, dan komposisi air formasi. Kelarutan gas dalam air formasi adalah lebih kecil dibandingkan dengan kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada kondisi reservoir yang sama. Pada temperatur tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan pada tekanan yang tetap, kelarutan gas mula-mula menurun sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu, dan kelarutan gas dalam air berkurang dengan bertambahnya kadar garam. Pada Gambar 2.27. terlihat adanya kelarutan gas dalam air murni fungsi dari temperatur dan tekanan.
Gambar 2.27. Kelarutan Gas Dalam Air Murni Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973 ) ( Mc.Cain,
Dalam Gambar 2.27. penting untuk menentukan ketepatan dalam mengkoreksi atau memperkirakan sebagian kecil kelarutan gas dalam air murni. Dan selanjutnya hubungan atau hasil yang didapat dari grafik pada Gambar 2.27. untuk penentuan sebagian besar kelarutan gas dalam air formasi dapat menggunakan grafik pada Gambar 2.28. Pada gambar tersebut terlihat adanya
49
perbandingan kelarutan gas dalam air murni terhadap air formasi (brine) fungsi dari temperatur dan total padatan.
Gambar 2.28. Efek Dari Salinitas Pada Kelarutan Gas Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973 ) ( Mc.Cain, e. Kompressibilitas Air Formasi
Kompressibilitas air formasi didefinisikan sebagai perubahan volume yang disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya. Besarnya kompressibilitas air formasi tergantung pada tekanan, temperatur, dan kadar gas terlarut dalam air, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.29. Secara matematik, besarnya kompressibilitas air formasi dapat ditulis sebagai berikut: C wp = −
V ............................................................... ................................... ............. (2-54) ......................................... V P T 1
Dimana : Cwp
= Kompresibilitas dari air formasi, (1/psi)
V
= Volume dari air formasi, (bbl)
ΔV
= Perubahan volume dari air formasi, (bbl)
ΔP
= Perubahan tekanan, (psi). Sedangkan, pada air formasi yang mengandung gas, hasil perhitungan harga
kompressibilitas air formasi, harus dikoreksi dengan adanya pengaruh gas yang
50
terlarut dalam air murni. Koreksi terhadap harga kompressibilitas air dapat dilakukan dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.30.
Gambar 2.29. Kompressibilitas Air Formasi sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur (Amyx, J.W., et al., “Petroleum Reservoir Engineering - Physical Physical properties”, 1960)
Gambar 2.30. Koreksi Harga Kompressibilitas Air Formasi Terhadap Kandungan Gas Terlarut (Amyx, J.W., et al., “Petroleum Reservoir Engineering - Physical Physical properties”, 1960)
51
Secara matematik, koreksi terhadap harga kompressibilitas air (Cw) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Cw = Cwp(1 + 0,0088 R sw ............................................................... ......................... ... (2-55) sw) ......................................... Dimana : R sw sw
= Kelarutan gas dalam air formasi,(cuft/bbl)
Cwp
= Kompressibilitas air murni, (psi-1)
Cw
= Kompressibilitas air formasi, (psi-1).