BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian Fluida
Fluida adalah zat yang tidak dapat menahan perubahan suatu bentuk
(distorsi) secara permanen. Apabila kita mencoba untuk mengubah bentuk
suatu massa fluida, maka dalam fluida tersebut akan terbentuk lapisan yang
satu meluncur diatas lapisan – lapisan yang lain sehingga mancapai suatu
bentuk baru. Selama proses berubahan terdapat tegangan geser (share stres),
yang besarnya tergantung pada viskositas fluida dan laju luncur. Akan
tertapi jika fluida sudah mndapatkan bentuk akhir maka tegangan itu akan
hilang (Mc.Cabe, 1987).
Fluida biasanya ditransportasikan di dalam pipa atau tabung yang
penampangnya bundar, dan terdapat di pasaran dalam berbagai ukuran, tebal
dinding, dan bahan konstruksi. Sebetulnya tidak terdapat perbedaan yang
tegas antara istilah pipa (pipe) dan tabung (tube). Pada umumnya pipa
berdinding tebal, diameternya relatif besar dan tersedia dalam panjang
sedang, yaitu antara 20 sampai 40 ft, tabung berdinding tipis dan biasanya
tersedia dalam bentuk gulungan yang panjangnya sampai beberapa ratus kaki.
Pipa logam kadang-kadang sudah berulir ujungnya, tabung biasanya tidak.
Dinding pipa disambungkan dengan menggunakan ulir (screw), flens (flange),
atau las (weld), sambungan jolak (flare fitting), atau sambungan solder
(soldered fitting). Tabung biasanya dibuat dengan teknik ekstrusi atau
tarik dinding (cold drawn), sedang pipa logam biasanya dibuat dengan teknik
las, cor (casting), atau menusuk tembus (piercing) bahan itu dalam unit
penusuk (Mc.Cabe, 1987).
II.1.2 Macam-Macam Fluida
Fluida dibagi menjadi 4 macam, yaitu :
1. Fluida compressible adalah fluida yang mempunyai densitas yang
terpengaruh sedikit oleh perubahan yang agak besar pada temperatur dan
tekanan.
Contoh : zat cair
2. Fluida incompresible adalah fluida yang mempunyai densitas yang peka
terhadap perubahan temperatur dan tekanan
Contoh : zat gas
3. Fluida newtonian adalah fluida yang memiliki hubungan antar laju
geser terhadap tegangan geser yang bersifat luncur pada temperatur dan
tekanan yang tetap.
Contoh : campuran zat cair dan gas
4. Fluida non newtonian adalah fluida yang tidak memiliki hubungan antar
laju geser terhadap tegangan geser yang bersifat linier. Fluida non
newtonian terdiri atas :
Fluida palstik bingham merupakan fluida yang tidak akan mengalir
hingga tercapai sebuah batas tegangan geser.
Contoh : adalah lumpur.
Fluida pseudoplastik adalah fluida yang memiliki hubungan kurva
kecepatan geser terhadap teganan geser melalui pusat, tetapi
cekung kebawah pada kecepatan geser yang terendah dan menjadi
linier p-ada kecepatan geser tang tinggi.
Contoh : lateks karet.
(Mc. Cabe, 1987)
II.1.3 Pengertian Efflux Time
Eflux time adalah waktu yang di perlukan untuk penurunan cairan dalam
tangki melalui pipa vertikal pada dasar tangki karena gaya beratnya
sendiri. Waktu penurunan cairan itu dapat di pikirkan dengan persamaan
teoritis yang kemudian di kalikan dengan suatu faktor koreksi untuk
mendapatkan waktu penurunan sesungguhnya (Fatwah , 2011).
Tangki penampung cairan biasanya ditempatkan pada kantungan tertentu
sehingga untuk mengalirkan cairan cukup menggunakan gaya beratnya sendiri,
dengan cara ini maka dapat dilakukan penghematan pada biaya penggunaan
pompa (Fatwah , 2011).
Apabila aliran fluida dengan kelipatan yang sama mengalir masuk ke
dalam sebuah pipa maka pada dinding pipa akan terbentuk lapisan batas.
Fluida yang mengalir dari ruang yang besar akan masuk kedalam pipa kecil
sehingga pada enternance akan terjadi friksi antara fluida yang mengalir
dengan dinding pipa (Fatwah , 2011).
Pada aliran fluida dalam pipa, faktor gesekan harus di perhatikan.
Faktor ini akan mempengaruhi waktu yang di perlukan zat cair untuk melewati
pipa dengan panjang tertentu. Friksi yang terjadi semakin lama akan semakin
besar dengan bertambahnya panjang pipa. Friksi biasanya di nyatakan dalam
panjang ekivalen terhadap pipa lurus (Fatwah , 2011).
Di dalam aliran kecepatan V pada suatu aliran tertentu adalah tetap.
Jika kita perhatikan suatu dititik P didalam fluida, maka tiap partikel
fluida yang sampai ke titik P akan mempunyai laju dan bergerak dengan arah
yang sama. Begitu juga halnya dengan titik Q dan R. Jadi jika ikuti gerak
satu partikel kita akan mendapatkan suatu lingkungan. Tiap partikel fluida
pada suatu saat sampai di P akan meneruskan geraknya pada jalan yang sama.
Partikel-partikel ini akan melalui P, Q dan R dengan kecepatan sama (Tami,
2009).
Fluida yang keluar melalui lubang orifice bawah pada tangki, sesaat
setelah berada diluar lubang orifice mengalami aliran jatuh bebas, maka
energi petensial fluida yang ada oleh karena kedudukannya di ketinggian
tertentu berubah menjadi energi kinetik dengan kecepatan tertentu. Secara
teoritis, aliran fluida itu dapat dicari kecepatannya dengan menggunakan
prinsip hukum kekekalan energi. Kecepatan jatuhnya aliran fluida kebawah
dapat diangap sebagai gerak jatuh bebas dan secara teoritis dapat dicari
dengan rumus V= 2gh. Tangki tersebut terbuka terhadap atmosfer dengan
demikian tekanan pada permukaan orifice dan permukaan air ditangki adalah
sama yaitu satu alur (Tami, 2009).
Sejatinya fungsi utama orifice adalah membatasi aliran. Fungsi
pembatasan tekanan dari orifice adalah merupakan konsekuensi dari relasi
antara pressure drop dan flow drop. Fenomena choked flow sendiri adalah
terjadinya mass flow rate yang konstan meskipun down stream pressurenya
menurut akibat sonic velocity. Dalam aplikasi naiknya fungsi pembatasan
aliran dan pembatasan tekanan sama-sama dapat diterapkan dengan menggunakan
orifice. Dalam mempelajari aliran fluida seringkali digunakan asumsi bahwa
fluida adalah ideal, tidak mempunyai kekentalan (Tami, 2009).
Lubang orifice relatif kecil terhadap luas penampang tangki. Semakin
kecil prifice dibandingkan dengan luas penampang tangki, maka semakin
banyak kehilangan yang terjadi dalam aliran. Sebaliknya jika luas keduanya
serupa maka kehilangan akan mendekati nol. Kehilangan yang terjadi ini
adalah kehilangan tenaga sehingga beberapa parameter aliran mengalami
pengurangan. Hal ini dapat dilihat dari adanya koefisien debit, koefisien
kecepatan dan sebagainya (Tami, 2009).
Nilai h pada Orifice diukur dari titik tengah orifice ke permukaaan
bebas. Ketinggian tersebut diasumsikan tetap konstan. Persamaan Bernoulli
diaplikasikan dari permukaan bebas hingga ke bagian tengah vena kontrakta
dengan tekanan atmosfer lokal dan data elevasi , mengabaikan h kehilangan
yang terjadi diperoleh V= 2gh. Ini hanya kecepatan teoritis, karena
kehilangan diantara titik permukaan bebas dan bagian tengah orifice
diabaikan. Rasio dari kecepatan aktual (Va) dengan kecepatan teoritis (Vt)
disebut dengan koefisien kecepatan (Cv) yaitu Cv = Va/Vt atau ditulis
dengan Va = Cv 2gh (Tami, 2009).
II.1.4 Gaya-Gaya yang Berpengaruh pada Efflux Time
Gaya-gaya yang berpengaruh pada efflux time adalah sebagai berikut:
1. Gaya Friksi
Gaya friksi dianggap sangat kecil dibandingkan gaya-gaya lain karena efek
dinding terhadap fluida dapat diabaikan. Efflux time dapat diterapkan
pada aliran fluida laminer dalam kasus aliran fluida sebagai film
(pelapis) yang mengalir turun ke bawah pada permukaan vertikal. Hal ini
banyak ditemui pada peristiwa perpindahan massa, coating dll. Sebuah sel
tempat mengalirnya fluida memiliki ketebalan x, panjang L. Pada aliran
demikian dijumpai adanya gaya gravitasi yang besarnya:
Ff =
Dimana : f = faktor friksi
L = panjang pipa (cm)
V = kecepatan alir fluida (cm/s)
D = diameter pipa (cm)
2. Gaya Tekan
Gaya tekan bergantung pada besarnya tekanan dan luasan permukaan yang
dikenai tekanan dengan persamaan:
Fp = P x A
3. Gaya Berat
Gaya berat bergantung pada massa dan percepatan gravitasi
W = m x g
Dimana : W = Gaya Berat (N)
m = massa benda (kg)
g = gravitasi bumi (m/s2)
(Abdinagar, 2011)
II.1.5 Fenomena Aliran Fluida
Perilaku zat cair yang mengalir sangat bergantung pada kenyataan
apakah fluida itu berada dibawah pengaruh bidang batas padat atau tidak. Di
daerah dimana pengaruh dinding itu kecil, tegangan geser mungkin dapat
diabaikan. Dan perilaku fluida itu mungkin mendekati perilaku fluida ideal.
Aliran fluida ideal dapat diberikan secara lengkap dengan menggunakan
prinsip-prinsip mekanika Newton dan hukum kekekalan massa. Aliran potensial
bisa terdapat pada jarak yang tidak terlalu jauh dari bidang batas padat.
Aliran potensial terdapat diluar lapisan batas fluida yang sangat
berdekatan dengan dinding padat itu. Aliran laminar adalah aliran pada
kecepatan rendah ketika fluida cenderung mengalir tanpa pencampuran secara
lateral, dan lapisan-lapisan yang berdampingan menggelincir diatas satu
sama lain. Disini tidak terdapat aliran silang atau pusaran. Pada kecapatan
yang lebih tinggi, terjadi keturbulenan dan pembentukan pusaran, yang
sebagaimana akan dibahas nanti, akan menyebabkan terjadinya pencampuran
lateral (Abdinagar, 2011).
Fluida biasanya ditransportasikan di dalam pipa atau tabung yang
penampangnya bundar, dan terdapat di pasaran dalam berbagai ukuran, tebal
dinding dan bahan konstruksi. Sebetulnya tidak terdapat perbedaan yang
tegas antara istilah pipa (pipe) dan tabung (tube). Pada umumnya pipa
berdinding tebal, diameternya relatif besar dan tersedia dalam panjang
sedang, yaitu antara 20 sampai 40 ft, tabung berdinding tipis dan biasanya
tersedia dalam bentuk gulungan yang panjangnya sampai beberapa ratus kaki.
Dinding pipa disambungkan dengan menggunakan ulir (screw), flens (flange),
atau las (weld), sambungan jolak (flare fitting), atau sambungan solder
(soldered fitting).
Tabung biasanya dibuat dengan teknik ekstrusi atau tarik dinding (cold
drawn), sedang pipa logam biasanya dibuat dengan teknik las, cor (casting),
atau menusuk tembus (piercing) bahan itu dalam unit penusuk (Abdinagar,
2011).
Aliran laminer
Pada kecepatan rendah, fluida cenderung
mengalir tanpa pencampuran secara lateral, dan lapisan – lapisan yang
berdampingan menggelincir di atas satu sama lain. Disini tidak terdapat
aliran silang atau pusaran (eddy). Perilaku ini disebut aliran laminer
(laminar flow). Pada kecepatan yang lebih tinggi, terjadi keturbulenan dan
pembentukan pusaran yang menyebabkan terjadinya pencampuran lateral (Mc.
Cabe, 1987).
Keturbulenan
Pada laju-aliran rendah, penurunan tekanan di dalam fluida akan
bertambah secara langsung menurut kecepatan fluida, pada laju tinggi
pertambahan itu jauh lebih cepat lagi, yaitu kira-kira menurut pangkat dua
kecepatan. Perbedaan antara kedua jenis aliran pertama kali ditunjukkan
dalam percobaan klasik dari Osborne Reynolds, yang dilaporkan pada tahun
1883. Sebuah tabung dibenamkan di dalam tangki berdinding gelas yang penuh
dengan air. Aliran air yang terkendali kemudian dilakukan di dalam tabung
itu dengan membuka suatu katup. Pintu masuk ke dalam tabung dilebarkan, dan
disediakan pula suatu fasilitas untuk memasukkan suatu filamen air berwarna
dari suatu labu yang ditempatkan di atas, ke dalam arus pada lubang masuk
tabung, Reynolds menemukan bahwa, pada laju aliran rendah, air tersebut
mengalir tanpa gangguan bersama dengan aliran umum dan tidak terlihat
adanya campur-silang. Perilaku pita warna ini menunjukkan dengan jelas
bahwa air tersebut mengalir menurut garis lurus yang sejajar dan bahwa
aliran tersebut laminar. Bila laju aliran ditingkatkan, akan dicapai suatu
kecepatan yang disebut sebagai kecepatan kritis, di mana benang-warna
tersebut menjadi bergelombang, dan berangsur-angsur hilang karena zat-warna
tersebut tersebar secara seragam di dalam keseluruhan penampang aliran air.
Perilaku air yang berwarna tersebut menunjukkan bahwa air tidak lagi
mengalir menurut gerakan laminar, tetapi bergerak ke mana-mana dalam bentuk
aliran silang dan pusaran. Gerakan jenis ini dinamakan aliran turbulen (Mc.
Cabe, 1987).
Reynold mempelajari kondisi dimana satu jenis aliran berubah menjadi
aliran jenis lain, dan menemukan bahwa kecepatan kritis, di mana aliran
laminar berubah menjadi aliran turbulen, bergantung pada empat buah besaran
: diameter tabung, viskositas, densitas dan kecepatan linear rata-rata zat
cair. Lebih lanjut, ia menemukan bahwa keempat faktor itu dapat digabungkan
menjadi suatu gugus, dan bahwa perubahan macam aliran berlangsung pada
suatu nilai tertentu gugus itu (Mc. Cabe, 1987).
Aliran turbulen terdiri dari suatu massa pusaran dari berbagai ukuran
yang terdapat bersama-sama di dalam arus aliran itu. Pusaran-pusaran yang
besar selalu terbentuk secara sinambung, lalu pisah menjadi pusaran yang
lebih kecil lagi. Akhirnya pusaran yang paling kecil itu menghilang. Pada
suatu waktu tertentu, dan pada volume tertentu, terdapat suatu spektrum
ukuran-pusaran yang cukup luas. Ukuran pusaran yang paling besar dapat
dibandingkan dengan dimensi terkecil dari arus turbulen. Diameter pusaran
terkecil ialah kira-kira 1 mm. Pusaran yang lebih kecil dari ini dengan
cepat dirusak oleh geser viscous. Aliran didalam pusaran itu sendiri adalah
laminar (Mc. Cabe, 1987).
II.1.6 Aliran Viscous dan NonViscous
Aliran viscous adalah aliran dengan kekentalan atau disebut aliran
fluida pekat. Kepekatan fluida ini tergantung pada gesekan antara beberapa
partikel penyusun dengan tempat terjadinya aliran tersebut. Untuk aliran
air lebih didekatkan pada aliran dengan kental yang rendah, sehingga aliran
air dapat berada pada aliran nonviscous (Mc. Cabe, 1987).
Selanjutnya aliran termampatkan adalah aliran yang terjadi pada
fluida yang selama pengalirannya dapat dimampatkan atau berubah volumenya,
sehingga akan mengubah pula massa jenis fluida tersebut. Aliran
termampatkan ini pada umumnya berlangsung pada gas, sedangkan pada fluida
alirannya lebih didekatkan pada pengertian aliran tak termampatkan yakni
bahwa selama pengaliran fluida tersebut massa jenis fluida dianggap tetap
besarnya.
Oleh karena fluida nyata bersifat melawan geser, maka selalu terdapat
gaya geser bilamana terdapat laju pergeseran menurut waktu. Pada aliran
satu dimensi, gaya geser bekerja sejajar dengan bidang geser itu. Gaya ini
disebabkan oleh fluida luar dan bekerja pada fluida antara bidang dan
dinding (McCabe, 1987).
Menurut hukum Newton ketiga, terdapat gaya yang sama besar tetapi
berlwanan arah, yaitu –Fs, yang bekerja pada fluida di luar bidang
pseudoplastik dan berasal dari fluida di dalam bidang tersebut. Biasanya
tidak pula menggunakan gaya total Fs, tetapi lebih bila menngunkana gaya
per-satuan luas bidang geser yang dinamakan shear stress dan ditandai
dengan (, atau
Dimana As merupakan luas bidang geser. Oleh karena ( berubah dengan y,
tegangan geser juga merupakan suatu medan. Gaya geser terdapat pada aliran
laminar maupun turbulen (McCabe, 1987).
Fluida yang mengikuti Hukum Newton tentang viskositas dinamakan Fluida
Newtonian. Dalam Fluida Newtonian, kecepatan bergeser (shear rate, dvz/dy)
berbanding lurus dengan gaya geser (shear strees, (yz). Maksudnya
viskositas tersebut konstan dan tidak bergantung pada kecepatan bergesernya
(McCabe, 1987).
Konstanta perbandingan ini dikenal dengan viskositas, yang didefinisikan
dengan persamaan:
Dengan: ( adalah tegangan geser F/A (N/m2)
( adalah viskositas absolut fluida (Pa.s)
(McCabe, 1987)
Viskositas dalam fluida Newtonian tergantung pada temperatur dan tekanan,
walaupun nilainya tidak besar. Viskositas gas naik terhadap temperatur
menurut pendekatan persamaan:
Dimana:
( adalah viskositas pada temperatur absolut T , K
(o adalah viskositas pada 0o C atau 273o K
n adalah konstanta
(McCabe, 1987)
Perbandingan antara viskositas absolut dengan densitas fluida ((/(),
sering digunakan. Properti ini disebut viskositas kinematik yang
diekpresikan dalam satuan Stoke. Ada beberapa fenomena yang dapat diamati
dari adanya viskositas suatu fluida. Salah satunya adalah tipe aliran
laminar dan aliran turbulen (McCabe, 1987).
II.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efflux Time
Hal – hal yang mempengaruhi Efflux Time adalah :
1. Diameter, dimana diameter akan mempengaruhi debit air.
2. Ketinggian, ketinggian akan mempengaruhi kecepatan karena
ketinggian akan menekan air karena semaklin tinggi air maka semakin
besar tekanannya sehingga air yang keluar juga semakin besar dan
semakin rendah tinggi air maka tekanannya semkain kecil dan jumlah
air yang keluar semakin kecil pula.
3. Lamanya waktu yang diberikan dimana bila waktu yang diberikan
semakin lama maka debit akan kecil dan bila waktu yang diberikan
semakin cepat maka debit akan semakin besar.
4. Kecepatan aliran air, dimana bila kecepatan air semakin besar maka
debit akan semakin besar pula, dan bila kecepatan air kecil maka
akan kecil pula debit.
5. Luas penampang dari tempat aliran itu keluar. Bila luas penampung
keluarnya zat cair tersebut makin besar, maka debit semakin besar
dan begitu pula sebaliknya.
Aliran teoritis dari sebuah tangki besar yang melalui lubang relatif
kecil dengan bias a pada kedalaman h di bawah permukaan bebas dapat dicari
dengan prinsip dari kekekalan energi . Misalkan tangki terbuka ke atmosfer,
tekanan pada permukaan bebas maupun pada lubang adalah atmosferik dan
dengan demikian persamaan Bernoulli memberikan : h= v²/2g. V adalah
kecepatan pengeluaran teoritis dan h adalah Z1 dan Z2 yang tidak lain
adalah ketinggian fluida. Dalam persamaan Bernoulli, kecepatan pengeluaran
sebenarnya adalah:
Q = Cd a 2gh
Cd didefinisikan sebagai koefiisien pengeluaran.
Cepat aliran atau debit air (Q) adalah volume fluida yang dipindahkan
tiap satuan waktu:
Q=A.V
A1.v1=A2.v2
v = kecepatan fluida (m/s)
A = luas penampang yang dilalui fluida (m2)
Untuk zat cair yang mengalir melalui sebuah lubang pada tangki, maka
besar kecepatannya selalu dapat diturunkan dari hukum Bernoulli yaitu : V =
2gh, h adalah kedalaman lubang dari permukaan zat cair. Peralatan yang
digunakan untuk mengukur pengeluaran fluida adalah orifice dan noozle.
Orifice adalah sebuah bukaan (biasanya bulat) pada dinding tangki atau pada
plat normal di sumbu pipa, plat yang sama juga ada di ujung pipa atau di
beberapa daerah lanjut airnya (Abdinagar, 2011).
Koefisien kecepatan (Cu) adalah perbandingan antara kecepatan nyata
dengan aliran pada vena kontrakta (Vc) dengan kecepatan aliran secara
teoritis (v). Nilai koefisien keepatan bergantung pada bentuk sisi lubang,
apakah tajam atau dibulatkan, tingkat energi, dan nilai rata-rata dari
kofisien kecepatan adalah 0,97. Koefisien kontraksi (Cc) adalah
perbandingan antara luas penampang aliran vena kontrakta dengan luas
lunbang yang sama dengan tampang aliran zat cair ideal, nilai rata-ratanya
sekitar 0,64. Koefisien debit adalah perbandingan antara debit nyata dengan
debit teoritis. Nilai debit bergantung pada nilai koefisien kecepatan dan
koefisien kontraksi. Nilai rata-ratanya adalah 0,62 (Abdinagar, 2011).
Volume yang tertampung dari hasil percobaan dipengaruhi oleh tekanan
atmosfer dan luas bidang tekanan atmosfer itu sendiri. Semakin besar
tekanan atmosfer yang menekan maka semakin banyak jumlah volume air yang
tertampung. Dan bila tekanan atmosfer kecil dan volume yang tertampung juga
kecil. kecepatan aliran suatu fluida yang keluar dari lubang dipengaruhi
oleh tekanan atmosfer dan debit air yang keluar dan waktunya. Koefisien
debit dari hasil percobaan diketahui bahwa semakin besar suatu debit yang
diperoleh maka koefisien debitnya akan semakin besar dan bila debit yang
diperoleh kecil maka koefisien debitnya kecil pula (Tami, 2009).
Semakin besar panjang pipa (L) maka waktu t teoritis yang dibutuhkan
untuk pengosongan tangki semakin lama. Hal ini disebabkan karena besarnya
panjang pipa, maka waktu tempuh fluida untuk mengalir akan semakin lama.
Hal ini telah sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa panjang pipa
mempengaruhi waktu yang diperlukan fluida untuk mengalir semakin lama.
Semakin kecil diameter pipa (D pipa), maka waktu t teoritis yang
dibutuhkan untuk pengosongan tangki semakin lama. Hal ini disebabkan karena
diameter pipa yang kecil, maka waktu tempuh fluida untuk mengalir akan
semakin lama. (Grafik II.1.1) .
Grafik II.1.1. Hubungan antara diameter pipa dengan T teoritis
Dalam percobaan efflux time secara sederhana di laboratorium
ditunjukkan oleh gambar II.1. Skema tanki percobaan efflux time di bawah
ini.
Gambar II.1. Skema tanki percobaan efflux time
Neraca momentum dari point (2) ke (3) dari skema tangki percobaan efflux
time:
Fg2 + Fp2 + Ff2 = Fg3 + Fp3 + Ff3
m2.g+ P2.A2 + Ff2 = m3.g+ P3.A3 + Ff3
(m2 – m3) g + (P2.A2 – P3.A3) = Ff3 – Ff2 =Ff
(A2.h2 – A3.h3) g + P2.A2 – P3.A3) = Ff
A2 = A3 dan g
(h2 – h3) + - = Ff
- + L = Ff ...............................……………………………………(1)
neraca momentum dari point (1) ke (3)
Fg1 + Fp1 = Fg2 + Fp2
m1.g1 + P1.A1 = m2.g2 + P2.A2
( A1.h1 - A2.h2 )g + P1.A1 - P2.A2 = 0 sehingga .-g
(A1.h1 - A2.h2) + + = 0
= H + ................................…………………………..…………..(2)
Asumsi : efflux kontraksi tiba –tiba dari penampung melintang tangki ke
pipa diabaikan
Substitusi pers (2) ke (3)
- + (L+H) =Ff
….....……………………….……...............................(3)
p1 =p3 = atmosfirin
F1 =(L+H) …………………....…………………………..............................(4)
Dari Geankoplis hal 97
Ff = 4.f (s.1)
…………………..…................................................(5)
Untuk fluida laminer NRe < 2100 : f =
...............................................(6)
Untuk fluida turbulen 5.000 < NRe < 200.000 f; f =
……....................(7)
Untuk fluida turbulen 3.000 < NRe < 300.000 3f;
= 0.0056 +
.......................................................................
..........(8)
menetapkan waktu pengosongan tangki untuk aliran fluida laminer substitusi
pers (6) ke (5)
Ff = = 128
L + H = 128 .......................................……………………………. (9)
Neraca massa mi = m2
A1.V1 =A2.V2
D4 V1 =D4 V2
D2 = Do 2 (H +L)
= q
ln = t
t = ln .............................…………………..…….....… (10)
menetapkan waktu pengosongan tangki untuk aliran fluida turbulen 5.000 <
NRe<200.000
Substitusi pers (7) ke (5)
Ff =4
H+L= 0.363= ...............................……....…………....… (11)
H+L=C.V1.8…………>V== ………….........................(12)
Dimana C = konstan
Neraca massa mi = m2
A1.V1 =A2.V2
D2 V1 =D2 V2
= qt
(H1+L) –(H2+L) =
t = =D2
t = (H1- H2)…………………………………..............................………..(13)
t sesungguhnya = T x t
teoritis...………………….......................................................(14
)
T = …………………………………………………...........................(15)
Keterangan :
m = massa cairan didalam tangki
ρ = densitas cairan
A1 = luas penampang melintang tangki
A2 = luas penampang melintang pipa pada point 2
A3 = luas penampang melintang pipa pada point 3
H = Tinggi permukaan cairan pada tangki
L = panjang pipa
g = kecepatan gravitasi
D = diameter tangki
Do = diameter pipa
U = viskositas fluida
V1 = kecepatan penurunan fluida pada tangki
V2 = kecepatan penurunan fluida pada pipa
Fg = gaya berat
Fp = gaya tekan
Ff = gaya friksi
(Anonim, 2011)
-----------------------
1
2
33
h2 m2Á¼Â¼Ã¼[?]½
½hUFhÏ&xEHêÿUj¸'÷UhUFhÏ&xEHêÿUVj¿bhUFhÏ&xEHêÿUj·'÷U
hUFhÏ&xEHêÿUVhUFhÏ&xEHêÿj²`hUFhÏ&xEHæÿUj¶'÷UhUFhÏ&x
EHæÿUVhUFhÏ&xEHæÿjhUF =ρ A2 h2
h3 m3 = ρ A3 h3
-----------------------
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II-12
Laboratorium Operasi Teknik Kimia I
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Laboratorium Operasi Teknik Kimia I
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS