BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sumber daya alam merupakan nikmat yang sangat besar dan berharga dari
Tuhan kepada manusia. Sumber daya alam juga menjadi salah satu modal utama dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya alam ini dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kebutuhan rakyat. Salah satu kegiatan dalam pemanfaatan sumber daya alam adalah kegiatan penambangan. Salah satu daerah tambang Nikel di Indonesia terdapat di Daerah Pomalaa Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Pertambangan Nikel di daerah tersebut dikelolah oleh PT. Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sulawesi Tenggara. Nikel merupakan logam berwarna kelabu perak yang memiliki sifat fisik yang ideal yakni memiliki kekuatan dan kekerasan menyerupai besi dengan daya tahan terhadap karat dan korosi hampir sama dengan tembaga dan pada udara terbuka memiliki sifat yang lebih stabil daripada besi. Kombinasi sifat inilah yang yang menyebabkan penggunaan Nikel begitu luas, dari bagian-bagian kecil alat elektronika sampai kerangka dan bagian-bagian proyek rekayasa. Nikel juga digunakan sebagai bahan paduan dengan logam lainnya. Pengolahan bijih Nikel pada PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara menggunakan proses pyrometallurgical yaitu bijih Laterit dikeringkan dan dikalsinasi dalam rotary kiln dan kemudian dilebur (dicairkan) dalam tanur listrik untuk memisahkan ferronickel dengan memakai karbon sebagai reduktornya. 1
Secara sistematis untuk proses pengolahan bijih Nikel di PT. Aneka Tambang. Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara meliputi tiga tahap, yaitu: 1. Tahap Praolahan: ore blending, rotary dryer, screening, mixing, dan rotary kiln. 2. Tahap Peleburan. 3. Tahap Pemurnian dan Pencetakan: De-sulfurisasi dan De-oksidasi.
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah pada kerja praktek ini meliputi proses pengolahan bijih Nikel
oleh PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara yang menggunakan proses
pyrometallurgical dimana terdiri dari tahap yaitu praolahan, peleburan, dan pemurnian.
1.3
Tujuan Adapun tujuan dari kerja praktek ini sebagai berikut:
a. Mahasiswa mampu meningkatkan wawasan dan pemahaman tentang dunia kerja yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang ditekuni. b. Mahasiswa dapat mengetahui tahapan dalam proses pengolahan bijih Nikel oleh PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara.
1.4
Manfaat
a. Sebagai latihan bagi mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja. b. Memperoleh ilmu dan pengalaman nyata tentang kondisi suatu industri baik manajemen, sarana fisik, maupun peralatan yang digunakan secara praktis.
1.5
Tahapan Penelitian Dalam melakukan kerja praktek ini penulis melakukan tahapan penelitian, yaitu:
2
1. Tahapan Persiapan Pada tahapan ini hal-hal yang dilakukan adalah pengurusan proposal dan surat izin pelaksanaan kerja praktek dari Universitas ke pihak perusahaan. Di dalam perusahaan dilakukan persiapan berupa pengurusan surat izin dari Kepala Teknik Tambang untuk dapat masuk ke daerah lokasi tambang dan pabrik. 2. Studi Kepustakaan Menggunakan berbagai literatur yang berkaitan dengan proses pengolahan yang kemudian membantu dalam penyusunan laporan ini. 3. Pengamatan Lapangan, meliputi: a. Observasi dan pengenalan lokasi pabrik. b. Melakukan wawancara kepada setiap pengawas di lapangan yang mengawasi proses-proses pengolahan di pabrik. c. Pengumpulan data, berupa:
Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur-literatur yang berhubungan dengan proses pengolahan.
4. Tahapan Penyusunan Laporan Pada tahap ini, data-data yang telah dikumpulkan kemudian dibuat dalam bentuk laporan sebagai hasil akhir dari kerja praktek yang dilakukan.
3
BAB II TINJAUAN UMUM
2.1
Gambaran Umum Perusahaan Pada tahun 1909, bijih Nikel di Pomalaa Sulawesi Tenggara yang merupakan
salah satu kekayaan alam Indonesia dieksplorasi dan ditambang oleh E. C. Abendanon kemudian pada tahun 1934, Oast Borneo Maatschappij (OBM) melakukan eksplorasi di Pomalaa dan menemukan endapan bijih Nikel berkadar 3.00-3,50% Ni. Tahun 1939 s/d 1942 OBM melakukan proses penambangan bijih Nikel di Pomalaa yang hasilnya dikirim ke Jepang. Pada saat Perang Dunia II, yaitu pada tahun 1942 s/d 1945 Indonesia diduduki oleh Jepang. Sumitomo Metal Mining Co. (SMM) lalu mengusulkan pembuatan tambang Nikel Pomalaa yang akhirnya dibangun sebuah pabrik pengolahan yang menghasilkan Nikel matte. Sampai menyerahnya Jepang ke tangan sekutu, Pabrik tersebut telah menghasilkan 351 ton matte. Tetapi, akibat serangan sekutu pabrik pengolahan Nikel di Pomalaa hancur sehingga seluruh instalasi yang ada pada saat itu hancur berantakan. Dari jumlah Nikel matte yang dihasilkan hanya 30 ton yang berhasil dikapalkan dan sisanya ditinggal di Pomalaa. Kemudian berdasarkan PP No. 22 tahun 1968 PT. Pertambangan Nikel Indonesia bersama BPU Pertambun beserta PT/PN dan proyek dijajarannya disatukan menjadi PN Aneka Tambang. Di Pomalaa selaku unit produksi bernama unit pertambangan Nikel Pomalaa. Pada tanggal 30 desember 1974 status PN berubah menjadi PT. Aneka Tambang (Persero). Pada akhir tahun 2006, dilakukan perubahan logo perusahaan dan nama PT. Aneka Tambang disingkat menjadi PT. ANTAM Tbk. 4
Mengingat cadangan bijih Nikel Laterit kadar rendah (≤ 1,82 % Ni) cukup besar sedangkan bijih Nikel Laterit berkadar tinggi (≥ 2,30 % Ni) semakin menipis, maka untuk memperpanjang jangka waktu penambangan Nikel di Pomalaa dan agar bijih Nikel kadar rendah tersebut dapat bernilai maka didirikan pabrik peleburan bijih Nikel menjadi produk logam FeNi. Pabrik unit 1 mulai dibangun pada tanggal 12 Desember 1973 dengan pemancangan tiang pertama dan selesai dikerjakan selama 2 tahun. Tanggal 14 Agustus 1976 electric tanur listrik unit I dengan daya 20 MVA (18 MW) mulai produksi secara komersial. Pada tanggal 23 Oktober 1976 pabrik FeNi diresmikan oleh wakil presiden RI Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pabrik Unit II mulai dibangun pada tanggal 2 November 1992 dan sekitar bulan Februari 1995 sudah mulai produksi. Pabrik FeNi 2 diresmikan oleh presiden RI Soeharto pada tanggal 11 Maret 1996. Pabrik FeNi 3 dibangun pada bulan Desember 2003, dan mulai produksi secara komersial pada tahun 2007.
2.2
Lokasi dan Kesampaian Daerah Pomalaa terletak pada garis lintang 3o30`-4o30` LS dan 120o – 122o BT. PT
Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara terletak di Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara yang berjarak ± 165 Km dari Kendari, Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi kerja praktek dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat ke Kolaka dari Kendari. Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara adalah Kota Kendari berjarak 165 km dari Kolaka, sedangkan Pomalaa terletak disebelah Selatan kota Kolaka dengan jarak 29 km atau dapat juga ditempuh dari Makasar, Sulawesi Selatan dimana harus melewati Teluk Bone di penyeberangan Bajoe berjarak ± 178 km dari Makasar. Jadi rute menuju lokasi penelitian sebagai berikut 5
Makasar - Penyeberangan Bajoe (Penyeberangan Teluk Bone) – Kolaka – Pomalaa. Peta lokasi dan kesampaian daerah.
Gambar 2.1 Peta lokasi PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara
Lokasi ini selain dapat ditempuh melalui jalan darat juga dapat ditempuh dengan angkutan laut dan udara, karena dilengkapi dengan fasilitas perusahaan berupa pelabuhan laut yang terletak di Pomalaa dan Tanjung Leppe serta pelabuhan udara yang menghubungkan Pomalaa dengan Makassar. Wilayah kuasa penambangan PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara mencakup daerah seluas ± 7500 Ha dan terbagi atas 3 wilayah penambangan, yaitu :
6
a.
Wilayah utara: wilayah penambangan sekitar bukit-bukit Pomalaa sebelah utara. Batas wilayah sebelah utara yaitu sungai Huko-Huko, sedangkan batas sebelah selatan adalah sungai Komoro.
b.
Wilayah Tengah: termasuk di dalamnya daerah Tambea, Latumbi, dan daerah sekitar Komoro. Batas wilayah sebelah utara adalah daerah tengah sungai Komoro, dan batas sebelah selatan adalah sungai Sapura.
c.
Wilayah Selatan: meliputi gugusan bukit-bukit di bagian utara sungai Oko-Oko, Tanjung Batu Kilat, Kayu Angin, Tanjung Pakarena, dan Tanjung Leppe. Sedangkan batas sebelah utara daerah selatan adalah sungai Sapuran dan batas sebelah selatan adalah sungai Oko-Oko.
2.3
Iklim dan Curah Hujan Daerah Pomalaa juga beriklim tropis setiap tahunnya dengan dipengaruhi oleh
musim hujan dan kemarau. Daerah Pomalaa mempunyai temperatur cukup panas sehingga curah hujan relatif cukup tinggi dan distribusi merata tahunan sebesar 1853 mm/tahun. Dalam hal ini Pomalaa termasuk iklim A, yaitu iklim hujan tropis lembab yang nyata dengan suhu udara diatas 180C dibulan terdingin dan suhu rata-rata bukan panas dengan suhu udara 220C.
7
BAB III DASAR TEORI
3.1
Proses Produksi Tahap kegiatan produksi bijih Nikel di PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi
Tenggara dilakukan atas tiga tahap yaitu : 1. Penggalian Pekerjaan penggalian adalah merupakan pekerjaan yang dilakukan untuk mengambil atau membebaskan bijih dari batuan induknya dan ditumpuk pada tempat
penumpukan
sementara
(penumpukan
di
front
penambangan).
Penambangan bijih Nikel di PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara dilakukan dengan cara tambang terbuka dan cara penggaliannya bersifat memilih disebabkan karena kadar dari bijih yang tidak merata guna memenuhi kebutuhan ekspor dan pabrik. Penggalian bijih dimulai dari bench yang paling atas, hal ini diterapkan agar bahaya longsor dapat dihindarkan sehingga penggalian berjalan dengan lancar. 2. Pemuatan Pemuatan merupakan rangkaian kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan untuk memuat bijih Nikel hasil penggalian ke dalam alat angkut. Pada kegiatan pemuatan ini dilakukan oleh alat Excavator Back Hoe PC 200 Komatsu. 3. Pengangkutan Pengangkutan bijih Nikel di daerah Pomalaa dapat dilakukan dua cara sesuai dengan tempat dimana bijih itu diambil, antara lain untuk wilayah tambang Utara
8
dan wilayah tambang Tengah digunakan dump truck yang berkapasitas 15 - 20 ton ke stock yard baik untuk umpan pabrik maupun untuk ekspor.
Gambar 3.1 a dan b Stock yard bijih di pelabuhan, c. Stock yard Batubara
Sedangkan pada wilayah tambang Selatan pengangkutan bijih oleh dump truck digunakan sampai pada stationary grizzly yang terdapat pada stock yard Tanjung Leppe dimana setelah diuji kadarnya maka untuk umpan pabrik selanjutnya diangkut lewat laut dengan menggunakan tongkang yang ditarik oleh kapal di dermaga yang berlokasi di Pomalaa untuk selanjutnya diangkut dengan dump truck ke pabrik. Sedang 9
untuk kebutuhan ekspor ditampung pada tempat tertentu sambil menunggu kapal ekspor siap dimuat.
Gambar 3.2 Stock yard bijih di pabrik
4. Pencampuran Pencampuran (blending) pada stock yard antara bijih dari berbagai kadar, untuk memperoleh bijih berkualitas ekspor. Dari stock yard bijih Nikel dibagi dalam dua bagian, sebagian diangkut ke kapal ekspor dengan menggunakan suatu alat belt
conveyor dan tongkang untuk diekspor, dan sebagian lagi di masukkan ke pabrik untuk diolah atau sebagai umpan pabrik.
3.2
Kegiatan Penambangan Kegiatan penambangan bijih Nikel di Pomalaa dilakukan dengan metode
tambang terbuka (system open cast mining) menggunakan alat dorong, gali-muat dan alat angkut. Adapun metode perjenjangan yang diterapkan adalah dengan sistem
mutiple bench dengan langkah-langkah kegiatan penambangan sebagai berikut:
10
3.2.1 Pembersihan Lahan Tambang (Land Clearing)
Clearing adalah kegiatan pembersihan pohon-pohon yang ada di atas bijih yang akan ditambang yang pelaksanaannya tergantung pada kondisi topografi lahan yang akan dibersihkan serta kondisi pohon yang akan di bersihkan. Adapun alat yang digunakan yaitu Bulldozer BD. 85 E, agar kerja Bulldozer lebih efektif maka diusahakan memperpendek jarak dorong. Untuk daerah datar dan cukup luas pembersihan dimulai dari tengah-tengah. 3.2.2 Pengupasan Lapisan Tanah Penutup (Striping) Tanah penutup (overburden) adalah material bagian atas yang menutupi kadar bijih yang tinggi (kadar bijih yang memenuhi kebutuhan pabrik atau ekspor), yaitu diatas 2,2 %, tanah penutup dapat berupa, tanah (top soil) dan bijih kadar rendah dengan tebal overburden 0 – 6 meter. Pengupasan yang dilakukan pada tanah penutup, biasanya dilakukan bersamasama dengan clearing dengan menggunakan bulldozer. Pekerjaan ini dimulai dari tempat yang tinggi dan tanah penutup di dorong kebawah ketempat yang lebih rendah sehingga alat dapat bekerja dengan bantuan gaya gravitasi. 3.2.3 Pembuatan Jalan Tambang Untuk mencapai target produksi direncanakan salah satu upaya yang dilakukan adalah membuat jalan tambang sebaik mungkin. Fungsi utama dari pembuatan jalan tambang ini adalah sebagai sarana transportasi untuk menunjang kelancaran kegiatan penambangan terutama kegiatan pengakutan.
11
3.2.4 Penggalian Penggalian adalah kegiatan yang dilakukan untuk memisahkan bahan galian dari batuan induknya, kegiatan pembongkaran/penggalian ini dilakukan dengan alat beckhoe.
Gambar 3.3 Penggalian
Bijih Nikel yang akan ditambang ditetapkan berdasarkan cut off grade (COG) dengan sasaran produksi sebagai berikut: - Bijih Nikel kadar rendah (low grade) dengan kandungan Ni sekitar 1.0% - 1,8% - Bijih Nikel berkadar tinggi (high grade) dengan kandungan Ni ≥1,8 % Adapun prosedur penambangan dengan melakukan selective mining (SM) sebagai berikut : a) Excavator Backhoe PC 200 Komatsu menggali ore dari front tambang serta melakukan mixing / pencampuran secara merata dan hasilnya terbentuk satu tumpukan ore.
12
b) Tumpukan hasil mixing dipindahkan dan disortir boulder yang berukuran di atas 20 x 20 cm, pekerjaan ini terbentuk lagi satu tumpukan ore yang bersih dari
boulder yang berukuran diatas 20 x 20 cm. c) Boulder hasil hasil sortir yang berukuran diatas 20 x 20 cm sampai dengan ukuran 50 x 50 cm diukur menggunakan meter sesuai hasilnya dalam m3. d) Tumpukan ore hasil sortir boulder dipindahkan Excavator ke tempat terdekat dan disampel, setiap 6 (enam) bucket Excavator (PC) diambil sampel menggunakan sendok sampel sesuai alat dari persiapan contoh sebanyak 1 (satu) sendok sampel.
e) Sendok ke 12 excavator (PC) diambil lagi sampel sebanyak 1(satu) sendok sampel, setiap 2 (dua) sendok sampel jumlahnya sama dengan 1 (satu)
increment (1 inc = 20 kg). f) Hasil selective mining adalah tumpukan ore yang siap diangkut jika sesuai dengan permintaan kadar Nikel yang diinginkan oleh konsumen. 3.2.5 Pemuatan Pemuatan (loading) bijih hasil penggalian dapat dilakukan dengan alat gali yaitu Backhoe. Bijih yang dimuat adalah bijih yang telah ditumpuk oleh alat gali di front penambangan. Tetapi bila terpaksa Backhoe menggali bijih dan langsung dimuat ke alat angkut.
13
Gambar 3.4 Proses loading
Sistem pemuatan yang digunakan adalah single side loading yaitu sistem pemuatan dimana alat muat Excavator Backhoe PC 200 Komatsu melakukan pemuatan material bijih ke satu alat angkut Dump truck Nissan PS 290 Turbo. Sedangkan pola dumping yang digunakan adalah rear dump yaitu mengosongkan muatan ke belakang. 3.2.6 Pengangkutan Bijih Pengangkutan bijih dari front penambangan sampai ke penimbunan (stock
yard) melalui beberapa tahap yaitu: a.
Di Wilayah Tambang Selatan Semua bijih hasil penambangan dari tiap-tiap bukit yang di angkut sampai ke penimbunan di Tanjung Leppe menggunakan Rear Dump truck yang berkapasitas 21 ton.
b.
Di Wilayah Tambang Utara – Tengah Pengangkutan bijih di wilayah Tambang Utara-Tengah juga menggunakan Dump truck dengan
kapasitas rata-rata 21 ton.
Bijih yang akan diekspor,
diangkut ke pelabuhan Pomalaa, sedangkan untuk keperluan pabrik ferronickel langsung diangkut ke tempat penimbunan di pabrik. Alat yang digunakan oleh PT 14
Aneka Tambang Tbk, UBPN Operasi Pomalaa dengan memiliki kontrak dengan PT Sumber Setia Budi. c.
Di Wilayah Tambang Maniang Pengangkutan bijih di wilayah Tambang Maniang juga menggunakan Rear Dump truck dengan kapasitas rata-rata 18 ton. Bijih yang akan diekspor, diangkut ke pelabuhan Pomalaa, sedangkan untuk keperluan pabrik ferro Nikel langsung diangkut ke tempat penimbunan di pabrik.Alat yang digunakan oleh PT Aneka Tambang Tbk, UBPN Operasi Pomalaa dengan memiliki kontrak dengan PT SBGA.
3.3
Pengolahan Bijih Nikel Bijih Nikel yang tersedia di alam dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
Nickel iron sulfides,
Hydrous nickel silicate (Laterit). Keduanya mengandung kadar Nikel antara 1-3%. Bijih Nikel yang diproses di
Pomalaa adalah termasuk golongan Laterit. Bijih Nikel dari mineral oksida (Laterit) ada dua jenis yang umumnya ditemui yaitu Saprolit dan Limonit dengan berbagai variasi kadar. Perbedaan menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah kandungan Fe (Besi) dan Mg (Magnesium), bijih Saprolit mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi sedangkan Limonit sebaliknya. Bijih Saprolit dibagi dalam 2 jenis berdasarkan kadarnya yaitu High Grade Saprolit Ore (HGSO) dan Low Grade Saprolit Ore (LGSO), biasanya HGSO mempunyai kadar Ni ≥ 2% sedangkan LGSO mempunyai kadar Ni < 2%. Untuk mengolah bahan mentah tersebut menjadi produk ferronickel diperlukan beberapa proses. Ferronickel adalah paduan logam besi dan Nikel yang merupakan bahan dasar dari baja tahan karat (stainless steel). Kedua logam dasar feronickel ini yaitu besi dan Nikel, keduanya terkandung dalam bijih ferronickel (ore) yang sudah 15
terreduksi. Kandungan masing-masing unsur dalam produk ferronickel kaya besi umumnya adalah 20% Ni dan 75-80% Fe. Pemilihan teknologi didasarkan pada jenis bijih dan kebutuhan produk akhir yang diinginkan serta tidak terlepas pula faktor ekonomisnya. Ada dua cara proses ekstraksi Ferronickel dari bijih Laterit yaitu dengan proses pyrometallurgical atau
hydrometallurgical, dimana:
Proses hydrometallurgical memerlukan pelarut asam amoniak atau sulfurik yang diikuti dengan penyaringan Nikel (nickel precipitation).
Pada proses pyrometallurgical bijih Laterit dikeringkan dan dikalsinasi dalam rotary
kiln dan kemudian dilebur (dicairkan) dalam tanur listrik untuk memisahkan ferronickel dengan memakai karbon sebagai reduktornya. Pengolahan bijih Nikel pada PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara menggunakan proses pyrometallurgical. Dalam bahasan kali ini, akan diuraikan proses pengolahan bijih Nikel dengan menggunakan teknologi electric furnace. Urutan proses ekstraksi ferronickel sebagai berikut: 1. Penyiapan Bahan baku, 2. Pengeringan Bahan Baku, 3. Kalsinasi Bahan Baku, 4. Peleburan/Smelting, 5. Pemurnian, 6. Pencetakan/Casting produk ingot ferronickel dan shot yang dilanjutkan dengan pengeringan (drying) agar kadar air memenuhi persyaratan.
16
BAB IV PROSES PENGOLAHAN BIJIH NIKEL OLEH PT. ANEKA TAMBANG Tbk. UBPN SULAWESI TENGGARA
4.1
Tahap Praolahan Tahap praolahan yang dilakukan bertujuan untuk mempersiapkan bijih sebelum
memasuki proses peleburan. Hal ini dilakukan agar bijih yang masuk ke tahap peleburan memenuhi berbagai persyaratan yang telah ditentukan. Syarat-syarat tersebut antara lain menyangkut ukuran, kadar bijih, Moisture Content (MC) atau air lembab, Lost Of Ignation (LOI) atau air kristal, dan lain-lain. Bahan baku yang terdiri dari bijih Nikel, Batubara dan Batukapur sebelum diumpankan ke rotary kiln terlebih dahulu mengalami proses ore blending, ore handling pada rotary dryer dan tahap kalsinasi pada rotary kiln. 4.1.1 Ore blending Penanganan bijih mencakup proses penerimaan bijih, pencampuran bijih dan penampungan bijih. Setelah proses penambangan bijih basah (wet ore) yang diperoleh dibawa ke Departemen Bahan Baku. Pada proses ore blending ini, ukuran bijih basah masih beragam dengan MC sekitar 28 – 30%. Setelah dianalisa, kemudian ditentukan presentase pencampuran bijih yang digunakan sebagai umpan.
4.1.2 Ore Handling Proses ore handling meliputi: ore receiving, ore drying, ore sizing, dan ore
mixing. 17
Ore receiving Bijih Nikel basah (wet ore) dimasukkan ke Shake Out Machine (SOM), akan
terpisah secara manual lewat saringan yang berukuran 20 x 25 cm. Bijih yang berukuran 15 – 20 cm akan ditampung dalam loading hopper yang selanjutnya ditransportasikan oleh belt conveyor ke rotary dryer. Sedangkan bijih yang berukuran > 20 cm tidak dipergunakan melainkan diangkut kembali ke stock yard yang akan digunakan untuk menimbun cekungan pada stock yard yang terbentuk akibat adanya pengikisan pada saat wheel loader memuat ore.
Gambar 4.1 Shake Out Machine (SOM)
Gambar 4.2 Proses memasukkan bijih ke dalam SOM 18
Ore drying Proses pengeringan bijih dilakukan di dalam rotary dryer. Rotary dryer
memiliki dimensi panjang 30 m dan diameter 3,20 m dengan putaran 1,5 rpm.
Rotary dryer ini digerakkan oleh motor penggerak. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air lembab (MC) dalam bijih sekitar 28 – 35 % menjadi 21 - 23 %. Penentuan MC menjadi 21 – 23 % dikarenakan karena pada kondisi tersebut yang paling baik untuk mereduksi nickel losses, mengurangi polusi yang akan dihasilkan, dan untuk keawetan mesin. Proses pengeringan dalam rotary
dryer berlangsung sekitar 30 menit. Bahan bakar yang digunakan untuk rotary dryer adalah Batubara sebagai bahan bakar utama dan minyak sebagai bahan bakar penunjang. Pemilihan Batubara dikarenakan biayanya murah dan mudah didapatkan. Pengeringan bijih diakibatkan oleh terjadinya kontak langsung antara udara panas dari burner dengan bijih dalam suatu tanur yang berputar.
Gambar 4.3 Rotary dryer FeNi 3
19
Pemanasan dalam rotary dryer berlangsung searah artinya aliran udara panas dari burner searah dengan arah aliran masuk material. Suhu udara panas yang masuk pada rotary dryer sekitar 400oC – 800oC dan disesuaikan dengan kadar air yang terkandung dalam ore. Pengeringan dalam rotary dryer akan menghasilkan gas, disamping material kering, gas buang yang mangandung debu, dan abu akan masuk ke dalam multicyclone untuk dikumpulkan. Sementara gas yang ringan akan tertarik oleh exhaust fan untuk kemudian dibuang ke atmosfer melalui stack.
Ore sizing Debu yang terkumpul dari multicyclone akan masuk menuju pug mill, dimana
dalam pug mill ini debu tersebut akan tercampur dengan air. Kemudian masuk ke dalam fan pelletizer untuk proses peletisasi dengan fine ore sebagai pengikat (binder). Sedangkan bijih hasil pengeringan akan menuju ke vibrating screen, untuk selanjutnya mengalami proses penyaringan dengan ukuran harus ≤ 30 mm. Penentuan ukuran tersebut dikarenakan pada ukuran ini kadar LOI yang terdapat pada material lebih mudah tereduksi. Untuk material yang memiliki ukuran > 30 mm akan masuk ke dalam impeller breaker untuk proses crushing. 4.1.3 Tahap Kalsinasi
Rotary kiln yang digunakan dalam proses kalsinasi mempunyai panjang 90 m dengan diameter shell 5,4 m. Kapasitas dari 40 ton/jam dan material umpan berada dalam rotary kiln. Selama + 120 menit (2 jam) rotary kiln ini berputar pada 4 buah roller dengan kemiringan 20. Bagian dalam rotary kiln inni dilapisi dengan batu tahan api jenis high alumina setebal 20 cm. Rotary kiln yang digunakan dilengkapi dengan bunner yang terpasang pada ujung depan, dengan demikian pemanasan yang terjadi di dalam rotary kiln berlangsung secara counter current (aliran udara panas berlawanan dengan material yang masuk). 20
Gambar 4.4 Rotary kiln FeNi 3
Bahan baku (material) seperti condition ore dan Batubara yang telah ditimbang di poidmeter, dicampur, dan diangkut oleh belt conveyor ke rotary kiln untuk mengalami proses kalsinasi. Proses kalsinasi ini bertujuan untuk mengurangi kadar LOI sampai ≤ 0,01%. Kadar LOI yang tinggi akan mengganggu kestabilan dalam tanur yang dapat mengakibatkan goncangan yang kuat di dalam tanur. Proses kalsinasi dalam rotary kiln dibagi menjadi tiga zone, yaitu: 1.
Drying zone : pada zone ini terjadi proses pengeringan, yaitu penghilangan sebagian kadar air bebas 2500 - 3500 C.
2.
Pre-heating zone : pada zone ini terjadi proses pemanasan, yaitu penghilangan semua air bebas dan sebagian air kristal (LOI) dengan suhue sekitar 3500 - 4500 C.
3.
Calsine zone : pada zone ini terjadi proses kalsinasi, yaitu pemanasan material tanpa melewati titik leburnya. Dimana terjadi penghilangan semua air kristal (LOI) dengan suhue sekitar 4500 - 9000 C. 21
Gambar 4.5 Bin material
Kalsin yang keluar dari rotary kiln akan ditampung pada surge hopper, kemudian dituang ke dalam kontainer untuk diangkut ke dalam bin yang berada di bagian atas tanur listrik.
Gambar 4.6.a. dan b. Kalsin dari rotary kiln
Rotary kiln juga dilengkapi dengan alat penangkap debu, yaitu multy cyclone dan electrostatic presipitator (EP) atau cottrel. Debu yang telah dipisahkan oleh unit
22
penangkap debu dari gas yang keluar dari rotary kiln mengalami proses peletisasi pada unit pelletizer yang hasilnya kemudian diumpankan kembali ke dalam rotary kiln dalam bentuk bulat kecil berukuran diameter 5 – 20 mm yang disebut dengan pelet. Letak alat-alat penangkap debu sesuai dengan fungsi dan urutan yang sistematis. Berikut operasional alat penangkap debu dan pemanfaatannya. 1. Multy Cyclone Alat ini menangkap debu dengan menggunakan prinsip pemisahan sentrifugal untuk menangkap debu yang berukuran beberapa micron ke atas. Gas yang masuk, turun ke bawah sambil berputar menyusuri permukaan dinding bagian dalam dan radius lingkaran ini semakin kecil. Ketika melalui bagian bawah yang berbentuk kerucut, bekerja gaya gerak melingkar sehingga kekuatan terhadap butiran-butiran debu akan terpisah dari gas yang sedang berputar. Debu ini akan terkumpul dibagian bawah multy cyclone. 2.
Electrostatic Presipitator (EP) atau Cottrel Gas yang keluar dari multy cyclone masih mengandung debu yang ukurannya sangat halus dilewatkan melalui medan listrik. Debu ini menerima muatan listrik dan memisahkan diri dari gas yang terkumpul. Pada dinding bagian dalam cottrel terdapat elektroda pengumpul debu yang terbuat dari baja bermuatan positif dan ditengahnya tergantung elektric discharge electode (sumber arus searah) yang dihubungkan langsung dengan sumber arus dengan tegangan tinggi. Jika gas melewati medan listrik yang kuat di sekitar elektroda negatif ini, maka terjadi benturan antara molekul-molekul gas yang menimbulkan ion positif dan ion negatif. Dengan demikian terjadi daerah terjadi daerah disosiasi listrik dan daerah dimana banyak didapati muatan listrik negatif. Jika gas yang mengandung debu masuk ke ruangan ini, maka sebagian besar butiran halus akan mendapat muatan listrik negatif dan hanya butiran yang masuk ke daerah disosiasi yang 23
menerima muatan listrik potif dan negatif. Akhirnya sebagian besar debu ini akan bermuatan nagatif dan tertarik ke kutub positif dimana debu tersebut dikumpulkan. 3.
Bag Filter Bagian ini adalah saringan yang mempunyai bentuk seperti tas sempit dan panjang yang ada di dalam silinder yang terbuat dari plat baja. Gas yang masih mengandung debu masuk melalui lubang bagian bawah lalu mengalir keluar melalui permukaan bagian dalam saringan, dimana debu yang tertahan dengan gas yang telah melewati saringan keluar melalui lubang bagian atas. Debu yang terkumpul dan menempel di dinding bagian dalam saringan dan akan jatuh ke dalam dust hopper yang disebabkan karena getaran pada saringan, proses ini dilakukan oleh shaker machine.
4.
Dust Bin Debu yang terdapat di dalam multy cyclone dan cottrel akan masuk ke dalam dust hopper. Debu dalam dust bin inilah yang nantinya akan diproses lebih lanjut dalam pug mill.
Gambar 4.7.a. dan b. Dust bin
24
5.
Pug Mill Debu dari dust hopper dimasukkan ke dalam pug mill dengan menggunakan air lock feeder. Di dalam pug mill debu tersebut dicampur dengan air.
Gambar 4.8 Pug mill
6.
Pelletizer Setelah tercampur dengan air, debu tersebut di masukkan ke dalam
pelletizer yang nantinya juga akan dicampur dengan fine ore sebagai pengikat yang sudah disiapkan dalam bin tersendiri yang terhubung langsung melalui pug
mill masuk ke pelletizer.
Gambar 4.9.a. dan b. Fan pelletizer 25
Debu, fine ore dan air mengalami proses peletisasi di dalam pelletizer. Hasil dari proses ini disebut dengan pelet yang berbentuk bulat dengan ukuran 5 - 20 mm. Pelet inilah yang dimasukkan kembali ke dalam rotary kiln sebagai umpan dengan menggunakan belt conveyor. Di dalam proses kalsinasi, selain menghasilkan kalsin ada juga yang disebut dengan klinker. Klinker ini terjadi akibat suhu di dalam rotary kiln yang tidak stabil, sehingga membentuk kerak pada dinding-dinding rotary kiln.
Gambar 4.10 Proses mengeluarkan klinker
4.2
Tahap Peleburan Proses peleburan adalah proses dimana kalsin hasil dari proses kalsinasi pada
rotary kiln diolah dalam tanur listrik untuk memisahkan crude FeNi dengan slag melalui proses reduksi. Proses peleburan dilakukan dalam tanur listrik yang berkapasitas 25 MVA unit 1, 40 MVA unit 2, dan 60 MVA unit 3 yang bagian dalamnya dilapisi brick. Kalsin yang dihasilkan oleh rotary kiln dengan suhu ≥ 450 C sebelum diumpankan dalam tanur listrik diangkut dengan menggunakan sistem container car, 26
kemudian diangkat ke atas dengan menggunakan over head crane dan ditampung dalam 10 buah top bin yang berkapasitas masing-masing 50 ton, yang terpasang di lantai bangunan tanur listrik. Dari top bin kalsin diumpankan ke dalam tanur melaui chute yang kakinya terpasang mengelilingi tanur listrik. Dalam tanur listrik terjadi peleburan kalsin dan menyelesaikan reduksi senyawa yang terdapat di dalam bijih oleh fixed carbon. Dari leburan itu terbentuk dua fase yaitu, fase cair yaitu fase slag dan fase metal / Nikel.
Slag berperan penting dalam mengatur komposisi logam cair karena merupakan bahan perantara terjadinya reaksi kimia. Unsur yang terbentuk dari hasil reduksi di dalam bijih adalah logam ferronickel.
Gambar 4.11.a. Tapping slag dan b. Tapping metal
Pemisahan antara logam ferronickel dan slag di dalam tanur adalah lapisan atas adalah Slag dengan tebal lapisan mencapai 1-1,5 m, sedangkan lapisan
logam
ferronickel berkisar anatara 40 – 80 cm. Slag dikeluarkan dari tanur listrik setiap 90.000 KWh sebanyak 90 ton dengan suhu dengan kira-kira 1550 C dan dialirkan ke dalam kolam air sehingga tergranilasi menjadi butiran-butiran yang berukuran 5–10
27
cm. Logam (metal) ferronickel dikeluarkan dalam tanur listrik. Logam ini disebut crude
ferronickel yang masih perlu dimurnikan di departemen pemurnian untuk mendapatkan ferronickel dengan komposisi sesuai permintaan.
4.3
Tahap Pemurnian Tahap pemurnian bertujuan untuk memurnikan crude FeNi menjadi metal FeNi
(produk) sesuai standar produk. Proses pemurnian terdiri dari dua proses yaitu : 1. Proses De-Sulphurisasi (De-S) Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar sulfur yang terdapat pada crude Fe-Ni hasil peleburan menjadi < 0,03. Bahan yang digunakan yaitu:
calsium carbide
± 200 kg/heat
soda ash
± 10 kg/heat
fluorspar
± 10 kg/heat
Bahan-bahan tersebut digunakan untuk mengikat sulphur pada proses De-s. Prosesnya yaitu crude FeNi dicampur dan diaduk dengan calsium carbide, soda ash, fluorspar dalam satu ladle yang disebut shaking converter dengan kapasitas 16 ton FeNi. Proses De-S ini berlangsung sekitar ± 35 menit. Suhu metal selama proses harus berkisar ± 13500 C. Hasil dari proses ini akan menghasilkan metal FeNi high carbon dan low carbon. 2. Proses Oksidasi Proses Oksidasi dilakukan pada produk low carbon untuk menurunkan kadar silika, fosfor melalui proses peniupan oksigen ke dalam crude FeNi dengan menggunakan bahan:
Oksigen
Kapur bakar dan batu kapur berfungsi untuk mengontrol basicity dan suhu. 28
a. Proses De-silikonisasi yaitu proses menghilangkan kandungan silika dalam
crude FeNi < 0,5. Jika kadar silika dalam crude FeNi tinggi maka proses desilikonisasi berlangsung dua kali. Reaksi yang terjadi adalah: Si + O2
SiO2
SiO2 yang terbentuk akan dibuang sebagai slag dalam bentuk CaO/SiO2 dengan cara memasukkan batu kapur bakar ke dalam. b. Proses De-carbonisasi yaitu proses penghilangan kandungan unsur pengotor berupa karbon dalam crude FeNi yang akan dimurnikan untuk mendapatkan kadar yang diinginkan melalui peniupan oksigen menjadi gas karbon monoksida (CO). Reaksi yang terjadi adalah: C + ½ O2
CO
c. Proses De-phosporisasi, yaitu proses penghilangan kadar Fosfor dalam crude FeNi. Fosfor ini akan mengalami oksidasi yang akan diikat oleh CaO untuk membentuk slag. Proses Oksidasi berlangsung ± 1,5 jam dengan suhu crude FeNi ± 14500 C. Proses ini menghasilkan metal FeNi dan slag dimana slag tersebut akan dibuang.
4.4
Tahap Pencetakkan Metal
FeNi
yang
telah
mengalami
pemurnian
selanjutnya
dibawa
ke
Departemen Pencetakkan / Casting untuk dicetak menjadi bentuk yang diinginkan oleh pihak pembeli. Ada 2 hasil cetakan pada PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara, yaitu: 1. Ingot Ingot merupakan metal FeNi dalam bentuk batangan dengan berat 1 batang ingot sekitar 100 kg. Proses pencetakannya dimulai dari metal FeNi hasil peleburan 29
dituangkan kedalam sebuah ladle yang mempunyai lubang kemudian melalui lubang tersebut metal akan mengalir ke cetakan / mold yang bergerak pada link berbentuk rantai dimana kecepatan pergerakan mold dikendalikan oleh operator pada control room. Metal pada mold kemudian didinginkan dengan air yang disemprotkan kemudian ingot akan jatuh dengan sendirinya pada bagian depan
chute ke kereta ingot. 2. Shot Sama seperti ingot metal dari hasil pemurnian dimasukkan ke dalam ladle shot yang kemudian dituang ke dalam kolam granulasi dengan kecepatan penuangan 800 – 1200 kg/mnt. Bersamaan dengan itu disemprotkan dengan air bertekanan tinggi dari jet pumps sehingga akan terbentuk granul atau bulatan.
Gambar 4.12.a, b, dan c. Proses pencetakan 30
Metal yang sudah berbentuk shot yang ada dalam kolam granulasi ditransfer oleh belt conveyor ke alat pengering lalu dimasukkan ke dalam pengayak putar yang selanjutnya ditampung dalam shot car lalu ditimbang dan dibungkus dalam bag (pembungkus khusus) yang berkapasitas ± 1000 kg. Ada 2 jenis produksi yang dihasilkan PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara yaitu: a.
Produksi High Carbon (HC) 1. High Carbon Ingot ( batangan) 2. High Carbon Shot (butiran)
b.
Produksi Low Carbon (LC) 1. Low Carbon Ingot (untuk saat ini bentuk ingot atau batangan sudah tidak diproduksi lagi, karena sudah tidak ada permintaan dari pembeli) 2. Low Carbon Shot (butiran)
Gambar 4.13.a. High carbon dan b. Low carbon
31
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah:
1. PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara menghasilkan ferronickel dimana kandungan Ni 75 – 85 %. 2. Hasil cetakan pada PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara adalah shot, sesuai dengan permintaan pembeli. 3. Ada 2 jenis produksi yang dihasilkan PT. Aneka Tambang Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara yaitu:
Produksi High Carbon (HC)
Produksi Low Carbon (LC)
5.2
Saran Disarankan kepada pihak perusahaan agar memikirkan mengenai dampak
lingkungan yang ditimbulkan dari adanya proses pengolahan ini, yaitu limbah berupa debu, slag, dan gas yang dihasilkan dari proses pengolahan di FeNi plant masih perlu penanganan yang lebih baik lagi karena dapat merusak lingkungan.
32