1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penulisan
Sehat adalah sebuah investasi, asset, dan harta yang paling berharga bagi setiap individu. Health is not everything but, without health everything is nothing, menjadi sebuah penyempurna jika sehat merupakan starting point untuk pembangunan. Menurut, WHO, sehat bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit melainkan juga keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial. Sebuah definisi yang sangat merefleksikan betapa kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat kompleks. Sebagai sebuah investasi, asset, maupun harta, kesehatan sangat strategis perannya dalam menentukan pembangunan suatu Negara. Kelompok individu yang dinamakan penduduk sebagai salah satu unsur dari berdirinya Negara, mempunyai suatu hak akan kesehatan (UUD 1945 pasal 28 H ayat 1 dan pasal 34 ayat 3) sehingga pembangunan negaranya dapat berjalan dengan baik. Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyaring jaringan disekitarnya dan menyebar keorgan tubuh lain yang letaknya jauh. Kanker terjadi karena profilerasi sel tak terkontrol yang terjadi tanpa batas dan tanpa tujuan bagi penjamu. (Corwin, Elisaberth J.2009) Kanker esophagus adalah lesi gana s dari epitel esophagus. Kanker
ini
terjadi di esofgus – pipa yang memanjang dari tenggorokan ke perut. Esophagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esofagus membawa makanan yang kita telan ke dalam pencernaan untuk dicerna. (Prace A. Grace, Neil R. Borley. 2006). Kanker esophagus adalah salah satu tumor dengan tingkat keganasan tinggi, prognosisnya buruk, walaupun sudah dilakukan diagnosis dini dan penatalaksanaan. Kanker esophagus juga merupakan salah satu kanker dengan tingkat kesembuhan terendah, dengan 5 year survival rata-rata kira-kira 10%, survival ini terburuk
2
setelah kanker hepatobilier dan kanker pancreas. Kanker esophagus adalah salah satu diantara 10 kanker tersering dan kanker ke-6 yang menyebabkan kematian.kanker ini merupakan keganasan ke-3 pada gasterkolerektal dan kanker hepatoseluler. Kanker esophagus menunjukkan gambaran epidemiologi yang unik yang berbeda dengan keganasan lain. kanker esophagus memiliki variasi angka kejadian secara geografis berkisar dari 3 per 100.000 penduduk di Negara Barat sampai 140 kejadian per 100.000 penduduk di Asia Tengah. (Suratun, SKM, M.Kep, Lusianah, SKp, M.Kep.2010) Kira-kira 15 % kanker esophagus terdapat pada sepertiga bagian atas, 50 % terjadi pada sepertiga bagian tengah, dan 35 % ditemukan pada sepertiga bagian bawah esophagus. Hampir 95 % kanker esophagus merupakan karsinoma yang berasal dari epitel berlapis gepeng (squamous cell carcinoma) yang melapisi lumen esophagus. Adenokarsinoma yang ditemukan dengan frekuensi lebih jarang, berasal dari epitel toraks pada esophagus bagian distal. (Aru W. Sudoyo, dkk, 2009) Iritasi kronis dipertimbangkan beresiko tinggi menyebabkan kanker esophagus. Di Amerika Serikat, kanker esophagus telah dihubungkan dengan salah cerna alcohol dan penggunaan tembakau. Di Negara lain kanker esophagus telah dihubungkan dengan penggunaan pipa opium, konsumsi minuman panas berlebihan, dan defisiensi nutrisi khususnya kurang buah dan sayuran. Buah dan sayuran dianggap dapat meningkatkan perbaikan jaringan yang teriritasi. Prognosis klien dengan kanker esophagus adalah buruk, dengan angka bertahan hidup dalam lima tahun hanya sekitar 9 %. Harapan yang tidak menguntungkan ini dihubungkan dengan keadaan alamiah dari penyakit ini, karena penyakit tumbuh dengan cepat, bermetastase dengan sangat cepat dan merupakan penyakit tahap lanjut saat didiagnosis. (Suratun, SKM, M.Kep, Lusianah, SKp, M.Kep.2010)
Di Amerika Serikat, kanker esophagus relative jarang dijumpai akan tetapi merupakan kondisi maligna yang sangat letal. Pada tahun 1993 dari 11.300 kasus kanker esophagus kematian terjadi pada 10.200 pasien. Diseluruh dunia insidensi kanker esophagus dilaporkan berbeda-beda. Penyakit ini sering ditemukan didaerah
3
yang dikenal dengan julukan Asian Esophageal Cancer Belt yang terbentang dari tepi selatan laut Kaspi disebelah barat sampai ke utara Cina meliputi Iran, Asia Tengah, Afganistan, Siberia dan Mongolia. Dilaporkan di China insiden karsinoma esofagus 19,6/100.000 pada laki-laki dan 9,8/100.000 pada wanita, bahkan pada propinsi Hunan, Shanxi dan Hebey insiden mencapai 100/100.000 penduduk. Sedang Di Amerika dilaporkan insiden 6/100.000 pada laki-laki dan 1.6/100.000 pada wanita. Selain itu kanker esophagus banyak terdapat di Finlandia, Islandia, Afrika Tenggara, dan Perancis Barat Laut. Di Amerika Utara dan Eropa Barat, penyakit ini lebih sering tedapat pada laki-laki kulit hitam berusia lebih dari 50 tahun dengan status sosio-ekonomi rendah. (Aru W. Sudoyo, dkk, 2009) Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang menyebabkan dilatasi system ventrikel otak dimana terjadi akumulasi cairan yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Kita mengenal “Hydrocephalus” sebagai suatu kelainan yang biasanya terjadi pada bayi, dan ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Dalam keadaan normal, tubuh memproduksi cairan otak (Cairan Serebro Spinal = CSS) dalam jumlah tertentu, untuk kemudian didistribusikan dalam ruang-ruang ventrikel otak, sampai
akhirnya
diserap
kembali. 1 Dalam
keadaan
dimana
terdapat
ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan kembali, terjadi penumpukan cairan otak di ventrikel. Kondisi inilah yang dalam istilah medis dikenal sebagai “hydrocephalus”. Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrocephalus juga bisa terjadi pada dewasa. Hanya saja, pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas, sehingga lebih mudah dideteksi dan didiagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang-tulang tengkorak.
4
Terlihat pembesaran diameter kepala yang makin lama makin membesar seiring bertambahnya tumpukan CSS. Sedangkan pada orang dewasa, tulang tengkorak tidak lagi mampu melebar. Akibatnya berapapun banyaknya CSS yang tertumpuk, takkan mampu menambah besar diameter kepala.
Hidrosefalus
bukan
merupakan
penyakit
yang
spesifik;
agaknya,
hidrosefalus ini menggambarkan kelompok keadaan yang beragram yang merupakan akibat dari terganggunya sirkulasi dan absorpsi CSS atau, pada keadaan yang jarang, akibat dari meningkatnya produksi oleh papilloma pleksus koroid. ( Behrman, Kliegman, Arvin, 2000 ).
Hidrosefalus merupakan penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar. Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter, sehingga tekanan intrakranial sangat tinggi. Hidrosefalus sering di jumpai sebagai kelainan konginetal namun bisa pula oleh sebab postnatal. Angka kejadian hidrosefalus kira-kira 30 % yang di temui sejak lahir, dan 50% pada 3 bulan pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero 2:2000 bayi, dan kira-kira 12% dari semua kelainan konginetal. Hidrosefalus sering menyebabkan distosia persalinan. Dan setelah lahir dan tetap hidup akan menjadi masalah pediatri dan sosial. Pasien hidrosefalus merupakan pasien yang sangat menderita dan memerlukan perawatan khusus dan benar karena ada kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital dan resiko terjadi dekubitus.
Di Amerika Serikat insidens hidrosefalus congenital adalah 1 dari 1000 kelahiran dimana insiden hydrosefalus dapatan tidak diketahui secara pasti.
5
Internasional insiden dari hidrosefalus dapatan tidak diketahui. Sekitar 100.000 pemasangan shunting dilakukan setiap tahun pada Negara-negara berkembang tetapi sedikit infromasi yang tersedia untuk negara lainnya. Hidrosefalus adalah salah satu dari kelainan tersering yang menimpa lebih dari 10.000 bayi setiap tahun, dan lebih dari 50% kasus hidrosefalus adalah hidrosefalus congenital. Angka kejadian hidrosefalus di dunia cukup tinggi, di Netherland 650 kasus pertahun, di Amerika dilaporkan kasus hidrosefalus sekitar 2 permil. Sedangkan di Indonesia belum ada laporan keseluruhan hanya ada laporan dari Bali yaitu dari tahun 19922005 dilaporkan sekitar
812 kasus selama 14 tahun, kira-kira 10 permil
(Maliawan., 2005).
Menurut penelitian WHO untuk wilayah ASEAN jumlah penderita Hidrosefalus di beberapa negara adalah sebagai berikut, di Singapura pada anak 0-9 th : 0,5%, Malaysia : anak 5-12 th 15%, India anak 2-4 th 4%, di Indonesia berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia terdapat 3%. Berdasarkan Medical Record RSUP Haji Adam Malik Medan, pada tahun 2010 jumlah pasien penderita hidrosefalus berjumlah 15 orang. Lalu pada tahun 2011 dari bulan januari sampai bulan mei jumlah pasien penderita hidrosefalus adalah 10 orang. Dalam hal ini penulis mengamati suatu pengamatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Medan. Guna mencapai tujuan kesehatan, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul ”Asuhan Keperawatan Pada An. D Dengan Gangguan
6
Sistem Neurologi; Hidrosefalus Di Ruang Rindu A-4 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011” 1.2.Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memberi gambaran secara nyata tentang Asuhan Keperawatan Pada Tn. K Dengan Gangguan Sistem Pencernaan ; Karsinoma Esofagus Di Ruang Rindu B 2A Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012. 1.2.2. Tujuan Khusus 1.
Dapat melakukan pengkajian keperawatan Pada Tn. K Dengan Gangguan Sistem Pencernaan ; Karsinoma Esofagus Di Ruang Rindu B 2A Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012.
2.
Dapat merumuskan diagnosa keperawatan Pada Tn. K Dengan Gangguan Sistem Pencernaan ; Karsinoma Esofagus Di Ruang Rindu B 2A Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012.
3.
Dapat menyusun perncanaan keperawatan Pada Tn. K Dengan Gangguan Sistem Pencernaan ; Karsinoma Esofagus Di Ruang Rindu B 2A Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012.
4.
Dapat melaksanakan tindakan keperawatan Pada Tn. K Dengan Gangguan Sistem Pencernaan ; Karsinoma Esofagus Di Ruang Rindu B 2A Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012.
5.
Dapat membuat evaluasi hasil Asuhan Keperawatan Pada Tn. K Dengan Gangguan Sistem Pencernaan ; Karsinoma Esofagus Di Ruang Rindu B 2A Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012.
7
1.3.Ruang Lingkup Penulisan
Dalam karya tulis ilmiah ini, penulis hanya membatasi permasalahan pada satu kasus saja, yaitu Asuhan Keperawatan Pada Tn. K Dengan Gangguan Sistem Pencernaan ; Karsinoma Esofagus Di Ruang Rindu B 2A Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 yang dimulai pada tanggal 29 Mei– 31 Mei 2012. 1.4.Metode Penulisan
Metode yang digunakan pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah metode deskriptif, yaitu metode ilmiah yang menggambarkan secara nyata tentang Asuhan Keperawatan Pada Tn. K Dengan Gangguan Sistem Pencernaan ; Karsinoma Esofagus Di Ruang Rindu B 2A Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 melalui pendekatan: 1.
Studi kasus
Yaitu dengan merawat langsung klien Karsinoma Esofagus dengan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik. 2.
Studi kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari buku – buku tentang Karsinoma Esofagus yang berhubungan dengan karya tulis ilmiah ini. 3.
Studi dokumentasi
Dengan mempelajari status dan hasil pemeriksaan serta tindakan yang dilakukan pada klien Karsinoma Esofagus. 4.
Teknik wawancara
8
Teknik ini untuk memperoleh data dengan wawancara langsung pada klien dan keluarga atau orang lain yang berhubungan dengan masalah penderita untuk mendapatkan data subjektif. 1.5. Manfaat Penulisan
1.Rumah sakit Agar Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan mampu meningkatkan derajat kesehatan dan keperawatan secara optimal pada klien dengan Karsinoma Esofagus. 2.Institusi Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa/i Akademi Keperawataan Helvetia Medan dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Karsinoma Esofagus. 3.Klien Untuk menambah pengetahuan bagi klien dan keluarga dalam melakukan perawatan klien dengan Karsinoma Esofagus setelah keluar dari rumah sakit.
BAB II
9
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Tinjauan Medis 2.1.1. Defenisi
Hidrosefalus
adalah
keadaan
patologis
otak
yang
mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis dikarenakan adanya tekanan intracranial yang meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya pelebaran berbagai ruang tempat mengalirnya liquor. (Vivian Nanny Lia Dewi. 2010 ) Hidrosefalus adalah jenis penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak ( CSS ). Penyakit ini juga dapat ditandai dengan dilatasi ventrikel serebral, biasanya terjadi secara sekunder terhadap obstruksi jalur CSS, dan disertai oleh penimbunan CSS di dalam cranium; secara tipikal, ditandai dengan pembesaran kepala, menonjolnya dahi, atrofi otak, deteriorasi mental dan kejang – kejang. (Sudarti, M.Kes, Endang khoirunnisa, SST. Keb. 2010 ) Hidrosefalus
adalah
kelainan
patologis
otak
yang
mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. (Wafi Nur Muslihatun. 2010 )
Hidrosefalus
adalah
keadaan
patologis
otak
yang
mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis ( CSS ) dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat
pelebaran
ruangan
tempat
mengalirnya CSS. Harus dibedakan dengan pengumpulan cairan local tanpa
8
10
tekanan intracranial yang meninggi seperti pada kista porensefali atau pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan sesudah terjadinya atrofi otak. ( Ngastiyah. 2005 ). Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang menyebabkan dilatasi system ventrikel otak. ( R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2004 ). Hidrosefalus merupakan obstruksi pada sirkulasi cairan serebrospinal yang menyebabkan penumpukan cairan disekeliling otak “ air pada otak ”. Hidrosefalus dapat bersifat konginital yang sering disertai spina bifida, dan akuisitas yang terjadi setelah infeksi, trauma atau tumor. Terapi biasanya didasarkan pada pengalihan cairan yang berlebihan itu kembali ke dalam sirkulasi lewat berbagai tipe pirau. ( Christine Brooker. 2001 ). Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi lebih besar dan terjadi pelebaran sutura dan ubun – ubun. ( Arief Mansjoer. 2001 ) Hidrosefalus adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal ( CSF ) di dalam sistem ventricular. Ketika produksi CSF lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal terakumulasi di dalam system ventricular. Hidrosefalus ( kepala – air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani : “ Hydro ” yang berarti air dan “ cephalus ” yang berarti kepala ; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan “ kepala air ” ) adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak ( cairan cerebrospinal ). Gangguan ini menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang
11
selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat – pusat saraf yang vital. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Hidrosefalus) Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor. ( http://kusuma.blog.friendster.com/tag/askep-hidrochephalus/).
2.1.2. Anatomi Fisiologi 2.1.2.1.Anatomi
12
Gambar 1 : Penampang Ventrikel Otak
Sumber : http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009
Gambar 2 : Penampang Otak
Sumber : http://medisch-article.blogspot.com/2010 Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu ke lima masa embrio, terdiri atas sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subarachnoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh
13
pleksus koroidalis kembali dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan araknoid yang meliputi susunan sarap pusat ( CSS ). Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subaraknoid melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di sebelah lateralis melalui foramen Monroi ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV, dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam subaraknoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler. ( Ngastiyah. 2005 )
Ventrikel otak merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang membatasi semua rongga otak dan medulla spinalis) dan mengandung Cairan Serebrospinal . Empat ventrikel ini yaitu dua vetrikel lateralis, ventrikel ketiga dan ventrikel keempat.
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut pleksus koroideus. Pleksus koroideus inilah yang mensekresi liquor cerebrospinalis yang jernih dan tidak berwarna, yang merupakan cairan pelindung di sekitar SSP.
a. Ventrikel Lateralis
14
Pada setiap hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel lateral mempunyai hubungan dengan ventrikel ketiga melalui sepasang foramer interventrikularis Monroe.
Ventrikel lateralis terbagi atas cornu anterior, corpus, cornu inferior dan cornu posterior. Cornu anterior (frontal) terdapat dalam lobus frontalis. Bagian atap dan dinding rostral dibatasi oleh corpus callosum. Cornu anterior dan kedua ventrikel ini dipisahkan oleh septum pellucidum. Dinding lateral dan dasar cornu anterior dibentuk oleh caput nucleus caudatum. Cornu anterior melanjutkan diri hingga ke foramen interventrikularis.
Corpus terletak dalam lobus frontal dan parietalis, mulai dari foramen interventrikularis hingga splenium corpus callosum.
Cornu inferior (temporale), letaknya mengarah ke caudal dan frontal mengelilingi aspect caudalis thalamus, meluas ke rostral ke dalam pars medialis lobus temporalis dan berakhir kira-kira 2,5 cm dari polus temporalis. Atap dan dinding lateral dibentuk oleh tapetum dan radiatio optical.
Cornu posterior (occipital) berada di dalam lobus occipital. Serabut dari tapetum corpus callosum memisahkan ventrikel dari radiatio optica dan membentuk atap serta dinding cornu posterior.
b. Ventrikel Ke tiga
15
Ventrikel ketiga terdapat dalam diensefalon. Ventrikel ketiga adalah celah sempit di antara dua ventrikel lateral. Ventrikel ketiga memiliki atap, dasar, dan dinding: anterior posterior dan dua lateral. Bagian atap dibentuk oleh tela koroidea. Dasarnya dibentuk oleh chiasma optic, tuber cinereum dan infundibulum. Di bagian rostral terdapat foramen interventrikulare Monroe yang menghubungkan ventrikel ketiga dalam ventrikel lateral. Di bagian posterior melanjutkan diri pada aquaductus serebri sylvii, dinding lateral dibagi oleh sulcus hipothalamikus menjadi pars superior dan pars inferior.
Lantai ventrikel dibentuk oleh segmentum mesencephant, pedinculus serebri dan hypothalamus.
c.
Ventrikel Ke empat
Ventrikel keempat adalah sebuah ruangan pipih yang berbentuk belah ketupat dan berisi Cairan Serebrospinal. Ventrikel keempat terletak diantara batang dan otak dan serebellum. Di bagan rostral, ventrikel keempat melanjutkan diri dari aquaductus serebri sampai kanalis sentral dari medulla spinalis. Pada ventrikel keempat terdapat tiga lubang, sepasang foramen luschka dilateral dan satu foramen magendie di medial, yang berlanjut ke ruang subaraknoid otak dan medulla spinalis.
d. Kanalis Sentralis Medulla Oblongata dan Medulla Spinalis
16
Merupakan saluran kecil memanjang yang berjalan di dalam substansi mielum mulai dari pertengahan medulla oblongata ke arah bawah sampai ujung bawah medulla spinalis 5-6 cm dari filum terminale. Kanalis sentralis ini mengalami dilatasi berbentuk fusiformis yang disebut ventrikel terminalis.
e.
Ruang Subarakhnoid
Merupakan ruang yang terletak di antara lapisan arakhnoid dengan piamater yang membungkus permukaan otak maupun medulla spinalis. Selain berisi CSS ruang sub arakhnoid ini juga berisi pembuluh-pembuluh darah otak dan medulla spinalis serta anyaman jaringan trabekular yang menghubungkan arakhnoid dengan piameter. Pada tempat-tempat tertentu di mana terdapat lekukan yang dalam antara satu bangunan dengan bangunan yang lain nampak ruang sub arakhnoid menjadi lebih lebar dan disebut sisterna sub arakhnoid. Beberapa sisterna yang kita ketahui adalah:
1.
Sisterna serebro medularis (sisterna magna)
2.
Sisterna pontis
3.
Sisternai nterpendukularis
4.
Sisterna khiasmatik
5.
Sisterna vena serebri magna (sisterna superior)
6.
Sisterna sulkus lateralis
7.
Sisterna spinalis
( http://ilmubedah.info/hidrochepalus-waktu-tepat-operasi-2011 )
2.1.2.2.Fisiologi
17
Adapun fisiologi otak menurut Syaifuddin tahun 2009 adalah :
Otak memiliki fungsi yang berbeda antara bagian – bagian yang menyusunnya diantaranya:
1. Serebrum
Fungsi serebrum terdiri dari :
-
Mengingat pengalaman – pengalaman yang lalu
-
Pusat persarafan yang menangani ; Aktivitas mental, Akal,
Intelegensi, Keinginan dan Memori -
Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil
2. Batang Otak
Fungsi batang otak mencakup hal – hal berikut ini :
-
Mempersarafi struktur – struktur di kepala dan leher dengan serat
sensorik dan motorik, penting untuk penglihatan, pendengaran, pengecapan, sensasi wajah, dan kulit kepala, kecuali nervus vagus ( saraf vagus ) mempersarafi organ rongga dada dan perut. Nervus vagus adalah saraf utama dalam system saraf parasimpatis. -
Kumpulan saraf pusat yang mengontrol fungsi jantung dan
pembuluh darah, respirasi dan banyak aktivitas pencernaan. -
Daerah ini juga berperan dalam memodulasi sensasi nyeri.
-
Batang otak berperan dalam mengatur refleks – refleks otot yan g
terlihat dalam keseimbangan dan postur.
18
-
Seluruh batang otak dan thalamus berjalan saling berhubungan yang
disebut formasio retikularis. Jaringan ini mengintegrasikan semua masukan sinaps. Serat – serat asendens berasal dari formasi retikularis dan membawa sinyal ke atas untuk membangunkan dan mengaktifkan korteks serebrum, menyusun system aktivasi retikuler yang mengontrol seluruh derajat kewaspadaan korteks dan penting dalam kemampuan mengarahkan perhatian. -
Pusat – pusat yang bertanggung jawab untuk tidur terletak dalam
batangg otak.
3. Serebelum
Pada serebelum, terdiri atas 3 bagian yang secara fungsional berbeda :
a. Vestibulo
serebelum
(
Arkhioserebelum
)
;
penting
untuk
mempertahankan keseimbangan dan mengontrol gerakan mata. b. Spinoserebelum ( Paleaserebelum ) ; mengatur tonus dan gerakan volunter yang terampil dan terkoordinasi. c. Serebroserebelum ; berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktivitas volunteer dengan memberikan masukan ke daerah – daerah motorik korteks.
2.1.3. Klasifikasi
19
Terdapat 2 klasifikasi hidrosefalus, yang pertama berdasarkan sumbatannya dan yang kedua berdasarkan perolehannya. 1. Berdasarkan sumbatannya a. Hidrosefalus obstruktif tekanan CSS yang tinggi disebabkan oleh obstruksi pada salah satu tempat antara pembentuan CSS oleh pleksus koroidalis dan keluarnya dari ventrikel IV melalui foramen Luschka dan Magendie. b. Hidrosefalus komunikans KS Adanya peningkatan TIK tampa disertai adanya penyumbatan pada salah satu tempat pembentukan CSS
2. Berdasarkan perolehannya a. Hidrosefalus kongenital Hidrosefalus ini sudah diderita sejak lahir ( sejak dalam kandungan ). Ini berarti pada saat lahir, otak terbentuk kecil atau pertumbuhan otak terganggu akibat terdesak oleh banyaknya cairan dalam kepala dan tingginya TIK. Hidosefalus kongenital, diantaranya disebabkan oleh hal – hal berikut ; -
Stenosis akuaduktus Sylvii, merupakan penyebab terbanyak pada bay i dan anak. Gejalanya akan terlihat sejak lahir dan dengan progresif atau dengan cepat berkembang pada bulan – bulan pertama setelah lahir.
20
-
Spina bifida dan kra nium bifida, brhubungan dengan sindrom ArnoldChlari.
-
Sindrom Dandy-Walker, terdapat kista besar di daerah fosa posterior.
-
Kista araknoid, terjadi secara kongenital ataupun trauma suatu hematoma.
-
Anomali pembuluh darah, akibat adanya obstruksi akuaduktus.
b. Hidrosefalus didapat Pada hidrosefalus jenis ini, terjadi pertumbuhan otak yang sudah sempurna dan kemudian terjadi gangguan oleh karena adanya TIK yang tinggi. Kelainan ini biasanya terjadi pada bayi dan anak yang penyebabnya antara lain sebagai berikut : -
Infeksi, biasanya terjadi pada hidrosefalus pascameningitis, meningokel, dan ensefalokel. Pembesaran kepala terjadi beberapa minggu sampai bulan sesudah sembuh dari penyakit tersebut.
-
Neoplasma, disebabkan karena adanya obstruksi mekanik pada saluran aliran CSS.
-
Perdarahan intrakranial yang dapat menyebabkan hematoma di dalam otak, sehingga dapat menimbulkan penyumbatan. ( Vivian Nanny Lia Dewi. 2010 )
21
2.1.4. WOC ( Web Of Causation ) Kelainankongenital
Infeksi
1.Obstruksi salah satu tempat pembentukan (Ventrikel III/IV)
Neoplasma
Peradangan jaringan otak
2. obstruksi pada duktus rongga tengkorak
Perdarahan Fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak
Hodrosefalus Komunikans
Obstruksi dari perdarahan 1.Obstruksi tempat pembentukan/penyerapan LCS Meningkatkan jumlah cairan dalam ruang subaraknoid
3. Gangguan absorbs LCS (Foramen Monroe, Luscha, dan Magendie Hidrosefalus Nonkomunikans
Peningkatan jumlah cairan serebrospinal
Pembesaran relative kepala MK : Hambatan mobilitas fisik
Peningkatan TIK Herniasi falk serebri dan ke foramen magnum
Penekanan Lokal MK : Resiko gangguan integritas kulit
Kejang
↓
Kelemahan fisik umum
Kompresi batang otak Dipresi saraf kardiovaskuler dan pernafasan
Tindakan pembedahan Terpasang shunt
Defisit neurologis
Adanya post de Entrée dan benda asing masuk ke otak
Inaktivitas Kemampuan batuk ↓
MK : Resiko cedera
MK : Resiko tinggi infeksi
MK : Tidak efektif bersihan jalan nafas
Koma Penurunan kesadaran MK :
Penekanan pada saraf cranial II Edema papil
-
Koping individu dan keluarga tidak efektif -
Perubahan proses keluarga
-
Kecemasan klien dan
MK : Disfungsi persepsi visual – spasial dan kehilangan sensori
Kerusakan fungsi motorik MK : Gangguan pemenuhan ADL
( Sumber : Arif Muttaqin, 2008 )
MK : Nyeri
Intake nutrisi tidak adekuat
MK : Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh
Muntah
Intake cairan tidak adekuat
MK : Defisit volume cairan tubuh
2 0
22
2.1.5. Etiologi
Menurut Arief Mansjoer penyebab terjadinya hidrosefalus dikarenakan karena tidak lancarnya aliran serebrospinalis atau berlebihannya produksi cairan serebrospinalis. ( Arief Mansjoer. Kapita Selekta. 2001 ) Hidrosefalus dapat terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam system ventrikel atau oleh produksi berlebihan likuor. Hidrosefalus obstruktif atau nonkomunikan terjadi bila sirkulasi likuor otak terganggu, yang kebanyakan disebabkan oleh stenosis akuaduktus sylvius. Atresia foramen Magendi dan Luschka, malformasi vaskuler, atau tumor bawaan yang agak jarang ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus. ( R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2004 ). Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen Monroi, foramen Luschka dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Secara teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, tetapi dalam klinik sangat jarang dijumpai. ( Wafi Nur Muslihatun. 2010 ) Penyebab sumbatan pada aliran cairan serebrospinalis yang sering terdapat adalah kelainan bawaan , infeksi, neoplasma dan perdarahan. 1. Kelainan bawaan a. Stenosis akuaduktus sylvii Merupakan penyebab terbanyak pada bayi dan anak
23
b. Spina bifida dan kranium bifida Berhubungan dengan sindrom Arnold – Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah sehingga menutupi foramen magnum. c. Sindrom Dandy – Walker d. Kista araknoid e. Anomali pembuluh darah 2. Infeksi Akibat adanya infeksi menimbulkan perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi subaraknoid. 3. Neoplasma 4. Perdarahan ( Ngastiyah. 2005 ) 2.1.6.
Manifestasi Klinis
Tanda klinis hidrosefalus adalah bervariasi dan tergantung pada banyak faktor, termasuk usia mulainya, sifat lesi yang menyebabkan obstruksi, dan lama serta kecepatan munculnya tekanan intrakranium. Pada bayi, angka percepatan pembesaran kepala merupakan tanda yang paling menonjol. Lagi pula, fontanela anterior terbuka lebar dan menonjol, dan vena kulit kepala dilatasi. Dahi lebar dan mata dapat berdeviasi ke bawah karena pergeseran pelebaran ceruk suprapineal pada tektum, menimbulkan tanda mata ” matahari terbenam ”. Tanda saluran panjang meliputi refleks tendo cepat, spastisitas, klonus ( terutama pada tungkai bawah ), dan tanda babinski adalah lazim karena denggangan dan gangguan serabut kortikospinal yang berasal dari daerah korteks motorik kaki. Pada anak yang lebih
24
tua, sutura kranialis sebagian tertutup sehingga tanda hidrosefalus dapat lebbih tidak kentara. Iritabilitas, lesu, nafsu makan buruk, dan muntah adalah lazim pada kedua kelompok usia ini, dan pada penderita usia yang lebih tua, nyeri kepala merupakan gejala yang menonjol. Perubahan secara bertahap dalam kepribadian dan kemunduran dalam produktivitas akademik menunjukkan adanya bentuk hidrosefalus progesif lambat. Pengukuran secara seri lingkaran kepala menunjukkan peningkatan kecepatan pertumbuhan. Perkusi tengkorak dapat menimbulkan tanda ” pot retak ” atau tanda Macewen, yang menunjukan adanya pelebaran suutura. Oksiput yang memendek menunjukan malformasi Chiari dan oksiput yang menonjol merupakan malformasi Dandy – Walker. Papiledema, kelumpuhan saraf abdusen dan tanda traktus piramidalis, yang paling nyata pada tungkai bawah, tampak pada kebanyakan kasus. Malformasi Chiari terdiri dari 2 subkelompok, adalah sebagai berikut ; 1. Tipe 1, secara khas menimbulkan gejala saat remaja atau kehidupan dewasa dan biasanya tidak disertai dengan hidrosefalus. Penderita ini mengeluh nyeri kepala berulang, nyeri leher, sering kencing dan spastisitas tungkai bawah progresif. Deformitas terdiri dari berpindahnya tonsil selebelar ke dalam kanalis servikalis. Meskipun patogenesisnya belum diketahui, teori yang berlaku menunjukkan obstruksi bagian kaudal ventrikel keempat selama perkembangan janin adalah yang menjadi penyebab. 2. Tipe 2, ditandai dengan hidrosefalus progresif dan mielomeningokel. Lesi ini mewakili anomali otak belakang, mungkin karena kegagalan fleksura pontin selama embriognesis dan mengakibatkan pemanjangan ventrikel keempat dan kekusutan batang otak, dengan perpindahan vermis inferior, pons, dan medulla
25
ke dalam kanalis servikalis. Sekitar 10% dari malformasi tipe II menimbulkan gejala selama masa bayi yang terdiri dari stridor, menangis lemah, dan apnea, yang dapat dikurangi dengan menyimpangkan atau dengan dekompresi fossa posterior. Bentuk yang lebih lamban terdiri dari kelainan gaya berjalan, spastisitas, dan peningkatan inkoordinasi selama masa anak. Radiografi tengkorak sederhana menampakkan fossa posterior kecil dan pelebaran kanalis servikalis. Sken CT dengan kontras dan MRI menampakkan tonsil sereblum yang menonjol ke bawah ke dalam kanalis servikalis serta kelainan otak belakang. Anomali ini ditangani dengan dekompresi bedah. Malformasi Dandy – Walker terdiri dari pembesaran kistik ventrikel keempat pada fossa posterior, yang akibat dari kegagalan perkembangan dasar ventrikel keempat selama embriogenesis. Sekitar 90% penderita yang menderita hidrosefalus, dan sejumlah besar anak memiliki anomali terkait, termasuk agenesis vermis serebellum posterior dan korpus kalosum. Bayi datang dengan peningkatan ukuran kepala cepat dan oksiput menonjol. Transiluminasi tengkorak mungkin positif. Kebanyakan anak memperlihatkan bukti tanda saluran panjang ataksia serebelar dan keterlambatan motorik serta kemampuan kognitif, yang mungkin karena disertai anomali struktur. Malformasi Dandy – Walker ini ditatalaksana dengan menyimpangkan rongga kista, ( dan kadang – kadang ventrikel juga ) bila ada hidrosefalus. ( Behrman, Kliegman, Arwin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 2000 ).
26
Sedangkan menurut Sudarti, M.Kes, Endang khoirunnisa, SST. Keb. April 2010, manifestasi klinis hidosefalus berupa : 1. Ubun – ubun besar bayi yang akan melebar dan menonjol 2. Pembuluh darah di kulit kepala makin jelas 3. Gangguan sensorik motorik 4. Gangguan penglihatan ( buta ) 5. Gerakan bola mata terganggu ( juling ) 6. Terjadi penurunan aktivitas mental yang progresif 7. Bayi rewel, kejang, muntah – muntah, panas yang sulit dikendalikan 8. Gangguan pada fungsi vital akibat peninggian tekanan dalam ruang tengkorak yang berupa pernapasan lambat, denyut nadi turun dan naiknya tekanan darah sistolik 2.1.7. Komplikasi
1. Peningakatan tekanan intrakanial ( TIK ) 2. Kerusakan otak sehingga IQ menurun 3. Infeksi : septikimia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak. 4. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik 5. Kematian ( http://wwwninasutianiblogspotcom.blogspot.com/2010)
27
2.1.8. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu mengurangi produksi CSS, mempengaruhi hubungan antara tempat produkdsi CSS dengan tempat absorbsi, serta pengeluaran likuor ( CSS ) ke dalam organ ekstrakranial. Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi 3 , yaitu : penanganan sementara, penanganan alternatif ( selain shunting ), serta operasi pemasangan ” pintas ” ( shunting ). Pemasangan sementara ditempuh melalui pemberian terapi konservatif medikamentosa. Pemberian terapi ini ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan pleksus koroid atau upaya meningkatkan resorbsinya. Penanganan alternatif ( selain shunting ), misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik . Operasi pemasangan ” pimtas ”, bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak – anak lokasi drainase yang tepilih adalah dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subaraknoid limbar. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi
28
dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang di pasang. Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian ( Wafi Nur Muslihatun. 2010 ) Terapi pada hidrosefalus tergantung pada penyebabnya. Manajemen medik, termasuk penggunaan asetazolamid dan furosemid, sementara dapat melegakan dengan mengurangi kecepatan produksi CSS, terapi hasil jangka panjangnya mengecewakan. Sebagian besar kasus hidrosefalus memerlukan shunt ekstrakranial terutama shunt ventrikuloperitoneum ( kadang – kadang ventrikulostomi akan mencukupi ). Komplikasi shunt adalah infeksi bakteri, biasanya karena staphylococus epidermidis. Dengan persiapan yang cermat, angka infeksi shunt dapat dikurangi hingga 0 – 2 %. Hasil dari manajemen bedah intra – uteri hidrosefalus janin adalah buruk, mungkin karena tingginya angka malformasi otak selain hidrosefalus. ( Behrman, Kliegman, Arwin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 2000 ).
Penanganan dini adalah sangat penting untuk membantu membatasi dan mencegah kerusakan otak. Efek jangka panjang dari hidrosefalus sangat bergantung pada kondisi yang menyebabkan,
keparahannya dan responnya terhadap
pengobatan.
Pemberian obat-obatan biasanya merupakan tindakan sementara pada kondisi yang emergensi dibutuhkan untuk mengurangi cairan yang berlebihan hingga
dilakukan
pemasangan
shunt.
Obat-obat
yang
diberikan
adalah
asetazolamide dan furosemide yang berfungsi menurunkan sekresi oleh pleksus koroid akan tetapi harus disertai dengan monitoring yang hati-hati terhadap status
29
pernapasan dan keseimbangan elektrolit dan cairan. Isosorbid juga digunakan untuk meningkatkan reabsorpsi CSS.
Berapa lama pertambahan lingkaran kepala diawasi untuk tujuan operasi bergantung pada pertambahan ukuran, kondisi klinis pasien, obstruksi dan ukuran ventrikel dari CT scan awal. Hidrosefalus sekunder oleh karena obstruksi subarachnoid akibat dari perinatal atau postnatal trauma atau ruptur dari vascular dapat mengalami arrest spontan.
Infant dengan pembesaran ventricular, penekanan pada fontanella anterior dan tidak terdapat pembesaran kepala yang melebihi normal dinilai pada hari pertama dan kemudian setiap minggu. Bila tidak terdapat gejala dan tanda dari peningkatan tekanan, tetap terdapat penekanan pada fontanella anterior dan bila diameter kepala mengikuti ukuran pertumbuhan normal, CT scan diulang dalam satu bulan. CT scan harus diulang pada keadaan ini oleh karena pembesaran ventrikel yang progresif dapat terjadi tanpa gejala dan tanda dari peningkatan tekanan dan penekanan fontanella anterior dan ukuran normal dari lingkar kepala. Bila hasil CT scan ulang tidak memperlihatkan adanya perubahan dari CT scan awal, pasien dimonitor dengan interval 2 minggu hingga 2 bulan. Pada usia 2 – 3 bulan, CT scan ketiga dilakukan. Bila tetap tidak terdapat perubahan CT scan pasien dimonitor dengan interval satu bulan sampai usia 6 bulan kemudian dilakukan CT scan keempat. Bila tetap tidak ada perubahan CT scan maka dilatasi ventrikel dikemudian hari sedikit. Infant dengan riwayat hidrosefalus harus dimonitor dengan interval 3 bulan hingga berusia 12 bulan. Bila perkembangan neurologis dan pertumbuhan diameter kepala tetap normal CT scan kepala diulang
30
pada usia 12 bulan. Kemudian pasien harus dimonitoring dengan interval 6 bulan dan CT scan berikut dilakukan pada usia 2 tahun.
1. Operasi
Ketika diagnosa hidrosefalus kongenital ditegakkan maka shunt dimasukkan ke dalam otak secara surgical dalam 48 jam untuk memungkinkan drainase dari CSS yang berlebihan. Umumnya, shunt mulai dimulai dari dalam ventrikel otak kemudian ditarik keluar dari brain ke dalam kulit scalp. Dilanjutkan dibawah kulit berjalan dibelakang telinga turun ke leher dan ke bagian lain dari tubuh – biasanya abdomen – yang kemudian mengabsorpsi CSS. Pengeluaran cairan yang berlebihan akan mengurangi
tekanan
dalam
otak yang membantu mencegah
atau
meminimalkan kerusakan otak.
Untuk hidrosefalus non komunikans ( disebabkan oleh obstruksi ) prosedur operasi disebut endoskopi ventrikulostomy ventrikel III ( ETV ) dapat dilakukan untuk menggantikan shunt. Pada ETV, lubang kecil dibuat di dalam ventrikel ketiga memungkinkan CSS mengalir bebas. Sementara ETV dapat digunakan selama pengobatan sebagai salah satu cara untuk mengganti shunt. ETV tidak digunakan sebagai terapi pada bayi. ETV dapat gagal dan bila hal tersebut terjadi maka perlu digantikan dengan shunt. Untuk alasan inilah ETV tidak digunakan secara luas
2. Septum Pellucidum Fenestration
Septum pellucidum fenestration diindikasi bila terjadi obstruksi pada salah satu foramen Monroe menyebabkan dilatasi ipsilateral dari ventrikel lateral. Foramen kontralateral harus paten. Titik masuk adalah sekitar 5-6 cm paramedian
31
pada
sisi
ventrikel
yang
mengalami
dilatasi
didepan
sutura
coronaria.
Neuronavigasi sangat membantu dalam menemukan titik masuk yang ideal. Setelah inspeksi dari septum, sisi fenestration dipilih.
Pada kasus-kasus kronis septum biasanya tipis dan avaskular yang merupakan ciri dari perforasi tumpul. Perforasi di perluas dengan bantuan balon kateter Fogarty dan gunting. Pada kasus akut dengan septum pelucidum yang tebal area yang difenestrasi dikoagulasi dan bagian dari septum dipotong dengan gunting.
3. Temporal Vent riculostomy
Temporal ventriculostomy diindikasi pada temporal atau temporal-occipital horns yang terjadi setelah infeksi akibat shunt atau pemindahan tumor intraventrikular ketika fenestrasi ke dalam ventrikel lateral tidak mungkin oleh karena variasi anatomis atau penebalan pada regio tersebut.
4. Foraminoplasty
Foraminoplasty dari foramen monroe diindikasi pada obstruksi pada kedua foramina monroe menyebabkan dilatasi dari kedua ventrikel lateral. Bila septum pelusidum melebar oleh karena hidrosefalus lama hanya satu foramen yang harus diselamatkan.
5. Third Ventriculostomy
Third ventriculostomy diindikasi pada semua obstruksi distal hingga ke dasar ventrikel ketiga. Sebelum operasi CT atau MRI scan potongan sagital sebaiknya dilakukan untuk melihat arteri basilar.
32
6. Pertimbangan untuk melakukan ETV adalah :
•
Prosedur sederhana dengan angka komplikasi yang rendah
•
Untuk semua hidrosefalus obstruksi
•
Hal – hal dibawah ini meningkatkan kemungkinan keberhasilan ETV adalah : a. Hidrosefalus obstruksi
b. Usia diatas 1 tahun
c. Onset obstruksi baru
d. Tidak ada riwayat meningitis atauperdarahan subarachmoid
e. Pembesaran ventrikel f. Anatomi ventrikel masih normal.
•
Tujuan dari ETV adalah untuk mempertahankan tekanan normal tanpa perlu menggunakan shunt permanen. .
Lamina
Terminalis Fenestration
Bila third ventriculostomy sulit untuk dilakukan, perforasi dari lamina terminalis merupakan terapi alternatif. Oleh karena burrholes digunakan untuk menggantikan third ventriculostomy yang dilakukan bergantung pada lebar dari foramen Monroe. Bila foramen monroe lebar lamina terminalis dapat dilihat dengan menggunakan endoskopi rigid 0 derajat.
33
7. SHUNT
Gambar : Pemasangan Alat Shunt
Gambar 3 : Pemasangan Alat Shunt
Sumber : http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009
Pertimbangan untuk shunt adalah :
•
80% dari seluruh pasien yang menjalani shunt akan direoperasi dalam kurun waktu 8 tahun
•
Teknologi saat ini menyebabkan komplikasi yang terlalu tinggi
•
Shunt saat ini tidak fisiologis
Terdapat 2 macam shunting yaitu :
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
34
2. Internal a.
CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
-
Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
-
Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
-
Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
-
Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
-
Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
b.
“Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Komplikasi
:
Ada 2 komplikasi utama pasca operasi pemasangan shunt pada hidrosefalus yaitu
1. Tidak berfungsinya shun 2. Infeksi shunt
Komplikasi lainnya, yaitu :
•
•
Disproporsi craniocerebral Craniosinostosis pasca operasi shunt
•
Ascites karena CSS
•
Keadaan CSS yang rendah
•
Hematoma subdural
35
Komplikasi dari endoscopy third ventriculostomy yang terjadi seperti :
•
Penumpukan subdural
•
kontusio thalamus
•
perdarahan kortikal
•
perdarahan subarachnoid hebat (SAH)
•
kematian
•
SAH dari robekan arteri basiler yang mengalami perforasi dan infeksi
•
Meningitis
( http://ilmubedah.info/hidrochepalus-waktu-tepat-operasi-2011) 2.1.9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pengukuran Lingkar kepala setiap hari 2. Pertumbuhan/pembesaran kepala yang cepat 3. CT Scan : mempertegas adanya dilatasi ventrikel dan membantui dalam memgidentifikasi
kemungkinan
penyebabnya(
Neoplasma,
kista,malformasi konginetal atau perdarahan intra kranial ) 4. MRI ( Magnetic Resonance Imaging) : memberi informasi mengenai stuktur otak tanpa kena radiasi 5. EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolik 6. Isotope Ventriculograms
36
Gambar 4 : Hasil CT-Scan
Sumber : http://info-bedah-saraf.blogspot.com/2009 2.2.Tinjauan Keperawatan
Langkah proses keperawatan ada lima, dimana tahap-tahap tersebut ridak dapat dipisahkan, dan saling berhubungan. Tahap-tahap ini secara bersama-sama membentuk lingkaran pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulangi kembali kontak dengan pasien. Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengkajian 2. Diagnosa keperawatan 3. Perencanaan 4. Pelaksanaan 5. Evaluasi. (Tarwoto-Wartonah, 2006)
37
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan menurut Arif Muttaqin adalah: a. Aktivitas / Istirahat Gejala
: 1. Perasaan tidak enak ( malaise ) 2. Keterbatasan yang ditimbulkan oleh kondisinya
Tanda
: 1.
Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak, penurunan kekuatan otot – otot ekstremitas. 2.
Paralisis/hemiplegia
3.
Mudah lelah
b. Sirkulasi Gejala
: 1.
Hipotensi, bradikardi, dan tekanan nadi berat
c. Eliminasi Tanda
: 1.
Adanya inkontinensia dan / atau retensi.
d. Makanan / Cairan
38
Gejala
Tanda
: 1.
Kehilangan nafsu makan
2.
Kesulitan menelan
: 1.
Anoreksia, muntah
2.
Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
3.
Hiposekmia
e. Hygiene Tanda
:
1. f.
Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri
Neurosensori
Gejala
: 1.
Sakit kepala
2.
Parestesia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena,
kehilangan sensasi ( kerusakan pada saraf cranial ).
3.
Tanda
:
Gangguan dalam penglihatan, seperti diplopia
39
1.
Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan
( dapat merupakan awal gejala berkembangnya hidrosefalus komunikan yang mengikuti meningitis bacterial ) 2.
Mata ( ukuran / reaksi pupil ) ; unisokor atau tidak berespons
terhadap cahaya ( peningkatan TIK ), nistagmus ( bola mata bergerak – gerak terus menerus ) 3.
Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ). Karakteristik fasial
( wajah ) ; perubahan pada fungsi motorik dan sensorik (saraf cranial terkena) g. Nyeri / Kenyamanan Gejala : 1.
Sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin
akan diperburuk oleh ketegangan ; leher / punggung kaku ; nyeri pada gerakan ocular, fotosensitifitas. Tanda
: 1.
Tampak terus terjaga, perilaku distraksi / gelisah. Menangis /
mengaduh / mengeluh.
h. Pernapasan Gejala
: 1.
Peningkatan produksi secret
40
Tanda
: 1. Peningkatan kerja pernapasan
i.
2.
Perubahan mental dan gelisah
3.
Kemampuan batuk menurun
4.
Stridor, ronkhi
Keamanan
Gejala
: 1.
Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada
meningitis, tepajan oleh campak, herpers simpleks, gigitan binatang. 2. Tanda
Gangguan penglihatan / pendengaran
: 1.
Suhu meningkat, menggigil
2.
Keluhan secara umum ; tonus otot flaksid atau spastic ;
paralisis atau hemiplegia. 3.
j.
Gangguan sensasi
Penyuluhan / Pembelajaran
41
Gejala
: 1.
Adanya riwayat menggunakan obat
2.
Hipersensitif terhadap obat
3.
Masalah medis sebelumnya
Pertimbangan
:
Rencana pemulangan : Mungkin membutuhkan bantuan pada semua bidang, meliputi perawatan diri dan mempertahankan tugas / pekerjaan rumah. (Arif Muttaqin, 2008) 2.2.2.
Diagnosa Keperawatan
1. Resti peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan jumlah CSS. 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum, peningkatan sekresi secret, dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan nafas buatan pada trakea, ketidak mampuan batuk/batuk efektif. 3. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK, terpasang shunt. 4. Gangguan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
kemampuan mencerna
makanan,
metabolisme. 5. Resti cedera berhubungan dengan kejang.
peningkatan kebutuhan
42
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, kelemahan fisik umum, pembesaran kepala. 7. Ansietas keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada klien. 8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi informasi, tidak mengenal sumber – sumber informasi, ketegangan akibat krisis situasional. 9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi ferifer. 10. Resiko deficit cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah, asupan cairan kurang, peningkatan metabolism. 11. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port ‘d’ entrée organism skunder akibat trauma ( Arif Muttaqin, 2008 ). 2.2.3.
Intervensi, Implementasi
Diagnosa Keperawatan I
Resti peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan peningkatan jumlah cairan serebrospinal Tujuan
: Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien
Kriteria Hasil : 1. Klien tidak gelisah 2. Klien tidak mengeluh nyeri kepala 3. Mual – mual dan muntah
43
4. GCS : E4M6V5 5. Tidak terdapat papiledema 6. TTV dalam batas normal Intervensi / Implementasi : 1. Kaji factor penyebab dari situ asi / keadaan individu / penyebab koma / penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK. Rasional : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis / tanda – tanda kegagalan untuk
menentukan perawatan kegawatan atau
tindakan pembedahan. 2. Monitor tanda – tanda vital tiap 4 jam Rasional : Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpeliharadengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral. 3. Evaluasi pupil Rasional :
44
Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatis dan parasimpatis merupakan respons reflex nervus cranial. 4. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan Rasional : Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan TIK. 5.
Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala. Rasional :
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak ( menghambat drainase pada vena cerebral ), untuk itu dapat meningkatkan tekanan intracranial. 6. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. Rasional : Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif. 7. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung,
lingkungan
yang
tenang,
suasana/pembicaraan yang tidak gaduh
sentuhan
yang
ramah
dan
45
Rasional : Memberikan suasana yang tenang dapat mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah. 8. Cegah / hindari valsava maneuver Rasional : Mengurangi tekanan intratorakal dan intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK. 9. Bantu pasien jika batuk, muntah Rasional : Aktivitas ini dapat meningkatkan intrathorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen di mana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK. 10. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari. Rasional : Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau memberikan refleks nyeri di mana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK.
46
11. Berikan penjelasan pada pasien ( jika sadar ) dan orang tua tentang sebab akibat TIK meningkat.
Rasional : Eningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien dan mengurangi kecemasan. 12. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS Rasional : Perubahan kesadaran
menunjukkan peningkatan
TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan penyakit. 13. Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian O2, cairan intravena dan
pemberian obat. Rasional : 1. Mengurangi hipoksemia, di mana dapat menin gkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikan TIK. 2. Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk mengurangi edema serebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan TIK. 3. Untuk menurunkan inflamasi dan mengurangi edema jaringan.
47
Diagnosa Keperawatan II
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum, peningkatan sekresi secret, dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan nafas buatan pada trakea, ketidak mampuan batuk/batuk efektif. Tujuan
: Dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.
Kriteria Hasil : 1. Bunyi nafas terdengar bersih. 2. Ronki tidak terdengar. 3. Trackeal tube bebas sumbatan. 4. Menunjukkan batuk yang efektif.
5. Tidak ada lagi penumpukan secret di saluran pernafasan. Intervensi / Implementasi : 1. Kaji keadaan jalan nafas.
48
Rasional : Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi secret, sisa cairan mucus, perdarahan, bronkospasme, dan/atau posisi dari trakeostomi/selang endotrakeal yang berubah. 2. Evalusi pergerakan dada dan auskultasi suara nafas pada kedua paru (bilateral).
Rasional : Pergerakan dada yang simetris dengan suara nafas yang keluar dari paru – paru yang menandakan jalan nafas tidak terganggu. Saluran nafas bagian bawah
tersumbat
dapat
terjadi
pada
pneumonia/atelektasis
akan
menimbulkan perubahan suara nafas seperti ronki atau mengi. 3.
Lakukan pengisapan lender jika diperlukan, batasi duarasi pengisapan dengan 15 detik atau lebih. Gunakan kateter pengisap yang sesuai, cairan fisiologis steril. Rasional : Pengisapan lender tidak selama dilakukan terus – menerus, dan durasinya pun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia. Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih dari 50% diameter jalan nafas untuk mencegah hipoksia.
49
4. Atur/ubah posisi secara teratur ( tiap 2 jam ). Rasional : Mengatur pengeluaran secret dan ventilasi segmen paru – paru, mengurangi risiko atelektasis. 5. Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan. Rasional : Membantu mengencerkan secret, mempermudah pengeluaran secret. 6. Jelaskan klien tentang keguanaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan secret di saluran pernafasan.
Rasional :
Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
Diagnosa Keperawatan III
Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK, terpasang shunt. Tujuan
: Nyeri berkurang /hilang atau beradaptasi.
Kriteria Hasil : 1. Nyeri berkurang atau dapat beradaptasi
50
2. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. 3.
Klien tidak gelisah
4. Skala nyeri ( 0 – 3 / ringan ) Intervensi / Implementasi : 1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasive. Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. 2. Ajarkan relaksasi : teknik – teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
Rasional :
Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O 2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyeri. 3. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. Rasional :
51
Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal – hal yang menyenangkan. 4. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang Nyman ; misalnya waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. Rasional : Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan. 5. Tingkatkan pengetahuan tentang sebab – sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung. Rasional : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. 6. Observasi tingkat nyeri dan respons motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektifitasnya dan setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 – 2 hari. Rasional : Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat. 7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
52
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang. Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism. Tujuan
: Dalam waktu 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria Hasil : 1. Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. 2. Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium.
Intervensi / Implementasi : 1. Evaluasi kemampuan makan klien Rasional : a. Klien mengalami kesulitan dalam mempertahankan berat badannya. b. Mulut klien kering
akibat obat – obatan dan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan.
c. Klien berisiko terjadi aspirasi akibat penurunan refleks batuk. 2. Observasi / timbang berat badan jika memungkinkan. Rasional :
53
Tanda kehilangan berat badan ( 7 – 10% ) dan kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisme, kandungan glikogen dalam otot, dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator. 3.
Kaji fungsi system gastrointestinal, yang meliputi suara bising usus, catat terjadinya perubahan di dalam lambung seperti mual, muntah. Observasi pergerakan perubahan pergerakan usus, misalnya diare, konstipasi. Rasional : Fungsi system gastrointestinal sangat penting untuk memasukkan makanan. Ventilator dapat menyebabkan kembung pada lambung dan perdarahan lambung.
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan, seprti ; serum, transferin, BUN/kreatinin dan glukosa. Rasional : Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien. Diagnosa Keperawatan V
Resiko cedera berhubungan dengan kejang
Tujuan
: Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria Hasil : 1. Klien dan orang tua mengetahui pelaksanaan kejang
54
2. Menghindari stimulasi kejang 3. Melakukan pengobatan teratur untuk menurunkan intensitas kejang. Intervensi / Implementasi : 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan orang tua cara penanganan saat kejang. Rasional : Data dasar untuk intervensi selanjutnya. 2. Ajarkan klien dan orang tua tentang metode mengontrol demam. Rasional : Orang tua dengan anak yang pernah mengalami kejang demam harus dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsy akibat cedera kepala. 3. Anjurkan orang tua agar mempersiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suksion selalu berada daekat klien. Rasional :
Melindungi klien bila kejang terjadi. 4. Anjurkan untuk menghindari rangsangan cahaya yang berlebihan. Rasional :
55
Klien sering mengalami peka rangsang terhadap cahaya yang sangat silau. Bebapa klien perlu menghindari stimulasi fotik. Dengan mengugunakan kacamata hitam atau menutup salah satu mata dapat membantu mengontrol masalah ini. 5. Anjurkan mempertahankan tirah baring total selama fase akut. Rasional : Mengurangi risiko jatuh / terluka jika vertigo, sinkope, dan ataksia terjadi. 6. Kolaborasi pemberian terapi ; fenitoin ( dilantin ). Rasional : Terapi medikasi untuk menurunkan respons kejang berulang.
Diagnosa Keperawatan VI
Hambatan mobilitas fisik b/d penurunan kesadaran, kelemahan fisik umum, pembesaran kepala. Tujuan
: Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil : 1. Klien dapat ikut serta dalam program latihan 2. Tidak terjadi kontraktur sendi 3. Bertambahnya kekuatan otot 4. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi / Implementasi :
56
1.
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik. Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. 2. Ubah posisi klien tiap 2 jam. Rasional : Menurunkan risiko terjadiny iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang dtertekan. 3. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien. Rasional : Peningkatan kemampun dalam mobilitas ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapis.
Diagnosa Keperawatan VII
Ansietas keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada klien Tujuan
: Dalam waktu 1 x 24 jam ansietas orang tua klien berkurang.
Kriteria Hasil : 1. Keluarga mau menerima keadaan pertumbuhan dan perkembangan anaknya yang dialami sekarang 2. keluarga tampak tenang dan mau bekerja dalam perawatan dan panatalaksanaan. Intervensi / Implementasi :
57
1. Bina hubungan saling percaya antara perawat – keluarga – dokter dalam pengumpulan data / pengkajian dan penatalaksanaan. Rasional : Rasa percaya yang terbina antara perawat – keluarga – klien / klien - dokter merupakan modal dasar komunikasi efektif dalam pengumpulan data, menemukan masalah dan alternative pemecahan masalah. 2. Diskusikan dan informasikan dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan pengalaman keluarga tentang keadaan anaknya. Rasional : Diskusi merupakan metode efektif untuk menyampaikan informasi untuk diterima dan dipertimbangkan oleh keluarga, sehingga informasi tersebut mendapat
tanggapan
dan
kooperatif
serta
partisipatif
yang
berkesinambungan. 3. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya dan mengungkapkan perasaan cemasnya. Rasional : Asertivitas dalam menghadapi sesuatu dengan segala perasaan dan kepuasan akan mendorong atau memberi semangat untuk memfasilitasi tingkat pertumbuhan dan perkembangan anaknya mencapai tingkat optimal sesuai dengan kelompok sebayanya.
58
4. Beri penguatan sebagai kekuatan untuk meningkatkan tingkat psikologis yang baik dan positif sehingga termotivasi untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Diagnosa Keperawatan VIII
Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi informasi, tidak mengenal sumber – sumber informasi, ketegangan akibat krisis situasional Tujuan
: Dalam waktu 1 x 30 menit klien akan memperlihatkan kemampuan pemahaman yang adekuat tentang penyakit dan pengobatannya.
Kriteria Hasil : Klien mampu secara subjektif menjelaskan ulang secara sederhana terhadap apa yang telah diindikasikan. Intervensi / Implementasi : 1. Kaji kemampuan belajar, tingkat kecemasan, partisipasi, media yang sesuai untuk belajar. Rasional : Indikasi progresif atau reaktivasi penyakit atau efek samping pengobatan, serta untuk evaluasi lebih lanjut.
2. Identifikasi tanda dan gejala yang perlu dilaporkan ke perawat. Rasional :
59
Meningkatkan
kesadaran
kebutuhan
tentang
perawatan
diri
untuk
meminimalkan kelemahan. 3. Jelaskan instruksi dan informasi misalnya penjadwalan pengobatan. Rasional : Meningkatkan kerja sama/partisipasi terapetik dan mencegah putus obat. 4. Kaji ulang resiko efek samping pengobatan. Rasional : Dapat mengurangi rasa nyaman dari pengobatan untuk perbaikan kondisi klien. 5. Motivasi klien
mengekspresikan
ketidaktahuan/kecemasan
dan
beri
informasi yang dibutuhkan. Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengoreksi kesalahan persepsi dan mengurangi kecemasan. Diagnosa Keperawatan IX
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi ferifer. Tujuan
: Dalam waktu 3 x 24 jam klien memperlihatkan perilaku mampu memperlihatkan keutuhan kulit.
Kriteria Hasil :
60
1. Klien mampu berpartisipasi terhadap pencehan luka. 2. Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka. 3. Tidak ada tanda – tanda kemerahan atau luka, kulit kering. Intervensi / Implementasi : 1.
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion ) dan mobilisasi jika mungkin. Rasional : Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2. Ubah posisi tiap 2 jam. Rasional : Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah. 3. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah – daerah yang menonjol. Rasional : Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol. 4. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi. Rasional : Menghindari kerusakan kapiler – kapiler.
61
5. Bersihkan dan keringkan kulit. Jaga linen tetap kering. Rasional : Meningkatkan integritas kulit dan mengurangi risiko kelembaban kulit. 6. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi. Rasional : Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan. 7. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit. Rasional : Mempertahankan keutuhan kulit. Diagnosa Keperawatan X
Resiko defisit cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah, asupan cairan kurang, peningkatan metabolisme. Tujuan
: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada tanda – tanda edema
Kriteia Hasil
: Klien dapat menunjukan tekanan darah, berat badan, nadi, intake dan output dalam batas normal.
Intervensi / Implementasi : 1. Pertahankan secara ketat asupan dan keluaran.
62
Rasional : Untuk mencegah dan mengidentifikasi secara dini terjadi kelebihan cairan. 2. Timbang berat badan setiap hari. Rasional : Peningkatan berat badan merupakan indikasi berkembangnya atau bertambahnya edema sebagai manifestasi dari kelebihan cairan. 3. Monitor tanda vital, seperti tekanan darah, nadi. Rasional : Kekurangan cairan dapat menunjukan gejala peningkatan nadi dan tekanan darah menurun.
4. Catat perubahan turgor kulit, kondisi mukosa mulut dan karakter sputum. Rasional : Penurunan kardiak output berpengaruh pada perfusi fungsi otak. Kekurangan cairan selalu diidentifikasikan dengan turgor kulit berkurang, mukosa mulut kering, dan secret yang kental. 5. Hitung jumlah intake dan output cairan. Rasional :
63
Memberikan informasi tentang keadaan cairan tubuh secara umum untuk mempertahankannya tetap seimbang. 6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi ; a. Berikan cairan per infuse bila diindikasikan b. Monitor kadar elektrolit jika diindikasikan Rasional : 1. Mempertahankan volume sirkulasi dan tekanan osmotic. 2. Elektrolik, khususnya potasium dan sodium dapat berkurang jika klien mendapatkan deuretik. Diagnosa Keperawatan XI
Resti infeksi berhubungan dengan port ‘d’ entrée organisme skunder akibat trauma Tujuan
: Infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti rubor, dolor, kalor, tumor, dan fungsiolasea. Luka insisi baik, tidak ada infeksi
Intervensi / Implementasi : a. Observasi keadaan luka
64
Rasional : Mendeteksi
dini terjadinya proses
infeksi
dan
untuk
mengawasi
penyembuhan luka b. Ganti balutan minimal 1 x 1 hari Rasional : Diharapkan luka dalam keadaan bersih dan kering sehingga bakteri penyebab infeksi tidak dapat bekembang biak c. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic Rasional : Untuk mencegah masuknya bakteri penyebab infeksi d. Pastikan balutan tertutup dengan benar Rasional : Balutan yang tertutup dengan benar dapat mencegah masuknya bakteri penyebab infeksi e. Berikan antibiotic sesuai dengan advis dokter Rasional : Antibiotik sangat diperlukan dalam pengobatan luka karena untuk menurunkan jumlah organisme pada luka yang berinfeksi
65
2.2.4. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor yang terjadi selama tahap pengkajian, analisisi, perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Meski tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan proses integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direfisi untuk menentukan apakah informasi yang telah dikumplkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi sudah selesai. Diagnosa juga perlu dievaluasi dalam hal keakuran dan kelengkapannya, tujuan dan intervensi dievaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat tercapai secara efektif (Nursalam, 2001). Evaluasi dari diagnosa di atas pada hidrosefalus adalah : 1.
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual – mual
dan muntah, GCS : E4M6V5, tidak terdapat papiledema, dan TTV dalam batas normal. 2. Bunyi nafas terdengar bersih, ronki tidak terdengar, trackeal tube bebas sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, dan tidak ada lagi penumpukan secret di saluran pernafasan.
66
3. Nyeri berkurang atau dapat beradaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, dan Skala nyeri ( 0 – 3 / ringan ). 4. Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, dan memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium. 5. Klien dan orang tua mengetahui pelaksanaan kejang, menghindari stimulasi kejang, dan melakukan pengobatan teratur untuk menurunkan intensitas kejang. 6. Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, dan klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas 7. Keluarga mau menerima keadaan pertumbuhan dan perkembangan anaknya yang dialami sekarang, dan keluarga tampak tenang dan mau bekerja dalam perawatan dan panatalaksanaan. 8. Klien mampu secara subjektif menjelaskan ulang secara sederhana terhadap apa yang telah diindikasikan. 9. Klien mampu berpartisipasi terhadap pencehan luka, mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda – tanda kemerahan atau luka, kulit kering. 10. Klien dapat menunjukan tekanan darah, berat badan, nadi, intake dan output dalam batas normal.
67
11. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti rubor, dolor, kalor, tumor, dan fungsiolasea serta luka insisi baik dan tidak ada infeksi BAB III TINJAUAN KASUS 3.1.Pengkajian 3.1.1. Identitas Kli en
Nama Umur Tanggal Lahir
: An. D Tahun 1: : 12 Maret 2010
JenisKelamin
:Laki-Laki
Status Perkawinan
: Belum Kawin
Agama
Islam :
Pendidikan
-:
Pekerjaan
:Dibawahumur
Alamat
:PerbaunganDusunISerbaNanti
Tanggal masuk/ Jam
: 22 Desember 2010 / 23:10 WIB
Ruangan /RS/Puskesmas
: Rindu A-4 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Tanggal Pengkajian
: 04 – 06 Mei 2011
68
Identitas Orang Tua :
Nama Ayah
63 : Tn. T
Umur
: 28 tahun
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Suku / Bangsa
: Jawa / Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: S1
Alamat
: Perbaungan Dusun I Serba Nanti
Nama Ibu
: Ny. B
Umur
: 26 tahun
Pekerjaan
: IRT
Suku / Bangsa
: Jawa / Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Alamat
: Perbaungan Dusun I Serba Nanti
69
3.1.2. Kedudukan Anak Dalam Keluarga Dan Keadaan Saudarah
Kehamilan
39minggu
Ab
-
Lahir Mati
-
Lahir Hidup
Hidup
Jenis Kelamin L/P
Laki – Laki
Umur
1 tahun
Keadaan Sekarang
Sakit
3.1.3. Alasan Dirawat A. Keluhan Utama
Pada tanggal 22 Desember 2010, klien masuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pukul 23:10 WIB dibawah oleh orang tuanya dengan keluhan kepala anaknya semakin lama bertambah besar, kepala sakit ( skala nyeri 4 – 6/ sedang ), menangis, demam dan lingkar kepala klien saat lahir 31 cm dan saat ini 56 cm, dialami klien sejak 5 bulan yang lalu. B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang Pada saat pengkajian tanggal 04 Mei 2011 orang tua klien mengatakan klien sering menangis, sakit kepala ( skala nyeri 4-6/sedang ), demam dan kepala klien semakin lama bertambah besar, lingkar kepala klien saat ini 56 cm TD : 90/60 mmHg, Temp : 39 0C, HR : 130 x/I, RR : 35 x/i 2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
70
Orang tua klien mengatakan klien tidak perna menderita penyakit yang serius, yang pernah dialami klien hanya penyakit biasa seperti demam, batuk, pilek dan mencret yang penyebabnya tidak diketahui. Semuanya sembuh setelah minum obat yang dibeli dibalai pengobatan ( bidan desa ). Klien tidak mempunyai riwayat alergi dengan makanan yang di konsumsi oleh klien dan obat.
c. Riwayat Kes ehatan Keluarga
Orang tua klien tidak mempunyai penyakit keturunan dan didalam keluarga orang tua klien tidak ada yang mengalami penyakit seperti yang diderita klien. 3.1.4. Genogram
Keterangan Gambar : : Laki-laki : Perempuan : Laki-laki Meninggal : Perempuan Meninggal
71
: Klien : Tinggal Serumah : Garis Perkawinan : Garis Keturunan 3.1.5. Riwayat Anak 1.
Pada masa anak dalam kandungan, ibu memeriksakan kandungan sebanyak 4 kali dan diperiksa oleh dokter, tempat pemeriksaan adalah puskesmas, imunisasi yang didapat adalah TT. Makanan ibu waktu hamil cukup, obat – obatan yang diminum pada saat hamil adalah Vitamin B kompleks dan obat penambah darah,
2.
Pada waktu dilahirkan, ibu melahirkan dipuskesmas, ditolong oleh dokter, bayi dilahirkan secara biasa yaitu bayi lahir dengan spontan pervagina. Keadaan bayi setelah lahir, bayi menangis spontan, BB : 3,5 kg, TB : 48 cm, lingkar kepala sewaktu lahir 31 cm dan saat setelah lahir cacat congenital tidak ada, ikterus pada bayi tidak ada, tida ada kejang, paralisis, perdarahan, trauma persalinan dan penurunan BB. Anak mendapatkan ASI segera setelah lahir. 3.1.6.
Kebutuhan Bio – Psoko – Sosial Dalam Kehidupan / Kebiasaan
Sehari – hari A.
Dalam bernafas, frekuensi RR : 35 x / menit dan bernafas secara spontan.
72
B.
Pada masa bayi, anak mendapat ASI eksklusif dan mendapat makanan padat diberikan pada usia 7 bulan dengan cara pemberiannya yaitu dicampur dengan susu botol, sedangkan untuk makanan pantangannya tidak ada.
Keadaan Sekarang :
1. Alergi Klien tidak mempunyai alergi baik dari segi makanan maupun minuman yang klien konsumsi. 2.
Makanan tambahan diberikan pada umur : 7 bulan berupa makanan
padat 3. Makanan sekarang yang diberikan : a.
Makanan yang paling disenangi :
Makanan yang paling di sukai oleh klien tidak ada. b.
Makanan yang paling tidak disenangi :
Makanan yang paling tidak di sukai oleh klien tidak ada. c.
Frekwensi makan sehari :
Frekuensi makan klien 3 x sehari, nafsu makan klien baik. d.
Jumlah minum sehari :
73
Sebelum masuk rumah sakit klien minum susu botol 5 – 6 gelas / hari ( 1000 – 1200 cc/hari ), minuman yang disukai klien adalah susu botol. Sesudah masuk rumah sakit klien minum susu botol sebanyak 4 – 5 gelas / hari. 4. Jenis makanan : Sebelum masuk rumah sakit klien makan 3 x sehari, sedangkan makanan sehari – hari adalah nasi padat dengan cara pemberiannya yaitu dicampur dengan susu botol diberikan pada usia 7 bulan, dan klien menyukai semua makanannya sedangkan makanan yang disukai klien adalah tidak ada dan klien tidak ada makanan pantangan. Sesudah masuk rumah sakit klien makan 3 x sehari, dan diet yang diberikan oleh pihak rumah sakit adalah minum susu dan makanan lunak ( M II ), nafsu makan klien baik. 5. Nafsu makan klien pada pagi, sore dan mala m tidak ada masa lah. Dalam melakukan aktivitas, klien memerlukan bantuan sepenuhnya dari orang tua / perawat. C. Tidur Sebelum masuk rumah sakit klien tidur siang ± 2 – 3 jam / hari, dan tidur malam ± 10 - 12 jam / hari.
74
Sesudah masuk rumah sakit klien tidur siang ± 2 jam ( 13:00 – 15:00 WIB ) dan tidur malam dari jam 21:00 – 06:00 WIB, klien tidak mengalami kesulitan diwaktu tidur. D. Eleminasi ( BAK dan BAB ) BAK Sebelum masuk rumah sakit frekuensi BAK klien ± 5 – 6 x / hari, banyaknya ± 1200 – 1500 cc / hari, warnanya kuning jernih, kelainan tidak ada, dan baunya khas. Sesudah masuk rumah sakit frekuensi ± 5 x / hari, banyaknya ± 1000 – 1200 cc / hari, warnanya kuning jernih, kelainan tidak ada, dan baunya khas dan mengganti popok sebanyak 4 x / hari. BAB Sebelum masuk rumah sakit klien BAB ± 2 – 3 x / hari, warna kuning, konsistensi lembek, bau khas dan tidak ada perdarahan atau kelainan. Sesudah masuk rumah sakit klien BAB 3 x / hari, warna kuning, konsistensi lembek, bau khas dan tidak ada perdarahan atau kelainan E. Aktifitas dan latihan Skala kekuatan otot 5 ( baik ) , kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, klien sudah dapat menggenggam mainan dengan kuat dan erat, keadaan umum tampak lemah. F. Personal Hygiene
75
Sebelum masuk rumah sakit klien mandin 2 x / hari ( pagi dan sore ), gosok gigi 2 x / hari, cuci rambut 2 x / hari dan potong kuku 1 x / minggu dibantu oleh orang tua. Setelah masuk rumah sakit klien mandi 2 x / hari, potong kuku 1 x / minggu, dan dibantu oleh orang tua dan perawat, tidak ada hambatan dalam melakukan personal hygiene. G. Konsep Diri Masalah yang di hadapi anak saat ini sangat mempengaruhi klien sehingga anak jadi rewel dan mudah menangis. H.
Hubungan anak dengan ayah / ibu dan keluarga lain – lain ; cukup baik. 3.1.7. Pengawasan Kesehatan, Immunisasi dan Penyakit Yang Pernah Diderita
Sewaktu bayi klien memiliki KMS ( Kartu Menuju Sehat ), karena ibu ingin sekali mengetahui perkembangan dan nutrisi yang diberikan kepada anaknya sudah cukup atau belum. Immunisasi :
Imunisasi yang didapat anak diantaranya BCG 1x, Hepatitis B 1x, DPT 3x, polio 3x dan campak 1x. Penyakit yang pernah dideritaklien saat bayi adalah demam, batuk, pilek
dan mencret, semuanya sembuh dengan memberikan obat yang dibeli di balai pengobatan ( bidan desa ).
76
3.1.8. Perkembangan anak :
Pada motorik kasar anak sudah dapat memegang makanan atau mainan dengan kuat dan erat, motorik halus anak sudah dapat membedakan perbedaan mana orang tua dan mana yang bukan orang tua. Pada kemampuan berbahasa anak dapat menyebutkan kata-kata seperti “MA MA, DA DA, PA PA”. Sosialisasi anak dengan orang lain cukup baik kecuali dengan perawat, anak akan menangis jika melihat perawat.
3.1.9. Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit / Kesehatan Anaknya
Orang tua klien selama ini tidak mengetahui tentang penyakit, tanda dan gejala, penyebab dan penanganan penyakit yang diderita anaknya. 3.1.10. Pemeriksaan Fisik a.
Tanda – Tanda Vital ( hari Rabu, tanggal 04 Mei 2011 Jam 20:30 Wib ) Keadaan umum klien lemah, kesadaran compos mentis, suhu 390C, tekanan darah 90 / 60 mmHg, denyut nadi 130 x / menit, frekuensi pernafasan 35 x / menit, penampilan bersih, ciri – cirri tubuh ; rambut hitam dan lurus, kulit kuning langsat.
b. Pemeriksaan Head to Too
77
1. Kesan Umum Kebersihan anak ; cukup, keadaan gizi sedang, gerakan – gerakan anak aktif tidak ada gangguan sama sekali dalam hal tersebut. 2. Warna Kulit, kuning langsat dan tidak ada kelainan. 3. Suara waktu menangis, pada saat dilahirkan klien menangis dengan spontan dan pada saat keadaan sekarang, klien menangis dengan suara normal / keras. 4.
Tonus ; baik, klien dapat menahan tekanan yang diberikan seperti gerak grafitasi, skala kekuatan otot 5 ( baik ).
5. Turgor ; baik, dapat kembali dengan cepat bila di tekan atau dicubit.
6. Oedema ; tidak terlihat oedema pada tubuh klien. 7.
Kepala ; bentuk kepala bulat, kepala klien membesar, tulang temporalis melebar, ubun – ubun membesar menonjol bila anak menangis, ukuran kepala 56 cm, terdapat luka pemasangan shunt.
8.
Mata ; bola mata bulat simetris, tidak ada kelainan pada visus / ketajaman mata, sclera dan conjungtiva, dan tidak ada pemakaian alat bantu.
9.
Hidung ; gerakan sayap hidung dan suara waktu bernafas ada, klien tidak mengalami pilek, fungsi penciuman klien bagus ditandai dengan klien dapat membedakan bau – bauan, tidak ada perdarahan, peradangan mukosa, polip dan tidak ada pemakaian alat bantu.
78
10. Telinga
; bersih, bentuk telinga normal, lengkap simetris kiri dan kanan,
daun telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada penumpukan serumen, tidak ada cairan yang keluar dari telinga. Fungsi pendengaran bagus ditandai dengan klien dapat membedakan suara – suara.
11. Mulut
; bentuk bibir normal, mukosa bibir lembab, pergerakan bibir
normal, reflek menelan bagus ditandai dengan setiap makanan yang diberikan dapat ditelan tanpa dikeluarkan lagi 12. Gigi
; bersih, jenis gigi ; gigi susu sudah mulai ada, lidah bersih.
13. Leher ; tidak ada pembesaran kelenjar tiroid 14. Thorax
; insfeksi : pergerakan dada simetris, frekwensi pernafasan 35 x /
menit, auskultasi : bunyi nafas vesikuler, dan perkusi : dada kiri / kanan : resonansi. 15. Cord
/ jantung ; peningkatan frekwensi jantung ( takikardia ) frekwensi
130 x / menit, pada saat dilakukan pemeriksaan dengan cara inspeksi / perkusi sianosis dan nyeri dada tidak ada, auskultasi bunyi jantung I dan II normal ( lup dup ) sedangkan bunyi jantung III tidak ditemukan, capila refil kembali < 2 detik. 16. Abdomen
; peristaltic baik, bentuk simetris, pusat bersih, keadaan turgor
kulit baik, tidak ada nyeri tekan, pembesaran hepar, dan pembesaran limfe, dan tidak ada tanda – tanda infeksi
79
17. Genitalia
; jenis kelamin laki - laki, hygiene bagus, pada kulit tidak
terdapat lesi, kelainan tidak ada, nyeri tekan tidak ada, cairan kental tidak ada, pembesaran / pembengkakan di daerah scrotum tidak ada. 18. Ukuran
– ukuran ; BB ; 11 kg, TB / panjang badan ; ± 60 cm, suhu ; 39
0
C, nadi ; 130 x / menit, pernafasan ; 35x / menit 19. Kepandaian
anak sekarang ; Pada motorik kasar anak sudah dapat
memegang makanan atau mainan dengan kuat dan erat, motorik halus anak sudah dapat membedakan perbedaan mana orang tua dan mana yang bukan orang tua. Pada kemampuan berbahasa anak dapat menyebutkan kata-kata seperti “MA MA, DA DA, PA PA”. 3.1.11. Pemeriksaan Penunjang
a.
Diagnosa Medis
: Hidrosefalus
b.
Pemeriksaan Laboratorium
: Tanggal 29 April 2011
Test
Satuan
Hasil
HGB (hemoglobin)
grdl /
8,80
WBC(leukosit)
K/UL
14,53
PLT(trombosit)
K/UL
477
Normal
13,0-18,0 5,0-11,0 150-450
Hasil CT – Scan dan MRI pada tanggal 27 April 2011 kesan menunjukan pembesaran ventrikel 3.1.12. Therapy
1.
Bedrest
2.
Diet M II ( makanan lunak dan susu )
80
3.
Obat – obatan yang diberikan : NamaObat
Indikasi
IVFD Nacl 0,225 % : 10 gtt / menit
Untuk mengganti cairan tubuh.
IVFD D5 % : 10 gtt / menit
Untuk mengganti cairan tubuh.
EfekSamping
Injeksi Novalgin 30 mg / Nyeri pasca operasi Mual, muntah, nyeri 8 jam ( cabut gigi, perut, rasa terbakardi ulu episiotomi ), hati dismenorea, sakit kepala, demam, reumatoid artritis, osteoartritis, spondilitis ankilosa. Injeksi Ceftriaxon 250 mg / 12 jam
Infeksi saluran nafas bawah, kulit dan tulang, saluran kemih yang disebabkan S. pneumonia, S. aureus, H. influenza, Klebsiela, S. epidermidis, Pr. Mirabilis, Ps. Aerugenosa, dan vulgaris; gonore nonkompliksasi dan infeksi genitourinaria yang disebabkan N. gonore; septikemia yang disebabkan S. aureus, S. pneumonia.
Nyeri tempat suntikan, reaksi hipersensitif, eosinofilia, sakit kepala, vaginitis atau moniliasis, diaforesis.
Injeksi Phenytoin 30 mg / 8 jam
Epilepsi grandmal, epilepsi psikomotor, epilepsi fokal, neuralgia.
Pusing, ataksia, nistagmus, mual, muntah, kulit kemerahan, letargia.
Injeksi Cimetidine 20 mg / 8 jam
Ulkus peptikum, refluks esofagitis, sindrom ZollingerEllison, mastositosis, adenoma endokrin multiple
Sakit kepala, diare, ginekomastia, reaksi alergi dan hipersensitivitas, astralgia.
81
3.2.Analisa Data Nama
: An. D
Diagnosa Medis
: Hidrosefalus
Tanggal Pengkajian
: 04 Mei 2011
No.
Data
Etiologi
Masalah
82
1.
DS: -
Orang tua klien mengatakan anaknya sering menangis.
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
Penumpukan cairan yang berlebihan di kepala
Gangguan Mobilitas Fisik ; Kepala
DO :
2.
-
Terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala
-
Klien tampak lemah
-
Skala nyeri 4 – 6 (sedang).
-
Ukuran kepala 56 cm.
-
Klien tampak gelisah
-
TTV : TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp;390C.
DS: - Orang tua klien mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar. DO : -
Ukuran kepala 56 cm
-
Kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri
-
Tulang
temporalis
melebar -
Keadaan umum klien lemaha
-
Skala kekuatan otot 5
-
TTV : TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130
83
x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 39 0 C. 3.
DS: - Orang tua klien mengatakan takut akan ketidak
Kurangnya informasi tentang sumbersumber penyakit hidrosefalus
Kurang Pengetahuan Tentang Penyakit Hidrosefalus
sembuhan penyakit yang diderita anaknya. DO : -
Keluarga klien sering bertanya tentang keadaan dan prognosis anaknya.
-
Keluarga gelisah
-
Kesadaran umum komposmentis.
tampak
3.3.Diagnosa Keperawatan 1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan orang tua klien mengatakan anaknya sering menangis, terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemah, skala nyeri 4 – 6 sedang, ukuran kepala 56 cm, klien tampak gelisah, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 39 0
C.
84
2.
Gangguan mobilitas fisik ; kepala berhubungan dengan pembesaran kepala ditandai dengan orang tua klien mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar, ukuran kepala 56 cm, kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, tulang temporalis melebar, keadaan umum klien lemah, skala kekuatan otot 5, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C.
3.
Kurang pengetahuan tentang penyakit hidrosefalus berhubungan dengan kurangnya informasi tentang sumber – sumber penyakit hidrosefalus ditandai dengan orang tua klien mengatakan takut akan ketidak sembuhan penyakit yang diderita anaknya, keluarga klien sering bertanya tentang keadaan dan prognosis anaknya, keluarga tampak gelisah.
85
3.4.
No. 1.
NCP ( Nursing Care Planing atau Rencana Asuhan Keperawatan )
Dia g nos a Kepera w a ta n
T uj u a n & K r i t e r i a H a s i l
Gangguan rasa nyaman nyeri Tujuan : berhubungan dengan peningkatan - Nyeri tekanan intrakranial ditandai dengan berkurang/hilang dalam orang tua klien mengatakan anaknya 3 hari perawatan sering menangis, terdapatnya luka Kriteria Hasil : pemasangan shunt pada daerah - Dapat kepala, klien tampak lemah, skala mengidentifikasi nyeri 4 – 6 sedang, ukuran kepala 56 aktivitas yang cm, klien tampak gelisah, TD ; 90/60 meningkatkanatau mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 menurunkan nyeri. x/menit, Temp ; 390C. - Klien tidak gelisah - Skala nyeri (03)/ringan
A s uh a n K e p e r a w a t a n Intervensi Rasional Berikan tindakan a. Pendekatan dengan pereda nyeri menggunakan relaksasi dan (nonfarmakologi) pada nonfarmakologi lainnya klien telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. b. Ajarkan teknik melancarkan b. Akan relaksasi pada klien. peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyeri c. Kaji skala nyeri c. Untuk menentukan klien seberapa parahnya nyeri yang dialami klien d. Analgetik memblok d. Kolaborasi dengan lintasan nyeri, sehingga dokter dalam nyeri berkurang. pemberian analgetik a.
8 0
86
2.
3.
Gangguan mobilitas fisik ; kepala Tujuan : berhubungan dengan penumpukan - Klien mampu cairan yang berlebihan di kepala melaksanakan aktivitas ditandai dengan orang tua klien fisik sesuai dengan mengatakan kepala anaknya semakin kemampuannya hari bertambah besar, ukuran kepala Kriteria Hasil : 56 cm, kebutuhan klien saat ini di - Klien dapat ikut bantu oleh orang tua klien sendiri, serta dalam program tulang temporalis melebar, keadaan latihan umum klien lemah, skala kekuatan - Tidak terjadi otot 5, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 kontraktur sendi x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 39 - Bertambahnya 0 C kekuatan otot
a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. b. Kaji secara teratur fungsi motorik
-tindakan Klien menunjukkan untuk meningkatkan mobilitas
dokter ahli fisioterapi dan untuk latihan fisik klien
Kurang pengetahuan tentang Tujuan : penyakit hidrosefalus berhubungan - Kurang pengetahuan dengan kurangnya informasi tentang keluarga tentang sumber sumber penyakit penyakit hidrosefalus hidrosefalus ditandai dengan orang tidak terjadi. tua klien mengatakan takut akan Kriteria Hasil : ketidak sembuhan penyakit yang - Keluarga tampak diderita anaknya, keluarga klien tenang dan mau bekerja sering bertanya tentang keadaan dan sama dalam perawatan
a. Bina hubungan saling percaya antara perawat – keluarga – dokter dalam pengumpulan data / pengkajian dan penatalaksanaan.
c. Ubah posisi kli en tiap 2 jam
d. Kolaborasi dengan
a. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas b. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas c. Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan d. Peningkatan kemampun dalam ekstremitas ditingkatkan latihan fisik fisioterapis
mobilitas dapat dengan dari tim
a. Rasa percaya yang terbina antara perawat – keluarga – klien / klien dokter merupakan modal dasar komunikasi efektif dalam pengumpulan data, menemukan masalah dan alternative pemecahan masalah
8 1
87
prognosis anaknya, keluarga tampak gelisah
dan klien
penatalaksanaan
Berikan informasi dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan pengalaman keluarga tentang keadaan anaknya.
b. Diskusi merupakan metode efektif untuk menyampaikan informasi untuk diterima dan dipertimbangkanoleh keluarga, sehingga informasi tersebut mendapat tanggapan dan kooperatif serta partisipatif yang berkesinambungan.
c. Berikan kesempatan
c.
b.
kepada
keluarga untuk bertanya dan mengungkapkan perasaan cemasnya.
Asertivitas dalam menghadapi sesuatu dengan segala dan kepuasan perasaan akan mendorong atau memberi semangat untuk memfasilitasi tingkat pertumbuhan dan perkembangan anaknya mencapai tingkat optimal sesuai dengan kelompok sebayanya.
8 2
88
3.5.Implementasi dan Evaluasi Na ma Umur
A: nD.
R u a ng a n
1:ta hun
R: AB 4 e daS ha ra f
H a r i / T a ng g a l R : a bu/ 04Me2i 01 1 CATATAN PERKEMBANGAN
No.
1.
Ha ri/T a ngga l
Rabu / 0 4 M ei 2011
Dia gnos aKepera wa ta n
Diagnosa Keperawatan I
Ja m
08:20 WIB
08:35 WIB
08:55 WIB
Impleme nta s i
a. Memberikan tindakan pereda nyeri pada klien dengan cara relaksasi dan mengalihkan perhatian klien dengan mengajaknya bermain / berbicara. b. Mengajarkan teknik relaksasi pada klien dengan cara menarik nafas dalam kemudian hembuskan melalui hidung. c. Mengkaji skala nyeri klien 4 – 6 (sedang) d. Berkolaborasi dengan
Ev a lua s i
S
:
Orang tua klien mengatakan anaknya masih sering menangis . O : Terdapat luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemas dan skala nyeri 4 – 6 ( sedang ), TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 39 0C A : Masalah belum teratasi P : Rencana tindakan dilanjutkan.
8 3
89
09:00WIB
tim dokter dalam pemberian analgetik : Injeksi Novalgin 30 mg / 8 jam,
- Memberikan tindakan pereda nyeri pada klien dengan cara relaksasi dan mengalihkan perhatian klien dengan mengajaknya bermain / berbicara. - Mengajarkan teknik relaksasi pada klien dengan cara menarik nafas dalam - dalam kemudian hembuskan melalui mulut. -timBerkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik; injeksi novalgin 30 mg/8 jam.
2.
Rabu / 0 4 M ei 2011
Diagnosa Keperawatan II
09:20 WIB
09:40 WIB
09:55 WIB
a. Mengkaji mobilitas S : Orang tua klien fisik klien dan mengatakan kepala mengobservasi terhadap anaknya mulai mengecil. peningkatan kerusakan O : Ukuran kepala 49 cm, b. Mengkaji secara kebutuhan klien masih teratur fungsi motorik dibantu sepenuhnya oleh (GCS ; E4M6V5). orang tuanya sendiri, klien c. Mengubah posisi klien tampak lemah, skala miring kanan dan miring kekuatan otot 5, TD ;
8 4
90
10:10 WIB
3.
Rabu / 0 4 M ei 2011
Diagnosa Keperawatan III
10:25 WIB
10:40 WIB
11:45 WIB
kiri tiap 2 jam sekali. d. Berkolaborasi dengan dokter dan alih fisioterapi untuk latihan fisik klien. A P
a. Membina hubungan saling percaya antara perawat – keluarga – dokter dalam pengumpulan data pengkajian dan penatalaksanaan b. Mendiskusikan dan memberikan informasi dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan pengalaman keluarga tentang keadaan anaknya.
90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 39 0C : Masalah sebagian teratasi : Rencana tindakan dilanjutkan. - Mengkaji secara teratur fungsi motorik klien. - Merubah posisi kl ien miring kanan dan miring kiri tiap 2 jam sekali. - Berkolaborasi dengan
dokter dan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien. S : Orang tua / keluarga klien mengatakan sudah tidak kawatir lagi. O : Orang tua / keluarga klien tampak tenang, keluarga klien sudah tidak bertanya tentang keadaan dan prognosi anaknya. A : Masalah sudah teratasi / tercapai. P : Rencana tindakan diberhentikan. - Membina hubungan
8 5
91
c. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya dan mengungkapkan perasaan cemasnya.
saling percaya antara perawat-keluarga-dokter. - Memberikan inf ormasi dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan pengalaman keluarga tentang penyakit hidrosefalus. - Memberikan kesempatan pada keluarga untuk bertanya dan mengungkapkan perasaan cemasnya.
92
Na ma Umur
A:nD.
Rua ng a n R:AB4e daSha ra f
1 t:a hun
8 6
Ha r i / Ta n g ga l K : a mis /0 5 Me2i 01 1 CATATAN PERKEMBANGAN
N o.
Ha ri/Ta ng ga l
1.
Kamis 2011 / 05 Mei
Dia gnos aKepera wa t a n
Diagnosa Keperawatan I
Jam
08:20 WIB
08:35 WIB
08:55 WIB 09:00 WIB
Imple me nta s i
a. nyeri Memberikan tindakan pereda pada klien dengan cara relaksasi dan mengalihkan perhatian klien dengan mengajaknya bermain / berbicara. b. Mengajarkan teknik relaksasi pada klien dengan cara menarik nafas dalam kemudian hembuskan melalui hidung. c. Mengkaji skala nyeri klien 4 – 6 (sedang) dengan tim d. Berkolaborasi dokter dalam pemberian
Ev a l ua s i
S mengatakan : Orang tua anaknya klien masih sering menangis. O : Terdapat luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemas dan skala nyeri 4 – 6 ( sedang ), TD ;100/70 mmHg, HR ; 80 x/menit, RR ; 36 x/menit, Temp ; 37,10C A : Masalah belum teratasi P : Rencana tindakan dilanjutkan. - Memberikan
8 7
93
analgetik : Injeksi Novalgin 30 mg / 8 jam,
2.
Kamis / 05 Mei 2011
Diagnosa Keperawatan II
09:20 WIB
a.
b. 09:40 WIB c. 09:55 WIB d.
tindakan pereda nyeri pada klien dengan cara relaksasi dan mengalihkan perhatian klien dengan mengajaknya bermain / berbicara. - Mengajarkan teknik relaksasi pada klien dengan cara menarik nafas dalam - dalam kemudian hembuskan melalui mulut.
-dengan Berkolaborasi tim dokter dalam pemberian obat analgetik; injeksi novalgin 30 mg/8 jam. Mengkaji mobilitas fisik klien S : Orang tua klien dan mengobservasi terhadap mengatakan kepala peningkatan kerusakan anaknya mulai mengecil. Mengkaji secara teratur O : Ukuran kepala 49 cm, fungsi motorik (GCS ; kebutuhan klien masih E4M6V5). dibantu sepenuhnya oleh Mengubah posisi klien miring orang tuanya sendiri, kanan dan miring kiri tiap 2 klien tampak lemah, jam sekali. skala kekuatan otot 5, Berkolaborasi dengan dokter TD ;100/70 mmHg, HR ;
8 8
94
10:10 WIB
dan alih fisioterapi untuk latihan fisik klien.
80 x/menit, RR ; 36 x/menit, Temp ; 37,10C : Masalah sebagian teratasi P : Rencana tindakan dilanjutkan. - Mengkaji secara teratur fungsi motorik klien. - Merubah posisi klien miring kanan dan miring kiri tiap 2 jam sekali. - Berkolaborasi A
3.
Kamis / 05 Mei 2011
Diagnosa Keperawatan III
10:25 WIB
10:40 WIB
a. Membina hubungan saling S percaya antara perawat – keluarga – dokter dalam pengumpulan data pengkajian O dan penatalaksanaan b. Mendiskusikan dan memberikan informasi dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan pengalaman keluarga tentang keadaan A anaknya. P
dengan dokter danlatihan ahli fisioterapi untuk fisik klien. : Orang tua / keluarga klien mengatakan sudah tidak kawatir lagi. : Orang tua / keluarga klien tampak tenang, keluarga klien sudah tidak bertanya tentang keadaan dan prognosi anaknya. : Masalah sudah teratasi / tercapai. : Rencana tindakan
95
diberhentikan. 11:45 WIB
c. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya dan mengungkapkan perasaan cemasnya.
- Membina hub ungan saling percaya antara perawat-keluarga- 89 dokter. - Memberikan informasi dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan pengalaman keluarga tentang penyakit hidrosefalus. -kesempatan Memberikan pada keluarga untuk bertanya dan mengungkapkan perasaan cemasnya.
96
Na ma Umur
A:nD.
Rua ng a n R:AB4e daSha ra f
1t:a hun
9 0
Ha ri/ Ta ng ga l J: um’ a t/ 06Me2i 011 CATATAN PERKEMBANGAN
N o.
Ha ri/Ta ng ga l
1.
Jum’at 2011 / 06 Mei
Dia gnos aKepera wa t a n
Diagnosa Keperawatan I
Jam
08:20 WIB
08:35 WIB
08:55 WIB 09:00 WIB
Imple me nta s i
a. nyeri Memberikan tindakan pereda pada klien dengan cara relaksasi dan mengalihkan perhatian klien dengan mengajaknya bermain / berbicara. b. Mengajarkan teknik relaksasi pada klien dengan cara menarik nafas dalam kemudian hembuskan melalui hidung. c. Mengkaji skala nyeri klien 4 – 6 (sedang) dengan tim d. Berkolaborasi dokter dalam pemberian
Ev a l ua s i
S mengatakan : Orang tua anaknya klien masih sering menangis. O : Terdapat luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemas dan skala nyeri 4 – 6 ( sedang ), TD ; 100/60 mmHg, HR ; 96 x/menit, RR ; 32 x/menit, Temp ; 36,50C A : Masalah belum teratasi P : Rencana tindakan dilanjutkan. - Memberikan
9 1
97
analgetik : Injeksi Novalgin 30 mg / 8 jam,
2.
Jum’at / 06 Mei 2011
Diagnosa Keperawatan II
09:20 WIB
a.
b. 09:40 WIB c. 09:55 WIB d.
tindakan pereda nyeri pada klien dengan cara relaksasi dan mengalihkan perhatian klien dengan mengajaknya bermain / berbicara. - Mengajarkan teknik relaksasi pada klien dengan cara menarik nafas dalam - dalam kemudian hembuskan melalui mulut.
-dengan Berkolaborasi tim dokter dalam pemberian obat analgetik; injeksi novalgin 30 mg/8 jam. Mengkaji mobilitas fisik klien S : Orang tua klien dan mengobservasi terhadap mengatakan kepala peningkatan kerusakan anaknya mulai mengecil. Mengkaji secara teratur O : Ukuran kepala 49 cm, fungsi motorik (GCS ; kebutuhan klien masih E4M6V5). dibantu sepenuhnya oleh Mengubah posisi klien miring orang tuanya sendiri, kanan dan miring kiri tiap 2 klien tampak lemah, jam sekali. skala kekuatan otot 5, Berkolaborasi dengan dokter TD ; 90/60 mmHg, TD ;
9 2
98
10:10 WIB
3.
Jum’at / 06 Mei 2011
Diagnosa Keperawatan III
10:25 WIB
10:40 WIB
dan alih fisioterapi untuk latihan fisik klien.
100/60 mmHg, HR ; 96 x/menit, RR ; 32 x/menit, Temp ; 36,50C A : Masalah sebagian teratasi P : Rencana tindakan dilanjutkan. - Mengkaji secara teratur fungsi motorik klien. - Merubah posisi klien miring kanan dan miring kiri tiap 2 jam sekali.
-dengan Berkolaborasi dokter dan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien. a. Membina hubungan saling S : Orang tua / keluarga percaya antara perawat – klien mengatakan sudah keluarga – dokter dalam tidak kawatir lagi. pengumpulan data pengkajian O : Orang tua / keluarga dan penatalaksanaan klien tampak tenang, b. Mendiskusikan dan keluarga klien sudah memberikan informasi tidak bertanya tentang dengan jelas sesuai tingkat keadaan dan prognosi pengetahuan dan pengalaman anaknya. keluarga tentang keadaan A : Masalah sudah teratasi / anaknya. tercapai.
99
P 11:45 WIB
c. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya dan mengungkapkan perasaan cemasnya.
: Rencana tindakan diberhentikan. - Membina hub ungan saling percaya antara 9 perawat-keluarga- 3 dokter. - Memberikan informasi dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan pengalaman keluarga tentang penyakit hidrosefalus. -kesempatan Memberikan pada keluarga untuk bertanya dan mengungkapkan perasaan cemasnya.
9 4
100
BAB IV PEMBAHASAN
Setelah penulis merencanakan dan melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada An. D Dengan Gangguan Sistem Neurologi; Hidrosefalus Di Ruang Rindu A4 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011 mulai tanggal 04 Mei – 06 Mei 2011, maka dalam bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan antara teoritis dan kasus. Pembahasan ini sesuai dengan tahap proses keperawatan yang dimulai dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi sampai evaluasi. 4.1.
Pengkajian
Tahap pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan landasan asuhan keperawatan untuk menimbulkan data sebagai dasar untuk mengetahui kebutuhan keperawatan yang diberikan. Pengkajian yang penulis lakukan pada An. D dimulai pada tanggal 04 Mei – 06 Mei 2011, selama tahap pengkajian penulis mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data, karena klien menangis jika melihat perawat. Selain dari klien, penulis juga mendapat informasi dari orang tua
klien yang
memberi respon baik dan aktif. Adapun data yang perlu di kaji pada tinjauan teoritis adalah sebagai berikut : aktivitas / istirahat, sirkulasi, eliminasi, makanan / cairan, hygiene, neurosensori, nyeri / kenyamanan, pernapasan, keamanan, penyuluhan / pembelajaran.
95
101
Adapun data yang di jumpai pada kasus adalah orang tua klien mengatakan anaknya sering menangis, terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemah, skala nyeri 4 – 6 (sedang), ukuran kepala 56 cm, klien tampak gelisah, tanda – tanda vital : TD : 90/60 mmHg, HR : 130 x/menit, RR : 35 x/menit, Temp : 39 0C, orang tua klien mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar, kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, tulang temporalis melebar, skala kekuatan otot 5, orang tua klien mengatakan takut akan ketidak sembuhan penyakit yang diderita anaknya, keluarga klien sering bertanya tentang keadaan dan prognosis anaknya, keluarga tampak gelisah, kesadaran komposmentis. 4.2.
Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang ditemukan pada tinjauan teoritis yaitu : 1. Resti peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan jumlah CSS. 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum, peningkatan sekresi secret, dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan nafas buatan pada trakea, ketidak mampuan batuk/batuk efektif. 3. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK, terpasang shunt. 4. Gangguan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
kemampuan mencerna
makanan,
metabolisme. 5. Resti cedera berhubungan dengan kejang.
peningkatan kebutuhan
102
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, kelemahan fisik umum, pembesaran kepala. 7. Ansietas keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada klien. 8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi informasi, tidak mengenal sumber – sumber informasi, ketegangan akibat krisis situasional. 9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi ferifer. 10. Resiko deficit cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah, asupan cairan kurang, peningkatan metabolism. 11. Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan port ‘d’ entrée organism skunder
akibat trauma. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada tinjauan kasus yang terdapat juga di tinjauan teoritis yaitu: 1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial ditandai dengan Orang tua klien mengatakan anaknya sering menangis, terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemah, skala nyeri 4 – 6 sedang, ukuran kepala 56 cm, klien tampak gelisah, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C. 2.
Gangguan mobilitas fisik ; kepala berhubungan dengan penumpukan cairan
yang berlebihan di kepala ditandai dengan orang tua klien mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar, ukuran kepala 56 cm, kebutuhan klien
103
saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, tulang tempo ralis melebar, keadaan umum klien lemah, skala kekuatan otot 5, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C. 3.
Kurang pengetahuan tantang penyakit hidrosefalus berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang sumber – sumber penyakit hidrosefalus ditandai dengan orang tua klien mengatakan takut akan ketidak sembuhan penyakit yang diderita anaknya, keluarga klien sering bertanya tentang keadaan dan prognosis anaknya, keluarga tampak gelisah. 4.3.
Intervensi
Selama tahap perencanaan penulis hanya menuliskan intervensi tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan pada tahap implementasi. Dalam tahap ini penulis tidak ada menemukan adanya kesulitan maupun hambatan karena adanya kerja sama yang baik dengan perawat ruangan, dokter, klien, dan keluarga. Oleh karena itu rencana tindakan disusun berdasarkan masalah dan tujuan yang akan dicapai. Adapun intervensi keperawatan yang ada pada tinjauan teoritis juga terdapat pada tinjauan kasus yaitu: Diagnosa Keperawatan I Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan Orang tua klien mengatakan anaknya sering menangis, terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemah, skala nyeri 4 – 6 sedang, ukuran kepala 56 cm, klien tampak gelisah, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C.
104
Adapun intervensi yang ditemukan pada tinjauan teoritis dantinjauan kasus untuk mengatasi masalah adalah : •
Berikan tindakan pereda nyeri (nonfarmakologi) pada klien
•
Ajarkan teknik relaksasi pada klien
•
Kaji skala nyeri klien
•
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
Diagnosa Keperawatan II Gangguan mobilitas fisik ; kepala berhubungan dengan penumpukan cairan yang berlebihan di kepala ditandai dengan orang tua klien mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar, ukuran kepala 56 cm, kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, tulang temporalis melebar, keadaan umum klien lemah, skala kekuatan otot 5, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 0
x/menit, Temp ; 39 C. Adapun intervensi yang ditemukan pada tinjauan teoritis dan tinjauan kasus untuk mengatasi masalah ini yaitu:
•
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
•
Kaji secara teratur fungsi motorik klien
•
Ubah posisi klien tiap 2 jam sekali
•
Kolaborasi dengan dokter dan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Diagnosa Keperawatan III Kurang pengetahuan tentang penyakit hidrosefalus berhubungan dengan kurangnya informasi tentang sumber – sumber penyakit hidrosefalus ditandai dengan orang tua klien mengatakan takut akan ketidak sembuhan penyakit yang diderita anaknya,
105
keluarga klien sering bertanya tentang keadaan dan prognosis anaknya, keluarga tampak gelisah. Adapun intervensi yang ditemukan pada tinjauan teoritis dan tinjauan kasus untuk mengatasi masalah ini yaitu: •
Bina hubungan saling percaya antara perawat – keluarga – dokter dalam
pengumpulan data / pengkajian dan penatalaksanaan. •
Berikan informasi dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan pengalaman
keluarga tentang keadaan anaknya. •
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya dan mengungkapkan
perasaan cemasnya. 4.4.
Implementasi
Pada pelaksanaan tindakan dilakukan berdasarakan rencana yang telah di buat dan di sesuaikan dengan kondisi klien sendiri. Semua tindakan dilaksanakan sesuai dengan respon dari klien dan keluarga. Dalam mengatasi masalah keperawatan penulis tidak menemukan hambatan karena klien dan keluarga cukup kooperatif saat akan dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan. Adapun implementasi yang ditemukan pada tinjauan teoritis dan tinjauan kasus yaitu: Diagnosa Keperawatan I
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan Orang tua klien mengatakan anaknya sering menangis, terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemah, skala nyeri 4 – 6
106
sedang, ukuran kepala 56 cm, klien tampak gelisah, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C. Adapun implementasi yang ditemukan pada tinjauan kasus untuk mengatasi masalah ini yaitu :
•
Memberikan tindakan pereda nyeri pada klien dengan cara relaksasi dan
mengalihkan perhatian klien dengan mengajaknya bermain / berbicara. •
Mengajarkan teknik relaksasi pada klien dengan cara menarik nafas dalam
kemudian hembuskan melalui mulut. •
Mengkaji skala nyeri klien 4 – 6 (sedang)
•
Berkolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian analgetik :
Injeksi
Novalgin 30 mg / 8 jam, Diagnosa Keperawatan II Gangguan mobilitas fisik ; kepala berhubungan dengan penumpukan cairan yang berlebihan di kepala ditandai dengan orang tua klien mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar, ukuran kepala 56 cm, kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, tulang temporalis melebar, keadaan umum klien lemah, skala kekuatan otot 5, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 39 0C. Adapun implementasi yang ditemukan pada tinjauan kasus untuk mengatasi masalah ini yaitu :
•
Mengkaji mobilitas fisik klien dan mengobservasi terhadap peningkatan
kerusakan.
107
•
Mengkaji secara teratur fungsi motorik klien (GCS ; E4M6V5).
•
Merubah posisi klien miring kanan dan miring kiri tiap 2 jam sekali.
•
Berkolaborasi dengan dokter dan alih fisioterapi untuk latihan fisik klien.
Diagnosa Keperawatan III Kurang pengetahuan tentang penyakit hidrosefalus berhubungan dengan kurangnya informasi tentang sumber – sumber penyakit hidrosefalus ditandai dengan orang tua klien mengatakan takut akan ketidak sembuhan penyakit yang diderita anaknya, keluarga klien sering bertanya tentang keadaan dan prognosis anaknya, keluarga tampak gelisah. Adapun implementasi yang ditemukan pada tinjauan kasus untuk mengatasi masalah ini yaitu :
•
Membina hubungan saling percaya antara perawat – keluarga – dokter
dalam pengumpulan data pengkajian dan penatalaksanaan •
Memberikan informasi dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan
pengalaman keluarga tentang keadaan anaknya. •
Memberikan
kesempatan
kepada
keluarga
untuk
bertanya
dan
mengungkapkan perasaan cemasnya. 4.5.
Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan pencapaian tujuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Evaluasi keperawatan
108
pada setiap masalah An. D dilakukan setiap hari dan melihat hasil perubahan pada setiap masalah klien sesuai dengan implementasi yang dibuat pada asuhan keperawatan yang telah diberikan telah banyak membantu dalam mengatasi masalah klien.
Adapun masalah keperawatan yang sudah teratasi adalah : Kurang pengetahuan tentang penyakit hidrosefalus berhubungan dengan kurangnya informasi tentang sumber – sumber penyakit hidrosefalus ditandai dengan orang tua klien mengatakan takut akan ketidak sembuhan penyakit yang diderita anaknya, keluarga klien sering bertanya tentang keadaan dan prognosis anaknya, keluarga tampak gelisah. S : Orang tua / keluarga klien mengatakan sudah tidak kawatir lagi. O : Orang tua / keluarga klien tampak tenang, keluarga klien sudah tidak bertanya
tentang keadaan dan prognosi anaknya. A : Masalah sudah teratasi / tercapai. P : Rencana tindakan diberhentikan. -
Membina hubungan saling percaya antara perawat-keluarga-dokter dalam
pengumpulan data pengkajian dan penatalaksanaan -
Memberikan informasi dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan
pengalaman keluarga tentang penyakit hidrosefalus. -
Memberikan
kesempatan
pada
keluarga
untuk
bertanya
mengungkapkan perasaan cemasnya. Adapun masalah keperawatan yang sebagian teratasi adalah :
dan
109
Gangguan mobilitas fisik ; kepala berhubungan dengan penumpukan cairan yang berlebihan di kepala ditandai dengan orang tua klien mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar, ukuran kepala 56 cm, kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, tulang temporalis melebar, keadaan umum klien lemah, skala kekuatan otot 5, TD : 90/60 mmHg, HR : 130 x/menit, RR : 35 x/menit, Temp : 39 0C. S : Orang tua klien mengatakan kepala anaknya mulai mengecil. O : Ukuran kepala 49 cm, kebutuhan klien masih dibantu sepenuhnya oleh orang
tuanya sendiri, klien tampak lemah, skala kekuatan otot 5 A : Masalah sebagian teratasi P : Rencana tindakan dilanjutkan.
-
Mengkaji secara teratur fungsi motorik klien.
-
Merubah posisi klien miring kanan dan miring kiri tiap 2 jam sekali.
-
Berkolaborasi dengan dokter dan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien. Adapun masalah keperawatan yang belum teratasi adalah :
Ganguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan Orang tua klien mengatakan anaknya sering menangis, terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemah, skala nyeri 4 – 6 sedang, ukuran kepala 56 cm, klien tampak gelisah, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C. S : Orang tua klien mengatakan anaknya masih sering menangis. O : Terdapat luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemas dan
skala nyeri 4 – 6 ( sedang )
110
A : Masalah belum teratasi P : Rencana tindakan dilanjutkan.
-
Memberikan tindakan pereda nyeri pada klien dengan cara rela ksasi dan
mengalihkan perhatian klien dengan mengajaknya bermain / berbicara.
-
Mengajarkan teknik relaksasi pada klien dengan cara menarik nafas dalam -
dalam kemudian hembuskan melalui mulut. -
Berkolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat analgetik; injeksi
novalgin 30 mg/8 jam.
111
BAB V PENUTUP
Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan Pada An. D Dengan Gangguan Sistem Neurologi; Hidrosefalus Di Ruang Rindu A-4 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011di mulai dari tanggal 04 – 06 Mei 2011, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan dan memberikan beberapa saran sesuai dengan penerapan proses keperawatan yang penulis lakukan pada klien sebagai berikut: 5.1.
Kesimpulan
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang menyebabkan dilatasi system ventrikel otak. ( R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2004 ). Hidrosefalus merupakan obstruksi pada sirkulasi cairan serebrospinal yang menyebabkan penumpukan cairan disekeliling otak “ air pada otak ”. Hidrosefalus dapat bersifat konginital yang sering disertai spina bifida, dan akuisitas yang terjadi setelah infeksi, trauma atau tumor. Terapi biasanya didasarkan pada pengalihan
112
cairan yang berlebihan itu kembali ke dalam sirkulasi lewat berbagai tipe pirau. ( Christine Brooker. 2001 ). 5.1.1. Pengkajian
Setelah melakukan pengkajian yang dimulai pada tanggal 04 – 06 Mei 2011 pada An. D dengan gangguan system neurologi; hidrosefalus di ruang Rindu A-4 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, adapun data yang di jumpai adalah sebagai berikut : orang tua klien mengatakan anaknya sering menangis, terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemah, skala 106 nyeri 4 – 6 (sedang), ukuran kepala 56 cm, klien tampak gelisah, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 39
0
C, orang tua klien
mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar, kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, tulang temporalis melebar, keadaan umum klien lemah, skala kekuatan otot 5, orang tua klien mengatakan takut akan ketidak sembuhan penyakit yang diderita anaknya, keluarga klien sering bertanya tentang keadaan
dan
prognosis
anaknya,
keluarga
tampak
gelisah,
kesadaran
komposmentis. 5.1.2. Diagnosa Kep erawatan
106 Setelah penulis melakukan pengkajian yang dimulai pada tangga 04 – 06 Mei 2011 maka diagnosa keperawatan ditemukan pada An. D dengan gangguan system neurologi; hidroseflus di ruang Rindu A-4 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011 ada 3 diagnosa yaitu: 1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial ditandai dengan klien Orang tua klien mengatakan anaknya sering
113
menangis, terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemah, skala nyeri 4 – 6 sedang, ukuran kepala 56 cm, klien tampak gelisah, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C. 2.
Gangguan mobilitas fisik ; kepala berhubungan dengan pembesaran kepala
ditandai dengan orang tua klien mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar, ukuran kepala 56 cm, kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, tulang temporalis melebar, keadaan umum klien lemah, skala kekuatan otot 5, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 39 0C. 3.
Kurang pengetahuan tentang penyakit hidrosefalus berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang sumber – sumber penyakit hidrosefalus ditandai dengan orang tua klien mengatakan takut akan ketidak sembuhan penyakit yang diderita anaknya, keluarga klien sering bertanya tentang keadaan dan prognosis anaknya, keluarga tampak gelisah. 5.1.3. Intervensi
Setelah penulis melakukan pengkajian pada An. D di ruang Rindu A-4 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011, penulis melakukan intervensi keperawatan sesuai dengan masalah yang dihadapi klien. Diagnosa Keperawatan I Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan Orang tua klien mengatakan anaknya sering menangis, terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemah, skala nyeri 4 – 6
114
sedang, ukuran kepala 56 cm, klien tampak gelisah, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C. Intervensi : •
Berikan tindakan pereda nyeri (nonfarmakologi)pada klien.
•
Ajarkan teknik relaksasi pada klien.
•
Kaji skala nyeri klien
•
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
Diagnosa Keperawatan II Gangguan mobilitas fisik ; kepala berhubungan dengan pembesaran kepala ditandai dengan orang tua klien mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar, ukuran kepala 56 cm, kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, tulang temporalis melebar, keadaan umum klien lemah, skala kekuatan otot 5, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C. Intervensi :
•
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
•
Kaji secara teratur fungsi motorik klien
•
Ubah posisi klien tiap 2 jam sekali.
•
Kolaborasi dengan dokter dan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Diagnosa Keperawatan III Kurang pengetahuan tentang penyakit hidrosefalus berhubungan dengan kurangnya informasi tentang sumber – sumber penyakit hidrosefalus ditandai dengan orang tua klien mengatakan takut akan ketidak sembuhan penyakit yang diderita anaknya,
115
keluarga klien sering bertanya tentang keadaan dan prognosis anaknya, keluarga tampak gelisah. Intervensi :
•
Bina hubungan saling percaya antara perawat – keluarga – dokter dalam
pengumpulan data / pengkajian dan penatalaksanaan. •
Berikan informasi dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan pengalaman
keluarga tentang keadaan anaknya. •
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya dan mengungkapkan
perasaan cemasnya. 5.1.4. Implementasi
Pelaksanaan yang dilakukan penulis pada An. D di ruang Rindu A-4 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011 sesuai dengan rencana tindakan yang sudah dsusun sebelumnya dan disesuaikan dengan sarana dan fasilitas Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Diagnosa Keperawatan I Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan Orang tua klien mengatakan anaknya sering menangis, terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemah, skala nyeri 4 – 6 sedang, ukuran kepala 56 cm, klien tampak gelisah, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C. Implementasi :
116
•
Memberikan tindakan pereda nyeri pada klien dengan cara relaksasi dan
mengalihkan perhatian klien dengan mengajaknya bermain / berbicara. •
Mengajarkan teknik relaksasi pada klien dengan cara menarik nafas dalam
kemudian hembuskan melalui mulut. •
Mengkaji skala nyeri klien 4 – 6 (sedang)
•
Berkolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian analgetik :
Injeksi
Novalgin 30 mg / 8 jam, Diagnosa Keperawatan II Ganggaun mobilitas fisik ; kepala berhubungan dengan pembesaran kepala ditandai dengan orang tua klien mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar, ukuran kepala 56 cm, kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, tulang temporalis melebar, keadaan umum klien lemah, skala kekuatan otot 5, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C. Implementasi :
•
Mengkaji mobilitas yang ada dan mengobservasi terhadap peningkatan
kerusakan •
Mengkaji secara teratur fungsi motorik klien (GCS ; E4M6V5).
•
Merubah posisi klien miring kanan dan miring kiri tiap 2 jam sekali.
•
Berkolaborasi dengan dokter dan alih fisioterapi untuk latihan fisik klien.
Diagnosa Keperawatan III Kurang pengetahuan tentang penyakit hidrosefalus berhubungan dengan kurangnya informasi tentang sumber – sumber penyakit hidrosefalus ditandai dengan orang tua klien mengatakan takut akan ketidak sembuhan penyakit yang diderita anaknya,
117
keluarga klien sering bertanya tentang keadaan dan prognosis anaknya, keluarga tampak gelisah.
Implementasi :
•
Membina hubungan saling percaya antara perawat – keluarga – dokter
dalam pengumpulan data pengkajian dan penatalaksanaan •
Memberikan informasi dengan jelas sesuai tingkat pengetahuan dan
pengalaman keluarga tentang keadaan anaknya. •
Memberikan
kesempatan
kepada
keluarga
untuk
bertanya
dan
mengungkapkan perasaan cemasnya. 5.1.5. Evaluasi
Setelah penulis melakukan pengkajian dan menganalisa data An. D Dengan Gangguan Sistem Neurologi; hidrosefalus Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011 maka didapatkan hasil masalah keperawatan yang sudah teratasi yaitu: Kurang pengetahuan tentang penyakit hidrosefalus berhubungan dengan kurangnya informasi tentang sumber – sumber penyakit hidrosefalus ditandai dengan orang tua klien mengatakan takut akanketidak sembuhan penyakit yang diderita anaknya, keluarga klien sering bertanya tentang keadaan dan prognosis anaknya, keluarga tampak gelisah. Adapun masalah keperawatan yang sebagian teratasi adalah : Gangguan mobilitas fisik; kepala berhubungan dengan pembesaran kepala ditandai dengan orang tua klien mengatakan kepala anaknya semakin hari bertambah besar, ukuran
118
kepala 56 cm, kebutuhan klien saat ini di bantu oleh orang tua klien sendiri, tulang temporalis melebar, keadaan umum klien lemah, skala kekuatan otot 5.
Adapun masalah keperawatan yang belum teratasi adalah : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan Orang tua klien mengatakan anaknya sering menangis, terdapatnya luka pemasangan shunt pada daerah kepala, klien tampak lemah, skala nyeri 4 – 6 sedang, ukuran kepala 56 cm, klien tampak gelisah, TD ; 90/60 mmHg, HR ; 130 x/menit, RR ; 35 x/menit, Temp ; 390C. 5.2.
Saran
5.2.1. Bagi Rumah Sakit dan Perawat
a. Bagi Perawat -
Untuk perawat ruangan diharapkan setiap setelah melakukan tindakan keperawatan dapat mendokumentasikannya dengan lengkap termasuk respon klien terhadap semua tindakan yang telah diberikan agar mempermudah dalam melakukan evaluasi proses.
-
Diharapkan perawat lebih meningkatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dengan mengikuti pendidikan lanjut maupun pelatihanpelatihan agar mutu pelayanan keperawatan semakin baik dan sesuai dengan kebutuhan profesi.
-
Hendaknya perawat lebih meningkatkan pelayanan kesehatan dan perhatian kepada klien sehingga hasil evaluasi asuhan keperawatan berhasil dengan baik.
119
b. Untuk Rumah Sakit -
Hendaknya lebih meningkatkan mutu pelayanan dan fasi litas pada
klien, baik klien yang datang untuk kontrol maupun yang berobat. -
Diharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat menjadi pedoman bagi
perawat dalam
pelaksanaan
asuhan
keperawatan
dengan
hidrosefalus. 5.2.2. Bagi Institusi
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan terutama di Akademi Keperawatan Helvetia Medan dan menjadi bahan tambahan bacaan dan pengetahuan bagi mahasiswa/i Akademi Keperawatan Helvetia Medan. 5.2.3.
Bagi Klien dan Orang Tua Klien / Keluarga
a. Untuk Klien -
Diharapkan kepada klien atau keluarga klien apabila ada gejala atau
tanda-tanda yang mempengaruhi, segeralah memeriksakan diri ke rumah sakit, atau balai pengobatan terdekat. -
Diharapkan kepada klien dan keluarga klien apabila terdapat
masalah-masalah atau kelainan – kelainan pada klien cepatlah untuk konsultasi. -
Diharapkan kepada klien dan keluarga klien agar bersikap terbuka
pada saat dokter atau perawat melakukan pengkajian sehingga data yang dikumpulkan membantu dalam melaksanakan tindakan. b.
Untuk Orang Tua Klien / Keluarga
120
Untuk orang tua / keluarga diharapkan mempertahankan atau mungkin meningkatkan kerjasamanya dengan perawat ruangan agar asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dapat dilaksanakan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, Arvin. 2000.Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Jakarta : EGC. Brooker Christine. 2001.Kamus Saku Keperawatan. Edisi 31, Jakarta ; EGC. Mansjoer Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilit 1. Media Aesculapius. FKUI.
Muttaqin Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta ; Salemba Medika. Nanny Lia Dewi Vivian. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita, Jakarta : Salemba Medika. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, Jakarta : EGC. Nur Muslihatun Wafi. Februari 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita, Yogyakarta : Fitramaya. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
121
Sudarti, M.Kes, Endang Khoirunnisa, SST. Keb. April 2010. Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi dan Anak Balita, Yogyakarta: Nuha Medika. Syaifuddin, 2009. Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 2, Jakarta: Salemba Medika Tarwoto-Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3, Jakarta : Salemba Medika. www.askep-free.blogspot.com www.asuhankeperawatanakpergatsoe.blogspot.com/2010 www.dokterrosfanty.blogspot.com/2009 www.gokkri.com/2010 www.id.wikipedia.org/wiki/Hidrosefalus www.ilmubedah.info/hidrochepalus-waktu-tepat-operasi-20110212.html www.kusuma.blog.friendster.com/tag/askep-hidrochephalus/ www.ninasutianiblogspotcom.blogspot.com/2010