BAB I
PENGANTAR
LATAR BELAKANG
Obat merupakan salah satu komponen penting dan barang yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, obat perlu dikelola dengan baik, efektif dan efisien. Tujuan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan adalahuntuk menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dengan jenis dan jumlah yang cukup, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat.Oleh karena itu, pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kotamemegang peranan yang sangat penting dalam menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat untuk pelayanan kesehatan dasar.
Gudang Obat Farmasi dijadikan satu wadah, sarana, personal dan mekanisme pengelolaan obat, ada pelatihan lanjutan bagi petugas terlatih dan sebagainya.Adanya Otonomi daerah membuka berbagai peluang terjadi perubahan yang sangatmendasar di masing- masing Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengelolaan obat.
Proses pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan,tahap pengadaan, penyimpanan, tahap distribusi dan tahap penggunaan. Pengadaan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat.Tujuan pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapatdiperoleh pada saat yang diperlukan.
Pengadaan obat dalam sehari-hari disebut juga pembelian, merupakan titik awal dari pengendalian persediaan. Jika titik awal ini sudah tidak tepat, maka pengendalian akan sulit dikontrol.
Menurut Jamil (2006) sebesar 40% anggaran pembangunan kesehatan dari masing-masing kabupaten atau kota dipergunakan untuk pengadaan obat. Tetapi dalam kenyataannya banyak obat yang mengalami kadaluwarsa/expired date (ED) atau rusak selama penyimpanan di Gudang Farmasi Kabupaten. Contoh kasus di Gudang Obat Kabupaten Sleman tentang penyimpangan pengadaan obat generik, askes, askeskin dan alat kesehatan habis pakai pada tahun 2009. Pengadaan ini menghabiskan dana hingga Rp9,5 miliar lebih. Oleh karena itu perlunya dilakukan evaluasi dalam pengelolaan obat yang akan mengurangi anggaran belanja daerah untuk pengadaan obat (lebih efisien) dan dapat digunakan untuk peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.
Manajemen logistik menawarkan banyak cara dalam melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien yaitu salah satunya adalah dengan metode ABC. Metode ABC dapat membantu dalam pengendalian persediaan sehingga dapat memberikan informasi dalam rangka memprioritaskan pengadaan. Dengan analisis ABC maka dapat membantu pihak manajemen menentukan pengendalian yang tepat untuk masing-masing kelompok obat dan menentukan obat mana yang harus diprioritaskan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya. Selanjutnya kelompok A yang harus diprioritaskan akan dihitung jumlah yang harus dipesan, waktu pemesanan, dan keefisienan pemesanannya.
Penelitian ini dilakukan di Gudang Obat Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan karena masih kurangnya pengetahuan dan kemampuan tenaga pengelola obat terutama mengenai pengadaan obat. Oleh karena itu dilakukan evaluasi terkait pengadaan obat dengan metode ABC Indeks Kritis yang diharapkan dapat membantu memperbaiki proses pengendalian persediaan dan pengadaan obat sehingga lebih efisien dan efektif.
BAB II
Obat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
Secara umum obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan oleh semua mahluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2005).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/MENKES/SK/III/2006, obat sebagai salah satu unsur yang penting dalam upaya kesehatan, mulai dari upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan pemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat dibutuhkan. Obat juga dapat merugikan kesehatan bila tidak memenuhi persyaratan atau bila digunakan secara tidak tepat atau disalahgunakan.
Pengadaan Obat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014, pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Kegiatan dari proses pengadaan obat di Gudang Farmasi meliputi menyusun daftar permintaan obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan formulir Daftar Permintaan/ Penyerahan Obat, serta penerimaan dan pengecekan jenis dan jumlah obat (Athijah, 2010).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa;
b. bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar; dan
d. expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain).
Gudang Farmasi
Keberadaan Gudang Farmasi di Kabupaten/Kota yang sifatnya seragam di seluruh Indonesia pada dasarnya untuk menjamin pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan khususnya dipelayanan kesehatan dasar, dapat menjamin ketersediaan obat dan aksesibilitas publik terhadap obat. Akan tetapi organisasi yang seragam mungkin di era otonomi daerah dianggap tidak cocok lagi mengingat masing-masing daerah mempunyai kebutuhan lokal spesifik yang berbeda antara satu Kabupaten/Kota dengan yang lainnya. Sehingga perubahan organisasi pengelolaan obat banyak dilakukan oleh masing-masing Kabupaten/Kota maupun Provinsi.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik lndonesia Nomor 610/Menkes/SKiXI/81 Tahun 198, tugas Gudang Farmasi di Kabupaten / Kodya yaitu melaksanakan pengelolaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam rangka pelayanan kesehatan,pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan kesehatan masyarakat di Kabupaten/ Kota madya sesuai dengan petunjuk Kakandepkes Kabupaten/Kodya. Sebelum otonomi daerah, fungsi pengelolaan obat di seluruh kabupaten/kota dilaksanakan oleh Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) yang bertanggung jawab sepenuhnya atas kebutuhan obat di tingkat kabupaten/kota.
Fungsi Gudang Farmasi di Kabupaten/ Kodya:
a. Melakukan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
b. Melakukan penyiapan,penyusunan rencana,pencatatan dan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan obat,alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
c. Melakukan pengamatan mutu dan khasiat obat secara umum baik yang ada dalam persedian maupun yang didistribusikan.
d. Melakukan urusan tata usaha keuangan kepegawaian dan urusan dalam. GFK merupakan titik sentral pengelolaan obat di Daerah tingkat II. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisien pengelolaan obat diperlukan adanya koordinasi dengan unit-unit yang terkait langsung antara lain Pemda Dati II,Dinas Kesehatan Dati II,Kandep Trans,PHB Cabang.
Tata cara Pengelolaan Obat/Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi Kabupaten. Tahapan Kegiatan Pengelolaan Obat/Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi Kabupaten meliputi:
a. Perencanaan
b. Pengadaan
c. Penyimpanan
d. Distribusi
e. Pencatatan
f. Penggunaan
g. Penghapusan obat
Pengadaan obat dilakukan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kesehatan, sedangkan setelah desentralisasi pengadaan obat dilakukan oleh daerah masing-masing yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Undang-Undang No.32/2004).
(Manajemen farmasi kelas XII edisi 2009) Pengelolaan obat di gudang farmasi di tingkat kabupaten kota dilakukan sebagai berikut:
1. Melakukan penerimaan,penyimpaan,pemeliharaan,dan pendistribusikan obat,alat kesehatan dan perbekalan farmasi
2. Melakukan penyimpanan,penyusunan,rencana pencatatan dan pelaporan mengenai mengenai persediaan dan penggunaan obat,alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
3. Melakukan pengamatan terhadap mutu dan khasiat obat secara umum dan baik yang ada dalam persediaan maupun yang akan didistribusikan.d. Melakukan urusan tata usaha,keuangan,kepegawaian dan urusan dalam. (undang-undang kesehatan jilid 1kelas 1)
Analisis ABC
Analisis ABC merupakan metode yang sangat berguna dalam melakukan pemilihan, penyediaan, manajemen distribusi, dan promosi penggunaan obat yang rasional. Analisis ABC juga dapat membantu untuk mengidentifikaasi biaya yang dihabiskan untuk setiap item obat yang tidak terdapat dalam daftar obat esensial atau untuk obat yang jarang digunakan. Terkait dengan pendapat dari penyediaan obat, analisis ABC digunakan untuk :
Menentukan frekuensi permintaan item obat
Memesan item obat kelompok A lebih sering dan dalam jumlah yang lebih kecil akan mengurangi biaya inventoris
Mencari sumber item kelompok A dengan harga yang lebih murah
Dilakukan dengan mencari item kelompok A dalam bentuk sediaan yang paling murah atau supplier yang paling murah
Memonitor status permintaan item
Hal ini untuk mencegah terjadinya kekurangan item yang mendadak dan keharusan untuk melakukan pembayaran darurat yang biasa nya mahal
Memonitor prioritas penyediaan
Pola penyediaan disesuaikan dengan prioritas sistem kesehatan yang menunjukkan jumlah obat jenis apa saja yang sering digunakan
Membandingkan biaya actual dan terencana
Membandingkan biaya aktual dan terencana dengan sistem penyediaan obat di sektor publik Negara yang bersangkutan (Quick et al., 1997)
Analisis ABC juga sering disebut dengan hukum Pareto. Preto ABC digunakan untuk mengetahui prioritas item yang digunakan di apotik yaitu melihat persentase kumulatif dari jumlah pemakaian (nilai pakai), persentase kumulatif dari jumlah investasi (nilai investasi), dan skor total nilai pakai dan nilai investasi (nilai indeks kritis). Dalam metode ini, item obat dikelompokkan menjadi kelompok berdasarkan persentase kumulatif dari nilai pakai dan nilai investasi, yaitu 80% untuk kelompok A, 15% untuk kelompok B, dan 5% untuk kelompok C. Item prioritas merupakan item kelompok A yang menghabiskan biaya sebesar 80% dari total biaya persediaan (Ancelmatini, 2013).
Analisis ABC Indeks Kritis digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana dengan pengelompokkan obat atau perbekalan farmasi, terutama obat-obatan yang digunakan berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan.
Kriteria nilai kritis obat adalah :
a. Kelompok A atau kelompok obat vital, adalah kelompok obat yang sangat essensial atau vital untuk memperpanjang hidup, untuk mengatasi penyakit penyebab kematian ataupun untuk pelayanan pokok kesehatan. Kelompok ini tidak boleh terjadi kekosongan.
b. Kelompok B atau kelompok obat essensial adalah obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit, logistik farmasi yang banyak digunakan dalam pengobatan penyakit terbanyak. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir kurang dari 48 jam.
c. Kelompok C atau kelompok obat non essensial, adalah obat penunjang agar tindakan atau pengobatan menjadi lebih baik, untuk kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir lebih dari 48 jam.
Menentukan nilai indeks kritis obat :
Untuk mendapat NIK obat dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut.
NIK = Nilai Pakai + Nilai Investasi + (2 x Nilai Kritis)
NIK = Nilai Pakai + Nilai Investasi + (2 x Nilai Kritis)
Pengelompokan obat ke dalam kelompok A, B dan C dengan kriteria :
Kelompok A dengan NIK 9.5 - 12
Kelompok B dengan NIK 6.5 – 9.4
Kelompok C dengan NIK 4 – 6.4
Kelompok A dengan NIK tertinggi yaitu 12, mempunyai arti bahwa obat tersebut adalah obat dalam kategori kritis bagi sebagian besar pemakainya, atau bagi satu atau dua pemakai, tetapi juga mempunyai nilai investasi dan turn over yang tinggi (Suciati, 2006).
Analisis ABC dapat diterapkan pada suatu periode tahunan atau periode lebih sengkat. Langkah-langkah analisis ABC yaitu :
Mendata semua item yang dibeli atau dikonsumsi dan memasukkannya ke dalam unit biaya
Memasukkan kuantitas konsumsi selama suatu periode
Menghitung nilai konsumsi
Menghitung persentase nilai total setiap item
Menyusun kembali daftar berurutan dari nilai total yang paling tinggi
Menghitung persentase kumulatif nilai total untuk setiap item
Memilih poin cut-off atau batasan range (range persentase) untuk obat kelompok A, B, dan C
Menyajikan data dalam bentuk grafik (Quick et al., 1997)