BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Muttaqin (2008) pada buku yang berjudul Asuhan keperawatan perioperatif, Konsep, Proses dan Aplikasi Aplikasi dijelaskan bahwa fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang fibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Menurut Puspitasari (2012) dalam jurnal yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Tn. y dengan Close Fraktur Cruris (Tibia Fibula) 1/3 Distal Dextra di Ruang Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta dijelaskan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur cruris (tibia- fibula) merupakan salah satu kasus kegawatan, dimana pada awal akan memberikan implikasi pada berbagai masalah keperawatan pada pasien, meliputi respon nyeri hebat akibat diskontinuitas jaringan tulang, resiko tinggi perdarahan intra operasi, resiko tinggi infeksi port de entree luka operasi dan resiko jatuh post operasi. Menurut Reksoprodjo (2010) dalam buku yang berjudul Kumpulan berjudul Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah: Bagian Ilmu Bedah Bed ah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dijelaskan bahwa fraktur cruris dapat disebabkan karena trauma langsung, yaitu benturan pada tulang secara langsung dan mengakibatkan terjadi fraktur di tempat itu, trauma tidak langsung, yaitu titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan, fraktur patalogis disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan lain-lain, degenerasi, yaitu terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri atau usia lanjut dan spontan, yang terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti saat berolahraga. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diintegritas tulang. Penyebab terbanyak Fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan Page | 1
sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI, 2005). Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Walaupun peran fibula dalam pergerakan ektremitas bawah sangat sedikit, tetapi terjadinya fraktur pada fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas fungsional tungkai dan kaki. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyani Tri Puspitasari pada tahun 2012 dengan judul Asuhan Keperawatan pada Tn. y dengan Close Fraktur Cruris (Tibia Fibula) 1/3 Distal Dextra di Ruang Rua ng Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta yang dilakukan di Surakarta terdapat data bahwa jumlah klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal terutama penderita Fraktur di ruang Instalasi bedah Sentral (IBS) yaitu pada bulan Juli- September 2012 terdapat 179 kasus, dimana dari 116 kasus (64,81%) terjadi pada pria dan 63 kasus (35,19%) terjadi pada wanita. Sedangkan, pada fraktur cruris terdapat 18 orang (15,51%) laki-laki serta 6 orang (9,52%) perempuan. Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur cruris, yaitu shock yang dapat timbul akibat rasa nyeri yang sangat hebat yang ditimbulkan oleh fraktur itu sendiri,Infeksi karena adanya luka yang menghubungkan dunia luar yang akan merupakan pintu masuk kuman, nekrosis vaskuler yang menyebabkan tenganggunya aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen tersebut mati karena terjadi iskemia, cedera vaskuler dan syaraf terjadi akibat dari tindakan ujung patahan tulang yang tajam yang menimbulkan iskemia ekstremitas dan gangguan syaraf dan disease Atrophy dan disease osteoporosis yang dapat terjadi karena pada ekstremitas yang patah kurang latihan gerak sendi atau karena ekstremitas itu tidak pernah atau jarang digerakkan atau dipakai dalam beraktivitas. Peran perawat pada kasus fraktur cruris antara lain sebagai pemberi asuhan keperawatan dimana perawat akan memberikan kebutuhan dasar manusia yang Page | 2
sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI, 2005). Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Walaupun peran fibula dalam pergerakan ektremitas bawah sangat sedikit, tetapi terjadinya fraktur pada fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas fungsional tungkai dan kaki. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyani Tri Puspitasari pada tahun 2012 dengan judul Asuhan Keperawatan pada Tn. y dengan Close Fraktur Cruris (Tibia Fibula) 1/3 Distal Dextra di Ruang Rua ng Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta yang dilakukan di Surakarta terdapat data bahwa jumlah klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal terutama penderita Fraktur di ruang Instalasi bedah Sentral (IBS) yaitu pada bulan Juli- September 2012 terdapat 179 kasus, dimana dari 116 kasus (64,81%) terjadi pada pria dan 63 kasus (35,19%) terjadi pada wanita. Sedangkan, pada fraktur cruris terdapat 18 orang (15,51%) laki-laki serta 6 orang (9,52%) perempuan. Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur cruris, yaitu shock yang dapat timbul akibat rasa nyeri yang sangat hebat yang ditimbulkan oleh fraktur itu sendiri,Infeksi karena adanya luka yang menghubungkan dunia luar yang akan merupakan pintu masuk kuman, nekrosis vaskuler yang menyebabkan tenganggunya aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen tersebut mati karena terjadi iskemia, cedera vaskuler dan syaraf terjadi akibat dari tindakan ujung patahan tulang yang tajam yang menimbulkan iskemia ekstremitas dan gangguan syaraf dan disease Atrophy dan disease osteoporosis yang dapat terjadi karena pada ekstremitas yang patah kurang latihan gerak sendi atau karena ekstremitas itu tidak pernah atau jarang digerakkan atau dipakai dalam beraktivitas. Peran perawat pada kasus fraktur cruris antara lain sebagai pemberi asuhan keperawatan dimana perawat akan memberikan kebutuhan dasar manusia yang Page | 2
dibutuhkan dengan menggunakan proses asuhan keperawatan, sebagai advokat dimana perawat akan memberikan informasi kepada klien maupun keluarga klien dalam mengambil keputusan atas tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada klien, sebagai pendidik dimana perawat akan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan yang diberikan untuk merubah perilaku dari klien, sebagai koordinator dimana perawat akan memberikan pengarahan serta perencanaan dalam pelayanan kesehatan dari tim kesehatan yang lain agar pelayanan kesehatan dapat sesuai dengan kebutuhan klien, sebagai kolabolator dimana perawat akan berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk melakukan diskusi dalam penentuan asuhan keperawatan, dan sebagai konsultan dimana perawat akan berperan sebagai tempat berkosultasi terhadap tindakan keperawatan k eperawatan yang sesuai dengan asuhan keperawatan. Berdasarkan banyaknya dan bahayanya komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur cruris, kami membuat makalah ini agar mahasiswa mengetahui lebih lanjut tentang fraktur cruris serta memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan fraktur cruris.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan dalam makalah ini, yaitu 1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan fraktur cruris? 1.2.2 Bagaimana etiologi dari fraktur cruris? 1.2.3 Bagaimana manifestasi klinis dari fraktur cruris? 1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari fraktur cruris? 1.2.5 Bagaimana derajat keparahan fraktur cruris? 1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang pada fraktur cruris? 1.2.7 Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari fraktur cruris? 1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan dari fraktur cruris? 1.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan fraktur cruris?
1.3 Tujuan Masalah 1.3.1 Tujuan Umum Page | 3
Setelah dilakukan pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang penyakit dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan fraktur cruris. 1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari fraktur cruris 2. Untuk mengetahui etiologi dari fraktur cruris 3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari fraktur cruris 4. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur cruris 5. Untuk mengetahui derajat keparahan fraktur cruris 6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada fraktur cruris 7. Untuk mengetahui komplikasi dari fraktur cruris 8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit fraktur cruris 9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan fraktur cruris
Page | 4
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi
Menurut Muttaqin (2008) dalam buku yang berjudul Asuhan keperawatan perioperatif, Konsep, Proses dan Aplikasi Aplikasi dijelaskan bahwa fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang fibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Menurut Puspitasari (2012) dalam jurnal yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Tn. y dengan Close Fraktur Cruris (Tibia Fibula) 1/3 Distal Dextra di Ruang Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta dijelaskan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur cruris (tibia- fibula) merupakan salah satu kasus kegawatan, dimana pada awal akan memberikan implikasi pada berbagai masalah keperawatan pada pasien, meliputi respon nyeri hebat akibat diskontinuitas jaringan tulang, resiko tinggi perdarahan intra operasi, resiko tinggi infeksi port de entree luka operasi dan resiko jatuh post operasi.
2.2 Etiologi
Menurut Reksoprodjo (2010) dalam buku yang berjudul Kumpulan berjudul Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah: Bagian Ilmu Bedah Bed ah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dijelaskan bahwa penyebab dari fraktur cruris, yaitu: 1. Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang secara langsung dan mengakibatkan terjadi fraktur di tempat itu 2. Trauma tidak langsung, yaitu titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan 3. Fraktur patalogis disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan lain-lain 4. Degenerasi, yaitu terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri atau usia lanjut
Page | 5
5. Spontan, yaitu terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olahraga
2.3 Manifestasi Klinis
Menurut Puspitasari (2012) dalam jurnal yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Tn. y dengan Close Fraktur Cruris (Tibia Fibula) 1/3 Distal Dextra di Ruang Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta dijelaskan bahwa tanda dan gejala dari fraktur cruris, yaitu: 1. Nyeri sebagai akibat dari peningkatan tekanan saraf sensorik karena pergerakan fragmen tulang 2. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dari perdarahan ke jaringan sekitarnya 3. Deformitas, karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah pada eksremitas 4. Krepitasi teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan yang lainnya.
2.4 Patofisiologi
Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluh darah pada kortek, sum-sum dan
jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan atau kerusakan. Perdarahan terjadi
dari ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak (otot) yang ada disekitarnya. Hematoma terbentuk pada kannal medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah periosteum. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat yang dicirikan oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan lekosit, dan infiltrasi oleh sel darah putih lainnya. Kerusakan pada periosteum dan sum-sum tulang dapat mengakibatkan keluarnya sum-sum tulang terutama pada tulang panjang, sum-sum kuning yang keluar akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan terjadi emboli lemak apabila emboli lemak ini sampai pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter emboli lebih besar dari pada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran-aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru. Kerusakan pada otot dan jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri Page | 6
mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan dimana tulang dapat menekan persyarafan pada daerah yang terkena fraktur sehingga dapat menimbulkan fungsi syaraf, yang ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Selain itu apabila perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau benturan akan lebih mudah terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai dengan anatominya
Page | 7
Pathway Fraktur Cruris
Trauma Langsung
Trauma Tak Lan sun
Kreptasi
Deformitas
Tindakan Pembedahan (Pemasangan Alat Osteosintetis)
Patah Tulang (Fraktur) Cruris
GANGGUAN MOBILITAS FISIK
Rusaknya Periosteum Pembuluh darah
Terputusnya Kontinuitas Jarin an
Adanya Luka Insisi
Timbul Pergerakan Abnormal
Perdarahan
Perangsangan pada Rese tor N eri
Hematum di Canal Medulla Proses Tranduksi
Penurunan Aliran Darah
Perfusi Jaringan Perifer Extermitas Bagian Bawah
Mengalami Jaringan Mati NYERI AKUT Merangsang Terjadinya Proses Peradangan
RISIKO INFEKSI
GANGGUAN INTEGRITAS KULIT
Sumber: Zen, Intang Sulistiani (2015)
Page | 8
2.5 Derajat Keparahan Fraktur
Menurut Zen(2015), derajat keperahan fraktur, dapat dibagi 3, yaitu 1. Derajat I Bila terdapat hubungan dengan dunia luar disebut luka kecil, biasanya diakibatkan oleh karena tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar 2. Derajat II Lukanya lebih besar (>1 cm), luka disebabkan oleh benturan dari luar 3. Derajat III Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih ke atas jaringan lunak banyakyang ikut rusak (otot, syaraf, pembuluh darah).
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Irwan (2012), Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada fraktur cruris, yaitu: 1. Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur 2. Pemeriksaan darah lengkap Dapat menunjukan tingkat kehilangan darah hingga cedera (pemeriksaan Hb dan Ht). Nilai leukosit meningkat sesuai respon tubuh terhadap cede ra 3. Golongan darah Dilakukan untuk persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan 4. Pemeriksaan kimia darah Untuk mengkaji ketidakseimbangan yang dapat menimbulkan masalah pada saat operasi
2.7 Komplikasi
Menurut Zen (2015), komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur cruris, yaitu: 1. Shock
Shock ini dapat timbul akibat rasa nyeri yang sangat hebat yang ditimbulkan oleh fraktur itu sendiri. Di samping itu, karena fraktur juga bisa menyebabkan pendarahan yang hebat sehingga bisa menyebabkan shock hipovolemik Page | 9
2. Infeksi
Pada patah tulang terbuka sering terjadi infeksi karena adanya luka yang menghubungkan dunia luar yang akan merupakan pintu masuk kuman 3. Nekrosis vaskuler
Patah tulang dapat menganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen tersebut mati karena terjadi iskemia 4. Cedera vaskuler dan syaraf
Dapat terjadi akibat dari tindakan ujung patahan tulang yang tajam yang menimbulkan iskemia ekstremitas dan gangguan syaraf 5. Disease atrophy dan disease osteoporosis
Bisa terjadi karena pada ekstremitas yang patah kurang latihan gerak sendi atau karena ekstremitas itu tidak pernah/jarang digerakkan atau dipakai dalam beraktivitas.
2.8 Penatalaksanaan
Menurut Irwan (2012), jenis tindakan untuk fraktur yaitu: 1. Pemakaian traksi untuk mencapai alignment dengan memberi beban seminimal mungkin pad daerah distal 2. Manipulasi dengan Closed reduction and external fixation (reduksi tertutup dan fiksasi eksternal), digunakan gips sebagai fiksasi eksternal, dilakukan jika kondisi umum pasien tidak mengijinkan untuk menjalani pembedahan 3. Prosedur operasi dengan open reduction and internal fixation (ORIF). Dilakukan pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk mempertahankan posisi tulang (misalnya sekrup, plat, kawat, paku). Alat ini bisa dipasang di sisi maupun di dalam tulang, digunakan jenis yang sama antara plate dan sekrup untuk menghindari terjadinya reaksi kimia 4. Jika keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan maka kadang dilakukan juga debridement untuk memperbaiki keadaan jaringan lunak di sekitar fraktur.
Page | 10
2.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengakajian 1) Identifikasi klien: a. Nama lengkap
f. suku bangsa
b. Umur
g. pendidikan
c. jenis kelamin
h. pekerjaan
d. status perkawinan
i. penghasilan
e. agama
j.
Alamat.
2) Identifikasi penanggung jawab 3) Riwayat penyakit antara lain : a. Keluhan utama Pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan klien pada saat itu seperti nyeri pada tungkai sebelah kanan akibat fraktur sifat-sifat dari nyeri, lokasi, identitas, serta keluhan-keluhan lain yang menyertai b. Riwayat kesehatan masa lalu atau lampau Riwayat kesehatan masa lalu atau lampau akan memberikan informasiinformasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita dan diterima pada masa yang lalu 4) Pemeriksaan fisik a. Inspeksi: bentuk (tulang panjang)- Adanya deformitas - Adanya luka laserasi b. Palpasi: pada fraktur, bila dipalpasi akan timbul nyeri 5) Laboratorium Hb <10 mg% menandakan anemia dan bila jumlah leukosit >10.000/mm3 menandakan adanya infeksi 6) Radiologi x’ray akan menunjukkan adanya fraktur
2. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri akut berhubungan dengan luka bekas operasi, cedera pada jaringan yang ditandai dengan nyeri pada luka operasi, wajah meringis menahan sakit, berhatihati dalam melindungi ekstremitas yang patah
Page | 11
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskular, imobilisasi tungkai yang ditandai dengan ketidak mampuan bergerak, tidak bisa melakukan aktivitas, penurunan kekuatan otot, terpasang traksi seklet, fixasi external 3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, tindakan pembedahan untuk
pemasangan traksi pent, skrup ditandai dengan
gangguan perlukaan di permukaan kulit, destruksi lapisan kulit atau jaringan, keluhan nyeri, tekanan pada area yang sakit atau area sekitarnya 4) Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya kerusakan kulit, trauma jaringan, terpejam pada lingkungan pembedahan untuk reposisi 3. Intervensi Keperawatan
No 1.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
(NOC)
Keperawatan (NIC)
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan dengan
luka
operasi,
cedera
bekas Keperawatan,
gangguan
pada rasa nyaman nyeri dapat
jaringan yang ditandai teratasi
dengan
tindakan 1. Klien
mengerti
yang akan diberikan
terhadap
pada klien
dilakukan dan mau
kriteria
yang
bekerjasama
dengan nyeri pada luka hasil: operasi, wajah meringis 1. Klien
Rasional
mengatasi menyatakan 2. Pertahankan
untuk masalah
klien
menahan sakit, berhati-
nyeri berkurang atau
Imobilisasi
bagian 2. Mengurangi keluhan
hati dalam melindungi
hilang
yang patah
nyeri dan mencegah
ekstremitas yang patah
2. Klien berpartisipasi
mampu
perubahan
dalam
dan
aktivitas
mencegah
kesalahan
3. Klien bisa beristirahat dengan santai 4. Klien
tulang
3. Tinggikan
dan
dukung ekstremitas dapat
menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi
yang terkena 4. Hindari penggunaan sprey plastik
posisi
tulang meningkatkan 3. Aliran
darah
vena
baik
menurunkan
oedema
serta
mengurangi nyeri
Page | 12
5. Skala nyeri 0 dengan
4. Dapat meningkatkan
menggunakan skala (0- 5. Evaluasi 5)
keluhan
nyeri
atau
ketidaknyamaan, perhatikan dan
ketidaknyamanankar ena
peningkatan
produksi panas
lokasi 5. Mempengaruhi
karakteristik,
termasuk intensitas 6. Ciptakan
pilihan
atau
pengawasan keefektifan
lingkungan
yang
nyaman
intervensi selanjutnya.
7. Ajarkan
dan
anjurkan
klien
tehnik relaksasi 8. Tawarkan tindakan
6. Menambah kenyamanan pasien
pengurang nyeri 7. Menurunkan ketidak 9. Bantu pasien dalam mengidentifikasi
nyamanan
pada
peristaltik usus
tingkat nyeri yang 8. Dengan
tehnik
beralasan dan dapat
relaksasi
dapat
di terima
meningkatkan kenyamanan
10. Kolaborasi dalam
medis 9. Untuk
pemberian
analgetik
membantu
pengobatan untuk
nyeri
membantu
penanganan nyeri
10.mempermudah kerja sama
dengan
intervensi terapi lain Page | 13
2.
Gangguan fisik
mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Ketidakmampuan berhubungan keperawatan,
dengan
kerusakan mobilitas
rangka neuromuskular, teratasi imobilisasi
gangguan fisik
dapat
dengan
kriteria
dibatasi
tentang
pandangan
immoblilitas
tentang keterbatasan fisik
yang ditandai dengan 1. Klien mampuan
bergerak,
tidak
bisa
dapat
meningkatkan
mungkin
gerak dan jelaskan
tungkai hasil:
ketidak
1. Klien
oleh diri
aktual
serta
memerlukan
atau 2. Bantu klien untuk
mempertahankan
berlatih gerak pada
informasi
tentang
immobilisasi.
melakukan
aktivitas,
mobilitas pada tingkat
ekstremitas
yang 2. Meningkatkan aliran
penurunan
kekuatan
paling tinggi
sakit
tidak
traksi 2. Dapat mempertahankan
sakit
otot,
terpasang
seklet, fixasi external
dan
tulang
posisi fungsional 3. Dapat
darah ke otot dan untuk
meningkatkan tonus
melakukan
otot dan mencegah
aktivitas
kontraktur
4. Meningkatkan kekuatan otot, 5. Klien bebas bergerak 3.
Gangguan
integritas Setelah dilakukan tindakan
kulit
berhubungan keperawatan
dengan
cedera
tusuk, integritas
fraktur terbuka, tindakan teratasi pembedahan
gangguan kulit
dapat
dengan
kriteria
skrup ditandai dengan
ketidakmampuan
gangguan perlukaan di
tulang,
permukaan lapisan
kulit
nyeri, tekanan pada area
terjadi
atau
mungkin
secara dini setelah
mengurangi
nyeri berkurang
komplikasi
dapat
dan
2. Bantu klien dalam perawatan diri
fungsi organ 2. Agar
klien
merasa
nyaman dan percaya diri
luka sesuai waktu atau penyembuhan
sakit
latihan
mendukung pulihnya
kulit, 2. Mencapaipenyembuhan
atau jaringan, keluhan
yang
melakukan
untuk hasil:
pemasangan traksi pent, 1. Klien tidak menyatakan
destruksi
1. Bantu klien dalam 1. latihan gerak sedini
lesi
area
Page | 14
sekitarnya
4.
Risiko terjadinya infeksi Setelah dilakukan tindakan berhubungan
dengan keperawatan tidak terdapat
1. Jaga kesterilan luka 1. Mengurangi dan
rawat
luka
adanya kerusakan kulit, tanda tanda infeksi
secara
teratur
trauma
dengan
klinik
terpejam
jaringan, pada
lingkungan pembedahan untuk reposisi
kontaminasi
septik aseptik 2. Kaji
tonus
otot,
refleks tendon serta 2. Kekakuan
otot,
kemampuan untuk
spasme
otot
berbicara
tahan
3. Monitor
tanda-
tanda vital
tonik dan
menunjukkan terjadinya tetanus 3. Untuk
4. Observasi terhadap adanya kemerahan,
disfusi
nyeri,
mendeteksi
adanya
tanda-tanda
sepsis 4. Adanya
kemerahan,
oedema,
oedema,
nyeri,
pengeluaran
pengeluaran
nanah
rasa
terbakar
merupakan
tanda-
tanda
infeksi
sehingga
perawatan
dapat
segera
mengatasinya.
Page | 15
BABIII TINJAUAN KASUS 3.1 Kasus
Seorang wanita mengalami fraktur 1/3 proksimal fibula sinistra. Klien mengalami nyeri, edema dan kaki klien terlihat adanya penonjolan yang abnormal. Klien dilakukan pemaasangan gips. Saat ini klien mengeluh badan panas, kaki klien yang di gips terasa nyeri dan gatal. Klien gelisah dan meminta gipsnya dibuka saja. TD 140/80 mmhg, suhu 38 derajat, RR 18x/menit, nadi 90x/menit. Hasil lab leukosit 15.000.klien telah diberikan antibiotik. Klien mengatakan skala nyerinya yaitu 5. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan karena pemasangan gips. Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk. Klien merasakan nyeri hanya di daerah yang dipasang gips saja. Klien mengatakan nyeri timbul jika klien melakukan pergerakaan. Saat dilakukan pengkajian, klien terlihat meringis kesakitan. Klien terlihat sedang menggaruk kakinya yang sedang gatal. 3.2 Asuhan keperawatan
3.2.1. Pengakajian 1. Identifikasi klien: Nama lengkap
: Ny. F
Umur
: 16 tahun
Jenis kelamin
: perempuan
Status perkawinan : belum menikah Agama
: Islam
Suku bangsa
: Jawa
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pelajar
Penghasilan
:
Alamat
: Jl. Buntu Rt 08 Rw 03 No. 14
3.2.2. Identifikasi penanggung jawab Nama
: Tn. J
Umur
: 45 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki Page | 16
Pekerjan
: Wiraswasta
Hubungan dengan klien
: Ayah
Alamat
: Jl. Buntu Rt 08 Rw 03 No. 14
3.2.3. Riwayat penyakit antara lain : Keluhan utama Klien mengalami nyeri, edema dan kaki klien terlihat adanya penonjolan yang abnormal, klien mengeluh badan panas, kaki klien yang di gips terasa nyeri dan gatal, klien meminta gipsnya dibuka, klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk. Klien merasakan nyeri hanya di daerah yang dipasang, Klien mengatakan nyeri timbul jika klien melakukan pergerakaan Riwayat kesehatan masa lalu atau lampau Keluarga mengatakan klien tidak memiliki penyakit apapun dan tidak pernah dirawat di rumah sakit 3.2.4. Pemeriksaan fisik a.
Inspeksi
:
terlihat
edema
klienterlihatadanyapenonjolan kliendilakukanpemaasangangips,
pada yang
kaki
kiri
dankaki
abnormal,
kaki
klienterlihatmeringiskesakitan.
Klienterlihatsedangmenggarukkakinya yang sedanggatal. b. c.
Palpasi
: nyeri saat di pegang pada bagian fraktur
Tanda – tanda vital : TD 140/80 mmhg, suhu 380, RR 18x/menit, nadi 90x/menit
3.2.5. Laboratorium Hasil lab leukosit 15.000 3.2.6. Radiologi x’ray : menunjukkan adanya fraktur1/3 proksimal fibula sinistra.
Page | 17